Anda di halaman 1dari 5

PENULISAN ILMIAH

(PSPS601002)

Tugas 1: ANNOTATED BIBLIOGRAPHY

Pertanyaan: Bagaimana dampak terpaparnya seseorang terhadap intimate partner violence


(IPV) dan atau mengalami kekerasan saat kecil, baik seksual, fisik maupun emosional,
memengaruhi kehidupannya di usia dewasa?

Dube, S. R., Anda, R. F., Felitti, V. J., Edwards, V. J., & Williamson, D. F. (2002). Exposure to
abuse, neglect, and household dysfunction among adults who witnessed intimate partner
violence as children: Implications for health and social services. Violence and Victims,
17(1), 3–17. https://doi.org/10.1891/vivi.17.1.3.33635

Artikel ini membahas tentang kaitan terpaparnya seorang anak dengan IPV atau intimate partner
violence dan atau mengalami kekerasan fisik, seksual, maupun verbal dengan kecenderungan
melakukan penyalahgunaan zat terlarang dan mengalami depresi di usia dewasanya. Studi ini
menggunakan kuesioner ACE atau Adverse Childhood Experiences, yang berisi tentang
pengalaman responden berkaitan dengan segala jenis kekerasan dan penelantaran emosional
yang mungkin dialami selama 18 tahun pertama hidupnya, dan apakah responden pernah
menyaksikan ibunya menjadi korban dari IPV. Studi ini menunjukkan tingginya korelasi antara
anak yang mengalami kekerasan dan terpapar IPV dengan kecenderungannya untuk melakukan
penyalahgunaan zat terlarang dan kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami depresi di usia
dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan yang dialami seorang anak, terutama kekerasan
fisik, memiliki efek yang cukup kuat dan dalam jangka waktu lama. Penemuan dalam studi ini
juga berkorelasi dengan studi lain yang menunjukkan bahwa korban kekerasan fisik saat kecil
juga berpotensi melakukan IPV saat dewasa.

Artikel ini relevan dengan tujuan saya untuk mengetahui apa saja dan seberapa besar dampak-
dampak kekerasan yang dialami seorang anak di kehidupannya ketika dewasa. Artikel ini
berhasil mengungkap hubungan dari sekian banyak jenis kekerasan yang mungkin dialami
seorang anak lewat kuesioner ACE dengan kehidupannya saat dewasa. Artikel ini juga
memberikan saran tentang pelayanan kesehatan yang terintegrasi antara perawatan untuk
penyalahgunaan zat terlarang dengan kemungkinan adanya kekerasan atau penelantaran secara
emosional di rumahnya, dan perawatan bagi korban IPV harus menanyakan tentang adanya anak
di rumah untuk mencegah efek psikologis yang berkelanjutan.

Horwitz, A. V, Widom, C. S., McLaughlin, J., & White, H. R. (2001). The impact of childhood
abuse and neglect on adult mental health: A prospective study. Journal of Health and Social
Behavior, 42(2), 184–201. https://doi.org/10.2307/3090177

Horwitz, Widom, McLaughlin, dan White mempelajari tentang pengaruh tiga jenis victimization
yang mungkin dialami oleh seorang anak, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan
penelantaran secara emosional terhadap kesehatan mental selama hidup saat dewasa. Penelitian
ini mengambil data lewat dokumen kasus-kasus hukum dari kekerasan saat kecil dan
penelantaran yang terjadi di sebuah kota di Amerika Serikat bagian tengah sekitar tahun 1970.
Dalam proses penelitian, subjek-subjek dalam kasus tersebut kemudian diwawancarai kembali
sekitar 20 tahun kemudian. Penelitian ini juga membandingkan hasil antara grup yang memiliki
kaitan dengan kasus kekerasan saat kecil dan penelantaran dengan grup yang tidak memiliki
kaitan dengan kasus tersebut. Penelitian ini berhasil mengungkap bahwa laki-laki yang
mengalami kekerasan dan penelantaran saat kecil cenderung lebih antisosial, namun tidak
memiliki masalah dengan alkohol. Sebaliknya, wanita yang mengalami kekerasan dan
penelantaran saat kecil melaporkan lebih banyaknya tanda-tanda antisosial dan masalah dengan
alkohol.

Artikel ini sebenarnya cukup relevan bagi penelitian, namun juga kontradiktif dengan pernyataan
bahwa kekerasan saat kecil dan penelantaran tidak memiliki efek langsung terhadap kesehatan
mental seseorang ketika sudah dewasa. Selain itu, sampel yang diambil juga hanya dari satu kota
dari satu negara, sehingga hasilnya kurang universal dan belum tentu mencerminkan kondisi di
wilayah lain.

Milner, J. S., Robertson, K. R., & Rogers, D. L. (1990). Childhood history of abuse and adult
child abuse potential. Journal of Family Violence, 5(1), 15–34.

Artikel ini membahas penelitian tentang kemungkinan seseorang melakukan kekerasan terhadap
anak saat dewasa apabila saat kecil ia juga mengalami kekerasan. Penelitian ini bertujuan
menguji hipotesis bahwa kemungkinan seseorang menjadi pelaku kekerasan terhadap anak akan
lebih tinggi apabila orang tersebut juga mengalami kekerasan terhadap anak saat kecil. Penelitian
ini menggunakan Childhood History Questionnaire (CHQ) dan Child Abuse Potential (CAP)
mengenai perlakuan abusive yang mungkin diterima baik sebelum dan sesudah pubertas.
Penelitian ini menemukan bahwa orang-orang yang mengalami kekerasan sebelum pubertas
memiliki potensi yang secara signifikan jauh lebih tinggi untuk melakukan kekerasan juga. Studi
ini juga sejalan dengan banyaknya kasus yang terdokumentasikan bahwa seringkali orang tua
yang melakukan kekerasan terhadap anak sendirinya merupakan korban kekerasan terhadap anak
saat kecil.

Artikel ini sangat relevan dengan topik saya, dan merupakan salah satu penelitian yang paling
mendukung tentang efek jangka panjang dari kekerasan terhadap anak pada anak-anak. Artikel
ini dapat membantu menaikkan kesadaran tentang bagaimana kekerasan terhadap anak
berpotensi berlanjut ke generasi selanjutnya apabila tidak dihentikan yang berujung ke cycle of
violence (siklus kekerasan). Secara keseluruhan, artikel ini mudah dibaca dan dimengerti.

Turner, S., Taillieu, T., Cheung, K., & Afifi, T. O. (2017). The relationship between childhood
sexual abuse and mental health outcomes among males: Results from a nationally
representative United States sample. Child Abuse and Neglect, 66, 64–72.
https://doi.org/10.1016/j.chiabu.2017.01.018

Artikel ini membahas tentang penelitian mengenai keterkaitan antara kesehatan mental seseorang
dengan apakah ia pernah mengalami childhood sexual abuse (CSA) yaitu kekerasan seksual pada
anak-anak, namun penelitian ini secara khusus mencari tahu tentang efek tersebut pada laki-laki.
Hal ini dikarenakan sebagian besar penelitian mengenai keterkaitan antara CSA dan kesehatan
mental masih menggunakan sampel hanya wanita atau campuran, bukan khusus laki-laki. Tujuan
dari penelitian ini adalah mencari tahu prevalensi dari laki-laki yang mengalami kekerasan
terhadap anak, baik dengan CSA atau tidak, atau hanya CSA saja, dan mencari hubungan antara
CSA pada laki-laki dengan kecenderungan terjadinya gangguan emosi, gangguan kecemasan,
gangguan kepribadian, penyalahgunaan zat terlarang, serta percobaan bunuh diri. Hasil yang
ditemukan adalah laki-laki yang pernah mengalami CSA, terutama yang juga mengalami
kekerasan lain di saat yang sama, secara signifikan memiliki potensi lebih tinggi untuk
mengalami kecenderungan-kecenderungan di atas.

Studi ini menurut saya cukup kuat, terutama karena ia secara khusus mempelajari tentang laki-
laki yang masih kurang jumlahnya dalam penelitian yang sejenis. Selain itu, penelitian ini juga
secara rinci memasukkan tentang jenis-jenis kekerasan selain CSA yang mungkin dialami
responden, jenis gangguan apa saja yang mungkin terjadi, juga ras dari masing-masing
responden. Sayangnya, penelitian ini menggunakan sampel hanya dari Amerika Serikat saja,
sehingga belum bisa merepresentasikan wilayah lain.

Widom, C. S. (1999). Posttraumatic stress disorder in abused and neglected children grown up.
American Journal of Psychiatry, 156(8), 1223–1229. https://doi.org/10.1176/ajp.156.8.1223

Artikel ini membahas tentang studi mengenai keterkaitan potensi seseorang mengalami gejala
atau didiagnosis dengan Posttraumatic Stress Disorder atau PTSD saat dewasa apabila orang
tersebut mengalami childhood victimization saat anak-anak, baik kekerasan dalam bentuk fisik
dan seksual, maupun dalam bentuk penelantaran secara fisik dan emosional. Studi ini
menggunakan metode komparasi antara grup yang memiliki sejarah berkaitan dengan kekerasan
dan penelantaran dengan grup yang tidak memiliki sejarah tersebut. Ada perbedaan yang
signifikan antar grup, di mana grup berisi orang-orang yang telah mengalami kekerasan dan
penelantaran memiliki risiko lebih tinggi mengalami PTSD. Analisis studi juga menunjukkan
bahwa orang-orang yang mengalami kekerasan lebih berpotensi mengalami gangguan perilaku,
penyalahgunaan alkohol dan zat terlarang, dan gangguan pernikahan saat dewasa. Kekerasan saat
kecil dan penelantaran juga membawa sebagian besar korban pada adanya peristiwa traumatis
yang menjadi cikal bakal PTSD tersebut. Selain itu, terlihat juga adanya prevalensi kekerasan
fisik sebagai salah satu jenis kekerasan yang paling berpengaruh pada potensi terjadinya PTSD.

Artikel ini sangat relevan dengan topik yang saya pilih karena mengangkat topik tentang efek
kekerasan saat kecil di usia dewasa. Walaupun Widom sendiri mengakui bahwa penelitiannya
tentang korelasi PTSD dan childhood victimization ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak
efek yang bisa dipelajari, namun secara penelitian ini yang secara khusus mengambil kekerasan
dan penelantaran saya rasa cukup menyeluruh dan universal. Penelitian ini juga dengan sengaja
tidak membedakan gender dalam konklusi hasil akhirnya. Secara keseluruhan, artikel ini
merupakan salah satu yang paling mudah dibaca dan dimengerti di antara artikel-artikel
sejenisnya.

Aina Athira Maulana


1806142085
PENIL (D)

Anda mungkin juga menyukai