Anda di halaman 1dari 9

Mini blok 21 Kegawat Daruratan Medik

Pertemuan 1

1. Macam, patofisiologi , penegakan diagnosis dan terapi kegawatdaruratan sistem pernapsan.


a. ARDS
b. Aspirasi
c. Status asmatikus
Asma akut berat (serangan asma atau asma eksaserbasi) adalh episode perburukan
gejala yang progresif dari sesak, batuk,mengi atau rasa berat didada atau kombinasi
dari gejala-gejal tersebut.
 Etiologi
 Patofisiologi
 Gejala dan tanda
- Searangan akut asma

Gejala dan Berat serangan akut Keadaan


tanda Ringan Sedang berat mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Dapat tidur Membungkuk Duduk
telentang
Cara bicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah
gelisah
Frekuensi <20/menit 20-30/menit >30/menit
napas
Nadi <100 100-120 >120 Bradikardia
Pulsus -10mmHg +/- 10-20 +>25mmHG Kelelahan otot
paradoksus mmHg
Otot bantu - + + Torakoabdominal
napas dan parodoksal
retraksi
Mengi Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi Inspirasi dan Silent chest
paksa ekspirasi
APE 80% 60-80% <60%
Pa02 >80mmHg 80-60mmHg <60mmHg
Paco2 <45mmHg <45 mmHg >45mmHg
Sao2 >95% 91-95% <95%

 Pemeriksaan fisik :
Pada fasilitas pelayanan kesehatan sederhana dengan kemampuan sumber
daya manusia terbatas, dapat hanya menekankan pada:
1. Posisi penderita
2. Cara bicara
3. Frekuensi napas
4. Penggunaan otot-otot bantu napas
5. Nadi
6. Tekanan darah (pulsus paradoksus)
7. Tidak ada mengi
 Pemeriksaan penunjang:
1. Serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum pengobatan , tanpa
menunda pemeberian pengobatan. Pemeriksaan ini dilakukan jika alat
tersedia.
2. Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan jika fasilitas tersedia.
3. Saturasi oksigen dengan pulse oxymetri dapat dilakukan bila alat tersedia.
 Tatalaksana
- Penatalkasanaan komperhensif (plan):
1. Penilaian berat serangan
Anamnesis, pemeriksaan fisik (auskultasi, penggunaan obat bantu,
nadi,laju napas, APE, saturasi oksigen, analisa gas garah jika pasien sangat
buruk)
2. Terapi awal
 Oksigen untuk mencapai saturasi lebi dari 0%.
 Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat secara kontinyu dalam 1 jam.
 Glukokortikoid sistemik jika pasien tak ada respon segera atau
sebelumnya.
 Pasien telah mendapat glukokortikoid oral atau jika serangan berat.
3. Re- evaluasi setelah 1 jam= pemeriksaan fisik, APE, saturasi
a. Respon baik:
 Gejala (batuk,berdahak,sesak,mengi) membaik.
 Perbaikan dengan agonis beta-2 dan bertahan selama 4 jam. APE
>80% prediksi/nilai terbaik.
Respon baik :
 Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4jam untuk 24-48jam.
Alternatif: bronkodilator oral setiap 6-8jam.
 Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (bila sedang
menggunakan steroid inhalasi) selama 2 minggu, kmd kembali kedosis
sebelumnya.
b. Respon buruk:
 Gejala menetap atau bertambah berat APE <60% prediksi/nilai terbaik
1. Agonis b-2 diulang
2. Tambahkan glukokortikoid
 Rujuk

- Pengobatan berdasarkan berat serangan dengan tempat pengobatan:

Serangan Pengobatan Tempat pengobatan


Ringan Terbaik: Dirumah, dipraktek
Aktivitas relatif Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat dokter/klinik/puskesmas
normal, bicara satu tunggal atau dikombinasikan
kalimat dalam satu dengan antikolinergik
napas, nadi <100, Alternatif:
APE >80% Kombinasi oral agonis beta-2 dan
aminofillin/teofillin
Sedang Terbaik : Darurat gawat/RS klinik,
Jalan jarak jauh Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam praktek dokter, puskesmas
timbulkan gejala Alternatif:
berbicara beberapa Agonis beta-2 subkutan.
kata dalam satu Aminofilollin IV,adrenalin 1/1000
napas, nadi 100-120, 0,3ml Sk, oksigen bila mungkin
APE 60-80% kortikosteroid sistemik.
Berat Terbaik: Darurat gawat/RS
Sesak saat Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Klinik
beristirahat, Alternatif:
Berbicara kata- Agonis beta-2 SK/IV
perkata dalam satu Adrenalin 1/1000 0,3 mlSK
napas Aminofillin bolus dilanjutkan drip
Nadi >120 Oksigen
APE <60% atau Kortikodtreoid IV
100 l/dt
Mengancam jiwa Seperti serangan akut berat. Darurat gawat/RS
Kesadaran berubah Pertimbangan intubasi dan ICU
Menurun ventilasi mekanis
Gelisah
Sianosis
Gagal napas

 Edukasi:
 Meningkatkan kebugaran fisik
 Berhenti merokok
 Menghindari pencetus dilingkungan sehari-hari

d. Bronkiolitis akut
e. Pneumonia aspirasi

pneumonia aspirasi adalah pneumonia yang disebabkan oleh terbawanya bahan yang
ada diorofaring pada saat respirasi ke saluran napas bawah dan dapat menimbulkan
kerusakan parenkim paru.
- Hasil anamnesis:
Kejadian aspiration pneumonia biasanya tidak dapat diketahui waktu terjadinya dan
paling sering pada orang tua. Keluhannya berupa:
1. batuk
2. takipnea
3. tanda-tanda dari pneumonia
Faktor resiko:
1. pasien dengan disfagia neurologis
2. Pasien dengan irupsi dari gastroesophageal junction
3. terdapat abnormalitas anatomis dari traktus aerodigestifus atas

- hasil pemeriksaan fisis dan penunjang sederhana:

a. inspeksi: dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas.

b. palpasi: fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit

c. perkusi: redup dibagian yang sakit

d. auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin


disertai ronki basah halus, yang kemudian menajdi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.

f. Efusi pleura massif


g. PPOK eksaserbasi akut
h. Edema paru
i. Hematothorax
 Etiologi
Gambaran umum :
a. Hematoraks adalah akumalis darah dalam ruang pleura. Seringkali timbul
pada trauma dada yang hebat dan sering- tetapi tidak selalu disertai dengan
pneumotoraks.
b. Hematoraks dapat disebabkan oleh cedera dari vaskuler dinding dada,
pembuluh-pembuluh darah besar atau organ-organ intratoraks seperti
paru,jantung atau esofagus.
c. Hematotoraks yang besar dapat menimbulkan:
 Syok hipovolemik
 Hipoksia akibat terganggunya ekspansi dari paru.
 Patofisiologi
 Gejala dan tanda:
 Nyeri dada pleuritik
 dispnea
 Pemeriksaan fisik :
 Bunyi napas yang berkurang
 Pada perkusi didengar redup kecuali disertai pneumotoraks yang
bermakna.
 Pemeriksaan penunjang:
Rontgen dada:
a. Cairan terlihat jelas dibagian bawah dari paru pada foto film tegak.
b. Hematoraks mungkin terlihat samar-samar pada foto berbabring dan hanya
menimbulkan redup yang berkurang jelas pada sisi yang terkena.
 Tatalaksana:
a. Hematoraks yang sangat kecil dapat ditangani dengan observasi
b. Setiap hematotoraks yang bermakna didrainase dengan torakostomi pipa dan
dihubungkan dengan suatu water seal dan penghisapan konstan (-20cm air).
c. Darah harus dikeluarkan dan paru harus direeskpansi
d. Drainase melalui pipa dada harus mencerminkan besarnya perdarahan
e. Restorasi volume darah dengan cairan IV atau darah harus dimulai dengan
segera.
f. Torakostomi dalam ruangan operasi harus dipertimbangkan dengan seksama
apabila pasien gagal berespons terhadap tindakan-tindakan yang disebut
diatas.
 Edukasi

2. Survey primer airway dan breathing


3. Macam-macam terapi oksigen
a. Manfaat terapi oksigen:
 Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan meminimalkan
asidosis respiratorik.
 Ada beberapa keuntungan dari terapi oksigen. Terapi oksigen pada pasien PPOK
dengan konsentrasi oksigen yang tepat dapat mengurangi sesak napas saat aktivitas,
dapat meningkatkan kemampuan beraktivitas dan dapat memperbaiki kualitas hidup.
 Manfaat lain terapi oksigen adalah memperbaiki hemodinamik paru,kapasitas latihan,
kor pulmonal, menurunkan cardiac output, meningkatkan fungsi jantung,
memperbaiki fungsi neuropsikiatrik, mengurangi hipertensi pulmonal, memperbaiki
metabolism otot dan diperkirakan dapat memperbaiki impotensi.

b. Indikasi terapi oksigen:


Dalam pemeberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-benar
membutuhkan oksigen, apakah dibutuhkan terapi oksigen, apakah dibutuhkan terapi
oksigen jangka pendek atau terapi jangka panjang.
Indikasi pemeberian oksigen harus jelas. Oksigen yang diberikan harus diatur dalam
jumlah yang tepat dan harus dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari
toksikasi.(PDPI,2003)

c. Terapi oksigen :
 Terapi oksigen jangka pendek
Terapi oksigen merupakan terapi yang dibutuhkan pada pasien-pasien dengan
keadaan hipoksemia akut, diantaranya pneumonia, ppok dengan eksaserbasi akut,
asma bronkial, gangguan kardiovaskular,emboli paru. Pada keadaan tersebut, oksigen
harus segera diberikan adekuat. Pemberian oksigen yang tidak adekuat akan
menimbulkan cacat tetap dan kematian. Pada kondisi ini oksigen harus diberikan
dengan Fi02 60-100% dalam waktu pendek sampai kondisi membaik dan terapi yang
spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang tepat mengatasi
hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan, oksigen harus diberikan
secara teru-menerus. (PDPI,2003)
Untuk pedoman terapi oksigen jangka pendek telah direkomendasikasi dari The
American College of Chest Physicians dan The National Heart, Lung an Blood Institute:
Indikasi terapi oksigen Akut Jangka pendek
Indikasi yang sudah direkomendasikan:
 Hipoksemia akut (Pa02< 60 mmHg; Sa02<90%)
 Henti jantung dan henti napas
 Hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)
 Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18mmol/L)
 Respiratory distress (frekuensi pernapasan > 24/min)
Inidikasi yang masih dipertanyakan :
 Infarka miokard tanpa komplikasi
 Sesak napas tanpa hipksemia
 Krisis sel sabit
 Angina
 Terapi oksigen jangka panjang
Pasien dengan PPOK merupakan kelompok yang paling banyak menggunakan terapi
oksigen jangka panjang. Studi awal pada terapi oksigen jangka panjang pada pasien PPOK
memperlihatkan bahwa pemebrian oksigen secara kontinyu selama 4-8 minggu
menurunkan tekanan vascular pulmonal.
Pada pasien PPok dank kor pulmonal, terapi oksigen jangka panjang (long-tern oxygen
therapy/LTOT) dapat meningkatkan jangak hidup sekitar enam samapi tujuh tahun.
Angka kematian menurun pada pasien dengan hipoksemia kronis apabila oksigen
diberikan lebih dari 12 jam sehari dan manfaat survival lebih besar telah ditunjukkan
dengan pemberian oksigen berkesinambungan.
Berdasarkan beberapa penilitian didapatkan bahwa terapi oksigen jangka panjang
dapat memeperbaiki harapan hidup. Karena adanya perbaikan dengan terapi oksigen
jangka panjang, maka saat ini direkomendasikan untuk pasien hipoksemia (Pa02
<55mmHg atau saturasi oksigen ,88%) oksigen diberikan secara terus menerus 24 jam
dalam sehari. Pasien dengan Pa02 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89%, kor pulmonal
atau polisitemia juga memerlukan terapi oksigen jangka panjang.
Pada keadaan ini awal pemberian oksigen harus dengan konsentrasi rendah (Fi02 24-
28%) dan dapat ditingkatkan bertahap berdasarkan hasil pemeriksaan analisis gas darah,
dengan tujuan mengoreksi hipoksemia dan menhindari penurunan pH dibawah 7,26.
Oksigen dosis tinggi yang diberikan kepada pasien dengan PPOK yang sudah mengalami
gagal napas tipe II akan dapat mengurangi efek hipoksi untuk pemicu gerakan
pernapasan dan meningkatkan mismatch ventilasi-perfusi. Pasien dengan gagal napas
tipe II mempunyai resiko hiperkapnia yang sering terjadi karena kelebihan pemberian
oksigen dan tidak adekuatnya terapi yang diberikan.
Pasien yang menerima terapi oksigen jangka panjang harus dievaluasi ulang dalam 2
bulan untuk menilai apakah hipoksemia menetap atau ada perbaiakn dan apakah masih
dibutuhkan terapi oksigen?hingga 40% pasien. (PDPI,2003)
Indikasi terapi oksigen jangka panjang:
Pemberian oksigen secara kontinyu
 Pa02 istirahat ,55 mmHG atau saturasi oksigen ,88%
 Pa02 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89% pada salah satu
keadaan:
- Edema yang disebabkan karena CHF
- P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P>3mm pada lead
II,III,aVF)
 Eritrositemia (hematocrit >56%)
 Pa02 >59 mmHg atau oksigen saturasi >89%
Pemberian oksigen tidak kontinyu
 Selama latihan: Pa02 <55mmHg atau saturasi oksigen ,88%
 Selama tidur: Pa02 <55mmHg atau saturasi oksigen <88% dengan komplikasi
seperti hipertensi pulmonary, somnolen, dan aritmia.
d. Kontraindikasi
Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada:
 Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat denga keluhan utama dispneu,
tetapi dengan Pa02 lebih atau sama dengan 60mmHg dan tidak mempunyai hipoksia
kronik.
 Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan prognosis yang buruk dan
dapat meningkatkan resiko kebakaran.
 Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.
e. Teknik pemberian oksigen
Cara pemberian oksigen dibagi menjadi 2 jenis yaitu system arus rendah dan system
arus tinggi, keduanya masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian.
Alat oksigen arus rendah diantaranya kanul nasal, topeng oksigen, reservoir
mask,kateter transtrakeal dan simple mask.Alat oksigen arus tinggi diantaranya venture
mask dan reservoir nebulizer blenders.
g.
4. Tatalaksana intoksikasi

 Sumber :
1. Davey patrick. 2005. At glance medicine. Jakarta: Erlangga.
2. Eliastam michael,dkk. 1998. Penuntun kedaruratan medis. Edisi 5.
Jakarta:EGC.
3. Price A,sylvia,dkk. 2006. Patofisiologi (konsep klinis proses-proses penyakit).
Edisi 6. Jakarta:EGC.
4. Siti setiati,dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam,jilid III. Edisi V. Jakarta :
EGC
5. IDI. 2014.Panduan praktik klinis.jakarta

Anda mungkin juga menyukai