Jangan pernah menyepelekan penyakit lingkup alergi dan imunologi. Seluruh tubuh merasa
nyeri atau sesak napas. Jangan pula merasa tidak terjadi apa-apa jika tiba-tiba hidung gatal,
tersumbat, kulit melepuh serta akhirnya menimbulkan kematian. Itu semua merupakan
bagian kecil dari gejala penyakit-penyakit alergi dan imunologi.
Jenis penyakit alergi dan imunologi sangat beragam. Asma merupakan kasus yang relatif
paling sering, diikuti rinitis alergi, dan urtikaria kronik. Jenis alergi lain yang tak kalah
pentingnya adalah reaksi alergi obat. Sementara dalam bidang imunologi, terdapat penyakit
autoimun, khususnya Lupus Eritematosis Sistemik (LES).
Sementara dari penyakit imunodefisiensi, salah satunya yang terkenal adalah penyakit
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Dalam artikel ini juga akan dikemukakan
pentingnya imunisasi pada orang dewasa.
Penyakit Alergi
Berikut beberapa penyakit dalam lingkup alergi:
1. Asma Bronkial
Masalah utama asma adalah sering tak terdiagnosis atau pengobatan tak adekuat. Pasien
mengobati sendiri, pemahaman dan pengetahuan mengenai asma yang kurang serta
beberapa mitos atau salah persepsi mengenai asma.
Tak jarang dijumpai rasa sesak disangka penyakit jantung, atau batuk-batuk kronis yang
disebabkan penyakit bronkitis atau sukar tidur karena insomnia. Keluhan batuk mengi atau
sesak saja bukan monopoli penyakit asma. Beberapa penyakit atau keadaan dapat
menyerupai asma, seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) bronkitis kronik dan
emfisema; infeksi paru; sinusitis paranasal; tuberkulosis; refluks gastroesofageal dan
penyakit jantung seperti gagal jantung. Diagnosis tepat mengarahkan pengobatan yang
tepat.
Dalam praktiknya sering dijumpai pasien mengobati dirinya sendiri. Mereka menggunakan
obat semprot pelega (inhaler) untuk mengatasi gejala asmanya. Dalam jangka panjang,
kondisi ini justru akan memperburuk gejala asma dan akan makin sering mendapat serangan
asma.
Hal yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan penderita obat anti inflamasi,
menghindari faktor pencetus serangan, dan mendapatkan edukasi. Edukasi bertujuan agar
pemahaman dan pengetahuan pasien mengenai asma dan penyebabnya menjadi lebih baik.
Pengetahuan inilah yang akan mempermudah komunikasi dengan dokter, dan memahami
mitos-mitos yang berkembang di masyarakat.
Beberapa mitos yang dijumpai di masyarakat, diantaranya, obat semprot berbahaya untuk
jantung, dan hanya dipakai untuk asma yang berat. Pemakaian obat asma secara teratur
akan menyebabkan kecanduan (adiksi). Mitos-mitos itu tidak benar.
Apakah asma bisa sembuh? Sejujurnya, tak ada obat yang dapat menyembuhkan asma.
Dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat penderita asma dapat menjalani hidup dengan
normal (pasien harus mematuhi instruksi, dan kontrol dokter. Ia pun wajib memakai obat
pengontrol secara teratur. Jangan pergi ke dokter saat asma menyerang saja).
Mitos lainnya yang juga tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya adalah:
mengobati asma jika muncul gejala saja. Asma akan hilang dengan sendirinya menjelang
dewasa. Penderita asma masih boleh merokok. Stress penyebab asma. Penderita asma tak
boleh berolah raga, dan lain-lain.
Layaknya penyakit hipertensi, atau diabetes tak dapat disembuhkan, manajemen penyakit
asma saat ini berdasarkan Kontrol Asma. Panduan manajemen asma internasional
berdasarkan Global Initiative for Asthma (GINA) menekankan pentingnya kontrol asma.
Sekali asma terkontrol, kecil kemungkinan untuk mendapat serangan asma, apalagi sampai
memerlukan perawatan rumah sakit. Meskipun panduan GINA tersebut telah diedarkan
secara luas, kenyataannya, sebagian besar pasien asma belum atau bahkan tidak terkontrol.
Oleh karenanya peran dokter yang mengobati asma sangat penting dalam memberikan
edukasi kepada pasien. Tak hanya itu. Dokter pun memberikan pengobatan yang profesional
sehingga pasien dapat secara optimal menikmati hidupnya.
2. Rinitis Alergi
Rinitis alergi merupakan salah satu bentuk rinitis yang mekanismenya secara umum melalui
sistem imun, atau IgE secara khusus. Prevalensinya berkisar antara 10-15% dari
masyarakat. Penderitanya pun beragam, mulai dari usia anak hingga dewasa. Gejalanya
dapat berupa rinorea, hidung gatal, bersin dan hidung tersumbat. Terkadang disertai rasa
gatal di mata. Akibatnya, mengganggu kualitas hidup penderitanya. Seperti, gangguan tidur,
gangguan aktivitas, hingga absen dari sekolah atau pekerjaan. Berdasarkan lama dan
seringnya gejala rinitis dapat diklasifikasikan sebagai rinitis alergi intermiten atau persisten.
Dikatakan rinitis intermiten bila gejala berlangsung kurang dari empat hari per minggu dan
lamanya kurang dari empat minggu. Sedangkan rinitis persisten gejala berlangsung lebih
dari empat hari/ minggu dan lamanya lebih dari empat minggu. Derajatnya dikatakan sedang
atau berat bila gejalanya menggangu kualitas hidup penderitanya. Yang perlu diwaspadai
adalah komplikasi terjadinya sinusitis, polip hidung, dan gangguan pendengaran.
Rinitis alergi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya asma. Sering pasien baru datang
ke dokter jika telah terjadi komplikasi. Dengan pengobatan yang baik, gejala rinitis dapat
terkontrol. Sehingga kualitas hidup penderitanya meningkat kembali dan menjalani hidup
layaknya orang normal.
3. Alergi Obat
Seiring pertumbuhan obat-obat baru untuk tujuan diagnosis, terapi, dan pencegahan
penyakit maka terjadinya reaksi simpang obat pun meningkat. Reaksi simpang obat
didefinisikan sebagai respons yang tidak diinginkan pada pemberian obat dalam dosis terapi,
diagnosis, dan profilaksis. Reaksi alergi obat adalah reaksi simpang obat yang
mekanismenya melalui reaksi imunologis. Kejadian reaksi alergi obat diperkirakan 6-10%
dari reaksi simpang obat. Dalam praktek tidak mudah menentukan sistem imun terlibat.
Banyak kejadian yang gejalanya mirip atau serupa dengan gejala alergi, tetapi
mekanismenya bukan alergi seperti sesak napas atau angioderma karena aspirin atau anti
inflamasi non steroid (AINS), maka diperkenalkan istilah hipersensitivitas obat.
Alergi obat perlu dipahami oleh tenaga kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan
pemberian obat. Hal ini terkait dengan masalah mediko-legal, terutama bila kejadiannya
dianggap merugikan pasien, sehingga pasien atau keluarganya dapat menuntut dokter,
petugas kesehatan lain atau rumah sakit.
Gejala alergi obat sangat bervariasi. Gejala paling sering adalah gejala kulit, mulai dari
eritema, urtikaria, pruritus, angioedema, vesikula, bula hingga kulit melepuh. Gejala lain
yang lebih jarang, misalnya sesak nafas, pusing hingga pingsan, seperti pada anafilaksis.
Dapat juga terjadi anemia, gangguan fungsi hati atau ginjal.
Komplikasi alergi obat yang paling berbahaya adalah anafilaksis, disusul dengan Steven
Johnson Syndrome, nekrosis epidermal toksik, dan Drug Rash Eosinophilia and Systemic
Symptoms (DRESS).
Klinik Alergi RS Medistra memberikan pelayanan penyuluhan bagi pasien untuk menghindari
terjadinya reaksi alergi obat di masa mendatang, mengobati reaksi alergi obat yang terjadi,
dan uji diagnosis alergi obat.
Tes Kulit. Sebenarnya hanya sedikit jenis obat yang dapat dipakai untuk tes kulit. Hal ini
dikarenakan obat setelah masuk ke dalam tubuh akan mengalami metabolisme. Hasil
metabolisme atau metabolit umumnya belum diketahui kecuali penisilin. Selanjutnya
metabolit akan berikatan dengan protein tubuh, untuk kemudian menimbulkan reaksi alergi.
Tes kulit obat-obat lainnya belum pernah divalidasi, sehingga hasilnya kurang dapat
dipercaya. Sebagai contoh, hasil tes kulit terhadap cefalosporin negatif tetapi sewaktu
diberikan, pasien mengalami anafilaksis. Ada dua jenis tes kulit untuk alergi obat, yaitu tes
tusuk, dan intra kutan untuk reaksi alergi obat fase cepat dan tes tempel untuk reaksi alergi
obat fase lambat. Tetapi kembali lagi kedua tes di atas tidak dapat dipercaya sepenuhnya.
Tes Provokasi Obat. Tes ini merupakan baku emas untuk menentukan adanya reaksi alergi
obat. Karena dapat menyebabkan reaksi yang serius, tes ini hanya boleh dilakukan oleh
dokter yang ahli dalam bidang ini dan dilakukan di rumah sakit.
Tes Laboratorium. Sampai sejauh ini baru dalam tahap penelitian dan hanya terhadap obat
yang terbatas. Seperti halnya tes lain, tes invitro ini lebih spesifik tetapi tidak sensitif.
Sehingga banyak negatif palsu. Yang paling penting dalam reaksi alergi obat adalah
pencegahan. Jadi dalam memberikan obat indikasi pemberian harus tepat, kemudian
dipastikan tidak pernah mengalami reaksi alergi obat yang akan diberikan. Selanjutnya
selalu waspada dan siap bertindak bila terjadi alergi obat.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3- 4 minggu. Dalam epidermis terdapat 2 sel yaitu :
1. Sel merkel.
Fungsinya belum dipahami dengan jelastapi diyakini berperan dalam pembentukan kalus dan
klavus pada tangan dan kaki.
2. Sel langerhans.
Berperan dalam respon – respon antigen kutaneus.
Epidermis akan bertambah tebal jika bagian tersebut sering digunakan.
Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete ridge yang berfunfgsi sebagai tempat
pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan yang disebut fingers prints.
2. DERMIS.( korium)
merupakan lapisan dibawah epidermis.
Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:pars papilaris.( terdiri dari sel
fibroblast yang memproduksi kolagen DAN Retikularis YG Terdapat banyak p. darah , limfe, dan
akar rambut, kelenjar kerngat dan k. sebaseus.
3. JARINGAN SUBKUTAN ATAU HIPODERMIS / SUBCUTIS.
Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak.
Merupakn jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan
tulang.
Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas.
Sebagai bantalan terhadap trauma.
Tempat penumpukan energi.
KELENJAR – KELENJAR PADA KULIT
1. Kelenjar Sebasea
berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang rambut
yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
2. Kelenjar keringat
diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
a. kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit.
Melepaskan keringat sebgai reaksi penngkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh.
Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik.pengekuaran keringat oada tangan,
kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap setress, nyeri dll.
b. kelenjar Apokrin.
Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel rambut.
Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan berkurang pada sklus
haid. K.Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh bajkteri
menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus
yang disebut K. seruminosa yang menghasilkan serumen(wax).
PELENGKAP KULIT
1. RAMBUT
LANUGO rambut halus tak berpigmen terdppt pada bayi.
RANBUT TERMINAL padao rang dewasa banyak mengandung pigmen, kasar. Terdpt di kepala,
bulu mata, alis, kumis, pubis, janggut dan pertumbuhanya dipengaruhi oleh hormon androgen (
hormon seks).
VELUS rambut halus di dahi dan badan lain.
Rambut tumbuh dari folikel rambut didalam epidermis.
Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas
Dasarnya terdapat papil tempat rambut tumbuh
Akar rambut berada dlm folikel pada ujung paling dalam
Bagian sebelah luar disebut batang rambut
Pada folikel rambut terdapat otot polos kecil sbg penegak rambut
2. KUKU
Kuku adalah sel epidermis kulit-kulit yang telah berubah tertanamdalam palung kuku menurut
garis lekukan pada kulit.
Palung kuku mendapat persarafan dan pembuluh darah yg banyak
Bagian kuku: ujung kuku atas ujung batas, badan kuku yg mrpkan bagian yang besar, akar kuku/
radik
3. KELENJAR KULIT
Kelenjar kulit mempunyai lobulus yang bergulung-gulung dengan saluran keluar lurus
merupakan jalan untuk mengeluarkan berbagai zat dari badan (Kelenjar keringat).
FUNGSI KULIT
Melindungi tubuh terhadap luka, mekanis, kimia dan termis karena epitelnya dengan bantuan
sekret kelenjar memberikan perlindungan terhadap kulit.
Perlindungan terhadap mikro organisme patogen
Mempertahankan suhu tubuh dengan pertolongan sirkulasi darah
Mengatur keseimbangan cairan melalui sirkulasi kelenjar.
Alat indera melalui persarafan sensorik dan tekanan temperatur dan nyeri.
Sbg alat rangsangan rasa yg datang dr luar yg dibawa oleh saraf sensorik dan motorik keotak.
B. PENGERTIAN
Urtikaria adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang berbatas tegas
dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa gatal. Urtikaria
dapat berlangsung secara akut, kronik, atau berulang. Urtikaria akut umumnya berlangsung 20
menit sampai 3 jam, menghilang dan mungkin muncul di bagian kulit lain. Satu episode akut
umumnya berlangsung 24-48 jam.
Pengertian Urtikaria adalah lesi di kulit yang ditandai khas dengan urtika. Pengertian
urtikaria yang lain adalah reaksi vaskular dari dermis yang ditandai dengan gambaran
sementara dengan bercak atau bejolan, lebih merah atau lebih pucat dari pada kulit
disekitarnya dan seringkali ditandai dengan gatal yang sangat hebat. Urtikaria sering dikenal
oleh orang awam dengan biduran
Sebenarnya macam dari urtikaria ini sendiri sangat banyak, misalnya :
urtikaria karena tekanan
urtikaria karena dingin (udara)
urtikaria cahaya
urtikaria kontak (biasanya karena eksposure pekerjaan)
urtikaria idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
urtikaria kolinergik (karena gigitan serangga)
C. ETIOLOGI
Berdasarkan kasus-kasus yang ada, paling banak urtikaria di sebabkan oleh alergi, baik alergi
makanan, obat-obatan, dll.
jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat, jenis
kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.
jenis obat-obatan yang menimbulkan alergi biasanya penisilin, aspirin, bronide, serum, vaksin,
dan opium.
bahan-bahan protein yang masuk melalui hidung seperti serbuk kembang, jamur, debu dari bulu
burung, debu rumah dan ketombe binatang.
Pengaruh cuaca yang terlalu dingin atau panas,sinar matahari,tekanan atau air.
Faktor psikologis pasien misalnya : Krisis emosi
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari urtikaria ini sendiri mirip dengan reaksi hipersensifitas.
Pada awalnya alergen yang menempel pada kulit merangsang sel mast untuk membentuk
antibodi IgE, setelah terbentuk, maka IgE berikatan dengan sel mast. Setelah itu, pada saat
terpajan untuk yang kedua kalinya, maka alergen akan berikatan dengan igE yang sudah
berikatan dengan sel mast sebelumbnya. Akibat dari ikatan tersebut, maka akan mengubah
kestabilan dari isi sel mast yang mengakibatkan sel mast akan mengalami degranulasi dan pada
akhirnya sel mast akan mengekuarkan histamin yang ada di dalamnya. Perlu diketahui bahwa
sanya sel mast adalah mediator kimia yang dapat menyebabkan gejala yang terjadi pada
seseorang yang mengalami urtikaria.
Pada urtikaria, maka gejala yang akan terjadi dapat meliputi merah, gatal dan sedikit ada
benjolan pada permukaan kulit, yang menyebabkan hal itu terjadi yaitu, pada dasarnya sel mast
ini sendiri terletak didekat saraf perifer, dan pembuluh darah. Kemerahan dan bengkak yang
terjadi karena histamin yang dikeluarkan sel mast itu menyerang pembuluh darah yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Gatal yang terjadi juga diakibatkan
karena histamin menyentuh saraf perifer.
F. TEST DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding nya
adalah :
Ig E test
ANA test
skin test
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin
Pemeriksaan Histopatologik
Tes eleminasi makanan
Tes Provokasi
Tes Alergi
G. KOMPLIKASI
Urtikaria dan angiodema dapat menyebabkan rasa gatal yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Urtikaria kronik juga menyebabkan stres psikologis dan sebaliknya sehingga mempengaruhi
kualitas hidup penderita seperti pada penderita penyakit jantung.
Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang hebat bisa
menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder. Penggunaan
antihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit
yang berat bisa mempengaruhi kualitas hidup.
H. KLASIFIKASI
1. URTIKARIA AKUT
Urtikaria akut hanya berlansung selama beberapa jam atau beberapa hari. yang sering terjadi
penyebabnya adalah:
1. adanya kontak dengan tumbuhan ( misalnya jelatang ), bulu binatang/makanan.
2. akibat pencernaan makanan, terutama kacang-kacangan, kerangan-kerangan dan strouberi.
3. akibat memakan obat misalnya aspirin dan penisilin.
2. URTIKARIA KRONIS
Biasanya berlangsung beberapa minggu, beberapa bulan, atau beberapa tahun. pada bentuk
urtikaria ini jarang didapatkan adanya faktor penyebab tunggal.
3. URTIKARIA PIGMENTOSA
Yaitu suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang berlangsung sementara, kadang-
kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.
I. EPIDEMOLOGI
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami
urtikaria dibanding orang muda. Umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun, dan jarang
dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun. Beberapa referensi
mengatakan urtikaria lebih sering mengenai wanita dibanding laki-laki yaitu 4:1, namun
perbandingan ini bervariasi pada urtikaria yang lain.
J. PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi. Kebanyakan
kasus dapat disembuhkan dalam 1-4 hari. Urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya
sulit dicari. Hal ini juga tergantung dari penyebab dari urtikaria itu sendiri.
K. PENCEGAHAN
Hindari Penyebab
Tindakan penghindaran akan berhasil bila penyebab/pencetus terjadinya alergi diketahui. Salah
satu cara untuk mengetahui pencetus alergi ialah dengan melakukan uji kulit (tes alergi).
Sayangnya, penderita terkadang alergi terhadap banyak hal, dan ini tentu sungguh membutuhkan
ketelatenan penderita untuk mengidentifikasinya.
Penyebab alergi yang perlu Anda waspadai:
[+] Makanan. Meliputi susu sapi, telur ayam, daging ayam, ikan (terutama ikan laut), udang (ebi),
kepiting dan kacang-kacangan (kacang tanah, kacang mede). Sebagai sumber protein pengganti,
dianjurkan untuk mengkonsumsi susu kedelai. Susu kedelai mengandung protein yang tidak
menimbulkan alergi. Kadar asam amino lisinnya tinggi sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan nilai gizi protein pada nasi yang umumnya rendah kadar lisinnya. Secara umum
susu kedelai juga mengandung vitamin B1, B2 dan niasin dalam jumlah yang setara dengan susu
sapi.
[+] Obat-obatan tertentu. Biasanya dari golongan pereda nyeri (aspirin, antalgin) dan antibiotik
(amoksisillin, kotrimoksazol).
[+] Cuaca. Terutama yang terlalu dingin atau panas. Urtikaria yang disebabkan oleh cuaca dingin
biasanya menyerang orang dewasa muda dan dapat timbul jika udara menjadi semakin dingin.
Untuk itu, bila cuaca dingin, usahakan aktivitas dilakukan di dalam ruangan. Gunakan
masker/penutup hidung untuk mengurangi suhu dingin.
[+] Debu dan polusi. Bersihkan rumah dari debu secara rutin, terutama kamar tidur dan tempat
tidur. Batasi pemakaian karpet di dalam rumah.
[+] Tekanan dan goresan. Urtikaria yang disebabkan oleh tekanan biasanya terjadi pada mereka
yang menderita dermografisme yang berupa goresan pada kulit. Tekanan akibat goresan ini juga
dapat memicu urtikaria.
[+] Stres. Hindari keadaan yang dapat membuat stres secara emosional, karena urtikaria juga
dapat dipicu oleh faktor psikologis pasien.
Olahraga Teratur
Penyakit alergi berkaitan erat dengan daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh lemah, mudah
sekali muncul gejala-gejalanya. Olahraga yang dianjurkan misalnya berjalan kaki, berenang,
bersepeda, berlari dan senam.
L. PENATALAKSANAAN
Sebenarnya pada beberapa kasus urtikaria yang sifatnya akut tidak perlu adanya pengobatan
secara intensif karena urtikaria pada tahap ini gejalanya tidak berlansung lama dan bisa sembuh
sendiri.
Tetapi pada urtikaria kronik bisa di lakukan pengobatan dengan menggunakan
anthihistamin. Obat ini merupakan pilihan utama adalah penanganan urtikaria.
Menurut www.tempo.co.id/medika/arsip/04200/kas-1htm, ada beberapa tindakan yang harus di
lakukan dalam penangnan urtikaria adalah :
mencari dan menghindari bahan atau keadaan yang menyebabkan urtikaria
untuk menghilangkan rasa gatal dapat di oleskan sedikit tepung soda bakar yang sudah di
campur dengan air atau 1/10 larutan menthol dalam alkohol
M. ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
Dalam melakukan pengkajian pada klien cystitis menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh
yaitu :
1.pengumpulan data
I. Biodata
• Identitas klien : nama,umur,jenis kelamin,agama,pendidikan,pekerjaan,tanggal
MRS,tanggal pengkajian,diagnostic medic.
• Identitas penanggung : nama,umur,jenis kelamin,agama,pendidikan,pekerjaan,hubung
An dengan klien.
Urtikaria
Bukan Sekedar Alergi Makanan Biasa
Pressure urticaria
Urticaria pigmentosa (Darier sign).
Urticaria pigmentosa.
Urticaria pigmentosa.
PENGOBATAN
Pengobatan yang palin utama adalah ditujukan pada penghindaran faktor penyebab dan
pengobatan simtomatik.
Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distres pernafasan, asma atau edema
laring, mula-mula diberi larutan adrenalin 1% dengan dosis 0,01 ml/kgBB subkutan (maksimum
0,3 ml), dilanjutkan dengan pemberian antihistamin penghambat H1 (lihat bab tentang
medikamentosa). Bila belum memadai dapat ditambahkan kortikosteroid.
Pada urtikaria akut lokalisata cukup dengan antihistamin penghambat H1.
Urtikaria kronik biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah tetap identifikasi dan
menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit dilakukan. Untuk ini selain antihistamin
penghambat H1 dapat dicoba menambahkan antihistamin penghambat H2. Kombinasi lain yang
dapat diberikan adalah antihistamin penghambat H1 non sedasi dan sedasi (pada malam hari) atau
antihistamin penghambat H1 dengan antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan
antihistamin penghambat H1 dengan kortikosteroid jangka pendek.
Bila pada penderita terjadi gangguan saluran cerna (seperti gejala yang tersebut di atas)
maka sangat mungkin alergi makanan ikut berperanan memperberat gangguan urtikaria yang
ada. Untuk menanganinya lakukan eliminasi makanan beresiko (lihat topik mencari penyebab
alergi makanan) dalam waktu 3 minggu secara ketat dan dilakukan evaluasi
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis urtikaria adalah baik, dapat sembuh spontan atau dengan obat.
Tetapi karena urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis sistemik, dapat saja terjadi
obstruksi jalan nafas karena adanya edema laring atau jaringan sekitarnya, atau anafilaksis
sistemik yang dapat mengancam jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Zuberbier T, Maurer M. Urticaria: current opinions about etiology, diagnosis and therapy. Acta Derm
Venereol. 2007;87(3):196-205.
Irinyi B, Szeles G, Gyimesi E, Tumpek J, Heredi E, Dimitrios G, et al. Clinical and laboratory
examinations in the subgroups of chronic urticaria. Int Arch Allergy Immunol. 2007;144(3):217-25.
Chang S, Carr W. Urticarial vasculitis. Allergy Asthma Proc. Jan-Feb 2007;28(1):97-100.
Guldbakke KK, Khachemoune A. Etiology, classification, and treatment of urticaria. Cutis. Jan
2007;79(1):41-9.
Smith PF, Corelli RL. Doxepin in the management of pruritus associated with allergic cutaneous reactions.
Ann Pharmacother. May 1997;31(5):633-5.
Beltrani VS. Urticaria: reassessed. Allergy Asthma Proc. May-Jun 2004;25(3):143-9.
Pollack CV Jr, Romano TJ. Outpatient management of acute urticaria: the role of prednisone. Ann Emerg
Med. Nov 1995;26(5):547-51.
Powell RJ, Du Toit GL, Siddique N, Leech SC, Dixon TA, Clark AT, et al. BSACI guidelines for the
management of chronic urticaria and angio-oedema. Clin Exp Allergy. May 2007;37(5):631-50.
Kulthanan K, Jiamton S, Thumpimukvatana N, Pinkaew S. Chronic idiopathic urticaria: prevalence and
clinical course. J Dermatol. May 2007;34(5):294-301.
Brown NA, Carter JD. Urticarial vasculitis. Curr Rheumatol Rep. Aug 2007;9(4):312-9.
Zuberbier T, Bindslev-Jensen C, Canonica W, Grattan CE, Greaves MW, Henz BM, et al.
EAACI/GA2LEN/EDF guideline: management of urticaria. Allergy. Mar 2006;61(3):321-31.
Lin RY, Curry A, Pesola GR, Knight RJ, Lee HS, Bakalchuk L, et al. Improved outcomes in patients with
acute allergic syndromes who are treated with combined H1 and H2 antagonists. Ann Emerg Med. Nov
2000;36(5):462-8.
Jáuregui I, Ferrer M, Montoro J, Dávila I, Bartra J, del Cuvillo A, et al. Antihistamines in the treatment of
chronic urticaria. J Investig Allergol Clin Immunol. 2007;17 Suppl 2:41-52.