Gambaran umum
Common Cold, disebut juga : Coryza, Rinitis, Cold atau
Selesma, atau pilek
Merupakan istilah konvensional untuk infeksi saluran
pernafasan atas – ringan dengan gejala utama hidung buntu,
adanya secret hidung, bersin, nyeri tenggorok dan batuk
Infeksi ini terjadi secara akut, dapat sembuh dengan spontan
Merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh manusia
Penyebab utamanya adalah virus. Salah satu virus penyebab
rhinitis adalah virus influenza, meskipun jumlah virus yang
menginfeksi ada banyak, seperti Rhinovirus, Adenovirus,
Virus Parainfluenza, dll
Patofisiologi
Infeksi virus melibatkan interaksi antara replikasi virus dan respon inflamasi
pejamu.
Patogenesis dapat berbeda karena perbedaan lokasi primer tempat replikasi
virus.
Replikasi virus influenza terjadi di epitel trakeobronkial, sedangkan rhinovirus
terutama di epitel nasofaring
Infeksi virus pada mukosa hidung menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler, sehingga timbul gejala klinis hidung tersumbat dan
secret hidung yang merupakan gejala utama rhinitis.
Stimulasi kolinergik menyebabkan peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan
bersin.
Manisfetasi Klinis
Gejala timbul setelah masa inkubasi yang sangat bervariasi antar virus.
Gejala klinis pada infeksi Rhinovirus terjadi 10-12 jam setelah inokulasi
intranasal
Gejala klinis infeksi virus influenza terjadi (masa inkubasi)nya adalah 1 – 7
hari.
Secara umum keparahan gejala meningkat secara cepat, mencapai puncak
dalam 2 – 3 hari, setelah itu membaik
Rata – rata lama penyakit antara 7 – 14 hari, setelah itu membaik
Adanya sekret pada hidung dan demam adalah gejala yang sering ditemukan
pada tiga hari pertama
Sekret hidung yang semula encer dan jernih akan berubah menjadi lebih
kental dan purulent
Gejala lain meliputi nyeri tenggorok, batuk, rewel, gangguan tidur, dan
penurunan nafsu makan.
Pemeriksaan fisis tidak menunjukkan tanda yang khas, tetapi dapat dijumpai
edema dan eritema mukosa hidung serta limfadenopati servikalis anterior
Data Klinik Penting
Beberapa mediator inflamasi yang berperan pada penyakit
ini adalah kinin, leukotriene, histamine, interleukin 1, 6,
dan 8, tumor necrosis factor (TNF).
Kadar IL-6 dan IL 8 menentukan derajat keparahan rhinitis
Adanya sekret yang purulen tidak selalu menunjukkan
adanya infeksi bakteri, tetapi berhubungan dengan
peningkatan jumlah sel PMN.
Sekret bewarna putih atau kuning berhubungan dengan
adanya sel PMN, sedangkan secret berwarna kehijauan
disebabkan oleh aktivitas enzim sel PMN.
Pencegahan Penyakit
Caraterbaik untuk mencegah terjadinya
penularan adalah dengan mencuci tangan,
khususnya setelah kontak dengan sekret
penderita baik secara langusng maupun
tidak langsung.
Pemberian imunisasi Influenza setahun
sekali dapat mencegah infeksi Influenza
dan komplikasinya.
Terapi Nonfarmakologi
Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat
menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada
umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama
dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu :
1. Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat
reaksi alergi
2. Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada
pengobatan penderita pada tukak lambung
3. Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih
dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan
kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental
Dekongestan
Dekongestanmerupakan obat dengan efek
simpatomimetik yang menyebabkan vasokonstriksi
mukosa hidung. Dekongestan yang sering
digunakan adalah pseudoephedrine hydrochloride,
phenylephrine hydrochloride, dan
phenylpropanolamine hydrochloride.
Padaorang dewasa, obat-obat tersebut terbukti
efektif menghilangkan kongesti nasal dan
meningkatkan patensi, tetapi tidak terbukti
efektivitasnya pada anak. Efek samping
dekongestan meliputi takikardi, peningkatan
tekanan darah diastolik, dan palpitasi.
Vitamin C
Penelitian-penelitianterdahulu menunjukkan
bahwa pemberian vitamin C dosis tinggi dapat
mengurangi lamanya gejala rinitis. Akan tetapi,
penelitian-penelitian tersebut mempunyai
masalah dalam hal metodologinya. Review
sistematik baru-baru ini menunjukkan bahwa
suplementasi vitamin C tidak bermanfaat untuk
pencegahan maupun pengobatan rinitis baik pada
populasi normal.
Antibiotik
Antibiotik, meskipun diketahui tidak efektif untuk infeksi virus, pada
kenyataannya banyak diberikan untuk pengobatan IRA-atas karena virus tanpa
komplikasi. Penelitian metaanalisis menunjukkan bahwa pemberian antibiotic
pada rhinitis tidak bermanfaat.
Jika pada cincin aromatis hanya terdapat 3-OH atau 3-sulfonamida maka
aktivitasnya akan tereduksi pada situs α1 dan hampir tereliminasi pada situs
ꞵ. Hal ini menyebabkan obat menjadi selektif pada situs α 1.
Selain itu, inti katekol tidak tersubtitusi atau tersubtitusi dengan subtituen
yang tidak besar, seperti gugus metil meningkatkan afinitas pada reseptor α.
3. Gugus Amina
Gugus amin tidak tersubtitusi atau tersubtitusi dengan subtituen yang tidak
besar, seperti gugus metil meningkatkan afinitas pada reseptor α.
Turunan imidazolin Jembatan karbon
Cincin Imidazolin