Epidemiologi
Manifestasi klinis
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Tatalaksana
Komplikasi
Hipertensi pada anak (sumber PKB IDAI jaya & PKB dept. Anak
FKUI)
Latar belakang
Sering ditemukan pada anak dan remaja, merupakan masalah kesehatan yang
bermakna.
Definisi dan klasifikasi
Dipengaruhi usia, jenis kelamin, dan massa tubuh. Definisi/batasan hipertensi pada
anak:
1. Normotensi (TD sistolik dan diastolik berada di bawah persentil 90)
2. Pra hipertensi → sistol atau diastol diantara persentil 90 - 95 atau ≥ 120/80
mmHg untuk remaja
3. Hipertensi stadium I → sistol atau diastol diantara persentil 95 - 99 + 5 mmHg
4. Hipertensi stadium II → sistol atau diastol diatas persentil 99 + 5 mmHg
5. Krisis hipertensi → peningkatan mendadak TD sistolik atau diastolik 50% atau
lebih dari normal atau jika usia anak ≥ 6 tahun tekanan darah ≥ 180/120 atau TD
lebih rendah dengan kerusakan organ → gagal ginjal, retinopati, gagal jantung
dan otak.
6. Hipertensi emergensi → HT krisis disertai dengan keadaan yang mengancam
jiwa yang menunjukkan telah terjadi kerusakan organ target.
7. Hipertensi urgensi adalah hipertensi krisis dengan gejala yang lebih ringan
seperti sakit kepala, mual dan muntah → berpotensi menjadi emergensi
8. White coat hypertension → TD lebih dari 95th persentil pada pengukuran klinik
namun normal diluar klinik
PENGECEKAN HIPERTENSI JIKA TIDAK ADA KELUHAN → CEK 3 KALI
BERTURUT-TURUT DENGAN INTERVAL 1 MINGGU
Etiologi dan Faktor risiko
Obesitas, kurang aktivtias, asupan makanan tinggi kalori, tinggi natirum dan rendah
kalium, minuman yang mengandung alkohol dan kafein, kebiasaan merOkok, stress
mental, kurang tidur.
Hipertensi:
1. Hipertensi primer (essensial)
2. Hipertensi sekunder (paling sering disebabkan HT renal → terutama parenkim)
pikirkan penyakit parenkim seperti nefropati refluks dan GN kronik ,
renovaskular pada 10 % kasus.
Dapat juga merupakan bagian dari sindrom metabolik yang terdiri dari obesitas,
hiperkolesterolemia, hiperglikemia dan hipertensi.
Manifestasi klinis
Sangat bervariasi, cari penyakit yang mendasari. Pada anak baaru lahir dapat seperti
sepsis, gagal jantung, apnu, muntah dan kejang. Pada anak yang lebih besar dapat
muncul rasa lelah, ensefalopati, sakit kepala, murmur jantung, tajam penglhatan
berkurang mendadak, anoreksia, mual, epistaksis, facial palsy, kenaikan bb tidak
adekuat, dll (tidak spesifik)
Riwayat BBLR → HT essensial, kateterisasi arteri umbilikasil → trombosis atau emboli.
Anamnesis asupan nutrisi dan soft drink, obat-obtan dan zat adiktif, herbal.
Manifestasi klinis target organ damage (ensefalopati, infark miokard akut, diseksi aorta
akut, serangan vaskular otak akut, AKI dan gagal jantung) → AKIBAT TENSI NAIK
MENDADAK !!
Pemeriksaan fisik → cari tanda0tanda genetik seperti neurofibromatosis, cushing,
genitalia ambigus, bruit abdomen, pf neurologis, pulsasi nadi di radius maupun femoral
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi lengkap, urinalisis, ureum, kreatinin dan USG ginjal, lalu pemeriksaan
spesifik etiologi
Tatalaksana
- Non farmakologik (diet, gaya hidup, aktivitas)
- Farmakologik
- Indikasi : HT simptomatik, sekunder, TOD, hipertrofi ventrikel kiri, ekskresi
albumin meningkat, HT pada DM, HT yang menetap pasca terapi non
farmakologik, HT derajat II
- Golongan diurteik dan beta blocker merupakan obat yang dianggap aman dan
efektif untuk anak, ACE → DM / proteinuria , CCB → untuk anak migraine
- GNAPS → pilihan utama gunakan diuretik
Hipertensi emergensi:
- Penurunan target sebesar 25% dalam 8 jam pertama
- Penurunan TD sampai normal dalam 48 jam berikut
- Pemberian nifedipin secara oral atau sublingual sangat membantu pada tahap
awal pengobatan (Nifedipin dosis 0..1 mg/kg dinaikkan 0.1 mg/kg/x setiap 15
ada 1 jam , selanjutnya setiap 30 menit dengan dosis maksimal 10
menit p
mg/kali
- Bila tekanan darah tidak turun tambhakan furosemide dosis 1mg/kg/kali → 2x
intravena atau oral per hari
- Kaptopril dosis awasl 0.3 mg/kg/kali 2-3 kali per hari, dosis maksimal 2
mg/kg/hari.
- Setelah TD turun gunakan nifedipin oeral 0.25 -1 mg/kg/hari dalam 3-5x dosis
- Hindari obat-obat hipertensi yang bekerja secara sentral seperti metildopa
dan klonidin → terutama pada hipertensi ensefalopati karena dapat
memberi efek samping SSP.
Komplikasi
Retinopati, Gagal jantung, serangan jantung, gagal ginjal, diseksio aorta.
SERANGAN ASMA AKUT
Definisi dan klasifikasi
Episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak
napas, wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala
tersebut.
Merupakan cerminan kegagalan terapi asma jangka panjang
Patogenesis dan patofisiologi
Obstruksi saluran respiratori secara luas akibat → spasme otot polos bronkus, edema
mukosa, sumbatan mucus.
Komplikasi
Manifestasi klinis
Wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang diterima luas
sebagai titik awal diagnosis asma. Batuk berulang dapat menjadi satu-satunya gejala
asma yang ditemukan (BKB).
Respiratori:
- Batuk
- Wheezing
- Sesak napas
- Rasa dada tertekan
- Produksi sputum
Yang mengarahkan kepada asma:
- Gejala timbul secara episodik atau berulang
- Timbul bila ada pencetus:
- Iritan → asap2an, penyedap rasa, pengawet dan pewarna makanan
- Allergen
- Infeksi respiratori akut
- Aktivitas fisis
- ada riwayat alergi pada pasien atau keluarganya
- Variabilitas dalam 24 jam dan cenderung memburuk dimalam hari
- Reversibilitas → setelah pemberian obat asma
Pemeriksaan fisis → dapat tidak ditemukan gejala, batuk/sesak/wheezing dapat
audible.
Riwayat ATOPIK perlu digali
Pemeriksaan penunjang
Spirometri + uji reversibilitas
Peakflowmeter pada fasilitas terbatas
Uji cukit kulit, eosinofil total darah dan IgEspesifik
Uji inflamasi saluran respiratori → FeNO (fractional exhaled nitric oxide) , eosinofil
sputum
Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin dan salin hipertonik
Diagnosis
Terdapat beberapa cara mengelompokkan asma:
Umur
- Asma bayi-baduta
- Asma balita
- Asma usia sekolah (5-11 tahun)
- Asma remaja (12-17 thn)
Fenotip berdasarkan aspek klinis, patofisiologis dan demografis:
- Asma tercetus infeksi virus
- Asma tercetus aktivitas
- Asma tercetus alergen
- Asma terkait obesitas
- Asma dengan banyak pencetus
Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala
- Asma intermiten
- Asma persisten ringan
- Asma persisten sedang
- Asma persisten berat
Berdasarkan derajat beratnya serangan derajat asma:
- Asma serangan ringan-sedang
- Asma serangan berat
- Serangan asma dengan ancaman henti napas
Berdasarkan derajat kendali
- Terkendali penuh
- Tanpa obat pengendali: pada asma intermiten
- Dengan obat pengendali: pada asma persisten ringan/sedang/berat
- Asma terkendali sebagian
- Asma tidak terkendali
Berdasarkan keadaan saat ini
- Tanpa gejala
- Ada gejala
- Serangan ringan sedang
- Serangan berat
- Ancaman gagal napas
Diagnosis banding
Inflamasi: infeksi alergi
- rinitis , rinositnositis
- Chronic upper airway cough syndrome
- Bronkiolitis
- Aspirasi berulang
- Defisiensi imun
- TB
Obstuksimekanis, patologibronkus, kelainan sistem organ lain (GERD, PJB)
Tatalaksana
Tujuan tatalaksana adalah menjamin potensi tumbuh kembang secra optimal.
- Aktivitas normal
- Gejala malam tidak muncul
- Kebutuhan obat minimal
- Efek samping obat tidak terjadi
Obat asma dibagi menjadi 2 kelompok besar:
Cara pemberian obat diberikan secara inhalasi. MDI dengan spacer merupakan pilihan
utama.
Jenjang 5 Rujuk !!
Pneumonia
Latar belakang
Infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Merupakan
salah satu masalah utama kesehatan terutama pada anak usia muda. Bersama dengan
diare, merupakan penyebab kematian terbanyak balita
Definisi dan klasifikasi
Merupakan inflamasi pada parenkim paru akibat infeksi kuman. Parenkim adalah
jaringan fungsional suatu organ.
Pada parenkim terjadi proses difusi O2 dan CO2 antara alveoli (sist. ventilasi) dan
kardiovaskular (sirkulasi/perfusi)
WHO → didefinisikan berdasarkan pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan
Epidemiologi
Pembunuh utama (18%) anak diseluruh dunia
Etiologi dan Faktor risiko
Virus, jamur dan bakteri s.pneumoniae. Virus lebih sering < 5 tahun, RSV < 3thun.
Mycoplasma pneumonia dan chlamydia pneumonia lebih sering ditemukan pada
anak-anak
Faktor risiko berupa defek anatomi bawaan, deifisit imunologi, GER (gastroesophageal
reflux), aspirasi, gizi buruk, BBLR, tidak mendapat ASI, imunisasi tidak lengkap, kamar
yg padat penghuni
Patogenesis dan patofisiologi
Sebagian besar diawal dengan infeksi respiratori akut bagian atas (rhinitis/rinofaringitis/
common cold/ selesma) → menyebar. BATUK MERUPAKAN GEJALA AWALNYA !
Penyebaran hematogen jarang terjadi.
Inflamasi parenkim paru → ruang avleoli tidak dapat berfungsi,volume paru berkurang
dan ventilasi terganggu → VQ mismatch → hipoksemia yang ditandai saturasi < 92%
“HIPOKSEMIA MERUPAKAN PETANDA UTAMA PNEUMONIA”
Hipoksemia → ventilasi meningkat (takipnea, dyspnea) → merintih / bayi besar akan
head bobbing/nodding → hipersekresi yang terdengar sebagai ronki basah
Gambaran histopatologi klasik berupa hepatisasi merah, kelabu, resolusi hanya wacana
keilmuan namun tidak digunakan dalam praktek medis sehari-hari.
Manifestasi klinis
Batuk kering yang kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen bahkan darah,
Sesak nafas, Demam, Kesulitan makan/minum, Tampak lemah.
Pada pemeriksaan fisik → TTV, gejala distress nafas (takipnea, retraksi, batuk, krepitasi
dan penurunan suara paru), demam dan sianosis. Pada anak dibawah 5 tahun mungkin
tidak menunjukkan gejala klasik, pada anak yang demam dan sakit akut →
diproyeksikan ke abdomen
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi
- Foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak infeksi saluran napas
bawah akut ringan tanpa komplikasi
- Foto dada dikerjakan pada anak penderita pneumonia yang dirawat inap/ tanda
klinis membingungkan
- Foto dada follow up jika → kolaps lobus, kecurigaan komplikasi, pneumonia
berat, gejala menetap/memburuk atau tidak respon antibiotik
- Foto roentgen toraks dapat menjadi sumber pitfall diagnosis pneumonia →
ekspertise cenderung BP, TB/KP/PROSES SPESIFIK MASIH MUNGKIN
Lab:
- Leukosit dan hitung jenis → indikasi antibiotik
- Kultur dan pewarnaan gram → pneumonia berat, pneumonia bakterial
- Efusi pleura → pungi pleura dan periksa mikrobio dan sitologi
- CRP dan LED bukan pemeriksaan rutin
- prokalsitonin
- TB dipertimbangkan pada anak dgn riwayat kontak
Pulse oksimteri
Diagnosis
Dugaan diawali dengan gejala rinofaringitis yang diikuti napas cepat. Bakterial
dipertimbangkan jika demam > 38.5 C, menetap atau berulang dan disertai peningkatan
laju napas dan retraksi dada.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO
Tatalaksana
Kriteria rawat inap:
Bayi
Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis
Frekuensi napas > 50x/menit
Distres pernapasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat dirumah
Tatalaksana umum
- Target Sp02 → diatas 92%
- Pneumonia berat atau asupan per oral kurang → cairan intravena dan dilakukan
balans cairan ketat
- Chest fisiotheraphy tidak bermanfaat untuk anak
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
- Nebulisasi dengan B2 agonis dan/NaCl diberikan → mucociliary clearence
- Observasi 4 jam sekali
Pemberian antibiotik:
- Lini pertama → aminoglikosid (gentamisin), penislilin (ampisilin, amoksilin,
ampisilin silbaktam, amoksiklav), sefalosporin generasi 1 (sefradin, sefaleksin,
sefadroksil, sefazolin), kloramfenikol, klindamisin, makrolid
- Lini kedua → aminoglikosid (amikasin), sefalosporin generasi 3 oral (sefiksim,
sefditoren, sefpodoksim, seftibuten, sefprozil), sefalosporin generasi 3 injeksi
(sefotaksim, seftriakson, sefoperazon, seftazidim, sefoperazone sulbaktam,
fosfomisin, azteronam)
- Lini ketiga → glikopeptida (vankomisin, teikoplanin) oksazolidinon (linezolid),
glongan sefalosporin generasi 3 (seftazidim), sefalosporin generasi 4 (sefepim,
sefpirom), golongan karbapenem(imipenem, meropenem, ertapenem,
dorpenem), golongan glisisiklin (tigesiklin - usia > 18 thn), piperasilin tazobaktam,
kolistin, fluorokuinolon generasi 1-4.
- Amoksilin pilihan utama untuk oral < 5 tahun. (alternatif → co-amoxiclav,
ceflacor, makrolid)
- Anak usia > 5 thn → pilih macrolide (m.pneumonia paling ering)
- Amoksisilin jika s.pneumonia dicurigai sebagai penyebab
- S. aureus gunakan makrolid atau kombinasi flucloxacillin + amoksisilin
- IV diberikan jika tidak ditoleransi oral
- IV dianjurkan → ampisillin dan kloramfenikol, co-amox, ceftriaxone, cefuroxime,
cefotaxime
- Pertimbangkan switch oral jika sudah perbaikan
REKOMENDASI UKK RESPIROLOGI
Untuk anak < 2 bulan → ampisillin +gentamisin
> 2 bulan → lini pertama ampisillin jika tidak perbaikan dalam 3 hari maka dapat
ditambahkan kloramfenikol
Lini kedua sefriaxone
Nutrisi → distress napas berat maka hindari pemberian makanan oral, balans cairan
ketat agar tidak overhidrasi karena pada penumonia berat terjadi sekresi hormon
antidiuretik
Kriteria pulang:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan per oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (per oral)
- Keluarga setuju
- Dirumah memungkinkan untuk dirawat lanjutan
Komplikasi
Pneumotoraks, efusi pleura, atau abses paru
BRONKIOLITIS
Latar belakang
Merupakan inflamasi pada bronkiolus pada anak berusia < 2 thn. Seasonal viral yang
ditandai dengan adanya panas, pilek, batuk dan mengi. Pada pemeriksaan fisiis
ditemukan inspiratory cracleks atau high pitched expiratory wheeze. Sering terjadi
misdiagnois dengan asma.
Definisi dan klasifikasi
Merupakan penyakit IRA -bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada
bronkiolus. Secara klinis ditandai dengan episode pertama wheezing pada bayi yang
didahului dengan gejala IRA.
Epidemiologi
Paling sering pada usia 2-24 bulan dengan puncak 2-8 bulan.
Etiologi dan Faktor risiko
Etiologi tersering merupakan RSV, Adenovirus, Parainfluenzae vitus, influenzae virus.
Patogenesis dan patofisiologi
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus → inflammasi akut → edema, sekresi
mukus, timbunan debris selular/sel-sel mati terkelupas diikuti dengan infiltrasi limfosit
peribronkial dan edema submukosa → air trapping dan hiperinflasi → obstruksi total
menyebabkan atelektasis
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia diganti 2 minggu.
Manifestasi klinis
Gejawal awal pilek ringan, batuk dan demam, 1 - 2 hari kemudian timbul batuk yang
disertai sesak napas baru selanjutnya ditemukan wheezing, sianosis, merintih,
napas berbunyi, muntah seletah batuk, rewel dan penurunan nafsu makan
Sering terjadi pada anak berusia < 2 thn, insidens tertinggi terjadi pada usia 3 - 6 bulan.
Demam +, jarang terjadi tinggi. Rhinorrhea, nasal discharge muncul duluan sebelum
timbul gejala lain seperti batuk, takipne, sesak napas dan kesulitan makan
Batuk disertai gejala nasal → gejala pertama. Batuk kering dan mengi khas untuk
bronkiolitis
Poor feeding +, jarang tampak toksik +
Pemeriksaan fisik
- Napas cepat merupakan gejala utama dari LRTI
- Retraksi dinding dada sering terjadi pada penderita bronkioltis → dada
hiperinflasi akibat air trapping pembeda dengan pneumonia
- Fine inspiratory crackles pada seluruh lapang paru → tapi tidak selalu
- Dapat terjadi apnea → BBLR, Prematur
Pemeriksaan penunjang
Saturasi oksigen → ≤ 92 % membutuhkan perawatan di ruang intensif, jika diatas 94%
pada room air maka dapat dipulangkan
AGD → pada bayi dengan distres napas berat dan kemungkinan mengalami gagal
napas
Foto toraks → tidak rutin dikerjakan → hiperinflasi dan patchy infiltrat namun tidak
spesifik. Atelektasis bisa (+).
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
penunjang lainnya.
Anam → ISPA + demam → kemudian berubah menjadi batuk + sesak → selanjutnya
menjadi wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk
dan penurunan napsu makan
PF → Takpinea, takikardia dan peningkatan suhu diatas 38.5 C. dapat pula ditemukan
aru → wheezing, NCH, Retraksi, ronki,
konjungtivitis ringan dan faringitis. P
apnea.
Penilaian skala klinis abul-ainine dan luyt
- RR, HR, SpO2, RDAI, status aktivitas byi
Penilaian skala klinis shuh
- Keadaan umum : 0 (tidur) - 4 (sangat rewel)
- Penggnaan otot bantu napas : 0 (tidak) - 3 (retraksi berat)
- Wheezing : 0 (tidak ada) - 3 (wheezing hebat inspiratorik dan ekspiratorik)
Dd: Asma, bronkitis, CHF, edema paru, penumonia.
Tatalaksana
Terapi hanya suportif dengan pemberian oksigen, nasal suction. Fisioterapi dada
dengan vibrasi dan perkusi tidak direkomendasikan pada penderita bronkiolitis yang
tidak dirawat di ruang intensif.
Bronkodilator → kontroversial
Indikasi rawat di ruang intensif:
- Gagal mempertahankan saturasi oksigen > 92% dengan terapi oksigne
- Perburukan status pernafasan → peningkatan distres napas dan atau kelelahan
- Apnea berulang
Faktor risiko bronkiolitis berat
- Usia
- Bayi muda dengan bronkiolitis
- Prematuritas
- PJB
- Chronic lung disease of prematurity
- Orangtua perokok
- Jumlah saudara/berada di tempat penitipan
- Sosioekonomik rendah
Komplikasi
Dikaitkan menjadi asma
DEMAM THYPOID (SUMBER PKB IKA LXIII FKUI & UKK)
Latar belakang
Masih merupakan penyakit yang sering terjadi di negara berkembang → belum ada
pemeriksaan diagnostik yang adekuat. Demam enterik dapat disebabkan oleh S. thypii
dan S. parathypii. D. thypoid merupakan infeksi sistemik yg bersifat akut → panas
berkepanjangan
Derajat berat penyakit → antibiotik yg diminum, umur pasien, riwayat imunisasi,
virulensi strain bakteri, jumlah kuantitas inokulum, host factor.
Epidemiologi
Prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, meningkat setelah
usia 5 tahun. 96% kasus disebabkan oleh s.typhi, sisanya s.parathypi
Data surveilans yang tersedia menunjukkan bahwa pada tahun 2000, estimasi penyakit
adalah sebanyak 21.650.974 kasus, kematian terjadi pada 216.510 kasus tifoid dan
5.412.744 pada penyakit paratifoid. Data tersebut diekstrapolasi dari beberapa
penelitian sehingga dapat kurang tepat, apalagi karena pemeriksaan penunjang
diagnosis yang tidak akurat. Sebagian besar anak usia 5 -25 tahun. S. thypii dapat
hidup di dalam tubuh manusia → sekret nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang
sangat bervariasi. Dapat terjadi transmisi transplasental.
Etiologi dan Faktor risiko
Salmonella thypii merupakan bakteri gram-negatif berflagela, tidak berkapsul tidak
membentuk spora fakultatif anaerob.
Patogenesis dan patofisiologi
Melibatkan 4 proses kompleks:
1. Penempelan dan invasi sel-sel sel peyer’s patch
2. Multiplikasi bakteri di peyer’s patch
3. Bertahan hidup dalam aliran darah
4. Produksi enterotoksin di kripta usus menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke
dalam lumen intestinal
Proliferasi bakteri di sistem retikuloendotelial.
Manifestasi klinis
Pemberian antibiotik menyebabkan perubahan gejala klinis demam tifoid → demam
stepladder dan toksisitas jarang ditemukan. Setelah terinfeksi → periode asimptomatik
7 - 14 hari. Bakteremia ditandai dengan demam + malaise. Pasien ke RS setelah onset
akhir minggu pertama :
- Demam
- Flu like syndrome
- Nyeri kepala
- Anoreksia
- Nausea
- Nyeri perut
- Batuk kering
- Mialgia
- diare/konstipasi
PF:
- Lidah kotor (putih tengah, pinggir kemerahan)
- hepatosplenomegali sering ditemukan. Hepatomegali lebih sering
- Bradikardia relatif dan konstipasi dapat ditemukan namun tidak konsisten
- Demam akan meningkat secara progresif → minggu kedua jadi tinggi dan
menetap (39-40 C)
- rose spot (lesi makulopapular dgn diameter 2-4 mm) tampak pada abdomen dan
dada
Pemeriksaan penunjang
Lab darah:
- Anemia dapat ditemukan akibat perdarahan usus atau supresi sumsum tulang
- Tidak spesifik
- Leukopenia akibat demam dan toksisitas (jarang <3.000)
- Anak lebih muda dapat terjadi leukositosis 20.000-25.000 → akibat abses
piogenik
- Thrombositopenia marker penyakit berat → dapat DIC
- Fungsi hati dapat berubah cuma jarang
Widal:
- O meningkat di hari 6-8
- H meningkat hari 10-12 sejak awal penyakit
- Sebaiknya dilakukan 1-2 minggu kemudian → kenaika ntiter 4x terutama O ! →
diagnostik
- O positif dapat > 1/80 sampai > 1/320 tergantung lab dan endemitas dgn catatan
8 bulan terakhir tidak dapat vaksinasi atau baru sembuh dari D thpoid
- Pemeriksaan 1x saja tidak mempunyai arti penting dan sebaiknya dihindari
- Sekarang sudah tidak dianjurkan
Widal dari UKK
- Titer O sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4x maka
diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan
Thypidot atau tubex:
- Mendeteksi IgM spesifik O9 LPS S.thypii (tubex)
- IgM thdp S.thypii (thypidot)
- Nilai ≥ 6 diangap sebagai positif kuat
Baku emas → biakan empedu (40-60% saja positif)
Biakan spesimen tinja, akhir minggu pertama infeksi, sensitivitas rendah
Biakan sumsum tulang → invasif
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejalaa klinis demam, gangguan GI dan mungkin disertai
perubahan kesadaran ( tersangka D thypoid)
Diagnosis pasti → isolasi S.thypii dar darah
Tatalaksana
Tatalaksana umum (suportif) dan khusus (pemberian antibiotik sbg pengobatan kausal).
Anak:
Antibiotik → efikasi, ketersediaan, biaya (itu sebabnya chloramphenicol menjadi
pilihan pertama)
Dewasa → fluorokuinolon merupakan pilihan utama
Cholramphenicol → obat tua, anemia aplastik serius dan berpotensi fatal (di UKK jadi
pilihan pertama)
- 100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau 5-7 hari
setelah demam turun
- Demam turun setelah 4-5 hari obat dimulai
- Anemia aplastik
- Agranulositosis
- Menginduksi terjadinya leukemia dan risiko gray baby syndrome
Amoksisilin dan ampisilin
- Amoksisilin (100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis), Ampisillin (200
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis)
- Digunakan pada pasien leukopenia/resisten
- Asam klavulanat tidak banya kemmbantu
- Amoksisilin oral 14 hari sama efektif dgn IV
- Bebas demam setelah 5 hari pengobatan
TMP-SMX
- Sama efektifnya dengan khloramfenikol
Sefiksim
- Sefiksim 10-15 mg/kgBB/hari
- Tidak lagi digunakan sebagai obat lini pertama pada demam thypoid tanpa
komplikasi
- Hanya digunakan pada kasus MDR atau alternatif dari seftriaxone
Azithromisin
- 10 mg/kgBB diberikn sekali sehari selama 7 hari
- Pilihan pertama bila curiga resisten kuinolon
- Penurunan demam sebaik kloramfenikol
Sefalosporin generasi 3 (seftriaxone/sefotaksim)
- Seftriaxone 100 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis mask 4 gram
- Sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
- Untuk yg resisten fluorokinolon/khloramfenikol
- Sebaiknya 14 hari
- 7 hari → risiko relaps 4 minggu kemudian
Fluorokuinolon
- DOC namun pada anak dapat merusak pertumbuhan tulang rawan
Indikasi steroid pada D. thypoid
- Delirium, obtundasi, stupor, koma dan shock
- Deksametasone IV (3mg/kgBB diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal
dilanjutkan 1mg/kg tiap 6 sampai 48 jam)
Komplikasi
Akhir minggu kedua → perforasi saluran cerna (10%) dan ensefalopati tifoid (10-40%)
Gagal Ginjal Akut (belum kelar yaaa !)
Latar belakang
Definisi dan klasifikasi
Penurunan fungsi ginjal mendadak menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tubuh ditandai dengan peningkata nakdar kreatinin
darah secara progresif 0.5 mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL
per hari.
Oliguria ialah produksi urin < 1 ml/kgBB/jam untuk neonatus dan <0.8 ml/kgBB/jam
untuk bayi dan anak.
Manifestasi klinis
Lemah, pucat, sakit kepala, edema, produksi urin berkurang atau tidak sama sekali,
kencing merah, kejang, sesak nafas
Riwayat penyakit yang menjadi predisposisi terjadinya GGA
PF:
- Kussmaul, edema, HT
- Tanda overload cairan (gagal jantung, edea paru, ensefalopati hipertensi,
perdarahan saluran cerna
- Penurunan kesadaran
-
Pemeriksaan penunjang
UL:
- Proteinuria
- Hematuria
- Leukosituria
- Osmolalitas urin < 400 mOsm/L, berah jenis < 1.020, natrium urin > 20 meq/L,
FeNa > 1% → gga renal
- Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
- Asidosis metabolik dengan anion gap meningkat
- Pemeriksaan eletrolit
Diagnosis
Tatalaksana
Komplikasi
Terapi inhalasi
Terapi inhalasi atau terapi aerosol merupakan salah satu metoda pemberian obat
dalam bentuk aerosol melalui hirupan langsung ke saluran nafas.
Target organ dapat bersifat lokal atau sistemik
Keuntungan → dosis obat dapat diminimalisisr sehingga efek sistemik sangat kecil dan
efek maksimal pada target organ, onset kerja lebih cepat
Efektifitas terapi inhalasi bergantung pada konsentrasi obat yang terdeposisi di target
organ
1. Impaksi → deposisi pada partikel aeorsol > 5 mikron pada saluran nafas besar
akibat benturan partikel dengan anatomi saluran napas
2. Sedimentasi → deposisi partikel aerosol yang berukuran 1-3 mikron pada
bronkus dan percabangannya akibat gaya gravitasi
3. Difusi → deposisi partikel aerosol < 0.5 mikron akibat gerak acak brown
Beberapa faktor yang mempengaruhi
1. Karakteristik partikel aerosol → diameter dan massa digambarkan sebagai mass
median aerodynamic diameter (MMAD). Jka sebesar 2 mikron akan terdeposisi
di saluran napas distal sehingga memberikan efek yang optimal untuk obat
dengan target organ bronkus. Sifat kimia dan fisik lain → kelembaban, bentuk
dan kecepatan aerosol (dipengaruhi alat inhalasi yang digunakan)
2. Faktor host → faktor anatomi atau kondisi saluran napas/ventilasi
- Volume inspirasi
- Waktu inspirasi
- Lama menahan nafas
- Deras aliran inspirasi
Indikasi terapi inhalasi
1. Penyakit inflamasi saluran nafas → asma merupakan indikasi utama terapi
inhalasi, rinitis alergi derajat sedang-berat dan rinosinusitis, obstruksi akut
akibat inflammasi di saluran napas seperti bronkiolitis dan sindrom croup
2. Penyakit infeksi saluran pernafasan →
Infeksi saluran kemih pada anak (ukk belum kelar yaa !)
Latar belakang
Salah satu infeksi tersering setelah ISPA dan diare dan dapat merupakan suatu tanda
dari infeksi serius seperti refluks vesikoureter dan uropati obstruksi.
Definisi dan klasifikasi
Infeksi saluran kemih didefinisikan sebagai tumbuh dan kembangnya kuman dalam
saluran kemih dalam jumlah bermakna
Bakteuria didefinisikan sebagai bakteri dalam urin dalam jumlah bermakna. Mid stream
urine > 105
Aspirasi suprapubik —> ditemukan kuman dalam jumlah berapapun maka dianggap isk.
Bakteuria asimptomatik jika ditemukan bakteuria namun tidak ditemukan gejala.
Isk simptomatik pada pasien dengan pielonefritis maka akan ditemukan gejala sistemik
dan sistitis maka ditemukan gejala saluran kemih bawah yaitu disuria, poliuria, urgency
Isk non spesifik jika pasien dengan klinis tidak jelas baik berdasarkan gejala dan
pemeriksaan penunjang
Isk simple jika infeksi saluran kemih tanpa kelainan fungsional dan struktural dari
saluran kemih
Isk kompleks jika ditemukan kelainan struktural dan fungsional dari saluran kemih yang
menyebabkan stasis atau refluks dari urin.
Epidemiologi
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Prevalensi ISK pada neonatus
berkisar antara 0.1 % hingga 1% dan meningkat menjadi 14 % pada neonatus dengan
demam, dan 5.3% pada bayi.
Pada anak belum pubertas 3-5% perempuan dan 1-2% pada laki-laki. Pada anak
dengan demam kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%.
Etiologi dan Faktor risiko
Escherichia coli merulakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK serangan
pertama. Penelitian di dalam negeri antara lain RSCM jakarta menunjukkan hasil yang
sama. Kuman lain yang dapat menyebabkan infeksi adalah:
- Proteus mirabilis
- Klebsiella pneumonia
- Klebsiela oksutoka
- Proteus vulgaris
- Pseudomonas aeruginosa
- Enterobakter aerogenes
- Morganella morganii
- Stafilokokus
- Enterokokus
Pada isk kompleks sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah:
- Pseudomonas
- Streptococcus grup b
- Stafilokokus aureus atau epidermidis
Hati-hati jika disebabkan oleh proteus maka kemungkinan dapat ditemukan batu struvit
-> (magnesium ammonium fosfat) karena proteus memiliki enzim urease yang
memecah ureum menjadi amonium sehingga pH menjadi 8-8.5 membuat batu lebih
mudah mengendap
Patogenesis dan patofisiologi
Manifestasi klinis
Sangat bervaruasi, ditentukan oleh intensitas reaksi peradangan, letak infeksi, dan
umur pasien
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Tatalaksana
Komplikasi
Diare Akut
Latar belakang
Masih merupakan penyebab utama morbidias dan mortalitas anak di negara
berkembang. Menempati urutan kedua penyakit di pelayanan kesehatan primer.
Sebagian besar penyebabnya disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit namun dapat
disebabkan oleh penyakit lain juga seperti malabsorbsi. Sebagian besar self-limitting
→ terapi terfokus mencegah dehidrasi + pastikan asupan nutrisi, cegah asidosis
metabolik karena hilangnya basa.
Diare juga berkaitan erat dengan kurang gizi, setiap episode diare akan menyebabkan
anoreksi dan berkurangnnya daya serap makanan dan memiliki dampak bagi
pertumbuhan dan perkembangan.
Definisi dan klasifikasi
Diare akut adalah buang air besaar lebih dari 3x dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dengan atau tanpa lendir/darah dan berlangsung kurang dari 1 minggu.
Pada bayi yang mendapat ASI → frekuensi akan meningkt 3-4x, namun BB naik
→ bukan diare (intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna)
Kadang kala bab cair < 3x namun konsistensi cair → sudah dapat dianggap sebagai
diare
Epidemiologi
Di dunia, 17 % kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di indonesia
angka kematian bayi terbanyak sebesar 42% disebabkan oleh diare.
Etiologi dan Faktor risiko
Fekal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau
kontak langsung tangan penderita → 4F (finger, flies, fluid, field).
Faktor risiko:
- Faktor umur → usia dibawah 2 tahun pertama pada 6 - 11 bulan
- Infeksi asimptomatik → seseorang terinfeksi asimptomatik dan membawa kuman
kemana-mana
- Faktor musim → letak geografis (rotavirus senang pada musim dingin). Namun di
indonesia terjadi infeksi rotavirus pada musim kemarau dan diare bakteri pada
musim hujan
- Tidak mendapat ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi
- Air bersih tidak memadai
- Kurangnya sarana kebersihan dan kesling yang buruk
- Penyiapan makanan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
- Gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir
- Faktor genetik
Penyebab utama diare akut adalah proses non-inflammatory dan inflammatory (virus,
bakteri dan parasit)
- Non-inflammatori → enterotoksin → destruksi villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit dan atau translokasi bakteri
- Inflammatori → bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.
Di negara berkembang → rotavitus, E. coli enterotoksigenik, shigella, campylobacter
jejuni dan cryptosporidium
Etiologi non-infeksi:
- Kesulitan makan
- Defek anatomis (malrotasi, penyakit hirchspring, short bowel syndrome, atrofi
mikrovilli, striktura)
- Malabsorbsi (defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa-laktosa, sistik fibrosis,
kholetosis, penyakit seliak)
- Endokrinopati
- Keracunan makanan
- Neoplasma
- Lain-lain seperti infeksi non gastrointestinal dan alergi susu sapi, pelagra
Patogenesis dan patofisiologi
INFEKSI VIRUS
Virus menyebabkan diare pada manusia secara selektf menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung villus pada usus halus → infiltasi sel bundar pada lamina
propia. Villus usus akan terganggun sehingga fungsi penyerapan akan terganggu.
Sel yang hancur akan diganti enterosit muda yang belum fungsional sepenuhnya →
villus akan mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan
baik → makanan dalam lumen usus meningkatkan tekanan osmotik →
menyebabkan hiperperistaltik usus sehingga ciaran beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus → diare osmotik dari penyerapan air dan
nutrien yang tidak sempurna.
Enterosit villus bagian atas → sel sel terdiferensiasi dgn fungsi hidrolisis
disakardia dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit
Enterosit bagian kripta (bawah) → sel yang tidak terdifferensiasi, tidak punya
enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi air dan elektrolit
Jika virus menyerang bagian atas dari enterosit → maka akan terjadi
ketidakseimbangan rasio sekresi dan penyerapan serta malabsorpsi karbohidrat
kompleks terutama laktosa. (ini sebabnya pasien dgn GEA pake susu LLM) →
intoleransi laktosa
Enteritis virus sangat memperbesar permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen
dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan
INFEKSI BAKTERI
Terjadi karena mengenai transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca
dependen. Patogenesis tiap bakteri berbeda namun prinsipnya sama → invasi ke sel
usus halus DAPAT MENYEBABKAN REAKSI SISTEMIK.
Toksin shigella dapat masuk kedalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu:
1. Gangguan proses absorbsi
2. Gangguan proses sekresi
Terdapat beberapa beberapa pembagian diare:
1. Menurut etiologi
2. Mekanisme gangguan
a. Absorbsi → Diare akibat gangguan absorbsi yaitu volume cairan yang
berada di kolon > kapasitas absorbsi (akibat usus halus absorbsi menurun
atau sekresi bertambah) apabila usus halus normal → kolonnya absorbsi
berkurang atau sekresi di kolon meningkat
b. Gangguan sekresi
3. Lamanya diare
a. Akut jika < 14 hari
b. Kronik jika > 14 hari dengan etiologi non infeksi
c. Persisten jika > 14 hari dengan etiologi infeksi
Manifestasi klinis
Anamnesis:
- Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi tinja,
lendir dan darah dalam tinja
- Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
- Jumlah cairan yang masuk selama diare
- Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, konsumsi makanan
yang tidak baisa
- Penderita diare di sekitanya dan sumber air minum
- Kram perut dan muntah
- Tanyakan pipisnya bagaimana ? masih keluar? Volume? Pekat?
- Tanyakan penyakit lain seperti → batuk, pilek, otitis media dan campak
Perhatikan kehilangan air akan bertambah apabila terjadi demam. Dehidrasi dan
asidosis metabolik serta hipokalemia dapat terjadi. (dehidrasi dapat terjadi hipertonik
maupun hipotonik).
Infeksi ekstraintestinal yang dapat berkaita dengan bakteri enterogen yaitu
vulvovaginitis, ISK, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia, hepatitis,
peritonitis dan septik thrombophlebitis. Gejala neurologik seperti paresthesia hipotoni
dan kelemahan otot dapat terjadi.
Manifestasi Etiologi
GBS Campylobacter
Masa 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
tunas
panas + ++ ++ - ++ -
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
leukosit - + + - - -
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran dan tanda vital
Tanda utama: (cuma 3 aja yg utama, penting untuk diingat)
- KU gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma
- Rasa haus
- Turgor abdomen menurun
Tanda tambahan:
- Ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir mulut lidah
- Berat badan
- Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit seperti nafas cepat
dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau
hipernatremia)
Penilaian derajat dehidrasi
Ubun-ubun, air Tidak cekung, air Sedikit cekung, Cekung, tidak adad
mata, mukosa mata masih ada, sisanya berkurang
mulut, bibir mukosa tidak
kering
Pemeriksaan penunjang
Lab lengkap pada umumnya tidak dibutuhkan, kecuali pada keadaan tertentu yang
membutuhkan pengetahuan mengenai penyakit dasarnya saja.
Pemeriksaan lab yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, fungsi ginjal, glukosa darah
Urine : urine lengkap dan kultur test kepekaan terhadap antibiotika
Tinja makro:
Pemeriksaan makroskopik sebaiknya dilakukan pada semua pasien dengan diare
Watery tanpa mucus atau darah → enterotoksin atau virus, protozoa
Darah atau lendir → invasif, sitotoksin, parasit usus (e. Histolytica, b. Coli, t. trichiuria),
darah biasanya bercampur dengan tinja
E. histolytica → darah pada permukaan tinja
EHEC → membuat garis-garis pada tinja
Tinja berbau busuk → salmonella, giardia, cryptosporidium dan strongyloides
Leukosit pada tinja → bakteri invasif atau bakteri yang memproduksi sitotoksin
Tinja mikro:
Leukosit sbg respon thdp inflammasi pd kuman invasif/ produksi sitotoksin → shigella,
salmonella (sel PMN), c. jejuni, EIEC, C. defficile, Y. enterolytica.
Pitfall → tidak semua kolitis trdpt leukosit → e. Histolytica cenderung normal,
tropozoit ketemu di tinja cair, kista pada tinja berbentuk
Cek kultur tinja jika → diare lebih > 1 minggu atau jika pasen immunocompromised,
atau jika pasien HUS, diare dengan tinja darah dan bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
Diagnosis
Berdasarkan anam, pf, penunjang (FL jgn lupa kerjakan pada pasien dgn diare)
Tatalaksana
5 pilar lintas diare
1. Rehidrasi dengan oralit
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut
3. Asi dan makanan tetap dilanjutkan
4. Antibiotik sesuai indikasi
5. Edukasi kepada orang tua.
Rehidrasi → cairan disesuaikan dengan oralit osmolaritas lebih rendah, mengurangi 20
% pengeluaran tinja dan kejadian muntah 30%.
Natrium 75
klorida 65
Glukosa, anhydrous 75
kalium 20
Sitrat 10
Hipokalemia
Jika 2.5- 3.5 maka berikan KCL 75 mEq/kgBB oral per hari dibagi 3 dosis
Jika < 2.5 mEq maka berikan KCL drip IV dengan dosis
- 3.5 - kadar K terukur x BB x 0.4 + 2 meq/kgBB/24 jam diberikan selama 4 jam
pertama
- 3.5 - kadar K terukur x BB x 0.4 + ⅙ x 2 meq/kgBB/24 jam diberikan dalam 20 jam
Edukasi
1. Makan buah2an terutama pisang
2. Makanan dinerikan sedikit-sedikit tapi sering
3. Pedas, asam, lemak jangan diberikan → membuat diare bertambah berat
Komplikasi
Elektrolyte imbalance → kejang
Shock hipovolemik
Sepsis
Kejang Demam (PPM dan Konsensus KD IDAI 2016)
KD sederhana apabila:
- Berlangsung singkat kurang dari 15 menit
- Kejang umum
- Tidak ada serangan ulangan dalam waktu 24 jam
Merupakan 80% bentuk dari kejang demam
Biasanya kejang berhenti kurang dari 5 menit
Tatalaksana
Pada umumnya kejang akan berhenti dalam waktu 4 menit.
Bila kejang masih berlangsung: paling cepat diazepam IV
1. Berikan diazepam IV dengan dosis 0.2 - 0.4 mg/kgBB maksimal 10 mg dalam
kecepatan 2 mg/menit atau dalam 3-5 menit
2. Diazepam rektal dapat diberikan jika dirumah dengan dosis 0.5 - 0.75 mg/kgBB
atau 5 mg untuk pasien < 12 kg dan 10 mg untuk pasien > 12 kg → dapat
diulang lagi jika masih kejang dengan interval 5 menit. Sudah diberikan
diazepam 2x masih kejang maka segera bawa ke RS → masih kejang maka
masuk algoritma status epileptikus
Pemberian obat saat demam
1. Antipiretik tetap diberikan dengan dosis parasetamol 10-15 mg/kgBB per kali
setiap 4-6 jam
2. Ibuprofen 5-10 mg/kali 3-4x per hari
Pemberian antikonvulsan intermiten → diberikan hanya pada saat demam
1. Kelainan neurologis berat seperti CP
2. Berulang > 4x dalam 1 tahun
3. Usia < 6 bulan
4. Bila kejang terjadi kurang dari < 39 C
5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat
Obat yang diberikan sebagai antikonvulan intermitten (INDIKASI PAS RAWAT):
1. Diazepam oral 0.3 mg/kgBB/kali setiap 8 jam atau rektal 0.5 mg/kg/kali (5 mg
untuk bb < 12 kg dan 10 mg untu BB > 12 kg) sebanyak 3x per hari dengan dosis
maksimum diazepam 7.5 mg/kali. Diberikan intermitten selama 48 jam pertama
demam → Side efffect cukup berat yaitu ataksia, iritabilitas serta sedasi. (25-39%
kasus)
Antikonvulsan rumatan diberikan jika (INDIKASI RUMATAN):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kelainan neurologi yang nyata sebelum atau setelah kejang → hemiparesis, todd
paresis, CP, retardasi mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
1. Kejang berulang > 2x/lebih dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
3. Kejang demam > 4x/ tahun
Indikasi rawat pada kejang demam:
- Kejang demam kompleks
- Hiperpireksia
- Usia dibawah 6 bulan
- Kejang demam pertama kali
- Terdapat kelainan neurologis
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan
- Fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang
- Fenitoin ga dipake yaaa → kata dr irene kerjanya juga lambat
- Penggunaan fenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus.
- Obat pilihan saat ini → asam valproat → pada anak usia < 2 tahun dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.
- Dosis asam valproat → 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis
- Fenobarbital → 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis
MERK DAGANG
Kandungan
Relative Risk risiko kejang demam terkait vaksin dengan KD tidak terkait vaksin adalah
1,6 (IK 95% 1,27 sampai 2,11)
Angka kejadian KD pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang
divaksinasi(dr irene sukanya 9,9% px demam pasca dpat)
Syok sepsis terjadi ketika bayi masih dalam keadaan syok walaupun telah mendapat
cairan yang adekuat
Hati-hati karena sepsis bisa asimtomatik pada bayi baru lahir → gambaran juga
bisa tidak spesifik
Epidemiologi
● 1 - 8 di antara 1000 kelahiran
● 13 - 27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat < 1500 gr
● Mortalitas 13- 25%
● Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembagn cukup tinggi
(1.8-18/1000) dibanding dengan negara maju (1-5 /1000 kelahiran).
● Risiko sepsis bayi laki-laki > bayi perempuan
● Bayi kurang bulan
● BBLR (< 1000g → risiko 26/1000 kehamilan), 1000-2000g angka kejadian 8-9
perseribu kelahiran
● Secara nasional angka kejadian/insidensi sepsis neonatal belum ada (UKK)
● Di RS cipto mangunkusumo
● Angka kejadian mencapai 13.7% dan angka kematian mencapai 14%
Angka kematian yang disebabkan oleh streptokokus grup B ternyata lebih rendah
dibandingkan dengan penderita kuman gram negatif (UKK neonatologi)
Kecurigaan besat infeksi apabila
● Bayi umur kurang dari 3 hari
○ Riwayat ibu dengan infeksi rahum, ibu demam tinggi, ibu KPD
○ Bayi memiliki 2 gejala kategori A atau 3 kategori B
● Bayi berusia lebih dari 3 hari
○ Bayi memiliki 2 atau lebih temuan kategori A atau 3 kategori B
Patogenesis dan patofisiologi
Selama kandungan terdapat beberapa faktor protektf seperti:
1. Plasenta
2. Cairan amnion
3. Selaput amnion
4. Khorion
Kontaminasi kuman terjadi melalui:
1. TORCH, triponema pallidum atau listeria menembus sawar plasenta
2. Prosedur obstetri yang tidak memperhatikam faktor septik aseptik
3. Ketuban pecah maka akan berperan terjadi infeksi janin akibat kuman di vagina
lalu kolonisasi di saluran cerna atau saluran pernafasan, risiko tinggi jika KPD
lebih dari 18-24 jam
Jika kontaminasi terjadi pasca persalinan maka risikonya terjadi sepsis awitan lambat.
Mengapa pada bayi baru lahir gejala tidak khas? Karena sistem imun bayi masih blm
sempurna sehingga manifestasi khas tidak muncul
Firs terjadi sebagai respons fetus trdhp infeksi pada intra uterine akibat ascending
infection maupun penyebaran hematogen.
Jika onset awitan lambat, maka tidak terdapat perbedaan dengan klinis sepsis pada
anak.
Sepsis awitan lambat terjadi karena sumber infeksi berasal dari lingkungan tempat
perawatan pasien. Keadaan ini sering diteumkan pada:
- Ruang intensif BBL
- Bayi kurang bulan yag mengalami lawa masa perawatan
- Infeksi nosokomial
- Infeksi silang dari bayi lain
- Infeksi dari tenaga medis
Komplikasi
Diare kronik
Latar belakang
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia.
Menyebabkan angka kematian sebesar 1,6-2,5 juta setiap tahunnya, penyebab
kematian ⅕ dari seluruh penyebab kematian.
Penurunan mortalitas sebagai salah satu wujud keberhasilan ORS
Definisi dan klasifikasi
Definisi diare adalah peningkatan frekuensi pengeluaran tinja dengan konsistensi lunak
atau lebih cair dari biasanya, terjadi paling sedikit 3x dalam 24 jam.
Definisi lain adalah keluarnya tinja > 10g/kg/24 jam. Rata2 normalnya 5-10 g/kg/24 jam.
Diare persisten jika etiologi dasar infeksi
Diare kronis jika etiologi dasar non-infeksi
Epidemiologi
Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita.
Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang 7-15% setiap tahun dan
menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari keseluruhan kematian akibat diare.
Prevalensi diare persisten/kronis sebesar 0.1% dengan angka kejadian tertinggi pada
anak-anak berusia 6-11 bulan
Etiologi dan Faktor risiko
Penyebab diare kronik pada negara maju
● Intoleransi protein susu sapi/kedelai (pada anak usia < 6 bulan dan kadang
disertai tinja berdarah)
● Celiac disease → gluten-sensitive enteropathy
● Cystic fibrosis
Penyebab diare persisten di negara berkembang lebih sering ditemukan etiologi infeksi,
biasanya kuman penyebab adalah
● Salmonella
● E coli
● Entamoeba histolytica
● S. aureus
● Mixed infection
Rotavirus dan diare persisten tidak ada data.
Tatalaksana
1. penilaian status awal dan lakukan resusitasi dan stabilisasi. Diare persisten
sering menyebabkan gangguan elektrolit serta asam basa, pemberian antibiotik
spektrum luas dapat dipertimbangkan apabila tampak gambaran infeksi sistemik
2. Pemberian nutrisi harus adekuat dengan kebutuhan kalori 100 kcal/kg/hqri dan
protein 2-3 gram/kg/hari. Pemberian mikronutriem juga dapat diberikan seperti
zinc, vitamin a dan besi. As folat 50 mcg, zinc 10 mg, vit a 400 mcg, zat besi 10
mg, tembaga 1 mg, magnesium 80 mg
3. Probiotik dapat diberikan untuk mencegah antibiotik associated diarrhea
4. Tempe
Terapi farmakologis:
● Antibiotik rutin tidak dianjurkan
● Jika ditemukan darah dalam tinja maka dapat diberikan antibiotik untuk shigella
(cipro atau ceftriaxone). metronidazole 50 mg/kg dalam 3 dosis jika curiga
amoeba. 2 antibiotik berbeda daoat diberikan jika shgelossis tidak perbaikan dgn
antbiotik 1 jenis.
Follow up dilakukan untuk memantau tumbuh kembang dan perbaikan terapi. Berikut
adalah tanda dari kegagalan pemberian nutrisi:
- Bb tidak naik dalam 7 hari
- Kembalinya atau meningkatnya frekuensi bab
- Tanda tanda dehidrasi
Komplikasi
Anemia Defisiensi Besi
Latar belakang
Paling sering ditemukan dan disebabkan oleh kurangnya asupan hewani atau infeksi
cacing. Zat besi diperlukan untuk pembentukan Hb, Sintesis Neurotransmiiter maupun
metabolisme.
Pada pasien dengan ASI eksklusif → hanya memenuhi kebutuhan asupan besi selama
6 bulan pertama. Sisanya dicukupkan dengan kebutuhan dari MPASI atau susu
formula. Hal ini disebabkan oleh kandungan besi pada ASI lebih sedikit, namun
penyerapan jauh lebih efektif ketimbang kandungan besi pada susu formula.
Besi disimpan dalam 3 tempat yaitu:
1. 67% pada Hb
2. 30% pada ferritin/hemosiderin
3. 3% pada mioglobin
Cara penyerapan besi → non heme (90%) dan heme (10%) yang diserap langsung
Penyerapan utama besi terjadi di duodenum.
Definisi dan klasifikasi
Dokter irene membagi klasifikasi anemia menjadi 5 besar yaitu:
1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia aplastik
3. Anemia keganasan
4. Anemia defisiensi besi
5. Anemia penyakit kronis
Epidemiologi
Manifestasi klinis
Perlu diperhatikan bahwa manifestasi klinis anemia defisiensi besi sangat lambat dan
sering tidak disadari.
Hb 6-10 → gejala ringan saja → pucat
Hb < 5 → gejala berat → anoreksia dan irritable
Lama-kelamaan akan muncul takikardia, dialtasi jantung dan murmur sistolik.
- Lemah letih lesu lunglai
- Koilonikia, atrofi papil lidah dan perubahan epitel dan mukosa saluran cerna,
dapat muncul postcricoid esophageal weebs
- Termogenesis abnormal
- Daya tahan tubuh menurun dengan fungsi leukosit abnormal
- Limpa dapat teraba dan dapat terjadi pelebaran diploe tengkorak
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
- Hb
- MCV/MCH/MCHC
- Leukosit
- Trombosit
- Index eritrosit
- Retikulosit
- MDT
- Status besi (Fe serrum, TIBC, Sat. transferrin, FEP, ferritin)
- Apus tulang
Temuan abnormal yang mengarah ke IDA:
- Granulositopenia
- MDT → hipokromik, mikroisitik, anisositosis, poikilositosis dgn sel target, sel
pensil,, mikrosit, sel fragmen
- Thrombositosis meningkat 2-4x normal
- Serum FE menurun
- TIBC meningkat → pertanda kadar transferrin dalam darah
- Serum ferritin menurun ( < 10-12 ug/L)
Diagnosis
1. Menurut WHO :
a. Hb < normal sesuai usia
b. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (MCHC) → baru tau gua ada
faedahnya !
c. Kadar Fe serum < 50 ug/dL
d. Saturasi transferrin < 15%
Menurut cook and monsen:
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferrin < 16%
3. Nilai FEP > 100 ug/dL
Cara klinisi → trial perparat besi dulu 6 mg/kgBB/hari → evaluasi 3-4 minggu → jika Hb
naik 1-2 g/dL maka dipastikan anemia defisiensi besi
Diagnosis banding:
1. Pikirkan → thalasemia minor dan penyakit kronis
2. Pikirkan yang lain → lead poisoning, anemia sideroblastik
Cara mudah bedakan ADB dan thalasemia minor → perbandingan jumlah sel eritrosit
meningkat walaupun sudah anemia ringan dan mikrositosis → penanda thalassemia
minor
MCV
------- (DIBAGI)
Jumlah eritrosit apabila hasil < 13 = thalassemia minor, jika > 13 maka ADB
Pada thalasemia minor ditemukan basophilic strippling, bilirubin plasma meningkat dan
HbA2 meningkat
Tatalaksana
Indikasi parenteral apabila → tidak dapat makan dan gangguan pencernaan
Indikasi transfusi:
- Anemia sangat berat
- Infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi
- Hb < 4 g/dL → dosis 2-3 ml/kgBB per 1x pemberian dan berikan diuretik
furosemide
Preparat besi peroral
- Garram ferous lebih baik ketimbang ferri ,SF yang paling sering digunakan
- Dosis pemberian → 4-6 mg besi elemental / kgBB/ hari
- Pemberian ketika perut kosong → 2-3 x/ hari
- Berikan 1 bulan dan anemia akan mulai teratasi → tambah 2 bulan untuk storage
iron
Preparat besi parenteral :
- Iron dextran
- Dosis besi = BB x desired Hb x 2.5
Komplikasi