Anda di halaman 1dari 170

STATUS ASMATIKUS

PENILAIAN ASMA AKUT BERAT


1. POTENSIAL MENGANCAM JIWA
Gejala dan tanda
Bising mengi dan sesak nafas meningkat sehingga pasien tidak dapat
menyelesaikan kalimat dalam satu pernafasan atau tidak dapat berdiri dari
kursi
/tempat tidur.
Frekwensi pernafasan > 25 kali /menit.
Frekwensi jantung menetap > 110 kali /menit
Arus puncak Ekspirasi ( APE ) < 40 % nilai prediksi atau nilai tertinggi yang
pernah dicapai penderita bila diketahui ( < 120 1 /m bila hasil terbaik tidak
diketahui ).
Tekanan darah sistolik turun 10 mm Hg waktu inpirasi ( pulpus paradoksus ).
2. SUDAH MENGANCAM JIWA
a. Gejala dan tanda
Silent chest pada auskultasi
Sianosis
Bradikardi
Kelelahan, gelisah atau penurunan kesadaran.
b. Tekanan gas darah
PaCO2 normal atau meningkat pada pasien asma dengan sesak nafas.
Hipoksia berat : Pa02 <60 mm Hg
Nilai pH rendah.
3. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan segera

Berikan Oksigen konsentrasi tinggi 4 - 6 1/m, maksimal 8 I/mb.


Retensi CO2 tidakakan bertambah dengan pemberian oksigen pada pasien
asma akut berat.

Berikan inhalasi B2 agonis dosis tinggi Salbutamol 2,5 - 5 mg atau


terbutalin 5 - 10 mg dengan nebuliser bersama oksigen. Bila nebuliser tidak
tersedia gunakan inhaler dosis terukur dengan nebuhaler ( 2 - 5 mg, 20 -50
semprot, 2 - 4 semprotan tiap isap )

Berikan dengan segera steroid sistemik dosis tinggi prednisolone


30 - 60 m atau Hidrocortisone 200 mg atau keduanya secara intravena. Bila
menggunakan long acting steroid ( Dexamethasone ) berikan hari ke 1 - 2
selama 24 jam pertama selanjutnya dengan oral ( diencerkan dalam 15 % 20
mg ). Suntikan S.C atau i.m 200 mg.

Penatalaksanaan Lanjutan
1. Pasien harus didampingi dokter atau perawat minimal selama 15 menit
sampai timbul perbaikan yang nyata.
2. Pemberian oksigen dilanjutkan 2 - 4 It /menit.
3. Lanjutkan pemberian steroid dosis tinggi
Prednisolon oral 30 - 60 mg /hari atau Hidrocortison 200 mg IV tiap 6 jam
pada pasien berat /muntah dalam 24 jam berikut.
4. Bila kondisi pasien membaik, lanjutkan pemberian B2 agonis nebulasi tiap
4 jam.
5. Bila tidak membaik setelah 15 -30 menit, ulangi nebulasi dengan
menambah Ipratropium bromide 0,5 mg.
6. Bila perbaikan belum terlihat pertimbangkan pemberian Aminophylin atau
B2 agonis parenteral.
- Infus Aminophylin 0,5 - 0,9 mg /kg /jam
Bila berat badan tidak diketahui kecil : 600 - 1000 mg /24 jam sedang :
900 - 1500 mg /24 jam besar : 1100 - 1900 mg /24 jam
Pemberian bolus tidak dianjurkan oleh karena os sudah mendapat
bolus sebelumnya. Dosis rendah diberikan pada pasien dengan
Gangguan Liver
Gagal Jantung
Mendapat Cimetidine, Ciprofloxacin dan Erithromisin. Dosis
tinggi diberikan pada perokok berat.
- Infus Salbutamol atau Terbutalin
- 12.5 ug /menit ( 3 - 20 ug /menit ) kecepatan infus disesuaikan dengan
respons APE dan denyut jantung.
Pemantauan pengobatan
1.Ulang pemeriksaan APE 15 -30 menit setelah pengobatan dimulai. Catat hasil
APE sebelum dan sesudah pemberian B2 agonis dengan nebulasi minimal 4 kali
sehari selama pasien dirawat sampai ada perbaikan selanjutnya 2 x setiap hari
pagi dan malam.
2.Ulangi pemeriksaan AGDA bila
a. Pa02 awal < 60 mm Hg, kecuali saturasi 02 > 90%
b. PaCO2 awal normal atau meninggi
c. Kondisi pasien memburuk
Ulangi lagi pemeriksaan bila kondisi pasien tidak membaik dalam 4 - 6 jam.
3.Ukur dan catat frekwensi jantung.
4.Ukur kadar Aminophylin serum bila infus Aminophylin dilanjutkan lebih dari
24 jam.
5. Ukur kadar kalium darah dan kadar gula darah.
Catatan
Obat sedatif merupakan kontra indikasi mutlak kecuali di ICU.
Antibiotik diberikan bila ada tanda-tanda infeksi bakteri yang jelas seperti
kuman, riak purulent dan leukositosis.
2

Fisioterapi dengan perkusi merupakan kontra indikasi.


Indikasi masuk ICU
1. Hipoksia Pa02 < 60 mm Hg dengan pemberian 02 60
2. Hiperkapnia PaCO2 > 50 mm Hg yang tidak menurun setelah 4 - 6 jam.
3. Terdapat tanda-tanda kelelahan.
4. Gelisah
5. Penurunan kesadaran.
6. Henti nafas.

PENATALAKSANAAN SELAMA DIRAWAT DAN WAKTU DIPULANGKAN


LAMA PERAWATAN
Pasien tidak harus dipulangkan dalam keadaan normal, yaitu sampai gejalagejala menghilang dan fungsi paru stabil atau kembali ke normal atau mencapai nilai
tertingginya.
Pasien dapat dipulangkan bila
1. Hasil pemeriksaan APE menunjukkan
- APE > 75 % nilai prediksi /nilai tertingginya.
- Variasi diurnal < 25
- Variasi diurnal = APE tertinggi- APE terendah
-----------------------------------x 100
APE tertinggi
2. Tidak ada gejala sesak nafas waktu malam
Bila kriteria ini belum diperoleh, pasien harus dikonsulkan ke konsulen.
PENATAAN PENGOBATAN SEBELUM DIPULANGKAN
Inhalasi steroid harus dimulai minimal 48 jam sebelum dipulangkan.
Penggunaan Nebuliser harus diganti dengan menggunakan inhaler 24 - 28 jam
sebelum dipulangkan kecuali bila pasien harus menggunakan nebuliser di rumah.
Tehnik menggunakan inhaler harus dicek, bila perlu digunakan alat inhaler yang lain
spacer, nebuhaler ). Bagi pasien yang mendapat obat golongan Xanthine per oral,
kadar theofylin darah harus dimonitor.

OBAT-OBATAN WAKTU DIPULANGKAN


Semua pasien yang dipulangkan harus mendapat
- Steroid oral ( prednisolone 20 -30 mg /hari ) untuk I sampai 3 minggu ( lebih
lama pada pasien asma kronis ) sesuai rencana yang dibuat tertulis.
- Obat anti inflamasi inhalasi ( biasanya steroid )
- Inhalasi B2 agonis.
- Theofylin oral, atau B2 agonis oral ( long acting ), atau inhalasi ipratropium
bila diperlukan.
Semua pasien melanjutkan pemakaian inhalasi steroid dan inhalasi B 2 agonis
sampai rawat jalan ( kontrol ) ke poliklinik pertama kali sejak dipulangkan.
Steroid oral dapat distop sebelum kontrol ke poli, tetapi jangan di stop atau
dikurangi bila asmanya perburukan.
Kontrol ke poliklinik dilakukan dalam waktu 1 minggu setelah penderita
pulang.

ENSEFALOPATI HEPATIK (EH)


DEFINISI
Adalah suatu sindroma neuropsikiatri yang disebabkan oleh penyakit hati baik akut maupun
kronik. Disertai atau tidak dengan "shunting" Porto-sistemik.
Penyakit hati yang dapat menimbulkan ensefalopati hepatik adalah
1. Penyakit hati akut fulminan
2. Penyakit hati kronik : sering disebut sebagai Ensefalopati Porto Sistemik ( EPS ).
PATOFISIOLOGI

Belum jelas benar.

Faktor yang diduga berperan adalah


1.
Akumulasi
bahan
toksik sebagai hasil metabolisme protein di usus.

2. Peningkatan GABA sebagai nerotransmitter palsu.


3. Kadar AARC (Asam Amino Rantai Cabang ) menurun.

Faktor pencetus EH
- Faktor endogen : Keadaan sel-sel hati sendiri. Terutama berperan pada EH
karena penyakit hati akut.
- Faktor eksogen
a. Diit protein berlebihan per oral.
b. Infeksi
c. Perdarahan saluran cerna.
d. Diuretika kuat.
e. Azotemia apapun sebabnya.
f. Obat analgetika kuat, sedatif, narkotik.
g. Obstipasi
h. Syok ( terutama hipovolemia ).
Faktor eksogen terutama berperan pada EH karena penyakit hati kronik.
GEJALA KLINIK

Gangguan psikiatri : gangguan kesadaran bervariasi


mulai dari perubahan tingkah laku sampai koma.

Gangguan nerologi : asteriksis, hiperrefleksi,


kejang-kejang spastik. Gejala nerologi akan menghilang apabila sudah terjadi
koma dalam.

Kelainan EEG : tidak khas.


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah :
1. Gula darah.
2. Pemeriksaan faal hati.
3. Pemeriksaan faal koagulasi.
4. Pemeriksaan elektrolit darah.
5. Pemeriksaan faal ginjal.
PENATALAKSANAAN
Ensefalopati Porta-Sistemik ( EPS )

1. Identifikasi dan atasi faktor pencetus. Sering dengan mengatasi faktor pencetus
penderita sudah dapat sadar kembali.
2. Menurunkan produksi bahan nitrogen usus
- Diit bebas protein pada saat koma, jumlah protein ditingkatkan secara
bertahap disesuaikan dengan perbaikan klinik.
- Pembersihan usus
Dilakukan lavamen tinggi 2 kali sehari, untuk beberapa hari pertama.
Selanjutnya diberikan neomisin atau laktulosa. Dosis laktulosa disesuaikan
dengan jumlah defekasi. Usahakan agar jumlah defekasi sehari 2 3 kali.
3. Diit cukup kalori dan vitamin.
4. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Pada EPS kronik menetap, sering diperlukan usaha terus menerus seperti
tersebut diatas untuk mempertahankan kesadaran kadang-kadang diperlukan
terapi khusus misalnya Dopamin agonis ( Bromokriptin ).

GAGAL JANTUNG
PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan sindroma klinik yang sangat penting, karena
1. Morbiditas yang tinggi, merupakan 70-80 persen pasien yang dirawat di rumah
sakit.
2. Mortalitas yang tinggi, angka kematian pertahun lebih dari 50 % pada kasus yang
berat.
3. Sangat mempengaruhi kemampuan fisik penderita.
4. Dampak sosial dan ekonomi yang sangat besar.
5. Merupakan sindroma yang kompleks dan tanpa akhir.
DEFINISI
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang timbul sebagai akibat ketidak mampuan
jantung memompa sejumlah darah untuk mencukupi kebutuhan metabolik jaringan.
Berat-ringan gagal jantung mempunyai sebaran ( range ) yang luas. Untuk itu dikenal
pembagiannya dalam beberapa kelas menurut modifikasi New York Heart
Association. Pembagian tersebut ialah

Kelas I :
Kelas II :
Kelas III
Kelas IV :

Gagal jantung tanpa gejala ( asimtomatik )


Gagal jantung ringan ( gejala timbul pada aktifitas berat )
Gagal jantung sedang ( gejala timbul pada aktifitas ringan )
Gagal jantung berat ( gejala timbul pada waktu istirahat )

ETIOLOGI
Secara patofisiologik gagal jantung sistolik dapat berasal dari
l. Peningkatan preload ( beban awal ), misal : MR ( regurgitasi Mitral ), AR dan TR.
2. Penurunan pengisian ventrikel, misal : MS, TS, Tamponade jantung 3. Kelemahan
otot jantung, misal : Infark Miokard ( MI ), Kardiomiopati Kongestif
4. Peningkatan afterload ( beban akhir ), misal : Hipertensi, Coarctatio aortae, AS, PS,
Kardioidiopato-hipertrofik dengan obstruksi.
5. Hilangnya peran sistolik atrium, misal : hipertrofi hebat atrium, fibrilasi atrium,
pemakaian pacu jantung.
6. Peningkatan beban metabolik, misal : Tirotoksikosis, Anemia, Beri-beri
Sedangkan gagal jantung diastolik terjadi karena penurunan kemampuan
mengembang jantung, misal : hipertrofi ventrikel, amiloidosis, kardiomiopati
hipertrofik
PATOFISIOLOGI
Gagal jantung umumnya dihubungkan dengan turunnya isi semenit ( CO ) / ( low
output failure ), meskipun tak selalu demikian, misalnya yang terjadi pada
tirotoksikosis, anemia, beri-beri ( high output failure ). Akibat turunnya CO, maka
darah dalam sirkulasi akan menurun. Ini akan menimbulkan reaksi, yang dikenal
sebagai mekanisme kompensasi

A. Neurohormonal, berupa :
1. Hipertoni simpatik vasokonstriksi dan takikardia "venous return " ( darah
balikan ) meningkat beban awal meningkat CO meningkat. Tetapi bila
berlebihan kenaikan afterload ( beban akhir ) memperberat jantung.
2. Aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron kenaikan hormon
Angiotensin II dan Aldosteron. Ini akan mengakibatkan vasokonstriksi, retensi
air dan garam beban awal meningkat mula-mula CO naik, tetapi bila
berlebihan memperberat jantung. Selain ini masih terdapat peningkatan
aktifasi beberapa hormon lain yaitu Prostaglandin, Atrio Natriuretic Factor
dan Arginin-vasopressin.
B. Intrinsik, berupa
1. Dilatasi ventrikel, menurut HK Frank-Starling hal ini akan meningkatkan
regangan ventrikel kontraksi lebih kuat.
2. Hipertrofi ventrikel. Ini juga akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.
Peningkatan aktifitas hormonal ini mengakibatkan kenaikan beban awal dan
beban akhir yang dikemudian hari akan membebani jantung. Akibat beban yang
berlebihan ini jantung akan merespons dengan mengadakan perubahan anatomik,
yang dikenal dengan "remodeling" berupa hipertrofi dan dilatasi ventrikel
( mekanisme kompensasi intrinsik ) CO meningkat ( HK Frank-Starling ).
Disamping kelainan jantung yang mengakibatkan gangguan fungsi tersebut masih
terdapat fajctor lain yang merupakan triger timbulnya gagal jantung yang disebut
faktor pencetus, misal IMA, anemia berat, perdarahan, overhidrasi, hamil,
kegemukan, beban yang sangat meningkat dan tranfusi darah yang terlalu cepat /
banyak.
GAMBARAN KLINIK DAN LABORATORIK.
Diwarnai oleh perubahan-perubahan akibat dari :
mekanisma kompensasi
: berdebar, keringat dingin, takikardia
sindroma " low output "
: lesu, lelah, lemah, tak bergairah, bingung,
konsentrasi menurun, gelisah.
sindroma kongesti
: sesak nafas, edema paru, JVP meninggi, asites,
hepatomegali, edema tungkai, batuk darah.
sindroma akibat remodelling
: hipertrofi dan dilatasi ventrikel dan atrium,
irama gallop, bising jantung dsb.
Secara laboratorik gagal jantung tidak memberikan gangguan yang khas. Beberapa
diantaranya
Darah tepi
: Lekositosis
Foto dada
: Tanda pembesaran jantung, tanda kongesti
Ekokardiografi
: Tanda pembesaran ruang jantung, penurunan
kontraktilitas, penurunan fraksi terpompa,
penurunan kelainan anatomik lain bila ada.
Uji latih jantung berbeban
: Kapasitas fungsional turun
Kateterisasi jantung
: Peningkatan - peningkatan tekanan
akhir
diastolik ventrikel kiri (LVEDP ), LVED
Volume, tekanan arteri pulmonalis, ventrikel
kanan dan tekanan " wedge " kapiler paru

(PCWP). Ini semua menandakan adanya


kongesti. Disamping itu juga dapat diukur CO,
indeks jantung, dsb.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang teliti dan terarah, pemeriksaan
fisik yang cermat, pemeriksaan laboratorium yang terarah. Diagnosis hendaknya dini
agar pengelolaan mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Pada gagal jantung berat penegakan diagnosis sangat mudah, sebab semua
gejala dan tanda sangat jelas, tetapi ini biasanya sudah terlambat sebab kerusakan
jantung sudah parah, sulit dipulihkan. Pada bentuk yang ringan kita harus waspada
terhadap timbulnya gejala dan tanda yang masih samar-samar sebab adanya
mekanisme kompensasi akibat gagalnya ventrikel. Dengan memahami patofisilogi
dan mengenal dengan baik gambaran klinik, maka diagnostik dapat lebih mudah
ditegakkan. Bantuan pemeriksaan penunjang sering diperlukan, terutama foto rontgen
dada.
PENGELOLAAN
Gagal jantung asimtomatik dan ringan dapat dikelola secara ambulan dengan
terapi non farmakologik. Bila perlu dapat diberikan obat penghambat ACE ( pada GJ
asimtomatik ), bahkan bisa ditambahkan diuretika pada GJ ringan. Indikasi perawatan
dirumah sakit biasanya bila gagal jantung kelas III dan IV, atau gagal jantung dengan
penyulit lain, misal gangguan irama major, keracunan digitalis, infeksi berat,
gangguan metabolik berat, gangguan keseimbangan elektrolit, krisis hipertensi dll.
Penanggulangan gagal jantung semestinya melalui beberapa langkah :
1. Pengujian diagnosis
2. Pencarian etiologi dan faktor pencetus untuk dikoreksi
3. Stratifikasi penderita berdasar risiko ( kelas I-IV )
4. Pertimbangan perujukan untuk pengobatan yang lebih baik
5. Pemahaman patofisiologik, agar dapat mengelola secara rasional
6. Pemahaman obat jantung, agar dapat menggunakan dengan tepat.
7. Pemahaman pengetahuan dan tehnik rehabilitasi, agar dapat mengembalikan
penderita pada masyarakat dengan baik.
Langkah non farmakologik :
Kegiatan fisik yang disesuaikan
Diit rendah garam
Turunkan berat badan
Stop merokok dan minum alkohol
Tangkal stres
Tindakan Umum pada perawatan diruang rawat :
1. Tirah baring dengan posisi setengah duduk
2. Oksigen kanul nasal / masker 3 - 5L /mn, tergantung P02 darah
3. Infusion line, Dekstrosa 5 % tetesan lambat, 12 tetes / mn
4. Ambil darah untuk pemeriksaan yang diperlukan
5. Diit rendah kalori dengan bentuk yang mudah dicerna dan rendah garam, 1300 1500 kal/hr, garam 2-4 gram/hr.

6. Laksansia ringan, misal 2 x 15 cc paraffin liq


7. Obat penenang ringan, misal diazepam 3 x 2 mg
8. Obat ekspektoransia bila perlu
9. Psikoterapi agar penderita tenang dan dapat bekerjasama.
Tindakan Khusus :
a. Menghilangkan sebab GJ, bila mungkin
b. Menghilangkan faktor pencetus
c. Meningkatkan daya kerja jantung dan mengurangi beban jantung. Ditentukan
parameter patofisiologik yang berperan dan dimanipulasi.
1. Manipulasi parameter hemodinamik.
menurunkan preload dengan diir rendah garam, pemakaian diuretika dan
venodolator.
menurunkan afterload dengan vasodilator
menurunkan frekwensi denyut jantung dengan preparat digitalis, penyekat
beta (hati-hati)
meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan digitalis, beta 2 agonist
dan obat inotropik lain : dobutamin, dopamin, milrinon dan amrinon
( hanya untuk GJ berat dan jangka pendek )
2. Mengontrol kembali peningkatan aktifitas hormonal, misalnya dengan obat
penghambat ACE.
Tindakan Rehabilitasi
Mental dengan psikoterapi dan pendidikan mengenai penyakitnya.
Fisikal dengan latihan fisik bertahap menurut prinsip rehabilitasi jantung.

10

ANGINA PEKTORIS
PENDAHULUAN
Kita mengenal dua jenis angina, yaitu angina stabil dan angina tak stabil.
Kedua jenis ini mempunyai kesamaan dalam hal keluhannya yaitu nyeri dada yang
karakteristik. Tetapi mempunyai perbedaan dalam beratnya, kelainan anatominya dan
risikonya bagi penderita.
KARAKTERISTIK ANGINA PEKTORIS
a. Lokasi
Biasanya dirasakan terkuat disubsternal, bisa pula diepigastrium. Nyeri menyebar
ke leher rahang atau kelengan-tangan kiri, bisa pula ke punggung.
b. Sifat
Baur/tidak tajam terasa seperti tertekan, tertindih benda berat, rasa seperti
diremas, terbakar, teriris, kadang hanya rasa tak enak saja.
c. Lamanya
Angina umumnya terasa hanya selama 2-20 menit, reda dengan pemakaian nitrat
atau istirahat. Bila tak reda dengan kedua hal tersebut, maka mungkin sekali kita
menghadapi infark miokard.
d Faktor Pencetus
Aktifitas fisik tertentu misal jalan cepat, makan, udara dingin, perubahan suhu,
cema, stres, awal dari tidur, menyangga beban berat.
e Faktor Yang Meringankan
Istirahat, pemakaian nitrat sublingual, tahan nafas, tindakan valsava dan pijat A.
Karotis
e. Gejala Penyerta
Cemas, keringat dingin, sesak nafas, rasa takut.
Intensitas angina dapat dikelompokkan menjadi beberapa, bagian ( Canadian CardioVascular Society )
Kelas I : Angina yang timbul pada aktifitas berat, tergesa-gesa, cepat atau lama
dan tak timbul pada kegiatan fisik sehari-hari.
Kelas 2 : Angina ringan timbul pada kegiatan sehari-hari, misal jalan 400 m, naik
tangga dengan cepat, jalan menanjak, jalan melawan angin, jalan atau
naik tangga setelah makan.
Kelas 3 : Angina berat dan sangat mengganggu pada kegiatan sehari-hari
Kelas 4 : Angina yang timbul pada kegiatan apapun, bahkan pada waktu istirahat.

11

Angina pektoris timbul bila terdapat iskemia otot jantung akibat ketidak seimbangan
antara kebutuhan dan penyediaan oksigen. Hal yang menyebabkan turunnya
penyediaan oksigen :
1. Penyempitan A. Koronaria
2. Spasme A. Koronaria
3. Penurunan aliran darah ke jantung
Kenaikan kebutuhan oksigen terjadi pada :
1. Hipertrofi ventrikel
2. Anemia berat
3. Hipertiroid
4. Hipertensi
5. Kegiatan fisik
6. Frekwensi denyut jantung meningkat
I. ANGINA PEKTORIS STABIL
Definisi
Angina pektoris ( AP ) stabil ialah nyeri dada iskemik yang timbul akibat kegiatan
fisik dan tak terdapat perubahan dalam frekwensi, intensitas dan lamanya dalam 30
hari terakhir.
Patofisiologi
Nyeri dada timbul akibat ketidak sesuaian antara penyediaan dan kebutuhan oksigen
miokard. Ini bisa akibat penyediaan yang berkurang misalnya akibat stenosis A.
koronaria, atau kebutuhan 02 meningkat oleh berbagai sebab atau kedua-duanya.
Diagnosis
Dasar
Nyeri dada yang khas
Perubahan EKG yang khas terutama pada waktu serangan, misal depresi segmen
ST I mm atau lebih, gelombang T negatif pada sandapan tertentu.
Untuk menegakkan diagnosis iskemia sering kita harus melakukan uji latih jantung
berbeban ( UJLB ), sebab EKG istirahat tidak informatif. Bisa pula kita lakukan
perekaman EKG ambulatoir dengan Holter monitor, agar kita dapat menangkap
gambaran EKG ketika dalam serangan.
Stratifikasi penderita berdasar risiko
Untuk ini diperlukan anamnesis yang cermat, bila perlu dapat dibantu UJLB,
monitoring EKG secara ambulans, bahkan pemeriksaan radionuklid. Pada penderita
risiko tinggi angiografi koronaria. Angina pektoris kelas III / IV, angina pada usia
muda, angina disetai aritmia dan hasil UJLB yang buruk angiografi koronaria,
untuk menetukan terapi selanjutnya : konvensional atau intervensional (PTCA / bedah
pintas koronar )
Pengelolaan
Non-farmakologik : kurangi beban jantung istirahat, gaya hidup sehat dengan
pengendalian faktor risiko dan pencetus.

12

Farmakologik
Turunkan beban jantung : turunkan frekwensi denyut jantung dan kontrol tekanan
darah, regresi LVH, kontrol stres. Bila terdapat gagal jantung segera atasi.
Obat-obat penyekat beta, antagonis kalsium dan penghambat ACE sangat berguna,
juga diuretika bila terdapat gagal jantung.
Tingkatkan penyediaan oksigen untuk miokard, misal dengan obat vasodilator
koronar, misal golongan nitrogliserin dan nitrat oral. Bila tak berhasil dapat
diberikan nitrogliserin parentral.
Tindakan Intervensional
Bila usaha ini tak berhasil atau bila kita menghadapi penderita dengan risiko tinggi
stenosis berat, " left main artery ", lesi multipel, lesi kompleks ), atau angina pada
usia muda. Tindakan dapat angioplasti koronaria atau bedah pintas koronaria.
II. ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
Definisi
Angina pektoris tidak stabil yaitu suatu sindrorna klinik dengan nyeri iskemik dengan
spektrum luas dengan berbagai penampilan klinik yang umumnya memperlihatkan
perburukan gejalanya meski tanpa bukti adanya nekrosis miokard.
Beberapa terminologi sering digunakan antara lain : Sindroma periinfark, angina
preinfark, impending myocard infark, angina Prinzmetal, angina varian, status
anginous, " intermediate coronary thrombosis ", insufisiensi koroner akut, angina
kresendo, angina progresif, angina tak stabil. Termasuk didalamnya
" First onset angina "
" Progressive / Crescendo angina "
" Prinzmetal ( variant ) angina "
" Postinfarction angina
Patofisilogi
Timbul sebagai akibat dari adanya ateroma yang menjadi tidak stabil, akibat dari
terjadinya fisura spontan dan mendadak sehingga terjadi kontak antara pletelet dari
sirkulasi dengan berbagai bahan isi dari ateroma, antara lain agregator pletelet
deposis fibrin terbentuk trombus. Terlepasnya tromboksan A2 dan agregator lain
agregasi pletelet meningkat dan juga terjadi spasme koronar aliran darah makin
berkurang secara progresif ( Wallace dkk, 1990, Chesebro dkk, 1991 ). Disamping itu
trombus yang terbentukpun belum stabil.
Gambaran klinik dan laboratorik
Nyeri dada dengan intensitas yang kuat dengan frekwensi semakin sering dan
semakin kuat. Bahkan dapat timbul nyeri ketika istirahat atau aktifitas ringan.
Respons terhadap nitratpun berkurang. Gambaran EKG bisa bermacam-macam.
Dalam serangan biasanya kita jumpai depresi segmen ST > 1 mm. Bisa juga kita
temui elevasi segmen ST ( angina Prinzmetal ) dan perubahan gelombang T.
Perubahan ini sering hanya temporer ketika dalam serangan. Tetapi tak terjadi
geombang Q patologik. Enzim jantung biasanya tidak meningkat karena tidak ada

13

nekrosis.
Diagnosis Ditegakkan dengan
Anamnesis adanya nyeri dada yang khas
Gambaran EKG adanya iskemi pada waktu serangan ( depresi atau elevasi
segmen ST )
Pengelolaan
Pengelolaan umum dengan tujuan mengurangi beban jantung, mengontrol faktor
pencetus dan tindakan berjaga jaga. Seperti yang kita lakukan pada infark akut.
Perlakuan ini diberikan sampai angina terkontrol dan bebas nyeri dada > 24 jam. Diit
penderita dipuasakan 8 jam, kemudian dimulai diit cair ( 24 jam pertama ) yang
secara bertahap dinaikan menjadi 1300 kal/hari rendah garam dan rendah lemak.
Pengelolaan Khusus
1. Atasi nyeri dada : Nitrat sublingual dilanjutkan dengan oral. Bila belum berhasil
diberikan Nitrogliserin IV dengan titrasi dosis. Dimulai dengan 5 microgram / mn
dinaikkan tiap 5 menit dengan 5 microgr 3 nyeri hilang. Rata-rata 100
microgram/mn. Bisa pula digunakan Isosorbid dinitrat drip dengan titrasi dosis.
Bilas nyeri hilang teruskan dengan dosis 2 mg / jam. Bila nyeri berulang titrasi
lagi, sesudah nyeri hilang beri dosis pertahanan 4 mg / jam. Demikian seterusnya.
Dosis pemeliharaan maksimlal 10 mg /jam.
2. Turunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan frekwensi denyut jantung,
tekanan darah atau rangsang simpatik, antara lain dengan obat penyekat beta. Bila
perlu tambahkan antagonis kalsium. Tetapi pada angina varian pilihan pertama
adalah antagonis kalsium.
3. Anti koagulans dan anti agregasi pletelet. Heparin bolus 5000 unit iv diteruskan
drip sekitar 1000 unit/jam sampai INR 1, 5 - 2. Aspirin dosis 160 mg / hr.
Bila usaha berhasil artinya nyeri terkontrol dalam 24 jam rawat diruangan
dan stres test dilakukan sebelum penderita dipulangkan. Bila terapi gagal dalam 24 48 jam angiografi koroner diteruskan dengan angioplasti koroner atau bedah pintas
koroner. Bila perlu dipasang IABP sebelumnya.
Indikasi angioplasti koroner
lesi diskret pada 1 atau 2 pemb. koroner
restenosis
Indikasi bedah pintas koroner
stenosis " left main coronary artery "
stenosis pada 3 pemb. koroner
angioplasti koronaria secara teknik sukar dilakukan
angioplasti koronaria gagal

14

INFARK MIOKARD AKUT


PENDAHULUAN
Merupakan salah satu manifestasi klinik Penyakit Jantung Koroner ( PJK )
yang sering dihadapi dirumah sakit. Insidensnya cukup tinggi di negeri barat, yaitu
3,5 perseribu pria dan seperseribu wanita umur 20 - 64 tahun. Di Indonesia tak
setinggi itu, tetapi agaknya dari waktu ke waktu menjadi semakin tinggi. Sedang di
Amerika, Australia dan New Zealand angka tersebut sudah semakin menurun.
DEFINISI
Infark miokard akut adalah suatu perkembangan iskemia yang diikuti nekrosis
miokard sebagai akibat dari tersumbatnya pembuluh darah koronaria. Seringkali kita
membagi IMA menjadi IMA transmural, bila mengenai seluruh tebal miokard, dan
subendokardial, jadi tak mengenai seluruh ketebalan miokard.
ETIOLOGI
Aterosklerosis merupakan 90% penyebab IMA. Sedang asterosklerosis sendiri
belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Beberapa faktor mempunyai hubungan
yang erat dengan kejadian aterosklerosis.
Faktor tersebut dikenal sebagai faktor risiko koroner. Faktor tersebut antara lain :
Yang tak dapat dikoreksi : jenis kelamin pria, usia, riwayat keluarga
Yang sulit dirubah
: pola kepribadian tipe A, kegemukan, gaya sedentari,
diabetes mellitus.
Yang dapat diubah
: hiperlipidemia, merokok sigaret, hipertensi.
PATOFISIOLOGI
Pada IMA terjadi penurunan drastis dari aliran darah koronar di suatu tempat.
Ini terjadi sebagai akibat adanya trombus pada arteria koronaria yang memang sudah
menyempit. Proses semacam ini terjadi pada 85 % IMA transmural. Sedang pada IMA
non-transmural kejadiannya lebih rendah. Trombus terjadi akibat adanya robekan
pada ateroma. Akibatnya jaringan kolagen bertemu dengan trombosit dari sirkulasi 4
trombosit saling melengket, degranulasi dan melepaskan ADP dan tromboksan A2
agregasi trombosit dan deposisi fibrin. Akibat iskemia gangguan metabolik
ganguan kontraktilitas. Karena nekrosis maka miokard akan mengalami penipisan dan
dilatasi ( ekspansi ) gangguan fungsi ventrikel. Penyumbatan A. Koronaria kiri
infark dinding anterior ventrikel kiri dan bagian anterior dari septum. Ini bisa
menimbulkan " bundle branch block ". Penyumbatan A. Sirkumfleksa infark
dinding lateral atau inferior ventrikel kiri. Sedang penyumbatan pada A. Koronaria
Kanan infark dinding posterior dan inferior ventrikel kiri, bagian posterior septum
dan dinding ventrikel kanan.

15

GAMBARAN KLINIK DAN LABORATORIK


Gambaran klinik IMA
1. Nyeri dada. Karakter nyeri ditentukan lokalisasi, sifat, lama, penjalarannya. Lokasi
nyeri dapat retrosternal, prekordial bahkan bisa epigastrial. Penjalaran bisa ke
bahu, lengan, leher, dagu bahkan ke punggung. Nyeri dapat bersifat seperti diiris,
ditusuk, dipuntir, ditindih, dicengkeram, lebih dari 20 menit dan tak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin.
2. Keluhan tambahan berupa keringat dingin, cema, sesak, mual, muntah dan lemah.
3. Fisik tak dijumpai kelainan khas. Kecuali bila telah terjadi komplikasi. Dalam hal
ini bisa terjadi hipotensi, takikardia, irama gallop, bising jantung dsb. Tergantung
pada komplikasi yang terjadi.
Laboratorik akan kita jumpai kelainan EKG dan peninggian enzim jantung.
Kelainan EKG berupa gelombang T hiperakut diikuti elevasi segmen ST dan
terbentuknya gelombang Q patologik. Pada stadium evolusi akan timbul gel T negatif.
Interpretasi EKG akan jauh lebih mudah bila kita mempunyai rekaman serial dari
waktu ke waktu. Gambaran EKG juga menentukan lokasi infark.
Infark anterior perubahan di V2-V4
Infark inferior perubahan di II, III, dan AVF
Infark lateral
perubahan di I, AVL, V5-V6
Infark posterior perubahan berupa R tinggi dengan depresi ST di V1
Enzim jantung yang mula-mula meningkat adalah CKMB, diikuti SGOT dan
HBDH. Kenaikan enzim ini akibat dari nekrosis otot jantung. Foto Rontgen dada tak
memberi informasi berarti kecuali bila terdapat komplikasi gagal jantung. Dalam hal
ini akan memeperlihatkan tanda kongesti.
Pemeriksaan lain antara lain
1. Radionuklid memberi informasi luas dan lokasi infark
2. Ekokardiografi memberi informasi adanya penipisan dinding jantung dengan
gerakan yang abnormal ( hipo / akinetik ). Sering pula kita jumpai jaringan parut.
Pemeriksaan ini memberi informasi pula misalnya tentang adanya trombus,
gangguan fungsi sistolik atau diastolik, disfungsi muskulus papilaris, regurgitasi,
ruptur dinding dsb.
3. Angiografi koronar memberi informasi derajat dan lokasi stenosis. Ini penting
untuk evaluasi hasil pengobatan trombolis dan tindakan PTCA yang bisa jadi kita
rencanakan.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya keluhan nyeri dada khas infark,
gambaran EKG khas dan peninggian enzim jantung. Bila terdapat dua dari tiga hal
diatas maka diagnosis infark pasti ( WHO ).

16

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit mempunyai keluhan yang mirip. Ini tentu perlu
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, antara lain :
Kardiovaskular : perikarditis, emboli paru, aneurisma aorta disekan.
Respiratoir
: asma, emboli paru
Gastrointestinal : hernia diafragmatika, refluks esofagus, gastritis akut, tukak
lambung, pankreatitis, kolesistitis.
Muskulo-skeletal : nyeri otot dsb.
PENGELOLAAN
Langkah:
1. Pengujian diagnosis secara cepat
2. Stratifikasi penderita berdasar risiko
3. Tindakan / terapi umum
4. Revaskularisasi / reperfusi
5. Stabilisasi
6. Tindakan definitif
7. Rehabilitasi
Langkah ini dapat dimulai sejak penderita masih diluar rumah sakit, misalnya
ambulans khusus koronar.
1. Pengujian Diagnosis
Langkah ini sangat penting untuk kepastian diagnosis agar kita tak keliru
memberikan terapi. Dalam fase ini pemeriksaan laboratorium agaknya belum
memegang peranan penting, sebab dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk itu.
Anamnesis yang cermat dan teliti dan penetahuan EKG yang memadai agaknya
sudah cukup untuk ini.
2. Stratifikasi Penderita
Secara cepat kita harus golongkan penderita dalam kelompok yang berisiko
rendah atau tinggi. Infark dinding inferior atau posterior, misalnya biasanya
prognosisnya baik, kecuali bila disertai infark ventrikel kanan atau adanya
komplikasi " AV Block " derajat tinggi. Untuk kedua hal ini perlu tindakan
khusus. Sebaliknya infark dinding anterior. Pada golongan ini infark bisa ekstensif
dan ekspansif. Komplikasi gangguan irama, gagal jantung dll juga lebih sering
terjadi. Sedang infark dinding inferior sekaligus anterior sangat berbahaya dengan
risiko tertinggi. Komplikasi gangguan irama, gagal jantung bahkan sampai syok
tidak jarang terjadi.
3. Terapi Umum
Langkah ini diberikan pada semua penderita IMA secara umum.
a. Tirah baring singkat, selama 2-3 hari untuk stabilisasi.
b. Monitoring EKG, terutama untuk mengantisipasi timbulnya aritmia
c. " Infusion Line " dengan Dekstrose 5 % tetesan lambat ( 10-12 tt/mn ). Penting
untuk memberikan pengobatan IV bila diperlukan.
d. Oksigen masker atau kanul nasal 2-4 L/mn. Nilai secara periodik dengan
pemeriksaan analisis gas darah.
e. Sedativa, misal Diazepam 3x2 mg
f. " Bowel care " dengan laksansia ringan, misal Paraffin liq. 3x 15 cc
17

g. Analgesik bila nyeri dada. Misalnya morfin 2-5 mg iv/sc bisa diulang bila
perlu atau pethidin 25-50 mg, juga bisa diulang.
h. Diit rendah kalori dan mudah dicerna, bisa ditingkatkan sesuai kondisi
penderita.
i. Heparin dosis kecil 5000 unit IV diteruskan dengan kurang lebih 1000
unit/jam, tergantung dengan INR ( INR sekitar 2 )
j. Psikoterapi ringan untuk mengurangi kecemasan
k. Observasi EKG, tanda vital secara ketat dan periodik
l. Pengambilan bahan pemeriksaan misalnya darah : enzim jantung ( hari-hari ke
I, III, V ), fungsi ginjal, hati, gula darah, lemak darah, darah rutin, elektrolit
termasuk MG, urine rutin, foto dada EKG dilakukan tiap hari.
4. Revaskularisasi / reperfusi
Ini sangat penting untuk menjaga tetap terbukanya pembuluh darah yang
bersangkutan agar kerusakan otot jantung dapat diperkecil sehingga koplikasi
berkurang, resolusi cepat dan kemampuan ventrikel kiri lebih baik. Langkah ini
terbatas oleh waktu. Makin cepat dilakukan hasil semakin baik. Ancar-ancar batas
waktu 12 jam dihitung dari nyeri dada infark. Bila kita kerjakan lebih dari 12 jam
hasil mungkin masih ada meskipun sudah berkurang, sebab trombus sudah lebih
stabil sehingga lisis sangat terbatas. Biasanya kita berikan Streptokinase 1,5 juta
unit diencerkan Desktrose 5 sebanyak 100 cc dan diberikan dengan infus dalam
satu jam. Perlu diperhatikan adanya stroke dalam waktu dekat sebelumnya,
hipertensi sistolik 200 mmHG atau lebih, syok, baru mengalami resusitasi kardiopulmonar masif, riwayat perdarahan baru, alergi terhadap streptokinase, hamil.
Bila ada hal diatas salah satu saja maka jangan diberikan terapi lisis. Obat-obat lain
misal rTPA, Urokinase, APSAC dapat diberikan pula, tetapi obat ini sangat mahal
dan sukar didapat. Komplikasi alergi, perdarahan atau stroke, tetapi ini sangat
jarang.
5. Stabilisasi
Tindakan ini dimaksudkan agar penderita stabil dan terhindar dari bahaya akibat
komplikasi. Tindakan itu misalnya :
a. Anti Aritmia.
Bila dalam monitoring EKG terdapat VES lebih dari 5 x / mn, salvo, R on T, yang
mudah sekali berubah menjadi VF, pengobatan pencegahan Lignokain bolus 50-100 mg IV bolus ( dapat diulang sampai VES hilang ) dan diteruskan dengan drip
2-4 Mg/mn harus diberikan. Aritmia atrial, misalnya SVT dapat diatasi dengan
Verapamil 1 ampul IV pemberian lambat, atau ATP IV. Bila terdapat AF, digoxin
dapat diberikan. Pada IMA inferior sering diikuti AV block sebagai komplikasi.
Pada AV block derajat tinggi ( 2 atau 3 ) dengan ganguan hemodinamik maka harus
segera dilakukan pemasangan pacu jantung.
b. Obat Anti Pletelet dan Antikoagulan
Pemberian anti pletelet dalam hal ini Aspirin baik sendiri atau bersama dengan
streptokinase akan menurunkan angka kematian dan kejadian koroner pada
penderita IMA. Dosis 100-160 Mg/hr. Antikoagulan, dalam hal ini heparin selalu
diberikan dengan dosis kecil, bolus 5000 unit diteruskan dengan drip kurang lebih
1000 unit/jam sampai mencapai INR 1,5-2. Ini dimaksudkan untuk menghindari
trombo-emboli vena dalam, arteri, pare, reoklusi setelah terapi lisis.

18

c. Vasodilator Koronar
Pemberian nitrogliserin oral atau IV dengan drip atau pompa syringe ( syringe
pump) dapat menurunkan kejadian angina dan mengurangi luas infark. Bila tak
tersedia preparat ini dapat dicoba Isosorbid dinitrat.
d. Obat Penyekat Beta dan Penghambat ACE
Kedua obat ini terbukti baik dalam pengobatan IMA jangka pendek maupun jangka
panjang karena dapat mengurangi angka kejadian koroner dan kematian. Juga
dapat mengahambat hipertrofi ventrikel dalam proses " remodelling ", bahkan
dapat mengakibatkan regresi dari hipertrofi ventrikel yang terjadi.
e. Angioplasti Koroner
Dilakukan pada penderita IMA dengan angina yang menetap. Biasanya pada
penderita semacam ini terdapat residual ischaemia berat.
f. Pengobatan Disfungsi Ventrikel Kiri
Bila infark luas tidak jarang kita jumpai disfungsi ventrikel kiri sampai gagal
jantung. Dalam hal ini diuretika furosemid 20-40 mg dapat diulang bila perlu
sangat membantu. Digoxin dapat diberikan dengan hati-hati, dosis harus dikurangi
sampai 1/2 atau 2/3 dosis biasa. Pada infark ventrikel kanan maka fungsi
sistoliknya akan sangat menurun, untuk ini pemberian NaCl tetesan cepat sebanyak
kurang lebih 500 cc untuk loading ventrikel kanan agar terjadi " venous return "
yang memadai sangat membantu.
g. Syok
Bila kerusakan miokard mencapai 40 %, maka sering kita jumpai syok
kardiogenik. Setelah cairan dikoreksi dan syok tetap belum dapat diatasi, maka
pemberian inotropik diperlukan. Untuk ini Dopamin dan Dobutamin dapat dicoba.
Dosis 2-20 micro gram/kg BB/mn. Dopamin lebih besar pengaruhnya pada
vaskular, sedang Dobutamin lebih besar pada otot jantung. Bila ini juga belum
berhasil maka bantuan mekanik Intra Aortic Ballon Pump dapat dicoba.
6. Terapi Definitif
Bila fase stabilisasi sudah tercapai kita perlu memikirkan terapi definitif. Ini
dilakukan melalui stratifikasi penderita berdasar risiko. Tiga hal perlu
dipertimbangkan, yaitu " residual ischaemia ", aritmia major dan disfungsi
ventrikel kiri. Dalam hat ini pemeriksaan Ekokardiografi, stress test, angiografi
koronar dapat dilakukan. Perlu diingat sebaiknya stress test dilakukan setelah
penderita benar-benar stabil. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini kita pilih
pengobatan yang paling tepat. Pilihan pengobatan adalah obat saja, Angioplasti
koronar (PTCA) dan obat dan operasi pintas koronaria.
7. Rehabilitasi
Rehabilitasi hendaknya segera dilakukan setelah secara klinik dimungkinkan. Ini
untuk mencegah terjadinya komplikasi, misalnya trombo-emboli. Untuk
selanjutnya dapat dipelajari rehabilitasi penderita IMA dalam bab tersendiri.

19

KETOASIDOSIS DIABETIKA
Ketoasidosis diabetika adalah komplikasi akut dari diabetes mellitus yang
mana terjadi kekurangan insulin, dengan konskuensi lepasnya sejumlah besar asam
lemak dari jaringan adiposit. Disamping itu terjadi peningkatan glukagon yang
merubah asam lemak menjadi benda keton dalam hepar. Penurunan insulin dan
peningkatan glukagon juga memacu `hepatic glucose production'. Pengobatan
ditujukan pada asidosis, hiperglikemi, diuresis osmotik, dehidrasi. Program
pengobatan adalah cairan, elektrolit, insulin, dan pengobatan terhadap penyakit
pencetus, yang semuanya dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan.
I. DIAGNOSIS
Gejala fisik :
- koma
- syok hipovolemik
- dehidrasi
- nafas kussmaul
- penyakit pencetus ( biasanya infeksi akut + febris )
- acute silent myocardial infarction
(khususnya pada diabetes mellitus yang telah berlangsung > 15 tahun )
Penderita diabetes mellitus yang harus dicurigai akan mengalami ketoasidosis :
- nausea
- vomitus
- nyeri abdomen
- gelisah ( CNS depression )
- nafas cepat
- demam
- gejala lokal dari infeksi
Gejala laboratorium
DARAH

AVERAGE

Glukosa sewaktu ( mg /dl)


HC03 (meq /L)
pH
PCO2 (meq /L)
anion gap ( meq /L)
Na - [ C1 + HCO3 ]

600
10
7.15
20
23

RANGE
200 - 2000
4-5
6.80-7.30
14 - 30
1-30

Laboratorium sederhana dan cukup andal untuk deteksi dini :


- Kadar glukosa darah sewaktu
- Reduksi urine
- Keton urine

20

II. TERAPI
Insulin
* continuous i.v. infusion menggunakan infusion pump
- 0,1 unit /kg BB /jam.
- dosis ditingkatkan sampai 2 -10 kali, bila dalam 4 jam belum ada respon.
- dosis diturunkan l - 2 unit per jam, bila asidosis telah berhasil dikoreksi.
* suntikan i.m. atau i.v.
- 10 unit /jam short acting insulin.
- dosis ditingkatkan menjadi 20 -100 unit /jam bila dalam 4 jam belum ada
respon.
Yang dimaksud dengan respon terhadap suntikan insulin adalah penurunan
kadar glukosa darah sekitar 75 mg /dl /jam.
Keberhasilan terapi insulin diukur berdasarkan perubahan metabolik dalam 4 - 8
jam mengenai :
- penurunan kadar glukosa
- kenaikan kadar bikarbonat
- penurunan anion gap
- penurunan keton
Dosis insulin diturunkan apabila ( kelanjutan pemberian dosis rendah )
- Kadar glukosa darah turun mencapai 250 mg /dl
- Bikarbonat naik mencapai 18 meq /L
- Anion gap turun mencapai 15 meq /L
- Keton plasma dan urine negatif
- pH darah naik mencapai 7.30
Kelanjutan pemberian insulin dosis rendah tersebut cukup dengan 2 unit /jam
i.v. disertai dengan infus dextrose 5 % 100 -150 ml /jam ( 5 - 7.5 gram glukosa
per jam).
4 menghilangkan sisa ketosis sampai tuntas dengan menghindari
hipoglikemi (kadar glukosa darah dipertahankan sekitar 150 - 250 mg /dl ).
Cairan
- 2 - 3 liter NaCl 0,9 % dalam 3 jam pertama.
- Dilanjutkan dengan 150 - 300 ml /jam.
- Lebih akurat dengan menghitung fluid deficit.
Posm Pend - Posm Normal
FD ( liter) : -------------------------------x cairan tubuh ( liter )
Posm Normal
FD
: Fluid deficit
Posm Normal
: 280 - 295 mOsm /1
cairan tubuh
: BB ( kg ) x 0,6 liter
Dextrose 5 % i.v. bila kadar glukosa darah telah turun mencapai 250 mg /dl atau 14
mMol /L.

21

Kalium
- 10 - 20 meq /jam bila kadar kalium plasma < 6,0 meq /L
- 40 - 80 meq /jam bila kadar kalium plasma < 3,5 meq /L atau bila bikarbonat
diberikan.
Bikarbonat
Diberikan dengan pertimbangan
- pH < 7,0 atau HCO3 < 5,0 meq /L
- Hiperkalemi ( K > 6,5 meq /L )
- Hipotensi yang tidak memberikan respon terhadap pemberian cairan.
- Payah jantung kiri berat.
- Depresi pernafasan.
- Late hyperchloremic acidosis.
NaHC03 + NaCI fisiologik per infus dengan dosis 50 meq /jam.
Antibiotika
Pemberian antibiotika spektrum luas parenteral adekuat untuk mengatasi infeksi
akut yang berat yang biasanya merupakan faktor pencetus. Sebelum diberikan
suntikan antibiotik, diambil lebih dahulu sampel darah, urine, pus, dan jaringan
nekrotik untuk pemeriksaan kultur, hitung kuman, dan tes sensitifitas.
Diit
Sesuai dengan kebutuhan kalori, diberikan diit enteral sampai dengan kesadaran
penderita cukup baik untuk dapat makan sendiri, diganti diit oral.

22

HIPEROSMOLER NON-KETOTIK
Hiperosmoler non-ketotik ( HONK ) merupakan suatu keadaan lanjut dari
kegagalan metabolisme yang sangat berat dari diabetes mellitus. Terdapat perbedaan
antara HONK dengan ketoasidosis, bahwa pada HONK terjadi hiperglikemi dan
hiperosmolalitas plasma yang lebih berat, tanpa disertai ketosis yang nyata. Kadar
glukose darah dapat mencapai > 600 mg /dl dan tekanan osmose plasma > 320
mosM/L. Ketosis tidak timbul dengan jelas seperti pada ketoasidosis oleh karena
cadangan insulin endogen masih lebih besar untuk mengimbangi kebutuhan yang
mendadak meningkat.
I. DIAGNOSIS
Banyak persamaan dengan ketoasidosis mengenai gejala fisik maupun
laboratorium, dengan perbedaan bahwa pada HONK tidak nyata adanya gejala
ketosis, terjadi hiperglikemi yang lebih berat, dan osmolalitas plasma juga lebih
meningkat.
- kadar glukosa darah > 600 mg /dl
- osmolalitas plasma > 320 mOsm /L
II. TERAPI
Pada dasarnya tidak berbeda dengan terapi ketoasidosis ( cairan, elektrolit,
insulin, antibiotika ), tetapi cairan yang diberikan pada Honk adalah cairan hipotonik
yaitu NaCl 0,45%.

23

ASIDOSIS LAKTAT
Asidosis laktat adalah asidosis yang disebabkan oleh tertimbunnya asam laktat
dalam darah (produksi dan penggunaan asam laktat dalam tubuh yang tidak
seimbang). Hepar adalah organ yang paling penting dalam metabolisme asam laktat.
Hipoperfusi pada hepar mengakibatkan metabolisme aerob dari asam laktat
terganggu, sehingga terjadi peningkatan produksi dan penurunan pemakaian asam
laktat dalam tubuh. Konsep terapi asidosis laktat bukan ditekankan pada penurunan
kadar asam laktat dalam darah, namun lebih ditujukan pada penanggulangan
penyebabnya.
I. ETIOLOGI
Tipe A ( ada gangguan metabolisme aerob )
- syok ( septik, kardiogenik, hipovolemik )
- hipoksemia dan anemia berat
- intoksikasi CO
Tipe B ( tidak ada gangguan metabolisme aerob )
- B1 (penyakit ) :
- diabetes mellitus
- keganasan
- penyakit hepar
- sepsis
- B2 ( obat /toksin) :
- biguanid
- etanol, metanol
- ethylene propylene glycol
- acetaminophen
- nitroprusid
- B3
: defek kongenital glukoneogenesis atau oksidasi pirufat,
berkaitan dengan kekurangan anzim-enzim dalam
proses metabolisme tersebut.
II. DIAGNOSIS
Gejala fisik :
- syok
- nafas kussmaul
- kesadaran menurun sampai dengan koma.
Kecurigaan ( faktor presipitasi ) :
- gangguan faal hati
- gangguan faal ginjal
- syok akibat berbagai macam sebab
- pengobatan dengan biquanid

24

Gejala Laboratorium :
- kadar laktat dalam darah > 5 meq /l
- pH < 7.35
- hiperglikemi tidak begitu berat ( sekitar 250 mg % )
- kadar bikarbonat darah menurun
- Anion Gap > 16 meq /1
- gejala laborat dari faktor presipitasi.
111. TERAPI
- memperbaiki perfusi jaringan membatasi penggunaan oksigen
- mengobati sepsis
- mengatasi syok
- bikarbonat untuk meningkatkan pH sampai 7,2 dan kadar bikarbonat darah
menurun.
- koreksi asidosis dengan NaHCO3
- hemodialisa ( membuang timbunan laktat )

25

KRISIS TIROID
BATASAN
Krisis tiroid ialah keadaan gawat sebagai akibat meningkatnya gejala dan
tanda hipertiroidisme pada seorang penderita tirotoksikosis.
Pada krisis tiroid terjadi status dekompensasi tiroid yang ditandai oleh
metabolisme yang meningkat ( dengan akibat vasodilatasi ), diikuti degradasi protein.
Krisis dapat terjadi pada kasus tirotoksikosis baru maupun lama. Diagosis ini
diagnosis klinis. Secara mudahnya krisis tiroid adalah peningkatan gejala
hipertiroidisme yang membahayakan jiwa seseorang.
DASAR DIAGNOSIS
1. Hipertiroidisme yang lama / baru yang tidak / kurang terkendali
2. Hiperpireksia
3. Gangguan kesadaran (gelisah, agitasi,psikosis dan atau koma )
4. Ada faktor presipitasi, misalnya bedah tiroid, infeksi, abdomen akutum, trauma,
DKA, toksemia kehamilan, gangguan kardiovaskuler.
5. Gejala dan tanda hipertiroidisme berat.
Gejala lain yang sering ditemukan meliputi takikardi, gagal jantung, aritmia jantung,
sakit perut, muntah dan diare, sedangkan hipotensi dan syok merupakan gambaran
lebih lanjut dari krisis tiroid ini. Sebagaimana dengan indeks klinis lain, maka
disinipun dapat digunakan kriteria diagnostik untuk Thyroid Storm dari Burch dan
Wartofsky (1993).
PEMERIKSAAN LABORATORIK
Pemeriksaan laboratorik hanya dapat menegakkan diagnosis hiprtiroid dan tidak dapat
memastikan diagnosis krisis tiroid. Krisis tiroid adalah diagnosis klinis. Tingginya
kadar hormon tidak selalu sesuai dengan beratnya krisis tiroid.
PENGELOLAAN
Upaya suportif :
1. Mencari dan mengatasi pencetus krisis
2. Pasang infus untuk mengatasi yok dan menggati cairan yang hilang
3. Mengatasi hiperpireksi dengan selimut dingin, es, spons dingin
4. Jangan menggunakan salisilat (menghambat ikatan T4 dan T3 dengan protein
sehingga T3 dan T4 bebas meningkat)
Upaya menurunkan sintetis, pengeluaran atau efek hormon tiroid :
1. Diawali dengan 600 mg PTU lewat gastric tube, diteruskan 200 mg tiap 6 jam.
2. Propanolol apabila mungkin dengan suntik IV 0,5 - 1 mg/menit dengan maksimum
10 mg. Ulangi 3 - 4 jam kemudian. Tablet propanolol dapat digunakan dengan
dosis 40 mg / tiap 6 jam nasogastric tube.
3. Hidrokortison IV tiap 6 jam.
4. Berikan tetesan sol. Lugol fortior 8 tetes setiap 6 jam, apabila mungkin diberikan
sodium iodide ( Nat ) 0,5 - I gram IV tiap 12 jam.
5 Berikan 1 -3 gram ipodate oral tiap 3 hari.

26

Upaya lanjutan
1. Setelah terpasang infus dan intragastric tube, dan diberi hidrokortison, kirimkan
segera pasien ke bagian Penyakit Dalam atau ICU.
2. Selanjutnya akan dilola oleh ICU atau internist.

27

KOMA MIKSUDEMA
LATAR BELAKANG
Koma miksudema merupakan kegagalan tubuh dalam mempertahankan status
hipotiroidisme seseorang. Sebagaimana pada krisis tiroid, koma miksudema juga
merupakan diagnosis klinik. Dokter wajib mengenali keadaan ini, sebab kasus
sedemikian masih dapat ditolong, tetapi kealpaan untuk mengenalinya pasti akan
berakibat fatal. Gejala infeksi, sebagai contoh demam dan lekositosis akan menjadi
tersamar karena koma miksudema ini, sehingga secara sadar dokter harus mencari
adanya infeksi pada kasus ini. Seringkali koma ini dipicu oleh hawa dingin.
Pada hipotiroidisme, manifestasi keberadaan insufisiensi adrenal kronik (IAK)
juga acapkali tersamar secara klinis pada insufisiensi adrenal sekunder terlihat
hiperpigmentasi kulit dan mukosa, sedangkan pada insufiensi adrenal primer tidak.
Diingatkan di sini bahwa kombinasi kombinasi otoimun tiroiditis dan otoimun
adrenalitis memang cukup banyak. Dengan demikian pada kasus koma miksudema,
tidak boleh dilupakan mencari dengan sengaja adanya kemungkinan insufisiensi
adrenal yang menyertainya. Karena diagnosis IAK sulit, maka sebaiknya diberikan
juga kortikosteroid pada kasus koma miksudema ini, sebab pemberian levotiroksin
tanpa kortikosteroid pada IAK akan berakibat krisis adrenal.
DASAR DIAGNOSIS
a. Gejala dan tanda hipotiroidisme berat ( miksudema) : kulit kering, kasar dan dingin
udema non-pitting, rambut alis dan rambut kepala rontok, refleks mengurang,
muka berbentuk khas.
b. Hipotermi ( sering antara 32 -35 C ), makin rendah suhu makin jelek prognosisnya.
c. Gangguan kesadaran ( gelisah, somnolen, sopor, koma )
d. Faktor presipitasi : dingin, obatsedatif, anestesi, gagal jantung, CVA, trauma,
infeksi.
LABORATORIUM
a. Hipoglikemi, asidosis, hiperkapnia dan hipoksia.
b. EKG : irama sinus bradikardi dengan PR dan QT panjang dan voltase rendah.
c. TSH tinggi dan T4 rendah ( gangguan konversi T4, suatu NTH ).
PENGELOLAAN
Pada dasarnya pengelolaan koma miksudema meliputi : mengganti hormon
tiroid, mengganti hormon lain yang dibutuhkan, memberikan terapi suportif termasuk
pengelolaan hipertermi dan mengobati penyakit pencetus.
Mengganti hormon tiroid.
Ada dua cara yang dapat digunakan.
a. Dosis besar : dengan IV pelan-pelan disuntikan 500 ug 1-thyroxin diikuti dengan
100 ug IV setiap 24 jam. Dosis besar ini diharapkan untuk dapat mengembalikan
total thyroxin pool tubuh.
b. Dosis harian 150 ug. Demikian juga ternyata dosis 100 ug sehari cukup untuk
mengkoreksi gangguan termoregulasi, pernafasan, sirkulasi dan perubahan status
mental dalam waktu 24 tubuh.

28

Mengganti Kortikosteroid
Sebaiknya diberikan hidrokortison 100 mg IV setiap 8 jam dan dikurangi sesuai
dengan perbaikan yang ditunjukkan oleh pasien, dengan dosis maintenance 10 - 20
mg pagi dan 5 - 10 mg sore hari.
Terapi suportif
a. Pertimbangkan apakah perlu intubasi endotrakeal atau ventilator pada gagal napas.
b. Pasang infus untuk memasukkan cairan, vasopresor dan elektrolit.
c. Mencari sumber infeksi secara seksatha.
d. Pemanasan yang relatif cepat dengan selimut panas tidak dianjurkan ( ini memberi
vasodilasi ), Pada kasus berat karena mekanisme thermogenic shivering terganggu
maka dapat di bantu dengan pemanasan pelan-pelan.

29

DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)


DEFINISI
DIC adalah suatu keadaan dimana terjadi aktivasi dari sistem koagulasi, yang
disebabkan karena pelepasan atau produksi prokoagulan secara berlebihan dalam
darah, sehingga melebihi kemampuan mekanisme antikoagulan normal.
Dalam bentuk akut, tidak cukup waktu untuk mengadakan kompensasi proses
koagulasi yang hebat, sedang pada bentuk kronik, aktivasi koagulasi dalam keadaan
rendah menetap atau intermiten dapat dikompensasi dengan produksi antikoagulan
yang meningkat.
PATOGENESIS
Terbentuknya trombin pada beberapa keadaan klinik tertentu (selanjutnya trombin
akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin dst)
Endotoksin mengakibatkan kerusakan endotel (via sitokin/syok), pelepasan faktor
jaringan oleh monosit, akibatnya terjadi aktivasi jalur intrinsik maupun ekstrinsik.
Aktivasi faktor Xa oleh mucin yang disekresi oleh tumor (adenocarcinoma),
racun ular.
Beberapa penyebab DIC
Infeksi dengan bakteri gram negatif, sepsis bakteri gram positif
Keganasan : adenocarcinoma prostat, karsinoma pancreas, mucin yang dihasilkan
adenocarcinoma
Leukemia promielositik akut (LPA), prokoagulan dilepas oleh sel leukemia
Penyulit kehamilan : solutio plasenta (faktor jaringan), emboli air ketuban (kerja
seperti tromboplastin), foetal death (jaringan nekrotik)
Pada trauma yang berat dapat terjadi DIC sebagai akibat kerusakan jaringan,
infeksi, iskemia, syok dan emboli lemak.
Lain-lain :luka bakar, heat stroke, gigitan ular, penyakit hati.
GAMBARAN KLINIK
Iskemi jaringan akibat mikrotrombi akan mengakibatkan disfungsi organ : paru
(pendarahan, ARDS), susunan syaraf (lkoma, delirium), ginjal (nekrosis tubuler
akut, iskemi korteks, oliguria), hepar (ikterus), jantung (endokarditis), kulit
(gangren, nekrosis hemoragik).
Trombosis dan emboli pada pembuluh darah besar
Pendarahan sebagai akibat konsumsi trombosit dan faktor koagulasi
Aktivasi dari sistem fibrinolitik akan memperberat pendarahan dan memproduksi
fibrin degradation products.
DIC akut sering disertai kegagalan multi organ seperti syok, gagal napas, gagal
ginjal

30

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hitung trombosit
Plasma Prothrombin Time (PPT)
Activated Partial Thromboplastine Time (aPTT/PTTK)
Thrombin Time (TT)
Kadar fibrinogen
Kadar FDP
Kadar D-dimer
Fragmentasi eritrosit (darah tepi)
Gambaran laboratorium paling sering ditemukan pada DIC
Trombositopenia, peningkatan kadar FDP, PPT memanjang, TT memanjang,
kadar fibrinogen menurun.
Kadar fibrinogen kemungkinan didapatkan normal meskipun dikonsumsi, karena
ada peningkatan sehubungan fungsi sebagai reaktan fase akut.
Adanya trombositopenia dengan tiga kelainan lain, sudah cukup untuk konfirmasi
diagnosis DIC.
Pada DIC kronik, kenaikan produksi dapat mengkompensasi faktor koagulasi dan
trombosit, sehingga waktu pembekuan (PPT, aPTT, TT) dan trombosit normal,
tetapi terdapat kenaikan kadar FDP dan D-dimer.
TERAPI
1. DIC akut merupakan keadaan sekunder terhadap penyakit primer gawat yang
mendasari. Segera atasi penyakit primer (antibiotik untuk infeksi, debridemen
untuk jaringan nekrotik, evakuasi janin mati). Karena sebagian besar kasus DIC
dalam keadaan gawat, perlu diberi terapi suportif yang memadai seperti cairan,
dialisis, ventilator dsb.
2. Tidak ada bukti yang meyakinkan tentang anggapan bahwa pemberian tranfusi
sebagai terapi suportif laksana menyiram bensin dalam api. Penderita harus diberi
transfusi trombosit untuk trombositopenia, fresh frozen plasma (FFP) untuk
penurunan
faktor
koagulasi,
kadang-kadang
cryoprecipitate
untuk
hipofibrinogenemia.
3. Pada sebagian besar kasus DIC, pemberian heparin tidak terbukti efektif
menurunkan angka mortalitas. Meskipun terapi heparin akan diikuti dengan
perbaikan laboratorium, namun akan memperberat pendarahan, sehingga tidak
boleh diberikan secara rutin.
Indikasi khusus terapi heparin pada purpura fulminan, janin mati, dan DIC
yang disertai trombosis pembuluh darah besar.
Untuk DIC kronik dosis heparin 500-750 U/jam, lewat infus terus menerus
tanpa loading bolus.
Untuk DIC akut, diberikan bolus heparin 10.000 U diikuti dengan 1000 U/jam
Keputusan untuk memberikan heparin harus dipertimbangkan secara individu,
harus dinilai antara manfaat dan resiko yang akan didapat secara cermat.

31

HIPERTENSI
BATASAN
Hipertensi bila tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau
tekanan diastolik lebih besar sama dengan 90 mm Hg.
INDIKASI PERAWATAN
Hipertensi Gawat Darurat ( Hypertensive emergency )
Hipertensi Gawat ( Hypertensive Urgency )
DASAR DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik : Hipertensi, komplikasi organ target ( Funduskopi ) Laboratorium
Darah : Hb, Ht, Gula puasa, kreatinin, asam urat, K, Ca, Kolesterol ( total dan
HDL), trigliserid.
Urin : urinalisis
Pemeriksaan penunjang : elektrokardiografi dan foto dada.
PENGELOLAAN PENDERITA
1. Terapi tanpa obat : ( untuk hipertensi ringan tanpa komplikasi )
a. Penurunan berat badan
b. Pembatasan garam
c. Pembatasan alkohol
2. Terapi obat anti hipertensi
a. Pendekatan layanan bertingkat :
Diuretik ( Hct ), Reserpin, Hydralazin
b. Pendekatan layanan bertingkat individual
- Langkah I : Obat pilihan pertama
Diuretik, Beta Blocker, Penghambat ACE, Antagonis
kalsium
- Langkah 2 : Meningkatkan dosis obat pilihan pertama
Diganti obat pilihan pertama yang lain
Ditambah obat jenis lain ( kombinasi 2 ) diuretik, beta
bloker, penghambat ACE, antagonis kalsium, alfa bloker,
alfa-2 agonis sentral, reserpin atau vasodilator.
- Langkah 3 : > Ditambah obat ke 3 atau ke 4
Pengelolaan Penderita Hipertensi Krisis
a. Hipertensi Gawat Darurat
o
Furosemid intravena
o
Clonidine intravena ( dapat diulang sampai 3 kali ) apabila
tidak menunjukkan perbaikan dapat diberikan obat peroral : nifedipin
sublingual.
b. Hipertensi Gawat
o Furosemid intravena
o Clonidine peroral ( " loading dose " ), Nifedipin, Captopril
Prognosis : Baik

32

KESULITAN / KEGAGALAN BERNAFAS PADA NEONATUS


( RESPIRATORY DISTRESS )
DEFINISI
Suatu keadaan dimana didapat tanda-tanda :
Frekuensi nafas 60 kali / menit
Grunting ekspirasi
Retraksi dada
Nafas cuping hidung
Sianosis pada udara kamar
DIAGNOSIS BANDING
Sumbatan jalan nafas : stenosis, astresia
Penyakit parenkim paru :
Aspirasi / Aspirasi pneumoni
Pneumonia / Bronkopneumonia
Pneumotoraks / Pneumediastinum
Penyakit membran hialin
Wilson-Mikity syndrome
Transient tachypnea of the newborn

Kelainan di luar paru :


Kegagalan jantung
Asidosis
Hipoglikemi
Lesi intratorakal
Hernia diafragmatika
Cold Injury

Miscellaneous :
Agensia paru
Perdarahan paru
Tumor / kista
Fistel trakheoesophageal
Efusi pleura
Gangguan diafragma / dinding dada

DASAR DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Riwayat persalinan : cara lahit, letak anak, kapan pecah ketuban, air ketuban
( warna, bau, jumlah mekonium ), lama persalinan uri ( infark, warna, lengkap ),
perdarahan sebelum kelahiran.

33

Ibu : penyakit ibu, periksa hamil ( dimana, berapa kali ), obat-obat yang diminum,
rujukan dari mana, kapan didapat tanda-tanda gawat janin ( oleh bidan / dokter ),
trauma lahir, riwayat persalinan sebelumnya.
Kapan timbul sesak nafas / biru-biru
Sebelum tersedak atau tumpah-tumpah
Obat-obat apa yang telah diberikan.
Apakah badan panas

PEMERIKSAAN
Tanda-tanda distres respirasi : merintih, gelisah, sesak nafas ( kussmaul, dangkal,
takipnea), biru-biru, stridor ( inspirasi / ekspirasi ), nafas cuping hidung, retraksi
dada ( suprasternal, interkostal ).
Tanda-tanda kegagalan / kelainan jantung
Tanda-tanda pneumonia / bronkopneumonia / bronkitis
Tanda-tanda komplikasi : syok, kegagalan ginjal, perdarahan serebral, perdarahan
menyeluruh, kejang, penurunan kesadaran.
X foto polos dada : pneumonia / bronkopneumonia, penyakit membran hialin,
agenesis paru, kista/tumor, hernia diafragmatika dan lainnya.
X foto : kepala, saluran cerna, anggota gerak, USG serta CT Scan dilakukan atas
indikasi.
PENGELOLAAN
Lihat di bab pengelolaan bayi risiko tinggi.

34

GANGGUAN METABOLISME DAN ELEKTROLIT


PADA NEONATUS
A. HIPOGLIKEMI
DEFINISI
Hipoglikemi adalah keadaan kadar gula darah kurang dari 20 mgr / dl pada bayi
kurang bulan dan kurang dari 30 mgr / dl pada bayi cukup bulan yang diukur pada
saat bayi berumur kurang dari 72 jam.
Pada prinsipnya kadar gula darah pada neonatus seharusnya dijaga agar tetap lebih
dari 40 mgr / dl.
DASAR DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Menanyakan / mencari faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipoglikemi, yaitu :
Pemakaian sumber glikogen : bayi kurang bulan, bayi berat lahir rendah,
puasa yang berkepanjangan, asfiksi lama, hipotermi, infeksi.
Hiperinsulinemi janin : bayi dari ibu diabetes, rhesus isoimun berat,
Beckweiths syndrome
Yang lain : insufisiensi ( adrenal, plasenta ), galaktosemi, dll
Adakah tanda-tanda klinis hipoglikemi, kapan timbulnya
Sering hipoglikemi pada bayi adalah asimtomatis. Pada bayi dari ibu diabetes,
hipoglikemi akan terjadi pada 50 menit setelah lahir.
PEMERIKSAAN
Tanda-tanda klinis hipoglikemi : leteragik, apnea, sianosis, kegagalan jantung,
kerusakan otak. ( kadang-kadang asimtomatis )
Laboratorium : pemeriksaan kadar gula darah

35

PENGELOLAA
Lihat bab pengelolaan bayi risiko tinggi
B. HIPOKALSEMI
DEFINISI
Hipokalsemi adalah keadaan kadar kalsium darah kurang dari 1,8 mmol/tl, atau kadar
ion kalsium kurang dari 0,7 mmol/lt. ( Kadar kalsium darah normal : 1,8 - 2,2
mmol/lt)
DASAR DIAGNOSIS
ANAMNESA
Menanyakan adanya faktor-faktor penyebab, yaitu :
Hipokalsemi awal : terjadi pada 72 jam setelah lahir : bayi kurang bulan, asfiksi,
distres respirasi, sepsis, bayi dari ibu diabetes
Hipokalsemi lanjut : terjadi dalam 5 -7 hari setelah lahir, biasanya akibat dari
hiperfosfatemi yang disebabkan oleh unmodified cows milk preparation , atau
dari hiperparatiroid ibu.
PEMERIKSAAN
Tanda-tanda klinis hipokalsemi : litargi, iritabel, kejang, apnea.
Laboratorium : pemeriksaan kadar kalsium darah
PENGELOLAAN :
Lihat bab pengelolaan bayi risiko tinggi.
C. HIPONATREMI
DEFINISI
Hiponatremi adalah keadaan kadar natrium darah kurang dari 120 mmol/lt
DASAR DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Menanyakan faktor-faktor penyebab, yaitu :
Tumpah dan diare, sumbatan saluran cerna, kegagalan ginjal, sepsis, kegagalan
jantung, diurerika, kistik fibrosis, hiponatremi ibu, nutri parenteral, insufisiensi
adrenal, gangguan sekresi ADH.
PEMERIKSAAN
Tanda-tanda klinis hiponatremi : kejang, apnea
Laboratorium : pemeriksaan kadar natrium darah
PENGELOLAAN
Lihat bab pengelolaan bayi risiko tinggi

36

D. HIPOKALEMI
DEFINISI
Hipokalemi adalah keadaan kadar kalium darah kurang dari 4,5 mmol / lt
DASAR DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Mencari faktor-faktor penyebab :
intake yang tidak adekuat, alkalosis, diuretika, tumpah dan diare, hiperadrenalism.
PEMERIKSAAN
Tanda-tanda klinis : hipotono, kembung, dll
Laboratoris : pemeriksaan kadar kalium darah.
PENGELOLAAN
Lihat bab pengelolaan bayi risiko tinggi
E. HIPERGLIKEMI
DEFINISI
Hiperglikemi adalah keadaan kadar gula darah lebih dari 150 mgr / dl. ( 8 mmol/1)
DASAR DIAGNOSIS
ANAMNESA / PEMERIKSAAN
Mencari faktor-faktor penyebab, yaitu : infus dekstrose 10 %, sepsis, nutrisi
parenteral.
Pemeriksaan kadar gula darah dan reduksi urin
PENGELOLAAN
Lihat bab pengelolaan bayi risiko tinggi
F. HIPERKALEMI
DEFINISI
Hiperkalemi adalah keadaan kadar kalium darah lebih dari 7 mmol / lt.
DASAR DIAGNOSIS
ANAMNESIS / PEMERIKSAAN
Mencari faktor-faktor penyebab, yaitu : hemolisis, kegagalan ginjal, hipoksi,
asidosis, insufisiensi adrenal, intake berlebihan ( infus, transfusi ).
Pemeriksaan kadar kalium darah.

37

G. HIPERNATREMI
DEFINISI
Hipernatremi adalah keadaan kadar natrium lebih dari 150 mmol/l.
ANAMNESIS / PEMERIKSAAN
Mencari faktor penyebab yaitu : nutrisi parenteral, dehidrasi, muntah, diare, sumbatan
saluran cerna, pemberian bikarbonat secara berlebihan

38

KEJANG PADA NEONATUS


DASAR DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Menanyakan / mencari faktor-faktor penyebab, yaitu :
Komplikasi perinatal ( trauma lahir, asfiksi )
Gangguan metabolisme ( hipokalsemi, hipomagnesemi, hipoglikemi,
gangguan keseimbangan elektrolit, hierbilirubinemi, aminoasiduri, kekurangan
piridoksin )
Infeksi
Anomali perkembangan
Riwayat kejang pada keluarga
Obat-obat apa yang telah didapat
Kapan timbulnya kejang dan macamnya ( tonik, multifokal klonik, fokal,
Jitterness, subtle ).
PEMERIKSAAN
Tanda-tanda infeksi : meningitis, meskipun meningitis pada neonatus kadangkadang asimtomatis.
Tanda-tanda trauma
Tanda-tanda kejang / macamnya
Pemeriksaan : foto kepala, USG, CT. Scan, Funduskopi, pungsi lumbal dan
lainnya : atas indikasi.
Laboratorium :
Darah :
rutin : Hb, lekosit, gambaran darah tepi.
elektrolit : K, Na, Mg, Ca, P.
kadar gula
bilirubin, AGD, kultur dan tes kepekaan : atas indikasi.
PENGELOLAAN

Pengobatan yang utama adalah terhadap penyakit primer


Antikonvulsan :
Pilihan utama adalah fenobarbital : 8 - 10 mgr/kg.BB intra-vena, dilanjutkan
setelah 8 jam : 5 mgr/kg.BB/hari dibagi dalam 3 dosis ( obat ini sukar
didapat ).
Dapat diberikan diazepam : 0,5 - 1 mg/kg.BB intravena pelan-pelan, hati-hati
terhadap efek depresi pernafasan.
Pada kejang berulang ( status convulsivus ) : pindah ke NICU.
Pemberian maintenence fenobarbital : dosis : 3-5 mg/kg.BB/hari sampai
tidak kejang lagi. Bila ada riwayat epilepsi pada keluarganya atau bila ada
kelainan neurologis sebelumnya fenobarbital dapat diberikan sampai umur 2
tahun.

39

KONSULTASI
Atas indikasi, ke :
Sub bagian lain ( saraf anak, NICU atau yang lain )
Bagian lain ( mata, THT, bedah saraf, fisioterapi atau yang lain )
PROGNOSIS

Kejang tanpa komplikasi / penyakit penyerta : baik


Kejang dengan komplikasi / penyakit penyerta : dubia ad malam / jelek

PEMULANGAN PENDERITA
Keadaan umum cukup baik : tidak kejang, suhu normal, minum baik, BB
cenderung naik.
Laboratorium : membaik / normal
Pemeriksaan lain ( penyakit penyerta / penyebab ) : membaik / normal
Penyuluhan pada yang merawat tentang perawatan penderita
Kontrol ke BKIA RS. Panti Wilasa Citarum kira-kira 1 minggu lagi

40

PENGELOLAAN BAYI YANG DIRAWAT DI


BANGSAL BAYI RISIKO TINGGI

Dijaga agar bayi jangan kedinginan ( suhu badan 36 o C - 37 o C ).


Jalan napas dibersihkan dengan hati-hati
Diberikan oksigen sehingga muka terlihat kemerahan ( mempertahankan PO 2 : 50
- 80 mmHg )
Diberikan infus :
Dekstrose 10 %, pada :
Bayi baru lahir ( hari I ), BB > 1500 gr
Bayi Umur > 1 hari bila dicurigai hipoglikemi
Dekstrose 5 %, pada :
Bayi BB < 1500 gr
Bayi umur > 1 hari yang tidak dicurigai hipoglikemi
Penambahan NaCl 0,9 %, perbandingan : 5 ( dekstrose ) : 1 ( NaCl ) :
Pada hari III perawatan
Ada kecurigaan hiponatremi

Jumlah cairan sesuai dengan kebutuhan dalam sehari


Pada keadaan :
Hipertermi : jumlah cairan ditambah 10 % dari kebutuhan untuk kenaikan 1
diatas suhu normal.
Dekompensasi jantung : cairan diturunkan menjadi 70 % dari kebutuhan.
Edema : cairan diturunkan kira-kira 5 % - 10 %

Pada pemberian infus dekstrose 10 %, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dekstrostik,


bila kadar gula darah 150 mgr/dl atau 8 mmol/1 dan kadar gula urine positif 1 (+),
segera diganti deksrose 5 %.
PEMBERIAN MEDIKAMENTOSA

Antibiotik : bila dicurigai infeksi atau sebagai pencegahan. Pemberian antibiotika


tergantung berat ringannya infeksi :
infeksi ringan : ampisilin : 50 - 100 mgr/kg.BB/hari dibagi dalam 2 atau 3
dosis (i.m/i.v)
infeksi sedang / berat : kombinasi, antara :
Ampisilin : 100-200 mgr/kg.BB/hari (i.m/i.v)
Kanamisin : 15 mgr/kg/hari (i.m), atau
Garamisin : 3 - 4 mgr/kg/hari (i.m/i.v.)
Bila ada hasil tes kepekaan biakan darah atau organ lain, maka antibiotika
disesuaikan. Lama pemberian 7 - 10 hari, pada infeksi berat 14 - 21 hari.
Bikarbonas Natrikus : bila dijumpai tanda-tanda asidosis. Pemberian sesuai hasil
analisis gas darah, diberikan mula mula x ( 0,3 x BB x BE ), diencerkan dengan
dekstrose 5 % secara intravena pelan-pelan. Analisa gas darah ( AGD ) dikontrol
1-2 jam kemudian selanjutnya koreksi disesuaikan. Bila belum ada hasil AGD,
dapat diberikan bikarbonas natrikus 1-2 cc/kg.BB

41

Glukonas Kalsikus : bila dicurigai hipokalsemi. Dosis : 0,2-0,5 ml/kg.bb glukonas


kalsikus 10 % ( diencerkan dengan dekstrose 5 %, intravena pelan-pelan ). Hatihati terhadap bradikardi dan aritmi
Potasium klorida : bila dicurigai hipokalemi. Dosis : sesuai kebutuhan kalium 1-3
mEq/Kg.BB/hari secara drip.
Natrium klorida : bila dicurigai hiponatremi
Dosis : Na = ( Nad - Nae ) TBW
( Na = Jumlah natrium yang dibutuhkan, Nae = kadar natrium yang diperiksa, TBW =
jumlah air dalam tubuh / BB x 0,6 Nad = kadar Na yang dibutuhkan / 120-125
meq/1 )
Cairan salin hipertonik
Magnesium sulfat : bila dicurigai hipomagnesemi
Dosis : MgSO4, 2-6 cc intravena atau larutan 50 % 1 ml. Intramuskules 1-2 kali
sehari
Mikostatin : Bila terdapat stomatitis atau kecurigaan adanya Over growth
jamur, dipertimbangkan pula pada pemberian antibiotik dosis tinggi dan
pemakaian lama. Dosis : 3 x 0,5 CC.
Kortikosteroid : ada beberapa pendapat
Pada hipoglikemi, dimana setelah diberikan glukose 10 % selama 12 jam, kadar
glukose darah belum mencapai 30 mgr % pada bayi cukup bulan atau 20 mgr %
pada bayi kurang bulan. Diberikan hidrokortison 10 mgr/kg.BB. Dapat diberikan
pula pada sklerema dan kecurigaan edema otak.
Bila kejang : lihat bab kejang pada neonatus
Bila ada ikterus : lihat bab ikterus pada neonatus
Pemberian plasma segar : diberikan pada bayi berat lahir rendah dan bayi yang
mendapat nutrisi parenteral. Dosis : 10 20 ml/kg.BB, 2 kali seminggu
Transfusi darah : bila ada tanda-tanda anemi.
DIETETIK
Bila memungkinkan untuk diberi minum ( tidak sesak, tidak kembung, keadaan
umum membaik ) dapat dicoba minum ( netek, dot atau sonde lambung ) secara
bertahap. Diutamakan pemberian ASI ( netek atau donor ), bila ASI tak ada, diberikan
susu formula. Pada bayi berat lahir rendah diberkan 10 - 12 kali, pada bayi cukup
bulan diberikan 6-8-10 kali sehari.
Bila ada intoleransi, diberikan susu formula khusus ( LLM, Prosobee atau yang lain ),
ASI dapat diteruskan. Nutrisi parenteral : diberikan pada bayi yang tidak
memungkinkan diberi minum setelah kira-kira 4 hari mendapat infus. Cara pemberian
sesuai kebutuhan protein, kalori, elektrolit, mineral, vitamin dalam sehari.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah :
Rutin : Hb, lekosit, eritrosit, gambaran darah tepi, hematokrit, trombosit.
Elektrolit : Na, K, Ca, bila ada kejang : Mg., P.
kadar gula darah ( KGD )
Pada gangguan nafas : AGD, bila perlu diulang 4-6 jam kemudian

42

Pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal, kelainan darah, imunoglobulin atau


yang lain atas indikasi.

Urine :
Rutin : protein, reduksi, sedimen
Pada infeksi : biakan dan tes kepekaan
Lain-lain : atas indikasi
Tinja :
Rutin : warna, konsistensi, lekosit, eritrosit
Lain-lain : atas indikasi

PEMERIKSAAN LAIN

X foto dada : bila ada sesak nafas / dicurigai kelainan paru


BNO3 posisi : bila ada distensi perut
X foto saluran cerna (kontras) : bila dicurigai sumbatan saluran cerna
X foto kepala, USG, CT Scan : bila ada trauma, curiga radang otak, perdarahan
otak, tekanan intrakranial meninggi dan lain-lain.
X foto lain tubuh : atas indikasi
Pungsi lumbal : bila ada tanda-tanda radang otak

KONSULTASI
Atas indikasi ke :
Sub bagian lain di UPF Kesehatan Anak ( hematologi, saraf anak, endokrinologi,
nefrologi, dan lainnya )
Bagian lain di UPF lain ( bedah saraf, bedah, fisioterapi dan lainnya )
N.I.C.U :
Kegagalan pernafasan akut (perlu pemantauan ketat)
Apnea berulang berulang dan berlanjut
AGD : menunjukkan : PO2 50 mmHg. P CO2 50 mmHg.
PROGNOSIS
Pada semua kasus, bila keadaannya
Tanpa komplikasi : baik ad bonam
Dengan komplikasi / penyakit penyerta : jelek / dubia ad malam
PEMULANGAN PENDERITA
Keadaan umum cukup baik : cukup aktif, minum baik, suhu normal
Berat badan cenderung naik
Pemeriksaan laboratorium membaik atau sudah baik
Memberikan penyuluhan kepada yang merawat, tentang, perawatan bayi
Kontrol ke BKIA, kira-kira 1 minggu kemudian
PENGELOLAAN GASTROENTERITIS PADA NEONATUS
Pengobatan Dehidrasi :

43

Pemberian cairan intravena (infus) :


Prinsip : diberikan secara dini dan secepat-cepatnya
Dehidrasi sedang :
Macam cairan : Campuran Dekstrose 10 % dengan Natrium Chlorida faali
dengan perbandingan 4 : 1
Jumlah cairan : Kebutuhan cairan selama 24 jam pada saat itu, ditambah
kehilangan cairan yang diderita.
Dehidrasi berat :
Macam cairan : sama dengan cairan pada dehidrasi sedang
Jumlah cairan :
4 jam pertama : 15 cc/kg.BB/1 jam
20 jam berikutnya : sesuai dengan pengelolaan pada dehidrasi sedang
Pemberian KCL : 1 meq/kg.BB/24 jam, dalam infus
Pada keadaan :
Hipertermi : jumlah cairan ditambah 10 % kebutuhan untuk kenaikan 1 o C
diatas suhu normal.
Dekompensasi : jumlah cairan diturunkan menjadi 70 % dari kebutuhan.
Edema paru : jumlah cairan diturunkan.
PEMBERIAN MEDIKAMENTOSA DAN ELEKTROLIT
( lihat bab pengelolaan bayi risiko tinggi di depan )
PEMBERIAN DIETETIK
Pada bayi yang minum ASI dapat diteruskan
Pada bayi yang minum susu buatan, dipikirkan pemilihan susu, tergantung
keadaan bayi yaitu ada / tidaknya gangguan absorbsi.
Macam susu :
- S.G.M, Laktona
- L.L.M, Prosobee, Nutrisoja : bila ada intoleransi laktosa,
malabsorbsi lemak.
Dapat diberikan bersama dengan pengobatan dehidrasi atau setelah
rehidrasi tercapai ( 6 - 12 jam kemudian )
Ditunda pemberiannya pada keadaan-keadaan : tumpah, distensi perut,
sesak nafas, berak masih frekuen dan cair.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Lihat di bab dasar diagnosis
PEMERIKSAAN LAIN
Lihat di bab dasar diagnosis
KONSULTASI
Atas dasar indikasi, ke :
Sub bagian lain ( hematologi, nefrologi, saraf anak, endokrinologi,
kardiologi dan lainnya ).
UPF lain ( bedah anak, bedah saraf, THT dan lainnya )
N.I.C.U ( lihat persyaratannya di bangsal bayi risiko tinggi )

44

PROGNOSIS
Gastroenteritis dehidrasi sedang tanpa komplikasi : baik
Gastroenteritis dehidrasi berat tanpa atau dengan komplikasi / penyakit
penyerta : dubia ad malam / jelek.

PEMULANGAN PENDERITA
Tinja : baik ( makrokopis dan mikroskopis )
Keadaan umum : cuku aktif, minum baik, tidak panas
Berat badan sudah kembali semula ( sebelum dehidrasi )
Penyuluhan pada yang merawat tentang perawatan penderita.
Kontrol ke BKIA kira-kira 1 minggu lagi.

45

INFEKSI SUSUNAN SYARAF PUSAT


MENINGITIS
DEFINISI
Meningitis adalah infeksi pada selaput otak yang memberi gejala dan tanda
peradangan selaput otak ( demam, sakit kepala, dan kaku kuduk ).
DASAR DIAGNOSIS
1. Klinis.
Tanda-tanda infeksi akut : panas, nafsu makan menurun, apatis dll.
Tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial : muntah, nyeri kepala (bagi anak
besar) ,kejang-kejang, kesadaran menurun sampai koma.
Tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar menonjol, sutura
melebar ( bagi yang belum menutup ) dan perdarahan retina atau papiledema,
nafas tak teratur, frekuensi jantung menurun, dan kenaikan tekanan darah
arteri sistemik.
Tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinsky I dan
II positif.
Pada dua pertiga penderita meningitis karena meningokokus ditemukan
adanya petekiae dan purpura.
Dapat terjadi kelumpuhan N VI, VII, VIII dan hemiparesis yang bersifat
sementara atau menetap.
Pada penderita yang berusia di bawah 6 bulan tanda-tanda rangsang meningeal
tidak didapatkan.
2. Laboratorium
Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan sarana diagnostik yang penting.
Meningitis purulenta :
Cairan serebrospinal berwarna keruh, reaksi Nonne dan Pandy positif. Jumlah
sel meningkat lebih dari 400 /mm3 dengan PMN dominan. Perbandingan kadar
glukosa cairan serebrospinal /darah 40% dan kadar protein 100 mg%.
Meningitis aseptik :
Cairan serebrospinal jernih, jumlah sel 25-500 /mm3 dengan PMN dominan.
Glukosa dalam batas normal dan 2/3 penderita protein dalam batas normal
sedangkan1/3 lainnya meningkat sampai 50-200 mg%.
Meningitis tuberkulosa :
Cairan serebrospinal jernih, jumlah sel 10-350 mm 3 dengan limfosit dominan.
Perbandingan kadar glukosa cairan serebrospinal /darah kurang dari 30%.
PENGELOLAAN MENINGITIS
Pengelolaan meningitis terdiri dari pengobatan suportif dan kausa.
PEMANTAUAN
Bagi penderita yang mendapat pengobatan chloramphenicol perlu dilakukan
pemeriksaan ulangan Hb, leukosit, trombosit, dan hitung jenis pada hari ke 7
pengobatan.
Tanda-tanda vital : tensi, nadi, dan temperatur.

46

Tanda-tanda perdarahan.
Tanda-tanda syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon
(SIADH) yang biasanya terjadi dalam waktu 72 jam pertama.
Imbang cairan.
Pungsi lumbal ulangan dikerjakan pada hari ke 3 pengobatan penderita dan
menjelang dipulangkan.
Pemeriksaan lain :
Pengukuran tekanan intrakranial.
Pengecatan gram preparat apus.
Conntercurrent Immune Electrophoresis ( CIE ).
Limulus Lysate test.
KONSULTASI
Bagian mata :
Pada waktu masuk untuk melihat adanya peninggian tekanan intrakranial dan saat
akan dipulangkan untuk melihat kemungkinan adanya gejala sisa.
Bagian THT :
Pada waktu masuk untuk melihat adanya sumber infeksi dan pada waktu
menjelang pulang untuk melihat kemungkinan adanya ketulian.
PENGAMATAN KOMPLIKASI
a. Efusi Subdural /Emplema :
setelah 3 hari pengobatan secara tepat tidak menunjukkan perbaikan.
panas tetap tinggi.
opistotonus.
kejang-kejang.
adanya /muncul kelainan neurologis.
tumpah-tumpah.
hasil pemeriksaan ulang lumbal pungsi tidak menunjukkan adanya perbaikan.
adanya kenaikan tekanan intrakranial ( bertambah besar ukuran lingkar kepala,
UUB menonjol, chocked disc ).
b. Abses serebri :
panas tetap tinggi.
kaku kuduk.
pemeriksaan cairan serebrospinal ulang tidak menunjukkan perbaikan.
adanya kelainan neurologi ( lateralisasi ).
TINDAK LANJUT
Sebelum penderita dipulangkan dilakukan evaluasi terhadap fungsi penglihatan dan
pendengarannya. Penderita dipulangkan bila :
5 hari bebas panas.
hasil ulang pemeriksaan cairan serebrospinal dalam batas normal.
Bila ada gejala sisa maka perlu dilakukan fisioterapi di Unit Rehabilitasi Medis, atau
pemantauan berkala di poliklinik saraf anak.
A. MENINGITIS BAKTERI ( MENINGITIS PURULENTA )

47

DEFINISI
Meningitis purulenta ( meningitis bakteri ) adalah suatu infeksi bakteri pada selaput
otak yang memberi reaksi purulen /eksudasi pada cairan serebrospinal.
DASAR DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan atas gambaran klinis dan hasil temuan laboratorik.
GAMBARAN KLINIK
Tanda-tanda infeksi akut : panas, nafsu makan menurun, apatis dll.
Tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial : muntah, nyeri kepala ( bagi anak
besar ), kejang-kejang, kesadaran menurun sampai koma.
Pada pemeriksaan didapatkan ubun-ubun besar menonjol ( bagi yang belum
menutup ) dan choked disc dari papila nervi optici ( keadaan kenaikan tekanan
intra kranial yang melanjut ).
Tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernings sign dan Brudzinsky I dan II
positif.
Pada dua pertiga penderita meningitis karena meningokokus dikemukakan adanya
petekiae dan purpura.
Dapat terjadi kelumpuhan N VI, VII, VIII dan hemiparesis yang bersifat
sementara atau menetap.
Pada penderita yang berusia di bawah 6 bulan dapat tidak dijumpai tanda-tanda
rangsang meningeal.
GAMBARAN LABORATORIK
Cairan serebrospinal didapatkan kenaikan tekanan intrakranial. Warna keruh, reaksi
Nonne dan Pandy positif.
Jumlah sel meningkat 400 sampai 40.000 per mm3 dengan 75 % bentuk PMN.
Kadar protein 60 mg % - 500 mg % dengan penurunan kadar glukose kurang dari 40
% (perbandingan glukose lcs /darah : 40 % ).
PENGELOLAAN
Pengelolaan meliputi :
Pengobatan suportif.
Pengobatan kausal
PENGOBATAN SUPORTIF
Mengatasi kejang
Menurunkan panas
Menjaga agar jalan nafas tetap baik, terhindar dari sumbatan lendir yang kental
yang dapat menyumbat jalan nafas dan dapat menimbulkan kematian.
Mencegah terjadinya hipoksi otak.
Otak sangat rentan terhadap kekurangan oksigen, untuk mencegah hipoksi dapat
diberikan O2 2 liter /menit.
Mencegah terjadinya dekubitus.
Mencegah terjadinya keratitis.
Mencegah terjadinya aspirasi.
Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi.
Untuk mencegah terjadinya kenaikan tekanan intrakranial yang meninggi, dapat
48

dipakai preparat kortikosteroid Dexamethason 1 - 2 mg /kg BB /hari diberikan


dalam 3 kali. Lasix dengan dosis 1 mg /kg BB dapat diulang sampai 3 kali, atau
manitol 0,5 - 1,5 g /kg BB, diberikan dalam waktu 30 menit dan kurang dari 6 jam
( untuk mencegah rebound phenomena ).
Bila tanda klinis udema otak hilang, pemberian Dexamethason segera dihentikan.
BAGAN PEMBERANTASAN KEJANG
Pada waktu kejang diberikan diazepam i.v. 0,20 - 0,50 mg /kg BB/kali ( max 10 mg ).
Ada respon ------tunggu 15

tak ada respons


---diberi phenobarbital iv /im
dengan dosis 5 mg /kg BB.

Kejang berulang
---- diulang diazepam dosis sama
diulang dengan dosis yang sama
(bila kejang berulang)

kejang berhenti
phenobarbital i.m.
neonetus : 30 mg
1 bl - 1 th : 50 mg
di atas 1 th : 75 mg

kejang tidak berhenti


maksimal diazepam perdrip dengan
dosis 5 mg /kg BB/hari

Pengobatan pemeliharaan
Phenobarbital peroral 4-5
BB/hari

mg/kg

PENGOBATAN KAUSAL
Pengobatan kausal tergantung dari kuman yang dapat dilihat dari hasil biakan dan tes
kepekaan. Tetapi hal ini sukar dilaksanakan terutama di Rumah Sakit yang belum
mempunyai fasilitas yang memadai. Untuk menghindari keterlambatan dalam
pengobatan maka pemberian antibiotika tidak perlu menunggu hasil biakan dan test
kepekaan. Untuk itu perlu melihat pola perkiraan kuman penyebab dan diberikan
antibiotika berspektrum luas dan dosis tinggi.
Pengobatan meningitis bakteri dapat digunakan paduan penicilin dengan dosis
100.000 iu/kg BB /hari - 200.000 iu /kg BB /hari dan klorampenikol dengan dosis
100.000 iu /kg BB /hari dengan dosis maksimal 1500 mg /hari. Untuk pengobatan
meningitis purulenta pada neonatus neonatus ( lebih dari 7 hari ) dapat diberikan
ampisilin 200 - 400 mg /kg BB /hari dan gentamisin dengan dosis 7,5 mg /kg BB /hari
atau preparat aminoglikosida yang lain untuk kuman gram negatif. Untuk neonatus
kurang dari 1 minggu :
Ampisillin 100 - 200 mg /kg BB /hari i.v. dibagi dalam 4 dosis.
Gentamysin 7,5 mg /kg BB /hari i.v. dibagi 2 dosis.
Pengobatan minimal 10 hari untuk anak, dan 14 hari untuk neonatus atau setelah
kultur 3 kali negatif dan 21 hari tanpa menunggu hasil kultur.
Pengobatan terhadap adanya komplikasi :
1. Apabila curiga adanya subdural efusion /subdural empiema, perlu dilakukan :

49

transiluminasi
ultrasonografi
X foto kranium
brain CT scanning
konsultasi bagian bedah syaraf.
2. Bila didapatkan adanya dugaan ke arah abses otak dilakukan :
EEG
Echoensefalografi
Brain scanning
Konsultasi ke bagian bedah syaraf.
3. Tindakan yang dilakukan untuk hidrosephalus adalah :
X foto kranium
transilluminasi
Brain scaning echoensefalografi.
Konsultasi bedah syaraf untuk dilakukan shunting
PEMANTAUAN
1. Bagi penderita yang mendapat pengobatan chloramphenicol perlu dilakukan
pemeriksaan ulangan Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis pada hari ke 7
pengobatan.
2. Tanda-tanda vital :
Tensi, nadi, temperatur
Tekanan darah harus selaludijaga dalam batasan normal. Perdarahan adrenal
ditandai dengan adanya syok dan perdarahan.
Diuresis
Berat jenis urin diperiksa setiap 3 hari, pencatatan jumlah air kemih yang
keluar dilakukan tiap hari selama fase akut. Bila didapat SIADH perlu
dilakukan pembatasan cairan dan elektrolit ( Na ).
Pungsi lumbal ulangan
Dikerjakan pada hari ke 3 pengobatan penderita dan menjelang dipulangkan.
Pungsi lumbal dapat dilakukan setiap saat atas indikasi :
untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
pengamatan dugaan adanya komplikasi.
menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan yang perlu dikerjakan :
pengukuran tekanan intra kranial.
pengecatan gram preparat apus.
countercurrent immunoelectrophoresis ( CIE ).
limulus lysate test.
kultur.
Sediaan kultur harus segera dikirim, bila tertunda tidak boleh disimpan dalam almari
es. Sediaan harus dimasukkan dalam media transport.
3. Konsultasi ke bagian :
50

Mata
Pada waktu masuk untuk melihat adanya peninggian tekanan intrakranial.
Pada waktu akan dipulangkan untuk melihat kemungkinan adanya gejala sisa.
THT
Pada waktu masuk untuk melihat adanya sumber infeksi.
Pada waktu menjelang pulang untuk melihat kemungkinan adanya ketulian.
4. Pengamatan adanya :
sub dural effusion
sub dural empyema
Abses serebri
Hidrosefalus
Subdural effusion /subdural empyema dicurigai bila :
setelah 3 hari pengobatan secara tepat tidak menunjukkan perbaikan.
panas tetap tinggi
epistotonus
kejang-kejang
adanya /muncul kelainan neurologis.
tumpah-tumpah
hasil pemeriksaan ulang pungsi lumbal tidak menunjukkan adanya perbaikan.
adanya kenaikan tekanan intrakranial ( bertambah besar ukuran lingkar kepala,
UUB menonjol, chocked disk ).
Abses otak dicurigai bila didapatkan :
panas tetap tinggi
kaku kuduk
hasil pemeriksaan ulang pungsi lumbal tidak menunjukkan perbaikan, bahkan
ada kecenderungan kenaikan sel.
Adanya lateralisasi.
Hidrosefalus dicurigai apabila :
ada pembesaran progresif kepala
UUB menegang
ada gejala kenaikan tekanan intrakranial
ada dekortikasi /deserebrasi
TINDAK LANJUT
Pemulangan penderita :
Sebelum penderita dipulangkan dilakukan evaluasi terhadap fungsi penglihatan
dan pendengaran ( konsultasi ke bagian mata dan THT ).
Penderita dipulangkan bila :
5 hari bebas panas
hasil pemeriksaan ulan LCS dalam batas normal.

51

Bila ada gejala sisa perlu dilakukan fisioterapi di Unit Rehabilitasi Medis atau
pemantauan berkala di poliklinik syaraf anak.

B. MENINGITIS VIRUS ( ASEPTIC MENINGITIS )


DEFINISI
Meningitis virus merupakan infeksi pada selaput otak dengan reaksi inflamasi yang
non purulent.
DASAR DIAGNOSIS
Gambaran klinis seperti pada meningitis purulenta.
Gambaran laboratorik
Gambar LCS yang diambil sebelum 48 jam setelah timbul tanda rangsangan
meningeal, sebagai berikut :
Warna jernih, tekanan normal
Jumlah sel 25 -500 per mm3 dengan PMN dominant
Kimia LCS :
glukosa dbn
protein dbn, sepertiga penderita kadar protein LCS meningkat 50 mg % 200 mg %.
PENGELOLAAN DI RUANGAN
Prinsip pengelolaan seperti pada penderita infeksi intrakranial pada umumnya. Pada
penderita meningitis virus ditekankan pada tindakan suportif ( lihat halaman depan ).
PEMULANGAN PENDERITA
Penderita dipulangkan apabila 7 hari bebas panas disertai gambaran ICS dbn.
Sebelum dipulangkan dievalusi tentang fungsi panca indera, gejala sisa neurologis,
adanya epilepsi.
Penderita sembuh dengan gejala sisa perlu rawat jalan di Poliklinik Neurologi Anak.
C. ENSEFALITIS
DEFINISI
Ensefalitis merupakan reaksi radang di daerah otak.
Reaksi radang akibat adanya invasi mikro organisme ( virus, bakteri, protozoa,
spirochaeta, jamur ) atau reaksi radang akibat adanya infeksi sistemik atau vaksinasi.
DASAR DIAGNOSIS
Gejala infeksi akut
kejang - kejang.

52

Penurunan kesadaran sampai koma.


Gangguan neurologis ( kelumpuhan ).
Dapat dijumpai tanda kaku kuduk
Gejala Laboratorik LCS
Warna jernih atau opalescent.
Tekanan normal atau sedikit meninggi.
Jumlah sel 5 - 1500 permm3 dengan MN dominan.
Kimia : protein meningkat dan glukosa dalam batas normal.
PENGELOLAAN DI RUANGAN
Prinsip pengelolaan seperti pada penderita dengan infeksi intrakranial pada umumnya,
pengobatan ditekankan pada tindakan suportif. Antibiotika ( ampicillin ) diberikan
apabila ada kecurigaan infeksi bakterial. Pemeriksaan yang harus dilakukan :
1. Pemeriksaan rutin, meliputi : funduskopi, X-foto kranium, EEG.
2. Atas indikasi : tes, pendengaran & penglihatan, ultrasonografi ( USG ),
Echoencefalografi, transiluminasi, scanning.
PEMULANGAN PENDERITA
Penderita dipulangkan bila :
5 hari bebas panas.
tidak ada penyulit yang memerlukan tindakan khusus.
Penderita dipulangkan dan kontrol di poliklinik neurologi anak, bila didapatkan gejala
sisa.
D. ABSES INTRAKRANIAL
DEFINISI
Abses subdural, empiema subdural, abses otak.
GEJALA KLINIK
Infeksi sistemik diikuti masa interval + 1 bulan kemudian diikuti gejala :
Iritasi meningeal
Disfungsi serebral baik lokal maupun difus.
Adanya kenaikan tekanan intrakranial.
Penurunan kesadaran sampai koma.
Tanda infeksi akut.
GAMBARAN LABORATORIK
Hasil pemeriksaan LCS seperti pada penderita ensefalitis. Pemeriksaan penunjang
yang perlu dilakukan :
rutin :
1. X - foto kranium
2. EEG
3. CT Scan kepala
atas indikasi :
1. EKG
2. Echoencephalografi

53

KONSULTASI KE BAGIAN :
Bedah
Mata
THT
PENGELOLAAN :
Tindakan bedah syaraf
Antibiotika spektrum luas dengan dosis tinggi
Ampicillin 200 - 400 mg per Kg BB
Chloramphenicol 100 mg per Kg BB

54

KEJANG DEMAM
DEFINISI
Suatu bangkitan kejang akibat demam yang ditumbuhkan oleh infeksi ekstranial yang
menimbulkan panas.
Infeksi ekstrakranial 80 % karena infeksi saluran nafas bagian atas. Sifat kejangnya
merupakan kejang umum, tonik klonik dan berlangsung sebentar terjadi pada waktu
demam.
INDIKASI RAWAT
Kejang demam yang memerlukan tindakan perawatan adalah :
Kejang demam terjadi yang pertama kali.
Kejang demam berat.
Kejang demam dengan status konvulsivus.
Sindroma HHE ( Hemikonvulsi, Hemiplegi, Epilepsi ).
BATASAN KEJANG DEMAM BERAT
Kejang demam berat adalah kejang demam dimana kejang berlangsung lebih dari 30
menit.
STATUS KONVULSIVUS
Status konvulsivus adalah kejang yang terjadi lebih dari satu jam atau kejang berulang
tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.
SINDROMA HHE
Kejang dengan bentuk hemikonvulsi dan diikuti hemiplegi dan akhirnya terjadi
epilepsi.
PENGELOLAAN DI RUANGAN
Pengelolaan penderita kejang demam, meliputi pengobatan : suportif dan kausa.
Pengobatan suportif seperti pengobatan penderita kejang pada umumnya ( lihat
depan ).
Pengobatan kausa disesuaikan infeksi ekstrakranial sebagai penyebab kejang demam.
Bila belum diketahui secara pasti dapat diberikan Ampicillin dengan dosis 50 -100 mg
/Kg BB /hari.
Pengelolaan status konvulasi :
Pengelolaan penderita pada waktu serangan kejang diberikan Diazepam secara bolus
0,5 mg /kg BB kemudian dilanjutkan dengan drip, dosis 5 mg /kg BB /hari
dimasukkan dalam larutan Dextrose 5 %. Status konvulsivus intractable ( bila tidak
ada respon dengan pemberian Diazepam ) diberikan Phenobarbitone dengan dosis
awal 5 mg /kg BB /kali diberikan secara i.m.
Setelah 30 menit diberikan 2,5 mg /kg BB diberikan secara IM.

55

Penderita dirawat di PICU apabila :


1. Dengan Diazepam drip 10 mg /kg BB /hari masih ada kejang.
2. Dengan phenobarbitonr masih kejang.
Bila disertai dengan penurunan kesadaran sampai koma diberi :
Manitol - 1 g /kg BB diberikan dalam waktu lebih 30 menit.
Dexamethasone 1 - 2 mg /kg BB /hari.
Pemeriksaan yang perlu dikerjakan :
Darah : gula, ureum, elektrolit
Mata : funduskopi
EEG dan X Ro Foto cranium
LP ulangan ( bila telah diberikan manitol ).
TINDAK LANJUT
Penderita yang dipulangkan dan memerlukan tindakan preventif, bila didapatkan :
Neuro developmental abnormality
Kejang demam lebih 25 menit.
Kejang demam dengan kelainan neurologis baik sementara maupun menetap.
Ada riwayat epilepsi pada keluarga.
Pengobatan preventif memakai phenobarbital 3 - 5 mg /kg BB single dose
diberikan malam hari. Lama pemberian 2 tahun.
CATATAN :
Phenobarbital profilaksis diberikan bila ibu penderita dapat dijamin untuk minum obat
secara teratur dan terus menerus.

56

TETANUS
DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus ditegakkan atas dasar gejala klinis.
MANIFESTASI KLINIK TETANUS
Masa inkubasi 5 - 10 hari, beberapa kasus sampai beberapa minggu.
Kekakuan pada kaki sewaktu berjalan.
Trismus
Opisthotonus
Recurrent spasmodic yang dikenal sebagai kejang tonik periodik, yang terjadi
secara spontan atau dengan rangsangan. Dalam keadaan berat dapat terjadi
sympathetic Crisis dengan gejala takikardi hipertensi dan vasokonstriksi
perifer serta aritmia jantung.
TETANUS NEONATORUM
Masa inkubasi 5 - 7 hari
Iritable
Kesulitan menetek, trismus diikuti dengan kekakuan otot menyeluruh dan
kejang tonik.
PENGOBATAN
Tetanus anak
Pada keadaan serangan kejang/kejang frekuen kejang dikelola sebagai penderita
kejang pada umumnya ( lihat depan ). Keadaan tidak kejang frekuan diberikan
antikonvulsan sbb :
Luminal 3-5 mg/kg.BB/hari terbagi dalam 3 dosis.
Largactil 3-4 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
Choralhydrat 5 mg/kgBB/hari
Infus Destrose 5 %, bila lebih dari 2 hari diberikan parental nutrisi
PP 50.000 U / kgBB/hari
ATS 25.000 U dengan 20.000 U i.m dan 5.000 U infiltrasi di sekitar luka atau Tetanus
immune globulin 3.000 - 6.000 U i.m
Perawatan luka
Oksigen 2 liter/menit
Tetanus neonatorum
Infus Destrose 5-10 % dengan tetesan rumah bila lebih 2 hari diberikan parenteral
nutrisi.
Oksigen 21 / menit
PP 50.000 U / kgBB/hari, untuk penderita dengan umbilicus kotor terdapat pus PP
2 x 1 juta per hari.
Gentamycin 5-6 mg/kgBB/hari selama 5 hari.
ATS 10.000 U dengan 5.000 U diberikan IV dan 5.000 U i.m atau Tetanus
Immune globulin 500 U.
Anti konvulsan Dizepam 5 mg/kgBB/hari diberikan secara drip dapat ditingkatkan
sampai 7 mg/kgBB/hari
57

Dengan pemberian Antikonvulsan Diazepam 7 mg/kgBB/hari penderita masih


kejang perlu konsultasi ke PICU untuk mohon perawatan di PICU.

PERAWATAN

Perawatan luka
Penderita diisolasi
Dijaga agar airway tetap baik
Bila sudah tidak kejang choralhydrat dihentikan, kemudian menyusul largactil
dihentikan bila tidak iretabel.
Tindakan fisioterapi di PRU dapat dengan berobat jalan.
Konsultasi.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi :
Analisa gas darah, glukose darah, elektrolit darah.
Konsultasi THT, PICU ( konsultasi ini didasarkan indikasi )
EKG
PRU
PEMULANGAN PENDERITA

Bila tidak ada kejang, tidak panas.


Penderita dapat makan minum sendiri
Bila masih didapatkan kekakuan dapat berobat jalan ke PRU

GANGGUAN NEUROMUSKULER
Yang dimaksud gangguan neuromuskuler di sini adalah manifestasi kelayuhan yang
disebabkan kelainan pada susunan syaraf atau otot.
Gangguan neuromuskuler dapat bersifat :
akut
subakut
kronik bertahap
periodik
Gangguan neuromuskuler subakut biasanya akibat proses inflamasi.
Gangguan neuromuskuler bertahap biasanya akibat proses degenerasi dan metabolik.
Gangguan neuromuskuler yang bersifat periodik biasanya disebabkan karena
Myasthenia gravis.
Manifestasi klinik gangguan neuromuskuler :
Pada bayi :
Tangis yang lemah, malas minum, kurang aktif, refleks primitif yang
melemah.
Pada anak :
Menunjukkan adanya keterlambatan dalam pencapaian perkembangan normal
(milestone).

58

Gangguan neuromuskuler yang perlu /indikasi untuk dirawat adalah gangguan


neuromuskuler yang bersifat akut dan subakut.
SINDROMA GULLAIN BARRE ( POLINEURITIS IDIOPATIK )
Sindroma Gullain Barre merupakan kelainan pada saraf tepi perifer yang berupa
Demyelinisasi segmental.
GEJALA KLINIK
Adanya riwayat pasca infeksi non spesifik dari saluran nafas atau saluran
cerna.
Kelumpuhan yang ascendens dan simetris yang didahului parestesi atau
disestesi.
Gangguan sensoris tetapi kadang-kadang bersifat minimal.
Penurunan refleks fisiologis.
Kadang-kadang terdapat gangguan fungsi otonom dengan manifestasi berupa
aritmia jantung, tekanan darah yang tidak stabil, retensi urine.
PEMERIKSAAN PENUNJANG /LABORATORIUM
LCS menunjukkan kenaikan protein dengan jumlah sel normal ( disosiasi
sitoalbumin ), tetapi 5 % dari penderita menunjukkan pleositosis. EMG menunjukkan
kecepatan konduksi menurun dengan distal latensi.
PENGOBATAN
Pengawasan tehadap fungsi :
fungsi respirasi.
tensi
diuresis
Bila dijumpai adanya proses asenderen yang cepat segera dirawat di PICU.
Pengobatan terutama pengobatan suportif. Dapat diberikan preparat kortikosteroid
( Dexamethasone 1 mg /kg BB /hari ). Bila keadaan fasilitas memungkinkan dapat
diberikan plasmaphoresis.
MIOSITIS
Miositis yang tersering adalah Dermatomiositis.
DERMATOMIOSITIS
Dermatomiositis adalah inflamasi dan degenerasi dari otot dengan adanya typical
rash.
DIAGNOSIS
Adanya kelumpuhan, bagian proksimal lebih berat dibanding dengan bagian
distal.
Adanya rash.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah
: adanya kenaikan enzim CPK, LDH, SGOT dan SGPT.
EMG
: polifasik potensial dengan amplitudo rendah.

59

Biopso otot : diameter serabut otot abnormal.


Didapatkan adanya serabut basofilik.
PENGOBATAN
Prednison 1 - 2 mg /kg BB /hari.
PEMULANGAN PENDERITA
Hilangnya gejala klinis.
Hasil pemeriksaan enzim otot dalam batas normal.

60

KOMA KETOASIDOSIS
DEFINISI
Koma diabetikum adalah suatu keadaan klinik yang khas yang dutandai hilangnya
kesadaran yang cepat dan hiperglikemmia yang tidak terkompensasi sehingga terjadi
asidosis metabolik dimana TCO2 menurun dan PH darah dibawah 7.30. Asidosis
tersebut di sebabkan oleh asam beta butirat dalam darah.
DASAR DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis adanya diabetes atau riwayat adanya poliuria dan polidipsi beberapa hari
sebelumnya, yang kemudian berlanjut dengan menurunya kesadaran sampai koma.
Pemeriksaan fisik
Adanya tanda - tanda asidosis dehidrasi kadang - kadang sampai syok, hiperpneu,
refleks tendon menurun sampai hilang tanpa adanya tanda Babinski dan hipotermia.
Pemeriksaan laboratorik.
Ditemukan hiperglikemia dan asidosis metabolik yang tidak terkompensasi serta
adanya kadar keton bodies yang tinggi.
INDIKASI RAWAT
Semua ketoasidosis dirawat.
PENGELOLAAN
Sedapatnya penderita dirawat diruang perawatan intensif ( PICU )
Pemeriksaan fisik
Timbang berat badan.
Tentukan derajat dehidrasi, tingkat kesadaran dan keadaan sirkulasi darah ( ukur
tekanan darah dan nadi ).
Harus dicari pula sumber infeksi.
Pemeriksaan penunjang.
Gula darah dan aseton
Ureum, natrium, kalium, bikarbonat dan osmolalitas darah.
Analisa gas darah.
Pemeriksaan darah lengkap.
Biakan darah.
Foto polos dada.
Pungsi lumbal bila ada indikasi.
E.K.G. lihat gelombang T ( hiper K ) dan dipasang monitor EKG.
PENGOBATAN
Rehidrasi secepatnya sesuai dengan derajat pengurangan berat badan atau derajat
dehidrasisinya, dan osmolalitas plasma.
Untuk rehidrasi dipergunakan larutan NaCL 0,9%. Diharapkan cairan yang masuk
didalam 8 jam pertama sebanyak 50% dari penurunan berat badan, dan sisanya dalam
16jam berikutnya. Bila berat badan sebelumnya tidak diketahui diperkirakan
kekurangannya 15%, jumlah cairan ini harus ditambah kebutuhan minuman cairan
setiap hari, didalam 2jam pertama sedapatnya sudah masuk 25% dari penurunan berat
61

badan,bila syok dapat dimasukan secepatnya dengan mempergunakan semprit.


Bilamana osmolalitas melebihi 350 mOsm/liter, mak diberikan larutan hipotonik
(NaCL0,45%).
Kalium harus secepatnya ditambahkan kedalam cairan infus segera setelah penderita
berkemih(3-4mEq/kg BB/hari). Konsentrasinya didalam cairan infus yang diberikan
tidak boleh melebihi 40 mEq per liter.
Natrium bikarbonat untuk mengkoreksi asidosis, apabila pH kurang dari 7,2 atau
bila serum bikarbonat kurang dari 10mEq/1. Bila pH 7, tau serum bikarbonat kurang
dari 5mEq/1 diberikan 1ampul NaHCO3 7,5% dilarutkan dalam cairan NaCL
0,45%dan glukosa 5% sebanyak 100ml dimasukan dalam 30 menit, sisa
kekurangannya diberikan perdrip dalam satu cairan yang diberikan dengan tetesan
sesuai pada saat itu.
Bila pH antara 7,0-7,2 dan serum bikarbonat antara 5-10 mEq/1 maka 1ampul
NaHCo3 ditambahkan dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan sesuai saat itu.
NaHCO3 harus dihentikan pemberiannya apabila pH lebih dari 7,2.
Larutan glukosa tidak boleh ditambahkan kedalam cairan infus sampai gula darah
kurang dari 400mg%, bila sudah dalam batas ini dapat ditambahkan glukosa 5% dan
NaCL0,45%. Hati-hati jangan sampai terjadi overload cairan.
Insulin harus disesuakan terus menerus dosisnya sampai lebih dari 24jam. Pertamatama satu unit RI /kg BB, setengahnya diberikan imtravena sedangkan sisanya
diberikan intramuskuler, diikuti dengan 1/5 dosis initial setiap 4jam sepanjang
glukosuria lebih dari 20 gr/liter dan ketonuria menetap, dan gula darah harus diperiksa
setiap 4 jam. Hati-hati pemberian insulin jangan sampai over dosis.
Bila asidosis dan dehidrasi telah teratasi dengan baik insulin diberikan dengan dosis
rendah (2unit) dengan suntikan intravena, kemudian diikuti dengan 0,1 unit/kg BB/
jam subkutan tidak boleh melebihi 3 unit.
Antibiotika bila ada infeksi.
PENGAWASAN
Mengawasi penyesuaian dosis pengobatan insulin dengan memeriksa gula darah serta
memeriksa reduksi urine dan mengukur pH dan osmolalitas darah.
PERAWATAN
Perawat harus selalu disamping penderita mengawasi infus dan memantau parameter
klinik penderita, yaitu: temperatur, nadi, tekanan darah, diuresis dan respirasi.
PEMANTAUAN KOMPLIKASI
Komplikasi kardiovaskuler
Infark miokardial, hemiplegi, trombosis arterial, jarang terjadi pada anak.
Edema paru.
Komplikasi renal
Kegagalan ginjal (oliguri, albuminuri dan hematuri).
SYOK KIDNEY dengan nefritis tubulointerstitial.
Interstital nefropati, manifest selama krisis ketoasidosis.

62

Kesalahan pengelolaan
Overhidrasi dengan segala akibatnya
Terlalu banyak pemberian natrium(Hipernatrimiaedem otak)
Hipoglikemia.
Hipokalsemia.
Berhubungan dengan keadaan komanya.
Retinitis, nefropati atau arteriosklerosis.
Untuk penanganan selanjutnya sesuai dengan juvenile diabetes.

63

HIPERPIREKSIA

DEFINISI
Hiperpireksia adalah peninggian suhu tubuh di atas 41,1C.
GAMBARAN KLINIK
1. Demam dengan peninggian set-point hipotalamus :
- pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas menurun.
- penderita merasa dingin, menggigil.
- piloerektion.
- ekstremitas dingin.
- keringat tidak ada, atau sedikit sekali.
- terdapat pada : infeksi bakteri, infeksi virus, tumor, penyakit darah, penyakit
kolagen, penyakit metabolik dll.
2. Demam dengan set-point hipotalamus normal :
- pembentukanpanas meningkat, pengeluaran panas normal.
- penderita merasa panas.
- tidak ada piloerektion.
- ekstremitas panas.
- keringat banyak.
- terdapat pada : hipertermi maligna ( berhubungan dengan anestesi), hipertiroid,
hipernatremia, keracunan aspirin, suhu lingkungan yang tinggi atau baju terlalu
tebal.
3. Kerusakan pusat pengatur suhu :
- penderita tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya terhadap perubahan suhu
disekitarnya (poikilothermal).
- suhu tubuh tetap.
- tidak terpengaruh oleh antipiretika.
- bila kerusakan hebat, tidak ada keringat.
- Terdapat pada : ensefalitis, trauma kapitis, perdarahan intrakranial hebat,
meningitis bakterialis, radiasi tetra paresis atau paraparesis dimana susunan
saraf otonom tidak berfungsi lagi.
PENGELOLAAN
1. Penatalaksanaan :
- Demam dengan peninggian set-point hipotalamus :
= diberi obat untuk menurunkan set-point hipotalamus, a.l. acetaminofen
dengan dosis 10 - 20 mg/kgBB/kali p.o.
= bila menggigil dapat diselimuti.
= largactil (chlorpromazine) 0,5 - 1 mg/kgBB/kali i.m dapat diberikan untuk
vasodilatasi pembuluh darah kulit dan mencegah menggigil. Pemberian
largaktil harus hati-hati karena dapat menimbulkan ekef hipotensi, oleh
karena :
a. menghambat refleks pressor yang penting untuk mempertahankan
tekanan darah.

64

b. merupakan penghambat aktifitas reseptor alfa.


c. dapat menimbulkan efek inotropik negatif pada jantung.
Tidak efektif pada hiperpireksia yang berat.
- Demam dengan set-point hipotalamus normal :
= tidak dianjurkan pemberian antipiretika, bahkan dapat berbahaya.
= penurunan panas dengan mengeluarkan panas secara fisik yaitu "external
cooling" dan/atau "internal cooling".
= untuk "external cooling" dengan alkohol harus hati-hati karena dapat
menyebabkan koma, hipoglikemi dan hipotermi.
- Kerusakan pusat pengatur suhu :
= karena terjadi kerusakan pada pusat
penanggulangannya sangat sulit dilakukan.
= terapi terutama ditujukan pada kausanya.

pengatur

suhu,

maka

2. Pemantauan :
- temperatur rektal dipantau secara berkesinambungan. Bila temperatur rektal
tidak memungkinkan, dapat diukur melalui oral atau axilla. Temperatur oral
lebih rendah 1 dan axilla lebih rendah 2 dari rektal.
- tekanan darah dan tanda-tanda syok.
- tanda-tanda kegagalan pernapasan akut klinis dan analisa gas darah.
- terjadinya kejang dan ensefalopati.
- elektrolit.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung penyakit yang mendasarinya.
Kematian akibat hiperpireksia sekitar 3 - 7 %.

65

DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)

DEFINISI
Yang merupakan demam berdarah dengue berat adalah Dengue Syok Syndrome
(DSS) dengan :
- syok berulang.
- "prolonged syok".
- kegagalan pernapasan akut.
PENGELOLAAN
1. Penatalaksanaan :
- Pada pengelolaan penderita DHF berat diperlukan 2 jalur infus yang terdiri
dari :
= Cairan pemeliharaan (maintenance) sesuai dengan ketentuan berdasarkan
BB/hari dengan memperhitungkan kebutuhan elektrolit natrium dan
kalium. Jalur ini digunakan juga untuk tranfusi darah/komponen darah.
= Pemberian cairan kristaloid berupa Ringer laktat, yang juga berfungsi untuk
mengatur teanan vena sentral agar tetap diantara 5 - 10 cmH2O.
- Pemberian transfusi didasarkan atas indikasi, dan terutama hanya menggunakan
komponen darah, yaitu :
= plasma 10 - 20 cc/kgBB, dapat berupa plasma segar atau FFP (fresh frozen
plasma).
= sel darah merah (packed red cells) 10 - 20 cc/kgBB diberikan bila kadar Hb
rendah ( 8 gr%).
= plasma kaya trombosit atau suspensi trombosit hanya diberikan atas indikasi
yang tepat yaitu bila jumlah trombosit 30.000/mm3.
= Whole blood 20 cc/kgBB diberikan hanya sebagai "volume expander" pada
perdarahan yang hebat, dengan memperhatikan risiko terjadinya reaksi
autoimun terhadap trombosit.
- Pada kasus dengan tanda-tanda kegagalan pernapasan dilakukan pemasangan
intubasi endotracheal, dan bila perlu diberikan napas buatan dengan ventilator
mekanik.
- Terapi medikamentosa yang diberikan :
= antibiotika.
= kortikosteroid, yaitu dexamenthason 1-2 mg/kgBB/hari i.v.
= adona 25-50 mg i.v. diberikan 3 kali
= vitamin C 100 mg i.v.
= nootropil 30 - 50 mg i.v. diberikan bila ada ensefalopati.
= persantin 2-3 mg/kgBB/hari i.v. dibagi dalam 6 kali pemeberian bila ada
tanda-tanda aggregasi dan penurunan jumlah trombosit.
= pemberian heparin 100.000 unit/kgBB i.v. setiap 4 jam diberikan bila
terdapat pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC). Pemberian
dihentikan bila waktu pembekuan telah mencapai 2-3 kali nilai normal.
= untuk menghindari terjadinya kelebihan cairan dapat diberikan furosemid 1
mg/kgBB/kali pemberian i.v.

66

= digitalisasi dengan cedilanid bila ada tanda-tanda kegagalan jantung.


- Bila syok tidak dapat diatasi diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
= mempertahankan tekanan vena sentral dalam batas normal.
= koreksi gangguan keseimbangan asam basa.
= bila telah normovolemik dan tidak ada gangguan asam basa diberikan
dopamin dengan dosis awal 15 mcg/kgBB dan dapat dinaikkan sampai 30
mcg/kgBB. Prinsip pengaturan dopamin adalah dengan mengatur jumlah
tetesannya.
2. Pemantauan :
- Setiap penderita DSS yang dirawat di PICU perlu dipasang pengukur tekanan
vena sentral (central venous pressure/CVP), pemasangan pipa lambung, dan
urine tampung.
- Pemantauan ketat terutama ditujukan pada :
= kegagalan pernapasan akut.
= elektrolit, terutama natrium dan kalium.
= analisa gas darah.
= gangguan perdarahan, yang meliputi faktor trombosit dan faktor pembekuan
darah. Untuk itu perlu pemeriksaan jumlah dan fungsi trombosit, fibrinogen
semikuantitatif dan studi koagulasi, serta sediaan apusan drah tepi untuk
melihat kemungkinan tanda-tanda hemolitik.
= pemeriksaan Hb dan Ht.
= elektrokkardiografi.
= tekanan darah dan tekanan vena sentral.
= derajad kesadaran.
= diameter dan reaksi pupil.
= penilaian imbang cairan.
= foto thorax, untuk menilai adanya efusi pleura.
PROGNOSIS
Prognosis penderita tergantung dari cepat atau lambatnya tindakan untuk
mengatasi syok. Bila syok telah berlanjut dengan gangguan asam basa yang berat ( pH
< 7 ) maka prognosisnya buruk. Penderita dengan PIM/DIC juga mempunyai
prognosis yang kurang baik, karena kemungkinan dapat timbul perdarahan dalam
paru yang menyulitkan pernapasan penderita.

67

SYOK

DEFINISI
Syok adalah akut dari terganggunya fungsi sirkulasi sehingga mengakibatkan organorgan gagal menerima oksigen dan nutrien-nutrien lain untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
ETIOLOGI
1. Syok hipovolemik : - perdarahan
- kehilangan cairan dan elektrolit
- kehilangan plasma
- kelainan endokrin
2. Syok kardiogenik : - operasi jantung
- disritmia
- intoksikasi obat
- keadaan hipoksia, asidemia
- hipotermia
- gangguan metabolik ( hipoglikemi, miopati)
- payah jantung karena PJB
3. Syok distributif : - sepsis
- anafilaksis
- gangguan susunan saraf pusat
- intoksikasi obat
DASAR DIAGNOSIS
Dasar diagnosis syok ditegakkan berdasarkan kriteria :
- Tanda klinis syok : kesadaran menurun, nadi cepat dan kecil. takikardi, oliguria,
ekstremitas dingin.
- Dengan/tanpa hipotensi.
PENGELOLAAN
Pengelolaan syok akan sangat bergantung pada jenis syok.
PEMANTAUAN
Pada penderita syok perlu pemantauan sebagai berikut :
- tekanan vena sentral, dan tekanan darah.
- elektrokardiografi
- elektrolit, terutama natrium dan kalium.
- Hb dan Ht.
- analisa gas darah.
- ureum dan creatinin.
- jumlah dan fungsi trombosit.
- fibrinogen semikuantitatif dan studi koagulasi.
- gambaran sediaan apus darah tepi.
- imbang cairan.

68

- test fungsi hati.


TINDAK LANJUT
Selain pengelolaan untuk mengatasi syok dan komplikasinya,maka terapi terhadap
kausa syok merupakan hal yang utama. Sehingga diperlukan langkah-langkah untuk
menegakkan diagnosis kausa syok yang dimulai dengan menentukan jenis syok lebih
dahulu.

69

SYOK HIPOVOLEMIK

DEFINISI
Syok hipovolemik adalah adanya penurunan curah jantung dan preload (end-diastolic
ventricular volume) yang disebabkan penurunan efektifitas volume darah sirkulasi
yang dapat terjadi karena kehilangan cairan atau sekunder akibat dilatasi arteri dan
vena yang menyebabkan meningkatnya kapasitas ruang vaskuler (vascular space).
DASAR DIAGNOSIS
- takhikardi, hipotensi dengan tekanan nadi sempit.
- vena kolaps dan pengisian kapiler terlambat, pucat, keringat berlebihan, ekstremitas
dingin.
- nadi cepat dan kecil.
- oliguria.
- tekanan vena sentral rendah (normal : -2 s/d 10 cm H2O).
PENGELOLAAN
1. Bebaskan jalan napas, dan oksigenasi yang baik.
2. Pengelolaan cairan :
a. Memperbaiki volume intravaskuler dengan cairan:
- kristaloid (Ringer laktat, NaCl 0,9 %)
- koloid dan darah yang terdiri dari :
= isoonkotik : albumin 5% dalam NaCl 0,9% dan FFP.
= hiperonkotik : albumin 25%.
- plasma expander sintetik (Dextran 40, Hydroxyethyl starch 6% (HES).
b. Pemberian cairan :
Syok hipovolemik dengan hipoalbuminemia diberikan cairan koloid
isoonkotik.
Misalnya
pada
kehilangan
plasma
atau
darah
(perdarahan,trauma,operasi), penyakit jantung,
penyakit sistem
pernapasan, kegagalan ginjal.
- Syok hipovolemik tanpa hipoalbuminemia diberikan
kristaloid.
c. Jumlah cairan :
- kristaloid pada syok hipovolemik tanpa komplikasi diberikan 10-20 ml/kgBB
selama 15'-30', dapat diulang dua kali.
Bila sesudah dua kali resusitasi cairan tekanan darah dan nadi tidak adekuat
serta jumlah urine 0,7 ml/kgBB/jam penderita dipindah rawat ke PICU.
- albumin 5% diberikan sebanyak 10 ml/kgBB.
- plasma darah/FFP 10-20 ml/kgBB.
- Dextran 40 10-20 ml/kgBB; HES 10 ml/kgBB 40 menit.
3. Untuk memperbaiki daya kontraktilitas miokard dan meningkatkan
curah jantung diberikan dopamin dalam tetesan yang merata
setelah dicapai keadaan normovolemik (perhatikan indikasi dan
kontra indikasi dopamin).
4. Pemeliharaan fungsi ginjal.
Bila masih ada oliguria sesudah pemberian cairan yang adekuat,

70

diberikan :
- furosemid : 1 mg/kgBB dapat diulang setiap 4-6 jam.
- dopamin : 2-4 ug/kgBB/menit.
- mannitol : 0,5 g/kgBB.
5. Bila ada PIM/DIC diberikan FFP 10 ml/kgBB, ditambah suspensi trombosit 1
unit/6-8 kgBB. Dan dapat dipertimbangkan pemberian heparin.
6. Bila tekanan vena sentral 5 mmH2O dengan tekanan darah yang rendah, tetesan
dinaikkan 5-10 cmH2O.
Bila tekanan vena sentral 10 cmH2O :
- pemberian cairan harus hati-hati.
- dicari penyebab syok yang lain.
- dipertimbangkan pemberian obat simpatomimetik (isoproterenol
dopamin, epinefrin, norepinefrin).
7. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian sodium bikarbonat dengan rumus :
base defisit x 0,3 x BB (kg) secara i.v. dengan kecepatan tidak melebihi 1
mEq/kgBB/menit.
8. Calsium diberikan bila calsium serum 2,4 mg/dl, dengan dosis 0,1-0,2 ml/kgBB i.v.
Bila tidak ada perubahan, kemungkinan terjadi hipomagnesemia.
Pemberian FFP atau albumin 5% lebih dari 40 ml/kgBB perlu diberikan CaCl2
10%.
9. Ventilasi.
Untuk mempertahankan kelancaran ventilasi dapat dipertimbangkan pemasangan
intubasi endotracheal. Dan perlu pemantauan analisa gas darah untuk mengetahui
tanda-tanda kegagalan pernapasan akut secara dini.
Bila didapatkan "adult respiratory distress syndrome" diberikan tekanan positip
pada akhir ekspirasi (PEEP), fisioterapi dan alih posisi.
PEMANTAUAN
Sama seperti pemantauan syok pada umumnya.

71

SYOK KARDIOGENIK
DEFINISI
Kegagalan sirkulasi sebagai akibat primer dari terganggunya fungsi jantung.
DASAR DIAGNOSIS
- Ujung ekstremitas dingin, lembab dan sianosis.
- Tekanan darah auskultasi tak terukur, dan nadi lembut.
- Akibat vasokonstriksi perifer yang lama mengakibatkan :
= bendungan pulmonal.
= kelemahan jantung.
= berkurangnya perfusi jaringan perifer.
= asidosis metabolik.
PENGELOLAAN
Dirawat di Unit Perawatan Intensif Anak (PICU).
1. Sikap penderita diusahakan berbaring ditempat tidur. Bila
sangat sesak atau
terdapat edema paru, kepala sedikit ditinggikan. Posisi tungkai bawah dinaikkan
setinggi 15 oC untuk mengembalikan darah ke sistem sirkulasi.
2. Dipertimbangkan pemasangan intubasi bagi penderita dangan kesadaran yang
menurun.
3. Pemberian oksigenasi adekuat, dan pengawasan ventilasi.
4. Diberikan cairan dengan jumlah minimal (60-70 cc/kgBB), disesuaikan dengan
tekanan vena sentral.
5. Kardiotonika seperti dopamine akan meningkatkan curah jantung tanpa menaikkan
frekuensi jantung.
Dosis Dopamine : 5 - 30 meq/kgBB/menit
Cara pengaturan tetesan adalah sebagai berikut :
Untuk anak > 1 th : 100 meq dopamin/100 cc cairan
< 1 th : 50 meq dopamin/100 cc cairan
Tetes/menit < 1 th = BB (kg) x dosis (meq/kg/menit) x 30
(mikrodrip)
250
> 1 th = BB (kg) x dosis (meq/kg/menit) x 30
500
6. Koreksi terhadap gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa.
PEMANTAUAN
Sama seperti pemantauan syok pada umumnya.

72

SYOK SEPTIK
DEFINISI
Kegagalan sirkulasi biasanya bukan karena kegagalan otot jantung tetapi karena
penurunan preload yang terjadi sekunder akibat kenaikan kapasitas vaskuler dan
tertimbunnya darah di perifer yang merupakan akibat terjadinya infeksi sistemik.
DASAR DIAGNOSIS
Pada stadium awal terjadi "warm syok" karena vasodilatasi dan kenaikan curah
jantung dengan penurunan efektifitas volume darah sirkulasi. Kulit kemerahan (flush),
tekanan sistolik normal, tekanan nadi meningkat, hiperventilasi, depresi susunan saraf
pusat dan penurunan jumlah urine.
Biasanya disertai demam dan menggigil.
Pada stadium lanjut terjadi penurunan curah jantung, hipotensi, nadi cepat dan kecil,
kulit dingin dan sianotik, anuria, acidemi, dan dapat terjadi PIM/DIC.
PENGELOLAAN
1. Memberantas infeksi :
- penderita meningitis umur lebih 1 bulan
= ampisilin 300-400 mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis.
= chloramphenicol 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
- risiko tinggi terhadap infeksi gram negatif diberikan kombi nasi aminoglikosida
dan derivat penisilin.
- Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi III lainnya
baik untuk infeksi gram negatip aerob dan anaerob.
- bila karena jamur Candida, diberikan Amphotericin B dengan dosis initial 0,25 0,30 mg/kgBB/hari dalam waktu 3-6 jam.
Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan 0,1 - 0,25 mg/kgBB sehingga mencapai
0,5 - 1,0 mg/kgBB/hari (maksimal 50 mg/hari) dan diberikan selama 10 - 14
hari.
2. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat :
- pemberian cairan dan pengaturan keseimbangan asam basa :
= Ringer laktat 10-20 ml/kgBB/beberapa menit sampai 1 jam,
untuk memperbaiki volume cairan intravaskuler.
= bila kadar protein total 4,5 gram/100 ml diberikan FFP.
= bila tekanan vena sentral 5-6 cmH2O dengan hipotensi diberi cairan
kristaloid lagi 10-20 ml/kgBB selama 10 menit.
= bila tekanan vena sentral 6-10 cmH2O cairan kristaloid diberikan 5-10
ml/kgBB sampai tekanan vena sentral
mencapai 10-15 cmH2O.
= transfusi darah diberikan bila Ht 30% untuk mempertahankan Ht antara 3540%.

73

= pemberian sodium bikarbonat untuk koreksi gangguan asam basa. Pada


keadaan darurat diberikan 1-2 mEq/kgBB dengan kecepatan 1
mEq/kgBB/menit.
- obat-obat vasoaktif diberikan bila curah jantung tetap rendah walaupun
pemberian cairan sudah adekuat, atau bila ada edema paru diberikan :
= golongan xanthine (aminophyllin).
= glucagon.
= cardiac glycocide, digitalis dan derivatnya.
- golongan steroid yang diberikan :
= dexamethasone 1-3 mg/kgBB atau methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap
4-6 jam selama 72 jam.
3. Ventilasi :
- jalan napas harus bebas.
- oksigenasi yang adekuat.
- bila ada tanda-tanda kegagalan pernapasan akut (hiperventilasi, hipoksemia
berat dan hiperkapnea) diberikan bantuan napas dengan ventilator mekanik.
- bila terjadi "adult respiratory distress syndrome" diberikan PEEP dan ventilator
mekanik.
4. Pengobatan supportif :
- nutrisi dengan tinggi kalori protein, dan pemberian mineral.
- bila ada gagalan ginjal dipertimbangkan dialisis peritoneal.
- koreksi PIM dengan komponen darah (FFP atau trombosit).
PEMANTAUAN
- Sama seperti pemantauan syok pada umumnya.
- Biakan darh, urine dan cairan serebrospinal dan trest kepekaan.
- Pemeriksaan radiologis untuk melihat kemungkinan terjadinya
distress syndrome".

"adult respiratory

74

SYOK ANAFILAKTIK
DEFINISI
Merupakan suatu reaksi anafilaktik berat yang kadang-kadang fatal dengan disertai
tanda-tanda insufisiensi sirkulasi.
GEJALA KLINIK
- gejala klinik dapat segera timbul atau 1-2 jam setelah kontak dengan antigen. Makin
cepat timbulnya gejala klinik, makin hebat reaksi yang timbul. Pada yang terjadi
lambat, dapat didahului oleh gejala dari 1 sistem organ atau lebih yaitu :
- kulit : pruritus, eritema, urtikaria, angioedema.
- saluran napas : hidung tersumbat, serak, batuk, rasa sakit di dada, sesak napas,
stridor, wheezing.
- mata : gatal, merah, atau berair.
- kemudian timbul tanda-tanda syok berupa tekanan darah rendah, nadi cepat dan
lemah, keringat dingin, kulit pucat atau
sianotik.
PENGELOLAAN
Tahap I :
- "sniffing position", dan berikan oksigen melalui kateter nasal atau masker.
- HCl epinefrin 1:1000 0,1 - 0,3 ml i.m.
- pasang tourniquiet proximal dari tempat masuknya antigen, kemudian suntikan 0,1 0,2 ml HCl epinefrin 1:1000 disekitar tempat masuknya antigen. Setelah beberapa
saat tourniquiet dilonggarkan selama beberapa menit dan dilepaskan setelah gejala
hilang.
- diberikan antihistamin untuk menghambat efek histamin yang masih akan
dilepaskan oleh mast cell atau basofil.
Tahap II :
- dilakukan bila tindakan tahap I tidak berhasil.
- diberikan cairan Ringer laktat, atau NaCl 0,9%, atau glukosa 5% dengan tetesan
cepat.
- aminofilin 3-4 mg/kgBB i.v. perlahan-lahan dengan pengenceran larutan NaCl atau
glukosa 5%, untuk menghambat mediator dari dalam mast cell sekaligus.
- hidrokortison 50-100 mg i.v. (7 mg/kgBB) atau adrenokortikosteroid yang
ekuivalen, yang disusul dengan 7 mg/kgBB/hari iv.
- plasma 10-20 ml/kgBB atau plasma expander, bila tindakan
sebelumnya tidak
berhasil.
Tahap III :
- merupakan pengobatan terhadap komplikasi.
- koreksi gangguan asam basa.
- pengelolaan terhadap aritmia jantung.
- bila ada kejang diatasi dengan antikonvulsan, misalnya diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB
atau luminal 30-75 mg/kgBB i.m.
- bila disertai edema larynx dipertimbangkan pemasangan intubasi endotracheal.

75

PROGNOSIS
Makin cepat gejala timbul, makin buruk prognosisnya.
Bila gejala timbul setelah lebih dari 30 menit, biasanya prognosis baik. Antigen yang
masuk melalui mulut mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada yang melalui
parenteral.

76

DEMAM REMATIK
DEFINISI
Demam reumatik (DR) adalah sindrom klinik akibat infeksi Streptococcus beta
haemolyticus grup A dengan manifestasi klinik sesuai dengan kriteria Jones yang
telah diperbaiki (1965).
DASAR DIAGNOSIS
Kriteria Jones
---------------------------------------------------------------------------------------------------------Kriteria major
Kriteria minor
---------------------------------------------------------------------------------------------------------- karditis
- klinik
- poliartritis
- mempunyai riwayat demam reumatik
sebelumnya atau kelainan jantung
reumatik
- chorea
- nodulus subkutan
- eritema marginatum
- artralgia
- demam
- laboratorium
- laju endap darah meninggi
- CRP positif
- leukositosis
- interval PR memanjang
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kreiteria tambahan : Bukti yang menyokong adanya infeksi sterptococcus,


hapusan tenggorok menunjukkan positif adanya streptpcoccus grup A, titer ASTO
meningkat, atau adanya peningkatan antibodi terhadap streptococcus yang lain
Dua kriteria major atau 1 major 2 minor berarti kemungkinan besar menderita
demam reumatik.

INDIKASI PERAWATAN
Semua penderita demam reumatik akut harus dirawat.
PENGELOLAAN
1. Eradikasi streptococcus : PP 50.000 u/kgBB IM/hari selama 10 hari berturut-turut
atau eritromisin/Lincomycin 50 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis selama 10
hari berturut-turut.
2. Pencegahan sekunder : Ditujukan untuk mencegah serangan ulang DR yang dapat
memperberat cacat jantung atau menimbulkan cacat baru. Benzathin Penicillin
(Penadur LA) : 1,2 juta unit IM tiap bulan selama 5 tahun untuk DR tanpa
karditis, karditis ringan diberikan sampai umur 25 tahun dan untuk karditis berat
dan cacat katup berat diberikan seumur hidup.
77

3. Obat anti inflamasi : Salisilat (Aspirin) untuk DR dengan poliartritis pada minggu
pertama adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis setelah makan maksimum 1500
mg/hari selanjutnya 70 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis dilanjutkan untuk 3-4 minggu
Prednison untuk DR dengan karditis dengan atau tanpa kardiomegali. Dosis :
2mg/kgBB/hari kemudian dosis diturunkan setelah 2 minggu secara bertahap.
Sebagai contoh : Penderita BB 20 kg
Prednison 4 x 10 mg/hari selama 2 minggu kemudian diturunkan setelah 2 minggu
secara bertahap, menjadi :
3 x 10 mg/hari selama 1 minggu
4 x 5 mg/hari selama 1 minggu
3 x 5 mg /hari selama 1 minggu
Pada minggu terakhir pengobatan prednison diberikan bersama salisilat dengan
dosis seperti diatas dan diberikan sampai 1,5 - 3 bulan
Pada setiap pemberian prednison jangka panjang perlu diberikan INH 10
mg/kgBB/hari
4. Diet : Tinggi kalori dan protein, Bentuk makanan tergantung pada keadaan
penderita. Penderita tanpa karditis atau karditis ringan diberi makanan biasa.
Penderita gagal jantung diberi makanan sesuai dengan beratnya kegagalan jantung
(rendah garam dalam bentuk makanan cair atau lunak lauk saring).
5. Roborantia : vitamin B kompleks, vitamin C
6. Istirahat :
Penuntun waktu istirahat dan mobilitas penderita DR :
(markowitz dan Gordis, 1972) :
------------------------------------------------------------------------------------------------------artitis
karditis
karditis
karditis
ringan
kardiomekardiomegali (-)
gali (+)
------------------------------------------------------------------------------------------------------- berbaring : 2 minggu
3 mgg
6 mgg
3-6 bulan
- mobilisasi : 2 minggu
3 mgg
6 mgg
3 bulan
bertahap
- aktivitas : 3 minggu
4 mgg
3 bulan
3 bulan/lebih
sedang
- aktivitas : sesudah
sesudah
sesudah
tergantung
bebas
6-8 mgg
10 mgg
6 bulan
keadaan
------------------------------------------------------------------------------------------------------PEMANTAUAN
Pemeriksaan tanda vital setiap hari
Hb, Leukosit, LED, setiap minggu, CRP setiap 2 minggu
LED meninggi, CRP (+) dan leukositosis adalah reaktan fase akut
EKG dilakukan minimal 1 kali seminggu dan dapat dilakukan dengan frekuensi
lebih sering sesuai dengan kebutuhan.
TINDAK LANJUT
Penyuluhan kesehatan tentang perjalanan penyakit DR dan terutama tentang
pentingnya pencegahan serangan ulang.

78

PENYAKIT JANTUNG REUMATIK


DEFINISI
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah sindrom klinik kelainan jantung akibat
demam reumatik atau kelainan jantung yang memenuhi persyaratan oleh Hanafiah
(1976) yaitu :
1. Ada bukti karditis atau perikarditis selama serangan akut DR
2. Terdapat lesi anatomis khas pada jantung yang disebabkan oleh sebab yang lain.
3. Bukti ditemukannya obstruksi mitral tanpa adanya riwayat DR dan tidak dapat
dibuktikan oleh sebab lain yang jelas.
DASAR DIAGNOSIS
KARDITIS
Manifestasi karditis yang penting ada 4 (Ad Hoc Committee to revise the Jones
criteria of the council on Rheumatic fever and Conginetal Heart Disease, American
Heart Association, 1967) yaitu
1. Bising sistolik di apeks, bising middiastolik di apeks dan bising diastolik dibasal
jantung.
2. Kardiomegali
3. Perikarditis
4. Gagal jantung
INDIKASI PERAWATAN
Semua penderita penyakit jantung reumatik dalam keadaan akut harus dirawat
PENGELOLAAN
1. Sesuai dengan DR
2. Gagal jantung dikelola sesuai dengan petunjuk pengelolaan gagal jantung
3. Penderita dengan pericardial effusion berat perlu dilakukan pericardiocentesis
dilakukan pemeriksaan patologi anatomik, Uji Rivalta (eksudat/transudat) dan
kultur
PEMANTAUAN
Sesuai dengan pemantauan DR dan bila terdapat gagal jantung dipantau sebagai
penderita gagal jantung pada umumnya.
TINDAK LANJUT
Cacat katup berat sulit diatasi secara medikamentosa seyogyanya dipertimbangkan
untuk dilakukan tindakan bedah (valvulototomi, valve repair atau valve replacement).

79

KEGAWAT-DARUTAN OBSTETRI-GINEKOLOGI
Bagian Obstetri Ginekologi mempunyai 2 tempat pengelolaan yaitu
1. Unit Gawat Darurat, untuk Kegawatdaruratan Obstetri Ginekologi yang
memerlukan tindakan maupun perawatan sederhana.
2. Kamar Bersalin, untuk kasus-kasus gawat darurat Obstetri Ginekologi, terutama
bagi kasus Obstetri yang memerlukan tindakan maupun perawatan khusus.
Kegawatdaruratan Obstetri Ginekologi dapat dibagi menjadi 2 menurut masalahnya
yaitu
I. Kasus-kasus yang berhubungan dengan perdarahan dan syok.
II. Kasus lain-lain A. Nyeri
- Kistoma ovarii yang mengalami torsi/ruptur.
- Infeksi panggul
- Endometrosis
- Dismenorhoe
B. Trauma
C. Benda asing (jambu, kondom, tongkat madura)
D. Eklampsia
E. Hiperemesis gravidarum
F. Komplikasi Medis pada Obstetri : - penyakit jantung
- penyakit paru-paru
- penyakit ginjal
Berdasarkan tindakan yang akan dikerjakan, gawat darurat Obstetri Ginekologi
dibagi
menjadi
1. Penyelamatan dan penunjang kehidupan, biasanya berupa tindakan umum
a. Pemberian cairan infus
Ringan, dengan larutan garam fisiologis
Berat, dengan plasma expander
Cara pemberian infus dibagi menjadi :
Infus dengan tusukan pada vena perifer
Menggunakan "Abocath"
Venaseksi
b. Menghentikan perdarahan
Cara mekanis
Cara medis
2. Yang berhubungan dengan tindakan khusus
Abortus
Mola hidatidosa
Kehamilan ektopik terganggu
Sisa plasenta, retensio plasenta
Perdarahan (post partum) pasca persalinan
Plasenta previa
Solusio plasenta

80

Ruptura uteri
Syok septik
Perdarahan lesi karsinoma
Mioma uteri

I. PERDARAHAN DAN SYOK


Tempat tindakan

: UGD
Kamar Bersalin (setelah syok teratasi/hampir).
ICU, jika diperlukan.
Tindakan Khusus
: Pasang infus NaCl atau Ringer Laktat, dengan jarum infus
"Abbocath", vena seksi atau pada V. sub klavia.
Dosis, 20 cc/kgbb, ulangi sampai 2-4 kali (1000-2000 cc
dalam 30-60 menit)
Jika lebih berat "Plasma expander"
Tranfusi darah kalau perlu.
Hentikan perdarahan 4 tergantung penyebabnya
Pemberian Oksigen kalau perlu.
Tempat perawatan
: Kamar Bersalin.
ICU
Perawatan Khusu : Pengawasan keadaan umum, tensi, nadi, frekuensi nafas, suhu.
("5").
Makan-minum
: Puasa, jika memerlukan tindakan pembedahan
Posisi Tidur
: - Trendelenburg, jika hemodinamik belum baik.
- Biasa, jika hemodinamik baik.
Konsultasi
: Bagian Penyakit Dalam
Bagian Anestesiologi
Pemeriksaan Khusus
: Kadar Hb, Hematokrit.
Peralatan Khusus
: Perlengkapan venaseksi, infus.
Oksigen
Ventilator

81

II. A. NYERI PERUT BAGIAN BAWAH


1. Kistoma ovaril dengan torsi dan rupture
Tempat tindakan
: UGD atau Kamar BEdah
Tindakan penunjang dan khusus : - Infus Ringer Laktat/Ringer Dekstrose/D
5%/NaCl.
- Laparatomi (pembedahan).
Makan-minum
: - Biasa
- Puasa jika akan dibedah
Posisi tidur
: Biasa
Konsultasi
: Bagian Anestesiologi
Pemeriksaan Khusus
: - Darah dan Urine Rutin, tes kehamilan, USG
- Patologi Anatomi
Peralatan
: Peralatan laparotomi
2. Endometriosis
Diagnosis banding

Tindakan

: - KET
- Nyeri ovulasi
- Infeksi genitalia interna
- Appendicitis akuta
: - Analgetik
- Tranquilizer

3. Dismenorhoe
Diagnosis banding

Tindakan penunjang
Pengamatan lanjut

: - KET
- Nyeri ovulasi
- Infeksi genitalia interna
- Appendicitis akuta
: - Analgetik
- Tranquilizer
: Bangsal Ginekologi

82

II.B. TRAUMA GENITALIA


Terdiri dari :
- Trauma pada genitalia bawah (vulva-vagina)
- Trauma pada genitalia atas (serviks-adneksa)
- Perkosaan (harap diingat kemungkinan "Visum et Repertum ")
Trauma pada genitalia bawah.
1. Hematom
Tempat tindakan
Tindakan khusus

Tempat pengamatan lanjut


Perawatan khusus
Konsultasi
Peralatan khusus

: UGD atau Kamar Bersalin


: Kecil, tekan pada lesi dan kompres dengan es.
Besar, insisi hematom dan ikat pembuluh darah
yang terbuka. Jika sulit menentukan sumber
pendarahan, lakukan penekanan dengan tampon
pada dan angkat setelah 24 jam.
: bangsal Ginekologi/Obstetri.
: Pengawasan keadaan umum, kadar Hb dan besar
hematom.
Beri antibiotik profilaksis kalau perlu.
: Bagian Anestesiologi, jika diperlukan
: Peralatan untuk insisi hematom dan jahit.

2. Luka pada vulva/vagina bagian bawah.


Tempat tindakan
Tindakan khusus
Tempat pengamatan lanjut
Peralatan khusus

: UGD atau Kamar Bersalin


: Jika perlu jahit dengan anestesi lokal.
: Bangsal Ginekologi/Obstetri .
: Peralatan untuk jahit luka

Trauma pada genitalia atas

1. Luka pada vagina atas.


Tempat tindakan
Tindakan khusus
Tempat pengamatan lanjut
BAK
Konsultasi
Peralatan khusus

: Kamar Bersalin atau Kamar Bedah


: Jahit luka
Jika luka dekat uretra, pasang kateter
Jika luas dan peritoneum terbuka laparotomi
: Pengawasan keadaan umum, kadar Hb, BAB &
: Bagian Anestesiologi
: Spektrum vagina panjang, klem panjang.
Jarum bulat, atraumatik, "chromic catgut" no. 0,
Pemegang jarum panjang.
Pinset anatomis panjang.

83

2. Perforasi uterus.
Tempat tindakan
Tindakan umum
Tindakan khusus
Tempat dirawat
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus

: Kamar bersalin
Kamar bedah
: - Pasang infus, larutan kristaloid/koloid
- Antibiotik profilaksis
: - Tidur posisi anti Tredelenburg
- Perforasi kecil konservatif dengan pengawasan
: Bangsal Ginekologi
Luka kecil tanpa komplikasi pulang
: Pengawasan tanda vital dan tanda-tanda abdomen akut
: Kadar Hb, jumlah leukosit, dan hematokrit
: Peralatan laparotomi, jika diperlukan

3. Perkosaan
Permintaan "Visum et Repertum" oleh Komandan sektor (minimal) secara tertulis.
Tempat tindakan
: UGD
Hasil pemeriksaan dengan mengisi formulir Visum et Repertum.
Pemeriksaan khusus ginekologi
Pemeriksaan genitalia eksterna (rambut kelamin, adanya air mani, tanda
kekerasan)
Keadaan selaput dara (bentuk, robekan 4 sifat, letak dan diameter robekan).
Tanda penyakit kelamin
Periksa dalam vagina dengan inspekulo dan periksa dalam vagina/rektum
Pemeriksaan laboratorium : test kehamilan, golongan darah. Sediaan hapus dari
sekret vagina untuk spermatozoa, bakteri N. gonorrhoe.
II.C. BENDA AS1NG DALAM VAGINA.
Kadang-kadang terjadi pada anak maupun dewasa.
Macam benda asing
: kondom, jambu, tongkat madura, alat sanggama, bola
lampu dll.
Tempat tindakan
:
Kamar Bersalin atau Kamar Bedah
Penting adalah diagnosis
: - apa, dimana
benda asing
- ada laserasi/komplikasi lain.
Cara diagnosis
: - anamnesis, periksa dalam vagina/rektum
Tindakan
: - ambil benda asing tanpa laserasi
- antibiotika bila perlu
Perawatan khusus
: Pengawasan adanya pendarahan dan cedera pada
dinding vagina, kandung kencing dan rektum.
Konsultasi
: Bagian Anestesiologi jika diperlukan
Peralatan khusus
: Spekulum vagina
Forseps bayonet.

84

II.D. EKLAMPSIA.
Dd
- Epilepsi
- "Stroke"
- Hysteria
Perawatan terhadap serangan kejang.
Pasang infus D5%, DC (kateter)
02
Masukkan sudip lidah kedalam mulut penderita
Kepala direndahkan, daerah orofarings dibersihkan.
Fiksasi badan pada tempat tidur, hindari aspirasi.
Awasi dengan ketat keadaan umum, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi,
refleks tendo lutut, diuresis, jumlah kejang, kesadaran (monitor
kesadaran dengan "Glasgow Coma Scale
Obat untuk mengatasi kejang :
1. Dengan Sulfas magnesikus (jika syarat pemberian memenuhi).
Diberikan MgSO4 20% 20 cc (4 gr) iv pelan-pelan, diikuti dengan
pemberian MgSO4 40% 12,5 cc (5 gr) im pada daerah glutea.
Bila masih kejang, 20 menit kemudian pemberian iv MgSO4 20% dapat
diulang kembali.
Bila dalam 30 menit masih kejang, berikan Dilantin (Diphenylhydantoin)
100 mg iv pelan-pelan.
Pemberian MgSO4 im dapat diulang tiap 4 jam sampai 24 jam
bebas kejang.
2. Dengan Diazepam.
Diberikan 20 mg Diazepam iv pelan-pelan diikuti dengan 10 mg dalam
Drip 5% 500 cc 30 tts/menit
Jika masih kejang, pemberian iv dapat diulang dalam 1/2 jam 10
mg Diasepam.
Pemberian dalam 24 jam tidak melebihi 100-120 mg.
Konsultasi :
Bagian Penyakit Dalam
Bagian Syaraf
Bagian Penyakit Mata

85

II.E. HIPEREMESIS GRAVIDARUM.


Dd : - Gastro Enteritis
- Ileus
- Hepatitis
Atasi dehidrasi.
- Infus RD 5% (Ringer Dekstrose)
- Awasi balans cairan (dengan mengukur jumlah muntah, diuresis serta jumlah
cairan yang masuk).
Rawat Bangsal Ginekologi/Obstetri.
II.F. HAMIL DENGAN PENYAKIT JANTUNG
Penyakit jantung AHA I-II
Tempat tindakan
Tempat dirawat
Perawatan khusus
Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus

: Belum inpartu di Poliklinik Hamil


Inpartu di kamar bersalin atau ICU
: Belum inpartu di ruang ANC Obstetri
Inpartu di Kamar Bersalin, ICU
: Siap Ekstraksi Vakum-Forceps
: Biasa, jika sesak bantal tinggi atau setengah duduk
: Bagian Penyakit Dalam (Jantung)
Bagian Anak
: EKG
: Peralatan Ekstraksi Vakumatau Forseps

Penyakit jantung AHA III-IV


Tempat tindakan
Tindakan khusus
Tempat dirawat
Perawatan khusus
Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus

: ICU
: Persalinan dengan Peringan Kala II
: Belum inpartu di ICU / UPJ
Inpartu di ICU
: Siap ekstraksi Vakum-Forseps
: Setengah duduk
: Bagian Penyakit Dalam (Jantung)
Bagian Anak
Bagian Rawat Intensif
: Echokardiografi, EKG
: Alat monitor

86

Hamil dengan penyakit paru-paru (Bronkhopnemonia, Asma bronkiale)


Tempat tindakan
Tindakan khusus

Tempat dirawat
Kebidanan

Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus

: Kamar Bersalin.
ICU
: - infus Ringer laktat
- Oksigen
- Foto toraks
- EKG
- Partus dengan peringan kala II
:
Belum inpartu : Bangsal Penyakit Dalam/
Inpartu : Kamar Bersalin
Post Partum : Bangsal Penyakit Dalam.
Kamar bersalin
: Bantal tinggi atau setengah duduk
: bagian Penyakit Dalam (paru-paru)
: Peralatan Ekstraksi Vakum atau Forseps.

Hamil dengan penyakit gagal ginjal


Tempat tindakan
Tindakan khusus
Tempat dirawat
Posisi tidur
Konsultasi
Peralatan khusus

: Belum inpartu : Bangsal Penyakit Dalam


Inpartu : Kamar Bersalin
ICU
: Pasang infus Ringer Laktat
EKG, ukur balans cairan
: Belum inpartu : Bangsal Penyakit Dalam
Inpartu : Kamar Bersalin.
ICU
: Biasa
: Bagian Penyakit Dalam (Nefrologi)
Bagian Anestesiologi
: Peralatan kemodialisis, jika diperlukan.

III. TINDAKAN KHUSUS.


a. ABORTUS BERDARAH.
Abortus Insipiens
Tempat tindakan
Tindakan umum
Tindakan khusus
Makan-minum
Posisi tidur
Konsultasi
Peralatan Khusus

: Kamar Bersalin
: Pasang infus
: Kuret, uterotonika, antibiotika
: Puasa 4 jam sebelum kuret
: Biasa
: Bagian Anestesiologi
: Peralatan untuk kuret

87

Abortus Inkompletus.
Tempat tindakan
Tindakan umum
Tindakan khusus
Makan-minum
Posisi tidur
Konsultasi
Peralatan khusus

:
:
:
:
:
:
:

Kamar Bersalin
Pasang Infus
Kuret, uterotonika, antibiotika
Puasa 4 jam sebelum kuret
Biasa
Bagian Anestesiologi
Peralatan untuk kuret

b. MOLA HIDATIDOSA.
Tempat tindakan
Tindakan umum
Tindakan khusus
Tempat dirawat
Makan-minum
Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus
Komplikasi

: Kamar Bersalin
ICU
: Pasang infus, tranfusi
: Kuret (lindungi dengan Piton drip), antibiotika
: Bangsa Ginekologi
ICU
: Puasa 4 jam sebelum kuret
: Biasa, Tredelenburg bila syok
: Bagian Anestesiologi
ICU
: USG
: Peralatan untuk kuret (tajam dan sedot)
: - Perdarahan pasca kuret (atonia uteri)
- Hipertiroid
- Emboli jaringan Mola Hidatidosa

c. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


Tempat tindakan
Tindakan umum
Tindakan khusus
Makan-minum
Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus

: UGD, kamar bersalin, kamar bedah


: Infus RL, tranfusi darah
: Laparotomi
: Puasa 4 jam sebelum pembedahan
: Biasa, Tredelenburg bila syok
: Bagian Anestesiologi
: USG, pungsi kavum Douglassi
: Peralatan untuk pungsi kavum Douglassi
Peralatan untuk laparotomi

d. RETENTIO PLASENTA Tempat tindakan


Tempat tindakan
Tindakan umum
Tindakan khusus
Konsultasi
Pemeriksaan khusus

: UGD
Kamar Bersalin
: Pasang infus
: Manual plasenta
: Bagian Anestesiologi (bila perlu)
: Kadar Hb

88

Sisa Plasenta.
Tempat tindakan
Tindakan khusus
Makan-minum
Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus

:
:
:
:
:
:
:

Kamar Bersalin
Kuret
Puasa 4 jam sebelum kuret
Biasa
Bagian Anestesiologi (Bila perlu)
Kadar Hb
Peralatan untuk kuret

e. PENDARAHAN PASCA PERSALINAN (POST PARTUM).


1. Atonia Rahim
Tempat tindakan
Tindakan khusus

Tempat dirawat
Perawatan khusus
Makan-minum
Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus

: UGD
Kamar Bersalin
: Pasang infus
Beri uterotonika, jika tidak berhasil dicoba kompresi
bimanuil dan bila masih tidak berhasil dilakukan
- operasi (histerektomi)
- pengikatan a. Hipogastrika dan a. Ovarika
: Kamar Bersalin
: Pengawasan KU, Tanda Vital, Kadar Hb (5+Hb)
: Puasa jika akan dilakukan pembedahan
: Biasa
: Bagian Anestesiologi
: Kadar Hb
: Peralatan Histerektomi

2. Laserasi jalan lahir. (Lihat juga Trauma genitalia).


Tempat tindakan
Tindakan khusus
Perawatan khusus
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus

: - UGD : jika laserasi pada vulva dan vagina bawah


- Kamar Bersalin : jika laserasi pada serviks
: Jahit
: : Bagian Anestesiologi (bila perlu)
: Kadar Hb
: Peralatan jahit

3. Sisa Plasenta : lihat atas


4. Gangguan koagulasi darah.
Tindakan umum
Tindakan khusus
Konsultasi
Pemeriksaan khusus

:
:
:
:

Transfusi plasma darah


Terapi sesuai penyebab
Jumlah trombosit
Fragmentosit

89

f. PLASENTA PREVIA
Dd

: - Solusio plasenta
- Vasa previa
- Ruptura uteri
- Perdarahan serviks, vagina
Terapi tergantung
: Umur kehamilan
Banyaknya perdarahan
Jenis plasenta previa
Keadaan umum ibu
Keadaan janin
Tindakan umum
: Pasang infus, kalau perlu transfusi darah dan oksigen
Tindakan khusus
: Periksa Dalam Vagina di Kamar Bedah
Tempat tindakan
: IBS
Kamar Bersalin
Perawatan khusus
: Pengawasan KU, TV, DJJ, PPV, HIS, Kadar Hb (9)
Konsultasi
: Bagian Anestesiologi
Bagian Penyakit Dalam jika diperlukan
Persiapan bedah caessar di Kamar Bersalin
Pemeriksaan khusus
:
Inspekulo
USG
Kadar Hemoglobin
Peralatan khusus
: Peralatan untuk Inspekulo
Peralatan USG
Peralatan untuk bedah Caesar.
g. SOLUSIO PLASENTA
Dd

- Plasenta previa
- Vasa previa
- Perdarahan serviks, vagina
- Ruptura uteri
Terapi tergantung
: Umur kehamilan.
Luas plasenta yang lepas
Banyaknya pendarahan
Keadaan umum ibu
Keadaan janin
Pembukaan jalan lahir
Komplikasi lain : "DIC", uterus en bois, gagal
ginjal dll.
Tindakan umum
: Pasang infus, tranfusi, pemberian Oksigen.
Tindakan khusus
: Inspekulo
Pemecahan kulit ketuban
Tempat tindakan
: Kamar Bersalin, Kamar Bedah
Perawatan khusus
: pengawasan KU, tensi, nadi, temperatur, frekuensi
nafas, denyut jantung janin, pengeluaran per
vaginam, his kadar Hb. ("9") + komplikasi lain.
Posisi tidur
: Biasa
Konsultasi
: Bagian Anestesiologi, Bagian Penyakit Dalam
Persiapan bedah caesar di UGD atau Kamar Bersalin

90

Pemeriksaan khusus

Peralatan khusus

Inspekulo.
USG
Jumlah
trombosit,
morfologi
(fragmentosit)
Perlengkapan USG
Peralatan partus
Peralatan untuk bedah caesar

eritrosit

h. RUPTURA UTERI.
Tindakan umum

: Pasang infus, Pemberian Oksigen, Usaha darah,


Antibiotika untuk Infeksi berat segera
Tindakan khusus
: Laparatomi
Tempat tindakan
: IBS
Perawatan khusus
: Pengawasan keadaan umum, tensi, nadi, temperatur,
frekuensi nafas, kadar Hb. ("5" + Hb).
Posisi tidur
: Biasa, Anti Trendelenburg
Konsultasi
: Bagian Anestesiologi
Persiapan Laparatomi di UGD dengan bantuan "Kamar Bersalin"
Peralatan khusus
: Peralatan laparatomi dan histerektomi.

i. SYOK SEPTIK
Tempat tindakan
Tindakan khusus
Tempat dirawat
Perawatan khusus
Makan-minum
Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus

: UGD
: Infus RL
Oksigen
Antibiotika
: ICU - HCU
: Pengawasan TV, volume urine.
: Sadar : biasa lunak
Tidak Sadar : infus TPN, atau sonde
: Tredelenburg
: Bagian Penyakit Dalam
ICU
: BGA
Kultur Darah, urine, dan sekret endoserviks
Identifikasi + uji sensitivitas

91

j. PERDARAHAN LESI KARSINOMA


Tempat tindakan
Tindakan khusus
Posisi tidur
Konsultasi
Pemeriksaan khusus
Peralatan khusus

:
:
:
:
:
:

UGD
Tampon padat vagina
Biasa
Kadar Hb
Peralatan tampon vagina
w

k. PERDARAHAN KARENA MIOMA UTERI


Tempat tindakan
Tindakan umum
Tindakan khusus
Makan-minum
Posisi tidur
Konsultasi
Peralatan khusus

: UGD
IBS
: Pasang infus RL
Transfusi
: Kuret
: Puasa jika akan dilakukan laparotomi
: Biasa
: Bagian Anestesiologi
: Peralatan kuret

92

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi (blastosit)
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Lebih dari 95 %
kehamilan ektopik terjadi pada tuba dan baru memberikan gejala dan tanda sebagai
kehamilan ektopik bila terjadi gangguan, baik sebagai ruptur maupun adanya abortus
tubaria.
I. KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
a. Nyeri perut : dapat terjadi pada satu sisi saja pada perut bagian bawah saja, dapat
juga nyeri tersebut dirasakan pada seluruh lapangan. Pada keadaan dimana
perdarahan intra abdominal yang terjadi telah mengiritasi diafragma nyeri
dirasakan juga pada perut bagian atas dan daerah bahu.
b. Riwayat terlambat haid : pada '/4 kasus dengan kehamilan ektopik terganggu
kadang tanpa disertai riwayat terlambat haid, hal tersebut dapat oleh karena
kesalahan penilaian penderita terhadap perdarahan pervaginam yang terjadi di
sekitar hari-hari biasa terjadi haid, padahal perdarahan tersebut bukan
merupakan haid.
c. Perdarahan pervaginam : kadang terjadi pada kehamilan ektopik terganggu
tersebut mirip sekali dengan perdarahan yang terjadi pada abortus.
d. Riwayat pingsan : terjadinya perdarahan intra abdominal yang mendadak akan
menyebabkan terjadinya syok hipovolemik.
Pemeriksaan Fisik
a. Didapatkan adanya tanda syok hipovolemik
Keadaan umum pucat dan anemis.
Hipotensi.
Takikardi
Akral dingin.
b. Tanda akut abdomen berupa
Perut tegang terutama bagian bawah
Nyeri tekan.
Didapatkan adanya tanda cairan bebas intra abdomen.
Pemeriksaan Dalam ( VT )
a) Kadang didapatkan adanya fluksus.
b) Porsio teraba lembut, nyeri goyang dan nyeri putar ("Singer pain").
c) Uterus besarnya normal atau sedikit membesar dan posisinya dapat terdesak
oleh adanya masa di adneksa, tetapi lebih sering sulit diperiksa oleh karena
nyeri yang hebat.
d) Adneksa didapatkan adanya masa dengan konsistensi lunak sampai keras dan
nyeri tekan.
e) Kavum Douglasi menonjol dan teraba fluktuasi oleh karena berisi cairan,
terkadang justru ditemukan adanya hematokel.

93

II. DIAGNOSIS BANDING


a. Abortus imminens
b. Appendiksitis
c. Radang panggul (PID )
d. Neoplasma ovarii yang terinfeksi, torsi, atau ruptur dengan atau tanpa
kehamilan.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah
Hb dan Ht ada penurunan.
Lekosit normal, kecuali bila disertai adanya infeksi.
b. Tes kehamilan : hasilnya bergantung pada sensitivitas reagennya dan juga pada
kehamilan ektopik dan penurunan produksi hCG dibandingkan dengan
kehamilan normal.
c. USG : sangat khas bila didapatkan gambaran GS (kantung gestasi) di luar
kavum uteri disertai gambaran cairan bebas.
d. Kuldosintesis : bila didapatkan adanya darah yang disertai dengan bekuan
perdarahan intra abdomen apapun penyebabnya.
IV. PENGELOLAAN
a. Memperbaiki keadaan umum dengan memberikan cairan dan tranfusi.
b. Operasi segera dilaksanakan bila diagnosis kehamilan ektopik terganggu telah
ditegakkan, dan jenis operasinya bergantung pada keadaan durante operasinya
yaitu
dapat dilakukan
Salpingotomi
Salpingektomi
"Wedge resection" pada koru uteri
Ooforektomi
Pengambilan hasil konsepsi intra peritoneal yang lain.
V. KONSULTASI
a. Bagian bedah (Bedah digestif) untuk menyingkirkan adanya appendiksitis.
b. Penyakit Dalam bila dicurigai adanya penyulit pada jantungnya.
c. Anestesia untuk penatalaksanaan anestesinya.
d. Patologi Anatomi untuk menegakkan diagnosa dari hasil operasi tersebut (hasil
operasinya harus dilakukan pemeriksaan PA ).
VI. PERSETUJUAN MEDIS
Perlu.
VII. PERAWATAN PASCA BEDAH
a. Bila tanpa komplikasi penderita diperbolehkan pulang pada hari ke-9, setelah .
jahitan operasi diambil.
b. Masa pemulihan sekitar 6 minggu setelah operasi (bagi penderita yang bekerja
perlu diberikan ijin selama waktu tersebut ).
VIII. PENYULIT
a. Syok "irreversible"

94

b. Perlekatan pada organ visera.

95

MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa adalah keadaan patologi dari khorion dengan sifat
degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik.
tidak ada/berkurangnya pembuluh darah villi
proliferasi trofoblast.
I. KRITERIA DIAGNOSIS
1. Gejala dan tanda
amenore
pembesaran uterus lebih cepat dari hamil biasanya
perdarahan pervaginam dan nyeri perut bawah
pengeluaran gelembung mola
gejala toksemia pada trimester I - II
hiperemesis gravidarum
tirotoksikosis
emboli paru-paru
2. Pemeriksaan fisik
uterus membesar tidak sesuai dengan umur kehamilan.
tidak teraba adanya bagian-bagian janin
"balottement" negatif
denyut jantung janin negatif.
3. Pemeriksaan dalam vagina
uterus membesar tidak sesuai umur kehamilan
porsio lembut dan tipis
teraba kista lutein ovarium
bila dilakukan sonde uterus (Acosta Sison) sondase mudah masuk tanpa
tahanan.
4. Pemeriksaan penunjang
Foto abdomen, bila umur kehamilan lebih dari 20 minggu dimana tidak
terdapat kerangka janin.
USG, uterus membesar dengan gambaran seperti badai salju ("snowstorm
appearance").
T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis, Index Wyane-New Castle.
Pemeriksaan hCG dengan Galli Maenini bila positif pada pengenceran
1/200 dugaan adanya mola hidatidosa, bila positif 1/400 hampir pasti
mola hidatidosa.
Foto toraks.
5. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Makroskopis : tampak adanya gelembung mola
Mikroskopis
stroma villi mengalami degenerasi hidropik yang tampak sebagai kista.
proliferasi trofoblasi
tak ada/berkurangnya pembuluh darah villi.

96

II. DIAGNOSIS BANDING


Abortus
Kehamilan normal
Hidramnion
Kehamilan ganda
Kehamilan dengan mioma uteri
Konsultasi :
Bagian Penyakit Dalam untuk diagnosis Hipertiroidi.
III. TERAPI
Perbaiki keadaan umum (koreksi dehidrasi, anemia, hipertiroid, bila belum
terjadi abortus).
Evakuasi gelembung mola bisa dengan kuret hisap atau kuret biasa setelah
dilakukan dilatasi serviks dengan laminaria/Hegar.
Kuretase kedua dilakukan apabila perdarahan yang tidak teratur dan atau terus
menerus setelah kuretase pertama ( 5-7 hari ).
Pemberian uterotonika ( infus oksitosin bila kuretase telah dimulai ).
Antibiotik profilaksis dengan PS 10 1/2, 1 kali dalam 24 jam selama 48 jam.
Imuno terapi : rangsangan imunologik non spesifik dengan BCG.
Terapi terhadap tirotoksikosis dengan " -blocker" (propanolol) obat anti
tiroid (PTU, Kalium yodida), dan obat antipiretik.
IV. PERAWATAN RUMAH SAKIT
Segera dirawat untuk perbaikan keadaan umum dan evakuasi bila semua persiapan
telah selesai. Bila kehamilan menunjukkan tinggi fundus uteri > 20 minggu,
ulangi kuretase setelah 7 hari.
V. PENYULIT
a. Karena penyakit
perdarahan hebat
krisis tiroid
infeksi
perforasi uterus (mola destruens)
keganasan
b. Karena tindakan
perforasi uterus.
VI. PERSETUJUAN MEDIS
Untuk tindakan operatif.
VII. LAMA PERAWATAN
Perawatan 3 - 5 hari setelah evakuasi.

97

VIII. PENGAMATAN LANJUT


Lamanya 2 tahun
Jangan hamil selama 2 tahun
Gunakan salah satu alat kontrasepsi (kondom)
Periksa ulang 2 minggu dalam 3 bulan pertama
1 bulan dalam 3 bulan kedua
selanjutnya tiap 3 bulan selama 2 tahun
Periksa foto toraks tiap 6 bulan.
IX. OUTPUT
Sembuh bila kadar hCG sudah mencapai nilai normal atau bila < 5 mlU/ml.
Komplikasi keganasan 20 %.

98

RUPTURA UTERI
Robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan/tanpa
robeknya peritoneum viserale.
Kriteria Diagnosis
Sakit perut mendadak
Perdarahan pervaginam
Syok yang cenderung tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar karena
adanya perdarahan intra-abdominal
Adanya penyulit operasi pada rahim, trauma, partus sulit sebelumnya dsb.
Kadang disertai sesak nafas/nafas cuping hidung atau sakit dibantu karena
tekanan nafasnya intra-abdominal pada diafragma.
Teraba bagian janin langsung dibawah kulit dinding perut disertai tanda perut
mendadak, bunyi jantung janin tak terdengar.
Kadang urin hemogaris
Diagnosis diferensial
Abdomen akut pada kehamilan lanjut
Pemeriksaan Penunjang Hemoglobin dan hematokrit
Terapi
a. Atasi syok dengan segera, termasuk infus cairan intravena, pemberian darah,
oksigen dan antibiotika (diberikan sebelum dan sesudah operasi)
b. Laparatomi
Segera cari sumber perdarahan, lakukan hemostasis
Selanjutnya nilai dinding robekan
Robekan tak beraturan lakukan histerektomi subtotal
Bila robekan di segmen bawah dan tepi luka dapat diperbaiki, lakukan
histerorafi + tubektomi
Perawatan Rumah Sakit
Harus segera dirawat di rumah sakit dengan fasilitas bedah
Penyulit
Sepsis
Luka yang luas sampai ke kandung kencing dan vagina
Hematoma pada daerah parametrium
Syok ireversibel

99

Informed Concent Tertulis


Lama Perawatan : 7-10 hari, tanpa komplikasi
Masa Pemulihan : 3 bulan
Output
Sembuh total
Sembuh parsial
Fistel vesiko vaginal
Patologi Anatomi Tidak mutlak

100

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

I. DEFINISI
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 cc.
II. PENYEBAB
1. Atonia uteri
2. Plasenta/sisa plasenta 3. Perlukaan jalan lahir
4. Kelainan pembekuan darah.
III. DIAGNOSIS.
Penderita tampak pucat, nadi dan pernafasan menjadi cepat disertai penurunan
tekanan darah. Biasanya gejala terjadi apabila jumlah kehilangan darah mencapai 20
% dan jika perdarahan berlangsung terus dapat terjadi syok.
Diagnosis perdarahan pasca persalinan mudah diketahui apabila pada setiap
persalinan mengukur jumlah darah yang keluar setelah persalinan (kala 111) dan
setengah jam sesudahnya.
IV. PENGELOLAAN
Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada pengeloaannya yaitu :
1. Menghentikan perdarahan
2. Mencegah/mengatasi syok
3. Mengganti darah yang hilang.
Menghentikan perdarahan.
Cari penyebab perdarahan dengan melakukan pemeriksaan yang meliputi :
Palpasi
: kontraksi uterus, tinggi fundus uteri.
Periksa plasenta
: jumlah kotiledon, plasenta suksenturiata.
Eksplorasi kavum uteri : sisa plasenta, ruptura uteri.
Inspekulo
: Luka vagina, serviks, varises yang pecah.
Laboratorik
: Hb, Kelainan pembukuan darah.
Mencegah/mengatasi syok.
Segera berikan cairan/darah perinfus dengan cepat. Tindakan selanjutnya sesuai
dengan penyebab perdarahan.

101

Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri.


Tindakan yang segera dilakukan adalah
1. Pemasangan infus NaCI 0.9 % dengan tetesan cepat/guyur. Setelah masuk 500 ml
evaluasi tensi, nadi dan bila perlu dilanjutkan dengan botol kedua. Bila
memungkinkan usahakan darah untuk transfusi.
2. Melakukan "massage" uterus dan pemberian uterotonika : metil ergometrin maleat
0.2 mg iv (boleh diulang bila diperlukan) dan Oksitosin 5 unit perdrip.
3. Bila tindakan diatas tidak berhasil, lakukan kompres bimanual selama 15 menit.
4. Bila tindakan diatas gagal menghentikan perdarahan, lakukan pemasangan
tamponade uterovagina.
5. Pemasangan gurita untuk menekan fundus uteri.
6. Jika semua tindakan diatas gagal, jalan yang terakhir adalah operasi histerektomi.
Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena plasenta/sisa plasenta.
I. Apabila plasenta belum lahir dan perdarahan terjadi sebaiknya lahirkan plasenta
dengan segera, kalau perlu lahirkan secara manual dengan aseptik yang baik.
Pengeluaran ini dibarengi dengan "massage" uterus dari luar, pemberian
uterotonika.
2. Apabila perdarahan yang terjadi oleh karena sisa plasenta, sedapat-dapatnya
dilakukan pengeluaran sisa plasenta secara digital sebanyak-banyaknya, dibarengi
dengan pemberian uterotonika. Bila perlu dilakukan kuretase dengan sendok kuret
besar. Apabila penyebabnya plasenta akreta, tindakan yang terbaik adalah
histerektomi.
Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena jalan lahir.
Dapat diketahui dengan melakukan eksplorasi jalan lahir dengan spekulum. Perlukaan
pada vagina, perineum, atau varises yang pecah dan atau robekan pada serviks, dapat
diatasi dengan jahitan.
Pengelolaan perdarahan pasca persalinan karena kelainan pembekuan darah.
Apabila ada persangkaan gangguan pembekuan darah, periksa tes koagulasi,
selanjutnya perlu penanganan bersama ahli hematologi.

102

HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah/tumpah
yang berlebihan lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga
mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari-hari.
I. KRITERIA DIAGNOSIS
Tingkat I
Muntah/tumpah yang terus menerus
Perasaan lernah
Nafsu makan tidak ada
Berat badan menurun
Perasaan nyeri di epigastrium
Nadi meningkat sekitar 100 x/menit
Tekanan darah sistemik turun.
Turgor kulit mengurang
Lidah kering
Mata cekung.
Tingkat II : Tampak lebih lemah dan apatis
Turgor kulit lebih mengurang
Lidah kering dan tampak kotor.
Nadi kecil dan cepat.
Kadang-kadang suhu naik sedikit.
Mata sedikit ikterik.
Berat badan turun.
Mata cekung.
Tekanan darah turun
Hemokonsentrasi
Oliguria
Konstipasi
Nafas berbau aseton dan aseton dalam urin.
Tingkat III :

Keadaan umum lebih payah


Tumpah berhenti
Kesadaran menurun dari somnolen sampai koma
Nadi lebih kecil dan lebih cepat.
Suhu lebih meningkat
Tensi lebih menurun.
Ensefalopati Wernicke (nistagmus, diplopia, perubahan,
mental).
Ikterus.

103

II. DIAGNOSIS BANDING


Kehamilan dengan hepatitis.
Kehamilan dengan ileus
Kehamilan dengan appendiksitis akut
Kehamilan dengan pielonefritis
Kehamilan dengan ulkus ventrikuli.
Kehamilan dengan tumor serebri.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Urine (aseton).
Fungsi hepar.
IV. KONSULTASI
Penyakit Dalam
Penyakit Jiwa
Penyakit Saraf.
V. TERAPI

Tingkat I

- Anti emetik
- Roboransia
Tingkat II-III : - Infus (glukosa 5-10 % dan NaCl 0.9 % )
- Anti emetik intra muskuler atau per infus.
- Puasa sampai tumpah berkurang.

VI. PERAWATAN RUMAH SAKIT


Tingkat I
: Rawat Jalan
Tingkat II-III : Rawat Inap.
VII. PENYULIT
Bila berat : dehidrasi, gangguan fungsi hepar, febris, ensefalopati.
VIII. PERSETUJUAN MEDIS
Perlu
IX. LAMA PERAWATAN
Ringan : 7 hari
Berat : sangat bergantung pada penyulit yang didapat.

104

GESTOSIS
EPH Gestosis, Hipertensi dalam kehamilan, Pre-eklampsia, Eklampsia.
I. BATASAN
Pre-Eklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala
ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia. (Kejang-kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologik).
Hipertensi kronik ialah adanya hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang
ditemukan pada umur kehamilan < 20 minggu, atau hipertensi yang menetap setelah 6
minggu pasta persalinan.
Superimposed pre-eklampsialeklampsia ialah timbulnya pre-eklampsia atau
eklampsia pada hipertensi kronik.
"Transient hypertension" ialah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita
yang tekanan darahnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik
atau pre-eklampsia. Gejala ini akan hilang setelah 10 hari pasca persalinan.
II. KRITERIA DIAGNOSIS
Edema, Proteinuria, Hipertensi. Pada eklampsia ada kejang dan atau koma.
PRE-EKLAMPSIA RINGAN
Diagnosis pre-eklampsia ringan didasarkan atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
PRE-EKLAMPSIA BERAT
Bila didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini pre-eklampsia digolongkan
berat.
1. Tekanan darah sistolik 160 mrnHg atau tekanan darah diastolik 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun, rneskipun ibu hamil sudah
dirawat di Rumah. Sakit dan sudah menjalani kehamilan 20 minggu.
2. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan
kadar kreatinin plasma.
4. Gangguan visus dan serebral.
5. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
6. Edema paru-paru dan sianosis.
7. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat.
8. Adanya "HELLP Syndrome" (Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low
Platelet count).
III. DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi.

105

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pre-eklampsia ringan
: - urine Iengkap.
b. Pre-eklampsia berat/eklampsia
Hb, hematokrit
Urine lengkap
Asam urat darah
Trombosit
Fungsi hati
Fungsi ginjal.
V. KONSULTASI
Bagian Saraf. Mata, Penyakit Dalam (sub bagian ginjal dan hipertensi).
VI. PENGELOLAAN
Pre-eklampsia ringan : istirahat dan sedatif
Pre-eklampsia berat/eklampsia : anti hipertensi dan anti kejang.
Per-eklampsia ringan
a. Rawat jalan/ambulatoir
1. banyak istirahat (berbaring/tidur/tidur miring).
2. Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3. Sedatif ringan (kalau tidak bisa istirahat) tablet Phenobarbital 3 x 30 mg
peroral selama 7 hari, atau tablet Diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7
hari.
4. Roboransia
5. Kunjungan ulang tiap I minggu.
b. Pre-eklampsia ringan yang dirawat.
1. Pada keharnilan preterm ( < 37 minggu ).
a. Bila tekanan darah rnencapai normotensi selama perawatan,
persalinannya ditunggu sampai aterm.
b. Bila tekanan darah turun, belum mencapai normotensi selama perawatan
maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan > 37 minggu.
2. Pada kehamilan aterm ( > 37 minggu ).
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan
induksi persalinan.
3. Cara persalinan.
Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu mernperingan kala II
dengan bantuan tindakan bedah obstetri.
Pre-eklampsia berat.
Rawat segera, tentukan jenis perawatan/tindakan
a. Aktif berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medisinal.
b. Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medisinal.

106

A. PERAWATAN AKTIF.
a. Indikasi.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini
1. Ibu
1.1. Kehamilan > 37 minggu.
1.2. Adanya tanda/gejala impending konservatif
1.3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
1.3.1. Dalam waktu atau setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan
medisinal terjadi kenaikan tekanan darah.
1.3.2. Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, gejala
gejala status quo (tidak ada perbaikan).
2. Janin.
2.1. Adanya tanda-tanda "fetal distress".
2.2. Adanya tanda-tanda IUGR.
3. Laboratorik : Adanya "HELLP Syndrome".
b. Pengobatan medisinal.
1. Segera masuk rumah sakit.
2. Istirahat berbaring miring ke satu sisi (kiri),
3. Infus Dekstrose 5 % yang tiap I liternya diselingi dengan larutan Ringer
Laktat 500 cc (60-125 cc/jam),
4. Antasida
5. Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
6. Pemberian obat anti kejang : MgSO4
Cara pemberian
a. "Loading dose"
10 gram MgSO4 I m (5 gr bo ki, 5 gr bo ka) kemasan 40% dalam 25 cc
larutan MgSO4.
b. "Maintenance dose"
Diberikan 4 gr i.m setelah 6 jam pemberian loading dose. Selanjutnya
"Maintenance dose" diberikan 4 gr. i.m. tiap 6 jam.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4
1. Harus tersedia Antidotum MgSO4 yaitu CaCI2 (Kalsium Klorida)
10% dalam 10 cc) diberikan i.v 3 menit (dalam keadaan siap pakai).
2. Refleks patella (+) kuat.
3. Frekuensi pernafasan > 16 kali permenit.
4. Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0.5
cc/KhBB/jam).
d. Sulfas magnesikus dihentikan bila
1. Ada tanda-tanda intoksikasi.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan.
3. Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensi).
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
7.1. edema paru-paru
7.2. payah jantung kongestif
7.3. edema anarsaka.
8. Anti hipertensi diberikan bila
8.1. Tekanan darah
sistolik > 180 mmHg.

107

diastolik > 110 mmHg


8.2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan dalam bentuk suntikan yang
tersedia di Indonesia Klonidin I ampul mengandung 0.15 mg/cc. Klonidin I
ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faali atau air untuk suntikan.
Disuntikan mula-mula 5 cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit. Tekanan
darah diukur 5 menit kemudian, bila belum ada penurunan, maka diberikan
lagi 5 cc i.v. dalam 55 menit (sisanya). Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam
sampai tekanan darah diastolik menjadi normotensi. Pilihan lain adalah
Khloral Hidrat atau Hidralazin.
9. Kardiotonika.
Indikasi pemberian kardiotonika ialah bila ada tanda-tanda menjurus payah
jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan ialah : Cedilanid - D. Perawatan
dilakukan bersama dengan bagian Penyakit Jantung.
10. Lain-lain
10.1. Obat-obat antipiretika.
Diberikan bila suhu rektal diatas 38.5C, dapat dibantu dengan
pemberian kompres dingin atau alkohol.
10.2. Antibiotika.
Diberikan atas indikasi.
10.3. Anti nyeri.
Bila penderita kesakitan/gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan
Petidin HCI 50-74 mg sekali saja (selambat-lambatnya 2 jam sebelum
janin lahir ).
c. Pengobatan Obstetrik.
Cara terminasi kehamilan.
Belum inpartu
1. Induksi persalinan.
Amniotomi + oksitosin drip, syarat Skor Bishop > 5. 2. Bedah Caesar bila :
a. Syarat Oksitosin drip tidak dipenuhi atau bila ada indikasi kontra Oksitosin
drip.
b. Dua belas (12) jam sejak dimulainya Oksitosin drip belum masuk fase aktif.
Sudah inpartu
Kala I
Fase laten : Bedah Caesar
Fase aktif
1. Amniotomi
2. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, dilakukan Bedah
Caesar.
Kala II
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Amniotomi dan Oksitosin drip dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit setelah
pemberian pengobatan medisinal.

108

B. PENGELOLAAN KONSERVATIF.
a. Indikasi.
Kehamilan preterm ( < 37 minggu ) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan Medisinal.
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya loading
dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup IM saja
c. Pengobatan obstetrik 1.
1. Selama perawatan konservatif. Observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif, hanya disini tidak ada terminasi.
2. Sulfas magnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, maka keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medisinal dan harus segera diterminasi.
PERAWATAN EKLAMPSIA
Pengobatan Medisinal
1. Obat anti kejang
MgSO4
a. "Loading dose"R
4 gr MgSO4 20 % dalam larutan 10 cc intravena selama 4 menit.
disusul 10 gr i.m MgSO4 40 % dalam larutan 25 cc dibberikan pada
bokong kanan dan kiri masing-masing 5 gr.
b. "Maintenance dose"
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gr i.m MgSO4.
c. Dosis tambahan
Bila kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gr i.v selama 3 menit.
Sekurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.
Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi
dosis tambahan masih kejang, maka diberikan Amobarbital 3-5
mg/kgbb/iv pelan-pelan.
d. Monitoring tanda-tanda keracunan MgSO4.
2. Obat-obat supportif
Lihat pengobatan supportif pre-eklampsia berat.
3. Perawatan pada serangan kejang :
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang (bukan kamar gelap).
b. Masukkan sudip lidah ke mulut penderita.
c. Kepala direndahkan, daerah orofarings dihisap.
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur.
4. Perawatan penderita dengan koma.
a. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai "Glasgow
Pittsburg-Coma Scale".
b. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan
penderita.
c. Pada koma yang lama bila nutrisi tidak mungkin cukup diberikan dalarn bentuk

109

NGT ("nasogastric tube").


5. Pengobatan obstetri.
Sikap terhadap kehamilan
a. Sikap dasar.
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
b. Bila diakhiri
Sikap dasar.
Bila sudah terjadi "stabilisasi" (pernulihan) hemodinamika dan metabolisme
ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
Setelah kejang terakhir
Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir
Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
c. Cara terminasi kehamilan sama dengan pre-eklampsia berat.
Perawatan Rumah Sakit :
1. Pre-eklampsia ringan :
Kriteria pre-eklampsia ringan untuk dirawat di rumah sakit
a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala-gejala pre-eklamsia
b. Kenaikan berat badan ibu > 1 kg/ minggu, selama 2 kali berturut-turut.
c. Timbul salah satu atau lebih gejala/tanda pre-eklamsia berat
2. Pre-eklampsia berat
3. Eklampsia
VII. PENYULIT
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru-paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan
otak dan kematian janin.
VIII. PERSETUJUAN MEDIS
Perlu penjelasan mengenai kondisi kasus dan rencana perawatan.
IX. LAMA PERAWATAN : 5 hari.
X. AUTOPSI (bila terjadi kematian)

110

ASFIKSIA INTRA UTERIN


I. BATASAN
Asfiksia merupakan suatu keadaan kekurangan atau tidak adanya oksigen dalam
jaringan tubuh yang dapat mengancam kehidupan. Asfiksia intrauterin adalah setiap
kejadian yang mengganggu pertukaran gas respirasi antara janin dan ibu. Asfiksia
total didapatkan apabila pertukaran gas berhenti secara total dan Asfiksia parsial
apabila pertukaran gas hanya berkurang dibawah normal. Asfiksia janin dapat terjadi
secara akut maupun kronik.
II. PENYEBAB.
Penyebab terjadinya asfiksia intrauterin antara lain adalah :
l. Penyebab maternal.
Penyakit atau kelainan yang menyebabkan gangguan sirkulasi uteroplasenter
maupun berkurangnya daya angkut oksigen a.l
a. Penyakit atau kelainan yang menyebabkan gangguan vaskuler (pre-eklampsia,
eklampsia, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal).
b. Kelainan yang menyebabkan pendarahan uterus menurun (dekompensasio
kordis, perdarahan, syok).
c. Daya angkut oksigen berkurang (ibu anemia, gengguan respirasi, penyakit paruparu).
d. Kontraksi uterus hipertonik dan berkepanjangan (pemakaian preparat oksitosin,
tetania uterus).
2. Penyebab plasenter.
Kelainan terjadi pada plasenta yang menyebabkan berkurangnya sirkulasi dalam
ruangruang intervilli.
a. Pelepasan sebagian atau seluruh plasenta (solusio plasente, plasenta previa).
b. Infark plasenta (preeklampsia, eklampsia, hipertensi, diabetes mellitus, lues).
c. Postmaturitas.
3. Penyebab fetal.
a. Gangguan sirkulasi tali pusat (lilitan tali pusat, tali pusat menumbung, simpul
tali pusat, torsi tali pusat, insersio vilamentosa, vasa previa).
b. Kelainan kardiovaskuler janin (kelainan bawaan).
c. Gangguan serebral (akibat kelainan bawaan, akibat anal geti ka/anestesi, trauma
intrauterin).
d. Kelainan pada darah janin (gangguan hemopoetik, eritroblastosis).
e. Prematuritas.
f. Infeksi intrauterin.
III. DIAGNOSIS.
Asfiksia intra uterin menyebabkan janin dalam keadaan bahaya yang disebut sebagai
gawat janin/"fetal distress". Diagnosis gawat janin dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
golongan
1. Diagnosis secara Klinis.
a. Pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ).
Dengan menggunakan stetoskop Laennec atau sistem Doppler dapat diketahui
frekuensi dan iregularitas DJJ.
Frekuensi normal 120-160 x/menit. DJJ 100-119 x/menit menunjukkan

111

bradikardi ringan, sedangkan DJJ 161-180/menit menunjukkan takikardi


ringan. Dinyatakan gawat janin apabila frekuensi DJJ > 180 x/menit
(takikardi), < 100 x/menit atau terjadi DJJ yang ireguler.
b. Pemeriksaan air ketuban.
Dengan pemeriksaan amniosintesis, amnioskopi ataupun air ketuban yang
keluar saat kulit ketuban telah pecah dapat dinilai warna air ketuban. Adanya
pewarnaan mekonium ("meconium stainning") pada janin dengan presentasi
kepala menunjukkan telah terjadinya hipoksia intrauterin. Bergantung pada
ringan beratnya hipoksia, mekonium akan keluar sedikit atau banyak, sehingga
air ketuban dapat berwarna hijau, kuning, coklat muda kehitaman atau bahkan
kental keruh seperti lumpur.
2. Pemeriksaan variabel biofisik.
Dengan menggunakan elektrokardiotokografi dan USG dapat dinilai beberapa
variabel biofisik, diantaranya dengan menilai skor manning. Variabel yang dinilai
antara lain gerak nafas janin, gerak badan janin, tonus janin, reaktifitas DJJ dan
volume air ketuban.
3. Pemeriksaan biokimiawi.
Apabila sudah ada pembukaan ostium uteri dan kulit ketuban telah pecah dapat
dilakukan pemeriksaan pH darah janin, pH normal adalah 7.25 atau lebih. PH <
7.20 berarti terjadi gawat janin dan harus segera dilakukan pengakhiran persalinan.
Apabila pH antara 7.24 - 7.20 maka pemeriksaan diulang.
VI. PENGELOLAAN
Pengelolaan gawat janin dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan
1. Keadaan gawat janin sebelum inpartu.
Dipertimbangkan apakah bagi janin kehidupan ekstrauterin akan lebih baik
daripada kehidupan intrauterin. Bila kehidupan ekstrauterin mempunyai prognosis
yang buruk maka diusahakan untuk melakukan resusitasi intrauterin dengan cara
a.Letakkan ibu dalam posissi miring untuk menghindari terjadinya "supine
hypertension" agar aliran darah ke uterus dapat diperbaiki.
b.Rehidrasi dengan infus larutan NaCl 0.9% untuk mengatasi kemungkinan
adanya kekurangan volume intravaskuler, terutama pada penderita yang
mengalami hipotensi dan dehidrasi. Pada penderita anemia bila perlu diberikan
transfusi darah.
c.Pemberian oksigen 100 % pada ibu secara berkala dngan harapan terjadi
kenaikan tekanan oksigen pada darah janin.
d. Bila gawat janin tidak disebabkan karena penekanan tali pusat, diusahakan
untuk mengubah posisi janin terhadap ibu dengan harapan penekanan tali
pusat berkurang.
Bila keadaan janin tidak berhasil diperbaiki dengan resusitasi intrauterin tersebut,
sedangkan janin masih terlalu prematur untuk menghadapi kehidupan ekstrauterin,
maka pertolongan bergantung pada indikasi ibunya, apakah janin dibiarkan mati
intrauterin atau ekstrauterin.

112

2. Pengelolaan gawat janin pada waktu inpartu.


Tindakan yang paling tepat adalah mengusahakan agar persalinan berlangsung
lebih cepat, dengan persalinan buatan atau bedah Caesar.
3. Pengelolaan gawat janin yang sebagian tubuhnya telah lahir merupakan gawat janin
yang sangat akut dan hendaknya penolong bekerja secara mantap tanpa tergesagesa tetapi cepat mengatsi keadaan gawat yang sedang dialami janin.
a. Kesulitan persalinan kepala pada letak sungsang.
Diusahakan kepala janin melewati pintu atas panggul dengan diameter sagital
melintang panggung dan fleksi kepala semaksimal mungkin. Setelah kepala
melewati pintu atas panggung, kepala dilahirkan dengan cara Mauriceau atau
langsung dengan menggunakan forseps.
b. Kesulitan persalinan bahu.
Tindakan pertama adalah melakukan episiotomi mediolateral yang luas. Bahu
depan terhatnbat oleh simpisis dibebaskan secara digital, atau dengan bantuan
penekanan pada suprasimpisis. Tindakan mernutar bahu " Corkscrew Manuver"
yaitu secara digital bahu belakang didorong ke arah lateral dibantu dengan arah
yang berlawanan. Dengan demikian bahu terputar 180 dan bahu depan
terbebas dari simpisis. Bila tidak berhasil masukkan seluruh jari tangan
diantara bahu belakang dan vagina kedalam rongga rahim, peganglah lengan
bawah kemudian difleksikan melewati dada dan secara perlahan-lahan bahu
belakang dilahirkan. Dengan cara ini lingkaran bahu diperkecil dan dapat
melewati jalan lahir. Bila bahu depan masih sukar lahir, bahu depan diputar ke
helakang dan dilahirkan seperti tindakan sebelumnya.

113

STROKE
DEFINISI
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi
neurologis (defisit neurologik fokal atau global ) yang terjadi secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(Stroke iskemik ) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (Stroke perdarahan)
Pembagian Stroke
1.
Etiologis :
Infark : Aterotrombotik, Kardioembolik, Lakunar
Perdarahan : Perdarahan intraserebal, Perdarahan
Intrakranial et causa AVM
2.
lokasi
2.1. Sistem karotis
2.2. Sistem vertebrobasiler

subaraknoid,

Perdarahan

Dasar Diagnosis :
1.
Anamnesa dari pasien, keluarga atau pembawa pasien.
2.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow coma scale / kwantitas / kwalitas), tanda
vital, status generalis, status neurologis
3.
Alat Bantu Scoring (skala)
Siriraj Stroke Score (SSS), Algoritme Stroke Gajah Mada (ASGM)
4.
Pemeriksaan penunjang
Pungsi lumbal (bila neuroimejing tidak tersedia).
Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :

Anamnesis :
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktivitas/istirahat, kesadaran
baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah /tidak, riwayat hipertensi (faktor resiko
lainnya) lamanya (onset), serangan pertama/ulang.

Pemeriksaan fisik ( neurologis dan umum) :


Ada defisit neurologis, hipertensi/hipotensi/normotensi
Pemeriksaan penunjang
Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan pasca stoke, resiko pemeriksaan,
biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang.
Tujuan :
Membantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor resiko, komplikasi,
prognosa dan pengobatan.
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (GPL), Gula Darah Sewaktu (GDS),
fungsi ginjal (Ureum, Kreatinim dan Asam Urat), Fungsi hati ( SGOT dan SGPT ),
114

Protein darah ( Albumin, Globulin ), Hemostasis, Profil lipid ( Kolesterol, Trigliserid,


HDL, LDL ), Homosistein, Analisa Gas Darah dan Elektrolit. Jika perlu pemeriksaan
cairan Serebrospinal.
Radiologis

Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi paru maupun
kelainan jantung.

Brain CT scan tanpa kontras ( Golden Standard )

MRI kepala
Pemeriksaan penunjang lain :

EKG

Echocardiography ( TTE dan atau TEE )

Carotid Doppler (USG Carotis)

Transcranial Doppler (TCD)


Golden Standard / Baku Emas
CT Scan kepala tanpa kontas
DIAGNOSIS BANDING
1.
Ensefalopati toksik atau metabolik
2.
Kelainan non neurologis / fungsioal (contoh : kelainan jiwa )
3.
Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todds
4.
Migren hemiplegik
5.
Lesi Struktural intrakranial ( hematoma subdural, tumor otak, AVM )
6.
Infeksi ensefalitis, Abses otak
7.
Trauma kepala
8.
Ensefalopati hipertensif
9.
Sklerosis multipel
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Penatalaksanaan umum
1.
Umum :
Ditujukan terhadap fungsi vital : Paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan
elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
2.
Khusus
Pencegahan dan pengobatan komplikasi
Rehabilitasi
Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan skunder
Penatalaksanaan Khusus
1.
Stroke Iskemik/Infark :
Anti Agregasi platelet : Aspirin 325 mg/ hari, tiklopidin 2x250 mg,
klopidogrel 1x 75 mg,cilostazol 2x 50-100 mg
Trombolitik : r-tPA (harus memenuhi kriteria inklusi)
Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
(Guidelines Stroke 2004)
Neuroprotektan : Pirasetam 12 gr infuse dilanjutkan 6 jam kemudian 4x 3 gr
selama 7 hari, CDP Cholin 750-1000 mg/ 24 jam dibagi dalam 2-3 dosis
115

Hemorheologi : Pentoxyfillin 15 mg/kg BB/ hari selama 5 hari dilanjutkan


oral 2x 400 mg
2.

Perdarahan subarakhnoid :
Antivasospasme : Nimodipin 2,1 cc/ jam selama 7 hari dilanjutkan oral 6x 60
mg selama 3 minggu
3.
Neuroprotektan : Pirasetam 3x3 gr IV , CDP Cholin 750-1000 mg dibagi 2-3
dosis
4.
Perdarahan intraserebal
Konseravatif :
Memperbaiki faal hemostasis ( bila ada gangguan faal hemostasis)
Mencegah/ mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan : Nimodipin
Neuroprotektan : sama dengan prdarahan intraserebral
Operatif : dilakukan pada kasus yang indikatif / memungkinkan ;
Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter >3 cm pada fossa posterior.
Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan
ancaman herniasi otak
Perdarahan serebelum
Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum
GCS>7
Terapi Komplikasi :
Antiedema : larutan manitol 20%
Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas Indikasi
Antirombosis Vena dalam dan emboli paru.
Penatalaksanaan faktor resiko

Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu


(Guindelines stroke 2004)

Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu


(Guindelines stroke 2004)

Antidislipidemia : atas indikasi


Terapi non farmakologi

Operatif

Phlebotomi

Neurorestorasi ( dalam fase akut) dan rehabilitasi meadik

Edukasi
KOMPLIKASI / PENYULIT
Fase Akut :

Neurologis :
Stroke susulan
Edema otak
Infark berdarah
Hidrosefalus

Non neurologis :

116

Hipertensi/Hiperglikemia reaktif
Edema paru
Gangguan jantung
Infeksi
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Fase lanjut :

Neurologis : Gangguan fungsi luhur

Non Neurologis :
- Kontraktur
- Dekubitus
- Infeksi
- Depresi
KONSULTASI

Dokter spesialis penyakit dalam ( Ginjal/ Hipertensi, Endokrin), kardiologi


bila ada kelainan organ terkait

Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemoragik yang perlu dioperasi,
(aneurisma, AVM, evakuasi hematom)

Gizi

Rehabilitasi medik ( setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan


pertama pasca onset)
JENIS PELAYANAN

Rawat inap : Stroke Corner, Stroke unit atau Neurologic High Care Unit pada
fase akut

Rawat jalan pasca fase akut


TENAGA STANDAR

Stroke perdarahan : rara-rata 3-4 minggu ( tergantung keadaan umum


penderita )

Stroke iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit/penyakit lain


PROGNOSIS
Ad vitam
Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
Ad functionam
Penilaian dengan parameter :
Activiti daily living (barthel Index)
NIH Stroke Scale (NIHSS)
Resiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif setelah 1 tahun : 20-30%

117

KESADARAN MENURUN DAN COMA


DEFINISI
Sadar : disebut sadar bila sadar akan diri dan lingkungannya
Gangguan kesadaran : ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan sekitarnya
Ketidakmampuan :
Ringan
berat : ada derajat / tahapan
Obtundity
Stupor
Semi koma
Koma

Obtundity : dalam keadaan biasa ingin tidur, baru terbangun dan


mengikuti perintah bila ada rangsangan
Stupor :
- penderita tidur terus
- Ada gerakan spontan
- ada respon dengan rangsangan
- dengan rangsangan berurutan ada waktu bebas
Semi koma : Hanya dengan rangsang sakit ada respon
Koma : tak ada respon dengan rasa nyeri

ETIOLOGI
I.
Lesi Struktural
a. lesi supratentorial :
- Radang
- Trauma
- SOP : Stroke, tumor, abses serebri
- Status konvulsivus / epileps
b. lesi infratentorial :
- Radang
- Trauma
- SOP : Stroke, tumor, abses serebri
II.

Non Struktural / Metabolik


A. Primer
1. Penyakit pada substansia grisea : picks disease, alzhaimers disease
2. Penyakit pada substansia alba : leukodistropi
B. Sekunder
Hipoksia penurunan kadar dan tekanan oksigen darah : penyakit paru-paru,
penurunan tekanan atmosfir oksigen
Penurunan kadar oksigen darah namun tekanan normal : anemia, keracunan
CO
Iskemia :
Penurunan CBF karena kardiac out put menurun : cardiac arrest, aritmia
kordis, adam stokes syndrome, infark miokard, gagal jantung kongestif
Penurunan CBF karena tahanan perifer dalam sirkulasi sistemik menurun :
Sinkop, ortostatik hipotensi, vasofagal refleks.
PenurunanCBF karena peningkatan tahanan vaskuler :

118

Encephalopati Hipertensi, Sindroma Hiperventilasi, Polisitemia,


Hipo / Hiperglikemia, Defisiensi ko-faktor : defisiensi tiamin
Gangguan fungsi ginjal, Gangguan fungsi hati, gangguan Elektolit : K, Na, Ca,
Mg, bahan toksik : Alkohol, obat-obatan : Barbiturat, Opiat, Enzime inhibitor :
logam berat, Toksin : meningitis, encephalitis, Kelainan regulasi suhu :
Hipotermia
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis / Alloanamnesis
1.
Riwayat penyakit sebelumnya : hipertensi, diabetes, gagal ginjal, gangguan
fungsi hati, pengguna obat-obat narkotik
2.
Keluhan sebelum terjadi gangguan kesadaran : nyeri kepala, muntah-muntah
3.
Menggunakan obat-obat sebelum terjadi gangguan kesadaran : obat diabetik,
narkotik.
Pemeriksaan fisik umum
1. Vital sign : tekanan darah, nadi dan respirasi
2. Pemeriksaan luka terrutama luka dikepala dan leher : battle sign, pendarahan
hidung, pendarahan kelopak mata, krepitasi tulang tengkorak
3. Pemeriksaan suhu badan dan suhu rectal
4. Pemeriksaan bau nafas dan badan : fetor hepatikum, bau nafas alcohol, bau
nafas faeces
5. Pemeriksaan warna dan turgor kulit : sianois, kepucatan, ikterik
Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan Neurologi umum : tanda-tanda rangsang meningeal, pemeriksaan
motorik, pemeriksaan fungsi luhur, pemeriksaan nervi kranialis
2. Pemeriksaan Glasgow Coma Scale : pemeriksaan yang bersifat kwantitatif dan
kwalitatif pada gangguan kesadaran
3. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batang otak meliputi :
a. Gerakan bola mata
b. Refleks kornea
c. Refleks mata boneka / refleks kalori
d. Reaksi pupil terhadap cahaya
e. Refleks muntah / batuk
4. Pola pernafasan : hubungan pola pernafasan dengan letak lesi
a. Eupnea : diensefaalon atas
b. Cheyne Stokes ; lesi di diensefalon bawah
c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesensefalon
d. Ataxic Breathing : lesi di pons
e. Apneutic Breathing : lesi di pons bawah / medula oblongata
f. Apnea : lesi di medula oblongata
5. Pupil : hubungan reaksi pupil terhadap lesi :
a. Pupil kecil reaktif terhadap cahaya : korteks/diensefalon
b. Pupil besar normal ditengah : mesensefalon
c. Pupil kecil ditengah : pons
d. Pupil sedikit melebar ditengah : tectum
e. Isokor :
- Pint point : lesi pons, overdosis morphin
- Kecil reaktif : ensefalopati metabolik

119

6.

7.

8.

9.

- Sedang reaktif : ensefalopati metabolik ;


- tidak reaktif terhadap cahaya: lesi thalamus
- Besar / midriasis : antidepresan, ekstasi, cholinesterase inhibitor
f. Anisokor :
- Besar / tidak reaktif : N.III Parese
- Kecil reaktif : Horner syndrome
Kedudukan bola mata : hubungan kedudukan boala mata dengan letak lesi
a. Deviasi conjugee : lesi hemispherinum serebri besar
b. Strabismus konvergen dan pupil kecil : thalamus
c. Pupil kecil ditengah : lesi di pons
d. Pupil besar ditengah kesulitan melihat kesamping : lesi di cerebellum
e. Pupil anisokor refleks cahaya ( -) : herniasi tentirial
Refleks sephalic batang otak termasuk disini adalah :
a. Refleks pupil
b. Dolls eye movement
c. Oculo auditory refleks
d. Oculo vestibulo refleks
e. Refleks kornea
f. Refleks muntah
Reaksi motorik
a. Reaksi abduksi dan fleksi terhadap rangsang nyeri, lesi pada hemispehrium
cerebri
b. Reaksi abduksi dan ekstensi terhadap rangsang nyeri, lesi pada batang otak
c. Postur dekortikasi / hiperekstensi ekstermitas bawah dan fleksi ekstermitas
atas, lesi di korteks cerebri
d. Postur decerebrasi hiperekstensi ekstermitas atas dan bawah, lesi di batang
otak
Observasi umum lainnya
Ada gerakan automatisme seperti menguap, membasahi bibir, berarti fungsi
batang otak masih baik.
Ada gerakan miokolonik jerk berarti ada lesi hemispherium cerebri yang diffus.

DIAGNOSIS BANDING
1.
Tidur : keadaan non patologis dimana ada penurunan kesadaran yang dengan
mudah dibangunkan
2.
Akinetik mutisme : penderita dalam keadaan bangun, mata terbuka, tapi sangat
lamban berespon terhadap pertanyaan yang diajukan
3.
Sindroma locked-in : penderita dengan mata terbuka / sadar dengan
komunikasi terganggu, ada sedikit gerakan terutama gerakan mata melirik keatas
kebawah
4.
Status katatonik : sadar penuh fungsi motorik normal tapi tidak bisa
berkomunikasi dengan baik
TATA LAKSANA
Gangguan kesadaran sampai koma adalah keadaan darurat medis untuk itu perlu
penanganan yang cepat, tepat dan akurat mulai dari ruang unit gawat darurat sampai
keruang perawatab intensif. Penanganan terbagi atas dua bagian besar yaitu :
A.
Supportif
Penderita kesadaran menurun dilihat / dinilai

Jalan nafas

120

Pernafasan
Tekanan darah
Cairan tubuh ( asam basa, elektrolit )
Posisi tubuh
Pasang Naso Gastrik Tube
Katheter Unrine

1.

Jalan Nafas

Dilihat :
- Agitasi : kesan hipoksemia
- Gerakan nafas : dada
- Retraksi sel iga, dinding perut, sub kosta klavikula

Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran, siulan : ada


sumbatan

Diraba :
- Getaran ekspirasi
- Getaran di leher
- Fraktur mandibuler

Yang menyebabkan gangguan jalan nafas :


- Lidah / epiglotis
- Muntahan, darah, sekret benda asing
- Trauma mandibula / maksila

Alat yang dipakai


- Jalan nafas orofaringeal
- Jalan nafas nasofaringeal
- Jalan nafas definitif
Intubasi
Pembedahan
Pola Pernafasan
Lesi sentral : pola nafas
- Eupnea
- Cheyne Stroke
- Sentral Neurogenik Hiperpentilasi
- Apnea
Lesi Perifer
Nafas Interkostal
Nafas Diagfragma (dinding Perut)
2.
Perhatikan aliran darah
- Perfusi : perifer
- Ginjal : produksi urine
- Nadi : Ritme, Rate, Pengisisan
- Tekanan darah
Diusahakan :

Hemodinamik Stabil (tidak naik turun)

Kondisi tensi normal

Dihindari : hipertensi / meninggi, Syok


Jenis Syok
- Hipovolemik

121

3.
-

Kardiogenik
Sepsis
Penimbunan vena perifer (polling)
Cairan tubuh
Cegah hidrasi berlebihan
Cairan hipotonik, hipoprotein dan lama pakai ventilator mudah terjadi hidrasi
Tekanan osmotik dipertahankan dengan albumen
Hindari hiponatremia

4.

Gas darah dan keseimbangan asam basa


- Alat Bantu oximeter untuk mengetahui oksigenasi diusahakan SaO2 > 95 dan
PaO2 >80 mg (dengan analisa gas darah)
- PO2 dibuat sampai 100 150 mmhg dengan cara diberi O2
- PaCO2 : 25 35 mm dengan hiperventilasi
5.
Pasang Naso Gastric Tube
Pengeluaran isi lambung berguna
- Mencegah aspirasi, Intoksikasi
- Nutrisi Parenteral
6.
Posisi
- Hindari posisi Trandelenberg
- Posisi kepala 30 derajat lebih tinggi
- Pada koma yang lama hindari :
Dekubitus : sering alih posisi
Vena dalam trombosis : pakai stocking
7.
Katheter Urine
- Untuk memudahkan penghitungan balance cairan
- Mencegah kebocoran urine
- Berguna pada gangguan kencing
B. Terapi kausatif/Spesifik
1.
Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk dengan panas yang mulai beberapa
hari sebelumnya sangat munkin primer infeksi (meningitis, encephalitis) di otak
bila gangguan kesadaran tanpa kaku kuduk sangat mungkin primer infeksi bukan
di otak
2.
Gangguan kesadaran dengan kakuk kuduk tanpa panas sangat munkin
perdarahan subarahnoid
3.
Gangguan kesadaran dengan didapatkan gejala neurologis fokal ( hemiparesis,
heminervikranial palsy) penyebabnya lesi intracranial
4.
Gangguan kesadaran disertai tanda-tanda tekanan intrakranial meninggi :
( muntah-muntah proyektil, parese N.III, kaku kuduk, penglihatan kabur
secepatnya diberi manitol, dexamethasol, dibuat hiperventilasi
5.
Gangguan kesadaran tanda disertai kaku-kuduk atau / dan gejala neurologist
fokal, bradikardil sangat mungkin penyebabnya metabolik
6.
Gangguan kesadaran dengan tanda herniasi intracranial ( anisokor, isokor
miosis/ midrasis dengan tetraparesis) termasuk gawat darurat secepatnya perlu
tindakan
7.
Gangguan kesadaran dengan penyebab yang sudah jelas, dapat ditherapi
spesifik untuk penyebab :

Hipoglikemi : glukosa

Over Dosis opiat : nalokson


122

Over dosis benzodiazepine : flumazenil


Wernicke Ensephalopaty

PENYULIT
- Tenaga kurang professional
- Peralatan kurang lengkap
- Ruang perawatan intensif belum memadai
KONSULTASI :
- Bagian bedah saraf
- Bagian penyakit dalam
- Bagian anestesi
- Bagian kardiologi
- Bagian Pulmonologi
TENAGA
- perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
JENIS PELAYANAN
Jenis pelayanan termasuk keadaan darurat neurologis perlu tindakan cepat, tepat dan
akurat dan perlu dirawat diruang pelayanan intensif
LAMA PERAWATAN
- 1-5 hari

123

CEDERA KEPALA (CEDERA OTAK)


DEFINISI
Cedera otak (CO)adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi
secarara langsung (kerusakan primer / Primary effect) maupun tidak langsung
kerusakan skunder / secondary effect). Cedera otak yang terjadi sebagian besar adalah
cedera otak tertutup, akibat kekerasan (rudapaksa), karena kecelakaan lalulintas, dan
sebagian besar ( 84%) menjalani therapi konservatif dan sisanya sebanyak 16% yang
membutuhkan tindakan operatif.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis

1.
2.
-

3.
4.
5.

Tergantung berat ringannya cedera otak yang terjadi, dibagi dalam :


Minimal = Simple Head Injury ( SHI)
Nilai skala koma Glasgow 15 (normal)
Kesadaran baik
Tidak ada amnesia
Cedera otak ringan (COR)
Nilai skala koma Glasgow 14 atau
Nilai skala koma Glasgow 15, dengan

amnesia pasca cedera < 24 jam, atau

hilang kesadaran < 10 menit


Dapat disertai gejala klinik lainnya, misalnya : mual, muntah, sakit kepal atau
vertigo
Cedera otak sedang (COS)
Nilai skala koma Glasgow 9-13
Hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam
Dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologis
Amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari ( bisa positif atau negatif)
Cedera otak berat (COB)
Nilai skala koma Glasgow 5-8
Hilang kesadaran >6 jam
Ditemukan deficit neurologis
Amnesia pasca cedera >7 hari
Kondisi Kritis
nilai skala koma Glasgow 3-4
hilang kesadaran > 6 jam
ditemukan defisit neurologis
Perdarahan epidural
Lusid interval
Anisokori pupil
Hemiparesis yang terjadi kemudian
Refleks babinski yang terjadi kemudian
Fraktur Basis Kranii
Keluar cairan otak lewat hidung (rinorea) atau telingga ( otorea)
Hematoma kacamata atau hematoma retroaurikular (battles sign)

124

Laboratorium
- Darah perifer lengkap
- Gula darah sewaktu
- Ureum / kreatinin
- Analisa gas darah ( ASTRUP)
- Elektrolit
Radiologi
- Foto kepala polos, posisi AP/Lat/tangensial ( sesuai indikasi )
- Scening kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema, fraktur
tulang kepala
Standar baku
- Scening kepala ( CT-scan kepala)
Patologi anatomi
- Normal, tidak ada kerusakan hanya gangguan fungsional
(simple head injury (SHI) dan komosio)
- kontusio
- perdarahan
- edema
- iskemia
- infark
- fraktur tulang tengkorak
TATA LAKSANA
Tergantung derajat beratnya cedera
1.
Minimal
- tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
- istirahat dirumah
- diberi nasehat agar kembali kerumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan
epidural, seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turungejala lucid interval)
2.
Cedera otak ringan (Komosio Serebri)
- Tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
- Observasi dirumah sakit 2 hari
- Keluhan hilang, mobilisasi
- Simptomatis : anti vertigo, anti emetic, analgetika
- Antibiotika (atas indikasi)
3.
Cedera otak sedang dan berat (kontusio serebri)
a. Terapi umum
untuk kesadaran menurun
- lakukan resusitasi
- Bebaskan jalan nafas (airway), jaga fungsi pernafasan (breathing), circulation(
tidak terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90mmHg), nadi,
suhu (tidak boleh sampai terjadi pireksia)
- Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori
50% lebih dari normal
- Jaga keseimbangan gas darah
- Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter

125

Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena


Rubah-rubah posisi untuk mencegah dekubitus
Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
Pasang selang nasogastrik pada hari kedua, kecuali kontra indikasi yaitu pada
fraktur basis kranii
- Infus cairan isotonis
- Berikan oksigen sesuai indikasi
b. Terapi khusus
1. Medikamentosa
- Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan manitol 20%
- Simptomatis : analgetik, anti emetic, antipiretik
- Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cedera
- Antibiotika diberikan atas indikasi
- Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung
2. Operasi bila terdapat indikasi
c. Rehabilitasi
- Mobilisasi berhadap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil
- Neurorestorasi dan neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan
PENYULIT
Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang kurang cermat dapat menimbulkan
gejala sisa yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak
KONSULTASI
- Bedah Saraf / bedah lainnya sesuai indikasi
JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
- Rawat inap
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis
LAMA PERAWATAN
- tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan
- terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan
perawatan khusus karena kecacatan yang cukup berat.

126

STATUS EPILEPTIKUS
DEFINISI
(Epilepsy Foundation of Americas Working Group on Status Epilepticus)
Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan,
dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan
kejang harus dimulai dalam 10 meni setelah awitan suatu kejang.
PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS
Stadium
Stadium I (0-10 menit)
Stadium II (0-60 menit)

Stadium III
(0-60 - 90 menit)

Stadium IV
(30-90 menit)

Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik
Memperbaiki jatan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Memasang infus pada pembuluh darah besar
Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv
(kepatan pembenan 2-5 mg/menit atau rectal dapat
diulang 15 menit kemudian masukan 5O cc glukosa 40%
dengan atau tanpa thiamin 250 mg intravena
Menangani asidosis
Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian
diazepam pertama, beri phenytoin iv
15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit,
transfer pasien ke ICU, beri Propofol
(2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau Thiopentone
(100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit ,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit),
dilanjutkan sampai 12-24 jam setetah bangkitan klinis
atau bangkit EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off.
Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial,
memulai pemberian OEA dosis maintenance.

Tindakan :
1. Operasi
Indikasi operasi :
a. Fokal epilesi yang intraktabet terhadap obat obatan
b. Sindroma Epilepsi fokal dan simptomatik
Kontraindikasi :
Kontraindikasi absolut
a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabotik degeneratif )
127

b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkai terjadi remisi dikemudian


hari
Kntraindikasi relatif :
a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan
b. Psikosis interiktal
c. Mental retardasi
Jenis-jenis operasi :
a. Operasi reseksi; pada mesial temporal lobe, neokortikal
b. Diskoneksi : korpus kalosotomi, multiple supiat transection
c. Hemispherektomi
2. Stimulasi Nervus vagus
PENYULIT
Prognosis pengobatan pada kasus kasus baru pada umumnya baik, pada70-80% kasus
bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan
epilepsi berhenti, kemungkinan rekuresinya rendah, dan pasien dapat menghentikan
OAE.
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal berikut :
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimul pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris
KONSULTASI
Konsultasi : (atas indikasi)
1.
Bagian Psikiatri
2.
Bagian Interna
3.
Bagian Anak
4.
Bagian Bedah Saraf
5.
Bagian Anestesi ( bila pasien masuk ICU)
JENIS PELAYANAN
1. Rawat jalan
2. Rawat inap
Indikasi rawat :
1. Status Epileptikus
2. Bangkitan berulang
3. Kasus Bangkitan Pertama
4. Epitepsi intraktabel

TENAGA :
1. Spesialis saraf
2. Electro encephalographer
3. Teknisi EEG

128

LAMA PERAWATAN
1. Pada kasus bukan status epileptikus : pasien dirawat sampai diagnosis dapat
ditegakkan
2. Pada status epileptikus : pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien
kembali ke keadaan sebelum status

129

SEREBRITIS & ABSES OTAK


DEFINISI/ETIOLOGI
Penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam / di antara parenkim
otak.
Etiologi :
Bakteri (yang sering) : Staphylococcus aureus, streptococcus anaerob, S.beta
hemolitikus, S. alfa hemolitikus, E. Coli, Bacteroides.
Jamur : N. asteroids, spesies candida, aspergillus.
Parasit (jarang) : E. Histolitika, cystecircosis, schistosomis

Patogenesis
Mikroorganisme (MO mencapai parenkim otak melalui :
- Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh
- Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media.
- Trauma tembus kepala/operasi otak.
- Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik.
- 20% kasus tak diketahui sumber infeksinya.
Lokasi :
- Hematogen paling sering pada substansia alba dan grisea
- Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak
Sifat :
- Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik
karena ada shunt kanan ke kiri.
Tahap-tahap :
- Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak (infiltrat, leukosit, edema,
perlunakan dan kongesti) kadang disertai bintik-bintik perdarahan.
- Beberapa hari-minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan
yang nekrotik sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas.
- Tahap lanjut : fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding
yang konsentris.
Stadium:
- Serebritis dini
(hari I - III)
- Serebritis lanjut
(hari IV - IX)
- Serebritis kapsul dini
(hari X - XIII)
- Serebritis kapsul lanjut (> XIV hari)
KRITERIA DIAGNOSIS
Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK Khas bila
terdapat trias : gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal.
Darah rutin : 50 - 60 % didapati leukositosis 10.000 - 20.000 / cm2
70 - 95 % LED meningkat.
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensifitas.

130

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (leukosit, LED)
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas.
Rontgen : Foto polos kepala, CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras, atau
angiografi.
DIAGNOSIS BANDING
Space occupying lesion lainnya (metastase tumor, glioblastoma) ,
Meningitis
TATALAKSANA
Prinsipnya menghilangkan fokus infeksi dan efek massa.
Kausal:
Ampisillin 2 gr/6 jam iv (200-400 mg/kgBB/hari selama 2 minggu).
Kloramfenikol 1 gr/6jam iv selama 2 minggu.
Metronidazote 500 mg/8 jam iv setama 2 minggu.
Antiedema : dexamethason/manitol.
Operasi bila tindakan konservatif gag al atau abses berdiameter 2 cm
PENYULIT
Herniasi
Hidrosefalus obstruktif
Koma
KONSULTASI
Bedah Saraf
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Minimal 6 minggu
PROGNOSIS
Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal.
Prognosis : tergantung dari : umur penderita, lokasi abses, dan sifat absesnya.

131

MENINGITIS TUBERKULOSA
DEFINISI
Meningitis tuberkulosaa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosa.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Didahuluinya oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia,mual/muntah,
demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran,
onset subakut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.
Pemeriksaan fisik

Tanda-tanda rangsangan meningieal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan
kernig.

Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai


Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda


peninggian tekanan intrakranial), pemeriksaan darah rutin, kimia,elektrolit
Pemeriksaan sputum BTA (+)

Pemeriksaan radiologik

Foto polos paru

CT-scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbal bila
dijumpai peninggian intrakranial.

Pemeriksaan penunjang lain :

IgG anti TB ( untuk mendapatkan antigen bakteri diperiksa counterimmunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA).

PCR
Pada pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan LCS bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial )

Pelikel (+) / cobweb Appearance (+)

Pleiositosis 50-500/mm3, dominan sel mononuclear, protein meningkat


100-200 mg%, glukosa menurun <50%-60% dari GDS, kadar laktat, Kadar asam
amino, bakteriologis Ziehl Nelsen (+), kultur BTA(+)
Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR
DIAGNOSIS BANDING
Meningoensefalitis karena virus
Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
Meningitis oleh karena infeksi jamur/parasit (cyptococcus neoformans atau
Toxoplasma gondii), sarkoid meningitis.
Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma, leukemia,
glioma, melanoma, dan meduloblastoma.
TATALAKSANA

Umum
132

Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT)


INH
Pyrazinamida
Rifampisin
Etambutol
Kortikosteroid

PENYULIT/KOMBINASI

Hidrosefalus

Kelumpuhan saraf kranial

Iskemi dan infark pada otak dan mielum

Epilepsi

SIADH

Retardasi mental

Atrofi nervus optikus


KONSULTASI
Bedah saraf
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap
TENAGA STANDAR
Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat
LAMA PERAWATAN
Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan.
PROGNOSIS
Minigtis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis
Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal.

133

MENINGITIS BAKTERIAL
DEFINISI/ETIOLOGI

Meningitis Bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis


purulenta) adalah sutu infeksi cairan likuor serebrospinalis dengan proses
peradangan yang melibatkan piameter, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan
dapat meluas ke permukaan otak dan modulla spinalis

Etiologi : streptococcus pneumoniae,neisseria meningitides, H. influenzae,


staphylococc,listeria monocytogenes, basil gram negatif.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 1-7 hari. Gejala
berupa demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual, muntah,
kejang, perubahan status mental sampai penurunan kesadaran.
Pemeriksaan fisik

Tanda-tanda rangsang meningeal

Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset

Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis

Gejala lain : infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis,


pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. meningitides)
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium

Lumbal fungsi

Pemeriksaan likuor

Pemeriksaan kultur likuor dan darah

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit
darah
Radiologis

Foto polos baru

CT-scan kepala
Pemeriksaan penunjang lain : pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive
Protein atau PCR (PolymeraseReaktion).
Pemeriksaan laboratorium diperoleh :

Lumbal pungsi :mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi.


Pemeriksaan likuor : tekanan meningkat >180 mmH2O, pleiositosis lebih dari
1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3 terutama PMN, protein meningkat lebih
150 mg/dL dapat>1000 mg/dL, Glukosa menurun <40% dari GDS. Dapat
ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.

Pemeriksaan darah rutin : lekositosis, LED meningkat.

134

Pemeriksaan penunjang lain


Bila hasil analisis likuor serebrospinalis menukung, tetapi pada pengecatan gram
negative maka untuk menentukan bakteri penyebab dapat dipertimbangkan
pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reaktive Protein atau PCR (
Polymerase Chain Reaction).
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis virus, pendarahan subarakhoid, meningitis khemikal, meningitis TB,
meningitis leptospira, meningoensefalitis fungal.
TATALAKSANA

Perawatan umum

Kausal : lama pemberian 10-14 hari


Usia
50 tahun

Bakteri penyebab
S. Pneumoniae
N. Meningitidis
L. Moncytogenes

50 tahun

S. Pneumoniae
H. Influenzae
Species Listeria
Pseudomonas
aeroginosa
N. Meningitidis

Antibiotika
Cefotaxime 2 g/6 jam max.
12g /hari
atau cefriaxone 2 g/12 jam+
Ampicilin 2 g/4 jam/IV (200
mg/kgBB/IV/hari)
Chloramphenicol 1 g/6jam +
Trimetoprim/sulfametoxazole
20mg/kg/BB/hari
Bila prevalensi S. Pneumoniae
Resisten
Cephalosporin 2% diberikan
:
Cefotaxim / ceftriaxone +
vancomycin
1 g / 12 jam/IV ( max.3g/hari)
Cefotaxime 2 g/6 jam
max.12/hari
Atau cefriaxone 2 g/12 jam+
ampicilin 2 g/4 jam/IV (200
mg/kgBB/IV/hari)
Bila prevalensi S. Pneumoniae
Resisten
cephalosporin

2%
diberikan :
Cefotaxime
/
cefriaxone+vancomycin
1 g / 12 jam / IV (max. 3 g/
hari )
Cefrtadizime 2g/8 jam/IV

Bila baakteri penyebab tidak dapat diketahui , maka terapi antibiotic empiris sesuai
dengan kelompok umur, harus segera dimulai

135

Terapi tambahan : dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita


dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu
dengan Deksametason 0,15 mg/kgBB/6 jam/ IV selama4 hari dan diberikan 20
menit sebelum pemberian antibiotic.
Penanganan peningkatan TIK :
- meningginya letak kepala 30 derajat dari tempat tidur
- cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol
- hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 antara 27-30mmHg

PENYULIT

Ganguan serebrovaskuler

Edema otak

Hidrosevalus

Pendarahan otak

Syok sepsis

ARDS (Adult Respiratory Distress ayndrome)

Disseminated Intravasculer Coagulation

Efusi subdural

SIADH
KONSULTASI
Konsultasi dengan bagian lain sesuai sumberr infeksi.
JENIS PELAYANAN
Perawatan RS diperlukan segera
Tenaga standar
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
1-2 bulan di ruang perawatan intermediet
PROGNOSIS
Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meni

136

137

SINDROMA GUILLAIN BARRE


KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
- Kelemahan ascenden dan simetris.
- Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan
otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal, bulbal
dan otot pernafasan juga terjadi
- Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan
gangguan nafas.
- Puncak defisit dicapai 4 minggu
- Recovery biasanya dimulai 2-4 minggu
- Gangguan sensorik biasanya parasthesi, baal atau sensasi sejenis
- Gangguan N. cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disartria, disfagi
- Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
- Gangguan otonom dari takikardi, bradikardi, Flushing paroxysmal,hipertensi
ortostatik dan anhidrosis
- Retensio urine dan ileus paralitik
- Gangguan pernafasan

Dyspnoe

Nafas pendek

Sulit menelan

Bicara serak

Gagal nafas
Pemeriksaan Fisik
Kelemahan N. cranialis VII, VI, III, V, IX, X
Kelemahan ekstremitas bawah, asenden, asimetris upper extremitas, facial
Reflex : absen atau hiporefleksi
Reflex patologi
Penunjang :
Laboratorium

LCS :
- Diosiasi sitoalbulmin
- Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55g/L, tanpa peningkatan
dari sel < 10 lymposit/mm3
- Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai
- Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV/ micoplasma membantu
penegakan etiologi. Untuk manfaat epidemiologi
- Antibodi glycolipid
- Antibodi GMI

Ro : CT/MRI untuk mengeksklusi diagnosa lain seperti myelopati

EMG

DIAGNOSIS BANDING

138

Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik


Tetraparesis penyebab lain
Hipokalemi
Miasthenia gravis

TATALAKSANA
- Tidak ada drug of choice
- Waspadai memburuknya perjalannan klinis dan ganffuan pernafasan
- Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU
- Roboransia saraf parenteral
- Perlu NGT bila kesulitan mengunyah / menelan
- Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralysis otot berat maka perlu
kortikosteroid dosis tinggi
- Plasmafaresis beberapa pasien memberi manfaat yang besar terutama kasus
akut
- Plasma 200 250 ml/ kgBB dalam 4-6 x pemberian sehingga waktu sehari
diganti cairan kombinasi garam + 5% albumin
- Immunoglobulin intravena ( expert consensus ) : IVIG direkomendasikan
untuk terapi GBS 0,4 g/ kgBB / tiap hari untuk 5 hari berturut-turut ternyata
sama efektifnya dengan penggantian plasma.
expert consensus merekomendasikan IVIG sebagai pengobatan GBS
PENYULIT
- Gangguan otot pernafasan respiratory failure
- Konsultasi : IPD, Anastesi, Paru
- Jenis pelayanan : urgent & emergency
- Lama perawatan : 2-4 minggu

139

ENSEFALITIS VIRAL
DEFINISI/ETIOLOGI
Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat
yang menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal.
Etiologi
Virus DNA
- Poxviridae : Poxvirus
- Herpetoviridae : virus herpes simpleks, varicella zoster, virus sitomegalik
Virus DNA
- Paramiksoviridae
: Virus parotitis, virus morbili (Rubeola)
- Picornaviridae
: Enterovirus, virus poliomielitis, Echovirus
- Rhabdoviridae
: Virus rabies
- Togaviridae
: Virus ensefalitis alpha, flavivirus ensefalitis jepang B,
virus deman kuning, virus rubi
- Bunyaviridae
: Virus ensafilitis California
- Arenaviridae
: Khoriomeningitis limfositaria
- Retroviridae
: Virus HIV
KRITERIA DIAGNOSIS

Bentuk Asimtomatik :
Gelaja ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau deman tanpa diketahui
penyebab. Diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan cairan serebrospinal

Bentuk abortif :
Nyeri kepala, deman yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat
infeksi saluran nafas bagian atas atau gastrointestinal.

Bentuk fulminan :
Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian.
Pada stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku
kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk kedalam koma
dalam. Kematian biasa terjadi dalam 2-4 jam akibat kelainan bulbar atau jantung.

Bentuk khas ensefalitis :


Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas bagian atas
atau gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda kernig positif,
gelisah, lemah, dan sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul tergantung tempat
kerusakan. Selanjutnya kesadaran menurun sampai koma, kejang fokal atau
umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi,
gangguan bicara, gangguan mental

Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal (bila tak ada kontra indikasi)
- Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat
- Fase dini dapat dijumpai peningkatan sel PMN diikuti pleositosis
limfositik, umumnya kurang dari 1000/ul
- Glukosa dan klorida normal

140

- Protein normal atau sedikit meninggi (80-200mg/dl)


Pemeriksaan darah
- Lekosit : normal atau lekopeni atau lekositosis ringan
- Amilase serum sering meningkat pada parotitis
- Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononucleosis
infeksiosa
- Pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus, dan
HIV
Pemeriksaan radiologik
- foto thoraks
- CT scan
- MRI
Pemeriksaan penunjang lain
Bila tersedia fasilitas virus dapat dibiakkan dari cairan cerebrospinal, tinja, urine,
apusan, nasofaring, darah.
DIAGNOSIS BANDING

Infeksi bakteri, mikobakteri, jamur, protozoa

Meningitis tuberkulosa, meningitis karena jamur

Abses otak

Lues serebral

Intoksikasi timah hitam

Infiltrasi neoplasma ( leukemia, limfoma, karsinoma )


TERAPI

Perawatan umum

Anti udema serebri : deksamethason dan manitol 20%

Anti kejang : diazetam 10-20 mg iv perlahan-lahan dapat diulang sampai 3


kali dengan interval 15-30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100200mg/12 jam/ hari dilarutkan dalam NaCl dengan kecepatan maksimal 50 mg /
menit.

Terapi kausal: untuk HSV : Acyclovir


PENYULIT/KOMPLIKASI

Defist neurologis sebagai gejala sisa

Hidrosefalus

Gangguan mental

Epilepsi

SIADH
JENIS PELAYANAN
Rawat inap, segera
TENAGA STANDAR
Perawat, Dokter umum, Dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN

Satu bulan bila tidak ada sequale neurologis

Minimal 1 minggu
141

PROGNOSIS
Beratnya sequale tergantung pada virus penyebab

142

SINDROMA STEVENS JOHNSON


1. Kriteria Diagnosis

: Adanya kaitan pemakaian obat sebelum atau infeksi


sebelum timbul kelainan kulit. Trias Sindrom
Stevens Johnson (SSJ) : kelainan mata, kulit dan
mukosa : eritema, irisformis, papel, vesikel dan
purpura. Lesi kulit timbulnya akut, tersebar
simetris, generalisata.
2. Diagnosis Banding
: - Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)
- DHF (Dengue Hemorrhagik Fever)
3. Pemeriksaan Penunjang : Bila ada purpura : periksa darah rutin, Ht, trombosit,
waktu perdarahan, waktu pembekuan, Rumple
Leede. Anjuran : periksa kultur darah.
4. Konsultasi
: Spesialis kulit, Mata, THT, Penyakit Dalam, dan
ICU.
5. Perawatan RS
: Rawat inap, segera
Di ruangan isolasi yang steril dan ICU.
6. Terapi
: - Umum : Hentikan obat yang dicurigai. Atasi
keadaan gawat darurat, bila syok /
perlu infus untuk mengatasi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit;
pada perdarahan berikan tranfusi.
- Sistemik : Deksametason 6x5 mg i.v., lakukan
tappering off; Antibiotik gentamisin
atau eritromisin; antihistamin bila ada
indikasi.
- Lokal
: Bergantung kelainan kulit, bedak talc,
kompres, krim atau salep.
7. Penyulit
: - Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dapat
respiratory distress syndrome
- Kortikosteroid dosis tinggi dapat menjadi drug
induced DM
8. Informed Consent
: Perlu
(Tertulis)
9. Lama Perawatan
: 2 minggu.
10. Masa Pemulihan
: 1 minggu.;
11. Output
: Sembuh dengan kelainan mata ringan sampai
kebutaan. Dapat terjadi kematian.
12. PA
: PA dari biopsi kulit untuk konfirmasi diagnosis pasti.
13. Otopsi / Risalah Rapat : Bila terjadi kematian.

143

NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK (NET)


1. Kriteria Diagnosis

2. Diagnosis Banding
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Konsultasi
5. Perawatan RS
6. Terapi

7. Penyulit

8. Informed Consent
(Tertulis)
9. Lama Perawatan
10. Masa Pemulihan
11. Output
12. PA
13. Otopsi / Risalah Rapat

Anamnesis : Obat yang dipakai beberapa hari


sebelum kelainan kulit timbul. Kelainan kulit
terutama berupa bula, erosi, dan ekskoriasi. Terjadi
akut dan generalisata / universalis, nyeri bila
disentuh. Terdapat epidermolisis fenomena Nikolsky
positif).
: - SSSS (Staphylococcus Scalded Skin Syndrome)
- Sindroma Stevens Johnson
: Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan diagnosis
SSSS : darah rutin, laju endap darah, jumlah leukosit,
kultur usapan tenggorok, kultur darah.
: Spesialis Kulit, Mata, THT, Penyakit Dalam, dan ICU
Penyakit ini sebaiknya ditangani oleh tim
multidisipliner.
: Rawat inap, segera
Di ruangan isolasi yang steril, bila dapat di ICU.
: - Umum : Hentikan obat yang dicurigai. Atasi
keadaan gawat darurat, bila syok /
perlu infus untuk mengatasi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit;
pada perdarahan berikan tranfusi.
- Sistemik : Deksametason 6x5 mg i.v., lakukan
tappering off;
- Antibiotik : Gentamisin atau eritromisin
- Lokal : Salep antibiotik atau dirawat seperti
luka bakar.
: - Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dapat
respiratory distress syndrome dan sepsis.
- Kortikosteroid dosis tinggi dapat menjadi drug
induced DM atau edema serebri dan efek
samping lainnya.
: Perlu
: 2 minggu.
: 2 minggu.;
: Sembuh atau terjadi kematian.
: PA dari biopsi kulit untuk konfirmasi diagnosis pasti.
: Bila terjadi kematian.

144

RADANG AKUT USUS BUNTU


BATASAN
Adalah proses peradangan akut pada usus buntu.
PATOFISIOLOGI
Belum jelas, ada 2 teori yang diajukan
a. Adanya kotoran (tinja-fekelit), biji-bijian lain yang terperangkap di dalam lumen
dan kemudian menimbulkan peradangan. (Obstruktif Apendikuler).
b. Hematogen dari proses infeksi di luar usus buntu (tampak serosa lebih merah
daripada mukosa).
GEJALA KLINIS
1. Sering dimulai dengan nyeri di daerah epigastrium. Setelah beberapa jam, nyeri
berpindah dan menetap di fosa ilika kanan.
2. Gejala ini disusul dengan anorexia, mual dan muntah-muntah.
3. Suhu badan sub-febril 37.5 - 38.5 sampai terjadi penyulit, dimana suhu badan
akan meningkat sampai 40 C.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Klinis didapatkan gejala-gejala rangsangan peritonium dengan pusat di daerah Mc
Burney.
Nyeri pada tekanan intra abdominal yang naik (batuk, jalan)
Nyeri tekan dengan defans muskuler
Rebound fenomenon : menekan perut bagian kiri dan dilepas mendadak,
dirasa nyeri pada perut setelah kanan bawah.
Rovsing sign : menekan daerah kolon desendens/transversum udara akan
menekan sekum hingga timbul sakit.
Ten Horn Sign : menarik testis kanan, timbul nyeri perut kanan bawah.
Psoas sign : mengangkat tungkai kanan dalam ekstensi, timbul nyeri perut
kanan bawah.
Obturator sign : Fleksi dan endorotasi sendi panggul kanan, timbul nyeri perut
kanan bawah
Gejala-gejala diatas tidak semua akan positif.
2. Colok Rektum : nyeri pada jam 10.00-11.00
3. Lekositosis, tidak terlalu tinggi (kurang dari 10.000/m3)
4. Sedimen urine perlu untuk menyingkirkan kelainan dari ureter
5. Foto polos abdomen menunjukkan adanya udara di daerah sekum dan ileum distal
(tidak mutlak dibuat kecuali untuk menyingkirkan kelainan ureter (misalnya : batu
ureter)
DIAGNOSIS BANDING
A. Golongan Gastro-Enteritis
Pada G.E. biasanya dimulai dengan mual dan muntah, baru disusul dengan
rasa sakit. Sebaliknya pada apendisitis akut dimulai dengan sakit dan disusul
dengan mual/muntah.
1. Limfadenitis mesenterik : jarang dan biasanya dijumpai pada anak-anak dan
dewasa muda.
145

B.

C.

D.

E.

2. Entero-kolitis : biasanya kronis. Ada faktor psiko-somatik


3. Ileitis terminalis : jarang dijumpai di Asia. Rontgenologis menunjukkan
gambaran sarang lebah.
Kelainan organ-organ pelvis wanita.
1. Pecahnya folikel ovarium yang terjadi pada pertengahan siklus menstruasi.
2. Keradangan : salpingitis. Lokalisasi nyeri lebih rendah dan pada RT/VT
didapatkan nyeri pada genitalia interna.
3. Torsi kista ovarium.
4. Kehamilan diluar kandungan, amenorrheu, cairan bebas dalam rongga
peritoneum dan anemia.
Kelainan saluran air kemih.
1. Batu ginjal/ureter; nyeri berupa kolik, terutama didaerah pinggang. Sedimen
Urine menunjukkan kelainan dan pada BOF Bering tampak batu yang
radiopak.
2. Pielonefritis : gejala sepsis dan adanya piuria
Kelainan-kelainan didalam abdomen
1. Ulkus peptikum.
2. Kolesistitis
3. Pankreatitis
4. Divertikulitis
5. Perforasi Karsinoma Kolon.
Penyakit-penyakit diluar abdomen
1. Pneumonia.
2. Pleuritis.
3. Infark Miokard

PENYULIT
Dengan Medikamentoa sebagian dapat sembuh, tetapi sering disusul dengan
krisis-krisis berikutnya yang biasanya lebih berat. Yang sering adalah timbul penyulit
berikut :
1. Pembentukan infiltrat, dapat berlanjut dengan pembentukan abses.
2. Timbul perforasi hingga terjadi peritonitis umum. Timbul gejala-gejala sepsis
dengan febris tinggi dan lekositosis sampai 20.000/mm3. Morbiditas dan
mortalitas menjadi lebih tinggi.
3. Foie appendiculaire : terjadi emboli kuman-kuman lewat sistem porta ke hepar
sehingga timbul mikro-mikro abses di hepar.
Penderita jatuh dalam keadaan toksis dengan ikterus. Prognosa sangat jelek.
PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan adalah Appendisektomi, dengan persiapan-persiapan pra
bedah sebagai berikut
1. Infus larutan garam fisiologis atau ringer Laktat.
2. Ampisillin 1 gram intra vena yang didahului dengan Tes Kepekaan kulit
(untuk mengetahui alergi atau tidak). Bila alergi dapat diberikan preparat
Aminoglikosida. Bila pada operasi ternyata didapatkan apendiks yang sudah
mengalami perforasi, maka langsung dibuat pembiakan kuman dan tes
kepekaan kuman terhadap antibiotika.

146

Pasca Bedah
1. Infus diteruskan dengan komposisi 2 garam fisiologis dan 3 Dekstrose 5%
dalam 24 jam, sampai makan peroral dapat dimulai.
2. Bila bising usus mulai terdengar dapat dimulai sedikit-sedikit (3 sendok
makan/jam)
3. Bila flatus sudah terjadi dan perut tidak kembung maka makan cair dapat
dimulai.
4. Fisioterapi dapat dimulai segera pasca bedah
5. Pada apendisitis yang tidak mengalami penyulit, Ampisilin dengan dosis 2x1
gr. dapat diteruskan. Bila sudah perforasi maka perlu diberikan terapi
tambahan : Metronidazole 3x1 gr. Anal Suppositoria sampai 5 hari. Antibiotika
dirubah sesuai dengan tes kepekaan kuman bila sudah ada hasil.

147

PERFORASI TIFUS
BATASAN
Suatu infeksi umum dari peritonium (General Peritonitis) yang disebabkan
oleh pecahnya usus (terutama usus kecil) karena penyakit tifus abdominalis.
PATOFISIOLOGI
Terjadi trombosis pada pembuluh-pembuluh vena usus akibat peradangan pads
usus oleh karena kuman-kuman Salmonela tifosa. Trombosis ini menyebabkan
nekrosis dari dinding usus (ante mesenterium) kemudian terjadi perforasi.
GEJALA KLINIS
a. Penderita panas badan 2 minggu disertai perut kembung dan nyeri.
b. Adanya tanda-tanda syok / presyok dan dehidrasi.
c. Penderita tak dapat flatus/berak.
DIAGNOSIS BANDING
Perforasi apendiks.
Perforasi divertikal usus.
Peritonitiss primer.
Pelvio peritonisis (infeksi organ-organ genetalia interna wanita).
Abses ovarium yang pecah.
KOMPLIKASI
Sepsis
PENATALAKSANAAN
Infus-rehydrasi dengan ringer lactat 4 liter dalam 2-4 jam, atau 20 cc/kg BB/jam
dalam waktu 2-4 jam.
Kloramfenikol injeksi 4 gr/24 jam.
Metronidazole infus 1 gr pra bedah dalam waktu 10-70 menit.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
e. Serologi
f. Foto
g. Pernapasan perut tertinggal
h. Nyeri tekan seluruh perut, defans muskuler.
i. Nyeri redup hati hilang (oleh karena adanya pneumo peritoneum). Suara bising
usus hilang.
j. Gall & Widal
k. k.Foto polos perut (diafragma) dan foto lateral tampak pneumo peritoneum berupa
gambaran udara dibawah diafragma di atas hepar (Air sickle).

148

l. Laparotomi
Jahit primer dengan Dexon "ooo".
Cuci rongga perut dengan : larutan garam faali - 3,4 liter, larutan garam faali+
Betadine (500cc - 600cc) 1,5 - 2 liter.
Drain subfasial.
Subkutan dan kulit dijahit situasi.

149

ATRESIA - ESOFAGUS
BATASAN
Atresia esofagus merupakan kelainan bawaan, dimana sebagian segmen
esofagus tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna dengan atau tanpa fistel
dengan trakhea.
PATOFISIOLOGI
Atresia esofagus dapat terjadi karena gangguan pertumbuhan esofagus dalam
kehidupan embrio 3-6 minggu dengan sebab yang tidak pasti. Bila terjadi kegagalan
penutupan secara komplit dari celah laringotrakheal akan menimbulkan atresia
esofagus dengan fistel ke trakhea.
GEJALA KLINIS
1. Anamnese, ada riwayat hidramnion pada ibunya.
2. Terlihat keluar air liur (air ludah) yang berlebihan dan berbuih dari mulut.
3. Terdapat "TRIAS" yaitu tersedak, batuk sampai sianosia, terutama bila terlanjur
diberi minum.
4. Pneumoni, bila terjadi aspirasi.
5. Dianjurkan memasang pipa lambung (CH nomer 10 atau nomer 6-8F) pada semua
bayi sebelum diberi minum, dengan tujuan bila ada atresia esofagus dapat lebih
dini diketahui, yaitu bila pipa lambung tidak bisa masuk atau bila hanya bisa
masuk kurang dari 10 cm dari batas gusi terdepan. Untuk keadaan ini pemberian
minum dapat dicegah, sehingga mengurangi timbulnya komplikasi.
Radiologi
1. Terlihat pipa lambung terhenti atau berbelok.
2. Dapat terlihat udara dalam usus, bila ada fistel dengan trakhea.
3. Bila tidak ada udara dalam usus berarti tak ada fistel dengan trakhea.
4. Esofagografi dengan memakai kontras adalah berbahaya, disini kami tidak
menganj urkannya.
DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan pernafasan karena sebab lain.
2. Stenosis Esofagus
3. Obstruksi usu lebih distal : disini muntahnya mengandung asam lambung, atau
empedu dan timbulnya lebih lambat serta pipa lambung mudah masuk sampai
lambung.
PENYULIT
1. Aspirasi, sehingga terjadi pneumoni.
2. Kekurangan cairan, elektrolik dan gangguan asam-basa tubuh.

150

PENATALAKSANAAN
A. Pertolongan pertama
1. Pasang pipa lambung dan lakukan penghisapan terus menerus.
2. Letakkan penderita dalam inkubator dengan posisi kepala dan dada lebih
tinggi.
3. Pasang infus.
B. Persiapan Pembedahan
1. Koreksi gangguan cairan, elektrolit dan asam basa tubuh.
2. Buat foto polos dada dan perut.
3. Berikan antibiotika.
4. Siapkan darah.
5. Evaluasi penderita berdasarkan "KRITERIA WAERSTON"
Grup A : bila berat badan lebih atau sama dengan 2,5 kg, dengan keadaan
umum yang baik.
Grup B1 : bila berat badan 1,8 kg-2,5 kg dengan keadaan umum baik
Grup B2 : bila berat badan lebih atau sama dengan 2.5 kg dengan pneumoni
sedang atau ada kelainan bawaan lain.
Grup C1 : bila berat badan kurang dari 1,8 kg
Grup C2 : semua berat badan dengan pneumoni atau kelainan bawaan lain
yang berat..
C. Pembedahan
1. Penderita grup A, B 1, B2 dan C 1 : dilakukan anastomosis primer.
2. Penderita grup C2 : cukup dilakukan gastrostomi. Kemudian diperbaiki
keadan umumnya. Bila keadaan umumnya sudah membaik, barn dikerjakan
pembedahan definitif.

151

PENYAKIT HIRSCHPRUNG
BATASAN
Penyakit Hirschsprung adalah suatu penyakit yang diakibatkan tindak
adanya/tidak terbentuknya sel-sel ganglion syaraf parasimpatis mienterikus di dinding
segmen usus (tersering pada kolon distal atau anorektal).
PATOFISIOLOGI
Akibat
tidak
ada/tidak
terbentuknya
sel-sel
ganglion
parasimpatikomiertterikus dari Auerbach dan Meissner pada dinding usus (antara otot
longitudinal dan otot sirkuler), maka gelombang peristaltik didaerah aganglioner
tersebut akan terganggu/menghilang.
Sehingga aktifitas syaraf simpatis didaerah tersebut akan lebih dominan, maka tonus
otot dinding usus didaerah tersebut meningkat dan akan mengakibatkan gangguan
aliran isi usus secara fungsionil.
Isi usus yang tidak bisa melewati daerah aganglioner akan menumpuk maka
terjadilah dilatasi, dan hipertrofi usus disebelah proksimalnya.
GEJALA KLINIS
1. Pada neonatus.
Terlihat mekonium terlambat keluar, atau bila didapatkan mekonium yang
keluarnya berkepanjangan (normal mekonium keluar 24 jam pertama
kelahiran atau paling lambat 48 jam pertama).
Sembelit dengan perut yang membuncit serta muntah kehijauan, atau tanda
retensi
cairan lambung bila bayi sudah terpasang pipa lambung sebelumnya.
Gejala ini akan berkurang bila kita telah melakukan colok dubur.
Pada waktu colok dubur akan terlihat keluarnya kotoran dan gas yang
menyemprot,
diikuti perutnya mengempis.
2. Pada anak
Sembelit menahun dan pola buang air besar tidak teratur, atau barn bisa buang
air
besar bila makan makanan yang melunakkan tinjalobat pencahar. Sewaktu
buang air besar harus mengejan dengan tinja yang keras dan kecil seperti pasta
yang keluar dari tempatnya dan sangat berbau.
Perut membuncit, kurus dan pertumbuhan yang terlambat.
Celana bersih, tak pernah terkotori tinja.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Colok Dubur
Teraba sfingter ani dengan tonus normal, ampula kosong dan teraba adanya tinja
keras disebelah proksimalnya (didaerah sigmoid). Pada bayi, waktu jari dicabut
akan keluar kotoran dan gas yang menyemprot, diikuti perutnya mengempis.
2. Radiologis
a. Foto Polos Perut
Foto polos perut sebaiknya dibuat sebelum dilakukan colok dubur dan dibuat
dalam posisi tegak dan terbalik, akan dapat dilihat
152

Dilatasi kolon, bila dilatasi hebat pada bayi dapat terlihat gambaran
permukaan "udara-air") (air fluid level)
Terlihat tumpukan tinja, pads anak yang lebih besar.
Tidak terlihat udara dalam sigmoid (didalam rongga pelvis)
b. Foto dengan bahan kontras (Barium Enema):
Tampak segmen aganglioner yaitu bagian yang menyempit, sedangkan
bagian
yang melebar adalah merupakan bagian yang berganglion. Bagian yang
menyempit ini menyerupai gambaran ekor tikus.
Bila semen aganglioner ini panjang dapat terlihat gambaran seperti
bergerigi
yang diakibatkan adanya disritmia dari otot-otot usus.
Foto "pasca evakuasi" setelah 24-48 jam akan masih terlihat adanya
kontras
tersisa (retensi).
3. Pemeriksaan Manometri Rektum : yaitu dilakukan pengukuran tonus dari sfingter
ani internum, akan meningkat.
Biopsi bagian aganglioner dan dilakukan pemeriksaan
a. Histo Patologi : dapat memastikan ada atau tidaknya sel ganglion.
b. Histokhemis : dengan melakukan pengecatan khusus dapat dilihat aktifitas
dari
acethylcholin esterase.
DIAGNOSIS BANDING
1. Mekonium ileus.
2. Mekonium Plug Syndrome.
3. Stenosis dari Rektum.
4. Tumor rongga pelvis yang menekan rektum.
5. Konstipasi yang idiopatis.
KOMPLIKASI
1. Konstipasi.
2. Enterokolitis
3. Perforasi kolon
PENATALAKSANAAN
1. Bila segmen aganglioner pendek (ultra short) : dilakukan miotomi.
2. Bila segmen aganglioner panjang
a. Tindakan permulaan : Kolostomi.
b. Tindakan definitif : penurunan segmen yang berganglion kearah anorektal
(Pull Through), dengan macam-macam tehnik operasi yang dikenal.
c. Tindakan akhir : menutup kolostomi.

153

PATAH TULANG TERBUKA


BATASAN
Patah tulang yang "fragmen-fragmennya" pernah atau sedang berhubungan
dengan dunia luar.
Catatan
1. Batas pemisah dengan dunia luar adalah kulit.
2. Bila ada luka : diberi nama-nama patah tulang terbuka.
Bila hanya lecet : diberi nama patah tulang terbuka "potensial" (patah tulang
terbuka yang mengancam ).
PATOFISIOLOGI
Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi oleh karena :
a. Penyebab ruda paksa merusak kulit jaringan lunak dan patah tulang.
b. "Fragmen" tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit dari dalam.
Derajat patah tulang terbuka
Derajat I
: luka amat kecil ( pin point )
Derajat H
: luka 1- 2 cm bersih
Derajat III
: luka 2 cm luka amat kotor, dengan kerusakan jaringan luas.
Enam (6) jam pertama dari terjadinya patah tulang terbuka adalah waktu
kontaminasi. waktu yang seharusnya tidak terlampaui dalam penanganan patah tulang
terbuka ( "golden period" ). Waktu ini dapat diperpanjang dengan pemberian
antibiotika.

GEJALA KLINIS
Terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka di daerah patah tulang.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Sesuai pemeriksaan penderita dengan patah tulang.
Catatan
Untuk setiap penderita pada tulang terbuka, harus
1. Ingat ABC penderita ruda paksa.
2. Ingat kemungkinan adanya patah tulang ganda.

154

PENATALAKSANAAN

Pasang bidai
Keadaan umum diperbaiki
Antibiotika profilaksis sebaiknya dipakai "broad Spectrum" luas untuk
gram (+) dan gram (-) sesuai formularium.
"Debridement" secara sempurna dengan anestesi umum dan dilakukan di
kamar operasi aseptik.
Membuang benda-benda asing.
Membuang jaringan jaringan mati ( otot dan tulang kecil yang lepas ).
Pertahankan struktur vital (vaskuler & safar ).
Capai daerah vaskularisasi.
Irigasi luka dengan cairan fisiologik sebersih mungkin.

Penutupan kulit
Dalam "golden period"
Derajat I & II dapat ditutup primer tanpa tegangan.
Derajat 111, sebaiknya perawatan luka terbuka.
Immobilisasi fragmen
Derajat I /II : dapat langsung dengan fiksasi dalam bila fasilitas ada.
Derajat III : "gips" sirkuler /fiksasi luar.
Catatan
1. Bila fasilitas tak memungkinkan
Derajat I - II - III - immobilisasi dengan gips sirkuler.
2. Serum anti tetanus adalah faktor sekunder. Faktor primer adalah kesempurnaan
debridement dan pencegahan infeksi anaerob.

155

PATAH TULANG TERTUTUP


BATASAN
Patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas daripada struktur tulang,
'Epiphyseal plate' serta `cartilage' (tulang rawan sendi ).
Disebut patah tulang tertutup bila struktur jaringan kulit diatas /di sekitar patah
tulang masih utuh /intak.
PATOFISIOLOGI
Patah atau hilangnya kontinuitas struktur tulang dipengaruhi oleh 2 faktor :
A. Faktor Ekstrinsik
- Adalah gaya dari luar yang beraksi pada tulang.
- Tergantung dari besarnya, waktu /lamanya dan arah gaya tersebut dapat
menyebabkan patah tulang.
- Beberapa macam gaya
Gaya "tension"
Gaya kompresi
Gaya "shear"
B. Faktor Intristik
Beberapa sifat-sifat yang penting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur
- Kapasitas absorbsi dari
energi.
- Daya elastisitas
Daya
terhadap
kelelahan
- Densitas /kepadatan
Fraktur dapat digolongkan berdasarkan
1. Lokalisasi anatomi ( proksimal, distal )
2. Garis dari fraktur (transvere, oblique,
spiral ) 3. Linear ( simpel) atau komunitiva.
GEJALA KLINIS
Tanda-tanda tidak pasti
Rasa nyeri
: nyeri umumnya menghebat bila dilakukan gerakan.
Hilangnya fungsi : diakibatkan oleh rasa nyeri atau tidak mempu untuk
melakukan pergerakan.
Deformitas
: disebabkan oleh pembengkakkan atau akibat perdarahan.
Tanda-tanda pasti
Gerakan abnormal ( "false movement" ) dan krepitas
* Gerakan abnormal misalnya terjadi pada patah tulang panjang bagian tengah.
Pada keadaan normal gerakan tersebut tidak terjadi.
* Krepitasi adalah gesekan dari kedua ujung fragmen tulang yang
patah.

156

Deformitas : disebabkan oleh pembengkaan atau akibat perdarahan.

PENATALAKSANAAN
A. Mengurangi /menghilangkan rasa nyeri
Nyeri berasal dari jaringan sekitar tulang yang frakturdan atau spasme
otot. Umumnya rasa nyeri hilang dengan imobilisasi. Obat analgetika.
B. Reposisi dan mempertahankan posisi /imobilisasi
- Reposisi : - sesempurna mungkin
dapat dilakukan secara tertutup atau secara terbuka /dengan
operasi.
- Imobilisasi : - dari luar : dengan menggunakan alat traksi kontinu atau gips.
- dari dalam : fiksasi dalam dengan menggunakan "plate" atau
"nail" melalui cara operasi.
Infeksi :
( look ) Palpasi
( feel ) Gerakan
(move) Radiologi
pembengkakan
deformitas tegang lokal
raba pulsasi distal dari fraktur krepitasi
gerakan abnormal /false movement 2 arah ( anterior posterior dan lateral )
2 waktu yang berbeda ( saat setelah trauma trauma).
2 sendi : sendi proksimal dan distal dari fraktur hares terlihat pada film.
2 ekstremitas : sebagai pembanding, bila garis fraktur meragukan,
terutama pada anak-anak.
Dan 10 hari setelah
C. Rehabilitasi isometrik.
KOMPLIKASI
- Mengembalikan fungsi secara optimal.
- Memberikan latihan gerakan otot secara isotonic atau
- Bisa diakibatkan oleh traumanya sendiri ( "initial injury" ) atau akibat tindakan kita
(pengobatan) /iatrogenik.
Komplikasi karena trauma /initial injury
Akut
A. Lokal
1. kulit

:
: - nekrosis
- "Volkmann's ischemia" - trombosit vena
2. Sendi
: - infeksi terutama akibat fraktur terbuka.
3. Tulang :
- osteomyelitits
- nekrosis avaskuler.
B. Komplikasi jauh:
- emboli lemak

157

- emboli paru
- tetanus
Kronik
A. Lokal
- sendi

:
: - kaku sendi
- degenerasi sendi
- tulang :
- gangguan proses penyembuhan malunion, "delayed union", non
union.
- gangguan pertumbuhan.
- Otot :
- "post traumatik myositis ossificans"
B. Komplikasi jauh: -"Renal Calculi".
Komplikasi Akibat Pengobatan latrogenik
1. Kulit
: karena tekanan
- "bed sores" /dekubitus
- "cast sores".
2. Vaskuler : - traksi yang berlebihan
- volkmann's ischemia
- gangren
3. Safat
: - traksi yang berlebihan
4. Sendi
: - infeksi ( "septic arthritis" )
5. Tulang
: - osteomylitis
Pencegahan /pengobatan Komplikasi latrogenik
- Bed sores : dengan melakukan perubahan posisi pada waktu-waktu tertentu
memberikan latihan-latihan selama dirawat di atas tempat tidur.
- Cast sores : tekanan pada waktu memasang gips tidak boleh terlalu erat, cukup
gips diluncurkan di atas permukaan kulit.
- pemasangan "padding" (bantalan) yang dapat berupa kapas untuk 10 hari pertama
dan kaos /stockinette untuk selanjutnya.
- Traksi
: - berat bandul hares diberikan sesuai dengan berat badan masingmasing penderita.
Volkmann's ischemic
1. Gips sirkuler yang menjepit atau "bandage" segera dilepaskan sama sekali
/penjepitan dibebaskan.
2. Posisi ekstremitas terutama sekitar sendi yang mengalami distorsi hares diperbaiki
atau sendi yang dalam keadaan fleksi hares di ekstensikan. Bila akibat traksi maka
beban traksi harus dikurangi.
3. Bila hal-hal tersebut masih belum ada perbaikan, maka dilakukan pemeriksaan
arteriografi atau dalam kurun waktu 30 menit tidak ada perbaikan dilakukan
eksplorasi secara pembedahan.

158

TRAUMA KEPALA TERTUTUP


BATASAN
Comotio cerebri (gegar otak) : secara klasik merupakan gangguan fungsi otak
akibat trauma terutama berupa gangguan kesadaran sebentar tanpa adanya gangguan
struktur otak. Contusio cerebri (memar otak) : Gangguan struktur torak akibat trauma
berupa perdarahan kecil-kecil, nekrosis dan edema.
Laserasi cerebri : robekan jaringan otak disertai robekan membran (piamater).
Catatan : Commotio sehari-hari masih dipakai meskipun dalam praktek (perawatan)
maupun secara patologis tidak sesuai dan kadang-kadang menjerumuskan
(misleading). Maka berat ringan suatu trauma dapat dipantau dari gangguan kesadaran
pada fase awal pasca trauma. Makin berat trauma (kerusakan jaringan otak) makin
dalam dan lama gangguan kesadarannya. Atas dasar ini dapat dipakai : GCS (Glasgow
Coma Scale) 6 jam
pertama.
Trauma kepala ringan (minor, slight) 13-15
Trauma kepala sedang (moderate) 9-12
Trauma kepala berat (severe) 3-8
PATOFISIOLOGI
Trauma dapat memberikan akibat langsung misalnya kompresi, tetapi juga dapat
tidak langsung misalnya akselerasi, deselarasi, rotasi. Lesi primer pada jaringan otak
berupa selain kerusakan perenchym otak, juga kerusakan kapiler otak = Blood Brain
Barrier. Ini potensial menimbulkan edema otak. Bila ini berkembang akan dapat
menimbulkan lesi sekunder pada jaringan otak.
GEJALA KLINIS
Gangguan kesadaran, tergantung berat/luas lesi otak. Gejala fokal neurologis
tergantung lokalisasi lesi otak.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1~Klinis
Umum (faal vital, tanda-tanda trauma di bagian lain dari kepala).
Kesadaran : dipakai GCS
Neurologis : Fungsi neurologis dan ada tidaknya lateralisasi seperti
hemiparese,
Pupil anisokor.
D Sarana tambahan
X-foto kepala menurut indikasi.
CT Scan menurut indikasi.
Angiografi serebral menurut indikasi
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit-penyakit yang memberikan gangguan kesadaran secara akut dengan
atau tanpa gejala fokal (lateralisasi) CVA : trombosit dan hemoragik. Dalam hal
tersebut perlu dipertanyakan
Trauma kemudian tidak sadar atau tidak sadar dulu kemudian trauma (terjatuh).
Cari faktor-faktor lain yang mungkin membuat tidak sadar.

159

Penyulit dini
Penyulit lain

edema
otak
dan
timbulnya
hematoma
intrakranial
(epidural/subdural), dapat digolongkan dalam penyulit.
epilepsi, traumatic dire, ARDS, gangguan hormonal meningitis,
thrombose vena DVT dan lain-lain.

Penyakit lamban (late)


Traumatic hydrocephalus.
Traumatic epilepsy (late).
Carotid cavernosus Fistula
> Penderita di MRS-kan menurut indikasi,
Gangguan kesadaran.
Ada gangguan neurologis.
Gangguan fungsi vital
Penderita yang sadar di MRS-kan menurut pertimbangan khusus.
PENATALAKSANAAN
MRS
Untuk observasi (faal vital, kesadaran, neurologis).
Untuk perawatan
Perawatan
: 2 hari pertama restriksi cairan atau yang penting tidak hiperhidrasi
selanjutnya dipertimbangkan nasogastric feeding atau oral.
Corticosteroid (masih) dipakai pada penderita dengan
gangguan kesadaran (contusio cerebri).
Dosis initial sesegera mungkin 16-20 mg dexametason iv
dilanjutkan 4x (4-5)/hari 4 tapering dalam 7-10 hari.
antibiotika : khususnya dipilih obat yang menembus Blood
Brain Barrier, Blood CSF Barrier misalnya : Ampisilin dosis
100-200 mg/kg/hari.
Dalam keadaan gawat dapat dipakai menurut pertimbangan,
khusus cairan hipertonik (Manitol 20%) 0,5-1 g/kgBB/dosis
dalam 1/4 jam pemberian,
Penderita dengan trauma kepala berat dapat dipertimbangkan
trakeotomi dan/atau pemakaian respirator.

160

HEMATOM EPIDURAL (TRAUMATIK)


BATASAN
Pengumpulan darah (hematom) dalam ruang epidural.
PATOFISIOLOGI
Trauma kepala menyebabkan fraktur tulang kepala.
Trauma menyebabkan pergeseran dura terhadap tulang kepala. Pada waktu
bersamaan terjadi robekan pembuluh darah.
pembuluh darah pada dura (cabang-cabang a.meningica media)
v. diploica sepanjang fraktur tersebut
sinus duralis tergantung lokasi trauma (sinus sagitalis, superior, sinus
transversus, sinus sigmoidalis).
GEJALA KLINIS
Hematom epidural memberikan gejaa bila telah mengganggu keseimbangan
ruang
intrakranial.
Gejala terdiri atas - gangguan kesadaran - gangguan neurologi
Kesadaran dapat - sadar dan tidak sadar - tidak sadar dan sadar dan tidak sadar
- tidak sadar terus - sadar terus
Tingkat kesadaran awal tergantung berat ringan trauma
Periode sadar sesudah trauma biasa Lucid Interval.
Gejala neurologis berupa hemiparesis, pupil anisokor
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Klinis
Tingkat kesadaran menurun GCS (Glasgow Coma Scale).
Pemeriksaan Neurologik
Tambahan
X foto kepala : - cari fraktur tulang kepala letak gland pinealis (bila tampak)
CT Scan
Angiografi serebral ( a. carotis ).
DIAGNOSIS BANDING
Edema otak
Hematom subdural
Hematom intraserebral
KOMPLIKASI
penyulit-penyulit trauma kepala
perdarahan selama operasi
PENATALAKSANAAN
Diagnosis secara klinis menduga adanya hematom epidural.

161

CT Scan merupakan diagnosa tambahan yang dianggap cepat, memberikan


informasi dengan tepat, non traumatis.
Namun bila CT Scan tidak tersedia atau kebetulan tidak berfungsi, dapat
didiagnosis atas dasar klinik.
Dalam hal ini keputusan operasi terutama pada kasus-kasus yang pernah
sadar/cukup sadar sebelumnya.
Tindakan operatif, kraniektomi untuk evakuasi hematom.
Dipakai pembiusan umum.
Dalam hal keadaan yang sangat mendesak dan penderita cukup dalam gangguan
kesadarannya dapat dilakukan burrhole eksploratif dengan anestesi lokal
dilanjutkan dengan kraniektomi (osteoklasi).

162

PROSES DESAK RUANG INTRAKRANIAL (PDRI)


"Intracranial Space Occupying Process"

BATASAN
Proses Desak Ruang Intraknial, merupakan suatu proses yang timbul dan
berkembang, sehingga mempergunakan ruangan intrakranial yang volumenya
terbatas.
ETIOLOGI
1. Tumor-tumor
2. Hematoma
3. Infeksi
PATOFISIOLOGI
Gejala-gejala timbul selain sebagai akibat langsung dari proses etiologi itu
sendiri juga sebagai akibat sekunder yang meningkatkan tekanan intrakranial seperti
Edema cerebri
Pembendungan aliran darah cerebral
Pembendungan aliran liquor
Pembendungan liquor sering sebagai penyebab timbulnya gejala-gejala oleh karena
terjadi dekompensasi dari pengaturan keseimbangan tekanan intrakranial.
GEJALA KLINIS
A. Fokal
B. Akibat naiknya tekanan intrakranial.
A. Fokal : tergantung macam dan lokasi proses etiologi, dapat timbul gejala fokal
seperti :
penurunan visus
hemiparese - plegi
afasi
gangguan fungsi mental
kejang-kejang
B. Akibat naiknya tekanan intrakranial
Dikenal TRIAS
- nyeri kepala
- muntah-muntah
- papil edema
Absennya salah satu gejala tidak menyingkirkan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
Pada keadaan lebih lanjut terjadi penurunan kesadaran
Pada keadaan tekanan intrakranial yang akut sering
diikuti - bradikardi
- peningkatan tekanan darah
Perobahan mental seperti
163

- disorientasi
- apatis
- demensia
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Neuorologi
: sesuai dengan gejala-gejala
penurunan kesadaran
penurunan virus
parese-plegi anggota tubuh
afasi
perubahan mental
perubahan nadi dan tekanan darah
Funduskopi
X foto kepala :
untuk melihat

: adanya papil edema


: Kelainan pada tulang kepala seperti erosi, osteolitik,
osteoblastik, kalsifikasi
Finger printing (impresiodigitae)
Pelebaran sella
Pada anak-anak sering disertai
- pembesaran kepala
- pelebaran sutura
- penipisan tulang
Arteriografi cerebral : Pada keadaan dimana tidak ada CT Scan atau kecurigaan akan
adanya kelainan pembuluh darah otak maka arteriografi
cerebral perlu dibuat.
Ventrikulografi

: Bila pemeriksaan CT. Scan tidak mungkin maka kadangkadang


ventrikulografi diperlukan .

CT Scan
Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan CT Scan
(Computerized Tomography Scanning) dari kepala.
Pemeriksaan CT Scan pada PDRI umumnya dengan
pemberian kontras, kecuali pada trauma kepala yang barn
terjadi (kurang 2 minggu).
DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. C.V.A.
3. Meningitis
4. Retrobulbair neuritis
5. Ensefalopati (Toksik, metabolik)
6. Neorolues
7. "Benign Intracranial Hypertension"
KOMPLIKASI
kesadaran menurun sampai koma
keadaan umum penderita yang jelek

164

gangguan visus yang sudah lanjut ("Optic atrophy")


PENATALAKSANAAN
1. Etiologi : tergantung etiologinya, biasanya pembedahan hares dikerjakan.
2. Pemasangan pintas ventrikulo peritoneal atau ventrikulo eksternal.
Kadang-kadang sebelum pembedahan terhadap etiologinya, pemasangan pintas ini
harus dikerjakan untuk memperbaiki sirkulasi likuor atau memperbaiki tekanan
intrakranial.
3. Anti edema
Dexamethason 3x5 mg iv anak-anak 0,5 mg/kg/hari.
Bila perlu dapat ditambah infus manitol 20% , 3-5 cc/kg/hari dihabiskan
dalam 2030 menit, dapat diulang 12 jam kemudian.
4. Anti kejang
Dilantin 3x1 kapsul/hari atau 2x 125 mg iv/hari, anak-anak 5 mg/kg/hari
dibagi 2x pemberian, disuntikkan perlahan-lahan.
Diazepam, diberikan iv pada waktu kejang, dewasa 10 mg/kali, anak-anak 0,5
mg/kg/umum
5. Antibiotika
Pada abses otak perlu segera diberikan antibiotika dosis tinggi seperti golongan
Ampisilin 200 mg/kg BB/hari atau Kloramfenikol 50-100 mg/kg/hari ----max 4
gr/hari, kadang juga harus ditambahkan Metronidasol.
6. Perbaikan keadaan umum

165

TRAUMA TORAKS, PNEUMOTORAKS, HEMATOTORAKS


TRAUMA THORAKS
BATASAN
Semua keadaan rudapaksa pada
trauma/rudapaksa tajam maupun tumpul.

toraks

dan

dinding

toraks,

baik

PATOFISIOLOGI
a) perdarahan jaringan interstitium, perdarahan intra alveolar, diikuti kolaps kapilerkapiler kecil dan atelektasis, hingga tahanan perifer pembuluh paru naik, aliran
darah turun : 4 Pertukaran Gas Berkurang.
b) sekrit terkumpul karena batuk kurang.
c) terjadi konpresi dan dekompresi karena "coup en contre coup".
GEJALA KLINIS
1. sesak nafas, pernafasan asimetri.
2. nyeri, nafas berkurang, ekskursi turun.
3. ada jejas atau trauma (luka).
4. emfisema kutis ?
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. X-Foto thoraks 2 arah (PA/AP &
Lat).
2. Diagnosis fisik paru
DIAGNOSIS BANDING
sesak non-trauma : asma
PENYULIT
Atelektasis pare
Pneumotoraks, hematotoraks (lihat pedoman diagnosis dan terapi pneumotoraks).
"tension-pneumothorax" (ventil-)
"flail-chest"
PENATALAKSANAAN
1. Fiksasi costa yang patah (plester pada saat ekspirasi)
Tutup luka primer pada trauma tajam (jahit dengan anestesi setempat)
2. Analgetika
3. Lakukan X-foto kontrol, lihat situasi dan diagnosis selanjutnya.
Akibat dari trauma Toraks, dapat pula menimbulkan Pneumotoraks, Hematotoraks
BATASAN
Pneumotoraks
Hematotoraks
dan
Gabungan

: terdapatnya udara dalam rongga-pleura : paru-paru kolaps.


: terdapatnya darah dalam rongga-pleura, sehingga pare terdesak
juga ada anemia (perdarahan!)
: Hemato-Pneumotoraks.

166

PATOFISIOLOGI
karena tekanan negatif intra-pleura, maka udara luar terhisap masuk ke ronggapleura ("sucking-wound").
karena sifat elastis pare, maka paru akan kolaps ("mengkerut").
karena sifat elastis dinding thoraks, maka "kurungan" ini melesat kearah luar.
karena ada trauma tajam, ada perdarahan, darah akan masuk kerongga pleura,
dengan atau tanpa pneumotoraks.
GEJALA KLINIS
1. nyeri dada hebat (sisi).
2. dispneu/sesak nafas.
3. batuk, rasa takut.
4. dapat terjadi emfisema kutis.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
a) tampak hemitoraks yang bersangkutan diam.
b) perkusi : hipersonor (pneu), redup (hemato).
c) auskultasi suara nafas menurun.
d) X-foto toraks
DIAGNOSIS BANDING
Status asmatikus
KOMPLIKASI
tension pneumotorax (awas, gawat).
pneumotoraks bilateral (sesak hebat).
(lambat:) empiema
PENATALAKSANAAN
1. Bila pneumotoraks kurang dari 30%, atau hematotoraks ringan (300 cc). Terapi
Simtomatik, Observasi.
2. Bila pneumotoraks lebih dari 30%, atau hematotoraks sedang (300-800 cc)
Drainase Cavum Pleura dengan W. S.D.
Dianjurkan untuk melakukan drainase dengan "continuous suction unit".
3. Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali hares dipertimbangkan
thorakotomi.
4. Pada hematotoraks yang massiv (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
cc) segera Torakotomi.

167

Catatan tambahan/resume
Indikasi melakukan drainase rongga thoraks
1. Pneumotoraks lebih dari 30 % (25%).
2. Persiapan respirator.
3. Persiapan pembiusan dengan intubasi endotrakeal.
4. Pneumotoraks residif.
5. Kombinasi dengan hematotoraks (hemato-pneumotoraks).
6. Hematotoraks lebih dari 300 cc.
7. Pneumotoraks bilateral.
8. Hematotoraks bilateral (meskipun masing-masing 300
cc).
9. Flail-chest.

168

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


BATASAN
Suatu penyakit yang disebabakan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia
yang mengenai kulit, mucosa dan jaringan jaringan yang lebih dalam.
PATOFISIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh panas, arus listrik ataupun bahan
kimia. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat diatas ialah :
1. Cairan tubuh.
Tubuh akan kehilangan cairan antara 1/2 - 1 % blood volume untuk 1 % luka
bakar. Insensible water loss akan meningkat.
2. Erithrosit karena panas -4 pecah.
3. Ginjal dapat mengalami kegagalan.
4. Gld thyroid lebih aktif
5. Bisa terjadi tukak di lambung (curling ulcer).
GEJALA KLINIS
Secara klinis
Tentukan dalamnya luka bakar, ada 3 derajat
1. Tingkat I : hanya mengenai epidermis
2. Tingkat II : dibagi lagi
a. Superfisial : mengenai epidermis dan lapisan atas dari corium.
Elemen-elemen epithelial yaitu dinding dari kelenjar keringat,
lemak dan folikel rambut masih banyak. Karenanya
penyembuhan akan mudah dalam 1-2 minggu, tanpa
terbentuknya cicatrix.
b. Dalam : SIsa-sisa epithelial tingkat sedikit penyembuhan lebih
lama 3-4 minggu dan disertai pembentukan jaringan
hypertropis.
3. Tingkat III : mengenai seluruh tebalnya kulit, kebakaran yang lebih dalam dari
kulitpun seperti subcutan, otot dan tulang disebut juga tingkat III.

Tentukan dalamnya luka bakar dengan secara a. klinis


b. tusukan jarum
c. evans blue
d. infra red thermografi
Tentukan luasnya luka bakar :
Wallace 4 "Rule of Nines" untuk orang dewasa. Untuk anak-anak
" Modifikasi Rule of Nines ".
Dari semua ini bisa kita tentukan :
Luka bakar parah
a. tingkat II : 30%
b. tingkat III : 10
c, luka bakar pada tangan, kaki, muka
d. dengan adanya komplikasi pernapasan, fractura dan jaringan
lunak yang luas.
169

Luka bakar sedang


a. tingkat II : 15-30
b. tingkat III : 15-10% (kecuali mengenai muka, tangan dan
genitalia).
Luka bakar ringan
a. tingkat II : <15%
b. tingkat III : 5%
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Secara klinis
Laboratorium : Hb, Haemotokrit, Elektrolyt
KOMPLIKASI
1. Shock, karena kehilangan cairan
2. Sepsis / toxis
3. Gagal ginjal mendadak
4. Pneumonia
PENATALAKSANAAN
Airway harus betul-betul diperhatikan.
Cairan
orang dewasa > 20 % pada tingkat II & III hares diberikan anak-anak > 15 %
cairan. Cairan yang dipilih : Ringer Lactate berdasarkan rumus " Baxter"
pada dewasa 4 cc/kgBB/% / 24 jam
pada anak-anak 2 cc/kg BB/% + kebutuhan cairan faali dengan perbandingan
kristaloid : koloid = 17 : 3 (menurut Moncrief). 1/2 nya diberikan 8 jam
pertama 1/2 nya diberikan 16 jam berikutnya. Dalam hal ini semua yang
paling penting ialah produksi urin setiap jam.
Antibiotika diberikan sesuai kultur sebagai dasar diberikan golongan
penicillin, bisa
diberikan juga golongan aminoglycoside bila ada tanda-tanda sepsis.
Analgetica untuk mengurangi nyerinya (novalgin injeksi)
Makanan tinggi kalori
Profilaksis tetanus diberikan toxoid, bila sebelumnya telah mendapat dasar
imunisasi,
bila tidak berikan human immune globulin 500 unit.
Lukanya : untuk yang MRS dirawat secara terbuka dengan silver sulfadiazine
cream. untuk poliklinik secara tertutup.
Untuk luka bakar yang mengenai kaki/tangan melingkar jangan lupa
melakukan Fasciotomi.
Skin graft dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2
minggu atau bila diameter 3 cm.
rehabilitasi
Untuk luka bakar listrik dan bahan kimia, perawatan prinsip sama pada luka
bakar pada umumnya.

170

Anda mungkin juga menyukai