Anda di halaman 1dari 13

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RS.

Hasan Sadikin Bandung


Divisi Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial
Sari Pustaka
Oleh
: Aning
Pembimbing : dr. Rodman Tarigan, Sp.A, MKes
Hari/Tanggal : April-Mei 2014
KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK
Pendahuluan
Perilaku kekerasan yang menimpa anak di Indonesia, masih tetap menghantui dari waktu ke
waktu dan terus meningkat. Pada tahun 2011 jumlah pengaduan laporan tersebut meningkat
kembali sebesar 98 persen hingga mencapai 2.386 laporan. Kasus kekerasan seksual juga
meningkat dari 2.413 kasus pada tahun 2010, menjadi 2.508 kasus pada tahun 2011.
Sebanyak 1.020 kasus, setara dengan 62,7 persen terdiri dari kekerasan seksual seperti
sodomi, pemerkosaan dan pencabulan, sisanya sebesar 37,3 persen adalah kekerasan fisik dan
psikis.
Definisi
Kekerasan seksual pada anak (sexual abuse) adalah semua aktivitas seksual yang dilakukan
pada anak tanpa persetujuan mereka dan melanggar hukum. Aktivitas seksual yang termasuk
dalam kekerasan seksual adalah, oro-genital, kontak genital-anal paparan terhadap
pornografi.1
Bentuk indakan yang berkaitan dengan pelecehan seksual
Kontak
1. Sentuhan, memainkan atau kontak oral dengan dada atau genital.
2. Memasukkan jari atau benda ke dalam vulva atau anus
-

Masturbasi oleh orang dewasa didepan anak kecil

Ejakulasi kepada anak, baik dari orang dewasa ke anak maupun dari anak ke dewasa

Hubungan seks baik vaginal, anal atau oral, dilakukan maupun direncanakan pada

berbagai tingkatan.
1. Pemerkosaan dilakukan dengan penetrasi penis ke dalam vagina
2. Kontak genital lainnya, hubungan seks pada daerah kruris dimana penis diletakkan
diantara kaki. Atau kontak genital dengan bagian tubuh lainnya dari anak seperti penis
digosokkan pada paha.
1

3. Prostitusi, semua perlakuan diatas yang melibatkan pertukaran uang, hadiah, bantuan
pada anak sewaan.
Non-kontak
1. Eksibisionisme
2. Pornografi dalam berbagai bentuk : foto hubungan seksual atau foto anatomi tubuh
3. Memperlihatkan foto, film, video porno
4. Cerita-cerita erotis
5. Eksploitasi seksual lainnya
6. aktivitas sadis
7. Membakar daerah pantat atau genital anak.
Penetrasi vaginal, oral, anal yang dilakukan atau direncanakan muncul pada 20-49 % kasus
non klinis dan pada lebih dari 60 % sampel forensik.
Sampai saat ini belum bisa diprediksi dampak dari berbagai tindakan tersebut terhadap anak.
Karena responnya sangat individual. Yang dikategorikan paling serius adalah hubungan
seksual sedangkan eksibisionisme dianggap kurang serius
Kapan dicurigai terjadinya kekerasan seksual
Tanda-tanda apabila dicurigai adanya kekerasan seksual adalah 1). pasien menahan buang air
kecil, buang air besar dan mandi, 2). Pasien tidak ingin menghilangkan bekas atau tanda
kekerasan seksual dari bagian tubuhnya. Provider dapat segera melaporkan kejadian ke pihak
berwajib. Tidak lupa lingkaran kejadian. Hati-hati dengan komentar terhadap korban. Pelaku
kekerasan seksual pada anak biasanya dilakukan oleh orang dewasa yang kontak erat dengan
korban, misalnya pengasuh, anggota keluarga lain. Pelaku umumnya adalah laki-laki
sedangkan korban merupakan anak perempuan, namun adanya kekerasan seksual tidak selalu
disertai dengan hubungan seksual. Pendekatan terhadap korban kekerasan seksual sebaiknya
bersifat tidak menghakimi, mendukung, empati, komentar seperlunya, melindungi terhadap
media, dan jika memungkinkan pendamping korban tidak berlawan jenis. Gejala kekerasan
seksual secara fisik dapat ditemukan nyeri atau rasa tidak nyaman di genitalia atau anus,
nyeri saat defekasi atau buang air kecil, sering buang air kecil, konstipasi, iritasi didaerah
perianal atau genitalia, dan infeksi saluran kencing berulang. Adapun tanda spesifik apabila
didapatkan adanya trauma akut pada genitalia atau anus; scar pada anus, vagina, atau hymen;
penyakit menular seksual; adanya sperma atau cairan seminal; dan terjadinya kehamilan.

Kekerasan seksual juga mengakibatkan perubahan perilaku korban, anak mengalami mimpi
buruk, sulit konsentrasi, fobia, atau regresi.
Anamnesis anak
Kekerasan seksual lebih sulit dibuktikan dibandingkan kejadian kekerasan fisik. Oleh karena
itu pada kasus ini sangat diperlukan anamnesis mendalam terhadap anak Apakah anak telah
merasa disentuh dan diperlakukan yang tidak mereka inginkan Sangat penting untuk
menjaga nada intonasi sat bertanya agar anak tidak merasa ketakutan dan mau menceritakan
seluruh kejadian yang menimpanya secara detail. Semua pembicaraan hendaknya direkam
untuk menjadi bukti di pengadilan selain bukti fisik dari pemeriksaan medis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lembut dan menjelaskan terlebih dahulu
pemeriksaan yang akan dilakukan untuk menghindarkan ketakutan pada anak. Pada
pemeriksaan fisik mukosa mulut sering ditemukan laserasi, petekiae, hal ini dapat disebabkan
oleh pneterasi yang dipaksakan secara oral.Kejadian kejahatan seksual yang lebih dari 72 jam
memerlukan pemeriksaan forensik sebagai bukti tambahan.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang bermakna hendaknya dilakukan dalam 72 jam setelah
kontak. Bukti forensik yang didapatkan antara lain darah, cairan semen, sperma, rambut,
kulit. Untuk mendapatkan hasil bermakna pada >72 jam lebih sulit dilakukan.
Anak perempuan prepubertas dan pubertas
Pemeriksaan pada anak perempuan prepubertal sebaiknya dilakukan pada posisi frog-leg,
frog-leg ketika duduk, knee-chest position. Apabila anak tiba-tiba cemas, maka pemeriksaan
dapat dilakukan dengan anak duduk di pangkuan pengasuh. Pemeriksaan knee-chest position
perlu dilakukan untuk menghindari abnormalitas posterior aspek dari hymen. Anak
perempuan yang sudah pubertas dapat diperiksa dalam posisi litotomi. Pemeriksaan pada
posisi yang tepat akan sangat mempengaruhi penemuan bukti kekerasan seksual.
Abnormalitas digambarkan dengan posisi uretra pada pukul 12 dan anus pada pukul 6.
Metode pemeriksaan juga dapat menggunakan kateter Foley. Kateter dimasukkan ke vagina
dan ballon dikembangkan dengan sedikit retraksi sehingga hymen meregang.
3

Posisi frog leg dengan anak


duduk dipangkuan pengasuh

Posisi
Posisi frog
leg frog leg

Posisi Knee chest

Pemeriksaan fisik pada anak laki-laki prepubertal dan pubertal


Pemeriksaan genital meliputi penis, testis dan perineum hendaknya dilakukan pada posisi
duduk untuk melihat ada tidaknya bekas gigitan, ekimosis. Evaluasi anus sebaiknya
dilakukan pada posisi supine, lateral atau posisi prone dengan sedikit tarikan lemah pada
lipatan gluteal.
Evaluasi pemeriksaan anogenital pada anak yang mengalami sexual abuse
Pemeriksaan fisik normal Pemeriksaan

fisik

yang Pemeriksaan

fisik

dan tidak spesifik

mengarah ke sexual abuse

diagnostik dengan trauma

Hymenal tags

penetrasi
Notches/clefts pada bagian Lacerasi akut dan ekimosis

Hymenal bumps/mounds

posterior hymen dikonfirmasi hymen


Condylomata acuminata
Tidak didapatkan

jaringan

pada anak 2 tahun atau lebih hymen pada berbagai posisi


tanpa riwayat kontak seksual
4

bagian posterior

Adesi labia

Immediate, marked dilatasi Perbaikan transeksi hymen

anal
Clefts/notches pada bagian Anal scarring

Laserasi anal

setengah depan hymen


Vaginal discharge
Genital/anal erythema
Perianal skin tags
Anal fissures
Dilatasi
anal
dilatation

Kehamilan

tanpa

riwayat

consensual intercourse

dengan adanya feses tertahan


di ampulla
Faktor psikososial
Pemeriksaan pada kasus anak korban kekerasan seksual memerlukan kedekatan emosional
antara anak dan orangtua. Kekerasan seksual pada anak merupakan risiko terbesar untuk
terjadinya depresi gangguan ansietas, gangguan perilaku, peningkatan gangguan seksual dan
menimbulkan post-traumatic stress disorder.
Berdasarkan penelitian metaanalisis anak yang mengalami kekerasan seksual akan memiliki
kecenderungan untuk terjadinya percobaan kasus bunuh diri. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
faktor genetik dan faktor lingkungan keluarga. (childhood sexual abuse)
Kekerasan seksual pada anak sering muncul dalam berbagai kondisi dan lingkup sosial.
(childhood sexual abuse)
Berbagai bentuk kekerasan seksual

Kekerasan seksual dalam keluarga (Intrafamilial abuse).

Kekerasan seksual di luar keluarga (Extrafamilial abuse)

Ritualistic abuse

Institutional abuse

Kekerasan seksual dalam keluarga (Intrafamilial abuse)


Mencakup kekerasan seksual yang dilakukan dalam keluarga inti atau majemuk, dan
dapat melibatkan teman dari anggota keluarga, atau orang yang tinggal bersama dengan
keluarga tersebut, atau kenalan dekat dengan sepengetahuan keluarga. Kekerasan pada anak
adopsi ataupun anak tiri juga termasuk dalam lingukup ini.
Pelecehan seksual merupakan suatu kegiatan yang disembunyikan oleh pelakunya dan
keluarga merupakan tempat yang paling aman untuk menyembunyikan hal ini dari
5

masyarakat. Pelaku memiliki kesempatan yang besar untuk mengontrol dan memanipulasi
sang anak untuk tidak membuka mulut.
Dikatakan bahwa dua pertiga dari anak-anak yang mengalami pelecehan seksual,
pelakunya adalah keluarga mereka sendiri. Ini tidak hanya meliputi orangtua kandung, namun
juga orangtua angkat, kekasih dari orangtua mereka, teman orangtua yang tinggal bersama,
maupun kakek, paman, bibi, sepupu, saudara laki-laki dan perempuan.
Pelecehan seksual di dalam keluarga lebih cenderung untuk menjadi kronis, dapat
bermula segera setelah kelahiran dari sang anak dan berlanjut di masa kecil anak tersebut.
Bagi beberapa anak, pelecehan ini berlanjut hingga masa dewasa; seorang perempuan dapat
membesarkan anak dari ayahnya sendiri, dan turut berpartisipasi dalam kelanjutan pelecehan
di generasi berikutnya. Pelecehan seksual dalam keluarga, oleh sebab itu, lebih merupakan
pola hubungan di mana seluruh anggota keluarga ikut berpartisipasi dan batas-batas antar
generasi sudah menjadi tidak ada. Para dokter spesialis anak yang bekerja pada area ini harus
waspada terhadap adanya siklus pola pelecehan antar generasi.
Ketika seorang nenek menyatakan bahwa anaknya tidak bersalah, hal ini mungkin
dilakukannya untuk melindungi anaknya, namun juga berarti bahwa mungkin sang nenek
sedang memikirkan seluruh keluarganya, termasuk dirinya sendiri, suaminya, sang paman
dan bibi, keponakan, yang mungkin merasa terancam dengan terungkapnya satu pelecehan
seksual pada salah satu anak di dalam keluarga. Untuk alasan inilah pelecehan seksual dalam
keluarga menjadi lebih sulit untuk diusut dan sering terjadi bahwa penyelidikan kasus
pelecehan seksual dalam keluarga berhubungan dengan anggota keluarga lainnya. Oliver
Whiltshire (1983) melakukan riset yang menunjukkan bahwa pelecehan dan penelantaran
anak di dalam keluarga saling berhubungan dan morbiditas serta mortalitas anak ditemukan
pada keluarga tersebut.
Kekerasan seksual di luar keluarga (Extrafamilial abuse)
Mencakup kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa yang kenal dengan anak tersebut
dari berbagai sumber, seperti tetangga, teman, orangtua dari teman sekolah.
Banyak survei dalam komunitas yang menunjukkan bahwa kontak tubuh pada lingkup
pelecehan seksual di luar keluarga lebih sering terjadi daripada di dalam lingkup keluarga.
Pelecehan ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki.
Batasan antara lingkup intrafamilial dan ekstrafamilial kadang menjadi kabur dan
pengenalan dari salah satunya sering mengantar pada yang lainnya. Seorang anak laki-laki
6

yang mengalami pelecehan seksual di rumah oleh ayahnya, mungkin secara tidak sadar
membiarkan dirinya berada dalam situasi yang berbahaya bersama dengan laki-laki lain, yang
dapat mengambil kesempatan untuk melakukan hal yang sama padanya jauh dari
keluarganya.
Pada pola pelecehan seksual di luar keluarga, pelaku biasanya orang dewasa yang
dikenal oleh sang anak dan telah membangun relasi dengan anak tersebut, kemudian
membujuk sang anak ke dalam situasi dimana pelecehan seksual tersebut dilakukan, sering
dengan memberikan imbalan tertentu yang tidak didapatkan oleh sang anak di rumahnya.
Sang anak biasanya tetap diam karena bila hal tersebut diketahui mereka takut akan memicu
kemarah dari orangtua mereka. Selain itu, beberapa orangtua kadang kurang peduli tentang di
mana dan dengan siapa anak-anak mereka menghabiskan waktunya. Anak-anak yang sering
bolos sekolah cenderung rentan untuk mengalami kejadian ini dan harus diwaspadai.
Anak-anak dengan riwayat pelecehan seksual mengalami pengalaman yang buruk dan
menderita secara emosional maupun kesulitan tingkah laku. Anak-anak ini membutuhkan
bantuan setelah pelecehan seksual tersebut dideteksi dan dihentikan.
Keluarga dengan anak yang mengalami pelecehan seksual
Beberapa karakteristik dari keluarga dengan anak yang mengalami pelecehan seksual telah
digambarkan. Keluarga tersebut, baik pada kasus incest maupun non-incest, memiliki
karakteristik yang kohesif, tidak terorganisir dengan baik, dan secara umum memiliki
disfungsional bila dibandingkan dengan keluarga lain yang tidak terdapat pelecehan seksual.
Konteks keluarga yang berhubungan dengan pelecehan seksual ini antara lain adalah
dewasa yang juga pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanaknya, termasuk
kekerasan dalam rumah tangga dan atau penggunaan alkohol, ketiadaan orangtua, hubungan
yang tidak baik dengan orangtua, adanya pelecehan seksual pada salah satu anggota keluarga,
kurangnya pengertian dalam keluarga, perceraian atau orangtua berpisah, dan pemindahan
hak perawatan anak. Dari kesemuanya ini, kekerasan dalam rumah tangga dan
penyalahgunaan alkohol adalah yang paling sering dilaporkan.
Institutional abuse
Kekerasan seksual dalam lingkup institusi tertentu seperti sekolah, tempat penitipan anak,
kamp berlibur, seperti kegiatan pramuka, dan organisasi lainnya.

Anak yang mengalami pelecehan seksual


Pandangan tradisional mengenai anak yang biasanya mengalami kekerasan seksual tersebut
menunjukkan adanya factor-faktor tertentu yang memberi kontribusi untuk terjadinya
pelecehan seksual, seperti anak yang ditelantarkan. Dihipotesiskan bahwa prilaku anak dan
penampilannya dapat memicu ketertarikan dari orang dewasa. Dalam hal pelecehan seksual,
sebuah mitos menyebutkan bahwa hanya anak-anak tertentu dengan umur tertentu yang
mengalami pelecehan, sesuai dengan seksualitas orang dewasa yang mini. Sebagai contoh,
seorang anak perempuan yang memasuki puber dapat memberi stimulus tertentu pada ayah
angkatnya, yang menyebabkan kejadian pelecehan seksual menjadi sulit dihindarkan.
Anak-anak pada semua umur dapat mengalami pelecehan seksual, termasuk pada bayi
yang berumur kurang dari 1 tahun. Baik menurut sample klinik maupun survei komunitas,
jumlah anak perempuan yang mengalami pelecehan biasanya melebihi jumlah anak laki-laki.
Hobbs dan Wynne menemukan perbandingan rasio antara anak perempuan dan laki-laki
adalah 2:1, sedangkan dalam suatu studi di Irlandia Utara rasionya adalah 4.4: 1. Anak lakilaki lebih cenderung kurang dicurigai, dilaporkan ataupun dipercaya. Dengan memperhatikan
hal ini, diperkirakan bahwa jumlah pelecehan seksual pada anak laki-laki dan perempuan
sebenarnya mungkin sama.
Usia pada saat didiagnosis terjadi pelecehan seksual tidak memberikan keterangan
tentang onset terjadi pelecehan pertama kali, namun rata-rata usia terdiagnosis adalah sekitar
7 tahun, dengan puncaknya antara 2-7 tahun. Usia saat terdiagnosis lebih bergantung pada
kemudahan diagnosis, dimana terdapat kemauan untuk mengungkapkan kejadian, dan sering
ditemukannya temuan fisik yang membantu penegakan diagnosis. Anak-anak yang lebih
besar, yang telah belajar dari konsekuensi bila tidak dapat menyimpan rahasia, lebih
cenderung dapat menutupi kejadian pelecehan tersebut, dan lebih memiliki rasa takut
terhadap

ancaman

yang

diberikan

bahwa mereka

akan

menderita

bila

mereka

memberitahukan kejadian tersebut.


Dibandingkan dengan faktor dari sang anak yang mempengaruhi terjadinya suatu
pelecehan seksual, adalah perilaku yang tidak membedakan korban dari si pelaku yang lebih
penting.
Infeksi menular seksual yang mungkin ditularkan melalui kekerasan seksual
Gonore

Gonore merupakan semua penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae
yang bersifat purulen dan dapat menyerang permukaan mukosa manapun di tubuh manusia
Pemeriksaan

Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh
endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak begitu tinggi. Pemeriksaan ini akan
menunjukkan N.gonorrhoeae

yang merupakan bakteri gram negatif dan dapat

ditemukan baik di dalam maupun luar sel leukosit.

Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan


Thayer-Martin yang mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman
gram positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-gram dan
nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini merupakan
pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sehingga sangat
dianjurkan dilakukan terutama pada pasien wanita.

Tes defenitif: dimana pada tes oksidasi akan ditemukan semua Neisseria akan
mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah muda
hingga merah lembayung. Sedangkan dengan tes fermentasi dapat dibedakan
N.gonorrhoeae yang hanya dapat meragikan glukosa saja.

Tes beta-laktamase: tes ini menggunakan cefinase TM disc dan

akan tampak

perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah.

Tes Thomson: tes ini dilakukan dengan menampung urine setelah bangun pagi ke
dalam 2 gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua.
Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas kedua
tampak jernih (Daili, 2009).

Infeksi Genital Non-Spesifik (IGNS)


Definisi
IGNS merupakan infeksi traktus genital yang disebabkan oleh penyebab yang nonspesifik
yang meliputi beberapa keadaan yaitu Uretritis Non-spesifik (UNS), proktitis nonspesifik dan
Uretritis Non-Gonore (UGN) (Lumintang, 2009).
Klamidia yang menyebabkan penyakit pada manusia diklasifikasikan menjadi tiga spesies,
yaitu: (Struble, 2010)
1. Chlamydia psittaci, penyebab psittacosis
9

2. C. trachomatis, termasuk serotipe yang menyebabkan trachoma infeksi alat kelamin,


Chlamydia conjunctivitis dan pneumonia anak dan serotipe lain yang menyebabkan
Lymphogranuloma venereum.
3. C. pneumoniae, penyebab penyakit saluran pernapasan termasuk pneumonia dan
merupakan penyebab penyakit arteri koroner.
Pemeriksaan
Diagnosa Uretritis Non Gonokokus (UNG) atau diagnosa servisitis non gonokokus
ditegakkan biasanya didasarkan pada kegagalan menemukan Neisseria gonorrhoeae melalui
sediaan apus dan kultur. Klamidia sebagai penyebab dipastikan dengan pemeriksaan preparat
apus yang diambil dari uretra atau endoserviks atau dengan tes IF langsung dengan antibodi
monoklonal, EIA, Probe DNA, tes amplifikasi asam nukleus (Nucleic Acid Amplification
Test, NAAT), atau dengan kultur sel. NAAT bisa dilakukan dengan menggunakan spesimen
urin. Organisme intraseluler sulit sekali dihilangkan dari discharge. Pada pemeriksaan sekret
uretra dengan pewarnaan Gram ditemukan leukosit lebih dari 5 pada pemeriksaan mikroskop
dengan pembesaran 1000 kali. Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan
pewarnaan Gram didapatkan leukosit lebih dari 30 per lapangan pandang dengan pembesaran
1000 kali. Tidak dijumpai diplokokus negatif gram, serta pada pemeriksaan sediaan basah
tidak didapati parasit Trichomonas vaginalis. Pembiakan C.trachomatis yang bersifat obligat
intraseluler harus dilakukan pada sel hidup. Sel hidup ini dibiakkan dalam gelas kaca yang
disebut biakan monolayer seperti Mc Coy dan BHK yang dapat dilihat hasil pertumbuhannya
pada hari ketiga.
Sifilis
Definisi
Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Treponema pallidum yang bersifat kronis
dan sistemik ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan
selaput lendir kemudian masuk kedalam periode laten tanpa manifestasi lesi di tubuh diikuti
dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem syaraf pusat dan sistem
kardiovaskuler. Infeksi ini dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan (sifilis
kongenital)
Pemeriksaan
Beberapa pemeriksaan terhadap sifilis dapat dilakukan dengan berbagai cara:

10

Pemeriksaan lapangan gelap (dark field) dengan bahan pemeriksaan dari bagian
dalam lesi. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum
diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum
akan keluar. Kemudian serum diperiksa pada lapangan gelap untuk melihat ada
tidaknya T.pallidum berbentuk ramping, dengan gerakan lambat dan angulasi. Bahan
apusan lesi dapat pula diperiksa dengan metode mikroskop fluoresensi, namun
pemeriksaan ini memberikan hasil yang kurang dapat dipercaya sehingga
pemeriksaan dark field lebih umum dilaksanakan.

Penentuan antibodi di dalam serum yang timbul akibat infeksi T.pallidum. Tes yang
dilakukan sehari-hari dapat menunjukkan reaksi IgM dan juga IgG tetapi tidak dapat
menunjukkan antibodi spesifik adalah tes Wasserman, tes Kahn, tes VDRL (Veneral
Diseases Research Laboratory), tes RPR (Rapid Plasma Reagen) dan tes Automated
Reagin. Tes-tes tersebut merupakan tes standar untuk sifilis dan memiliki spesifisitas
rendah sebab dapat menunjukkan hasil positif semu. Sedangkan tes RPCF ( Reiter
Protein Complement Fixation) merupakan tes yang dapat menunjukkan kelompok
antibodi spesifik. Tes dengan spesifitas tinggi dan dapat menentukan antibodi spesifik
sifilis ini adalah tes TPI, tes FTA-ABS, tes TPHA dan tes Elisa (Hutapea, 2009).

Herpes genitalis
Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus
(HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema dan
bersifat rekurens.
Pemeriksaan
Diagnosis secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok
dengan dasar eritema dan bersifat rekuren. Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana
adalah tes Tzank yang diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright dimana akan tampak
sel raksasa berinti banyak. Cara terbaik dalam menegakkan diagnosa adalah dengan
melakukan kultur jaringan karena paling sensitif dan spesifik. Namun cara ini membutuhkan
waktu yang banyak dan mahal. Dapat pula dilakukan tes-tes serologis terhadap antigen HSV
baik dengan cara imunoflouresensi, imunoperoksidase maupun ELISA.

11

Kondiloma Akuminata
Definisi
Kondiloma akuminata (KA) adalah infeksi menular seksual dengan kelainan berupa
fibroepitelioma pada kulit dan mukosa.
Pemeriksaan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Kutil yang menetap
bisa diangkat melalui pembedahan dan diperiksa dibawah mikroskop untuk meyakinkan
bahwa itu bukan merupakan suatu keganasan. Wanita yang memiliki kutil di leher rahimnya,
harus menjalani pemeriksaan Papsmear secara rutin. Pada lesi yang meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang dengan tes asam asetat, kolposkopi dan pemeriksaan
histopatologis.

Ketentuan Pencatatan dan Pelaporan


Setiap orang dapat melaporkan kejadian kekerasan dan penelantaran pada anak. Individu
yang melaporkan kejadian tersebut umumnya mempunyai kontak erat dengan anak, misalnya
petugas pelayanan kesehatan, karyawan sekolah, pengasuh di tempat penitipan anak, pekerja
sosial, pihak berwajib, dan ahli kesehatan jiwa.
Pelaporan prarumah sakit oleh staf fasilitas kesehatan (dokter atau perawat). Sedangkan
pelaporan di Unit Gawat Darurat sebaiknya dilakukan oleh pihak berwajib dan komisi
perlindungan anak. Setelah diyakinkan bahwa korban tidak akan dialihkan ke pihak lain.
Sebagian besar kasus kekerasan dan penelantaran anak tidak dilaporkan meskipun telah
dicurugai oleh petugas kesehatan. Dokumentasi pelaporan meliputi deskripsi tempat kejadian
misalnya rumah, situasi dan budaya setempat. Riwayat terjadinya penyakit atau cedera
meliputi tempat, kapan terjadinya, dan bagaimana cedera tersebut terjadi. Pemeriksaan fisik
yang ditemukan pada korban kekerasan meliputi bentuk, ukuran, dan lokasi cedera. Jika
memungkinkan dilakukan dokumentasi gambar dan pola cedera.

12

Sumber :
1.

Lahoti SL, McClain N, Girardet R, Mcneese M, Cheung K. Evaluating the Child for

Sexual Abuse. Am Fam Physician 2001;63:883-92.

13

Anda mungkin juga menyukai