Anda di halaman 1dari 27

ASMA

 Satria Addienul Haq


 Silvester Rionoviyanus Temiang Sopian
DEFINISI ASMA
• Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.
Epidemiology
• Epidemiologi asma di dunia berkisar 4,3%, sedangkan di dunia sebesar 4,5%
• Global:
Prevalensi paling tinggi dijumpai di negara Australia (21,5%), Swedia (20,2%), Inggris
(18,2%), Belanda (15,3%), dan Brazil (13%).
• Indonesia
Prevalensi asthma di Indonesia menurut estimasi publikasi Riset Kesehatan Dasar tahun
2013 adalah sebesar 4,5%. Prevalensi asthma paling tinggi dijumpai di provinsi Sulawesi
Tengah (7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan
(6,7%). Prevalensi asthma sedikit lebih tinggi pada perempuan (4,6%) dibandingkan dengan
laki-laki (4,4%).
FAKTOR RISIKO – FAKTOR PENJAMU
 Atopi
 Hipereaktivitas bronkus
 Inflamasi jalan napas
 Jenis kelamin
 Ras/etnik
 Obesitas
FAKTOR RISIKO – FAKTOR LINGKUNGAN

 Alergen di dalam ruangan ( Tungau Debu Rumah, Bulu Binatang)


 Alergen di luar ruangan (Tepung sari bunga, Jamur)
 Asap rokok (Perokok aktif/pasif)
 Polusi udara
 Infeksi parasit
PATOFISIOLOGI

• Asma merupakan gangguang kronik saluran napas yang menimbulkan


obstruksi berkaitan dengan hipereaktivitas bronkus. Inflamasi saluran napas
merupakan pusat dari patofisiologi yang berakibat disfungsi saluran napas
melalui mekanisme penglepasan mediator – mediator inflamasi dan
remodelling dinding saluran napas.
• Peradangan kronik saluran napas tidak hanya melibatkan sel-sel inflamasi
dengan mediator – mediator inflamasinya, tetapi juga melibatkan jaringan dan
sel tubuh seperti otot polos bronkus(airway smooth muscle/ASM), dan sel
epitel saluran napas.
PATOFISIOLOGI

Akibat interaksi dari kompleks ini, terjadi beberapa perubahan pada saluran napas
yang menyebabkan obstruksi, diantaranya :
• Bronkokontriksi, yakni kontraksi otot polos bronkus. Kondisi ini merupakan dasar
reversibilitas pada asma.
• Edema dinding saluran napas
• Hipersekresi mukus
• Penebalan dinding jalan napas, akibat terjadinya airway remodelling yang terdiri
atas deposisi kolagen di bawah membran basal, fibrosis subepitel, dan peningkatan
massa otot polos. Oleh karena adanya proses ini, asma tidak sepenuh reversibel.
Etiologi
• Alergen lingkungan • Polutan lingkungan, rokok
• Infeksi respirasi viral • Iritan (obat nyamuk, pengharum
• GERD ruangan)

• Sinusitis kronik • Faktor emosi


• Aspirin/hipersensitivitas OAINS • Faktor perinatal (prematur,
merokok saat hamil)
• Obesitas
Tipe-tipe Asma
• Asma alergik • Asma dewasa
• Asma musiman • Asma Anak
• Asma karena pekerjaan
• Asma non alergik
• Asma karena olahraga
• Asma berat
GEJALA
 Lebih dari 1 gejala (Mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat)
 Gejala umumnya lebih berat pada malam atau awal pagi hari
 Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas
 Gejala dicetuskan oleh infeksi virus(flu), aktivitas fisik, pajanan alergen,
perubahan cuaca, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang menyengat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Spirometri, pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan
dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar dan obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
-  Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
-  Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 > 15% secara spontan, atau Setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu.
Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Arus puncak ekspirasi (APE), nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter).
Manfaat APE dalam diagnosis asma :
- Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral
10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
- Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu.
- Variasi diurnal dihitung dengan cara [(APE tertinggi – APE terendah)/rata-rata dari APE tertinggi dan terendah] x 100.

 APE tertinggi adalah yang diukur di malam hari


 APE terendah adalah yang diukur di pagi hari
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Foto Toraks, untuk melihat apakah ada kelainan seperti keadaan hiperinflasi paru
Penunjang lain :
- Uji provokasi bronkus (metakolin/histamin)
- Uji kulit (Skin Prick Test)
- FeNo (Fraksional Ekshalasi Nitric Oxide)
Farmakologis
• Reliver • Controller
Short Acting Beta Agonis Long Acting Beta Agonist
Kortikosteroid Steroid inhalasi
Methylxanthine Leukotriene Receptor Agonist
Antikolinergik Teofilin lepas lambat
SABA
Pemberian SABA peroral: efek
bronkodilatasi dicapai setelah 30 menit.
Efek puncak dalam 2-4 jam dan lama kerja
hingga 5 jam.

Pemberian SABA secara inhalasi: awitan


kerja cepat (<1 menit). Efek puncak dalam
10 menit dan lama kerja hingga 4-6 jam.
Methylxanthine
• Dosis inisial: jika belum mendapatkan aminofilin 6-8 mg/kgBB,
dilarutkan dalam 20 ml dextrosa 5% garam fisiologis, diberikan dalam 20-
30 menit. Jika sudah mendapatkan aminofilin sebelumnya (<4jam)
berikan setengah dosis.
• Dosis rumatan : 0,5-1mg/kgBB/jam. Kadar aminofilin dalam darah
dipertahakan 10-20 ug/ml. Dosis maksimal 16-20mg/KgBB/hari(apabila
tidak dapat mengukur konsentrasi plasma
Kortikosteroid Sistemik

Diberikan apabila terapi inisial SABA


gagal mencapai perbaikan klinis atau
serangan asma tetap terjadi walaupun
sudah menggunakan kortikosteroid
inhalasi, atau serangan asma ringan
dengan riwayat serangan asma berat.
LABA
Preparat inhalasi yang digunakan
adalah salmeterol dan formoterol.

Kombinasi steroid inhalasi dengan


LABA memberikan dosis steroid
inhalasi menjadi dua kali lipat.
Antikolinergik
• Ipratropium bromida -> nebulisasi 0,1ml/kgBB setiap 4 jam.
• Awitan kerja 15 menit, efek puncak dalam 1-3 jam, dan lama kerja hingga
3-4 jam
Steroid

Glukokortikosteroid inhalasi
merupakan obat pengontrol yang
paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita
asma semua umur.
LTRA
• Leukotrin memberikan manfaat klinis Montelukast
yang baik pada berbagai tingkat Dosis per oral 1 kali sehari.(respiro
keparahan asma dengan menekan anak) Dosis pada anak usia 2-5
produksi cystenil leukotrine. tahun adalah 4 mg qhs. (gina)

Zafirlukast
Digunakan untuk anak usia > 7
tahun dengan dosis 10 mg 2 kali
sehari
Teofilin Lepas Lambat
• Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid
yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis
pemeliharaan glukokortikosteroid.
• Efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai