Anda di halaman 1dari 15

A.

PENGERTIAN
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik
(kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat
diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi. (Irman Somantri,
2008).
Asma Bronkhial adalah napas pendek yang disertai paroxysmal wheezing. Gejala klinik
wheezing (napas berbunyi) terjadi karena terjadinya peningkatan resistensi/tahanan pada saluran
napas kecil, sehingga diperlukan upaya bernapas lebih banyak, baik untuk menarik maupun
untuk menghembuskan napas, keadaan ini umumnya terjadi tiba-tiba, akan tetapi reversible. Ini
disebabkan karena saluran napas hipereaktif terhadap iritan yang terinhalasi. Akan tetapi
serangan asma dapat juga terjadi karena stimulus non-spesifik seperti udara dingin, asap rokok,
olah gerak atau infeksi virus. (I Made Nasar, 2010).
Jadi penulis dapat menyimpulkan Asma Bronkhial adalah suatu kondisi dimana
saluran/rongga bronkhial mengalami gangguan bronkospasme yang ditandai dengan suara napas
wheezing, dan serangan asma dapat terjadi karena stimulus non-spesifik seperti udara dingin,
asap rokok, olah gerak atau infeksi virus.

B. KLASIFIKASI
Asma terbagi menjadi alergi, iniopatik, nonalergik dan campuran (mixed).
1. Asma Alergik/ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma dengan yang disebabkan oleh
allergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dan lain-lain.
Alergen yang paling umum adalah allergen yang perantaraan penyebarannya melalui
udara (airborne) dan alergen yang muncul secara musiman (seasonal). Pasien dengan
sama alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat
pengobatan eczema atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan
serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
2. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsik, merupakan jenis asma yang tidak
berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperti common
cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi dan polusi lingkungan dapat
menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-adrenergik,
dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai faktor pencetus.
Serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih berat dan sering kali
dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada
beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk
asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa ( > 35 tahu)
3. Asma Campuran (mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling sering
ditemukan. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergi.

C. ETIOLOGI
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu hal yang sering kali
terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkhus. Bronkhus penderita
asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat tersebut,
maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsangan fisik, metabolisme, kimia,
alergen, infeksi dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui
dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Alergen utama: debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
2. Iritan seperti asap, bau-bauan dan polutan
3. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
4. Perubahan cuaca yang ekstrem
5. Aktivitas fisik yang berlebihan
6. Lingkungan kerja
7. Obat-obatan
8. Emosi
9. Lain-lain seperti refluks gastro esofagus

D. GAMBARAN KLINIS
Gejala asma terdiri atas triad: dispnea, batuk dan mengi (bengek atau sesak napa). Gejala sesak
napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non). Hal tersebut berarti jika
penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak napas, maka
perawat harus yakin bahwa pasien bukan menderita asma. Gambaran klinis pasien yang
menderita asma:
1. Gambaran objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti
dibawah ini:
a. Sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing
b. Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan
c. Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan
d. Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
e. Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
2. Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkan sukar bernapas,
sesak dan anoreksia
3. Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas, takut, mudah tersinggung
dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.

E. PATOFISIOLOGI
Tanda patofisiologik asma adalah pengurangan dengan diameter jalan napas yang disebabkan
kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan secret kental yang
lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan volume ekspirasi paksa
(forced expiratory volume) dan kecepatan aliran, hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja
bernapas, pengubahan fungsi otot pernapasan, perubahan recoil elastic (elastic recoil),
penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dan
perubahan gas darah arteri. Jadi, walaupun asma pada dasarnya diperkirakan sebagai penyakit
saluran napas, sesungguhnya semua aspek fungsi paru mengalami kerusakan selama serangan
akut. Lagi pula, pada pasien yang sangat simtomatik seringkali pada elektrokardiografi
ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru. Bila seorang pasien dirawat, kapasita
vital paksa (forced vital capacity) cenderung ≤ 50 persen dari nilai normal. Volume ekspirasi
paksa satu detik(FEV1) rata-rata 30% atau kurang dari yang dperkirakan, sementara rata-rata
30% atau kurang dari yang diperkirakan, sementara rata-rata aliran midekspiratory maksimum
dan minimum berkurang sampai 20 % atau kurang dari yang diharapkan untuk mengimbangi
perubahan mekanik, udara yang terperangkap (air trapping) ditemukan berjumlah besar. Pada
pasien yang sakit berat, volume residual (RV) sering mendekatti 400 persen nilai normal,
sementara kapasitas residual fungsional menjadi berlipat ganda.
F. PENENTUAN DERAJAT BERAT ASMA
Manifestasi Klinik Skor 0 Skor 1
a. Penurunan toleransi beraktivitas Ya Tidak
b. Pengguanaan otot napas tambahan, adanya Tidak ada Ada
retraksiinterkostal
c. Wheezing Tidak ada Ada
d. Respiratory rate per menit <25 >25
e. Pulse rate per menit <120 >120
f. Teraba pulsus paradoksus Tidak ada Ada
g. Puncak Expiratory Flow Rate (L/menit) >100 <100
Keterangan : jika mendapat skor 4 atau lebih, maka pasien dperkirakan mengalami asma berat.
Selanjutnya pasien harus diobservasi untuk menentukan ada tidaknya respon dari terapi atau
segera dikirim ke rumah sakit.

Perubahan dalam arteri blood gas yang berhubungan dengan asma :


Ringan Sedang Berat Status Asmatikus
PO2 Meningkat Normal sampai hipoksemia ringan Hipoksemia Hipoksemia Berat
Menurun sampai normal
PCO2 Menurun Alkalosis Meningkat Peningkatan Jelas
pH Alkalosis Alkalosis Asidosis

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler),
positif jika peningkatan VEP/KVP >20%.
2. Sputum : eosinofil meningkat.
3. Eosinofil darah meningkat.
4. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
5. AGD : terjadi pada asma berat pada fase awal terjadil hipoksemia dan hipokapnia (PCO2
turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik)
6. Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar padda
fotolateral, dapat telihat bercak konsolidasi yang tersebar.
H. PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkhial:
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan adalah:
a. Waktu terjadinya serangan
b. Obat-obatan yang telah diberikan (jenis dan dosis)
2. Pemberian obat bronkodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda:
a. Cari faktor penyebab
b. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

I. OBAT-OBATAN
1. Beta agonists
Beta agonists (b-adrenergic agents) merupakan jenis obat yang diberikan paling awal
yang digunakan dalam pengobatan asma. Hal tersebut dikarenakan obat ini bekerja
dengan cara mendilatasikan otot polos. Agen adrenergik juga meningkatkan pergerakan
silia, menurunkan mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatkan efek bronkolasi
dari kortikosteroid. Agen adrenergik yang sering digunakan antara lain epinephrine,
albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine dan terbutaline. Biasanya diberikan
secara parenteral atau inhalasi. Cara inhalasi merupakan jalan pilihan utama dikarenakan
dapat memengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.
2. Bronkodilator
Pada kasus penyakit asma, bronkodilator tidak digunakan secara oral tetapi dipakai secara
inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik,
maka sebaiknya diberikan aminophilin secara parenteral. Demikian sebaliknya, bila
sebelumnya telah digunakan obat golongan teofilin secara oral maka sebaiknya diberikan
obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronkodilatator simpatomimetik berefek samping menimbulkan takirardia
sehingga penggunaan parenteral pada orang tua harus dilakukan dengan hati-hati. Obat
jenis ini pun berbahaya pada pasien dengan penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Pada orang dewasa, bronkodilator diberikan bersama 0,3 ml larutan
epinefrin 1:1000 (perbandingan tersebut adalah perbandingan epinefrin dan zat pengence,
sehingga yang digunakan adalah epinefrin dengan pengencerean 10-3) secara subkutan.
Sedangkan pada anak-anak diberikan bronkodilator sebanyak 0,01 mg/Kg/BB subkutan
(1 mg permil) dan dapat diulang tiap 30 menit sebanyak 2-3 kali sesuai kebutuhan.
Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik yang selektif terhadap
adrenoreseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin dan Fenoterol). Selain
itu obat-obatan tersebut mempunyai sifat yang lebih efektif dengan masa kerja lebih lama
dan efek samping lebih kecil dari pada bentuk nonselektif (Adrenalin, Efedrin dan
Isoprendlin)
Obat-obat bronkodilator yang diberikan dengan aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistematiknya lebih kecil. Campuran tersebut baik digunakan untuk sesak napas
berat pada anak-anak dan dewasa. Untuk menggunakannya, mula-mula diberikan
sebanyak sedotan metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan
perbaikan, maka dapat diulang tiap empat jam dan jika tidak ada perbaikan selama 10 –
15 menit sefera berikan Aminophilin secara intravena. Pemberian Aminophilin dengan
perlahan disuntikkan secara intravena dalam durasi 5-10 menit. Efek samping yang
timbul jika diberikan secara tidak perlahan adalah menurunnya tekanan darah. Dosis awal
yang diberikan sebesar 5-6 mg/Kg BB untuk orang dewasa dan anak-anak. Sedangkan
dosis penunjang yang diberikan adalah sebesar 0,9 mg/Kg BB/ jam secara infus.
3. Kortikosteroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan, maka pengobatan
dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/Kg BB
intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai
serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednisone atau dengan
dosis 1-2 mg/Kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi
secara bertahap.
4. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2 - 4
liter/menit yang dialirkan melalui air untuk memberikan kelembapan. Obat ekspektoran
seperti Gliserolguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi. Oleh
karena itu, intake cairan per oral dan infuse harus cukup dan sesuai dengan prinsip
rehidrasi. Antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nomor Register :
Nama Klien (inisial) :
Jenis Kelamin :
Umur :
Status Perkawinan :
Pendidikan :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
Tanggal Masuk RS :
Diagnosa Medis :

2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat Kesehatan Saat Ini
(dikaji/diceritakan secara kronologis sejak timbulnya keluhan utama masuk rumah
sakit jangan sampai dengan saat pengkajian, pada saat mengkaji data yang harus
dilengkapi: keluhan utama dan keluhan lain yang menyertai, kondisi klien,
tindakan yang sudah dilakukan. Keluhan utama akan menentukan prioritas
intervensi dan mengkaji pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan
utama yang biasa muncul pada pasien yang mengalami gangguan siklus O2 dan
CO2 antara lain batuk, peningkatan produksi sputum, dispnea, hemoptisis,
wheezing, stridor, dan nyeri dada).
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
(dikaji/diceritakan secara kronologis tentang penyakit yang pernah dialami,
pernah di operasi atau dirawat, riwayat alergi terhadap obat dan makan, riwayat
merokok).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
(dikaji penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga dan menjadi faktor
resiko).
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual
(dikaji kondisi klien berkaitan dengan respon klien terhadap penyakit yang
dialami, nilai-nilai keyakinan dan pelaksanaan keyakinan/ritual ibadah selama
dirawat).
e. Pola Kebiasaan Sehari-hari (sebelum sakit)
1) Nutrisi
2) Eliminasi
3) Personal Hygiene
4) Istirahat dan Tidur
5) Pola aktivitas dan Latihan
6) Kebiasaan yang Mempengaruhi kesehatan

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-Tanda Vital
(tuliskan hasil pemeriksaan TD, RR, dan kondisi umum klien).
b. Pemeriksaan Fisik Head-To-Toe
1) Keadaan Kulit
(perubahan warna dengan suhu lebih hangat dari suhu normal, turgor kulit
buruk, kemerahan).
2) Kuku
(kaji warna kuku, pucat dan kebersihan kuku panjang).
3) Kepala dan Wajah
(kaji tengkorak kepala proporsional dengan ukuran tubuh, tidak tenderness,
tidal skar, kaji rambut berminyak, tebal, dan rata menyebar, wajah simetris
dengan pergerakan wajah simetris).
4) Mata
(kaji kondisi mata : normal, sclera tidak ikterik, pupil berwarna hitam dan
ukurannya sama pada kedua mata, memiliki alis mata tipis, tidak tampak mata
yang menonjol keluar).

5) Hidung
(kaji septum nasal : berada ditengah mukosa, mukosa lembab, tidak ada,
epistaksis).
6) Mulut dan Rongga Mulut
(kaji bibir pucat dan kering, simetris, mukosa pucat, lidah berada pada garis
tengah, tidak ada kesulitan bicara, gusi mudah berdarah, stomatitis).
7) Leher
(kaji warna kulit leher sama dengan kulit secara keseluruhan, otot leher sama
besar pada kedua sisi, tidak terdeness dan massa saat dipalpasi)
8) Dada dan Axilla
(kaji keadaan dada dan axial, tidak tenderness dan adanya massa saat
dipalpasi).
9) Abdomen
(kaji kondisi secara umum abdomen, kulit abdomen tidak pucat, lembut dan
kembung atau teraba tegang).
10) Urogenital
(kaji kebersihan, bau, secret, memakai pampers, jamur).
11) Extremitas Atas
(kaji adakah resistensi pada kekuatan otot, kekakuan, kelemahan dan juga
kontraktur).
12) Extremitas Bawah
(kaji apakah ada kesulitan berjalan/bergerak, penurunan tonus otot, kekakuan,
kelemahan dan kontraktur).

4. PEMERIKSAAN FISIK LANJUT


a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam keadaan
duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya
3) Tindakan dilakukan dari atas sampai bawah
4) Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi, dan
massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis, dan lordosis)
5) Catat jumlah, irama, kedalaman, pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan
dada
6) Observasi tipe pernapasan seperti : pernapasan hidung atau pernapasan
diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). rasio pada fase ini normalnya adalah 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
ditemukan pada pasien dengan Chronic Airflow Limitation (CAL)/Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan
diameter lateral/transversal (T). rasio normal berkisar antara : 1: 2 sampai 5:7,
tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien.
9) Kelainan pada bentuk dada
a) Barrel chest
b) Funnel chest (pectus carinatum)
c) Pigeon chest (pectus carinatum)
d) Kyphoscoliosis
10) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru-paru atau
pleura.
11) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan napas.
b. Palpasi
Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile
premitus (vibrasi). Palpasi toraks berguna untuk mengetahui abnormalitas yang
terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi, dan bengkak. Perlu dikaji juga kelembutan
kulit terutama jika pasien mengeluh nyeri. Perhatikan adanya getaran dinding
dada yang dihasilkan ketika berbicara (vocal premitus).
c. Perkusi
Untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan
pengembangan (ekskursi) diagfragma. Jenis suara perkusi ada 2 jenis :
1) Suara perkusi normal :
a) Resonan (sonor) : dihasilkan pada jaringan paru-paru normal umumnya
bergaung dan bernada rendah.
b) Dullness : di hasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru.
c) Tympany : di hasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat
musical.
2) Suara perkusi abnormal
a) Hipersonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan
timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi udara.
b) Flatness : nadanya lebih tinggi dari dullness.
d. Auskultasi
1) Jenis suara napas normal :
a) Bronkhial : suara ini dahasilkna oleh udara yang melalui suatu tube (pipa),
suara terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut, normal
terdengar di atas trachea/ daerah lekuk suprasternal.
b) Bronkovesikuler : gabungan dari suara napas vesikuler dan bronkhial.
Suara terdengan nyaring dengan intensitas sedang. Letak suara di daerah
dada di mana bronkus tertutup oleh dinding dada.
c) Vesicular : terdengar lembut, halus seperti angin sepoi-sepoi. Pada saat
ekspirasi terdengar seperti tiupan.
2) Jenis suara napas tambahan :
a) Wheezing : suara nyaring, suara terus-menerus yang disebabkan oleh
aliran udara melalui jalan napas yang menyempit.
b) Ronchi : suara perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus menerus,
berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.
c) Pleural friction rub : suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat
dari inflamasi pada daerah pleura.
d) Crackles :
- Fine crackles : suara meletup, terpatah-patah, suara seperti rambut
yang digesekan.
- Coarse crackles : suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong .
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (darah, sputum, feces, urine, secret)
b. Radiologi
c. Pemeriksaan lainnya

B. DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Diagnosis : pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme dan edema jalan
napas.
Hasil yang diharapkan : pola napas klien membai, dibuktikan dengan : turunya
laju respirasi ke batas normal, dispnea berkurang, napas cuping hidung berkurang,
dan penggunaan otot bantu napas berkurang., AGD dalam batas normal, saturasi
oksigen <95% , TTV dalam batas normal.
Intervensi : kaji klien secara berkala, amati kecepatan napas dan kedalaman
napas. Kaji pola napas seperti sesak, bibir yang mengkerucut, napas cuping
hidung, retraksi sternum, dan interkostal atau fase ekspirasi yang memanjang.
Letakkan klien pada posisi semi fowler dan berikan oksigen sesuai kebutuhan,
monitor AGD dan saturasi oksigen,
2. Diagnosis : bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi
mukus, jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi secret dan
bronkospasme.
Hasil yang diharapkan : klien memiliki bersihan jalan napas efektif, dibuktikan
dengan : berkurangnya mengi saat inspirasi dan ekspirasi, menurunnya ronkhi,
dan berkurangnya batuk kering yang produktif.
Intervensi : biala jalan napas terganggu dapat dilakukan suction jika terdapat
secret, kaji warna dan konsistensi sputum, bantu klien untuk melakukan batuk
efektif, perbanyak minumuntuk mengencerkan secret, berikan inhalasi.
3. Diagnosis : gangguan pertukarn gas berhubungan dengan udara yang terjebak.
Hasil yang diharapkan : pertukaran gas adekuat, dibuktikan dengan :
berkurangnya mengi saat insiprasi dan ekspirasi, berkurangnya ronkhi, saturasi
O2 >90%, PaO2 >60 mmHg, paCO2 sama atau kurang dari 45 mmHg, Ph 7,35-
7,45, warna kulit normal, berkurangnya batuk kering dan tidak produktif.
Intervensi : kaji suara paru selama periode akut untuk memastikan gas adekuat,
kaji warna kulit dan membrane mukosa, kaji oksimetri nadi untuk kadar saturasi
O2, berikan O2 sesuai kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai