Anda di halaman 1dari 29

1

Small et al.
Allergy Asthma Clin Immunol 2018, 14(Suppl 2):51 https://doi.org/10.1186/s13223-018-0280-7
2

Rhinitis Alergi
1 2 2,3*
Peter Small , Paul K. Keith and Harold Kim

Abstrak
Rhinitis alergi adalah kelainan umum yang terkait dengan asma dan
konjungtivitis. Hal ini biasanya kondisi lama yang sering kali tidak terdeteksi
dalam pelayanan perawatan primer. Gejala-gejala klasik gangguan ini ialah hidung
tersumbat, hidung gatal, rinore dan bersin. Secara menyeluruh, pemeriksaan fisik
dan tes alergi pada kulit penting untuk menegakkan diagnosis rinitis alergi.
Antihistamin oral generasi kedua dan kortikosteroid intranasal adalah pengobatan
utama. Imunoterapi alergen adalah pengobatan imunomodulator efektif yang
dianjurkan jika terapi farmakologis untuk rinitis alergi tidak efektif, atau jika
dipilih oleh pasien. Artikel ini memberikan gambaran patofisiologi, diagnosis, dan
manajemen yang tepat dari gangguan ini.

Latar Belakang
Rhinitis secara luas didefinisikan sebagai peradangan pada mukosa hidung.
Merupakan gangguan yang mempengaruhi hingga 40% dari populasi. 1Rhinitis
alergi adalah jenis yang paling umum dari rhinitis kronis, mempengaruhi 10 –
20% dari populasi, dan bukti menunjukkan bahwa prevalensi gangguan ini
meningkat.2 Rhinitis alergi berat dikaitkan dengan gangguan dalam kualitas hidup,
tidur dan kemampuan bekerja.2
3
4

Sebelumnya, rhinitis alergi dianggap kelainan lokal pada hidung dan saluran
hidung, namun saat ini bukti menunjukkan bahwa itu mungkin merupakan
komponen dari penyakit saluran napas sistemik yang melibatkan seluruh saluran
pernapasan. Ada beberapa hubungan fisiologis, fungsional dan imunologi antara
saluran pernapasan bagian atas (hidung, rongga hidung, sinus paranasal, tuba
Eustachia, faring dan laring) dan saluran pernapasan bagian bawah (trakea, tuba
bronkial, bronkiolus dan paru-paru). Sebagai contoh, kedua traktus (saluran)
mengandung epitel bersilia yang terdiri dari sel-sel goblet yang mengeluarkan
lendir, yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk dan melindungi
struktur dalam saluran udara. Selanjutnya, submukosa dari kedua saluran napas
atas dan bawah termasuk kumpulan pembuluh darah, kelenjar mukosa, sel
pendukung, saraf dan sel-sel inflamasi. Bukti menunjukkan bahwa reaksi alergen
dari saluran napas atas tidak hanya menyebabkan respon inflamasi lokal, tetapi
juga dapat menyebabkan proses inflamasi pada saluran napas bagian bawah, dan
ini didukung oleh fakta bahwa rhinitis dan asma sering berdampingan. Oleh
karena itu, rhinitis alergi dan asma muncul menunjukkan kombinasi inflamasi
saluran napas, dan ini perlu dipertimbangkan untuk memastikan penilaian yang
optimal dan pengelolaan pasien dengan rhinitis alergi. 1,3 Guidelines Canadian
lengkap dan diterima secara luas untuk diagnosis dan pengobatan rhinitis alergi
diterbitkan pada tahun 2007.1 Artikel ini memberikan gambaran dan diperbarui
dari rekomendasi yang diberikan dalam panduan ini serta tinjauan literatur saat ini
berkaitan dengan patofisiologi, diagnosis, dan manajemen yang tepat dari rhinitis
alergi.

Patofisiologi
Dalam rhinitis alergi, banyak sel radang, termasuk sel mast, sel T CD4-positif,
sel B, makrofag, dan eosinofil, masuk ke lapisan hidung setelah terpapar alergen
(paling sering udara, tungau, partikel debu kotoran, residu kecoa, bulu binatang ,
jamur, dan serbuk sari). Pada alergi individu, sel-sel T memasuki mukosa hidung
didominasi T helper 2 (Th2) dan melepaskan sitokin (misalnya, interleukin [IL]
5

-3, IL-4, IL-5, dan IL-13) yang memproduksi imunoglobulin E ( IgE) oleh sel
plasma. Sel mast termediasi oleh alergen, pada gilirannya, memicu pelepasan
mediator, seperti histamin dan leukotrien, yang bertanggung jawab untuk
pelebaran ateriol, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, gatal-gatal,
rhinorrhea, sekresi mukosa, dan kontraksi otot polos di paru-paru. 1,2 Mediator dan
sitokin dilepaskan selama fase awal respon kekebalan terhadap alergen memicu
respons lebih lanjut inflamasi selama berikutnya 4-8 jam (akhir-fase respons
inflamasi) yang menghasilkan gejala berulang (biasanya hidung tersumbat) yang
sering bertahan.1,4

Klasifikasi
Rhinitis diklasifikasikan ke dalam salah satu kategori berikut sesuai dengan
etiologi: IgE-mediated (alergi), otonom, infeksi dan idiopatik (tidak diketahui).
Meskipun fokus dari artikel ini adalah rhinitis alergi, deskripsi singkat tentang
bentuk-bentuk lain dari rhinitis disediakan pada Tabel 1 .
Secara tradisional, rhinitis alergi telah dikategorikan sebagai musiman (terjadi
selama musim tertentu) atau abadi (terjadi sepanjang tahun). Namun, tidak semua
pasien masuk ke dalam skema klasifikasi ini. Sebagai contoh, beberapa pemicu
alergi, seperti serbuk sari, mungkin musiman di iklim dingin, tapi abadi di iklim
hangat, dan pasien dengan beberapa “musiman” alergi mungkin memiliki gejala
hampir sepanjang tahun.4 Oleh karena itu, rhinitis alergi sekarang diklasifikasikan
menurut durasi gejala (intermiten atau terus-menerus) dan keparahan (ringan,
sedang atau berat) (lihat Gambar. 1 ).1,5 Rhinitis alergi dan dampaknya pada Asma
pedoman (ARIA) telah diklasifikasikan “intermittent” rhinitis alergi sebagai
gejala yang hadir kurang dari 4 hari per minggu atau kurang dari 4 minggu
berturut-turut, dan “persisten” rhinitis alergi sebagai gejala yang hadir lebih dari 4
hari / minggu dan selama lebih dari 4 minggu berturut-turut. 5 Gejala
diklasifikasikan sebagai ringan bila pasien tidak memiliki gangguan dalam tidur
dan dapat melakukan aktivitas normal (termasuk kerja atau sekolah). Gejala yang
dikategorikan sebagai moderat /berat jika mereka secara signifikan mempengaruhi
6

tidur atau aktivitas sehari-hari, dan / atau jika mereka dianggap mengganggu. Hal
ini penting untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan dan durasi dari gejala
seperti ini akan mengarahkan pendekatan manajemen untuk pasien individu.1
Dalam beberapa tahun terakhir, dua jenis tambahan dari rhinitis telah
diklasifikasikan yang layak beberapa menyebutkan rhinitis kerja di sini-dan
rhinitis alergi lokal.

Tabel 1. Klasifikasi etiologi dari rhinitis1


Deskripsi
Mediator igE - Mediator inflamasi igE
(alergi) pada mukosa hidung
- Diklasifikasikan sebagai
intermitten dan terus
menerus
Otonom - Vasomotor
- Rangsangan obat
(medika mentosa rhinitis)
- Hipotiroidisme
- Hormonal
- Rhinitis non alergi
dengan sindrom eosinofilia
(LPN)
Infeksi - Dipicu oleh infeksi virus
(paling umum), bakteri, atau
jamur
Idiopatik - Etiologi tidak dapat ditentukan

Rhinitis Kerja
Rhinitis kerja didefinisikan sebagai penyakit radang hidung ditandai dengan
gejala intermiten atau terus-menerus yang mencakup aliran udara terbatas,
hipersekresi, bersin dan gatal yang disebabkan lingkungan kerja tertentu dan
rangsangan tidak ditemui di luar tempat kerja 6. Meskipun prevalensi keseluruhan
rhinitis kerja tidak diketahui, profesi berisiko tinggi termasuk laboratorium atau
7

pengolahan makanan pekerja, dokter hewan, petani dan pekerja di berbagai


industri manufaktur6,8. Rhinitis kerja biasanya berkembang dalam 2 tahun pertama
kerja. Kondisi ini mungkin IgE-mediated karena alergen sensitisasi, atau karena
paparan iritasi pernapasan. Gejala dapat berkembang segera atau beberapa jam
setelah terpapar rangsangan alergen. Sering ada yang terkait mata dan gejala paru.
Evaluasi pasien yang diduga menderita rhinitis kerja harus mencakup anamnesis
dan pemeriksaan fisik (dibahas nanti), serta kunjungan tempat dan pengujian kulit
atau pengujian vitro untuk inhalansia. Pengobatan terutama menghindari paparan
agen penyebab dan farmakoterapi yang diperlukan. Ada sedikit bukti yang
menunjukkan bahwa rhinitis kerja akan menyebabkan asma kerja dengan paparan
berkelanjutan6,8, Meskipun hal ini mungkin terjadi. Oleh karena itu, pasien
umumnya tidak disarankan untuk meninggalkan pekerjaan mereka jika paparan
tidak dapat dihilangkan tetapi gejala dikendalikan secara memadai.

Rhinitis Alergi Lokal


Lokal rhinitis alergi (LAR) adalah wujud klinis ditandai dengan respon alergi
lokal pada mukosa hidung dengan tidak adanya bukti sistemik atopi. 9,10,11 Menurut
definisi, pasien dengan LAR memiliki tes kulit negatif dan / atau tes in vitro untuk
IgE, tetapi memiliki bukti produksi IgE lokal di mukosa hidung; pasien ini juga
bereaksi terhadap paparan hidung dengan alergen tertentu12. Gejala LAR mirip
dengan pasien dengan rhinitis alergi, dan asumsi adalah bahwa LAR adalah
penyakit IgE-mediated berdasarkan pada kedua temuan klinis dan deteksi IgE
spesifik dalam mukosa hidung. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa LAR adalah prekursor rhinitis alergi sejak tindak lanjut tidak
menunjukkan evolusi untuk rhinitis alergi yang khas pada pasien ini 13; Namun,
pasien tindak lanjut mungkin belum cukup lama untuk mendeteksi perubahan
penyakit ini. Implikasi untuk pengobatan LAR tidak dipahami dengan baik saat
ini, meskipun beberapa bukti menunjukkan bahwa imunoterapi alergen mungkin
efektif dalam jenis rhinitis.9,11
8

Intermiten Persisten
Gejala <4 hari/minggu Gejala >4 hari/minggu
Atau <4 minggu berturut – Atau >4 hari berturut – turut
turut

Ringan Sedang – Berat


tidur normal Tidur tidak normal
tidak ada penurunan Penurunan aktivitas, olahraga,
kegiatan sehari hari, waktu istirahat.
olahraga, waktu istirahat. Masalah pada
Bekerja/sekolah (Normal) pekerjaan/sekolah.
Tidak ada gejala Ada gejala menggangu
menganggu

Gambar 1. Klasifikasi dari rhinitis alergi menurut lama dan berat gejala

Diagnosis dan investigasi rhinitis alergi biasanya kondisi lama yang sering
kali tidak terdeteksi dalam pengaturan perawatan primer. Pasien yang menderita
gangguan ini sering gagal untuk mengenali dampak dari gangguan pada kualitas
hidup dan fungsi dan, karena itu, tidak sering mencari perhatian medis. Selain itu,
dokter gagal untuk secara teratur pertanyaan pasien tentang gangguan selama
kunjungan rutin [ 1 . 14 ]. Oleh karena itu, skrining untuk rinitis dianjurkan,
terutama pada pasien asma karena penelitian telah menunjukkan bahwa rinitis
hadir pada sampai dengan 95% dari pasien dengan asma [ 15 - 18 ]. Sejarah
menyeluruh dan pemeriksaan fisik merupakan landasan menegakkan diagnosis
rinitis alergi (lihat Tabel 2 ). pengujian alergi juga penting untuk menegaskan
9

bahwa alergi yang mendasari menyebabkan rhinitis yang [ 1 ]. Rujukan ke ahli


alergi harus dipertimbangkan jika diagnosis rinitis alergi dipertanyakan.
Riwayat anamnesis, pasien akan sering mengeluhkan gejala klasik rhinitis
alergi berikut: hidung tersumbat, hidung gatal, rhinorrhea dan bersin. alergi
konjungtivitis (peradangan selaput yang menutupi bagian putih mata) juga sering
terkait dengan rhinitis alergi dan gejala umumnya termasuk kemerahan, robek dan
gatal-gatal pada mata [ 1 ]. Evaluasi rumah dan lingkungan bekerja / sekolah
pasien dianjurkan untuk menentukan pemicu potensi rhinitis alergi. Sejarah
lingkungan harus fokus pada alergen umum dan berpotensi relevan termasuk
serbuk sari, hewan berbulu, lantai tekstil / pelapis, asap tembakau, tingkat
kelembaban di rumah, serta zat-zat berbahaya potensial lainnya bahwa pasien
mungkin terkena di tempat kerja atau di rumah. Penggunaan obat tertentu
(misalnya, beta blocker, asam asetilsalisilat (ASA), non-steroid anti-inflammatory
drugs (NSAID), angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, dan terapi
hormon) serta penggunaan kokain dapat menyebabkan gejala rhinitis dan, oleh
karena itu, pasien harus ditanya tentang obat-obatan dan penggunaan narkoba saat
ini atau baru-baru ini.1 Anamnesis juga harus mencakup pertanyaan pasien
mengenai riwayat keluarga penyakit atopik, dampak dari gejala pada kualitas
hidup dan kehadiran komorbiditas seperti asma, pernapasan mulut, mendengkur,
sleep apnea, keterlibatan sinus, otitis media (radang tengah telinga), atau polip
hidung. Pasien muingkin mengalami gejala hidung persisten saat “dingin” dan,
karena itu, penting juga untuk melihat frekuensi dan durasi “pilek”. 1 Sebelum
mendapat tindakan medis, pasien sering mencoba menggunakan over-the-counter
atau obat lain untuk menghilangkan gejala mereka. Menilai respon pasien
terhadap pengobatan tersebut dapat memberikan informasi yang dapat membantu
dalam diagnosis dan manajemen berikutnya dari rhinitis alergi. Misalnya,
perbaikan gejala dengan yang lebih baru, antihistamin generasi kedua (misalnya,
desloratadine (AERIUS), fexofenadine (Allegra), loratadine (Claritin), cetirizine
(Reactine) adalah sangat sugestif dari etiologi alergi. Namun, ini Penting untuk
dicatat bahwa respon terhadap antihistamin generasi pertama (misalnya,
10

brompheniramine maleat (Dimetane), klorfeniramin maleat (ChlorTripolon),


clemastine (Tavist-1) tidak diartikan sebagai etiologi alergi sejak antikolinergik
dan obat sedatif dari agen ini mengurangi rhinorrhea dan dapat meningkatkan
kualitas tidur terlepas dari peradangan alergi. Sebelumnya kortikosteroid
intranasal mungkin juga sugestif dari etiologi alergi, dan kemungkinan
menunjukkan bahwa pengobatan tersebut akan terus menguntungkan di masa
depan.1 Elemen penting dari anamnesis untuk pasien yang diduga rhinitis alergi
dirangkum dalam Tabel 2 .
Tabel 2  Komponen dari anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik untuk suspek
rhinitis1
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Personal Tanda – tanda fisik
 Congestion • Bernafas melalui mulut
 Hidung Gatal • menggosok hidung/lipatan hdung
 Rhinorrhea Tranversal
 Bersin • sering pilek atau tenggorokan
 Keterlibatan Mata kering
 Musiman • Shiner alergi (Lingkaran hitam
 Pemicu Dibawah mata
Keluarga Hidung
• Pembengkakan mukosa,
 Alergi perdarahan
 Asma • Pucat, sekresi tipis
Lingkungan • Polip atau kelainan struktur lain
 Serbuk Sari
 Hewan Telinga
 Lantai/Kain Pelapis • secara umum normal
 Jamur • Pneumatic otoscopi untuk menilai
 Kelembaban Disfungsi tuba eustachia
 Paparan Tembakau • Valsalva’s maneuver untuk menilai
Medication/Penggunaan Obat Cairan dibelakang gendang telinga
 Beta-blockers Sinuses
 ASA • Palpasi sinus (tanda – tanda nyeri)
 NSAIDs
 ACE inhibitors • Sensitivitas gigi rahang atas
 Terapi Hormon Posterior oropharynx
 Penggunaan kokain
rekreasional • Postnasal drip
11

Kualitas Hidup • Lymphoid hyperplasia


 Kuesioner Khusus Rhinitis (“cobblestoning”)
Kormobiditas • Hipertropi Tonsil
 Asma Dada dan Kulit
 Napas dari Mulut • Penyakit Atopik
 Snoring ± apnea • Wheezing/Mengi
 Penurunan pembau dan
pengecap
 Keterlibatan Sinus
 Otitis media
 Nasal polyps
 Conjunctivitis
Menanggapi Intervensi Sebelumnya
 Hindari alergen
 Cuci Hidung dengan Salin
 Antihistamine Generasi Ke
2 Oral
 Cortikosteroid Intranasal
Adapted from Small et al. [1]

ASA acetylsalicylic acid, NSAIDs non-steroidal anti-infammatory drugs, ACE angiotensin-converting enzyme

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien yang diduga rhinitis alergi harus mencakup penilaian
tanda-tanda fisik, hidung, telinga, sinus, orofaring posterior (daerah tenggorokan
yang berada di belakang mulut), dada dan kulit (lihat Tabel 2 ). Tanda-tanda fisik
yang mungkin sugestif dari rhinitis alergi termasuk: pernapasan mulut persisten,
menggosok hidung atau lipatan hidung secara tranversal yang jelas, sering pilek
atau tenggorokan kering, dan shiners alergi (lingkaran hitam di bawah mata yang
disebabkan hidung tersumbat). Pemeriksaan hidung biasanya memeperlihatkan
pembengkakan mukosa hidung dan pucat, sekresi tipis. Pemeriksaan endoskopi
internal hidung juga harus dipertimbangkan untuk menilai kelainan struktural
termasuk deviasi septum, ulserasi hidung, dan polip hidung.1
Telinga umumnya tampak normal pada pasien dengan rhinitis alergi; Namun,
penilaian untuk disfungsi tuba Eustachian menggunakan otoscope pneumatik
harus dipertimbangkan. Manuver Valsava ini (meningkatkan tekanan di rongga
12

hidung dengan mencoba untuk meniup hidung sambil dipegang untuk ditutup)
juga dapat digunakan untuk menilai cairan di belakang gendang telinga.1
Pemeriksaan sinus harus mencakup palpasi sinus untuk membuktikan atau
menekan gigi rahang atas dengan penekanan lidah untuk bukti sensitivitas.
Posterior orofaring juga harus diperiksa untuk tanda-tanda post nasal drip
(akumulasi lendir di belakang hidung dan tenggorokan), dan dada serta kulit harus
diperiksa dengan hati-hati untuk tanda-tanda asma bersamaan (misalnya, mengi)
atau dermatitis.1

Tes Diagnostik
Meskipun anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis klinis rhinitis, tes diagnostik lebih lanjut diperlukan untuk
mengkonfirmasi bahwa alergi yang mendasari menyebabkan rhinitis tersebut.
Pengujian tusukan kulit dianggap sebagai metode utama untuk mengidentifikasi
pemicu alergi tertentu rhinitis. pengujian skin prick melibatkan menempatkan
setetes ekstrak komersial alergen tertentu pada kulit lengan bawah atau belakang,
maka menusuk kulit berdasarkan titik untuk memperkenalkan ekstrak ke dalam
epidermis. Dalam waktu 15-20 menit, respon wheal-dan-flare (sebuah wheal pucat
tidak teratur dikelilingi oleh daerah kemerahan) akan terjadi jika tes ini positif.
Pengujian biasanya dilakukan dengan menggunakan alergen yang relevan dengan
lingkungan pasien (misalnya, serbuk sari, bulu binatang, jamur dan tungau debu
rumah). Sebuah alternatif yang masuk akal untuk pengujian tusuk kulit adalah
penggunaan tes IgE alergen tertentu (misalnya, dilakukan oleh immunosorbent
assay-sebelumnya dilakukan dengan tes radioallergosorbent (RASTs) yang
menyediakan ukuran in vitro dari kadar IgE spesifik pasien terhadap alergen
tertentu. Tes ini dapat dilakukan ketika eksim luas, atau jika pasien tidak dapat
menghentikan terapi antihistamin untuk memungkinkan pengujian. Namun, tes
tusuk kulit umumnya dianggap lebih sensitif dan efektif daripada tes serum IgE
alergen spesifik, dan memiliki keuntungan lebih lanjut dari menyediakan dokter
dan pasien dengan hasil yang langsung.1.14
13

Antagonis Alergen
14

Antihistamin Oral

Kortikosteroid
Intranasal

Kombinasi
Kortikosteroid
Intranasal/Antihistamin
Semprot

Reseptor Antagonis
Leukotrien

Imunoterapi Alergi
15

Gambar 2. Algoritma bertahap untuk pengobatan rhinitis alergi

Pengobatan
Tujuan pengobatan untuk rhinitis alergi adalah menghilangkan gejala. pilihan
terapi yang tersedia untuk mencapai tujuan ini mencakup langkah-langkah
penghindaran, irigasi saline nasal, antihistamin oral, kortikosteroid intranasal,
kombinasi intranasal kortikosteroid / antihistamin semprotan; antagonis reseptor
leukotrien (LTRAs), dan imunoterapi alergen (lihat Gambar. 2 ). terapi lain yang
mungkin berguna pada pasien tertentu termasuk dekongestan dan kortikosteroid
oral. Jika gejala-gejala pasien bertahan meskipun pengobatan yang tepat, rujukan
ke seorang ahli alergi harus dipertimbangkan. Seperti disebutkan sebelumnya,
rhinitis alergi dan asma muncul untuk mewakili penyakit inflamasi gabungan
saluran napas dan, karena itu, pengobatan asma juga merupakan pertimbangan
penting pada pasien dengan rhinitis alergi.

Menghindari Alergen
Pengobatan lini pertama dari rhinitis alergi melibatkan menghindari alergen
yang relevan (misalnya, debu rumah tungau, jamur, hewan peliharaan, serbuk sari)
dan iritasi (misalnya, asap tembakau). Pasien alergi terhadap tungau debu rumah
harus diinstruksikan untuk menggunakan selimut kedap alergen untuk tidur dan
untuk menjaga kelembaban relatif di rumah di bawah 50% (untuk menghambat
pertumbuhan tungau). Serbuk sari dan paparan jamur luar ruangan dapat
dikurangi dengan menjaga jendela tertutup, menggunakan filter layar window,
menggunakan AC, dan membatasi jumlah waktu yang dihabiskan di luar ruangan
selama musim serbuk sari puncak. Untuk pasien alergi terhadap bulu binatang,
membuang hewan dari rumah dianjurkan dan biasanya menghasilkan penurunan
yang signifikan dalam gejala dalam 4-6 bulan. Namun, sesuai dengan buruknya
rekomendasi ini dan, oleh karena itu, penggunaan filter efisiensi partikulat udara
tinggi (HEPA) dan membatasi hewan dari kamar tidur atau ke luar mungkin
diperlukan untuk mencoba untuk menurunkan kadar alergen.
16

Langkah-langkah untuk mengurangi paparan alergen jamur termasuk


membersihkan dengan fungisida, dehumidification kurang dari 50%, remediasi
kerusakan air, dan filtrasi HEPA. strategi penghindaran ini dapat secara efektif
meningkatkan gejala rinitis alergi, dan pasien harus disarankan untuk
menggunakan kombinasi langkah-langkah untuk hasil yang optimal. 1
Antihistamin
Antihistamine oral generasi kedua (misalnya, desloratadine (AERIUS),
fexofenadine (Allegra), loratadine (Claritin), cetirizine (Reactine) adalah
farmakologis pertama perawatan yang direkomendasikan untuk semua pasien
dengan rhinitis alergi. Baru-baru ini, ada dua antihistamin generasi kedua
Bilastine (Blexten) dan rupatadine (Rupall) yang telah diperkenalkan di Kanada.
Saat ini, antihistamin ini tersedia dengan resep saja (lihat Tabel 3 untuk daftar
antihistamin generasi kedua dan sediaan dosis yang direkomendasikan mereka).
Antihistamin oral generasi kedua telah ditemukan secara efektif untuk mengurangi
bersin, gatal dan rhinorrhea bila diminum secara teratur pada saat gejala terjadi
atau sebelum paparan alergen. Meskipun lebih lama (generasi pertama)
antihistamin sedatif (misalnya, diphenhydramine, klorfeniramin) dapat efektif
dalam mengurangi gejala, mereka telah terbukti berdampak negatif pada
kesadaran dan fungsional karena itu, mereka tidak secara rutin direkomendasikan
untuk pengobatan rhinitis alergi.1,1

Tabel 3 Pilihan pengobatan farmakologis untuk rinitis alergi


Dosis Dewasa Dosis Anak
Oral
antihistamines
(generasi
kedua)
Untuk anak-anak ≥ 12 tahun:
1 tablet (20 mg) sekali sehari,
Bilastine 1 tablet (20 mg) Tidak direkomendasikan
(Blexten) sehari sekali untuk anak-anak <12 tahun

Cetirizine 1–2 tablets (5 5–10 mL (1–2 sendok teh) sehari


(Reactine) mg) sehari sekali sekali (formulasi anak – anak )
1 tablet (10 mg)
sehari sekali
2.5–5 mL (0.5–1.0 sendok teh)
Desloratadine 1 tablet (5 mg) sekali sehari (formulasi anak –
(Aerius) sehari sekali anak)

1 tablet (60 mg)


Fexofenadine setiap 12 jam (12-h Saat ini tidak diindikasikan
(Allegra) formulation) untuk anak-anak <12 tahun
1 tablet (120 mg),
sehari sekali(24-h
formulation)
Loratadine 1 tablet (10 mg), 5–10 mL (1–2 sendok teh) sekali
(Claritin) sehari sekali sehari (formulasi anak)
Rupatadine 1 tablet (10 mg) Untuk anak – anak ≥ 12 tahun:
(Rupall) sehari sekali 1 tablet (10 mg) sekali sehari
Untuk anak – anak 2–11 tahun
dan berat badan 10–25 kg: 2.5
mL
(0.5 teaspoon) once daily
Untuk anak – anak 2–11 tahun
dan berat badan > 25 kg: 5 mL
(1.0
Sendok teh) sekali sehari
Korticosteroi
ds intranasal
1–2 semprotan 1 semprotan (50
Beclomethaso (50 µg/semprot) µg/semprotan) EN, 2 kali
ne (Beconase) EN, 2 kali sehari sehari
Budesonide 2 semprotan (64 g/semprot) EN, sekali sehari atau 1 semprot 2 semprot (64
(Rhinocort) g/semprot) EN, sekali sehari atau 1 semprotan EN, 2 kali
EN, twice daily daily (do not exceed 256 g)
2 semprotan (50
Ciclesonide µg/spray) Not indicated for children < 12
(Omnaris) EN,sekali sehari years of age
Fluticasone 2 sprays (27.5
furoate µg/spray) EN, 1 spray (27.5 µg/spray) EN,
(Avamys) sekali sehari once daily
Fluticasone 2 sprays (50
propionate µg/spray) EN, sekali 1–2 sprays (50 µg/spray) EN,
(Flonase) sehari setiap hari once daily
12 h (for severe
rhinitis)
Mometasone 2 sprays (50
furoate µg/spray) EN, 1 spray (50 µg/spray) EN,
(Nasonex) once daily once daily
Triamcinolone 2 semprotan (55
acetonide µg/semprot) EN, 1 spray (55 µg/spray) EN,
(Nasacort) sekali sehari once daily
Kombinasi corticosteroid intranasal/antihistamine
nasal spray
Fluticasone 1 semprotan EN, Untuk anak – anak ≥ 12
propionate/aze 2 kali sehari tahun: 1 semprotan EN, 2 kali
lastine sekali
hydrochloride Tidak direkomendasikan untuk
(Dymista) anak – anak <12 tahun
Leukotriene
receptor
antagonists

1 tablet (10 mg), Saat ini tidak disetujui


Montelukast 1 kali sehari untuk pasien <15 tahun

EN each nostril

Kortikosteroid Intranasal

Kortikosteroid intranasal merupakan pilihan terapi lini pertama untuk pasien


dengan gejala persisten ringan atau sedang/berat dan bisa digunakan sendiri atau
dalam kombinasi dengan antihstamin oral bila digunakan secara teratur dan benar,
kortikosteroid intranasal lebih unggul daripada antihistamin dan reseptor
leukotrien antagonis dalam mengendalikan gejala rhinitis alergi termasuk hidung
tersumbat dan rhinorrhea.19-22 Kortikosteroid juga terbukti memperbaiki gejala
okular dan mengurangi gejala pernafasan bawah pada pasien dengan rhinitis alergi
yang disertai asma.23-25
Kortikosteroid intranasal yang tersedia di kanada ditunjukkan pada tabel 3,
diantaranya : flutikason furoat (Avamys), beklometason (Beconase), fluticasone
propionat (Flonase), triamcinolone acetonide (Nasacort), mometason furoat
(NASONEX), ciclesonide (Omnaris) dan budesonide (Rhinocort). Karena
diperlukan pemakaian/aplikasi yang tepat dari semprotan hidung untuk hasil yang
optimal pasien harus diajarkan cara pemakaian alat intranasal ini dengan benar.
Idealnya kortikosteroid intranasal sebaiknya dimulai sesaat sebelum terpapar
allergen yang relevan data, karena efek puncaknya mungkin memerlukan
beberapa hari untuk berekembang, kortikosteroid intranasal harus digunakan
secara teratur.4

Efek samping yang paling umum dari kortikosteroid intranasal adalah iritasi
hidung dan stinging (perasaan seperti terbakar pada hidung), namun, efek samping
ini biasanya bisa dicegah dengan menjauhkan arah semprotan agak menjauh dari
septum hidung. Bukti menunjukkan bahwa beklometason dan triaminocolone,
bisa memperlambat pertumbuhan pada anak – anak. Namun, penelitian jangka
panjang menguji pengaruh dari dosis beklomethasone pada pertumbuhan tidak
terlalu berpengaruh/kurang.26-29
Penting untuk dicatat bahwa kebanyakan pasien dengan rhinitis alergi yang
diatas datang ke dokter memiliki gejala sedang hingga berat dan akan
membutuhkan kortikosteroid intranasal. Perlu diketahui pasien dengan gejala
sedang hingga berat dapat diobati dengan kombinasi pengobatan ini.30

Kombinasi/ gabungan kortikosteroid intranasal dan antihistamin nasal spray


Jika kortikosteroid tidak efektif, semprotan kombinasi kortikosteroid intranasal
dan antihistamin nasal spray bisa dicoba. Kombinasi flutikason propionat /
azelastine hidroklorida (Dymista) sekarang tersedia di Kanada. Kombinasi ini
telah terbukti lebih efektif daripada komponen individu dengan profil keamanan
yang serupa dengan kortikosteroid intranasal. 31,34

Reseptor leukotrien antagonis (LTRAs)


Montelukast dan zafirlukast juga efektif dalam pengobatan rhinitis alergi;
35 – 37
Namun tidak seefektif Kortikosteroid intranasal. Meskipun sebuah penelitian
jangka pendek menemukan bahwa kombinasi LTRAs dan antihistamin sama
efeknya seperti kortikosteroid intanasal38, penelitian jangka panjang
menenumkan bahwa kortikosteroid intranasal lebih efektif dibandingka kombinasi
LTRAs dan antihistamin untuk mengurangi gejala pada hidung dan pada malam
hari.20,39 Penting diketahui bahwa dikanada montelukast, adalah satu – satunya
LTRAs yang diberikan untuk pengobatan rhinitis alergi pada orang dewasa.
LTRAs harus dipertimbangkan ketika antihistamin oral kortikosteroid intranasal
dan atau kombinasi kortikosteroid/semprotan antihistamin tidak ditoleransi
dengan baik atau tidak efektif dalam mengatasi gejala rhinitis alergi. Jika
kombinasi terapi farmakologi dengan antihistamin oral, kortikosteroid intranasal,
kombinasi kortikosteroid/ semprotan antihistamin dan LTRAs tidak efektif atau
tidak tertoleransi, imunoterapi alergi harus dipertimbangkan.1,14

Imunoterapi Alergen
Imnuoterapi alergen melibatkan pemberian subkutan yang secara bertahap
meningkatkan jumlah allergen relevan pasien sampai tercapai dosis yang efektif
dalam mendorong toleransi imunologis terhadap allergen. Imunoterapi alergen
adalah pengobatan yang efektif untuk rhinitis alergi, terutama untuk pasien
dengan rhinitis alergi intermitten (tergantung musim)/ sementara yang disebabkan
oleh serbuk sari, termasuk pohon, rumput dan serbuk sari ragweed. 40-43 Sudah
terbukti bahwa kortikosteroid intransal juga efektif untuk pengobatan rhinitis
alergi yang disebabkan oleh tungau, Alternaria, kecoa, dan kucing dan bulu anjing
(meskipun perlu dicatat bahwa dosis terapi alergen anjing sulit diperoleh dengan
ekstrak allergen yang tersedia di kanada. Imunoterapi alergen harus disediakan
untuk pasien dimana tindakan penghindaran optimal dan farmakoterapi tidak
cukup untuk mengendalikan gejala atau tidak ditoleransi dengan baik karena
bentuk terapi ini membawa risiko reaksi anafilaksis, itu hanya boleh diresepkan
oleh dokter yang terlatih dalam pengobatan alergi dan mempunyai perlengkapan
untuk menangangi anafilaksis yang mungkin mengancam jiwa.1
Bukti menunjukkan bahwa setidaknya 3 tahun imunoterapi spesifik allergen
memberikan efek menguntungkan pada pasien dengan rhinitis alergi yang dapat
bertahan selama beberapa tahun setelah penghentian terapi. 44,45 Dikanada,
sebagian besar ahli alergi mempertimbangakan untuk menghentikan imunoterapi
setelah 5 tahun perawatan yang cukup. Imunoterapi juga dapat mengurangi risiko
untuk pengembangan asma untuk kedepannya pada anak – anak dengan rhinitis
alergi.41
Biasanya, imunoterapi allergen diberikan setiap tahun dengan peningkatan
dosis mingguan selama 6-8 bulan, diikuti dengan suntikan pemeliharaan dosis
maksimum yang dapat ditoleransi setiap 3-4 minggu selama 3-5 tahun. Setelah
periode ini, efek perlindungan dan, oleh karena itu, pertimbangan dapat diberikan
untuk menghentikan terapi. Persiapan pra – musim yang diadministrasikan setiap
tahun juga tersedia.1,14
Imunoterapi sublingual adalah cara untuk menurunkan kepekaan pasien
dengan menempatkan tablet ekstrak allergen dibawah lidah sampai larut. Saat ini
tersedia untuk pengobatan alergi rumput dan serbuk sari ragweed serta rhinitis
alergi yang disebabkan oleh tungau debu rumah (dengan atau tanpa
konjungtivitis). Ssat ini ada empat produk imunoterapi tablet sublingual : Oralair
®, Grastek ®, Ragwitek Ragwitek Ragwitek Ragwitek Ragwitek Ragwitek
Ragwitek ® dan Acarizax dan Acarizax dan Acarizax dan Acarizax dan Acarizax
dan Acarizax dan Acarizax.46-49 Rute imunoterapi sublingual menawarkan banyak
manfaat potesnial atas rute subkutan termasuk kenyamanan menghindari suntikan,
kenyamanan administrasi rumah, dan profil kemanan yang baik. Seperti
imunoterapi subkutan, imunoterapi sublingual diindikasikan untuk pasien rhinitis
alergi yang tidak merespon atau menoleransi farnakoterapi konvensional atau
yang tidak cocok dengan penggunaan pengobatan konvensional ini.
Efek samping paling umum dari imunoterapi sublingual adalah reaksi lokal
seperti/ contohnya pruritus oral, iritasi tenggorokan dan pruritus telinga.42 Gejala –
gejala ini umunya sembuh/membaik. Setelah 1 minggu pengobatan terhadap
resiko kecil terjadi reaksi alergi sistemik parah pada imunoterapi jenis ini dan
oleh karena itu, beberapa ahli alergi mungkin menawarkan kepada pasien
autoinfektor epinefrin jika reaksi terjadi di rumah. Resiko peningkatan reaksi
alergi sistemik lebih rendah dengan menggunakan imunoterapi sublingual
dibandingkan injeksi tradisional.42
Serupa dengan imunoterapi subkutan, imunoterapi sublingual
dikotraindikasikan pada pasien dengan asma parah/berat. Tidak stabil dan tidak
terkntrol. Ini idealnya untuk efek yang harus dihindari pada pasien yang
menggunakan terapi beta – blocker serta pada mereka dengan peradangan atau
luka oral aktif.46-50 Imunoterapi sublingual hanya boleh diberikan dengan
menggunakan produk yang setujui Health Canada.
Sederhananya algoritma bertahap untuk pengobatan rhinitis alergi disediakan
di gambar 2. Catat bahwa rhinitis alergi ringan, intermitten (sementara) umumnya
bida diatasi secara efektif dengan tindakan penghindaran allergen dan dengan
penggunaan antihistamin oral. Namun seperti yang disebutkan sebelumnya,
kebanyakan pasien datanf dengan penurunan rhinitis alergi memiliki gejala
sedangn hingga berat dan oleh karena itu, akan memerlukan percobaan
kortikosteroid intranasal.

Pilhan terapi lainnya


Dekongestan intranasal dan oral ( contohnya pseudoephedrine, phenylephrine)
untuk menghilangkan hidung tersumbat pada pasien dengan rhinitis alergi.
Namun, efek samping yang berkaitan dengan dekongestan oral (misalnya agitasi,
insomnia, sakit kepala, palpitasi) dapat membatasi penggunaan jangka panjang.
Selain itu agen – agen ini dikontraindikasikan pada pasien dengan hipertensi tak
terkontrol dan penyakit arteri koroner parah/ berat. Pemakaian dekongestan
intranasal berkepanjangan berisiko membuat hidung tersumbat kembali, oleh
karena itu dekongestan intranasal tidak dianjurkan penggunaanya melebihi 3-5
hari.51 Kortikosteroid oral juga terbukti efektif pasda pasien dengan rhinitis alergi
berat yang resisten terhadap antihistamin oral dan kortikosteroid intranasal.1,4
Meskipun tidak seefektif kortikosteroid intranasal, sodium cromogylycate
intranasal (cromolyn) terbukti dapat mengurangi bersin, rinore, gatal pada hidung
dan oleh karena itu bisa digunakan sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien.
Antibody IgE, omalizumab juga terbukti efektif pada rhinitis alergi musiman dan
asma,1 namun saat ini tidak disetujui sebagai pengobatan rhinitis alergi. Terapi
bedah juga bisa membantu pada pasien tertentu dengan rhinitis alergi, poliposis
atau penyakit sinus kronis yang kebal terhadap pengobatan medis. Kebanyakan
tindakan bedah dilakukan dengan dibawah pengaruh anestesi lokal.1
Penting untuk dicatat bahwa rinitis alergi dapat terjadi memburuk selama
kehamilan dan, akibatnya, mungkin memerlukan perawatan farmakologis. Untuk
farmakologis rinitis alergi perlu dipertimbangkan sebelum merekomendasikan
setiap terapi medis untuk wanita hamil. Intranasal natrium kromoglikat dapat
digunakan sebagai terapi lini pertama untuk rinitis alergi pada kehamilan karena
tidak ada efek teratogenik yang telah dicatat dengan krom pada manusia atau
binatang. Antihistamin juga dapat dipertimbangkan untuk rinitis alergi pada
kehamilan. Meningkatkan imunoterapi alergen selama kehamilan tidak
direkomendasikan karena risiko anafilaksis terhadap janin. Namun, dosis
pemeliharaan dianggap aman dan efektif selama kehamilan.1

Obat komplementer dan alternatif (CAM)


Popularitas komplementer dan alternatif obat-obatan (CAM) dalam populasi
umum, layak bagi dokter untuk menanyakan pasien tentang penggunaannya CAM
dengan cara yang tidak menghakimi. Mengingat terbatasnya jumlah uji klinis
yang dirancang dengan baik memeriksa keberhasilan CAM pada rinitis alergi,
sulit bagi dokter untuk mengevaluasi terapi ini dan menyediakan bimbingan.
Meskipun demikian, akan ada pasien yang ingin mengikuti CAM untuk
pengelolaan alergi rinitis, disarankan untuk memberikan beberapa informasi
tentang terapi ini termasuk diskusi tentang kurangnya kualitas tinggi. Studi
mengevaluasi beberapa terapi ini. Berbagai CAM telah digunakan untuk
manajemen rinitis alergi, termasuk obat-obatan tradisional Tiongkok, akupunktur,
homeopati, dan terapi herbal.52 Di sejumlah penelitian, akupunktur telah terbukti
memberikan manfaat sederhana untuk pasien dengan rinitis alergi.52, 53
Namun,
akupunktur memakan waktu.

Kesimpulan
Rinitis alergi adalah kelainan umum yang bisa terjadi secara signifikan
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Diagnosis dibuat melalui anamnesis yang
komprehensif dan pemeriksaan fisik. Tes diagnostik lebih lanjut menggunakan tes
tusuk kulit atau tes IgE spesifik alergen biasanya diperlukan untuk memastikan
bahwa alergi yang mendasarinya menyebabkan rhinitis. Pilihan terapi tersedia
untuk pengobatan rinitis alergi efektif mengobati gejala dan umumnya aman.
Antihistamin oral generasi kedua dan kortikosteroid intranasal adalah terapi utama
untuk gangguan. Imunoterapi alergen juga obat lain seperti dekongestan dan
kortikosteroid oral mungkin berguna dalam kasus-kasus tertentu.

Pesan utama
1. Rinitis alergi berhubungan kuat dengan asma dan konjungtivitis.
2. Tes kulit alergen adalah tes diagnostik terbaik untuk konfirmasi rinitis
alergi.
3. Kortikosteroid intranasal adalah andalan perawatan untuk sebagian besar
pasien yang datang ke dokter dengan rinitis alergi.
4. Imunoterapi alergen efektif pengobatan modulasi imun yang seharusnya
direkomendasikan jika terapi farmakologis untuk rinitis alergi tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Small P, Frenkiel S, Becker A, Boisvert P, Bouchard J, Carr S, Cockcroft D,Denburg J,


Desrosiers M, Gall R, Hamid Q, Hébert J, Javer A, Keith P, Kim H, Lavigne F, Lemièr C,
Massoud E, Payton K, Schellenberg B, Sussman G, Tannenbaum D, Watson W, Witterick I,
Wright E, The Canadian Rhinitis Working Group. Rhinitis: a practical and comprehensive
approach to assessment and therapy. J Otolaryngol. 2007;36(Suppl 1):S5–27.
2. Dykewicz MS, Hamilos DL. Rhinitis and sinusitis. J Allergy Clin Immunol.
2010;125:S103–15.
3. Bourdin A, Gras D, Vachier I, Chanez P. Upper airway 1: allergic rhinitis and asthma: united
disease through epithelial cells. Thorax. 2009;64(11):999–1004.
4. Lee P, Mace S. An approach to allergic rhinitis. Allergy Rounds. 2009;1:1.
5. Bousquet J, Khaltaev N, Cruz AA, Denburg J, Fokkens WJ, Togias A,Zuberbier T, Baena-Cagnani
CE, Canonica GW, van Weel C, Agache I, Aït-Khaled N, Bachert C, Blaiss MS, Bonini S, Boulet LP,
Bousquet PJ, Camargos P, Carlsen KH, Chen Y, Custovic A, Dahl R, Demoly P, Douagui H, Durham
SR, van Wijk RG, Kalayci O, Kaliner MA, Kim YY, Kowalski ML, Kuna P, Le LT, Lemiere C, Li J,
Lockey RF, Mavale-Manuel S, Meltzer EO, Mohammad Y, Mullol J, Naclerio R, O’Hehir RE, Ohta
K, Ouedraogo S, Palkonen S, Papadopoulos N, Passalacqua G, Pawankar R, Popov TA, Rabe KF,
Rosado- Pinto J, Scadding GK, Simons FE, Toskala E, Valovirta E, van Cauwenberge P, Wang DY,
Wickman M, Yawn BP, Yorgancioglu A, Yusuf OM, Zar H, Annesi-Maesano I, Bateman ED, Ben
Kheder A, Boakye DA, Bouchard J, Burney P, Busse WW, Chan-Yeung M, Chavannes NH,
Chuchalin A, Dolen WK, Emuzyte R, Grouse L, Humbert M, Jackson C, Johnston SL, Keith PK,
Kemp JP, Klossek JM, Larenas-Linnemann D, Lipworth B, Malo JL, Marshall GD, Naspitz
C, Nekam K, Niggemann B, Nizankowska-Mogilnicka E, Okamoto Y, Orru MP, Potter P,
Price D, Stoloff SW, Vandenplas O, Viegi G, Williams D, World Health Organization;
GA(2)LEN; AllerGen. Allergic rhinitis and its impact on asthma (ARIA) 2008 update (in
collaboration with the World Health Organization, GA(2)LEN and AllerGen).
Allergy2008;63(Suppl 86):8–160.
6. Moscato G, Vandenplas O, Van Wijk RG, Malo JL, Perfetti L, Quirce S, Walusiak J, Castano
R, Pala G, Gautrin D, De Groot H, Folletti I, Yacoub MR, A Siracusa, European Academy of
Allergology and Clinical Immunolgy. EAACI position paper on occupational rhinitis. Respir
Res. 2009;10:16.
\28.\ Agertoft L, Pedersen S. Effect of long-term treatment with inhaled
budesonide on adult height in children with asthma. N Engl J Med.
2000;343(15):1064–9.
\29.\ Schenkel EJ, Skoner DP, Bronsky EA, Miller SD, Pearlman DS, Rooklin A,
\7.\ Rosen JP, Ruff ME, Vandewalker ML, Wanderer A, Damaraju CV, Nolop
rhinitis in laboratory animal workers and its risk factors. Ann Allergy KB, Mesarina-Wicki B. Absence of growth retardation in children with
Asthma Immunol. 2009;102(5):373–7. perennial allergic rhinitis after one year of treatment with mometasone
\8.\ Moscato G, Siracusa A. Rhinitis guidelines and implications for furoate aqueous nasal spray. Pediatrics. 2000;105:E22.
occupational rhinitis. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2009;9(2):110–5. \30.\ Bousquet J, Lund VJ, van Cauwenberge P, Bremard-Oury C, Mounedji N,
\9.\ Rondón C, Campo P, Togias A, Fokkens WJ, Durham SR, Powe DG, Stevens MT, El-Akkad T. Implementation of guidelines for seasonal allergic
Mullol J, Blanca M. Local allergic rhinitis: concept, pathophysiology, and rhinitis: a randomized controlled trial. Allergy. 2003;58(8):733–41.
management. J Allergy Clin Immunol. 2012;129(6):1460–7. \31.\ Carr W, Bernstein J, Lieberman P, Meltzer E, Bachert C, Price D,
\10.\ Campo P, Rondón C, Gould HJ, Barrionuevo E, Gevaert P, Blanca M. Local Munzel U, Bousquet J. A novel intranasal therapy of azelastine with
IgE in non-allergic rhinitis. Clin Exp Allergy. 2015;45(5):872–81. fluticasone for the treatment of allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol.
\11.\ Campo P, Salas M, Blanca-López N, Rondón C. Local allergic rhinitis. 2012;129(5):1282–9.
Immunol Allergy Clin North Am. 2016;36(2):321–32. \32.\ Meltzer E, Ratner P, Bachert C, Carr W, Berger W, Canonica GW, Hadley J,
\12.\ Rondón C, Romero JJ, López S, Antúnez C, Martín-Casañez E, Torres MJ, Lieberman P, Hampel FC, Mullol J, Munzel U, Price D, Scadding G, Virchow
Mayorga C, R-Pena R, Blanca M. Local IgE production and positive nasal JC, Wahn U, Murray R, Bousquet J. Clinically relevant effect of a new
provocation test in patients with persistent nonallergic rhinitis. J Allergy intranasal therapy (MP29-02) in allergic rhinitis assessed by responder
Clin Immunol. 2007;119(4):899–905. analysis. Int Arch Allergy Immunol. 2013;161(4):369–77.
\13.\ Rondón C, Campo P, Zambonino MA, Blanca-Lopez N, Torres MJ, \33.\ Price D, Shah S, Bhatia S, Bachert C, Berger W, Bousquet J, Carr W, Hellings
Melendez L, Herrera R, Guéant-Rodriguez RM, Guéant JL, Canto G, P, Munzel U, Scadding G, Lieberman P. A new therapy (MP29-02) is
Blanca M. Follow-up study in local allergic rhinitis shows a consistent effective for the long-term treatment of chronic rhinitis. J Invest Allergol
entity not evolving to systemic allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol. Clin Immunol. 2013;23(7):495–503.
2014;133(4):1026–31. \34.\ Berger WE, Shah S, Lieberman P, Hadley J, Price D, Munzel U, Bhatia S.
\14.\ Kim H, Kaplan A. Treatment and management of allergic rhinitis [feature]. Long-term, randomized safety study of MP29-02 (a novel intranasal
Clin Focus. 2008;1–4. formulation of azelastine hydrochloride and fluticasone propionate in an
\15.\ Guerra S, Sherrill D, Martinez F, Barbee RA. Rhinitis as an independent risk advanced delivery system) in subjects with chronic rhinitis. J Allergy Clin
factor for adult-onset asthma. J Allergy Clin Immunol. 2002;109(3):419–25. Immunol Pract. 2014;2(2):179–85.
\16.\ Horowitz E, Diemer FB, Poyser J, Rice V, Jean LG, Britt V. Asthma and \35.\ Pullerits T, Praks L, Skoogh BE, Ani R, Lötvall J. Randomized placebo-
rhinosinusitis prevalence in a Baltimore city public housing complex. J controlled study comparing a leukotriene receptor antagonist and a
Allergy Clin Immunol. 2001;107:S280 (abstract). nasal glucocorticoid in seasonal allergic rhinitis. Am J Respir Crit Care
\17.\ Kapsali T, Horowitz E, Togias A. Rhinitis is ubiquitous in allergic asthmatics. Med. 1999;159(6):1814–8.
J Allergy Clin Immunol. 1997;99:S138 (abstract). \36.\ Ratner PH, Howland WC 3rd, Arastu R, Philpot EE, Klein KC, Baidoo
\18.\ Leynaert B, Bousquet J, Neukirch C, Liard R, Neukirch F. Perennial rhinitis: CA, Faris MA, Rickard KA. Fluticasone propionate aqueous nasal spray
an independent risk factor for asthma in nonatopic subjects: results provided significantly greater improvement in daytime and nighttime
from the European community respiratory health survey. J Allergy Clin nasal symptoms of seasonal allergic rhinitis compared with montelukast.
Immunol. 1999;104(2 Pt 1):301–4. Ann Allergy Asthma Immunol. 2003;90(5):536–42.
\19.\ Yanez A, Rodrigo GJ. Intranasal corticosteroids versus topical H1 receptor \37.\ Wilson AM, Dempsey OJ, Sims EJ, Lipworth BJ. A comparison of topical
antagonists for the treatment of allergic rhinitis: a systematic review with budesonide and oral montelukast in seasonal allergic rhinitis and asthma.
meta-analysis. Ann Allergy Asthma Immunol. 2002;89(5):479–84. Clin Exp Allergy. 2001;31(4):616–24.
\20.\ Pullerits T, Praks L, Ristioja V, Lötvall J. Comparison of a nasal \38.\ Wilson AM, Orr LC, Sims EJ, Lipworth BJ. Effects of monotherapy with
glucocorticoid, antileukotriene, and a combination of antileukotriene and intra-nasal corticosteroid or combined oral histamine and leukotriene
antihistamine in the treatment of seasonal allergic rhinitis. J Allergy Clin receptor antagonists in seasonal allergic rhinitis. Clin Exp Allergy.
Immunol. 2002;109(6):949–55. 2001;31(1):61–8.
\21.\ Wilson AM, O’Byrne PM, Parameswaran K. Leukotriene receptor \39.\ Di Lorenzo G, Pacor ML, Pellitteri ME, Morici G, Di Gregoli A, Lo Bianco C,
antagonists for allergic rhinitis: a systematic review and meta-analysis. Ditta V, Martinelli N, Candore G, Mansueto P, Rini GB, Corrocher R, Caruso
Am J Med. 2004;116(5):338–44. C. Randomized placebo-controlled trial comparing fluticasone aqueous
\22.\ Weiner JM, Abramson MJ, Puy RM. Intranasal corticosteroids versus nasal spray in mono-therapy, fluticasone plus cetirizine, fluticasone plus
oral H1 receptor antagonists in allergic rhinitis: systematic review of montelukast and cetirizine plus montelukast for seasonal allergic rhinitis.
randomised controlled trials. BMJ. 1998;317(7173):1624–9. Clin Exp Allergy. 2004;34(2):259–67.
\23.\ DeWester J, Philpot EE, Westlund RE, Cook CK, Rickard KA. The efcacy \40.\ Walker SM, Durham SR, Till SJ, Roberts G, Corrigan CJ, Leech SC, Krishna
of intranasal fluticasone propionate in the relief of ocular symptoms MT, Rajakulasingham RK, Williams A, Chantrell J, Dixon L, Frew AJ, Nasser
associated with seasonal allergic rhinitis. Allergy Asthma Proc. SM, British Society for Allergy and Clinical Immunology. Immunotherapy
2003;24(5):331–7. for allergic rhinitis. Clin Exp Allergy. 2011;41(9):1177–200.
\24.\ Bernstein DI, Levy AL, Hampel FC, Baidoo CA, Cook CK, Philpot EE, \41.\ Frew AJ. Allergen immunotherapy. J Allergy Clin Immunol. 2010;125(2
Rickard KA. Treatment with intranasal fluticasone propionate significantly Suppl 2):S306–13.
improves ocular symptoms in patients with seasonal allergic rhinitis. Clin \42.\ Canadian Society of Allergy and Clinical Immunology. Immunotherapy
Exp Allergy. 2004;34(6):952–7. manual. 2016. http://csaci.ca/wp-content/uploads/2017/12/IT-Manua
\25.\ Watson WT, Becker AB, Simons FER. Treatment of allergic rhinitis with l-2016-5-July-2017-rev.pdf. Accessed 12 July 2018.
intranasal corticosteroids in patients with mild asthma: effect on lower \43.\ Calderon MA, Alves B, Jacobson M, Hurwitz B, Sheikh A, Durham S.
airway hyperresponsiveness. J Allergy Clin Immunol. 1993;91(1 Pt Allergen injection immunotherapy for seasonal allergic rhinitis. Cochrane
1):97–101. Database Syst Rev. 2007;1:CD001936.
\26.\ Skoner DP, Rachelefsky GS, Meltzer EO, Chervinsky P, Morris RM, Seltzer \44.\ Durham SR, Walker SM, Varga EM, Jacobson MR, O’Brien F, Noble W, Till
JM, Storms WW, Wood RA. Detection of growth suppression in children SJ, Hamid QA, Nouri-Aria KT. Long-term clinical efcacy of grass pollen
during treatment with intranasal beclomethasone dipropionate. immunotherapy. N Engl J Med. 1999;341(7):468–75.
Pediatrics. 2000;105:E23. \45.\ Eng PA, Borer-Reinhold M, Heijnen IA, Gnehm HP. Twelve-year follow-up
\27.\ Allen DB, Meltzer EO, Lemanske RF Jr, Philpot EE, Faris MA, Kral KM, after discontinuation of preseasonal grass pollen immunotherapy in
Prillaman BA, Rickard KA. No growth suppression in children treated with childhood. Allergy. 2006;61(2):198–201.
\46.\ Merck Canada Inc. GRASTEK product monograph; 2017.
\47.\ Stallergenes Canada Inc. ORALAIR product monograph; 2015.
\48.\ Merck Canada Inc. RAGWITEK product monograph; 2017.
\49.\ ALK-Abelló A/S. ACARIZAX product monograph; 2017.
\50.\Canonica G, Cox L, Pawankar R, Baena-Cagnani CE, Blaiss M, Bonini S, Bousquet J, Calderón M, Compalati E, Durham SR, van Wijk RG, Larenas-
Linnemann D, Nelson H, Passalacqua G, Pfaar O, Rosário N, Ryan D, Rosenwasser L, Schmid-Grendelmeier P, Senna G, Valovirta E, Van Bever H,
Vichyanond P, Wahn U, Yusuf O. Sublingual immunotherapy: World Allergy Organization position paper 2013 update. World Allergy Organ J.
2014;7(1):6.
Page 41 of 41

\51.\Yoo JK, Seikaly H, Calhoun KH. Extended use of topical nasal decongestants. Laryngoscope. 1997;107(1):40–3.
\52.\Kern J, Bielory L. Complementary and alternative therapy (CAM) in the treatment of allergic rhinitis in the treatment of allergic rhinitis.
Curr Allergy Asthma Rep. 2014;14(12):479.
\53.\Brinkhaus B, Ortiz M, Witt CM, Roll S, Linde K, Pfab F, Niggemann B, Hummelsberger J, Treszl A, Ring J, Zuberbier T, Wegscheider K, Willich SN.
Acupuncture in patients with seasonal allergic rhinitis: a randomized trial. Ann Intern Med. 2013;158(4):225–34.

Ready to submit your research ? Choose BMC and benefit from:

• fast, convenient online submission


• thorough peer review by experienced researchers in your field
• rapid publication on acceptance
• support for research data, including large and complex data types
• gold Open Access which fosters wider collaboration and increased citations
• maximum visibility for your research: over 100M website views per year

At BMC, research is always in progress.

Learn more biomedcentral.com/submissions

Anda mungkin juga menyukai