Anda di halaman 1dari 98

Latar belakang

Definisi dan klasifikasi

Epidemiologi

Etiologi dan Faktor risiko

Patogenesis dan patofisiologi

Manifestasi klinis

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis

Tatalaksana

Komplikasi

   
Hipertensi  pada  anak  (sumber  PKB  IDAI  jaya  &  PKB  dept.  Anak 
FKUI) 
Latar belakang
Sering ditemukan pada anak dan remaja, merupakan masalah kesehatan yang
bermakna.
Definisi dan klasifikasi
Dipengaruhi usia, jenis kelamin, dan massa tubuh. Definisi/batasan hipertensi pada
anak:
1. Normotensi (TD sistolik dan diastolik berada di bawah persentil 90)
2. Pra hipertensi → sistol atau diastol diantara persentil 90 - 95 atau ≥ 120/80
mmHg untuk remaja
3. Hipertensi stadium I → sistol atau diastol diantara persentil 95 - 99 + 5 mmHg
4. Hipertensi stadium II → sistol atau diastol diatas persentil 99 + 5 mmHg
5. Krisis hipertensi → peningkatan mendadak TD sistolik atau diastolik 50% atau
lebih dari normal atau jika usia anak ≥ 6 tahun tekanan darah ≥ 180/120 ​atau ​TD
lebih rendah dengan kerusakan organ → gagal ginjal, retinopati, gagal jantung
dan otak.
6. Hipertensi emergensi → HT krisis disertai dengan keadaan yang mengancam
jiwa yang menunjukkan telah terjadi kerusakan organ target.
7. Hipertensi urgensi adalah hipertensi krisis dengan gejala yang lebih ringan
seperti sakit kepala, mual dan muntah → berpotensi menjadi emergensi
8. White coat hypertension → TD lebih dari 95th persentil pada pengukuran klinik
namun normal diluar klinik
PENGECEKAN HIPERTENSI JIKA TIDAK ADA KELUHAN → CEK 3 KALI
BERTURUT-TURUT DENGAN INTERVAL 1 MINGGU
Etiologi dan Faktor risiko
Obesitas, kurang aktivtias, asupan makanan tinggi kalori, tinggi natirum dan rendah
kalium, minuman yang mengandung alkohol dan kafein, kebiasaan merOkok, stress
mental, kurang tidur.
Hipertensi:
1. Hipertensi primer (essensial)
2. Hipertensi sekunder (paling sering disebabkan HT renal → terutama parenkim)
pikirkan penyakit parenkim seperti nefropati refluks dan GN kronik ​,
renovaskular pada 10 % kasus.
Dapat juga merupakan bagian dari sindrom metabolik yang terdiri dari obesitas,
hiperkolesterolemia, hiperglikemia dan hipertensi.

Manifestasi klinis
Sangat bervariasi, cari penyakit yang mendasari. Pada anak baaru lahir dapat seperti
sepsis, gagal jantung, apnu, muntah dan kejang. Pada anak yang lebih besar dapat
muncul rasa lelah, ensefalopati, sakit kepala, murmur jantung, tajam penglhatan
berkurang mendadak, anoreksia, mual, epistaksis, facial palsy, kenaikan bb tidak
adekuat, dll (​tidak spesifik)
Riwayat BBLR → HT essensial, kateterisasi arteri umbilikasil → trombosis atau emboli.
Anamnesis asupan nutrisi dan soft drink, obat-obtan dan zat adiktif, herbal.
Manifestasi klinis target organ damage (ensefalopati, infark miokard akut, diseksi aorta
akut, serangan vaskular otak akut, AKI dan gagal jantung) → ​AKIBAT TENSI NAIK
MENDADAK !!
Pemeriksaan fisik → cari tanda0tanda genetik seperti neurofibromatosis, cushing,
genitalia ambigus, bruit abdomen, pf neurologis, pulsasi nadi di radius maupun femoral
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi lengkap, urinalisis, ureum, kreatinin dan USG ginjal, lalu pemeriksaan
spesifik etiologi
Tatalaksana
- Non farmakologik (diet, gaya hidup, aktivitas)
- Farmakologik
- Indikasi : HT simptomatik, sekunder, TOD, hipertrofi ventrikel kiri, ekskresi
albumin meningkat, HT pada DM, HT yang menetap pasca terapi non
farmakologik, HT derajat II
- Golongan diurteik dan beta blocker merupakan obat yang dianggap aman dan
efektif untuk anak, ACE → DM / proteinuria , CCB → untuk anak migraine
- GNAPS → pilihan utama gunakan diuretik
Hipertensi emergensi:
- Penurunan target sebesar 25% dalam 8 jam pertama
- Penurunan TD sampai normal dalam 48 jam berikut
- Pemberian nifedipin secara oral atau sublingual sangat membantu pada tahap
awal pengobatan (​Nifedipin dosis 0..1 mg/kg dinaikkan 0.1 mg/kg/x setiap 15
​ ada 1 jam , selanjutnya setiap 30 menit dengan dosis maksimal 10
menit p
mg/kali
- Bila tekanan darah tidak turun tambhakan furosemide dosis 1mg/kg/kali → 2x
intravena atau oral per hari
- Kaptopril dosis awasl 0.3 mg/kg/kali 2-3 kali per hari, dosis maksimal 2
mg/kg/hari.
- Setelah TD turun gunakan nifedipin oeral 0.25 -1 mg/kg/hari dalam 3-5x dosis
- Hindari obat-obat hipertensi yang bekerja secara sentral seperti metildopa
dan klonidin → terutama pada hipertensi ensefalopati karena dapat
memberi efek samping SSP.
Komplikasi
Retinopati, Gagal jantung, serangan jantung, gagal ginjal, diseksio aorta.
SERANGAN ASMA AKUT 
Definisi dan klasifikasi
Episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak
napas, wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala
tersebut.
Merupakan cerminan kegagalan terapi asma jangka panjang
Patogenesis dan patofisiologi
Obstruksi saluran respiratori secara luas akibat → spasme otot polos bronkus, edema
mukosa, sumbatan mucus.

Hasil → V/Q mismatch dgn rasio rendah (<0.1) → dyspnea


Penyempitan saluran nafas → air trapping → hiperinflasi → compliance turun →
peningkatan kerja napas.
Tekanan intrapulmonal meningkat → pneumotorkas
Peningkatan tekanan intratorakal → mempengaruhi arus balik vena → mengurangi
curah jantung → ​pulsus paradoksus​. (ketika insipirasi volume pulse menurun)
Manifestasi klinis
Dinilai dari derajat keparahan serangan (ringan, sedang, berat), berbeda dengan
perjalanan penyakit asma kronik dan akut. Gejala berupa batuk, wheezing, sesak nafas,
dada tertekan/nyeri/ kombinasi, risiko gagal nafas.
Tanyakan:
- Waktu dan mulainya dan pemicu serangan
- Keparahan serangan
- Faktor risiko kematian
- Pengobatan saat ini
PF:
- TTV dan derajat serangan
- Anafilaksis, pneumonia, pneumotoraks
- Penyebab lain (gagal jantung, inhalasi benda asing, obstruksi saluran nfasa atas)
Pemeriksaan penunjang
Gunakan saturasi oksigen dengan pulse oximetry, saturasi < 92% merupakan tanda
serangan berat yang memerlukan tindakan yang agresif (prediktor rawat inap)
Sprirometri untuk nilai PEF/FEV1
AGD jika FEV1 <50% prediksi, pasien asma serangan berat, menetap dgn terapi awal.
Diagnosis
KOTAK 6.1 FAKTOR RISIKO TINGGI
Tatalaksana
Membagi antara tatalaksana dirumah dan di faskes. Setelah inhalasi 2x dirumah tidak
membaik → bawa ke RS
DIBAWA KE FASYANKES TERDEKAT JIKA
1. TERDAPAT FAKTOR RISIKO TINGGI
2. PASIEN TIBA-TIBA DISTRES RESPIRASI
Tatalaksana dirumah: (​nebu 2 dosis, MDI 4 dosis) → lebih dari itu rujuk !
- Jika tersedia nebulizer → berikan B2 agonis kerja pendek, lihat respon sesak
nafas dan wheezing, jika membaik cukup 1 dosis
- Gejala belum membaik dalam 30 menit → ulangi pemberian sekali lagi
- 2x tidak membaik → rujuk
- Jika diberikan MDI + spacer → 2-4x semprot. 1 semprot dihirup 6-8x melalui
spacer. Ulang jika tidak ada respons
- Jika membaik ≤ 4x inhalasi stop
- Jika 4x semprot tidak membaik → rujuk
Tatalaksana di faskes (awal2) → inhalasi 3x (ventolin,ventolin, combivent yang ada isi
ipratropium bromida untuk inhalasi ketiga) + steroid sistemik saat serangan
(prednisolone 1-2mg/kgbb/hari, maks 40mg)
Tindak lanjut pasien pulang:
- Bawakan obat B2 kerja pendek
- Steroid oral diberikan 3-5 hari stop tanpa tappering off
- Asma persisten → berikan obat pengendali, evaluasi dan sesuaikan dosisnya
- Kontrol 3-5 hari
Tatalaksana di faskes rujukan:
- Nilai ABCD
- Indikasi PICU : Silent chest, penurunan kesadaran, disres respirasi berat →
inhalasi/nebu B2 agonis, O2 dan intubasi jika perlu
-

Jika serangan berat di awal jelas → kombinasi B2 agonis + ipratropium bromida.


Pasien dengan asidosis metabolik dan dehidrasi → dapat terjadi
takifilaksis/refrakter→ nebu 1x saja lalu atasi masalah utamanya
Tatalaksana di ruang rawat sehari:
- Setelah nebu 2x dalam 1 jam dgn respons parsial di IGD
- Teruskan nebu kombinasi setiap 2 jam
- Berikan sistemik steroid oral → 3-5 hari
- 12 jam klinis membaik → boleh pulang
- Kontrol 3-5 hari
- Steroid hanya boleh 1x/bulan.
Tatalaksana di ruang rawat inap
- Berikan O2
- Koreksi dehidrasi dan asidosis
- Steroid intravena secara bolus setiap 6-8 jam, dosis 0.5-1mg/kgBB/hari
- Nebu dgn kombinasi setiap 1-2 jam, jika 4-6x pemberian mulai perbaikan, jarak
diperlebar menjadi 4-6 jam
- Aminofilin diberikan secara IV dengan dosis
- Jika blm dapat sebelumnya (dosis inisal → 6-8 mg/kgBB dalam dekstrosa
atau garam fisiologis sebanyak 20 ml → 30 menit dgn infusion pump)
- Jika respons blm optimal → (dosis rumatan → 0.5 - 1 mg/kgBB/jam)
- Jika telah diberikan kurang dari 8 jam (pasien pernah dapat) → diosis
diberikan separuhnya baik dosis awal maupun rumatan
- Perhatikan efek samping → mual, muntah, takikardia, agitasi (​toksisitas
→ aritmia, hipotensi, kejang)
- Jika perbaikan → teruskan setiap 6 - 24 jam, ganti steroid dan aminofilin menjadi
oral
- 24 jam pasien stabil → pulangkan dengan B2 agonis oral/inhaler setiap 4-6 jam
selama 24-48 jam. Steroid oral lanjutkan
- Kontrol 3-5 hari
Tatalaksana di ruang rawat intensif
- Tidak ada respons sama sekali di IGD/ perburukan cepat
- Ancaman henti nafas/ penurunan kesadaran
- Hipoksemia walaupun sudah diberi oksigen ( PaO2 < 60 mmHg dan atau
PaCO2 > 45 mmHg)
- Tidak perbaikan di ruang rawat inap

Jenis obat Deskripsi Side effect

Agonis β2 kerja pendek Pilihan utama asma ringan Tremor


Salbutamol, terbutalin, sedang Takikardia
prokaterol 2x dosis interval 20 menit (cepat ditoleransi)
Diberikan dalam dosis
terendah dan frekuensi
terkecil dulu

Ipratropium bromida Pilihan utama asma ringan


sednag
Digunakan sebagai
kombinasi
Efek dilatasi bronkus lewat
peningkatan tonus
parasimpatis dalam
inervasi otonom sal. nafas

Aminofilin intravena Asma serangan berat/henti Rentan keamanan sempit


nafas yg tidak respon Mual muntah takikardia
terhadap agonis B2 dan agitasi (perhatikan !)
steroid sistemik Toksisitas : aritmia,
(Dosis : 6-8 mg/kgBB → hipotensi dan kejang
diberikan dalam 20 menit)
(Rumatan → 1 mg/kg/jam)

Steroid sistemik Diberikan pada semua


jenis serangan
Jika memungkinkan
diberikan dalam 1 jam
pertama
Efek akan muncul 4 jam
setelah pemberian
Prednisone oral 1-2
mg/kgBB/hari maks 40
mg/hari.
Lama pemberian 3-5 hari
tanpa tappering off

Adrenalin Diberikan jika tidak ada


obat-obatan lain
Diberikan IM → pada
pasien dengan anafilaksis
dan angioedema
Dosis: 10 ug/kgBB (0.01
ml/kgBB adrenalin 1:1000)
Maks 500 ug (0.5 ml)

Steroid inhalasi Diberikan hanya dalam


dosis tinggi (​ 1600-2400
ug budesonide)
Tidak tinggi dosisnya tidak
bermanfaat

Mukolitik Diberikan dengan hati-hati


pada anak-anak refleks
batuk yg belum baik
Tidak boleh diberikan pada
serangan asma berat

Antibiotik & antihistamin Tidak usah diberikan

Komplikasi

Atelektasis segmental atau subsegmental, pneumothoraks, gagal nafas   


ASMA BRONKIAL 
Latar belakang
Asma merupakan penyakit saluran respiratorik kronik yang sering dijumpai baik pada
anak maupun dewasa. Merupakan masalah kesehatan penting, dapat menurunkan
kualitas hidup anak. Mekanisme yang mendasari antara orang dewasa dan anak adalah
sama.
Definisi dan klasifikasi
GINA → Penyakit heterogen yang ditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori.
Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala apda saluran respiratori
seperti mengi, sesak napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu maupun intensitas
disertai dengan ​limitasi aliran udara ekspiratori
ICON (I nternational concensus on pediatric asthma) → gangguan inflamasi kronik
yang berhubungan dengan obstruksi saluran respiratori dan hiperesponsif bronik,
ditandai dengan adanya wheezing, batik dan sesak napas berulang
IDAI (UKK) → penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hipereaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi

Sumber: PNAA 2015


Epidemiologi
Prevalensi asma pada anak bervariasi berkisar antara 1 - 18%. Gejala utama ​wheezing​.
3-8 % pada anak usia 6-7 tahun. 2.6 % pada anak usia 13-14 tahun.
Etiologi dan Faktor risiko
Faktor risiko dibagi menjadi genetik dan non genetik.
- Polusi udara
- Asap rokok
- Makanan cepat saji
- Berat lahir
- Cooking fuel
- Rendahnya pendidikan ibu
- Ventilasi yang tidak memadai
- Merokok di dalam rumah
- Tidak ada ventilasi
- Berat lahir
- Kebiasaan merokok pada ibu
- Pemberian parasetamol
- Riwayat atopi
Pencetus inflamasi:
- Alergen
- Virus
- olahraga
Patogenesis dan patofisiologi
Asma dapat terjadi usia berapapun namun paling sering pada anak usia dini. Asma
terjadi karena inflamasi kronik, hiper-responsif dan perubahan struktur akibat penebalan
dinding bronkus (​remodelling) s​ aluran respiratori kronik.
Obstruksi dan penyempitan terjadi karena:
1. Penebalan dinding bronkus
2. Kontraksi otot polos
3. Edema mukosa
4. Hipersekresi mukus
Gambaran khas inflamasi terdapat eosinofil, sel mast, makrofag dan sel limfosit T pada
mukosa dan lumen saluran respiraotri → remodelling.
Asma dikaitkan dengan ​faktor atopi dan mekanisme IgE dependent. Th2 terutama
memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma → bertanggung jawab atas terjadinya
reaksi hipersensitivitas tipe lambat ataupun ​cell-mediated.​

IL - 5 merupakan sitokin yang penting dalam regulasi eosinofil → berkorelasi dengan


aktivasi sel limfosit T dan eosinofil.
Paparan alergen inhalasi → menimbulkan respon alergi fase cepat (IgE-spesifik
terutama sel mast dan makrofag, basofil dapat ikut berperan) → IgE menghasilkan
medoatir-mediator seperti histamin, proteolitik enzim glikolitik, heparin, prostaglandin,
leukotrien, adenosin dan ROS → diikuti fase lambat.
Hasil dari pelepasan senyawa-senyawa:
- Induksi kontraksi otot polos saluran respiratori
- Stimulasi saraf aferen
- Hipersekresi mukus
- Vasodilatasi
- Kebocoran mikrovaskuler
Reversibiltas berukurang akibat remodelling residual dan dapat tidak menunjukkan
gejala.
Remodelling → patogenesis hiperreaktivitas saluran respiratori yang nonspesifik
terutama pada pasien yang waktu penyembuhannya lama (>1 tahun) atau tidak sembuh
sempurna setelah terapi steroid hirupan.

Perubahan fungsional → batuk, sesak, wheezing, dan hiperreaktivitas saluran


respiratori terhadap berbagai rangsangan.
Batuk → mediator inflammasi
Penyempitan sal. Nafas → Histamin, triptase, PGD2, leukotrien C4, neuropeptida,
asetilkolin.
Penyempitan diperkuat → edema akut, inflitrasi sel radang, remodelling, hiperplasia dan
hipertrofi, neovaskularisasi, sekret, debris selular

Manifestasi klinis
Wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang diterima luas
sebagai titik awal diagnosis asma. Batuk berulang dapat menjadi satu-satunya gejala
asma yang ditemukan (BKB).
Respiratori:
- Batuk
- Wheezing
- Sesak napas
- Rasa dada tertekan
- Produksi sputum
Yang mengarahkan kepada asma:
- Gejala timbul secara episodik atau berulang
- Timbul bila ada pencetus:
- Iritan → asap2an, penyedap rasa, pengawet dan pewarna makanan
- Allergen
- Infeksi respiratori akut
- Aktivitas fisis
- ada riwayat alergi pada pasien atau keluarganya
- Variabilitas dalam 24 jam dan cenderung memburuk dimalam hari
- Reversibilitas → setelah pemberian obat asma
Pemeriksaan fisis → dapat tidak ditemukan gejala, batuk/sesak/wheezing dapat
audible.
Riwayat ATOPIK perlu digali
Pemeriksaan penunjang
Spirometri + uji reversibilitas
Peakflowmeter pada fasilitas terbatas
Uji cukit kulit, eosinofil total darah dan IgEspesifik
Uji inflamasi saluran respiratori → FeNO (​fractional exhaled nitric oxide)​ , eosinofil
sputum
Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin dan salin hipertonik
Diagnosis
Terdapat beberapa cara mengelompokkan asma:
Umur
- Asma bayi-baduta
- Asma balita
- Asma usia sekolah (5-11 tahun)
- Asma remaja (12-17 thn)
Fenotip berdasarkan aspek klinis, patofisiologis dan demografis:
- Asma tercetus infeksi virus
- Asma tercetus aktivitas
- Asma tercetus alergen
- Asma terkait obesitas
- Asma dengan banyak pencetus
Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
- Asma intermiten
- Asma persisten ringan
- Asma persisten sedang
- Asma persisten berat
Berdasarkan derajat beratnya serangan derajat asma:
- Asma serangan ringan-sedang
- Asma serangan berat
- Serangan asma dengan ancaman henti napas
Berdasarkan derajat kendali
- Terkendali penuh
- Tanpa obat pengendali: pada asma intermiten
- Dengan obat pengendali: pada asma persisten ringan/sedang/berat
- Asma terkendali sebagian
- Asma tidak terkendali
Berdasarkan keadaan saat ini
- Tanpa gejala
- Ada gejala
- Serangan ringan sedang
- Serangan berat
- Ancaman gagal napas

Derajat Asma Uraian kekerapan asma

Intermitten Episode gejala asma < 6x/tahun atau


jarak anter gejala ≥ 6 minggu

Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan,


<!x/minggu

Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu namun


tidak setiap hari

Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir setiap


hari
● Klasifikasi kekerapan gejala dibuat setelah diagnosis kerja dan tata laksana
umum pengendalian lingkungan dan penghindaran pencetus selama 6 minggu
● Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak kunjungan awal,
tatalaksana dapat dilakukan sesuai klasifikasi
Alur diagnosis asma:
Contoh labelisasi

Derajat kendali penyakit asma

Diagnosis banding
Inflamasi: infeksi alergi
- rinitis , rinositnositis
- Chronic upper airway cough syndrome
- Bronkiolitis
- Aspirasi berulang
- Defisiensi imun
- TB
Obstuksimekanis, patologibronkus, kelainan sistem organ lain (GERD, PJB)
Tatalaksana
Tujuan tatalaksana adalah ​menjamin potensi tumbuh kembang secra optimal.​
- Aktivitas normal
- Gejala malam tidak muncul
- Kebutuhan obat minimal
- Efek samping obat tidak terjadi
Obat asma dibagi menjadi 2 kelompok besar:

Cara pemberian obat diberikan secara inhalasi. MDI dengan spacer merupakan pilihan
utama.

Take home message steroid:


● Steroid inhalasi merupakan obat pengendali asma yang paling efektif → tidak
mempengaruhi tinggi badan dan densitas tulang.
● Steroid inhalasi diberikan dua kali dalam sehari kecuali ciclesonide (efek
samping minimal dan deposisi obat di orofaring lebih sedikit)
● Pencegahan kandidiasis oral dan suara parau → membuang air bekas berkumur
● Steroid inhalasi atau sistemik tidak diberikan untuk asma intermiten dan
wheezing ​akibat infeksi virus
● Indikasi steroid jangka panjang → menglami serangan asma pada 2 tahun
terakhir, obat pereda asma digunakan ≥ 3x dalam satu minggu, terbangun
karena serangan asma 1x dalam 1 minggu

Agonis β2 kerja panjang


● Digunakan sebagai pengendali asma → tidak digunakan tunggal melainkan
selalu bersaam steroid inhalasi
● Diberikan bila kombinasi steroid inhalasi dosis rendah tidak menghasilkan
perbaikan
● Lebih baik dalam sediaan kombinasi steroid inhalasi dan B2 kerja panjang
● Formoterol memiliki awitan kerja yang cepat sehingga dapat digunakan sebagai
obat pereda
Antileukotrien
- Montelukast, pranlukast, zafirlukast
- Efek bronkodilatasi kecil dan bervariasi
- Mengurangi gejala batuk dan inflamasi jalan nafas dan mengurangi eksaserbasi
- Mencegah exercised induced asthma dan osa
- Mencegah asma akibat infeksi virus
Teofilin lepas lambat
- Diberikan sebagai preparat tunggal/kombinasi steroid pada anak usia diatas 5
tahun
- Efek samping → mual, muntah, anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardia,
aritmia, nyeri perut dan diare
- Muncul efek samping jika dosis tinggi → 10mg/kgBB/hari
Anti-immunoglobulin E (IgE)
- Omalizumab → jika px telah dapat steroid inhalasi dan beta agonis dosis tinggi
namun masih eksaserbasi
Jenjang pengendalian asma
- Asma intermitten tidak butuh tatalaksana asma jangka panjang
- Asma persisten → butuh tatalaksana jangka panjang sesuai dengan jenang 2
sampai 4
- Diagnosis derajat kendali dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalakana jangka
panjang awal sesuai klasifikasi kekerapan
Langkah-langkah menentukan tatalaksana jangka panjang
1. Tentukan awal berdasarkan klasifikasi kekerapan
2. 6-8 minggu tidak terkendali → step up
3. 8-12 minggu terkendali penuh → step down
4. Perhatikan faktor2 pencetus dan lain2
5. Jenjang 4 masih tidak terkendali → Antibody IgE
6. Setiap ada serangan, gunakan Agonis B2 kerja pendek
Derajat Penjelasan

Jenjang 1 Terkendali penuh, tanpa obat


pengendalim serangan ≤ 2x/ minggu,
tidak ada serangan malam dan
ganggguan aktivitas sehari-hari
Tx → B2 agonis kerja pendek
+ipatropium bromida, agonis B2 kerja
pendek oral, teofilin kerja pendek oral
Jika ada faktor resiko → steroid inhalasi
dosis rendah

Jenjang 2 Steroid inhalasi dosis


rendah/antileukotrien pada pasien yang
ada asma+rhinitis allergi

Jenjang 3 > 5 thn → steroid dosis rendah - agonis


B2 kerja panjang. Steroid inhalasi dosis
menengah
Kombinasi ICS rendah - antileukotrien
ICS - teofilin lepas lambat

Jenjang 4 Rujuk SpA -resp anak


Difficult to treat asthma Tx → ICS menengah - agonis B2 kerja
panjang

Jenjang 5 Rujuk !!
Pneumonia 
Latar belakang
Infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Merupakan
salah satu masalah utama kesehatan terutama pada anak usia muda. Bersama dengan
diare, merupakan penyebab kematian terbanyak balita
Definisi dan klasifikasi
Merupakan inflamasi pada ​parenkim paru ​akibat infeksi kuman. Parenkim adalah
jaringan fungsional suatu organ.

Pada parenkim terjadi proses difusi O2 dan CO2 antara alveoli (sist. ventilasi) dan
kardiovaskular (sirkulasi/perfusi)
WHO → ​didefinisikan berdasarkan pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan
Epidemiologi
Pembunuh utama (18%) anak diseluruh dunia
Etiologi dan Faktor risiko
Virus, jamur dan bakteri ​s.pneumoniae​. Virus lebih sering < 5 tahun, RSV < 3thun.
Mycoplasma pneumonia dan chlamydia pneumonia lebih sering ditemukan pada
anak-anak
Faktor risiko berupa defek anatomi bawaan, deifisit imunologi, GER (gastroesophageal
reflux), aspirasi, gizi buruk, BBLR, tidak mendapat ASI, imunisasi tidak lengkap, kamar
yg padat penghuni
Patogenesis dan patofisiologi
Sebagian besar diawal dengan infeksi respiratori akut bagian atas (rhinitis/rinofaringitis/
common cold/ selesma) → menyebar. ​BATUK MERUPAKAN GEJALA AWALNYA !
Penyebaran hematogen jarang terjadi.
Inflamasi parenkim paru → ruang avleoli tidak dapat berfungsi,volume paru berkurang
dan ventilasi terganggu → VQ mismatch → hipoksemia yang ditandai saturasi < 92%
“HIPOKSEMIA MERUPAKAN PETANDA UTAMA PNEUMONIA” 
Hipoksemia → ventilasi meningkat (takipnea, dyspnea) → merintih / bayi besar akan
head bobbing/nodding → hipersekresi yang terdengar sebagai ronki basah
Gambaran histopatologi klasik berupa hepatisasi merah, kelabu, resolusi hanya wacana
keilmuan namun tidak digunakan dalam praktek medis sehari-hari.
Manifestasi klinis
Batuk kering yang kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen bahkan darah,
Sesak nafas, Demam, Kesulitan makan/minum, Tampak lemah.
Pada pemeriksaan fisik → TTV, gejala distress nafas (takipnea, retraksi, batuk, krepitasi
dan penurunan suara paru), demam dan sianosis. Pada anak dibawah 5 tahun mungkin
tidak menunjukkan gejala klasik, pada anak yang demam dan sakit akut →
diproyeksikan ke abdomen
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi
- Foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak infeksi saluran napas
bawah akut ringan tanpa komplikasi
- Foto dada dikerjakan pada anak penderita pneumonia yang dirawat inap/ tanda
klinis membingungkan
- Foto dada follow up jika → kolaps lobus, kecurigaan komplikasi, pneumonia
berat, gejala menetap/memburuk atau tidak respon antibiotik
- Foto roentgen toraks dapat menjadi sumber pitfall diagnosis pneumonia →
ekspertise cenderung BP, TB/KP/PROSES SPESIFIK MASIH MUNGKIN
Lab:
- Leukosit dan hitung jenis → indikasi antibiotik
- Kultur dan pewarnaan gram → pneumonia berat, pneumonia bakterial
- Efusi pleura → pungi pleura dan periksa mikrobio dan sitologi
- CRP dan LED bukan pemeriksaan rutin
- prokalsitonin
- TB dipertimbangkan pada anak dgn riwayat kontak
Pulse oksimteri
Diagnosis
Dugaan diawali dengan gejala rinofaringitis yang diikuti napas cepat. Bakterial
dipertimbangkan jika demam > 38.5 C, menetap atau berulang dan disertai peningkatan
laju napas dan retraksi dada.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO

Bayi kurang dari 2 bulan

Pneumonia berat Napas cepat atau retraksi yang berat

Pneumonia sangat berat Tiddak mau menetek/minum, kejang,


letargis, demam atau hipotermia,
bradipnea, pernapasan ireguler

Anak umur 2 bulan - 5 tahun

Pneumonia ringan Napas cepat

Pneumonia berat retraksi

Pneumonia sangat berat Tidak dapat minum/makan, kejang,


letargis, malnutrisi

Tatalaksana
Kriteria rawat inap:

Bayi

Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis


Frekuensi napas > 60x/ menit
Distres pernapasan, apnea intermiten, grunting
Tidak mau minum/menetek
Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis
Frekuensi napas > 50x/menit
Distres pernapasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Tatalaksana umum
- Target Sp02 → diatas 92%
- Pneumonia berat atau asupan per oral kurang → cairan intravena dan dilakukan
balans cairan ketat
- Chest fisiotheraphy tidak bermanfaat untuk anak
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
- Nebulisasi dengan B2 agonis dan/NaCl diberikan → mucociliary clearence
- Observasi 4 jam sekali
Pemberian antibiotik:
- Lini pertama → aminoglikosid (gentamisin), penislilin (ampisilin, amoksilin,
ampisilin silbaktam, amoksiklav), sefalosporin generasi 1 (sefradin, sefaleksin,
sefadroksil, sefazolin), kloramfenikol, klindamisin, makrolid
- Lini kedua → aminoglikosid (amikasin), sefalosporin generasi 3 oral (sefiksim,
sefditoren, sefpodoksim, seftibuten, sefprozil), sefalosporin generasi 3 injeksi
(sefotaksim, seftriakson, sefoperazon, seftazidim, sefoperazone sulbaktam,
fosfomisin, azteronam)
- Lini ketiga → glikopeptida (vankomisin, teikoplanin) oksazolidinon (linezolid),
glongan sefalosporin generasi 3 (seftazidim), sefalosporin generasi 4 (sefepim,
sefpirom), golongan karbapenem(imipenem, meropenem, ertapenem,
dorpenem), golongan glisisiklin (tigesiklin - usia > 18 thn), piperasilin tazobaktam,
kolistin, fluorokuinolon generasi 1-4.
- Amoksilin pilihan utama untuk oral < 5 tahun. (alternatif → co-amoxiclav,
ceflacor, makrolid)
- Anak usia > 5 thn → pilih macrolide (m.pneumonia paling ering)
- Amoksisilin jika s.pneumonia dicurigai sebagai penyebab
- S. aureus gunakan makrolid atau kombinasi flucloxacillin + amoksisilin
- IV diberikan jika tidak ditoleransi oral
- IV dianjurkan → ampisillin dan kloramfenikol, co-amox, ceftriaxone, cefuroxime,
cefotaxime
- Pertimbangkan switch oral jika sudah perbaikan
REKOMENDASI UKK RESPIROLOGI
Untuk anak < 2 bulan → ampisillin +gentamisin
> 2 bulan → lini pertama ampisillin jika tidak perbaikan dalam 3 hari maka dapat
ditambahkan kloramfenikol
Lini kedua sefriaxone

Nutrisi → distress napas berat maka hindari pemberian makanan oral, balans cairan
ketat agar tidak overhidrasi karena pada penumonia berat terjadi sekresi hormon
antidiuretik

Kriteria pulang:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan per oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (per oral)
- Keluarga setuju
- Dirumah memungkinkan untuk dirawat lanjutan
Komplikasi
Pneumotoraks, efusi pleura, atau abses paru
BRONKIOLITIS 
Latar belakang
Merupakan inflamasi pada bronkiolus pada anak berusia < 2 thn. Seasonal viral yang
ditandai dengan adanya panas, pilek, batuk dan mengi. Pada pemeriksaan fisiis
ditemukan inspiratory cracleks atau high pitched expiratory wheeze. Sering terjadi
misdiagnois dengan asma.
Definisi dan klasifikasi
Merupakan penyakit IRA -bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada
bronkiolus. Secara klinis ditandai dengan episode pertama wheezing pada bayi yang
didahului dengan gejala IRA.
Epidemiologi
Paling sering pada usia 2-24 bulan dengan puncak 2-8 bulan.
Etiologi dan Faktor risiko
Etiologi tersering merupakan RSV, Adenovirus, Parainfluenzae vitus, influenzae virus.
Patogenesis dan patofisiologi
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus → inflammasi akut → edema, sekresi
mukus, timbunan debris selular/sel-sel mati terkelupas diikuti dengan infiltrasi limfosit
peribronkial dan edema submukosa → air trapping dan hiperinflasi → obstruksi total
menyebabkan atelektasis
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia diganti 2 minggu.
Manifestasi klinis
Gejawal awal pilek ringan, batuk dan demam, ​1 - 2 hari kemudian timbul batuk yang
disertai sesak napas baru selanjutnya ditemukan wheezing, sianosis, merintih,
napas berbunyi, muntah seletah batuk, rewel dan penurunan nafsu makan
Sering terjadi pada anak berusia < 2 thn, insidens tertinggi terjadi pada usia 3 - 6 bulan.
Demam +, jarang terjadi tinggi. Rhinorrhea, nasal discharge muncul duluan sebelum
timbul gejala lain seperti batuk, takipne, sesak napas dan kesulitan makan
Batuk disertai gejala nasal → gejala pertama. Batuk kering dan mengi khas untuk
bronkiolitis
Poor feeding +, jarang tampak toksik +
Pemeriksaan fisik
- Napas cepat merupakan ​gejala utama dari LRTI
- Retraksi dinding dada sering terjadi pada penderita bronkioltis → dada
hiperinflasi akibat air trapping ​pembeda dengan pneumonia
- Fine inspiratory crackles pada seluruh lapang paru → tapi tidak selalu
- Dapat terjadi apnea → BBLR, Prematur
Pemeriksaan penunjang
Saturasi oksigen → ≤ 92 % membutuhkan perawatan di ruang intensif, jika diatas 94%
pada room air maka dapat dipulangkan
AGD → pada bayi dengan distres napas berat dan kemungkinan mengalami gagal
napas
Foto toraks → tidak rutin dikerjakan → hiperinflasi dan patchy infiltrat ​namun tidak
spesifik. Atelektasis bisa (+).
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
penunjang lainnya.
Anam → ISPA + demam → kemudian berubah menjadi batuk + sesak → selanjutnya
menjadi wheezing, sianosis, merintih (​grunting​), napas berbunyi, muntah setelah batuk
dan penurunan napsu makan
PF → Takpinea, takikardia dan peningkatan suhu diatas 38.5 C. ​dapat pula ditemukan
​ aru → ​wheezing, NCH, Retraksi, ronki,
konjungtivitis ringan dan faringitis. P
apnea.
Penilaian skala klinis abul-ainine dan luyt
- RR, HR, SpO2, RDAI, status aktivitas byi
Penilaian skala klinis shuh
- Keadaan umum : 0 (tidur) - 4 (sangat rewel)
- Penggnaan otot bantu napas : 0 (tidak) - 3 (retraksi berat)
- Wheezing : 0 (tidak ada) - 3 (wheezing hebat inspiratorik dan ekspiratorik)
Dd: Asma, bronkitis, CHF, edema paru, penumonia.
Tatalaksana
Terapi hanya suportif dengan pemberian oksigen, nasal suction. Fisioterapi dada
dengan vibrasi dan perkusi tidak direkomendasikan pada penderita bronkiolitis yang
tidak dirawat di ruang intensif.
Bronkodilator → ​kontroversial
Indikasi rawat di ruang intensif:
- Gagal mempertahankan saturasi oksigen > 92% dengan terapi oksigne
- Perburukan status pernafasan → peningkatan distres napas dan atau kelelahan
- Apnea berulang
Faktor risiko bronkiolitis berat
- Usia
- Bayi muda dengan bronkiolitis
- Prematuritas
- PJB
- Chronic lung disease of prematurity
- Orangtua perokok
- Jumlah saudara/berada di tempat penitipan
- Sosioekonomik rendah
Komplikasi
Dikaitkan menjadi asma
​DEMAM THYPOID (SUMBER PKB IKA LXIII FKUI & UKK) 

Latar belakang
Masih merupakan penyakit yang sering terjadi di negara berkembang → belum ada
pemeriksaan diagnostik yang adekuat. Demam enterik dapat disebabkan oleh S. thypii
dan S. parathypii. D. thypoid merupakan infeksi sistemik yg bersifat akut → ​panas
berkepanjangan
Derajat berat penyakit → antibiotik yg diminum, umur pasien, riwayat imunisasi,
virulensi strain bakteri, jumlah kuantitas inokulum, host factor.
Epidemiologi
Prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, meningkat setelah
usia 5 tahun.​ 96% kasus disebabkan oleh s.typhi, sisanya s.parathypi
Data surveilans yang tersedia menunjukkan bahwa pada tahun 2000, estimasi penyakit
adalah sebanyak 21.650.974 kasus, kematian terjadi pada 216.510 kasus tifoid dan
5.412.744 pada penyakit paratifoid. Data tersebut diekstrapolasi dari beberapa
penelitian sehingga dapat kurang tepat, apalagi karena pemeriksaan penunjang
diagnosis yang tidak akurat. Sebagian besar anak usia 5 -25 tahun. S. thypii dapat
hidup di dalam tubuh manusia → sekret nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang
sangat bervariasi. Dapat terjadi transmisi transplasental.
Etiologi dan Faktor risiko
Salmonella thypii merupakan bakteri gram-negatif berflagela, tidak berkapsul tidak
membentuk spora fakultatif anaerob.
Patogenesis dan patofisiologi
Melibatkan 4 proses kompleks:
1. Penempelan dan invasi sel-sel sel peyer’s patch
2. Multiplikasi bakteri di peyer’s patch
3. Bertahan hidup dalam aliran darah
4. Produksi enterotoksin di kripta usus menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke
dalam lumen intestinal
Proliferasi bakteri di sistem ​retikuloendotelial.
Manifestasi klinis
Pemberian antibiotik menyebabkan perubahan gejala klinis demam tifoid → demam
stepladder dan toksisitas jarang ditemukan. Setelah terinfeksi → periode asimptomatik
7 - 14 hari. Bakteremia ditandai dengan demam + malaise. Pasien ke RS setelah onset
akhir minggu pertama :
- Demam
- Flu like syndrome
- Nyeri kepala
- Anoreksia
- Nausea
- Nyeri perut
- Batuk kering
- Mialgia
- diare/konstipasi

PF:
- Lidah kotor (putih tengah, pinggir kemerahan)
- hepatosplenomegali sering ditemukan. ​Hepatomegali lebih sering
- Bradikardia relatif dan konstipasi dapat ditemukan namun tidak konsisten
- Demam akan meningkat secara progresif → minggu kedua jadi tinggi dan
menetap (39-40 C)
- rose spot (lesi makulopapular dgn diameter 2-4 mm) tampak pada abdomen dan
dada

Pemeriksaan penunjang
Lab darah:
- Anemia dapat ditemukan akibat perdarahan usus atau supresi sumsum tulang
- Tidak spesifik
- Leukopenia akibat demam dan toksisitas (jarang <3.000)
- Anak lebih muda dapat terjadi leukositosis 20.000-25.000 → akibat abses
piogenik
- Thrombositopenia marker penyakit berat → dapat DIC
- Fungsi hati dapat berubah cuma jarang
Widal:
- O meningkat di hari 6-8
- H meningkat hari 10-12 sejak awal penyakit
- Sebaiknya dilakukan 1-2 minggu kemudian → kenaika ntiter 4x terutama O ! →
diagnostik
- O positif dapat > 1/80 sampai > 1/320 tergantung lab dan endemitas dgn catatan
8 bulan terakhir tidak dapat vaksinasi atau baru sembuh dari D thpoid
- Pemeriksaan 1x saja tidak mempunyai arti penting dan sebaiknya dihindari
- Sekarang sudah tidak dianjurkan
Widal dari UKK
- Titer O sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4x maka
diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan
Thypidot atau tubex:
- Mendeteksi IgM spesifik O9 LPS S.thypii (tubex)
- IgM thdp S.thypii (thypidot)
- Nilai ≥ 6 diangap sebagai positif kuat
Baku emas → biakan empedu (40-60% saja positif)
Biakan spesimen tinja, akhir minggu pertama infeksi, sensitivitas rendah
Biakan sumsum tulang → invasif
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejalaa klinis ​demam, gangguan GI dan mungkin disertai
perubahan kesadaran (​ tersangka D thypoid)
Diagnosis pasti → isolasi S.thypii dar darah
Tatalaksana
Tatalaksana umum (suportif) dan khusus (pemberian antibiotik sbg pengobatan kausal).
Anak:
Antibiotik → efikasi, ketersediaan, biaya ​(itu sebabnya chloramphenicol menjadi
pilihan pertama​)
Dewasa → fluorokuinolon merupakan pilihan utama
Cholramphenicol → obat tua, anemia aplastik serius dan berpotensi fatal (di UKK jadi
pilihan pertama)
- 100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau 5-7 hari
setelah demam turun
- Demam turun setelah 4-5 hari obat dimulai
- Anemia aplastik
- Agranulositosis
- Menginduksi terjadinya leukemia dan risiko gray baby syndrome
Amoksisilin dan ampisilin
- Amoksisilin (100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis), Ampisillin (200
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis)
- Digunakan pada pasien leukopenia/resisten
- Asam klavulanat tidak banya kemmbantu
- Amoksisilin oral 14 hari sama efektif dgn IV
- Bebas demam setelah 5 hari pengobatan
TMP-SMX
- Sama efektifnya dengan khloramfenikol
Sefiksim
- Sefiksim 10-15 mg/kgBB/hari
- Tidak lagi digunakan sebagai obat lini pertama pada demam thypoid tanpa
komplikasi
- Hanya digunakan pada kasus MDR atau alternatif dari seftriaxone
Azithromisin
- 10 mg/kgBB diberikn sekali sehari selama 7 hari
- Pilihan pertama bila curiga resisten kuinolon
- Penurunan demam sebaik kloramfenikol
Sefalosporin generasi 3 (seftriaxone/sefotaksim)
- Seftriaxone 100 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis mask 4 gram
- Sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
- Untuk yg resisten fluorokinolon/khloramfenikol
- Sebaiknya 14 hari
- 7 hari → risiko relaps 4 minggu kemudian
Fluorokuinolon
- DOC namun pada anak dapat merusak pertumbuhan tulang rawan
Indikasi steroid pada D. thypoid
- Delirium, obtundasi, stupor, koma dan shock
- Deksametasone IV (3mg/kgBB diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal
dilanjutkan 1mg/kg tiap 6 sampai 48 jam)
Komplikasi
Akhir minggu kedua → perforasi saluran cerna (10%) dan ensefalopati tifoid (10-40%)
Gagal Ginjal Akut (belum kelar yaaa !) 
Latar belakang
Definisi dan klasifikasi
Penurunan fungsi ginjal mendadak menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tubuh ditandai dengan peningkata nakdar kreatinin
darah secara progresif 0.5 mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL
per hari.
Oliguria ialah produksi urin < 1 ml/kgBB/jam untuk neonatus dan <0.8 ml/kgBB/jam
untuk bayi dan anak.

GGA prarenal : dehidrasi, syok, gagal jantung, sepsis


GGA renal : Pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat atau kemoterapi,
lupus nefritis, ATN, SHU, HSP
GGA pascarenal : keracunan jengkol, batu saluran kemih obstruksi saluran kemih,
Tumor lysis syndrome, buli-buli neurogenik
Epidemiologi

Etiologi dan Faktor risiko

Patogenesis dan patofisiologi

Manifestasi klinis
Lemah, pucat, sakit kepala, edema, ​produksi urin berkurang atau tidak sama sekali,
kencing merah, ​kejang, sesak nafas
Riwayat penyakit yang menjadi predisposisi terjadinya GGA
PF:
- Kussmaul, edema, HT
- Tanda overload cairan (gagal jantung, edea paru, ensefalopati hipertensi,
perdarahan saluran cerna
- Penurunan kesadaran
-
Pemeriksaan penunjang
UL:
- Proteinuria
- Hematuria
- Leukosituria
- Osmolalitas urin < 400 mOsm/L, berah jenis < 1.020, natrium urin > 20 meq/L,
FeNa > 1% → ​gga renal
- Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
- Asidosis metabolik dengan anion gap meningkat
- Pemeriksaan eletrolit
Diagnosis

Tatalaksana

Komplikasi
Terapi inhalasi
Terapi inhalasi atau terapi aerosol merupakan salah satu metoda pemberian obat
dalam bentuk aerosol melalui hirupan langsung ke saluran nafas.
Target organ dapat bersifat lokal atau sistemik
Keuntungan → dosis obat dapat diminimalisisr sehingga efek sistemik sangat kecil dan
efek maksimal pada target organ, onset kerja lebih cepat
Efektifitas terapi inhalasi bergantung pada konsentrasi obat yang terdeposisi di target
organ
1. Impaksi → deposisi pada partikel aeorsol > 5 mikron pada saluran nafas besar
akibat benturan partikel dengan anatomi saluran napas
2. Sedimentasi → deposisi partikel aerosol yang berukuran 1-3 mikron pada
bronkus dan percabangannya ​akibat ​gaya gravitasi
3. Difusi → deposisi partikel aerosol < 0.5 mikron akibat gerak acak brown
Beberapa faktor yang mempengaruhi
1. Karakteristik partikel aerosol → diameter dan massa digambarkan sebagai mass
median aerodynamic diameter (MMAD). Jka sebesar 2 mikron akan terdeposisi
di saluran napas distal sehingga memberikan efek yang optimal untuk obat
dengan target organ bronkus. Sifat kimia dan fisik lain → kelembaban, bentuk
dan kecepatan aerosol (​dipengaruhi alat inhalasi yang digunakan​)
2. Faktor host → faktor anatomi atau kondisi saluran napas/ventilasi
- Volume inspirasi
- Waktu inspirasi
- Lama menahan nafas
- Deras aliran inspirasi
Indikasi terapi inhalasi
1. Penyakit inflamasi saluran nafas → ​asma merupakan indikasi utama terapi
inhalasi, rinitis alergi derajat sedang-berat dan rinosinusitis, obstruksi akut
akibat inflammasi di saluran napas seperti ​bronkiolitis ​dan sindrom croup
2. Penyakit infeksi saluran pernafasan →
Infeksi saluran kemih pada anak (ukk belum kelar yaa !) 
Latar belakang
Salah satu infeksi tersering setelah ISPA dan diare dan dapat merupakan suatu tanda
dari infeksi serius seperti refluks vesikoureter dan uropati obstruksi.
Definisi dan klasifikasi
Infeksi saluran kemih didefinisikan sebagai tumbuh dan kembangnya kuman dalam
saluran kemih dalam jumlah bermakna
Bakteuria didefinisikan sebagai bakteri dalam urin dalam jumlah bermakna. Mid stream
urine > 10​5
Aspirasi suprapubik —> ditemukan kuman dalam jumlah berapapun maka dianggap isk.
Bakteuria asimptomatik jika ditemukan bakteuria namun tidak ditemukan gejala.
Isk simptomatik pada pasien dengan pielonefritis maka akan ditemukan gejala sistemik
dan sistitis maka ditemukan gejala saluran kemih bawah yaitu disuria, poliuria, urgency
Isk non spesifik jika pasien dengan klinis tidak jelas baik berdasarkan gejala dan
pemeriksaan penunjang
Isk simple jika infeksi saluran kemih tanpa kelainan fungsional dan struktural dari
saluran kemih
Isk kompleks jika ditemukan kelainan struktural dan fungsional dari saluran kemih yang
menyebabkan stasis atau refluks dari urin.
Epidemiologi
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Prevalensi ISK pada neonatus
berkisar antara 0.1 % hingga 1% dan meningkat menjadi 14 % pada neonatus dengan
demam, dan 5.3% pada bayi.
Pada anak belum pubertas 3-5% perempuan dan 1-2% pada laki-laki. Pada anak
dengan demam kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%.
Etiologi dan Faktor risiko
Escherichia coli merulakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK serangan
pertama. Penelitian di dalam negeri antara lain RSCM jakarta menunjukkan hasil yang
sama. Kuman lain yang dapat menyebabkan infeksi adalah:
- Proteus mirabilis
- Klebsiella pneumonia
- Klebsiela oksutoka
- Proteus vulgaris
- Pseudomonas aeruginosa
- Enterobakter aerogenes
- Morganella morganii
- Stafilokokus
- Enterokokus
Pada isk kompleks sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah:
- Pseudomonas
- Streptococcus grup b
- Stafilokokus aureus atau epidermidis
Hati-hati jika disebabkan oleh proteus maka kemungkinan dapat ditemukan batu struvit
-> (magnesium ammonium fosfat) karena proteus memiliki enzim urease yang
memecah ureum menjadi amonium sehingga pH menjadi 8-8.5 membuat batu lebih
mudah mengendap
Patogenesis dan patofisiologi

Manifestasi klinis
Sangat bervaruasi, ditentukan oleh intensitas reaksi peradangan, letak infeksi, dan
umur pasien
Pemeriksaan penunjang

Diagnosis
Tatalaksana

Komplikasi
Diare Akut 
Latar belakang
Masih merupakan penyebab utama morbidias dan mortalitas anak di negara
berkembang. Menempati urutan kedua penyakit di pelayanan kesehatan primer.
Sebagian besar penyebabnya disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit namun dapat
disebabkan oleh penyakit lain juga seperti malabsorbsi. ​Sebagian besar self-limitting
→ terapi terfokus mencegah dehidrasi + pastikan asupan nutrisi, cegah asidosis
metabolik karena hilangnya basa.
Diare juga berkaitan erat dengan kurang gizi, setiap episode diare akan menyebabkan
anoreksi dan berkurangnnya daya serap makanan dan memiliki dampak bagi
pertumbuhan dan perkembangan.
Definisi dan klasifikasi
Diare akut adalah buang air besaar lebih dari 3x dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dengan atau tanpa lendir/darah dan berlangsung kurang dari 1 minggu.
Pada bayi yang mendapat ASI → frekuensi akan meningkt 3-4x, namun BB naik
→ bukan diare (​intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna)
Kadang kala bab cair < 3x namun konsistensi cair → sudah dapat dianggap sebagai
diare
Epidemiologi
Di dunia, 17 % kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di indonesia
angka kematian bayi terbanyak sebesar 42% disebabkan oleh diare.
Etiologi dan Faktor risiko
Fekal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau
kontak langsung tangan penderita → 4F (finger, flies, fluid, field).
Faktor risiko:
- Faktor umur → usia dibawah 2 tahun pertama pada 6 - 11 bulan
- Infeksi asimptomatik → seseorang terinfeksi asimptomatik dan membawa kuman
kemana-mana
- Faktor musim → letak geografis (rotavirus senang pada musim dingin). Namun di
indonesia terjadi infeksi rotavirus pada musim kemarau dan diare bakteri pada
musim hujan
- Tidak mendapat ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi
- Air bersih tidak memadai
- Kurangnya sarana kebersihan dan kesling yang buruk
- Penyiapan makanan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
- Gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir
- Faktor genetik
Penyebab utama diare akut adalah proses non-inflammatory dan inflammatory (virus,
bakteri dan parasit)
- Non-inflammatori → enterotoksin → destruksi villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit dan atau translokasi bakteri
- Inflammatori → bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.
Di negara berkembang → rotavitus, E. coli enterotoksigenik, shigella, campylobacter
jejuni dan cryptosporidium
Etiologi non-infeksi:
- Kesulitan makan
- Defek anatomis (malrotasi, penyakit hirchspring, short bowel syndrome, atrofi
mikrovilli, striktura)
- Malabsorbsi (defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa-laktosa, sistik fibrosis,
kholetosis, penyakit seliak)
- Endokrinopati
- Keracunan makanan
- Neoplasma
- Lain-lain seperti infeksi non gastrointestinal dan alergi susu sapi, pelagra
Patogenesis dan patofisiologi
INFEKSI VIRUS
Virus menyebabkan diare pada manusia secara selektf menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung villus pada usus halus → infiltasi sel bundar pada lamina
propia. Villus usus akan terganggun sehingga fungsi penyerapan akan terganggu.
Sel yang hancur akan diganti enterosit muda yang belum fungsional sepenuhnya →
villus akan mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan
baik → ​makanan dalam lumen usus meningkatkan tekanan osmotik →
menyebabkan hiperperistaltik usus sehingga ciaran beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus → diare osmotik dari penyerapan air dan
nutrien yang tidak sempurna.
Enterosit villus bagian atas → sel sel terdiferensiasi dgn fungsi hidrolisis
disakardia dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit
Enterosit bagian kripta (bawah) → sel yang tidak terdifferensiasi, tidak punya
enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi air dan elektrolit
Jika virus menyerang bagian atas dari enterosit → maka akan terjadi
ketidakseimbangan rasio sekresi dan penyerapan serta malabsorpsi karbohidrat
kompleks terutama laktosa. (​ini sebabnya pasien dgn GEA pake susu LLM) →
intoleransi laktosa
Enteritis virus sangat memperbesar permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen
dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan
INFEKSI BAKTERI
Terjadi karena mengenai transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca
dependen. Patogenesis tiap bakteri berbeda namun prinsipnya sama → ​invasi ke sel
usus halus DAPAT MENYEBABKAN REAKSI SISTEMIK.
Toksin shigella dapat masuk kedalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu:
1. Gangguan proses absorbsi
2. Gangguan proses sekresi
Terdapat beberapa beberapa pembagian diare:
1. Menurut etiologi
2. Mekanisme gangguan
a. Absorbsi → Diare akibat gangguan absorbsi yaitu volume cairan yang
berada di kolon > kapasitas absorbsi (akibat usus halus absorbsi menurun
atau sekresi bertambah) apabila usus halus normal → kolonnya absorbsi
berkurang atau sekresi di kolon meningkat
b. Gangguan sekresi
3. Lamanya diare
a. Akut jika < 14 hari
b. Kronik jika > 14 hari dengan etiologi ​non infeksi
c. Persisten jika > 14 hari dengan etiologi ​infeksi

Diare gangguan absorbsi atau diare osmotik


Terjadi akibat penurunan fungsi absorbsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue
(galaktosa malah nyebabin kerusakan dari lapisan GIT) atau karena
1. Konsumsi magnesium hidroksida (narik cairan)
2. Defisiensi sukrase-siomaltase → defisiensi laktase pada naak yang lebih besar
3. Ada bahan yang tidak diserap dan hipertonis seperti jus buah, karbohidrat atau
sorbitol.
Diare akibat malabsorpsi umum
Akibat short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino dan
monosakrida → peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel akibat
virus atau kuman seperti salmonella, shigella atau kampilobakter → malabsorbsi
Atrofi lumen usus → menyebabkan malabsorbsi umum
Perubahan faal membran brush border tanpa kerusakan susunan anatomi mukosa →
menyebabkan malabsorbsi juga (​giardiasis, e.coli enteroadheren)
Gangguan atau kegagalan eksresi pankreas → gangguan pemecahan kompleks
protein, karbohidrat, trigliserid → maldigesti, malabsorbsi → ujung2nya baru diare
osmotik. ​Steatorrhea → sekresi Cl- sehingga diare akibat malabsorbsi karbohidrat
oleh kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan
definisensi congenital laktase.

Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik


Hiperplasia kripta → sekresi intestinal dan diare → menyebabkan atrofi vili
Bahan kimia dan enterotoksin dapat menyebabkan sekresi luminal. Pikirkan E. coli dan
cholera.

Manifestasi klinis
Anamnesis:
- Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi tinja,
lendir dan darah dalam tinja
- Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
- Jumlah cairan yang masuk selama diare
- Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, konsumsi makanan
yang tidak baisa
- Penderita diare di sekitanya dan sumber air minum
- Kram perut dan muntah
- Tanyakan pipisnya bagaimana ? masih keluar? Volume? Pekat?
- Tanyakan penyakit lain seperti → batuk, pilek, otitis media dan campak
Perhatikan kehilangan air akan bertambah apabila terjadi demam. Dehidrasi dan
asidosis metabolik serta hipokalemia dapat terjadi. (dehidrasi dapat terjadi hipertonik
maupun hipotonik).
Infeksi ekstraintestinal yang dapat berkaita dengan bakteri enterogen yaitu
vulvovaginitis, ISK, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia, hepatitis,
peritonitis dan septik thrombophlebitis. Gejala neurologik seperti paresthesia hipotoni
dan kelemahan otot dapat terjadi.
Manifestasi Etiologi

Reactive arthtritis Salmonella, shigella, yersinia,


campylobacter, clostridium defficile

GBS Campylobacter

GN Shigella, campylobacter, salmonella

IgA nephropathy Campylobacter

Erythema nodosum Yersinia, campylobacter, salmonella

Hemolytic anemia Campylobacer, yersinia

HUS Shigella dysentrie, E.coli

Jika demam → dehidrasi / sistemik akibat inflammatori


Tenesmus → kena rektum atau bagian abwah
Mual muntah merupakan gejala nonspesifik aibat enterik virus, bakteri yang
memproduksi enterotoksin , giardia dan cryptosporidium
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare dan jika + subferbris, nyeri perut
umbilikal tidakb erat, watery diarea → saluran cerna bagian atas

Gejala Rotavirus Shigella Salmonne ETEC Eiec Kolera


lla

Masa 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
tunas

panas + ++ ++ - ++ -

Mual Sering jarang Sering + - sering


muntah

Nyeri Tenesmu Tenesmu Tenesmu Tenesmu Kramp


perut s s kramp s Kolik s kramp

Nyeri - + + - - -
kepala

Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit

Sifat tinja

Volume sedang sedikit sedikit banyak sedikit banyak

Frekuensi sedang > 10x/hari sering seromg sering terusmen


erus

Konsisten cair sering lembek cair lembek cair


si

Darah - -/+ kadang - + -

bau Langu busuk + tidak Amis khas


(tembaka
u
kering/ket
ela
mentah)

warna kuning-hij merah-hij kehijauan Tak merah-hij Seperti air


au au berwarna au cucian
beras

leukosit - + + - - -

lain-lain anoreksia kejang sepsis meterois Infeksi


mus sistemik

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran dan tanda vital
Tanda utama: (​cuma 3 aja yg utama, penting untuk diingat)
- KU gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma
- Rasa haus
- Turgor abdomen menurun
Tanda tambahan:
- Ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir mulut lidah
- Berat badan
- Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit seperti nafas cepat
dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau
hipernatremia)
Penilaian derajat dehidrasi

Indikator Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi berat

Tanda utama dan Tidak ditemukan 2 utama 2 2 utama 2


tambahan tambahan tambahan

Keadaan umum Baik, sadar Rewel, gelisah Letargis, koma

Ubun-ubun, air Tidak cekung, air Sedikit cekung, Cekung, tidak adad
mata, mukosa mata masih ada, sisanya berkurang
mulut, bibir mukosa tidak
kering

Turgor abdomen, Baik, normal Kurang, akral Sangat kurang,


bising usus hangat akral dingin

defisit < 5% 5-10% > 10 %

Pemeriksaan penunjang
Lab lengkap pada umumnya tidak dibutuhkan, kecuali pada keadaan tertentu yang
membutuhkan pengetahuan mengenai penyakit dasarnya saja.
Pemeriksaan lab yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, fungsi ginjal, glukosa darah
Urine : urine lengkap dan kultur test kepekaan terhadap antibiotika

Tinja makro:
Pemeriksaan makroskopik sebaiknya dilakukan pada semua pasien dengan diare
Watery tanpa mucus atau darah → enterotoksin atau virus, protozoa
Darah atau lendir → invasif, sitotoksin, parasit usus (e. Histolytica, b. Coli, t. trichiuria),
darah biasanya bercampur dengan tinja
E. histolytica → darah pada permukaan tinja
EHEC → membuat garis-garis pada tinja
Tinja berbau busuk → ​salmonella, giardia, cryptosporidium dan strongyloides
Leukosit pada tinja → ​bakteri invasif atau bakteri yang memproduksi sitotoksin

Tinja mikro:
Leukosit sbg respon thdp inflammasi pd kuman invasif/ produksi sitotoksin → shigella,
salmonella (sel PMN), c. jejuni, EIEC, C. defficile, Y. enterolytica.
Pitfall → tidak semua kolitis trdpt leukosit → e. Histolytica cenderung normal,
tropozoit ketemu di tinja cair, kista pada tinja berbentuk
Cek kultur tinja jika → diare lebih > 1 minggu atau jika pasen immunocompromised,
atau jika pasien HUS, diare dengan tinja darah dan bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
Diagnosis
Berdasarkan anam, pf, penunjang (FL jgn lupa kerjakan pada pasien dgn diare)
Tatalaksana
5 pilar lintas diare
1. Rehidrasi dengan oralit
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut
3. Asi dan makanan tetap dilanjutkan
4. Antibiotik sesuai indikasi
5. Edukasi kepada orang tua.
Rehidrasi → cairan disesuaikan dengan oralit osmolaritas lebih rendah, mengurangi 20
% pengeluaran tinja dan kejadian muntah 30%.

Oralit baru osmolaritas rendah mmol/Liter

Natrium 75

klorida 65

Glukosa, anhydrous 75

kalium 20
Sitrat 10

Total osmolaritas 245

Penggunaan oralit oral:


1. Beri ibu 2 bungkus ​new oralit
2. Larutkan 1 bungkus dalam air 1 liter, untuk 24 jam
3. Setiap anak mencret
a. < 2 thn : 50-100 ml tiap kali bab
b. > 2thn : 100-200 ml tiap kali bab
4. Buang air jika > 24 jam.
Kalo menurut PPM IDAI:
Tanpa dehidrasi
- NEW ORALIT 5-10 ml/kGBB setiap diare cair, < 1 thn berikan 50-100 ml, jika
1-5 thn berikan 100-200 ml dan umur diatas 5 tahun semaunya, asi dan cairan
lainnya diberikan
- Pasien dapat dirawat dirumah kecuali mual muntah terus menerus, diare frekuen
dan profus
Dehidrasi ringan-sedang:
- Cairan rehidrasi oral hipoosmolar diberikan sebanyak 75 ml/kgBB dalam 3 jam +
5-10 ml/kgBB setiap BAB cair
- Indikasi IV → muntah terus menerus/ tdk bisa per oral walau sudah pasang
NGT. ​jenis cairan → ringer laktat atau KaEN 3B/ NaCl dihitung berdasarkan
berat badan.
3-10 KG → 200 ml/kgBB/hari
10-15 kg → 175 ml/kgBB/hari
>15 kg → 135 mL/kgBB/hari
- Stop jika cairan berlebihan seperti kelopak mata bengkak, hentikan sementara,
berikan lagi jika sudah tidak bengkak atau diberikan sementara air putih atau air
tawar
Dehidrasi berat
- Cairan rehidrasi parenteral dengan RL atau RA total 100 ml/kgBB
- Cara pemberian sebagai berikut
- < 1 thn 30 ml/kgBB pertama → dalam 1 jam, 70 ml/kgBB dalam 5 jam
- > 1 thn 30 ml/kgBB pertama → dalam ½ jam, 70 ml/kgBB dalam 2 ½ jam
- Cairan per oral jika pasien sudah mau makan dan minum, 5 ml/kgBB
selama proses rehidrasi
- Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak, evaluasi perbaikan klinis
untuk tentukan rencana terapi menjadi dehidrasi sedang atau tanpa
dehidrasi

Zinc → menurunkan durasi serta mortalitas dan morbiditas akibat diare.


Dosis :
● Anak dibawah umur 6 bulan → 10 mg (½ tablet) per hari
● Anak diatas 6 bulan → 20 mg (1 tablet) per hari
● Diberikan 10 hari
Medikamentosa → tidak boleh diberikan obat anti diare
- Antibiotik diberikan jika terdapat indikasi misalnya disentri atau kolera. Dapat
menggunakan kotrimoksasol sebagai lini pertama, lini ketiga gunakan sefiksim.

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif

Kolera Tetrasiklin 12.5 mg/kgBB, Erithromisin 12.5 mg/kgBB


4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari

Shigella Dysentri Ciprofloxacin Ceftriaxone 50-100 mg, 1x


15 mg/kkgBB 2x sehari / hari IM selama 2-5 hari
selama 3 hari

Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB


3x sehari selama 5 hari
Giardiasis Metronidazole 5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

- Metronidazole dosis 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis untuk amuba vegetatif


(PPM)
- Dosis domperidone untuk px muntah → 0.2 - 0.4 /kgBB per hari per oral
- Obat antidiare tidak dianjurkan
Koreksi asam basa dan elektrolit
Hipernatremia ( > 155 mEq/L)
Berikan D5% ½ salin → tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari bisa edema otak

Hiponatrema (Na < 130 mEq)


Rumus koreksi → 125 - Na serum x 0.6 x berat badan → diberikan dalam 24 jam

Hiperkalemia ( K > 5 meq)


Ca glukonas 10% sebanyak 0.5-1 ml/kgBB IV dalam 5-10 menit → pantau EKG

Hipokalemia
Jika 2.5- 3.5 maka berikan KCL 75 mEq/kgBB oral per hari dibagi 3 dosis
Jika < 2.5 mEq maka berikan KCL drip IV dengan dosis
- 3.5 - kadar K terukur x BB x 0.4 + 2 meq/kgBB/24 jam diberikan selama 4 jam
pertama
- 3.5 - kadar K terukur x BB x 0.4 + ⅙ x 2 meq/kgBB/24 jam diberikan dalam 20 jam
Edukasi
1. Makan buah2an terutama pisang
2. Makanan dinerikan sedikit-sedikit tapi sering
3. Pedas, asam, lemak jangan diberikan → membuat diare bertambah berat
Komplikasi
Elektrolyte imbalance → kejang
Shock hipovolemik
Sepsis
Kejang Demam (PPM dan Konsensus KD IDAI 2016) 

Definisi dan klasifikasi


Kejan demam → bangkitan kejang yang terjadi pada anak ​usia 6 bulan sampai 5
tahun ​yang mengalami kenaikan suhu ​diatas 38 C ​dengan ​metode pengukutan
apapun ​yang tidak disebabkan oleh ​proses intrakranial​.
(ga boleh ada gangguan SSP, gangguan elektrolit atau metabolik lain.)
Keterangan (konsensus IDAI):
- Jika ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, maka bukan kejang demam
- Anak usia 1-6 bulan bisa KD namun jarang sekali, jika kurang dari 6 bulan
pikirkan dulu kemungkinan lain
KD dibagi menjadi :
- KD sederhana
- KD kompleks
Ingat ! kejang dibagi berdasarkan durasi, bentuk kejang dan frekuensi !
(konsensus KD IDAI)

KD sederhana apabila:
- Berlangsung singkat kurang dari 15 menit
- Kejang umum
- Tidak ada serangan ulangan dalam waktu 24 jam
Merupakan 80% bentuk dari kejang demam
Biasanya kejang berhenti kurang dari 5 menit

Kejang kompleks apabila:


- Kejang lama lebih dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial
- Berulang lebih dari 1x dalam 24 jam
Kejang lama > 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2x dan diantara bangkitan
kejang anak tidak sadar → kejang lama terjadi pada 8% kejang demam
Kejang berulang terjadi pada 16% anak kejang
Epidemiologi
KD terjadi pada 2-5 % anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun
Etiologi dan Faktor risiko
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah: (Riwayat keluarga, usia, suhu, interval dan jenis kejang
pertama)
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 C ketika kejang mucul
4. Interval antara demam dan kejang sangat singkat
5. Kejang demam pertama terjadi KD kompleks
Bila terdapat semua faktor maka kemungkinan kejang ulangan 80%, jika tidak ada
hanya 15%.

Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari:


1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada ​orangtua atau saudara kandung
4. KD sederhana yang terjadi berulang 4 episode atau lebih dalam 1 tahun.
Masing-masing faktor meningkatkan risiko kemungkinan terjadi epilepsi sampai 4-6 %,
kombinasi dari semua faktor risiko tersebut akan meningkatkan risiko epilepsi menjadi
10-49%. ​Pemberian obat rumatan tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi pada
kasus KD ​.

Patogenesis dan patofisiologi


Diperkirakan terjadi interaksi 3 faktor sebagai penyebab yaitu:
1. Imaturitas otak dan termoregulator
2. Demam meningkatkan kebutuhan oksigen
3. Predisposisi genetik > 7 lokus kromosom
Oleh sebab itu, faktor keluarga berperan penting dalam terjadinya kejang demam
Manifestasi klinis
Anamnesis:
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran dan lama kejang
- Suhu sebelum dan sesudah kejang
- Frekuensi kejang dalam 24 jam, pasca interval sadar?
- Penyebab demam diluar infeksi susunan saraf pusat (biasanya → ISPA,
ISK/otitis media akut, dll)
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak → hipoksemia, asupan yang kurang
dapat menyebabkan hipoglikemia)
Pemeriksaan fisik:
- Kesadarn → penurunan kesadaran?
- Suhu tubuh → demam?
- Tanda rangsang meningeal → kaku kuduk, brudzinski group dan lasseque dan
kernicke
- Pemeriksaan nervus kranial
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial → UUB membonjol, papil edema
- Tanda infeksi diluar SSP
- Pemerksaan neurologi standard !
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada anak dengan kejang
demam, tetapi dapat digunakan untuk mengevaluasi sumber infeksi dan penyebab
kejang demam.
- Darah lengkap
- Elektrolit
- Gula darah
Pungsi lumbal dilakukan untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis →
tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia dibawah 12 bulan dengan klinis baik
(konsensus KD IDAI 2016) namun menurut PPM, dibawah 12 bulan sangat dianjurkan.
12-18 bulan dianjurkan, > 18 bulan tidak rutin dilakukan
Indikasi LP
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Kecurigaan infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan PF
3. Dipertimbangkan pada anak dengan KD yang mendapat antibiotik karena dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
EEG tidak diperlikan untuk KD kecuali bangkitan bersifat FOKAL ! (Konsensus UKK
neurologi IDAI 2016 diambil dari konsensus kejang demam IDAI).
EEG →
- digunakan hanya pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus di otak
yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut !
- Pada anak dengan kejang demam kompleks berusia > 6 tahun
- Kejang demam fokal
MRI dan CT-scan dilakukan apabila:
1. Kelainan neurologis fokal yang menetap seperti hemiparesis atau paresis nervus
kranialis
2. Kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali dan spastisitas)
3. Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil)
Diagnosis

Tatalaksana
Pada umumnya kejang akan berhenti dalam waktu 4 menit.
Bila kejang masih berlangsung: ​paling cepat diazepam IV
1. Berikan diazepam IV dengan dosis 0.2 - 0.4 mg/kgBB maksimal 10 mg dalam
kecepatan 2 mg/menit atau dalam 3-5 menit
2. Diazepam rektal dapat diberikan jika dirumah dengan dosis 0.5 - 0.75 mg/kgBB
atau 5 mg untuk pasien < 12 kg dan 10 mg untuk pasien > 12 kg → dapat
diulang lagi jika masih kejang ​dengan interval 5 menit. ​Sudah diberikan
diazepam 2x masih kejang maka segera bawa ke RS → masih kejang maka
masuk algoritma status epileptikus
Pemberian obat saat demam
1. Antipiretik tetap diberikan dengan dosis parasetamol 10-15 mg/kgBB per kali
setiap 4-6 jam
2. Ibuprofen 5-10 mg/kali 3-4x per hari
Pemberian antikonvulsan intermiten → diberikan hanya pada saat demam
1. Kelainan neurologis berat seperti CP
2. Berulang > 4x dalam 1 tahun
3. Usia < 6 bulan
4. Bila kejang terjadi kurang dari < 39 C
5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat
Obat yang diberikan sebagai antikonvulan intermitten (INDIKASI PAS RAWAT)​:
1. Diazepam oral 0.3 mg/kgBB/kali setiap 8 jam atau rektal 0.5 mg/kg/kali (5 mg
untuk bb < 12 kg dan 10 mg untu BB > 12 kg) sebanyak 3x per hari dengan dosis
maksimum diazepam 7.5 mg/kali. Diberikan intermitten selama 48 jam pertama
demam → Side efffect cukup berat yaitu ataksia, iritabilitas serta sedasi. (25-39%
kasus)
Antikonvulsan rumatan diberikan jika (INDIKASI RUMATAN):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kelainan neurologi yang nyata sebelum atau setelah kejang → hemiparesis, todd
paresis, CP, retardasi mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
1. Kejang berulang > 2x/lebih dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
3. Kejang demam > 4x/ tahun
Indikasi rawat pada kejang demam:
- Kejang demam kompleks
- Hiperpireksia
- Usia dibawah 6 bulan
- Kejang demam pertama kali
- Terdapat kelainan neurologis
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan
- Fenobarbital atau ​asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang
- Fenitoin ga dipake yaaa → kata dr irene kerjanya juga lambat
- Penggunaan fenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus.
- Obat pilihan saat ini → ​asam valproat ​→ pada anak usia < 2 tahun dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.
- Dosis asam valproat → 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis
- Fenobarbital → 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis

MERK DAGANG

Phenobarbital​, Luminal, Sibital, Ditalin, Bellapheen, Coritrat, Halfiflu Forte C Luminal,


Piptal Pediatric Drops, Proflugon

Kandungan

● Phenobarbital / Fenobarbital​ ​Tablet​ 30mg


● Phenobarbital / Fenobarbital Tablet 50mg
● Phenobarbital / Fenobarbital Tablet 100mg
● Phenobarbital / Fenobarbital Cairan​ ​Injeksi​ 100mg/ml

Komplikasi dan prognosis


Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kecacatan sebagai komplikasi KD
tidak pernah dilaporkan. Tumbuh kembang dilaporkan normal.

Vaksinasi (khusus buat kesukaannya dr irene)


Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak dengan
riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.

Relative Risk risiko kejang demam terkait vaksin dengan KD tidak terkait vaksin adalah
1,6 (IK 95% 1,27 sampai 2,11)

Angka kejadian KD pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang
divaksinasi(dr irene sukanya 9,9% px demam pasca dpat)

Sedangkan MMR adalah 25-34 kasus per 100.000

Pada keadaan tersebut dianjurkan pemberian diazepam intermiten dan parasetamol


profilaksis.
Sepsis pada bayi baru lahir 
Latar belakang
Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi
dalam satu bulan pertama kehidupan.
Definisi dan klasifikasi
Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining dan
pengelolaan faktor risko perlu dulakukan, tatalaksana langsung diberikam tanpa
menunggu hasil kultur:
● Early onset sepsis timbuk dalam 3 hari pertama, gangguan multisistem dengan
gejala pernafasan ​yg menonjol. Onset cepat, cepat menjadi syok, mortalitas
tinggi
● Late onset sepsis timbul setelah 3 hari biasanya 7 hari, sering ditemukam fokus
infeksi biasanya meningitis
● Sepsis nosokomial, ditemukan pada bayi risiko tinggi yanh dirawat dan
berhubungan dengan monitor invasif dan berbagai teknik yg digunakan di ruang
rawat intensif
Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air
kemih.
Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu:
- Sepsis awitan dini (umur dibawah 3 hari) → disebabkan oleh transmisi vertikal
karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau
kelahiran
- Awitan lambat → terjadi disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di
sekitar bayi setelah hari ke 3 lahir → infeksi nosokomial
Sepsis merupakan sindrom inflamasi sistemik yang terjadi akibat infeksi virus, jamur
ataupun parasit
Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular dan
gangguan napas akut atau terdapat gangguan 2 organ lain

Syok sepsis terjadi ketika bayi masih dalam keadaan syok walaupun telah mendapat
cairan yang adekuat

Sindroma disfungsi multiorgan terjadi apabila bayi tidak mampu mempertahankan


homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.

Hati-hati karena sepsis bisa asimtomatik pada bayi baru lahir → gambaran juga
bisa tidak spesifik

Epidemiologi
● 1 - 8 di antara 1000 kelahiran
● 13 - 27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat < 1500 gr
● Mortalitas 13- 25%
● Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembagn cukup tinggi
(1.8-18/1000) dibanding dengan negara maju (1-5 /1000 kelahiran).
● Risiko sepsis bayi laki-laki > bayi perempuan
● Bayi kurang bulan
● BBLR (< 1000g → risiko 26/1000 kehamilan), 1000-2000g angka kejadian 8-9
perseribu kelahiran
● Secara nasional angka kejadian/insidensi sepsis neonatal belum ada (UKK)
● Di RS cipto mangunkusumo
● Angka kejadian mencapai 13.7% dan angka kematian mencapai 14%

Etiologi dan Faktor risiko


Di negara berkembang sering disebabkan oleh:
- Enterobacter sp
- Klebsiella sp
- Coli sp
Di amerika utara dan negara berkembang:
- streptokokus grup b
- Coli sp ​sedikit
- Listeria sp ​sedikit
- Enterovirus ​sedikit

Angka kematian yang disebabkan oleh streptokokus grup B ternyata lebih rendah
dibandingkan dengan penderita kuman gram negatif (UKK neonatologi)
Kecurigaan besat infeksi apabila
● Bayi umur kurang dari 3 hari
○ Riwayat ibu dengan infeksi rahum, ibu demam tinggi, ibu KPD
○ Bayi memiliki 2 gejala kategori A atau 3 kategori B
● Bayi berusia lebih dari 3 hari
○ Bayi memiliki 2 atau lebih temuan kategori A atau 3 kategori B
Patogenesis dan patofisiologi
Selama kandungan terdapat beberapa faktor protektf seperti:
1. Plasenta
2. Cairan amnion
3. Selaput amnion
4. Khorion
Kontaminasi kuman terjadi melalui:
1. TORCH, triponema pallidum atau listeria menembus sawar plasenta
2. Prosedur obstetri yang tidak memperhatikam faktor septik aseptik
3. Ketuban pecah maka akan berperan terjadi infeksi janin akibat kuman di vagina
lalu kolonisasi di saluran cerna atau saluran pernafasan, ​risiko tinggi jika KPD
lebih dari 18-24 jam
Jika kontaminasi terjadi pasca persalinan maka risikonya terjadi sepsis awitan lambat.

Sepsis = inflammasi → koagulopati + fibrinolisis → gangguan sirkulasi dan perfusi

Mengapa pada bayi baru lahir gejala tidak khas? Karena sistem imun bayi masih blm
sempurna sehingga manifestasi khas tidak muncul

Khusus bayi baru lahir, perjalanan penuakit sepsis onset dini:


Fetal inflammatory response system → sepsis → sepsis berat → syok sepsis →
disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian

Firs terjadi sebagai respons fetus trdhp infeksi pada intra uterine akibat ascending
infection maupun penyebaran hematogen.

Definisi sepsis neonatal ditegakkan apabila ditemukan keadaan firs/sirs yang


dipicu oleh infeksi baik tersangka (suspected) infeksi atau terbukti infeksi
(proven).

Jika onset awitan lambat, maka tidak terdapat perbedaan dengan klinis sepsis pada
anak.

IL 4 dan 10 sebagai supresi sistem imun mencegah reaksi berlebihan


Manifestasi klinis
Pada BBL → sangat bervarasi (lihat bagian diagnosis) sehingga sulit untuk ditegakkan.
Oleh sebab itu penting untuk menilai faktor risiko, gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
● Ibu mengalami infeksi intrauterim
● Ibu demam tinggi
● Ibu kpd
● Riwayat persalinan tindakam atau kurang higenis
● Riwayat lahir asfiksia
● Bayi kurang bulan
● Bayi berat lahir rendah
● Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium
● Riwayat bayi malas minum, penyakit memberat
● Bayi lunglai, mengantuk, aktivitas berkurang, iritabel atay rewel, perut kembung
tidak sadar kejang
Pemeriksaan fisik
● Suhu tubuh tidak normal baik hipo maupun hipertermia
● Letargi atau lunglai, mengantuk aktivitas berkurang
● Malas minum setelah sebelumnya minum baik
● Iritabel atau rewel
● Kondisi memburuk secara cepat
Sist. GI
● Muntah diare perut kembung hepatomegali
● Tanda muncul setelah hari ke 4
● Ditemukan hasil kultuf positif
● Agd
● Peningkatan leukosit pada lcs. Jumlah leukosit diatas 20 jika kurang dari 7 hari,
10 jika lebih dari 7 hari, glukosa turun dan protein naik → meningitis yg sesuai
dgn late onset sepsis
● Kadar gula darah hipo atau hiper
● Peningkatan kadar bilirubin
Pemeriksaan penunjang
Indikasi foto thoraks apabila:
● Ditemukan tanda distress nafas
​ itemukan efusi atau konsolidasi bilateral
○ Pneumonia kongenital ​akan d
○ Pneumonia karena infeksi intrapartum akan memberikan gambaran
destruksi bronkopulmonal, atelektasis segmental atau lobaris, gambaran
retikologranular difus seperti HMD dan efusi pleura
○ Pada pneumonia pasca natal gambaran ​sesuai peta kuman setempat
Indikasi ct scan
● Apabila ditemukan defisit neurologis
Septic work up
Jumlah trombosit kuranh dari 100.000 dan terjadi 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis
ditegakkan
Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hitung
trombosit. 60% pasien sepsis disertai perubahan hitung neutrofil.
Rasio neutrofil imatur dan total (rasio I/T) dapat digunakan, namun sensitivitas hanya
60-90%.
CRP meningkat pada 50-90% pasien sepsis neonatal,naik dalam 24 jam pasca sepsis
→ peak 2 - 3 hari kemudian menetap sampai infeksi teratasi
Diagnosis
Biakan darah masih merupakan baku emas dalam diagnosis sepsis.
Hasil biakan baru ditemukan 3-5 hari
1 ml darah sensitifitas 30-40%
3 ml darah sensitifitas 70-80%
Pemeriksaan crp, rasio I/T tidak spesifik dan tidak dapat digunakan sebagai patokan
tunggal
Diagnosis juga sulit karena gejala klinis tidak khas. Dalam menentukan diagnosis
diperlukan berbagai informasi antara lain:
- Faktor risiko
- Gambaran klinik
- Pemeriksaan penunjang
Ketiganya diperlukan guna menghadapi pasien karena salah satu saja tidak dapat
menegakkan diagnosis pasien.
Pada onset dini → 3 hal yang harus diperhatikan
- Masa kehamilan
- Masa persalinan
- Masa kelahiran
Pada sepsis awitan dini faktor risiko dikelompokan menjadi faktor ibu dan faktor bayi

Faktor ibu Faktor bayi

Persalinan dan kelahiran kurang bulan Asfiksia perinatal

KPD 18-24 jam Berat lahir rendah

Chorioamnionitis Bayi kurang bulan

Persalinan dengan tindakan Prosedur invasif

Demam pada ibu > 38.4 C Kelainan bawaan

Infeksi saluran kencing pada ibu

Faktor sosio ekonomi dan gizi ibu

Sepsis awitan lambat terjadi karena sumber infeksi berasal dari lingkungan tempat
perawatan pasien. Keadaan ini sering diteumkan pada:
- Ruang intensif BBL
- Bayi kurang bulan yag mengalami lawa masa perawatan
- Infeksi nosokomial
- Infeksi silang dari bayi lain
- Infeksi dari tenaga medis

Tampilan klinis BBL dengan sepsis awitan dini:


Takikardia → lahir dengan asfiksia sehingga memerlukan resusitasi karena nilai apgar
rendah → setelah lahir maka akan tampak hipo/hiperthermia → hipo/hiperglikemia (hipo
lebih sering) → gangguan fungsi organ tubuh.
Mediasi TNF-Alpha terhadap PAI-1 :
Efek dari aktivasi PAI-1 oleh TNF-Alpha menyebabkan gangguan koagulasi darah.
Pikirkan gangguan koagulasi darah (fibrinolisis terganggu pada kasus sepsis) →
menyebabkan hiperkoagulasi dan sumbatan pada pembuluh darah (gagal ginjal)

Gangguan fungsi organ yang terganggu:


- Sistem saraf pusat → letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah (high-pitched
crying), bayi iritabel serta mungkin disertai kejang
- Sistem kardiovaskular → hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin
- Sistem hematologik
- Gastrointestinal
- Pernafasan → merintih, aptnu, takipnu, retraksi
- Kuning
Tatalaksana
Pasien dugaan sepsis
Pengobatan dilakukan berdasarkan temuan yang berhubungan dgn sepsis.
Kecurigaan besar sepsis
● Antibiotik awal diberikan ampisilin dan gentamisin (kombinasi). Apabila setelah
48 jam twtap menunjukkan tanda infeksi maka ganti ampisilin menjadi cefotaksim
dan pertahankan gentamisin
● Pada sepsis nosokomial antibiotik sesuai pola kuman setempat
● Jika meningitis antibiotik tetap diberikan ssesuai dosis meningitis selama 14 hari
untuk gram positif san 21 hari untuk gram negatif
● Lanjutkan terapi berdasarkan kultur dan follow up crp serta gejala klinis.
Respirasi dan KV
● Ventilator sesuai indikasi
● Pasang jalur IV dan berikan cairan dengan dosis rumatan serta lakukan
pemantauan tekanan darah dan perfusi jaringan untuk mencegah terjadinya
syok.
● Gangguan perfusi → Nacl fisiologis, darah atau albumin sebanyak 10 ml/kgBB
dalam waktu setengah jam dapat diulang 1-2x.
● Dopamin dan dobutamine sesuai indikasi
Nutrisi yang adekuat juga harus diperhatikan
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal
Pemberian antibiotik empiris dapat diberikan
● Ampisillin
● Kloksasilin
● Vankomisin
● Aminoglikosid
● Sefalosporin
Lama pengobatan 10-14 hari untuk gram positif, 2-3 minggu untuk gram negatif

Komplikasi
Diare kronik 
Latar belakang
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia.
Menyebabkan angka kematian sebesar 1,6-2,5 juta setiap tahunnya, penyebab
kematian ⅕ dari seluruh penyebab kematian.
Penurunan mortalitas sebagai salah satu wujud keberhasilan ORS
Definisi dan klasifikasi
Definisi diare adalah peningkatan frekuensi pengeluaran tinja dengan konsistensi lunak
atau lebih cair dari biasanya, terjadi paling sedikit 3x dalam 24 jam.
Definisi lain adalah keluarnya tinja > 10g/kg/24 jam. Rata2 normalnya 5-10 g/kg/24 jam.
Diare persisten jika etiologi dasar infeksi
Diare kronis jika etiologi dasar non-infeksi
Epidemiologi
Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita.
Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang 7-15% setiap tahun dan
menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari keseluruhan kematian akibat diare.
Prevalensi diare persisten/kronis sebesar 0.1% dengan angka kejadian tertinggi pada
anak-anak berusia 6-11 bulan
Etiologi dan Faktor risiko
Penyebab diare kronik pada negara maju
● Intoleransi protein susu sapi/kedelai (pada anak usia < 6 bulan dan kadang
disertai tinja berdarah)
● Celiac disease → ​gluten-sensitive enteropathy
● Cystic fibrosis
Penyebab diare persisten di negara berkembang lebih sering ditemukan etiologi infeksi,
biasanya kuman penyebab adalah
● Salmonella
● E coli
● Entamoeba histolytica
● S. aureus
● Mixed infection
Rotavirus dan diare persisten tidak ada data.

Patogenesis dan patofisiologi


2 faktor utama diare kronis:
1. faktoe intraluminal → gangguan hepar, pankreas, brush border
2. Faktor mukosal → integritas membran mukosa (alergi susu sapi dan intoleransi
mukosa) atau gangguan fungsi transport protein (gangguan ion natrium -
nitrogen dan klorida bikarbonat)
Mekanisme dibagi menjadi 5:
1. sekretorik → peningkatan sekresi cl- akibat mediator intraselluler. ​Tanda khas :
diare > 200ml/24 jam, konsistensi tinja sangat cair, konsentrasi na dan cl >
70meq dan tidak respon thdp penghentian makanan​. cth → vibio cholerae
2. Osmotik akibat kegagalan proses pencernaan dan atau penyerapan nutrien
dalam usus halus sehingga zat tersebut akan langsung memasuki colon. cth →
intoleransi laktosa menyebabkan laktosa terbawa hingga kolon dan fermentasi
membentuk laktan dan ​asam laktat (iritasi dari anus) ​tanda khas → ph < 5
serta diare berhenti pasca konsumsi makanan pencetus dihentikan
3. Mutasi protein transport apikal → congenital chloride diarrhea menyebabkan
gangghan sekresi cl dan retensi hco3 menyebabkan alkalosis
4. Pengurangan luas permukaan anatomi → necrotizing enterocollitis, volvulus,
atresia intestinal, penyakit crohn, short bowel syndrome. Hilanh cairan serta
malabsorbsi makro dan mikronutrien
5. Perubahan motilitas usus → DM akibat neuropati otonom
Manifestasi klinis
Manifestasi lebih sering bab cair dibandingkan disentriform. Malnutrisi juga
menyebabkan diare kronik. Gejala penurunan nafsu makan, muntah, demam, adanya
lendir dan gejala flu lebih sering ditemukan pada pasien dengan diare persisten
dibandingkan diare akut.
Anamnesis
● Perjalanan penyakit diare dan frekuensi
● Riwayat pemberian makanan atau susu
● Ada tidaknya darah dalam tinja anak
● Riwayat pemberian obat
● Penyakit sistemik
Pemeriksaan fisik
● Penilaian status dehidrasi
● Status gizi
● Perkemhangan anak
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
- Darah lengkap
- Elektrolit
- Ureum darah
- Fungsi hati
- B12, folat, kalsium, feritin
- Laju endap darah
- Protein c reaktif
Diagnosis

Tatalaksana
1. penilaian status awal dan lakukan resusitasi dan stabilisasi. Diare persisten
sering menyebabkan gangguan elektrolit serta asam basa, pemberian antibiotik
spektrum luas dapat dipertimbangkan apabila tampak gambaran infeksi sistemik
2. Pemberian nutrisi harus adekuat dengan kebutuhan kalori 100 kcal/kg/hqri dan
protein 2-3 gram/kg/hari. Pemberian mikronutriem juga dapat diberikan seperti
zinc, vitamin a dan besi. As folat 50 mcg, zinc 10 mg, vit a 400 mcg, zat besi 10
mg, tembaga 1 mg, magnesium 80 mg
3. Probiotik dapat diberikan untuk mencegah antibiotik associated diarrhea
4. Tempe
Terapi farmakologis:
● Antibiotik rutin tidak dianjurkan
● Jika ditemukan darah dalam tinja maka dapat diberikan antibiotik untuk shigella
(cipro atau ceftriaxone). metronidazole 50 mg/kg dalam 3 dosis jika curiga
amoeba. 2 antibiotik berbeda daoat diberikan jika shgelossis tidak perbaikan dgn
antbiotik 1 jenis.
Follow up dilakukan untuk memantau tumbuh kembang dan perbaikan terapi. Berikut
adalah tanda dari kegagalan pemberian nutrisi:
- Bb tidak naik dalam 7 hari
- Kembalinya atau meningkatnya frekuensi bab
- Tanda tanda dehidrasi
Komplikasi
Anemia Defisiensi Besi 
Latar belakang
Paling sering ditemukan dan disebabkan oleh kurangnya asupan hewani atau infeksi
cacing. Zat besi diperlukan untuk pembentukan Hb, Sintesis Neurotransmiiter maupun
metabolisme.
Pada pasien dengan ASI eksklusif → hanya memenuhi kebutuhan asupan besi selama
6 bulan pertama. Sisanya dicukupkan dengan kebutuhan dari MPASI atau susu
formula. ​Hal ini disebabkan oleh kandungan besi pada ASI lebih sedikit, namun
penyerapan jauh lebih efektif ketimbang kandungan besi pada susu formula.
Besi disimpan dalam 3 tempat yaitu:
1. 67% pada Hb
2. 30% pada ferritin/hemosiderin
3. 3% pada mioglobin
Cara penyerapan besi → non heme (90%) dan heme (10%) yang diserap langsung
Penyerapan utama besi terjadi di ​duodenum.
Definisi dan klasifikasi
Dokter irene membagi klasifikasi anemia menjadi 5 besar yaitu:
1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia aplastik
3. Anemia keganasan
4. Anemia defisiensi besi
5. Anemia penyakit kronis
Epidemiologi

Etiologi dan Faktor risiko


Defisiensi besi terjadi karena beberapa hal yaitu
1. Kebutuhan fisiologis yang meningkat secara cepat
a. Pertumbuhan cepat → usia 1 tahun dan masa pubertas
b. Menstruasi
2. Kurangnya besi yang diserap
a. Makanan tidak adekuat
b. Malabsorbsi
3. Perdarahan dan kehilangan darah (1 ml → hilang besi 0.5 mg)
a. Saluran cerna
b. Milk induced enteropathy
c. Ulkus peptikum
d. Obat-obatan
e. Infeksi cacing
4. Transfusi feto-maternal → muncul saat neonatus
5. Hemoglobinuria → paroxysmal neonatal hemoglobinuria
6. Iatrogenic blood loss akibat pengambilan darah vena
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
8. Latihan yang berlebihan dapat menyebabkan occult GI bleeding akibat iskemia
Patogenesis dan patofisiologi
Keseimbangan negaitf yang berkepanjangan menyebabkan cadangan besi berkurang.
Terdapat 3 tahap defisiensi besi: (cadangan habis, ga cukup untuk produksi, baru
manifestasi klinis muncul)
1. Iron storage deficiency → ditandai dengan menurunnya serum ferritin saja, ​Hb
dan protein besi normal, absorbsi meningkat.
2. Iron deficient erythropoietin → cadangan besi tidak cukup untuk erythropoiesis
a. Serum Fe menurun
b. Saturasi transferrin menurun
c. TIBC meningkat
d. Free erythrocyte porphyria meningkat
3. Iron deficiency anemia → mulai tampak perubahan epitel serta MCV mulai turun

Manifestasi klinis
Perlu diperhatikan bahwa manifestasi klinis anemia defisiensi besi sangat lambat dan
sering tidak disadari.
Hb 6-10 → gejala ringan saja → pucat
Hb < 5 → gejala berat → anoreksia dan irritable
Lama-kelamaan akan muncul takikardia, dialtasi jantung dan murmur sistolik.
- Lemah letih lesu lunglai
- Koilonikia, atrofi papil lidah dan perubahan epitel dan mukosa saluran cerna,
dapat muncul postcricoid esophageal weebs
- Termogenesis abnormal
- Daya tahan tubuh menurun dengan fungsi leukosit abnormal
- Limpa dapat teraba dan dapat terjadi pelebaran diploe tengkorak
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
- Hb
- MCV/MCH/MCHC
- Leukosit
- Trombosit
- Index eritrosit
- Retikulosit
- MDT
- Status besi (Fe serrum, TIBC, Sat. transferrin, FEP, ferritin)
- Apus tulang
Temuan abnormal yang mengarah ke IDA:
- Granulositopenia
- MDT → hipokromik, mikroisitik, anisositosis, poikilositosis dgn sel target, sel
pensil,, mikrosit, sel fragmen
- Thrombositosis meningkat 2-4x normal
- Serum FE menurun
- TIBC meningkat → pertanda kadar transferrin dalam darah
- Serum ferritin menurun ( < 10-12 ug/L)
Diagnosis
1. Menurut WHO :
a. Hb < normal sesuai usia
b. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (MCHC) → baru tau gua ada
faedahnya !
c. Kadar Fe serum < 50 ug/dL
d. Saturasi transferrin < 15%
Menurut cook and monsen:
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferrin < 16%
3. Nilai FEP > 100 ug/dL
Cara klinisi → trial perparat besi dulu 6 mg/kgBB/hari → evaluasi 3-4 minggu → jika Hb
naik 1-2 g/dL maka dipastikan anemia defisiensi besi
Diagnosis banding:
1. Pikirkan → thalasemia minor dan penyakit kronis
2. Pikirkan yang lain → lead poisoning, anemia sideroblastik
Cara mudah bedakan ADB dan thalasemia minor → perbandingan jumlah sel eritrosit
meningkat walaupun sudah anemia ringan dan mikrositosis → penanda thalassemia
minor

MCV
------- (DIBAGI)
Jumlah eritrosit apabila hasil < 13 = thalassemia minor, jika > 13 maka ADB

Pada thalasemia minor ditemukan basophilic strippling, bilirubin plasma meningkat dan
HbA2 meningkat
Tatalaksana
Indikasi parenteral apabila → tidak dapat makan dan gangguan pencernaan
Indikasi transfusi:
- Anemia sangat berat
- Infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi
- Hb < 4 g/dL → dosis 2-3 ml/kgBB per 1x pemberian dan berikan diuretik
furosemide
Preparat besi peroral
- Garram ferous lebih baik ketimbang ferri ,SF yang paling sering digunakan
- Dosis pemberian → 4-6 mg besi elemental / kgBB/ hari
- Pemberian ketika perut kosong → 2-3 x/ hari
- Berikan 1 bulan dan anemia akan mulai teratasi → tambah 2 bulan untuk storage
iron
Preparat besi parenteral :
- Iron dextran
- Dosis besi = BB x desired Hb x 2.5
Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai