Pertemuan 1
Pemeriksaan fisik :
Pada fasilitas pelayanan kesehatan sederhana dengan kemampuan sumber
daya manusia terbatas, dapat hanya menekankan pada:
1. Posisi penderita
2. Cara bicara
3. Frekuensi napas
4. Penggunaan otot-otot bantu napas
5. Nadi
6. Tekanan darah (pulsus paradoksus)
7. Tidak ada mengi
Pemeriksaan penunjang:
1. Serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum pengobatan , tanpa
menunda pemeberian pengobatan. Pemeriksaan ini dilakukan jika alat
tersedia.
2. Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan jika fasilitas tersedia.
3. Saturasi oksigen dengan pulse oxymetri dapat dilakukan bila alat tersedia.
Tatalaksana
- Penatalkasanaan komperhensif (plan):
1. Penilaian berat serangan
Anamnesis, pemeriksaan fisik (auskultasi, penggunaan obat bantu,
nadi,laju napas, APE, saturasi oksigen, analisa gas garah jika pasien sangat
buruk)
2. Terapi awal
Oksigen untuk mencapai saturasi lebi dari 0%.
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat secara kontinyu dalam 1 jam.
Glukokortikoid sistemik jika pasien tak ada respon segera atau
sebelumnya.
Pasien telah mendapat glukokortikoid oral atau jika serangan berat.
3. Re- evaluasi setelah 1 jam= pemeriksaan fisik, APE, saturasi
a. Respon baik:
Gejala (batuk,berdahak,sesak,mengi) membaik.
Perbaikan dengan agonis beta-2 dan bertahan selama 4 jam. APE
>80% prediksi/nilai terbaik.
Respon baik :
Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4jam untuk 24-48jam.
Alternatif: bronkodilator oral setiap 6-8jam.
Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (bila sedang
menggunakan steroid inhalasi) selama 2 minggu, kmd kembali kedosis
sebelumnya.
b. Respon buruk:
Gejala menetap atau bertambah berat APE <60% prediksi/nilai terbaik
1. Agonis b-2 diulang
2. Tambahkan glukokortikoid
Rujuk
Edukasi:
Meningkatkan kebugaran fisik
Berhenti merokok
Menghindari pencetus dilingkungan sehari-hari
d. Bronkiolitis akut
e. Pneumonia aspirasi
pneumonia aspirasi adalah pneumonia yang disebabkan oleh terbawanya bahan yang
ada diorofaring pada saat respirasi ke saluran napas bawah dan dapat menimbulkan
kerusakan parenkim paru.
- Hasil anamnesis:
Kejadian aspiration pneumonia biasanya tidak dapat diketahui waktu terjadinya dan
paling sering pada orang tua. Keluhannya berupa:
1. batuk
2. takipnea
3. tanda-tanda dari pneumonia
Faktor resiko:
1. pasien dengan disfagia neurologis
2. Pasien dengan irupsi dari gastroesophageal junction
3. terdapat abnormalitas anatomis dari traktus aerodigestifus atas
c. Terapi oksigen :
Terapi oksigen jangka pendek
Terapi oksigen merupakan terapi yang dibutuhkan pada pasien-pasien dengan
keadaan hipoksemia akut, diantaranya pneumonia, ppok dengan eksaserbasi akut,
asma bronkial, gangguan kardiovaskular,emboli paru. Pada keadaan tersebut, oksigen
harus segera diberikan adekuat. Pemberian oksigen yang tidak adekuat akan
menimbulkan cacat tetap dan kematian. Pada kondisi ini oksigen harus diberikan
dengan Fi02 60-100% dalam waktu pendek sampai kondisi membaik dan terapi yang
spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang tepat mengatasi
hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan, oksigen harus diberikan
secara teru-menerus. (PDPI,2003)
Untuk pedoman terapi oksigen jangka pendek telah direkomendasikasi dari The
American College of Chest Physicians dan The National Heart, Lung an Blood Institute:
Indikasi terapi oksigen Akut Jangka pendek
Indikasi yang sudah direkomendasikan:
Hipoksemia akut (Pa02< 60 mmHg; Sa02<90%)
Henti jantung dan henti napas
Hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)
Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18mmol/L)
Respiratory distress (frekuensi pernapasan > 24/min)
Inidikasi yang masih dipertanyakan :
Infarka miokard tanpa komplikasi
Sesak napas tanpa hipksemia
Krisis sel sabit
Angina
Terapi oksigen jangka panjang
Pasien dengan PPOK merupakan kelompok yang paling banyak menggunakan terapi
oksigen jangka panjang. Studi awal pada terapi oksigen jangka panjang pada pasien PPOK
memperlihatkan bahwa pemebrian oksigen secara kontinyu selama 4-8 minggu
menurunkan tekanan vascular pulmonal.
Pada pasien PPok dank kor pulmonal, terapi oksigen jangka panjang (long-tern oxygen
therapy/LTOT) dapat meningkatkan jangak hidup sekitar enam samapi tujuh tahun.
Angka kematian menurun pada pasien dengan hipoksemia kronis apabila oksigen
diberikan lebih dari 12 jam sehari dan manfaat survival lebih besar telah ditunjukkan
dengan pemberian oksigen berkesinambungan.
Berdasarkan beberapa penilitian didapatkan bahwa terapi oksigen jangka panjang
dapat memeperbaiki harapan hidup. Karena adanya perbaikan dengan terapi oksigen
jangka panjang, maka saat ini direkomendasikan untuk pasien hipoksemia (Pa02
<55mmHg atau saturasi oksigen ,88%) oksigen diberikan secara terus menerus 24 jam
dalam sehari. Pasien dengan Pa02 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89%, kor pulmonal
atau polisitemia juga memerlukan terapi oksigen jangka panjang.
Pada keadaan ini awal pemberian oksigen harus dengan konsentrasi rendah (Fi02 24-
28%) dan dapat ditingkatkan bertahap berdasarkan hasil pemeriksaan analisis gas darah,
dengan tujuan mengoreksi hipoksemia dan menhindari penurunan pH dibawah 7,26.
Oksigen dosis tinggi yang diberikan kepada pasien dengan PPOK yang sudah mengalami
gagal napas tipe II akan dapat mengurangi efek hipoksi untuk pemicu gerakan
pernapasan dan meningkatkan mismatch ventilasi-perfusi. Pasien dengan gagal napas
tipe II mempunyai resiko hiperkapnia yang sering terjadi karena kelebihan pemberian
oksigen dan tidak adekuatnya terapi yang diberikan.
Pasien yang menerima terapi oksigen jangka panjang harus dievaluasi ulang dalam 2
bulan untuk menilai apakah hipoksemia menetap atau ada perbaiakn dan apakah masih
dibutuhkan terapi oksigen?hingga 40% pasien. (PDPI,2003)
Indikasi terapi oksigen jangka panjang:
Pemberian oksigen secara kontinyu
Pa02 istirahat ,55 mmHG atau saturasi oksigen ,88%
Pa02 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89% pada salah satu
keadaan:
- Edema yang disebabkan karena CHF
- P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P>3mm pada lead
II,III,aVF)
Eritrositemia (hematocrit >56%)
Pa02 >59 mmHg atau oksigen saturasi >89%
Pemberian oksigen tidak kontinyu
Selama latihan: Pa02 <55mmHg atau saturasi oksigen ,88%
Selama tidur: Pa02 <55mmHg atau saturasi oksigen <88% dengan komplikasi
seperti hipertensi pulmonary, somnolen, dan aritmia.
d. Kontraindikasi
Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada:
Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat denga keluhan utama dispneu,
tetapi dengan Pa02 lebih atau sama dengan 60mmHg dan tidak mempunyai hipoksia
kronik.
Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan prognosis yang buruk dan
dapat meningkatkan resiko kebakaran.
Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.
e. Teknik pemberian oksigen
Cara pemberian oksigen dibagi menjadi 2 jenis yaitu system arus rendah dan system
arus tinggi, keduanya masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian.
Alat oksigen arus rendah diantaranya kanul nasal, topeng oksigen, reservoir
mask,kateter transtrakeal dan simple mask.Alat oksigen arus tinggi diantaranya venture
mask dan reservoir nebulizer blenders.
g.
4. Tatalaksana intoksikasi
Sumber :
1. Davey patrick. 2005. At glance medicine. Jakarta: Erlangga.
2. Eliastam michael,dkk. 1998. Penuntun kedaruratan medis. Edisi 5.
Jakarta:EGC.
3. Price A,sylvia,dkk. 2006. Patofisiologi (konsep klinis proses-proses penyakit).
Edisi 6. Jakarta:EGC.
4. Siti setiati,dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam,jilid III. Edisi V. Jakarta :
EGC
5. IDI. 2014.Panduan praktik klinis.jakarta