Anda di halaman 1dari 1168

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
1-2. Tuberkulosis
Klasifikasi pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1. Pasien baru TB:
Belum pernah mendapatkan OAT/sudah pernah, tapi kurang dari 1 bulan ( dari
28 dosis).
2. Pasien yang pernah diobati TB:
Pernah menelan OAT 1 bulan/lebih ( dari 28 dosis).
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
Pasien kambuh: pernah sembuh / pengobatan lengkap
Pasien yang diobati kembali setelah gagal: pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up): pernah diobati & lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya
dikenal dengan pengobatan setelah putus berobat /default).
Lain-lain: pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.
1-2. Tuberkulosis
OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3
Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
Pasien TB paru terdiagnosis klinis
Pasien TB ekstra paru

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Pasien kambuh
Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1 sebelumnya
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat
(lost to follow-up)

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


1-2. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


1-2. Tuberkulosis

Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.


3. Penyakit Endokrin
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


20.
Radioactive Iodine
3. Penyakit Endokrin
4.Intoksikasi Organofosfat
Organophosphorus pesticides
inhibit esterase enzymes,
especially acetylcholinesterase in
synapses and on red-cell
membranes.

Acetylcholinesterase inhibition
accumulation of acetylcholine &
overstimulation of acetylcholine
receptors in synapses of the
autonomic nervous system, CNS,
and neuromuscular junctions
DUMBELS.

DUMBELS: diarrhea, urination,


miosis,
bradycardia/bronchorea/bronchos
pasm, emesis, lacrimation,
salivation.
Patofisiologi Intoksikasi Organofosfat
4. Intoksikasi Organofosfat
Intoksikasi Organofosfat
Buku ajar IPD:
Sulfas tropin 1-2 mg IV, ulang 10-15 menit.

CDC:
Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk anak 0,01 mg/kg
(minimum 0,01 mg), diberikan IV. Jika tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret & keringat berlebih terkontrol.
Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak 25-50mg/kg. Diberikan IV
selama 30-60 menit.
Berfugsi untuk mereaktivasi enzim asetilkonesterase, terutama untuk mengatasi
paralisis otot yang terjadi namun tidak efektif lagi bila ikatan organofosfat dengan
Ach Esterase sudah ireversibetidak efektif untuk mengatasi depresi napas
Diberikan dalam waktu 48 jam setelak intoksikasi

Lancet. 2008 Feb 16; 371(9612): 597


Atropin bolus diberikan sampai denyut jantung >80 kali/menit, TD > 80
mmHg, & auskultasi paru bersih (kecuali ada area fokal karena aspirasi).
5. Ensefalopati Hepatikum

Kerusakan hepar
metabolisme ammonia
menurun kadar
ammonia meningkat
5. Ensefalopati Hepatikum
5. Ensefalopati Hepatikum
Lactulose
First-line therapy of HE menurunkan pH kolon dan
mengganggu uptake glutamin pada mukosa usus
menurunkan sintesis dan absorbsi amonia.
Antibiotic (rifaximin, neomycin)
menghambat glutaminase mukosa saluran cerna
menurunkan produksi amonia di usus.
Sodium benzoat
berinteraksi dengan glisin membentuk hipurat,
senyawa yang membutuhkan amonia ketika diekskresi
di renal.
Cirrhosis
Therapy
improve mental status by
diminishing the
absorption of ammonia &
other noxious substances
from the GI tract.

Lactulose (nonabsorbable
carbohydrate)
metabolized by microbes
acidic environment
trap ammonia as charged
NH4+ excreted by the
resultant osmotic diarrhea.

Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.


6. Beta Blocker
6. Beta Blocker
7. Asma
Definisi:
Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005
7. Asma
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.

Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah


dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit / gejala :


Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator

Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


7. Asma
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibilitas: perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu.
Menilai derajat berat asma

Manfaat arus puncak ekspirasi dengan spirometri atau peak


expiratory flow meter:
Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau
respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu
Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti
APE harian selama 1-2 minggu. Juga dapat digunakan menilai derajat
asma.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


Terapi Maintenance Asma

Nilai selama 3 bulan, jika membaik step-down,


jika tidak terdapat perbaikan step-up
8. Ketoasidosis Diabetik
Pencetus KAD:
Insulin tidak
adekuat
Infeksi
Infark

Diagnosis KAD:
Kadar glukosa 250
mg/dL
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum (+)
Harrisons principles of internal medicine
8. Ketoasidosis Diabetik

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
8. Diabetes Mellitus
Prinsip pengobatan KAD:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis & glukoneogenesis dengan
pemberian insulin. Dimulai setelah diagnosis
KAD dan rehidrasi yang memadai.
3. Mengatasi stres pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal,
pemantauan & penyesuaian terapi

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


8. Diabetes Mellitus
Hyperglycemic hyperosmolar state
Tipe pasien: lansia dengan DM tipe 2, riwayat poliuria
lama, turun berat badan, intake oral berkurang, & berakhir
dengan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan: dehidrasi & hiperosmol, hipotensi,


takikardia, gangguan status mental.

Gejala yang tidak ada pada HHS: mual, muntah, nyeri


abdomen, napas Kussmaul yang merupakan ciri KAD.

HHS sering dipresipitasi penyakit berat seperti SKA, stroke,


sepsis, pneumonia.

Harrisons principles of internal medicine


9. Antihipertensi
JNC VIII
10. Hiperkalemia
10. Hiperkalemia
Kalium > 5,5 mmol/L
Penurunan eksresi kalium
pada pasien CKD
Tanda dan gejala:
iritabilitas otot dan saraf,
takikardia, diare,
perubahan EKG, aritmia
jantung, paralisis
11. Edema

Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Saunders; 2010.
11. Edema
Pada sind nefrotik, jelas glomerular terutama berdampak
pada peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein.

Sedangkan pada sindrom nefritik, terdapat inflamasi


glomerular yang mengakibatkan penurunan LFG, proteinuria
non-nefrotik, edema & hipertensi (sekunder akibat retensi
natrium), & hematuria dengan silinder eritrosit.
12. Artritis
Gout:
Artritis akut diinisiasi
oleh kristalisasi urat di
dalam & sekitar sendi,

Lama kelamaan
menjadi chronic gouty
arthritis & muncul
tophi.

Tophi: agregat kristal


urat dengan inflamasi
di sekelilingnya.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout Tophy in chronic gout
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
12. Indikasi ULT Gout
Tidak semua
pasien gout
diberikan urate
lowering therapy
(allopurinol)
Indikasi ULT
Tofus
Serangan akut >2
kali/tahun
CKD stage 2 atau
lebih berat
Riwayat
urolithiasis
13. Infeksi Dengue
NS1:
antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


13. Infeksi Dengue

Shock
Bleeding
Primary infection: Secondary infection:
IgM: detectable by days 35 after the onset of IgG: detectable at high levels in the initial phase,
illness, by about 2 weeks & undetectable after persist from several months to a lifelong period.
23 months.
IgG: detectable at low level by the end of the first IgM: significantly lower in secondary infection
week & remain for a longer period (for many cases.
years).
14. Metabolik Endokrin

Human Physiology
14. Metabolik Endokrin
Sindrom Cushing
(hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism)
Kondisi klinis yang disebabkan oleh
pajanan kronik glukokortikoid
berlebih karena sebab apapun.

Penyebab:
Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis
anterior (penyakit Cushing).
ACTH ektopik (C/: ca paru)
Tumor adrenokortikal
Glukokorticod eksogen (obat)

Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000.


McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.
14. Metabolik Endokrin

Guyton and Hall Textbook of medical physiology


15. EKG

Lilly LS. Pathophysiology of heart


disease. 5th ed. Lipincott Williams &
Wilkins; 2011.
15. Gelombang pada EKG
Gelombang Q infark miokard lama, karakteristik:
Q-wave pada lead V2V3 0.02 s atau QS complex pada
lead V2 and V3 Q-wave 0.03 s dan > 0.1 mV atau QS
complex pada lead I, II, aVL, aVF, atau V4V6
Tall T hiperkalemia, karateristik: dapat lebih
tinggi dari 10 mm pada sadapan prekordial atau 5
mm pada sadapan ekstremitas
Gelombang U defleksi minimal setelah
gelombang T hipokalemia
16. Leptospirosis
Infection through the
mucosa or wounded skin

Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ

Disseminate
hematogenously to all
organs

Multiplication can cause:


Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver
Uremia & bacteriuria in the kidney
Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor
Muscle tenderness in the muscles Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.
16. Leptospirosis
Anicteric leptospirosis (90%), Icteric leptospirosis or Weil's
follows a biphasic course: disease (10%), monophasic
Initial phase (47 days): course:
sudden onset of fever,
severe general malaise, Prominent features are renal and
liver malfunction, hemorrhage
muscular pain (esp calves), and impaired consciousness,
conjunctival congestion,
leptospires can be isolated from The combination of a direct
most tissues. bilirubin < 20 mg/dL, a marked
in CK, & ALT & AST <200 units is
Two days without fever follow. suggestive of the diagnosis.
Second phase (up to 30 days): Hepatomegaly is found in 25% of
leptospires are still detectable in cases.
the urine.
Circulating antibodies emerge, Therapy is given for 7 days :
meningeal inflammation, uveitis & Penicillin (1.5 million units IV
rash develop. or IM q6h) or
Therapy is given for 7 days: Ceftriaxone (1 g/d IV) or
Doxycycline 2x100 mg (DOC) Cefotaxime (1 g IV q6h)
Amoxicillin 3x500 mg
Ampicillin 3x500 mg
17. Thyroid
17. Thyroid Ophtalmopathy
Ophtalmopathy sign Description
Vigouroux sign eyelid fullness
Stellwag sign incomplete and infrequent blinking
Grave sign resistance to pulling down the retracted upper lid
Goffory sign absent creases in the forehead on superior gaze
Mobius sign poor convergence
Ballet sign restriction of one or more extraocular muscles
Lid sign involvement of levator palpebrae superioris due to
(Lid lag and lid retraction) orbitopathy and thyroid induced sensitization of
Mullers muscle to circulating catecholamines resulting
in a staring look

Kocher sign Staring look


17. Thyroid Ophtalmopathy
Ophtalmopathy sign Description
Proptosis Protrusion of the eyeball
Exophtalmos Bulging of the eye anteriorly out of the orbit
Strabismus Misalignment of the eye due to involvement of
extraocular muscle
Restrictive extraocular Due to oedema, inflammation and fibrosis due to
myopathy lymphocytic infiltration of the extraocular muscles.
This causes tethering of the globe by the tight recti
muscles.
Anterior segment signs superficial punctuate keratitis, superior limbic
keratoconjunctivitis, conjunctival injection usually
over the rectus muscle insertions, and conjunctival
chemosis.
Soft tissue signs eyelid oedema, conjunctival erythema and chemosis;
Dilated episcleral veins over insertion of recti can be
seen in inactive disease
Ha rri sons principles of internal medicine. 18th ed. McGra w-Hill; 2011.

18. Infeksi Saluran Kemih


Pielonefritis
Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria, leukosit esterase +.

Sistitis:
Inflamasi pada kandung kemih
Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.
Urethritis:
Inflammation pada uretra
Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
ISK complicated:
Terdapat faktor anatomi, fungsional, farmakologi yang menjadi
predisposisi infeksi persisten, rekuren, atau gagal pengobatan
Contoh: ISK pada pembesaran prostat atau obstruksi lain yang
memerlukan kateter, infeksi oleh bakteri multiresisten.
18. Infeksi Saluran Kemih
Pielonefritis ringan:
Demam ringan dengan/tanpa nyeri CVA.

Pielonefritis berat:
Demam tinggi,
rigors,
Mual, muntah,
Nyeri pinggang.

Gejala umumnya akut, gejala sistitis bisa ada/tidak.

Demam adalah tanda utama yang membedakan pielonefritis


dari sistitis.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.


18. Pielonefritis
Indikasi rawat inap:
Tidak bisa menjaga
hidrasi oral & minum
obat,
Keadaan sosial atau
komplians yang tidak
pasti atau komplians,
Diagnosis belum pasti,
Demam tinggi, nyeri
yang berat, & debilitatif.

Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015


18. Pielonefritis

Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di
awal terapi), terapi dapat dibatasi selama 7 hari.
Pada beberapa penelitian pemberian golongan -lactam kurang dari
14 hari berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7
hari dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.
Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015
18. Pielonefritis
Jika Gram negatif
Ceftriaxone

Jika kemungkinan enterococci


ampicillin plus gentamicin,
ampicillin-sulbactam, and
piperacillin-tazobactam

Jika prevalensi kuman resisten


TMP-SMX tinggi, maka jangan
digunakan sebagai terapi
empirik.

Terapi parenterall dapat


diswitch menjadi terapi oral
setelah 24-48 jam bebas
demam (Sanford guide).

Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015


19. Hepatitis Marker
Hepatitis Jenis virus Antigen Antibodi Keterangan
HAV RNA HAV Anti-HAV Ditularkan
secara fekal-
oral
HBV DNA HBsAg Anti-HBs Ditularkan
HBcAg Anti-HBc lewat darah
HBeAg Anti-HBe Karier
HCV RNA HCV Anti-HCV Ditularkan
C100-3 lewat darah
C33c
C22-3
NS5
HDV RNA HBsAg Anti-HBs Membutuhkan
HDV antigen Anti-HDV perantara HBV
(hepadnavirus)
HEV RNA HEV antigen Anti-HEV Ditularkan
secara fekal-
oral
Hepatitis A
Virus RNA (Picornavirus)
ukuran 27 nm
Kebanyakan kasus pada
usia <5 tahun
asimtomatik atau gejala
nonspesifik
Gejala bersifat akut:
Demam, malaise, mual,
muntah, anoreksia, gejala
abdomen
Ikterus, nyeri abdomen
kanan atas
Pengobatan: suportif

Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.


HEPATITIS B VIRUS
HBsAg (the virus coat, s= surface)
the earliest serological marker in the serum.
HBeAg
Degradation product of HBcAg.
It is a marker for replicating HBV.
HBcAg (c = core)
found in the nuclei of the hepatocytes.
not present in the serum in its free form.
Anti-HBs
Sufficiently high titres of antibodies ensure
imunity.
Anti-Hbe
suggests cessation of infectivity.
Anti-HBc
the earliest immunological response to HBV
detectable even during serological gap.

Principle & practice of hepatology.


HEPATITIS VIRUS
COURSE OF HBV INFECTION
HEPATITIS C VIRUS
20. Intoksikasi Paracetamol
Acetaminophen intoxication
Acute ingestion of more than 150200 mg/kg in children or 67 g in
adults is potentially hepatotoxic.
High-risk patients include alcoholics and patients taking
anticonvulsant medications or isoniazid.

Clinical manifestations:
Early after acute acetaminophen overdose, there are usually no
symptoms other than anorexia, nausea, or vomiting. Rarely, a massive
overdose may cause altered mental status and metabolic acidosis.
After 2448 hours, when transaminase levels (AST and ALT) rise,
hepatic necrosis becomes evident. If acute fulminant hepatic failure
occurs, encephalopathy and death may ensue.
Intoksikasi Paracetamol
20. Intoksikasi Paracetamol
Management
N-acetylcysteine
loading dose 140 mg/kg orally. The effectiveness of NAC depends on
early treatment, before the metabolite accumulates; it is of maximal
benefit if started within 810 hours
If vomiting interferes with oral acetylcysteine administration, give it by
gastric tube and use high-dose metoclopramide (12 mg/kg
intravenously (IV); or ondansetron, or give the NAC intravenously if
necessary.

Decontamination
1. Prehospital. Administer activated charcoal, if available.
2. Hospital. Administer activated charcoal. Gastric emptying is not
necessary if charcoal can be given promptly. Do not administer charcoal if
more than 34 hours have passed since ingestion, unless delayed
absorption is suspected.
21. Syok
21. Syok Kardiogenik
Gangguan fungsi
ventrikel kiri
gangguan perfusi
oksigen ke jaringan
Disebabkan oleh
infark miokard akut
Hilangnya >40%
jaringan otot pada
ventrikel kiri
Edema Paru Akut
22. Sepsis
SIRS (Systemic inflammatory response syndrome)
didiagnosis apabila memenuhi dua atau lebih kriteria
berikut:
1. Suhu > 38 C atau < 36 C
2. Denyut jantung > 90x/menit
3. Laju pernapasan > 20x/menit atau PaCO2 <32mmHg
4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur
(band)
Sedangkan, pasien didiagnosis sepsis apabila
memenuhi kriteria SIRS ditambah tempat infeksi yang
diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap
organisme dari tempat tersebut)
22. Sepsis
Sepsis berat
Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi
atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oligouria, dan
penurunan kesadaran.
Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau
penurunan tekanan darah >40 mmHg dan tidak ditemukan
penyebab hipotensi lainnya.
Syok sepsis
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan
resusitasi cairan adekuat atau memerlukan vasopresor
untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.
Early Goal Directed Therapy (EGDT)
MAP < 65 mmHG
vasopresor
MAP > 90 mmHg
vasodilator
ScvO2 saturasi
oksigen vena
Jika ScvO2 <70%
setelah transfusi
dobutamin 2,5
mcg/kg/menit
titrasi per 30 menit
22. Sepsis
23. SLE
Klasi
fikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria
tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
Kriteria SLE ringan:
1. Secara klinis tenang
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat,
sendi, hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

SLE dengan tingkat keparahan sedang:


1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)
2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)
3. Serositis mayor

Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa:


a. Jantung : endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade
jantung, hipertensi maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru,
fibrosis interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal : pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal : nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit : vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis,
polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3), trombositopenia < 20.000/mm3 ,
purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.
23. SLE
24. Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.


24. Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid arthritis (RA)


Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui,
ditandai oleh poliartritis perifer yang simetrik.
Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular.
24. Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.


Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
24. Rheumatoid Arthritis
Skor 6/lebih: definite RA.
Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG
Boutonnoere deformity caused by Swan neck deformity caused by
flexion of the PIP joint with Hyperextension of the PIP joint
hyperextension of the DIP joint. with flexion of the DIP joint .

Rheumatoid Arthritis
Ulnar deviation of the fingers with wasting
Rheumatoid nodules of the small muscles of the hands and
& olecranon bursitis. synovial swelling at the wrists, the extensor
tendon sheaths, MCP & PIP.
Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Female>male, >50 Female>male Male>female, >30 Male>female,
tahun, obesitas 40-70 tahun thn, hiperurisemia dekade 2-3
Awitan
Inflamasi
gradual
-
Arthritisgradual
+
akut
+
Variabel
+

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchards nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberdens nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan tulang Osteofit Osteopenia erosi Erosi
erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


25. ACLS

ACLS 2015
Kompresi 100-120
kali
Kedalaman
minimal 5 cm
maksimal 6 cm
26. Algoritme Takikardia ACLS
27. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grows slowly may Grows quickly feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is found their doctor.
during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature granulocyte, Lymphoblas Myeloblast
lymphocyte, dominant myelocyte t >20% >20%, aeur rod
smudge cells & segment may (+)
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away
CDC.gov
Sel blas dengan Auer rod pada leukemia Leukemia mielositik kronik
mieloblastik akut

Limfosit matur & smudge cell


Sel blas pada leukemia limfoblastik akut
pada leukemia limfositik kronik
28. Toksisitas Statin
Peningkatan ringan creatine kinase (CK) di plasma dijumpai pada sebagian
pasien yang mendapat statin, terutama terkait dengan aktivitas fisik berat.

Faktor risiko miopati akibat statin:


Usia >70 tahun
Perempuan
Dosis terapi > 1,5 kali dosis maksimum
Gangguan fungsi hati/ginjal (creatinine clearance < 30 mL/min/1.73 m2
Berat badan rendah

Terapi dapat dilanjutkan pada pasien yang asimtomatik jika


aminotransferase diawasi dan stabil.

Jika timbul nyeri otot, nyeri tekan, atau kelemahan otot, maka CK harus
diperiksa & obat dihentikan jika aktivitas CK meningkat signifikan di atas
nilai rujukan.

Basic & clinical pharmacology. 10th ed.


Considerations for Safe Use of Statins: Liver Enzyme Abnormalities and Muscle Toxicity. Am Fam Physician. 2011 Mar 15;83(6):711-716.
28. Toksisitas Statin
29. Anemia Makrositik

Wintrobe Clinical Hematology. 13 ed.


29. Anemia Makrositik
Anemia makrositik megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vit B12 dan
asam folat. Keduanya memberi gambaran makro-ovalosit dan neutrofil
hipersegmentasi.

Gangguan pembentukan DNA akibat defisiensi vitamin tersebut


mengakibatkan kematian sel darah di sumsum tulang, yang dapat
memberi gambaran pansitopenia serta ikterus (hiperbilirubinemia indirek)

Gejala anemia yang timbul, antara lain cepah lelah dan pucat, kekuningan.

Gangguan neurologi hanya terjadi pada defisiensi vitamin B12, tidak pada
defisiensi folat. Gejala neurologi yang ditemukan:
Neuropati perifer: kesemutan, kebas, lemas
Kehilangan sensasi proprioseptif (posisi) dan getaran
Gangguan memori, depresi, iritabilitas
Neuropati optik: penglihatan kabur, gangguan lapang pandang
Hipersegmentasi (segmen 5/lebih)

Makro-ovalosit pada anemia


makrositik megaloblastik
29. Anemia Makrositik

Folate is present in most foods including


eggs, milk, yeast, mushrooms, and liver
but is especially abundant in green leafy
vegetables.
Cobalamin is present in most foods of
animal origin including milk, eggs, and
meat.
Clinical laboratory hematology. 3rd ed.
29. Anemia Makrositik
Vegetarian diet:
Consume less total protein than omnivores, but
meet the recommended dietary allowances.
ferritin levels are lower, but not depleted.
Serum vit B12 in vegans are generally lower
Calcium intake is lower
Vitamin D is less consumed

Modern Nutrition in Health & Disease.


30. Infeksi HIV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu
dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia)
dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.

Rekomendasi :
Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah
CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium
klinisnya.
Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB
aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4.

Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kementerian. Kemenkes 2011.
30. Infeksi HIV

Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kementerian. Kemenkes 2011.
Guidelines HIV WHO (2013)

Pedoman terbaru 2013 merekomendasikan terapi ARV


jika CD4 <500 sel/mm3
Guidelines
WHO 2015
Semua CD4
diberikan
terapi pada
pedoman
terbaru
Indonesia
masih belum
feasible
untuk
menerapkan
pedoman ini
Perbandingan Pedoman Terapi HIV
Konsensus HIV WHO 2013 WHO 2015
2011
Stadium klinis 1 Jika CD 4 <350 Jika CD4 < 500, Semua CD4,
dan 2 prioritas < 350 prioritas < 350
Stadium klinis 3 Semua CD4 Semua CD4 Semua CD4 dan
dan 4 prioritas
TB Semua CD4 Semua CD4 Semua CD4
Hepatitis B Semua CD4 Jika CD4<500 Semua CD4 pada
kecuali terdapat penyakit hati berat
penyakit hati
kronik berat
8. HIV/AIDS

TDF: tenofovir, AZT: zidovudin, 3TC: lamivudin, EFV: efavirenz,


NVP: nevirapine, ABC: abacavir, LPV/r: lopinavir/ritonavir
31. Torsio Testis
Gejala dan tanda:
Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
Pembengkakan skrotum
Nyeri abdomen
Mual dan muntah
Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
Bila nyeri berkurangtanda telah terjadi
nekrosis
http://emedicine.medscape.com/article/2036003-treatment#a1156

Tatalaksana Torsio Testis


Manual detorsion
Dapat dilakukan saat pasien di IGD dan merupakan terapi
sementara
Cara manual detorsion
Seperti Opening of a book bila dokter berdiri di kaki pasien
Sebagian besar torsio testis , terpelintir kearah dalam dan medial, sehingga
manual detorsion akan memutar testis kearah luar dan lateral
Bila testis kiri yang terkena, dokter memegang testis dengan ibu jari dan
telunjuk kanan kemudian memutar kearah luar dan lateral 180derajat
Rotasi testis mungkin memerlukan pengulangan 2-3 kali sampai detorsi
terpenuhi
Bila berhasil (dikonfirmasi dengan USG color Doppler dan gejala
yang membaik)terapi definitif masih harus dilakukan sebelum
keluar dari RS
Surgical detorsion Terapi definitif
Untuk memfiksasi testis
Tetap dilakukan walaupun,manual detorsion berhasil
CITO bila manual detorsion tidak berhasil dilakukan
Bila testis yang terkena sudah terlihat, testis dibungkus
kassa hangatuntuk memperbaiki sirkulasi dan menentukan testis
masih hidup atau tidak
OrchiectomyBila testis telah nekrosis
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/

Male Genital Disorders


Disorders Etiology Clinical
Testicular torsion Intra/extra-vaginal Sudden onset of severe testicular pain followed by
torsion inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal
upset with nausea and vomiting.
Hidrocele Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen
blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele Vein insufficiency Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis persistent patency of Mass in scrotum when coughing or crying
the processus
vaginalis
Chriptorchimus Congenital anomaly Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other
area, hidden or palpated as a mass in inguinal.
Complication:testicular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia
32. BPH
BPH

adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
PATOFISIOLOGI

Kelenjar Prostat terdiri Mekanisme BPH secara umum


dari atas 3 jaringan : patofisiologi penyebab hasil dari faktor statik
BPH secara jelas (pelebaran prostat
Epitel atau secara berangsur-
glandular, stromal belum diketahui
dengan pasti. angsur) dan faktor
atau otot polos, dan dinamik (pemaparan
kapsul. Namun diduga terhadap agen atau
Jaringan stromal intaprostatik kondisi yang
dan kapsul dihidrosteron (DHT) menyebabkan
ditempeli dengan dan 5- reduktase tipe konstriksi otot polos
reseptor adrenergik II ikut terlibat. kelenjar.)
1.
TANDA DAN GEJALA

Tanda klinis terpenting BPH


Sering kencing adalah ditemukannya
Sulit kencing pembesaran konsistensi
Nyeri saat berkemih kenyal, pool atas tidak teraba
Urin berdarah pada pemeriksaan colok
Nyeri saat ejakulasi dubur/ digital rectal
Cairan ejakulasi examination (DRE). Apabila
berdarah teraba indurasi atau terdapat
Gangguan ereksi bagian yang teraba keras,
Nyeri pinggul atau perlu dipikirkan kemungkinan
punggung prostat stadium 1 dan 2.
Manifestasi Klinis
Dapat dibagi ke dalam dua kategori :

Obstruktif :
terjadi ketika faktor
dinamik dan atau Iritatif :
faktor statik hasil dari
mengurangi obstruksi yang
pengosongan sudah berjalan
kandung kemih. lama pada leher
kandung kemih.
Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
Pembesaran kelenjar
pada zona sentral
Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
Kalsifikasi antara zona
sentral
Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan:
Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
Indentasi caudal buli-buli
Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria

Fish Hook appearance(di tandai


dengan anak panah)

Indentasi caudal buli-buli


Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH

Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala parah


ringan sedang dan komplikasi BPH

Watchful Operasi
waiting
-adrenergik -adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-
5- Reductace
Reductace inhibitor inhibitor

Jika respon Jika respon Jika respon Jika respon tidak


berlanjut tidak berlanjut, berlanjut berlanjut, operasi
operasi
Management
Drug therapy Drug therapy
5 alpha reductase inhibitors
Alpha blockers Mereduksi Volume prostat
Memperbaiki tonus Reduces risk of prostate cancer,
increases risk of high grade
otot polos prostat disease
dan vesika urinaria Combined therapy
Lebih efektif Men with large prostate > 40g
dibandingkan 5 alpha or PSA >4 or moderate to severe
symptoms combined therapy
reductase inhibitors will prevent 2 episodes of
clinical progression per 100men
Tamsulosin and over 4yrs. Much less effective
alfuzosin require no for men with smaller prostates
dose titration
33. Compartment Syndrome
34. Kontusio Paru
Kontusio paru
memar atau peradangan pada paru yang dapat
terjadi pada cedera tumpul dada akibat
kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
kerusakan jaringan paru yang terjadi pada Paru
yang ditandai dengan hemoragi dan edema
setempat.
berhubungan dengan trauma ketika terjadi
kompresi dan dekompresi cepat pada dinding
dada yaitu trauma tumpul
Klasifikasi Kontusio Paru
Ringan
nyeri saja.
Sedang
sesak nafas
mucus dan darah percabangan bronchial
batuk tetapi tidak mengeluarkan sekret.
Berat
sesak nafas hebat
takipnea, takhikardi
Sianosis
Agitasi
batuk produktif dan kontinyu
secret berbusa, berdarah dan mukoid.
Tanda & Gejala
Takipnea.
Takikardi.
Nyeri dada.
Dispnea.
Batuk disertai sputum atau darah.
Suara nafas Ronchi, melemah.
Perkusi redup
Ekimosis.
Hipoksemia berat.
Respiratori distress.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
RO thorak: menunjukkan memar paru yang
berhubungan dengan patah tulang rusuk dan
emfisema subkutan
Ro thoraks: menunjukkan gambaran Infiltrat,
tanda infiltrat kadang tidak muncul dalam 12-
24 jam.
35. Batu Uretra
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal
atau batu ureter yang turun ke buli-buli,
kemudian masuk ke uretra.
Batu uretra yang merupakan batu primer
terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika
terbentuk di dalam divertikel uretra.
Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih 1%
dari seluruh batu saluran kemih.
http://emedicine.medscape.com/
Batu Uretra
Batu uretra:
2/3 batu uretra terletak di uretra posterior
1/3 batu uretra terletak di uretra anterior
Gejalatidak spesifik, terdapat gejala-gejala obstruksi
Asimptomatik
Riwayat sering nyeri pinggang sebelumnya
Retensi urinKeluhan tersering
Disuria
Aliran mengecil
Frequency
Dribbling
Hematuria
Mengeluar batu kecil saat kencing atau kencing berpasir
Batu uretra posteriorNyeri yang menjalar ke perineum atau rectum
Batu uretra anteriornyeri pada daerah tempat batu berada atau
menjalar ke penis
http://www.bjui.org/ContentFullItem.aspx?id=840&SectionType=1&title=Ob
structing-Calculi-within-the-Male-Urethra
Gejala
Nyeri kolik
Hematuria
Nyeri ketok pada
daerah kosto-vertebra,
teraba ginjal pada sisi
yang sakit akibat
hidronefrosis,
Terlihat tanda-tanda
gagal ginjal
Adanya retensi urine
Radiologi
Foto Polos Abdomen
Melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu
jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling
sering dijumpai, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.
Pielografi Intra Vena
Menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak
Tidak dapat digunakan pada situasi penurunan fungsi ginjal
Ultrasonografi
Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu
pada keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun
dan pada wanita yang sedang hamil.
Dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya
pengkerutan ginjal
CT Urografi
Baku standar pemeriksaan batu saluran kemih
Dapat digunakan pada pasien dengan penuruna fungsi ginjal
acoustic shadowing

Sumbatan di uretra
pars prostatika
Tatalaksana
Medikamentosa, bersifat simtomatis, yaitu
bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan
memberikan diuretikum, dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar.
Litotripsy uretroskopi
Bedah terbuka
36. Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada Sistem Saraf
Pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus rabies, dan
ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies
terutama anjing, kucing, kera, dan kelelawar.
Penyakit rabies atau penyakit anjing gila, merupakan
penyakit yang bersifat fatal atau selalu diakhiri
dengan kematian bila tidak ditangani dan diobati
dengan baik.
Telah dilaporkan 98 persen kasus rabies di Indonesia
ditularkan akibat gigitan anjing dan 2 persen akibat
gigitan kucing dan kera.
Gejala Klinis
Stadium Prodromal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual, dan rasa nyeri di tenggorokan dalam beberapa hari.

Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul
dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi,
hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi.
Adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi.
Kontraksi otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat ditimbulkan oleh rangsang sensorik
seperti meniupkan udara ke muka penderita atau dengan menjatuhkan sinar ke mata atau dengan
menepuk tangan di dekat telinga penderita.
Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsi, dan takikardi.
Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat
dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga
kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena
gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
Tatalaksana
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani
dengan cepat dan sesegera mungkin.
Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan
air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau deterjen selama 10-15
menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat
merah dan lain-lain).
Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitan situasi), maka diberi
Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan
secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya
disuntikan secara intra muskuler.
Dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti
tetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian
analgetik.
Bila ada indikasi pengobatan :
1. Terhadap luka resiko rendah diberi Vaksin Anti Rabies (VAR) saja
Jilatan pada kulit luka
garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi)
luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki.
2. Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR
Jilatan/luka pada mukosa
luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher)
luka pada jari tangan/kaki, genetalia
luka yang lebar/dalam
luka yang banyak (multipel).
3. Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies
atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak
ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR.
4. Sedangkan apabila kontak dengan air liur pada kulit luka yang tidak
berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR
apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.
37. Balanitis
Definisi
Balanitis adalah radang pada glans penis
Posthitis adalah radang pada kulup.
Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.
Etiologi
Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.

Pengobatan
Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan sirkumsisi.
Phimosis Paraphimosis
Prepusium tidak dapat Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
Komplikasiinfeksi koronarius
Balanitis Gawat darurat bila
Postitis Obstruksi vena
Balanopostitis superfisial edema dan
nyeri Nekrosis glans
Treatment penis
Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
Treatment
retraction Manual reposition
Dorsum incisionbila Dorsum incision
telah ada komplikasi
38. Osteomyelitis kronik

Osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih


sejak infeksi pertama.

Umumnya merupakan kelanjutan dari osteomielitis


akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diterapi secara
adekuat.
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri tulang yang terlokalisir dan hilang timbul
Disertai demam
Terdapat cairan pus yang keluar dari suatu luka pasca
operasi
Eritema pada daerah disekitar luka
Terdapat tanda utama (kardinal) yaitu timbulnya
saluran sinus, deformitas instabilitas dan tanda lokal
dari vaskularisasi yang rusak, keterbatasan gerak dan
gangguan neurologis
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Sekuestrum
bangunan dense dikelilingi lusen
tulang yang mati dikelilingi oleh pus
Involucrum
pembentukan tulang baru di sekitar tulang yang mengalami
destruksi
Korteks menebal/sklerotik dan berkelok-kelok
Kanalis medularis menyempit hingga gambaran medula
menghilang
Brodies abcess
di dalam spongiosa dekat ujung tulang
abses bulat/oval,lusen dengan batas tegas dikelilingu zona
sklerotik, bisanya tanpa sekuester dan tanpa elevasi periosteal.
Sequestrum

Cloaca
Osteomyelitis, chronic. Sclerosing
Osteomyelitis, chronic. Sequestrum of the lower tibia osteomyelitis of the lower tibia. Note the
bone expansion and marked sclerosis.
radiologik dari abses Brodie yang dapat ditemukan pada
osteomielitis sub akut/kronik. Pada gambar terlihat kavitas
yang dikelilingi oleh daerah sclerosis.
Diagnosis banding Komplikasi
Tumor benigna dan Anemia
maligna Penurunan berat badan
Kelemahan dan
amiloidosis.
Arhtritis purulenta
Fraktur patologis
TERAPI
Antibiotik Tindakan Operatif
Bertujuan untuk : Bertujuan untuk :
Mencegah terjadinya Mengeluarkan seluruh jaringan
penyebaran infeksi pada tulang nekrotik, baik jaringan lunak
sehat lainnya. maupun jaringan tulang (
Mengontrol eksaserbasi sequesterum) sampai ke
jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase
dan irigasi secara kontinu
selama beberapa hari.
Sebagai dekompresi pada
tulang dan mencegah
penyebaran osteomyelitis lebih
lanjut
Gips untuk mencegah patah
tulang patologik
39. Mastectomy
Limfedema pada
Kanker Payudara
Sumbatan saluran limfe
Akumulasi cairan limfe di jaringan sekitar
Etiologi
Pembedahan
Radiasi
Infeksi
Trauma
Transportasi cairan limfe terganggu
Saluran limfe rusak secara fisik karena operasi
Kompresi saluran limfe karena perubahan saat radiasi dan
operasi
Obstruksi saluran limfe oleh tumor
Lifetime risk
40. Priapism
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronies disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
41. Fraktur basis cranii :
Fraktur yg terjadi pd
tulang yg membentuk
dasar tengkorak.
Terbagi atas; fossa
anterior, fossa media dan
fossa posterior
Fraktur pd masing2 fossa
akan memberikan
manifestasi yg berbeda
Skull Base Anatomy
Fr. basis cranii
(fossa anterior):

Dibatasi oleh; os.spenoid, procesus


clinoidalis anterior, dan jagum
spenoidalis.
Manifestasi / tanda gejalanya terjadi
perlahan 12-24 jam
tanda-tanda klinis :
Ekimosis periorbital (Racoon
Eyes/brill hematome),
Tidak disertai cedera lokal),
Hematome subconjungtiva;
anosmia (Gg. N.olfactorius),
Rhinorea (Kebocoran CSS) dg
tanda pemeriksaan trdpt
`Halo - sign` pd kertas tissue
Gangguan Visus (Gg.N.optikus)
Fraktur basis cranii
(fossa media) :

Dibatasi oleh; os.temporalis,


procesus clinoidalis posterior,
dan dorsum sella.
Tanda-gejala; echymosis mastoid
(battle sign), othorrea,
hematompanum, sakit kepala,
Gg.visus dan gerak bola mata.
25% Gg.N.VII, N.VIII.
Fraktur basis cranii
(fossa posterior) :
Merupakan dasar kompartemen
infratentorial
Sering tidak disertai tanda yg jelas
namun segera menimbulkan
kematian

Penekanan batang otak


Pemeriksaan Penunjang
Tes; Halo sign
CT Scan kepala
Mri (magnetik resonance imaging)
ECG
CT Fraktur Basis Cranii Anterior
CT Fraktur Basis Cranii Media
CT Fraktur Basis Cranii Posterior
42. Kista Ganglion
Degenerasi kistik jaringan
periartikuler, kapsul sendi,
atau pembungkus tendo
Tumor jaringan lunak
tersering pada tangan dan
Pergelangan Tangan 60 %
Prediposisi dorsal manus
Menempel pada Kapsul,
tendon, atau tendon sheath
Wanita > Pria
70% terjadi pada dekade 2 - 4
Terbentuk tunggal dan pada Informasisehat.files.wordpress.com/2010/05/ganglion-cyst

tempat yang amat spesifik


Tanda dan Gejala
Ada Riwayat Trauma (10%)
Bisa muncul tiba-tiba atau berkembang dalam
hitungan bulan/tahun
Mengecil dalam keadaan istirahat
Membesar dengan aktifitas
Kadangkala bisa menghilang secara spontan
Rekurensi sangat jarang (complete exicion)
> 50% eksisi tidak komplit
Radiologis :

Gambaran Ganglion sulit ditemukan


Jika massa teraba USG
Jika massa tidak teraba MRI
dapat terjadi pada Intraosseus pergelangan
tangan
Kista pada CMC/DIP joint Osteoartritis
Anatomi
Kista utama bisa tunggal atau multilokul
Tampak halus, putih, dan translusen
Dinding:
Terbentuk dari serat kollagen
Cenderung aselular
Perlekatan kapsul:
Celah berisi mucin yang menghubungkan Kista utama dengan sendi
dibawahnya
Stroma pada saluran intrakapsular:
Tightly Packed Collagen fibers
atau sparsely cellular area dengan broken collagen fibers dan Mucin-
filled extracellular & Intracellular lakes
Kandungan Kista:
Mucin dengan Viskositas tinggi, jernih, lengket, Seperti jelly
Terbentuk dari
Glukosamin
Albumin
Globulin
Hyaluronic acid dengan konsentrasi tinggi
Patogenesis
Masih Belum Jelas
Hippocrates Knots of tissue containing mucoid
flesh
Hipotesis:
Herniasi Synovial atau ruptur melalui tendon sheath (Eller,
1746)
Pertumbuhan baru dari membran synovial (Henle,
1847)
Dermoid atau peristirahatan Synovial yang disebabkan
oleh arthrogenesis blastoma cell nest atau jaringan
embrionik periartikular. (Hoeftman, 1876)
Modifikasi Bursae dan kista degeneratif (Vogt, 1881)
Ledderhorse 1893 dan dipopulerkan oleh Carp
dan Stout Degenerasi Mukoid
Fibrilasi serat kolagen
Akumulasi mucin intraseluler dan ekstraseluler
Berkurangnya serat kolagen serta sel stroma
Penanganan Non-Operatif
Merupakan Metode terapi Aspirasi Ganglion
insial pada ganglion efektif pada 20-30%
Penekanan jari
Puncture dinding kista
Injeksi hialuronidase
Disseksi Tonotome subkutan Instillasi lidokain dan
Fiksasi silang dengan jahitan
bethamethasone pada
besar kapsul dan perlekatan
Pada pediatrik observasi tendon sheath
Yakinkan pasien bahwa
ganglion adalah Tumor
jinak
Ganglion simptomatik
persisten Operasi
Penanganan Operatif
eksisi ganglion prosedur terbuka
Minimalisasi pembentukan jaringan parut
Minimalisasi hilangnya ROM
Arthroscopic approach efektif, dengan
resiko rekurensi lokal lebih tinggi
43. KANKER REKTUM
Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden
dan mortalitas.

Insidensi tahun 2002 : >1 juta, dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%.

Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia
baru.

Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang
muda.

Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid.

96% kasus ca kolorektal berupa adenocarcinoma


DIAGNOSA KLINIS

1. Anamnesa
Diare palsu atau spurious diarrhoea
BAB berlendir
Feses pipih seperti kotoran kambing
Penurunan berat badan
Perdarahan bercampur tinja
Colon-Rectum
Anus
Dari Linea Dentata sampai 3-4 cm
dari linea dentata (Anocutan Line)
Rectum
Mulai dari 3-4 cm dari Linea
Dentata sampai 15 cm ke
proksimal
Rectosigmoid junction is the
point at which the three tenia
fan out and form a complete
outer longitudinal layer. Linea Dentata

Carcinoma proximal to this


pointcolonic ca, distal to this
pointrectal
2. Pemeriksaan Fisik
Cari kemungkinan
Colok dubur dapat
metastase (pembesaran
diketahui :
KGB atau hepatomegali)
Adanya tumor rektum

Lokasi dan jarak dari anus

Posisi tumor, melingkar /


menyumbat lumen

Perlengketan dengan jaringan


sekitar
3. Pemeriksaan penunjang
Biopsi

Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA


242, CA 19-9
uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di
jaringan.

Endoskopi
Sigmoidoskopi
Kolonoskopi
Virtual colonoscopy (CT colonography)

Imaging Tehnik :
MRI, CT scan, transrectal ultrasound
4. Klasifikasi karsinoma rektum

Stadium :
0 : carcinoma in situ. III: Dukes C rectal cancer.
I : Dukes A rectal cancer. IV: Dukes D rectal cancer
II: Dukes B rectal cancer.
*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

TNM Modified Deskripsi


Stadium Dukes
Stadium
T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa
T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
Any T, M1 D Metastasis jauh
Pembedahan

stadium dini (polip


Eksisi lokal
polypectomy)

Low anterior
di tengah atau 1/3 atas rektum
resection (LAR)

Abdominal perineal Massa tumor < 5 cm dari


resection (Miles
procedure) anokutan (rektum 1/3 distal)
Radiasi
Tujuan : Jenis

Mengurangi risiko rekurensi Eksternal radiasi (external


lokal beam therapy)
Meningkatkan kemungkinan Internal radiasi (brachytherapy,
prosedur preservasi sfingter implant radiation)
Meningkatkan tingkat
resektabilitas pada tumor yang
lokal jauh atau tidak resektabel
Mengurangi jumlah sel tumor
yang viable sehingga
mengurangi kemungkinan
terjadinya kontaminasi sel
tumor dan penyebaran melalui
aliran darah pada saat operasi
Kemoterapi
Untuk tumor stadium 2-3

Fluorouracil (5-FU) + leucovorin 6-12 bulan

Pertimbangan kemoterapi ;
usia muda
histologi derajat keganasan tinggi
invasi ke saluran limfe dan/atau vaskuler
obstruksi atau perforasi pada waktu diagnosis
faktor prognosis molekuler seperti ekspresi timidilat sintase,
p53, dan adanya instabilitas mikrosatelit
Penanganan Jangka Panjang
Evaluasi
deteksi tumor primer baru atau metastase
klinik

Rontgen deteksi rekurensi

deteksi adanya metachronous tumor,


Kolonoskopi suture line rekurensi atau kolorektal
adenoma

identifikasi kemungkinan tempat rekurensi,


CEA dan biasanya sangat membantu dalam
mengidentifikasi metastasis ke hepar
44. Gastroskisis & Omphalocele
45. Atresi Ani
invertogram Intussusception Hirschprung

Classifcation:
A low lesion
colon remains close to the skin
stenosis (narrowing) of the anus
anus may be missing altogether,
with the rectum ending in a blind
pouch
A high lesion
the colon is higher up in the pelvis
fistula connecting the rectum and
the bladder, urethra or the vagina
A persistent cloaca
rectum, vagina and urinary tract
are joined into a single channel
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om Duodenal atresia
Classification
Males Females
1. Cutaneous (perineal fistula) 1. Cutaneous (perineal fistula)
2. Rectourethral fistula
2. Vestibular fistula
A. Bulbar
B. Prostatic
3. Imperforate anus without fistula

3. Rectobladder neck fistula 4. Rectal atresia

4. Imperforate anus without 5. Cloaca


fistula A. Short common channel
5. Rectal atresia B. Long common channel

6. Complex malformations
Classification
Menurut Berdon, membagi Menurut Stephen, membagi
atresia ani berdasarkan atresia ani berdasarkan pada
tinggi rendahnya kelainan, garis pubococcygeal.
yakni : Atresia ani letak tinggi
Atresia ani letak tinggi bagian distal rectum
bagian distal rectum terletak di atas garis
berakhir di atas muskulus pubococcygeal.
levator ani (> 1,5cm Atresia ani letak rendah
dengan kulit luar) bila bagian distal rectum
Atresia ani letak rendah terletak di bawah garis
distal rectum melewati pubococcygeal.
musculus levator ani (
jarak <1,5cm dari kulit
luar)
Management
Newborn Anorectal Malformation

Selama 24 jam pertama


Puasa
Cairan melalui infus
Antibiotik
Evaluasi adanya defek yang mungkin menyertai dan dapat mengancam nyawa.
NGT exclude esophageal atresia
Echocardiogram exclude cardiac malformations, esophageal atresia.
Radiograph of the lumbar spine and the sacrum
Spinal ultrasonogram evaluate for a tethered cord.
Ultrasonography of the abdomen evaluate for renal anomalies.
Urine analysis

Annals of pediatrics surgery. October 2007


Setelah 24 jam
Re evaluate
Bila pasien memiliki fistula perineal
TindakanAnoplasty, tanpa protective colostomy
Dapat dilakukan dalam 48 jam pertama kehidupan
Bila tidak ada mekonium di perineum, direkomendasikan untuk melakukan
pemeriksaan radiologi cross-table lateral radiograph dengan pasien dalam
posisi tengkurap (knee-chest position)
Bila udara dalam rektum berada dibawah os koksigis dan pasoen dalam kondisi
baik, tanpa defek yang lain
Pertimbangkan melakukan posterior sagittal operation (PSARP) dengan atau
tanpa protective colostomy
Bila gas dalam rektum berada diatas os koksigis atau pasien memiliki mekonium
dalam urin, sakrum abnormal atau flat bottom
Harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu
Kemudian posterior sagittal anorectoplast (PSARP) , 1 sampai 2 bulan
kemudian, setelah pasien memiliki kenaikan berat badan yang cukup

Annals of pediatrics surgery. October 2007


46. Abdominal Injuries
Ruptur organ berongga Ruptur Organ Solid
Akan mengeluarkan udara Menyebabkan perdarahan
dan cairan/sekret GIT yang internal yang berat
infeksius Darah pada rongga
Sangat mengiritasi peritoneum peritonitis
peritoneumperitonitis Terlihat gejala syok akibat
perdarahan hebat
Gejala peritonitis dapat tidak
terlalu terlihat
Hollow and Solid Organs
The
hollow
typeorgans include:
of injury will depend on whether the organ injured is
stomach
solid or hollow.
intestines
gallbladder
Bladder
solid organs include:

liver

spleen

kidneys
Stomach/duodenum
Not commonly injured by blunt trauma
Protected location in abdomen
Penetrating trauma may cause gastric transection or
laceration
Signs of peritonitis from leakage of gastric contents
Diagnosis confirmed during surgery
Unless nasogastric drainage returns blood
Stomach/duodenum
Perforation Bleeding
Presentation : Presentation :
abdominal pain Haematemesis +/-
rigidity Melaena
peritonism, shock Severity
Air under diaphragm on X-ray Increased PR>90
Fall BP<100
Treatment
Antibiotics Treatment :
resuscitate transfusion
repair inject DU
Colon and Small Intestine
Usually injured by penetrating trauma
May be injured by compression forces:
High-speed motor vehicle crashes
Deceleration injuries associated with wearing
personal restraints
Bacterial contamination common
Pattern of Injury in Blunt Abdominal Trauma

Spleen 40.6% Colorectal 3.5%

Liver 18.9% Diaphragm 3.1%

Retroperitoneum 9.3% Pancreas 1.6%

Small Bowel 7.2% Duodenum 1.4%

Kidneys 6.3% Stomach 1.3%

Bladder 5.7% Biliary Tract 1.1%

* Rosen: Emergency Medicine (1998)


47. Trauma buli
Kontusio buli
Cedera mukosa tanpa extravasasi urin
Ruptur interstisial
Robekan sebagian dinding buli tanpa extravasasi
Ruptur intraperitoneal
Tampak kontras mengisi rongga intraperitoneal
Ruptur extraperitoneal
Kontras mengisi ruang perivesika dibawah garis
asetabulum
Hematoma perivesika : tear drop appearance
MEKANISME CEDERA
Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen
bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli2 penuh.
Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
Tanda dan gejala Pemeriksaan radiologis
Hematuria Cystography
dapat merupakan gejala Kontras > 300 cc
tunggal Foto pengosongan (drainase)
95% ruptur buli CT scan cystography
Nyeri perut bawah.
Kesulitan berkemih
Pruduksi urin menurun
Sistogram
Ruptur intraperitoneal Ruptur Ekstraperitoneal
Penatalaksanaan
Pada luka tembus buli2 explorasi + repair
Ruptur intraperitoneal explorasi + repair

Pada trauma tumpul yg hanya menimbulkan


trauma dinding buli yg tidak disertai
extravasasi urin tidak memerlukan tindakan
pembedahan.
48. Ruptur Anterior Cruciatum Ligament

Anterior Cruriatum Ligament adalah salah satu


dari empat major ligament di lutut
ACL berfungsi sebagai stabilitator dan
pembatas gerak pada lutut.
Ruptur ACL ( Anterior Cruriatum Ligament )
adalah robeknya satu ligamen pada lutut yg
menghubungkan tulang kaki bg atas ( distal
femur ) dan tulang kaki bg bawah ( proksimal
tibia )
Knee Ligament Injury
80% of knee ligament
injury is on ACL.
Klasifikasi
Etiologi
Symptoms
Pain, often sudden and severe
A loud pop or snap during the injury
Swelling
A feeling of looseness in the joint
Inability to put weight on the point without pain
In ACL injury, knee is able to flexion but unable
to extension. In PCL injury, knee is in extension
position.
Manifestasi Klinis
Popping sound Anterior drawer test (+)
Bengkak dan nyeri Hipotrofi-atrofi (kronik)
Lutut tidak stabil
49. Hematotoraks
Hematotoraks adalah suatu keadaan dimana
terdapat penumpukan darah dari dalam cavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura
viseralis.
Patofisiologi
Trauma Nyeri
pada thorax Inflamasi
daerah
trauma V a
a r
Laserasi paru + laserasi pembuluh darah s t
intrakostalis / arteri mamae interna o e
k r
Kehilangan o i
Perdarahan darah darah dari n o
terakumulasi di rongga pleura tubuh s l
t
Menekan Cardiac r
Fibrin + kontaminasi i
deposit paru output
bakteri k
s
Gangguan Tekanan darah i
Fibrothorax bakterimia
pengembangan paru

Hambat Gangguan Aliran darah


pengembangan Septic shock ventilasi ke perifer
paru

O2 , CO2
Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah :
Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien.
Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin
berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan
mulut terbuka.
Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri
dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan
terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
Denyut jantung meningkat.
Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
a. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
b.Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
Palpasi :
a. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
b.Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi yang sakit pekak
b.Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi
Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b.Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologik :
1. Pada keadaan dini dimana cairan yang ada di
dalam cavum pleura masih kurang dari 200 cc,
maka pada foto tegak dengan posisi PA belum
terlihat bayangan cairan secara radiologis,
karena terletak di belakang difragma. Kadang-
kadang hanya terlihat sebagai sinus yang
tumpul. Tetapi, pada foto dengan posisi lateral.
2. Bila cairan sudah banyak (lebih dari 300 cc),
akan terlihat gambaran radiologis yang klasik,
berupa :
a. Perselubungan padat dengan sinus yang
tertutup.
b. Permukaan atas cairan yang berbentuk
concave
c. Bila cairan cukup banyak akan mendorong
jantung, mediastinum atau trachea ke sisi
yang lain.
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi


cairan dalam jumlah kecil.
Penatalaksanaan
50. Dislokasi Panggul
soundnet.cs.princeton.edu

Posterior Hip Dislocation


Gejala
Nyeri lutut
Nyeri pada sendi
panggul bag.
belakang
Sulit
menggerakkan
ekstremitas
bawah
Kaki terlihat
memendek dan
dalam posisi
fleksi, endorotasi
dan adduksi
Risk Factor
Kecelakaan
Improper seating
adjustment
sudden break in
the car
netterimages.com
soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
Nyeri pada sendi
panggul
Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com
Complication Hip Dislocation
Up to 50% of
patients sustain
concomitant
fractures elsewhere
at the time of hip
dislocation.
Sciatic nerve injury
is present in 10% to
20% of posterior
dislocations
Cedera N. Ischiadikus
Biasanya cabang peroneus yang terkena
dengan sedikit disfungsi dari n. Tibialis
Gejala:
Drop foot
Tidak dapat dorsofleksi kaki
Cedera N. Peroneus
Foot drop :
Complete
sciatic or lateral popliteal nerve injury
Incomplete
superficial or deep peroneal nerve
High lesionstotal foot drop
Low lesionsincomplete foot drop
Type 1 :
Dorsiflexion and inversion is not possible
Front of the leg is wasted
Sensation over the dorsal web space is lost

Type 2 :
Cannot evert but can dorsiflex and invert the foot
Wasting of the outer half of the leg
Sensation lost over outer leg and foot

Gait : - high stepping gait is characteristic .


Imaging for Pelvic Dislocation
AP x-rays will usually be sufficient for the diagnosis,
although associated acetabular fractures will require
CT to fully characterise.
Anterior and posterior dislocations may appear similar
as both demonstrate loss of the normal joint
congruency between the femoral head and the
acetabulum
Posterior dislocation
femoral head is usually displaced posterior, superior, and slightly
lateral to the acetabulum and also internally rotated hence the
lesser trochanter is usually obscured on AP view
In a well centred AP film the posteriorly dislocated femoral head
will appear smaller than the contralateral hip, and vice versa, on
account of geometric magnification
Radiographs: AP Pelvis X-Ray

In primary survey of ATLS Protocol.


Should allow diagnosis and show direction of dislocation.
Femoral head not centered in acetabulum.
Femoral head appears larger (anterior) or smaller (posterior).
Usually provides enough information to proceed with
closed reduction.
Reasons to Obtain More
X-Rays Before Hip Reduction

View of femoral neck inadequate to rule out


fracture.

Patient requires CT scan of abdomen/pelvis for


hemodynamic instability
and additional time to obtain 2-3 mm cuts through
acetabulum + femoral head/neck would be minimal.
Radiographs (anteroposterior [AP], lateral, and internal
and external oblique views)A full series of prereduction
radiographs should be obtained vexpeditiously,
In the AP pelvis view, the femoral head will appear small
when compared with the uninjured side in a posterior
dislocation and large in an anterior dislocation.
Evaluate where the femoral head lies in comparison to the
acetabulum (eg, anterior vs posterior, superior vs inferior), if
surgery is required to reduce the joint.
Lateral and oblique views are very important to evaluate for
fractures of the femoral head, neck, and acetabulum.
Two oblique views are taken.
The first oblique view is taken with the patient placed on the injured
side and angled anteriorly approximately 15.
The second view is taken with the patient supine and angled upward
about 60.
Tatalaksana Definitif Dislokasi Sendi
Panggul: Reposisi
Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain:
Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi
tulang sehingga kembali pada posisi yang
seharusnya reduction/reposisi
Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan
di OK dan diperlukan pembedahan
Setelah tindakan, harus dilakukan
pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan
untuk mengetahui posisi dari sendi.
51. Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Test Keterangan
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.

Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
52. Luka Bakar
Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
53. Akalasia Esofagus
Gejala Klinis
54. Penyembuhan Abnormal pada Fraktur
Komplikasi Keterangan
Delayed Union Delayed union artinya penyatuan yang tertunda, yaitu patah
tulang yang tidak menyatu dalam waktu 3-6 bulan, tidak
terlihat ada pertumbuhan tulang yang baru, kalaupun ada
sangat sedikit, kalus (tulang muda) di sekitar daerah patahan
pun sangat kurang.
Non Union Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseudoarthrosis.
Mal Union Mal union adalah dimana tulang yang patah menyatu dalam
waktu yang tepat (3-6 bulan) namun terdapat deformitas
(misal: bengkok) ataupun kekuatan tulang yang tidak
sempurna.
Mal union
Keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yg berbentuk angulasi, varus
/ valgus, rotasi, kependekan.
Etiologi
Fraktur tanpa pengobatan
Pengobatan tidak adekuat
Reduksi dan imobilisasi yg tidak baik
Pengambilan keputusan serta teknik yg salah pada awal
terapi
Osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena trauma
-

Gambaran Klinis Pengobatan


Deformitas dengan bentuk Konservatif
bervariasi Refrakturisasi dengan
Gangguan fungsi anggota pembiusan umum
gerak Apabila ada kependekan
Nyeri dan keterbatasan anggota gerak dapat
pergerakan sendi dipergunakan sepatu
Ditemukan komplikasi ortopedi
paralisis tardi nervus ulnaris Operatif
Daerah sendi Osteoartritis
Osteotomi korektif dan bone
(OA)
graft disertai dengan fiksasi
Bursitis atau nekrosis kulit interna
Delayed Union
Fraktur yang tidak sembuh Px Radiologis
setelah selang waktu 3 5 bulan Tidak ada gambaran tulang baru
Delayed Union Proses gambaran kista pada ujung2 tulang
penyembuhan masih berlangsung Kalus yg kurang di sekitar fraktur
!!!
Etiologi: Sama dengan etiologi Pengobatan
pada non union Konservatif pemasangan gips
Gambaran klinis: utk imobilisasi tambahan 2 3 bln
Nyeri anggota gerak pada Operatif union diperkirakan
pergerakan dan waktu berjalan tidak terjadi fiksasi interna +
bonegraft
Pembengkakan
Nyeri tekan
Terdapat gerakan yg abnormal
pada daerah fraktur
Deformitas
Non Union
Apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 8 bln dan tidak ada konsolidasi sehingga
terjadi pseudoartrosis (sendi palsu)
Proses penyembuhan sudah berhenti !!!
Beberapa jenis non union menurut keadaan ujung fragmen tulang : Hipertrofik & Atrofik
/Oligotrofik
Penyebab Non union:
Vaskularisasi yg kurang pada ujung fragmen
Reduksi yg tidak adekuat
Imobilisasi yg tidak adekuat
Waktu imobilisasi yg tidak cukup
Infeksi
Distraksi
Interposisi jaringan lunak
Destruksi tulang tumor atau infeksi
Dissolusi hematoma fraktur oleh cairan sinovia
Kerusakan periost yg hebat
Fiksasi interna yg tidak sempurna
Delayed union yg tidak diobati
Pengobatan yg salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan
Gambaran pseudoarthrosis pada fraktur komplit diafisis tibia-fibula
Fratur tampak overlap, angulasi anterior dan internal. Tampak
formasi kalus pada margin fraktur, namun tidak tampak bridging.
55. Hirschsprung
Suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus,
mulai dari spinchter ani
interna kearah proksimal
dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus.
Tidak terdapat ganglion
Meisner dan Auerbach
PATOFISIOLOGI
Gagal migrasi bakal sel
ganglion dari cranio- caudal
Minggu 5 12

Segmen
aganglionik
Peristaltik propulsif Ganglion
tidak ada, sfingter ani parasimpatik
internus gagal intramural tidak ada
mengendur pada
distensi rectum
Colon tidak
Defekasi terganggu
mengembang

obstruksi Distensi abdomen konstipasi


MANIFESTASI KLINIS

KETERLAMBATAN EVAKUASI MEKONIUM

MUNTAH HIJAU

DISTENSI ABDOMEN
BNO POLOS BARIUM
Gambaran ENEMA
hearing bone Gambaran
zona transisi
Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada
abdomen
Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik
pada abdomen
Rontgen :
Abdomen polos
Dilatasi usus
Air-fluid levels.
Empty rectum
Contrast enema
Transition zone
Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
Delayed evacuation of barium
Biopsy :
absence of ganglion cells
hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi
mengatasi obstruksi,
mencegah terjadinya enterocolitis
membuang segmen aganglionik
mengembalikan kontinuitas usus
TERAPI

SEMENTARA COLOSTOMY

PEMBEDAHAN
RECTOSIGMOIDESTOMY
CARA SWENSON

DEFINITIF

ANASTOMOSE
COLOANAL CARA
DUHAMEL DAN SOAVE
56. Trauma Ginjal
Mekanisme trauma Diagnosis
Langsung Cedera di daerah pinggang,
Tidak langsung (deselerasi) punggung, dan dada bawah
dengan nyeri.
Jenis trauma Hematuri (Gross/ mikroskopik)
Tajam Fraktur costae bag. Bawah
atau processus spinosus
Tumpul vertebrae.
Kadang syok
Pencitraan Sering disertai cedera organ
BNO IVP lain.
CT SCAN
MRI
USG TIDAK DIANJURKAN
Klasifikasi
GRADE I : KONTUSIO DAN GRADE II : LASERASI KORTEK
SUBKAPSULAR HEMATOM DAN PERIRENAL HEMATOM
GRADE III : LASERASI DALAM GRADE IV : LASERASI MENEMBUS
HINGGA KORTIKOMEDULARI KOLEKTING SISTEM
JUNCTION
GRADE V : TROMBOSIS Klasifikasi Trauma Ginjal
ARTERI RENALIS,AVULSI
PEDIKEL DAN SHATTERED GRADE I DAN II :
KIDNEY. CEDERA MINOR (85%)
GRADE III , IV DAN V :
CEDERA MAYOR. (15%)
Tatalaksana Komplikasi
Awal
Konservatif Perdarahan
Trauma minor (Awasi Vital Urinoma
Sign)
Abses peri-renal
Urosepsis
Operasi
Fistula renokutan
ABSOLUT
Hematom yang pulsatif
Laserasi mayor parenkim dan Late
pembuluh darah Hipertensi
RELATIF Hidronefrosis
Ekstravasasi, non-viable, Urolithiasis
inkomplet staging, trombosis Pyelonefritis kronik
arterial
57. Dry Eye Syndrome
(Keratokonjungtivitis Sicca)
International Dry Eye Workshop (DEWS) 2007
definition:
Mata kering merupakan penyakit multifaktorial
pada produksi air mata dan permukaan mata yang
menyebakan rasa tidak nyaman, gangguan
penglihatan, dan instabilitas lapisan air mata yang
beresiko menyebabkan kerusakan permukaan
okular. Kondisi ini disertai pula dengan
peningkatan osmolaritas lapisan air mata dan
peradangan pada permukaan mata.
Dry eye is a disorder of the
tear film due to tear
deficiency or excessive tear
evaporation which causes
damage to the
interpalpebral ocular
surface and is associated
with symptoms of ocular
discomfort
Tear film total thickness
7-10 m, consist of:
Mucus layer (0.02- 0.04 m)
Aqueous layer (6.5 m)
Lipid layer (0.1 m)
ELEMENTS OF OCULAR DEFENCE
Stable precorneal tear film

Lipid Meibomian gland

Compositional Lacrimal gland


Aqueous
factors
Ocular surface
Mucin epithelium

Lid Tear spread


Hydrodynamic blinking Tear clearance
factor
Lid Prevents
closure evaporation
VICIOUS CYCLE OF
DRY EYE

KCS Loss of goblet


cells

VICIOUS CYCLE

Tear film Absence of


destabilizes mucin
CLASSIFICATION

Tear-deficient dry eye:


There is a disorder of lacrimal function or a
failure of transfer of lacrimal fluid into the
conjunctival sac
Tear-sufficient dry eye:
Lacrimal function is normal, the tear
abnormality is due to increased tear
evaporation
TEAR - DEFICIENT

Sjogren syndrome Non- Sjogren tear deficient

Lacrimal Lacrimal
Primary Secondary Reflex
Disease obstruction

Rh arthritis Primary Contact


SLE Cong Secondary lens
Wegeners Trachoma
alacrimia Sarcoid VII n
Granulomatosis Pemphigoid
Primary HIV Palsy
Systemic Burns
lacrimal Vit A def Neurop-
sclerosis disease keratitis
EVAPORATIVE

Oil Ocular surface


Lid related Contact lens
deficient disorder

Blink,
Secondary Aperture Xerophthalmia
Primary
abnormal
Blepharitis
Absent
Meibomian Lid surface
glands
gland incongruity
Distichiasis
disease
CLINICAL MANIFESTATION

Burning or itching Sore or tired eyes


Fluctuating vision History of Styes
Foreign body sensation Ocular discharge
Grittiness or irritation Light sensitivity
Contact lens discomfort
Watering or excessive
tearing
Dry Eye Severity Level
Variable 4 (must have signs
1 2 3
and symptoms)
Moderate,
Mild, episodic;
episodic or Severe, frequent or
Discomfort (severity occurs under Severe or disabling,
chronic; occurs constant; occurs
and frequency) environmental constant
with or without without stress
stress
stress
None or Annoying or Annoying, chronic
Constant and possibly
Visual symptoms episodic mild activity-limiting, or constant,
disabling
fatigue episodic activity-limiting
Conjunctival injection None to mild None to mild +/ +/++
Moderate to
Conjunctival staining None to mild Variable Marked
marked
Corneal staining
Severe punctate
(severity and None to mild Variable Marked central
erosions
location)
Filamentary
Filamentary keratitis,
Mild debris, keratitis, mucus
Corneal and tear mucus clumping,
None to mild decreased clumping,
signs increased tear debris,
meniscus increased tear
ulceration
debris
Trichiasis,
Lid and meibomian MGD variably MGD variably
MGD frequent keratinization,
glands present present
symblepharon
Tear breakup time Variable 10 s 5s Immediate

Schirmer score Variable 10 mm/5 min 5 mm/5 min 2 mm/5 min

MGD=meibomian gland dysfunction.


DIAGNOSIS

Slit lamp examination


Demonstration of tear instability (Tear film break up time,
TBUT) with Tearscope/ Xeroscope
Demonstration of ocular surface damage
Schirmers test
Fluorescein Staining
Rose bengal stain
Lissamine Green Staining
Demonstration of tear hyperosmolarity
SCHIRMERS TEST

Measurement of the aqueous layer quantity only


5x30 strips of Whatman filter paper
The amount of moistening is of the exposed paper is
recorded at the end of 5minutes
SCHIRMERS TEST
Measures total reflex and basic tear secretion
Results:
Normals will wet approximately 10 to 30mm at the
end of 5minutes.
If wetting > 30 mm, reflex tearing is intact but not
controlled or tear drainage is insufficient
A value of <5mm indicates hyposecretion
Treatment
Level 1 treatment consists of the
following: If level 2 treatment is
Education and environmental or
dietary modifications inadequate, level 3
Elimination of offending systemic measures are added,
medications
Preserved artificial tear substitutes, including the following:
gels, and ointments
Eyelid therapy Autologous serum or
If level 1 treatment is inadequate, level 2 umbilical cord serum
measures are added, including the
following: Contact lenses
Nonpreserved artificial tear Permanent punctal occlusion
substitutes
Anti-inflammatory agents (topical
cyclosporine, topical steroids)
If level 3 treatment is
Tetracyclines (for meibomitis or inadequate, level 4
rosacea)
Punctal plugs (after inflammation has treatment, consisting of the
been controlled)
Secretagogues
administration of systemic
Moisture chamber spectacles anti-inflammatory agents, is
added.
TREATMENT
Artificial tear solutions
Artificial tear inserts
Ointments
Mucolytic agents
Punctal occlusion
Bandage contact lens
Moisture chambers
Topical cyclosporine (0.05%, 0.1%)
Oral cholinergic agents
Lateral tarsorraphy
TREATMENT
Artificial tear solutions
Main stay of treatment for dry eyes
Have a polymeric agent such as polyvinyl alcohol,
methylcellulose, or dextran to increase viscosity
Ointments
Petrolatum based ointments relieve the symptoms,
primarily through lubrication
Mucolytic agents
N-acetylcysteine 5% --- corneal filaments and mucus
plaques
58. Trauma Mekanik Bola Mata
Cedera langsung berupa ruda Pemeriksaan Rutin :
paksa yang mengenai jaringan Visus : dgn kartu Snellen/chart
mata. projector + pinhole
Beratnya kerusakan jaringan TIO : dgn tonometer
bergantung dari jenis trauma aplanasi/schiotz/palpasi
serta jaringan yang terkena Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
Gejala : penurunan tajam USG : utk melihat segmen
penglihatan; tanda-tanda posterior (jika memungkinkan)
trauma pada bola mata Ro orbita : jika curiga fraktur
Komplikasi : dinding orbita/benda asing
Endoftalmitis Tatalaksana :
Uveitis Bergantung pada berat trauma,
Perdarahan vitreous mulai dari hanya pemberian
Hifema antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
Retinal detachment operasi repair
Glaukoma
Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012


TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Iridodialisis known as a coredialysis, is a localized may be asymptomatic and require no treatment, but
separation or tearing away of the iris those with larger dialyses may have corectopia
from its attachment to the ciliary body; (displacement of the pupil from its normal, central
usually caused by blunt trauma to the position) or polycoria (a pathological condition of the
eye eye characterized by more than one pupillary opening
in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or
photophobia

Hifema Blood in the front (anterior) chamber of Treatment :elevating the head at night, wearing an
the eyea reddish tinge, or a small patch and shield, and controlling any increase in
pool of blood at the bottom of the iris intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or in the cornea. or high IOP
May partially or completely block Complication: rebleeding, peripheral anterior
vision. synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
The most common causes of hyphema years after due to angle closure)
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.
TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma Pembengkakan atau penimbunan darah Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila
Palpebral di bawah kulit kelopak akibat pecahnya perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
pembuluh darah palpebra. kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai
Perdarahan Pecahnya pembuluh darah yang Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
Subkonjungtiva terdapat dibawah konjungtiva, seperti penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
arteri konjungtiva dan arteri episklera. trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
Bisa akibat dari batu rejan, trauma sendirinya dalam 1 2 minggu tanpa diobati.
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.

Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola


Edema Kornea Terjadi akibat disfungsi endotel kornea lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
local atau difus. Biasanya terkait dengan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif
pelipatan pada membran Descemet dan
penebalan stroma. Rupturnya membran
Descemet biasanya terjadi vertikal dan
paling sering terjadi akibat trauma
kelahiran.
Ruptur Koroid Trauma keras yang mengakibatkan Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila
ruptur koroid perdarahan subretina, darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan
biasanya terletak di posterior bola mata tampak berwarna putih (daerah sklera)

Subluksasi Lensa berpindah tempat Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis
(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)
HIFEMA
Definisi:
Perdarahan pada bilik mata Tujuan terapi:
depan Mencegah rebleeding
Tampak seperti warna (biasanya dalam 5 hari
merah atau genangan pertama)
darah pada dasar iris atau Mencegah noda darah
pada kornea pada kornea
Halangan pandang parsial Mencegah atrofi saraf
/ komplet optik
Etiologi: pembedahan Komplikasi:
intraokular, trauma Perdarahan ulang
tumpul, trauma laserasi Sinekiae anterior perifer
Atrofi saraf optik
Glaukoma
Tatalaksana:
Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi
bed rest & Elevasi kepala malam hari
Eye patch & eye shield
Mengendalikan peningkatan TIO
Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone
acetate 1% 4x/hari)
Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi
masih kontroversial).
59. Konjungtivitis
Konjungtivitis Keratitis Ulkus kornea Uveitis
Visus N <N <N N/<N
Sakit - ++ ++ +/++
Fotofobia - +++ - +++
Eksudat +/+++ -/+++ ++ -
Sekresi + - + +
Etiologi Bakteri/jamur/virus/a Bakteri/jamur/virus Infeksi, bahan kimia, Reaksi
lergi /alergi trauma, pajanan, imunologik
radiasi, sindrom lambat/dini
sjorgen, defisiensi
vit.A, obat-obatan,
reaksi
hipersensitivitas,
neurotropik
Tatalaksana Obat sistemik/topikal Obat Obat sesuai etiologi Steroid
sesuai etiologi sistemik/topikal
sesuai etiologi

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005


Konjungtivitis Alergi
Allergic conjunctivitis may be divided into 5
major subcategories.
Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and
perennial allergic conjunctivitis (PAC) are
commonly grouped together.
Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic
keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary
conjunctivitis (GPC) constitute the remaining
subtypes of allergic conjunctivitis.
Konjungtivitis Atopi
Biasanya ada riwayat atopi Terapi topikal jangka
Gejala + Tanda: sensasi panjang: cell mast stabilizer
terbakar, sekret mukoid Antihistamin oral
mata merah, fotofobia Steroid topikal jangka
Terdapat papila-papila halus pendek dapat meredakan
yang terutama ada di tarsus gejala
inferior
Jarang ditemukan papila
raksasa
Karena eksaserbasi datang
berulanga kali
neovaskularisasi kornea,
sikatriks
Konjungtivitis Atopik

Papila halus pada konjungtiva


tarsal superior dan inferior

Keratokonjungtivitis atopik disertai


vaskularisasi tindakan:
transplantasi kornea
Etiologi Diagnosis Karakteristik
Viral Konjungtivitis folikuler Merah, berair mata, sekret minimal, folikel sangat
akut mencolok di kedua konjungtiva tarsal
Klamidia Trachoma Seringnya pd anak, folikel dan papil pd konjungtiva
tarsal superior disertai parut, perluasan pembuluh
darah ke limbus atas
Konjungtivitis inklusi Mata merah, sekret mukopurulen (pagi hari), papil
dan folikel pada kedua konjungtiva tarsal (terutama
inferior)
Alergi/hiper- Konjungtivitis vernalis Sangat gatal, sekret berserat-serat, cobblestone pd
sensitivitas konjungtiva tarsal superior, horner-trantas dots
(limbus)
Konjungtivitis atopik Sensasi terbakar, sekret berlendir, konjungtiva
putih spt susu, papil halus pada konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtivitis Reaksi hipersensitif tersering akibat protein TB,
fliktenularis nodul keabuan di limbus atau konjungtiva bulbi,
mata merah dan berair mata
Autoimun Keratokonjungtivitis sicca Akibat kurangnya film air mata, tes shcirmer
abnormal, konjungtiva bulbi hiperemia, sekret
mukoid, semakin sakit menjelang malam dan
berkurang pagi
Tatalaksana Konjungtivitis Alergi
Self-limiting Jangka panjang & prevensi
Akut: sekunder:
Antihistamin topikal
Steroid topikal (+sistemik Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai
bila perlu), jangka pengganti steroid bila gejala
pendek mengurangi sudah dapat dikontrol
gatal (waspada efek Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
samping: glaukoma, Siklosporin 2% topikal (kasus
katarak, dll.) berat & tidak responsif)

Vasokonstriktor topikal Desensitisasi thdp antigen


(belum menunjukkan hasil
Kompres dingin & ice baik)
pack

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.


60. Glaukoma
Glaukoma adalah penyakit
saraf mata yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan
bola mata (TIO Normal : 10-
24mmHg)
Ditandai : meningkatnya
tekanan intraokuler yang
disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan
lapangan pandang
TIO tidak harus selalu tinggi,
Tetapi TIO relatif tinggi untuk
individu tersebut.
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14
Glaukoma

glaucoma that develops after the


3rd year of life 327
Jenis Glaukoma
Causes Etiology Clinical
Acute Glaucoma Pupilllary block Acute onset of ocular pain, nausea, headache, vomitting, blurred vision,
haloes (+), palpable increased of IOP(>21 mm Hg), conjunctival injection,
corneal epithelial edema, mid-dilated nonreactive pupil, elderly, suffer
from hyperopia, and have no history of glaucoma
Open-angle Unknown History of eye pain or redness, Multicolored halos, Headache, IOP steadily
(chronic) glaucoma increase, Gonioscopy Open anterior chamber angles, Progressive visual
field loss

Congenital abnormal eye present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm, buphtalmus
glaucoma development, (>12 mm)
congenital infection
Secondary Drugs (corticosteroids) Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision
glaucoma Eye diseases (uveitis,
cataract)
Systemic diseases
Trauma
Absolute glaucoma end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of pupillary light
reflex and pupillary response, stony appearance. Severe eye pain. The
treatment destructive procedure like cyclocryoapplication,
cyclophotocoagulation,injection of 100% alcohol

http://emedicine.medscape.com/articl e/1206147
Glaukoma Akut
http://emedicine.medscape.com/article/798811

Angle-closure (acute) glaucoma


The exit of the aqueous humor fluid is sud
At least 2 symptoms:
ocular pain
nausea/vomiting
history of intermittent blurring of vision with halos
AND at least 3 signs:
IOP greater than 21 mm Hg
conjunctival injection
corneal epithelial edema
mid-dilated nonreactive pupil
shallower chamber in the presence of occlusiondenly
blocked
Tatalaksana Glaukoma Akut
Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan
mata tenang operasi
Supresi produksi aqueous humor
Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan
timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit,
reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
Inhibitor karbonat anhidrase:
Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4
jam)
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
Tatalaksana Glaukoma Akut
Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004%
(1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan
Pengurangan volume vitreus
Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea
IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
isosorbide oral, urea iv
Extraocular symptoms:
analgesics
antiemetics
Placing the patient in the supine position lens falls away from the iris decreasing pupillary
block
Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
61. Konjungtivitis Virus
Pathology Etiology Feature Treatment
Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 714 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral herpes simplex
virus or varicella-zoster
virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
62. Conjunctivitis
Konjungtivitis Inklusi
Disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis, biasanya
terdapat pada dewasa muda yang aktif secara seksual.
Gejala dan tanda :
Mata merah, pseudoptosis, bertahi mata (terutama pagi hari)
Papila dan folikel pada kedua konjungtiva tarsus (terutama inferior)
Keratitis superfisial mungkin ditemukan tapi jarang
CHLAMYDIAL KONJUNGTIVITIS
EPIDEMIOLOGY SIGNS
Adult chlamydial conjunctivitis is a Preauricular lymphadenopathy
sexually transmitted disease (STD) Mucopurulent discharge
All ages but particularly young adults Conjunctival injection
More women than men affected C. Chemosis
trachomatis serotypes D-K Follicular reaction (especially bulbar or
plica semilunaris follicles)
Histopathology: basophilic intracytoplasmic Superior micropannus
epithelial inclusion bodies (on Giemsa Fine or coarse epithelial or subepithelial
staining) corneal infiltrates

SYMPTOMS TREATMENT
Unilateral or bilateral involvement Options include one of the following:
Purulent discharge, crusting of lashes, Azithromycin 1000mg single dose
swollen lids, or lids "glued together" Doxycycline 100mg BID for 7 days
Patient may also complain of: Tetracycline 100mg QID x 7 days (avoid in
red eyes pregnant women and in children)
irritation Erythromycin 500 mg QID x 7 days
tearing Patient and sexual contacts should be
photophobia evaluated and treated for other STDs.
blurred vision
http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/chlamydial-conjunctivitis.cfm
Conjunctivitis

Papillae Follicles Purulent discharge

Redness Chemosis
67. Trakoma
Chlamydia termasuk bakteri gram negatif.
Chlamydia trachomatis serotipe D-K
menyebabkan konjungtivitis inklusi
limfogranuloma venerum disebabkan oleh
serotipe L1-L3.
Trakoma disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis serotipe A, B, Ba, atau C.
Trakoma mulanya adalah suatu konjungtivitis folikular
kronik pada masa kanak-kanak, yang dapat
berkembang hingga terbentuknya parut konjungtiva,
entropion, trikiasis, hingga parut kornea yang
mengakibatkan kebutaan
Masa inkubasi trakoma rata-rata 7 hari, tapi bervariasi
dari 5 sampai 14 hari.
Pada saat timbulnya, trakoma sering menyerupai
konjungtivits bakterial, tanda, dan gejala biasanya
terdiri atas mata berair, fotofobia, nyeri, eksudasi,
edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbaris,
hiperemia, hipertrofi papilar, folikel tarsal dan limbal,
keratitis superior, pembentukan pannus, dan sebuah
nodus preaurikular kecil yang nyeri tekan.
Trachoma Clinical Findings
Tarsal conjunctival papillae or
follicles
Typical scarring of the tarsal
conjunctiva and possible
entropion and trichiasis.
Corneal Pannus formation.
These are fibrovascular
incursions into the upper half Herberts pits
of the cornea.
Herberts pits.
These are depressions on the
limbus of the cornea that
represent areas of regressed
limbal follicles.
pathognomonic of trachoma
a life-long sign.
Stadium Trakoma menurut McCallan
Stadium Nama Gejala
Stadium I Trakoma insipien Folikel imatur, hipertrofi papilar minimal
(insipient)
Stadium II Trakoma Folikel matur pada dataran tarsal atas
(established)
Stadium II A Dengan Hipertrofi folikular Keratitis, folikel limbal
yang menonjol

Stadium II B Dengan hipertrofi papilar Aktivitas kuat dengan folikel matur


yang menonjol tertimbun di bawah hipertropi papilar yang
hebat
Stadium III Trakoma memarut Regresi dari folikel dan papila, Parut mulai
(cicatrical) (sikatriks) terbentuk pada konjungtiva tarsal atas,
permulaan trikiasis, entropion
Stadium IV Trakoma sembuh Tak ada lesi aktif, tak ada hipertropi papilar
(healed) atau folikular, parut dalam bermacam
derajat variasi
Klasifikasi Trakoma menurut WHO
TF : lima atau lebih folikel pada konjungtiva
tarsal atas.
TI : Infitrasi difus dan hipertrofi papilr
konjungtiva atas yang sekurang kurangnya
menutupi 50% pembuluh profunda normal.
TS : Parut konjungtiva trachomatosa.
TT : Trikiasis atau entropion ( bulu mata
tyerbalik ke dalam ).
CO : kekeruhan kornea
Pemeriksaan Mikroskopis
Inklusi klamidia dapat ditemukan pada
kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
Giemsa
Tidak selalu ditemukan
Pada sediaan pulasan Giemsa, inklusi tampak
sebagai massa sitoplasma biru atau ungu
gelap yang sangat halus, yang menutupi inti
sel epitel.
Tatalaksana Trakoma
Kunci untuk pengobatan trakoma dikenal dengan strategi SAFE
yang dikembangkan oleh WHO: ("S") Surgical care ("A")
Antibiotic, ("F") Facial cleanliness, dan ("E") Environmental
improvement.
1. Tindakan pembedahan: untuk memperbaiki entropion
dan/atau trikiasis
2. Terapi antibiotik
WHO merekomendasikan 2 antibiotik : azitromisin oral dan
salep mata tetrasiklin.
Azitromisin adalah obat pilihan (drug of choice) karena mudah
untuk digunakan sebagai dosis tunggal, efikasi yang tinggi dan
insiden efek samping rendah.
Tatalaksana Trakoma
- Dosis azitromisin: dewasa 1 gram per oral dosis
tunggal, anak-anak 20mg/kgBB per oral dosis tunggal
- Dapat juga digunakan doxycycline dan erythromycin.
- Tetracycline, 1-1,5 g/hari per oral dalam empat dosis
terbagi dalam 3-4 minggu;
- Doxycycline, 100 mg per oral dua kali sehari selama 3
minggu;
- Erythromycin, 1 g/ hari per oral dibagi dalam empat dosis
selama 3-4 minggu.
- Salep atau tetes topikal: tetrasiklin 1%, 2x sehari
selama 6 minggu; obat tetes lainnya: sulfonamide,
tetracycline, erythromycin, dan rifampin
Tatalaksana Trakoma
3. Menjaga kebersihan wajah
Menjaga kebersihan wajah pada anak-anak
mengurangi baik risiko dan tingkat keparahan
trachoma aktif.
4. Perbaikan lingkungan
Kegiatan perbaikan lingkungan adalah promosi
peningkatan pasokan air dan perbaikan sanitasi rumah
tangga, terutama metode untuk pembuangan yang
aman dari kotoran manusia.
Lalat yang menyebarkan trachoma lebih memilih
untuk bertelur di kotoran manusia yang terdapat di
tanah.
Etiologi Diagnosis Karakteristik
Viral Konjungtivitis folikuler Merah, berair mata, sekret minimal, folikel sangat
akut mencolok di kedua konjungtiva tarsal
Klamidia Trachoma Seringnya pd anak, folikel dan papil pd konjungtiva
tarsal superior disertai parut, perluasan pembuluh
darah ke limbus atas
Konjungtivitis inklusi Mata merah, sekret mukopurulen (pagi hari), papil
dan folikel pada kedua konjungtiva tarsal (terutama
inferior)
Alergi/hiper- Konjungtivitis vernalis Sangat gatal, sekret berserat-serat, cobblestone pd
sensitivitas konjungtiva tarsal superior, horner-trantas dots
(limbus)
Konjungtivitis atopik Sensasi terbakar, sekret berlendir, konjungtiva
putih spt susu, papil halus pada konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtivitis Reaksi hipersensitif tersering akibat protein TB,
fliktenularis nodul keabuan di limbus atau konjungtiva bulbi,
mata merah dan berair mata
Autoimun Keratokonjungtivitis sicca Akibat kurangnya film air mata, tes shcirmer
abnormal, konjungtiva bulbi hiperemia, sekret
mukoid, semakin sakit menjelang malam dan
berkurang pagi
63. PTERIGIUM
Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva,
bersifat degeneratif dan invasif
Terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea
Mudah meradang
Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya
matahari, udara panas
Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah,
mungkin terjadi astigmat (akibat kornea
tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam
penglihatan menurun
Tes sonde (-) ujung sonde tidak kelihatan
pterigium
Pengobatan : konservatif; Pada pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4
dilakukan tindakan bedah
DERAJAT PTERIGIUM
Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm)
Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan
PTERIGIUM DIAGNOSIS BANDING
64. Ulkus Kornea
ULKUS KORNEA
Gejala Subjektif
Ulkus kornea adalah hilangnya Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
sebagian permukaan kornea akibat Sekret mukopurulen
kematian jaringan kornea Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
ditandai dengan adanya infiltrat Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
supuratif disertai defek kornea
Silau
bergaung, dan diskontinuitas Nyeri
jaringan kornea yang dapat terjadi nfiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit
dari epitel sampai stroma. nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea
dan tidak disertai dengan robekan lapisan
epitel kornea.
Etiologi: Infeksi, bahan kimia,
trauma, pajanan, radiasi, sindrom Gejala Objektif
Injeksi siliar
sjorgen, defisiensi vit.A, obat-
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
obatan, reaksi hipersensitivitas, adanya infiltrat
neurotropik Hipopion
ULKUS KORNEA
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 Penatalaksanaan :
: harus segera ditangani oleh
1. Ulkus kornea sentral spesialis mata
Ulkus kornea bakterialis Pengobatan tergantung
penyebabnya, diberikan obat
Ulkus kornea fungi tetes mata yang mengandung
Ulkus kornea virus antibiotik, anti virus, anti
Ulkus kornea acanthamoeba jamur,
2.Ulkus kornea perifer sikloplegik
Mengurangi reaksi
Ulkus marginal
peradangan dengan steroid.
Ulkus mooren (ulkus Berikan analgetik jika nyeri
serpinginosa kronik/ulkus
Jangan menggosok-gosok
roden) mata yang meradang
Ulkus cincin (ring ulcer) Mencegah penyebaran infeksi
dengan mencuci tangan
Keratitis/ulkus Fungal
Gejala nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
Pemeriksaan oftalmologi :
Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
Faktor risiko meliputi :
Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
Terapi steroid topikal jangka panjang
Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan button appearance
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


An inflammatory or more seriously, infective condition of the cornea
involving disruption of its epithelial layer with involvement of the
corneal stroma
Causative Agent Feature Treatment
Fungal Fusarium & candida species, conjungtival Natamycin,
injection, satellite lesion, stromal infiltration, amphotericin B,
hypopion, anterior chamber reaction Azole derivatives,
Flucytosine 1%
Protozoa infection associated with contact lens users swimming in
(Acanthamoeba) pools
Viral HSV is the most common cause, Dendritic Acyclovir
lesion, decrease visual accuity
Staphylococcus Rapid corneal destruction; 24-48 hour, stromal Tobramycin/cefazol
(marginal ulcer) abscess formation, corneal edema, anterior in eye drops,
segment inflammation. Centered corneal ulcers. quinolones
Pseudomonas
Traumatic events, contact lens, structural (moxifloxacin)
Streptococcus malposition
connective tissue RA, Sjgren syndrome, Mooren ulcer, or a
disease systemic vasculitic disorder (SLE)
65. Endophtalmitis
Endophtalmitis a serious intraocular inflammatory disorder
affecting the vitreous cavity that can result from exogenous
or endogenous spread of infecting organisms into the eye
Infectious endophthalmitis can be classified broadly into
Endogenous endophthalmitis hematological spread in the
setting of bacteremia or fungemia and is seen in the setting of
immunosuppression, intravenous drug use, chronic indwelling
urinary catheterization or remote infection.
Exogenous endophthalmitis intraocular infection caused by
the introduction of organisms from the external environment.
This can occur in the setting of trauma (traumatic
endophthalmitis) or surgery (acute & chronic postoperative
endophthalmitis, filtering bleb-associated, intravitreal injections
and secondary to extension of infection)
Etiologi
Endophtalmitis
65. Komplikasi Pascaoperasi Katarak
EARLY COMPLICATION LATE COMPLICATION
Corneal edema (10%) Posterior capsule
Elevated IOP (28%) opacification (1050% by
Increased anterior 2 years)
inflammation (26%). Cystoid macular edema
Wound leak (1%) (112%)
Iris prolapse (0.7%) Retinal detachment
(0.7%)
Endophthalmitis (0.1%)
Corneal decompensation
Chronic endophthalmitis
Acute postoperative endophthalmitis
Komplikasi yg mengancam Faktor risiko
penglihatan yg harus segera
diobati. Pasien dengan blepharitis,
Onset biasanya 17 hari setelah konjungtivitis, penyakit
op. nasolakrimal,
Etiologi tersering Staphylococcus komorbid(diabetes), dan
epidermidis, Staphylococcus complicated surgery (PC rupture
aureus, & Streptococcus species. with vitreous loss, ACIOL,
Gejala: prolonged surgery).
a painful red eye;
reduced visual acuity, usually Diagnosis
within a few days of surgery
pemeriksaan mikrobiologi dari
a collection of white cells in the
anterior chamber (hypopyon). Anterior chamber tap dan biopsi
posterior segment inflammation vitreous (dgn antibiotik
lid swelling. intravitreus scr simultan utk
pengobatan)
Acute postoperative endophthalmitis
TATALAKSANA Pertimbangkan:

Antibiotic intravitreus: vancomycin 1 Moxifloxacin atau gatifloxacin oral


mg dlm 0.1 mL (gram positive (broad spectrum dan penetrasi
coverage) dikombinasikan dengan intraokular baik)
amikacin 0.4 mg dlm 0.1 mL atau Antibiotik topikal (per jam):
ceftazidime 2 mg dlm 0.1 mL (gram- (moxifloxacin or gatifloxacin) atau
negative coverage). vancomycin DS (50 mg/mL), amikacin
Ceftazidime bisa menimbulkan (20 mg/mL), atau ceftazidime (100
presipitasi dengan vankomisin shg spuit mg/mL)
harus dipisah Corticosteroids topikal (cth
dexamethasone 0.1%/ jam), intravitreal
Vitrectomy: jika tajam penglihatan
(dexamethasone 0.4 mg in 0.1 mL),
hanya berupa light perception atau
atau sistemic (prednisone PO 1
lebih buruk
minggu) untuk mengurangi inflamasi.

Oxford American Handbook of Ophthalmology


Sign and Symptoms
Disorder
Decreased visual Red eye Others
acuity
Uveitis Yes Yes Photophobia, miopisation, eye
pain,excessive tearing, decreased vision,
limbic injection, miosis, might be followed by
glaucoma

Endophtalmitis Yes Yes History of eye trauma or operation, deep


ocular pain, corneal edema, anterior
chamber & cells, keratic precipitates

koroiditis = Inflammation of the Yes Yes Disturbed vision in one eye, Visual
part of the eye called the choroid disturbance, Gradual blindness in one eye,
(layer behind the retina). One eye affected, Impaired vision, Gradual
vision loss, Blurred vision, Light sensitivity,
Sore eye, Red eye

Panuveitis = Inflammation of the Yes Yes Visual disturbance, Eye pain, Blurred vision,
whole uvea, involves retina and Sensitivity to light, Seeing spots, Red eyes,
vitreous humor Reduced vision

Panoftalmitis = peradangan Yes Yes Kemunduran tajam penglihatan, sakit, mata


seluruh bola mata termasuk sklera menonjol, edema kelopak, konjungtiva
dan kapsul tenon sehingga bola kemotik, kornea keruh, bilik mata dengan
mata merupakan rongga abses. hipopion, dan refleks putih di dalam fundus
dan okuli
66. HORDEOLUM
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
Gejala
nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
berwarna kemerahan.
Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
Rasa mengganjal pada kelopak mata
Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
2 bentuk :
Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam tarsus. Tampak
penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus dapat keluar dari pangkal rambut
Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll. Penonjolan
terutama ke daerah konjungtiva tarsal
Pengobatan
Self-limited dlm 1-2 mingu
Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin,
Polimyxin B, Chloramphenicol
Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral (diminum), misalnya:
Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin
Insisi bila pus tidak dapat keluar

Hordeolum Eksterna Hordeolum Interna


Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm
Diagnosis Banding Lainnya
Blefaritis
Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan
peradangan kronik tepi kelopak mata (blefaritis
anterior) atau peradangan kronik kelenjar Meibom
(blefaritis posterior)
Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri,
eksudat lengket, epiforia, dapat disertai
konjungtivitis dan keratitis
Selulitis palpebra
Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda
radang akut, biasanya disebabkan infeksi
Streptococcus.
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Teknik Bedah Definisi

Insisi Sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan instrumen


yang tajam tanpa melakukan pengangkatan organ atau
jaringan tersebut

Eksisi Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor atau


pengangkatan sebagian dari jaringan dari organ dalam
tubuh.
Eksisi luas Suatu tindakan pengangkatan seluruh massa tumor disertai
pengangkatan jaringan sehat di sekitarnya

Ekstirpasi Tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta


kapsulnya atau pengangkatan seluruh jaringan atau organ
yang rusak.
Enukleasi Tindakan pengangkatan bola mata tanpa disertai dengan
otot-otot ekstraokular dan jaringan orbita lainnya.

http://www.peralatankedokteran.com/2012/01/definisi-teknik-bedah-minor.html
67. KONJUNGTIVITIS NEONATAL
Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery
Cause:
Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari)
Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
Mucopurulent discharge
Chlamydial less inflamed eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
Complication in chlamydia infection pneumonia (10-20% kasus)
Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than
gonococcal caused by eyelid scarring and pannus
Terapi konj. Klamidial oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid)
for 14 days (because of the significant risk for life-threatening
pneumonia)

http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
manifests in the first five days of life 5 to 12 days after birth
marked bilateral purulent Mucopurulent discharge
discharge less inflamed eyelid swelling,
local inflammation palpebral chemosis, and
edema pseudomembrane formation
Complication diffuse epithelial
edema and ulceration, perforation of
Complication pneumonitis
the cornea and endophthalmitis (range 2 weeks 19 weeks after
Gram-negative intracellular diplococci
delivery)
on Gram stain Blindness rare and much
Culture Thayer-Martin agar slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus
Microscopic Findings

Etiology Findings
Chemical PMNs, few lymphocytes
Chlamydia PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber
cells, intracytoplasmic basophilic
inclusions
Bacteria PMNs, bacteria
Virus Lymphocytes, plasma cells,
multinucleated giant cells, intranuclear
eosinophilic inclusion

http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html
KONJUNGTIVITIS GO
Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular
diplococci on Gram stain
Masa inkubasi: 1-7 hari
manifests in the first five days of life
Marked bilateral purulent discharge
local inflammation palpebral edema
Complication diffuse epithelial edema and ulceration,
perforation of the cornea and endophthalmitis kebutaan
Culture Thayer-Martin agar
Topical erythromycin ointment and IV or IM third-
generation cephalosporin
Nasolacrimal duct obstruction may cause sticky eyes.
Corneal abrasion following trauma at delivery.
NON-INFECTIOUS
Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic region).
Foreign body.

INFECTIOUS
AGE OF
ORGANISM CLINICAL FEATURES THERAPY
ONSET
# Uncommon, potential for
serious consequences -
severe keratitis and Staphylococcus aureus
endophthalmitis. Requires Streptococcus pneumoniae, Unilateral, crusted purulent Topical soframycin drops qds for 5
early recognition and 2-5 days
treatment. Needs blood
Haemophilus spp, discharge days
and CSF culture. Consider Enterococci
concomitant chlamydial
infection if poor response
to cephalosporin. Parents
Neisseria gonorrhoeae # Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a
require investigation and
screening. Infants who are positive need 3 days to 3 Bilateral, hyperaemic, chemosis, single dose (maximum 125mg),
+ Risk of rapid progression to be evaluated for weeks copious thick white discharge Saline irrigations hourly until
from purulent discharge to
denuding of corneal disseminated infections exudate resolves.
epithelium, and
perforation of cornea. The
anterior chamber can fill
with fibrinous exudate, iris
Oedema and erthyema of lid, IV anti-pseudomonal antibiotics.
Pseudomonas aeruginosa + 5-18 days
can adhere to cornea and purulent discharge. Topical Gentamicin.
later blood vessel invasion.
The late ophthalmic
complications can be
followed by bacteraemia PO erythromycin 50mg/kg/day x
and septic foci. Unilateral or bilateral, mild 14d (qid)Alternative, 5 days
* Most common pathogen,
20-50% of exposed infants
Chlamydia trachomatis * 5-14 days conjunctivitis, copious purulent Azithromycin syrup
will develop chlamydia discharge. (= pertussis dosing 10mg/kg/day
conjunctivitis, 10-20% will and 5mg/kg day 2-5)
develop pneumonia. If
relapse occurs repeat
course of erythromycin for
further 14 days. Parents Conjunctivitis with vesicles
require treatment. Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 14-
elsewhere
Herpes simplex 21d.
Need ophthalmology review within
Topical acyclovir 3% 5 times daily.
24 hours.

http://www.adhb.govt.nz /newborn/guidel ines/infection /neon atalconjunctivitis.ht m


68. DAKRIOSISTITIS
Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
DAKRIOSISTITIS ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Uji Anel
Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal :
Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi dari
bagian eksresi baik atau tidak.
Cara melakukan uji anel :
Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum
Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau bengkok
tetapi tidak tajam
Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui
pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung
Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk hidung.
Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di dalam saluran
eksresi.
Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di
duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum lakrimal
inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal
inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal superior.
69. TRAUMA KIMIA MATA
Klasifikasi :
Merupakan trauma yang mengenai
bola mata akibat terpaparnya bahan Derajat 1: kornea jernih dan tidak
kimia baik yang bersifat asam atau ada iskemik limbus (prognosis
basa yang dapat merusak struktur bola sangat baik)
mata tersebut
Derajat 2: kornea berkabut
Keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera dengan gambaran iris yang masih
pada mata, baik ringan, berat bahkan terlihat dan terdapat kurang dari
sampai kehilangan penglihatan 1/3 iskemik limbus (prognosis
Etiologi : 2 macam bahan yaitu yang baik)
bersifat asam (pH < 7) dan yang Derajat 3: epitel kornea hilang
bersifat basa (pH > 7,6)
total, stroma berkabut dengan
Pemeriksaan Penunjang : gambaran iris tidak jelas dan
Kertas Lakmus : cek pH berkala
Slit lamp : cek bag. Anterior mata dan lokasi
sudah terdapat 1/2 iskemik
luka limbus (prognosis kurang)
Tonometri
Derajat 4: kornea opak dan
Funduskopi direk dan indirek
sudah terdapat iskemik lebih dari
1/2 limbus (prognosis sangat
buruk)
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
TRAUMA KIMIA MATA
TRAUMA BASA LEBIH BERBAHAYA DIBANDINGKAN ASAM; gejala: epifora, blefarosasme, nyeri

Trauma Asam : Trauma Basa :


Bahan asam mengenai mata maka Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel
akan segera terjadi koagulasi protein dan terjadi proses safonifikasi, disertai
epitel kornea yang mengakibatkan dengan dehidrasi
kekeruhan pada kornea, sehingga bila Basa akan menembus kornea, kamera
konsentrasi tidak tinggi maka tidak okuli anterior sampai retina dengan
akan bersifat destruktif cepat, sehingga berakhir dengan
Biasanya kerusakan hanya pada kebutaan.
bagian superfisial saja Pada trauma basa akan terjadi
Bahan kimia bersifat asam : asam penghancuran jaringan kolagen kornea.
sulfat, air accu, asam sulfit, asam Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH,
hidrklorida, zat pemutih, asam amoniak, Freon/bahan pendingin lemari
asetat, asam nitrat, asam kromat, es, sabun, shampo, kapur gamping,
asam hidroflorida semen, tiner, lem, cairan pembersih
dalam rumah tangga, soda kuat.
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
TRAUMA KIMIA MATA - TATALAKSANA

Tatalaksana Emergensi : Tatalaksana Medikamentosa :


Irigasi : utk meminimalkan Steroid : mengurangi
durasi kontak mata dengan inflamasi dan infiltrasi
bahan kimia dan neutrofil
menormalkan pH mata; dgn Siklopegik : mengistirahatkan
larutan normal saline (atau iris, mencegah iritis (atropine
setara) atau scopolamin) dilatasi
Double eversi kelopak mata : pupil
utk memindahkan material Antibiotik : mencegah infeksi
Debridemen : pada epitel oleh kuman oportunis
kornea yang nekrotik

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf; Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas


TRAUMA KIMIA MATA -
TATALAKSANA

Removing the offending agent


Immediate copious irrigation
With a sterile balanced buffered solution
normal saline solution or ringer's lactate
solution
Until the ph (acidity) of the eye returns to
normal
Pain relief Topical anesthetic
Promoting ocular surface(epithelial)healing
artificial tears
Ascorbate collagen remodeling
Placement of a therapeutic bandage contact
lens until the epithelium has regenerated
Controlling inflammation
Inflammatory inhibits reepithelialization
and increases the risk of corneal ulceration
and perforation
Topical steroids
Ascorbate (500 mg PO qid)
Preventing infection
Prophylactic topical antibiotics
Controlling IOP
In initial therapy and during the later
recovery phase, if IOP is high (>30 mm Hg)
Control pain
Cycloplegic agents ciliary spasm
Oral pain medication
Fluorescein test
Fluorescein staining helps identify a corneal epithelial
defect.
Step by step :
A drop of topical anesthetic (proparacaine 0.5%) is applied
directly into the eye or on a fluorescein strip.
The patients lower lid is pulled down, and the fluorescein
strip is lightly touched to the bulbar conjunctiva.
The dye spreads over the cornea as the patient blinks, and
stains any exposed basement membrane of the
epithelium.
In normal light, an abrasion may stain yellow
Illumination with cobalt blue light shows the defect as
green
Cobalt blue filters are present in many ophthalmoscopes,
as well as in slit lamps and Wood lamps.
Interpretation
Traumatic corneal
abrasions typically have
linear or geographic
shapes.
contact lenses the
abrasion may have
several punctate lesions
that coalesce into a
round, central defect. In normal light
A branching (dendritic)
appearance suggests
herpetic keratitis and
warrants immediate
referral
Multiple vertical lines on
the superior cornea
suggest a foreign body
under the upper eyelid
Viewed with cobalt blue light
70. UVEITIS
Radang uvea:
mengenai bagian
depan atau
selaput pelangi
(iris) iritis
mengenai bagian
tengah (badan
silier) siklitis
mengenai
selaput hitam
bagian belakang
mata koroiditis
Biasanya iritis
disertai dengan
siklitis = uveitis
anterior/iridosikl
itis
Anterior Uveitis
Classification
Uveitis by location: Uveitis by time course:
Anterior Uveitis Acute
Iritis < 6 weeks duration
Iridocyclitis May be recurrent
Cyclitis Chronic
Intermediate Uveitis > 6 weeks duration
Pars planitis White eye
Posterior Uveitis Mild signs of
Choroiditis inflammation
Chorioretinities Mild or no symptoms
Retinochoroiditis
Retinitis
Panuveitis
Anterior Uveitis
Classification
Chronic Anterior Uveitis Source:
associated with: Endogenous
Juvenile chronic arthritis Exogenous
Posterior Uveitis due to: trauma
Sarcoidosis surgery
Toxoplasmosis Inflammatory process:
Syphilis Granulomatous
Tuberculosis
Herpes Zoster Non-granulomatous
Cytomegalovirus Unable to find cause?
AIDS idiopathic anterior uveitis
Fuchs Heterochromic 30% of all cases
Iridocyclitis
Asymptomatic
2% of uveitis patients
Progressive loss of iris stromal
pigment -> heterochromia
Mild inflammation resistant to
treatment
Anterior Uveitis
Pathophysiology
Non-granulomatous
No pathogen
Responsive to topical treatment
Granulomatous
Pathogen induced
Less responsive to topical treatment
Anterior Uveitis
Pathophysiology
Inflammatory response causes breakdown of the
blood-aqueous barrier
Plasma protein -> Flare
Cells are WBC
Fibrin derives from clotting factors
Deposition of cells and proteins
KP
Hypopyon
Visual Acuity reduced due to:
Corneal oedema
Aqueous flare
Aqueous cells
Cystoid macular oedema (CME)
Anterior Uveitis
Pathophysiology
Deposition of calcium salts in cornea
Band keratopathy
Only after recurrent attacks
Inflammation causes iris tissue to become sticky
PAS -> reduced aqueous outflow -> IOP+
Posterior synechiae -> pupil block -> IOP+++
Deposition of Macrophages
Mutton Fat KP
Iris nodules
Anterior Uveitis
Pathophysiology
Circumlimbal injection
Due to common blood supply with uveal vessels
Lack of normal oxygen supply to iris
Vessel growth factors released
Leaky new vessel growth on iris
Rubeosis Iridis
Extension of vessels into AC angle
ACG
UVEITIS
Dibedakan dalam bentuk
granulomatosa akut-kronis dan
Tanda :
non-granulomatosa akut- kronis pupil kecil akibat rangsangan
proses radang pada otot
Bersifat idiopatik, ataupun terkait sfingter pupil
penyakit autoimun (RA, SLE) ,
atau terkait penyakit sistemik edema iris
Biasanya berjalan 6-8 minggu Terdapat flare atau efek tindal
di dalam bilik mata depan
Dapat kambuh dan atau menjadi
menahun Bila sangat akut dapat terlihat
hifema atau hipopion
Gejala akut:
mata sakit Presipitat halus pada kornea
Merah
Fotofobia
penglihatan turun ringan
mata berair

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop
(slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006


Anterior Uveitis Signs - Slit lamp
biomicroscopy
Circumlimbal injection Fibrin in the AC
AC flare and cells Cells in the anterior
vitreous
Keratic precipitates (KP)
Peripheral Anterior
Pupil miosis Synechiae (PAS)
Hypopyon Posterior synechiae
Band Keratopathy Rubeosis iridis
Mutton fat KP
(granulomatous disease)
Iris nodules
(granulomatous disease)
Anterior Uveitis
Management
Goals of management
Preserve visual acuity
Relieve ocular pain
Eliminate ocular inflammation
Identify the source of inflammation
Prevent formation of synechiae
Control the IOP
Anterior Uveitis
Management
Treatment regimen
Topical Corticosteroid therapy
Reduce inflammation
Reduce exudate leakage
Increase cell wall stability
Inhibit lysozyme release by granulocytes
Inhibit circulation of lymphocytes
Cycloplegia
Relieve pain
Prevent posterior synechiae
Stabilize the blood-aqueous barrier
Systemic steroid therapy
Systemic NSAID therapy (aspirin, ibuprofen)
Anterior Uveitis
Clinical Pearls
Four major complications exist
Cataract
Secondary glaucoma
Band keratopathy
Cystoid macular oedema
Easy to spot acute by signs & symptoms
Check patients with associated systemic conditions for chronic
condition, which may be asymptomatic
Acute condition is most commonly caused by blunt trauma.
Recurrence in such cases is rare
Any three recurrent acute episodes, with no other explanations,
indicates a systemic cause
71. Jaras Visual
Serat serat akson sel ganglion retina

N.Optikus foramen optikum

Traktus optikus Khiasma optikum

Badan Genikulatum

Lateral Radiasio optikus

Korteks visuil sekitar fissura Calcarina


dari 1 titik cahaya jatuh pada
corresponding pointsmasing
masing retina kanan dan kiri

Disampaikan ke satu titik


bersama di korteks visuil
daerah fissura calcarina

Dari titik lebih sentral


retina lebih ke belakang
korteks visuil
Dari makula / fovea di
puncaknya
Lesi Jaras Visual
72. Stroke
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
Transient Ischemic Attack (TIA)
defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
Stroke in ResolutionStroke in resolution:
deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
Completed Stroke (infark serebri):
defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
Jaras Motorik
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese
Penderita stroke non hemoragik yang mengalami
infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada
sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya
Sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks
Kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan
dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan yang
terjadi pada waktu yang tidak bersamaan
73. Glasgow Coma Scale
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang
dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan
ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon
yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata,
respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
Berorientasi baik 5
Berbicara mengacau (bingung) 4
Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan 3
non-kalimat, misalnya, aduh bapak..)
Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
Ikut perintah 6
Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
Tidak ada (flasid)
74. Bells Palsy
75. Guillane Barre Syndrome
76. Subarachnoid Hematom
Perdarahan fokal di daerah subarahnoid.
CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti
arah girus-girus serebri daerah yg berdktan
dg hematom.
Gejala klinik = kontusio serebri.
Penatalaksanaan : perawatan dengan
medikamentosa dan tidak dilakukan operasi

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

Lucid interval akut: 1- 3 hr pasca Kaku kuduk


Kesadaran makin trauma Nyeri kepala
menurun Subakut: 4-21 hr pasca Bisa didapati
Late hemiparesis trauma gangguan kesadaran
kontralateral lesi Kronik : > 21 hari Akibat pecah
Pupil anisokor Gejala: sakit kepala aneurisme berry
Babinsky (+) disertai /tidak disertai
kontralateral lesi penurunan kesadaran
Fraktur daerah * akibat robekan bridging
temporal vein
* akibat pecah a.
meningea media
Aneurysm

1/3/2017 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
CT Scan non-contrast showing blood in basal
cisterns (SAH) so called Star-Sign

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery

1/3/2017 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
EPIDURAL HEMATOM

Pengumpulan darah diantara tengkorak dg duramater.


Biasanya berasal dari arteri yg pecah oleh karena ada
fraktur atau robekan langsung.
Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


EPIDURAL
HEMATOM

Epidural
HEMATOM INTRASEREBRAL

Terkumpulnya darah secara fokal yg diakibatkan oleh


regangan atau rotasional thd pemb. Drh intraparenkim otak/
cedera penetrans.
Gamb. Khas lesi pdrh diantara neuron otak yg relatif
normal. Tepi bisa tegas/ tidak tergantung apakah ada oedem
otak/tidak.
Perdrhan intraserebral bs timbul bbrp hr kmd stlh trauma
monitor dg pem. Tanda vital, pem. Neurologis, bila perlu CT
scan ulang.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Pre operasi Pasca Operasi

INTRASEREBRAL
HEMATOM
SUBDURAL HEMATOM
Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase yg
tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus duramater.
Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek
massa.
Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc.
Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak, gangg.
Pemb. Drh arteri.
Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak
mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam,
gangg. Pembekuan.
Tindakan operasi dilakukan bila :
1. Perdarahan berulang.
2. Kapsulisasi.
3. Lobulat (multilobulat)
4. Kalsifikasi.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
SUBDURAL HEMATOM
77. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya
lesi sistem saraf perifer
Seperti pada neuropati diabetika, post-
herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll)
atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera
medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri
pada sklerosis multipel).
Tatalaksana
Terapi Farmaka
1.Anti depresan
Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk
terapi nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin,
imipramin, maprotilin, desipramin
2.Anti konvulsan
Karbamasepin dan Okskarbasepin
Mekanisme kerja utama memblok voltage-sensitive sodium channels (VSSC)
Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari neuron.
Lamotrigin
stabilisasi membran melalui VSCC
merubah atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron
presinaptik
meningkatkan konsentrasi GABA di otak.
Gabapentin
kemampuan untuk masuk kedalam sel untuk berinteraksi dengan reseptor 2 yang
merupakan subunit dari Ca2+-channel.
Terapi Blok Transmisi
Irreversibel, yaitu operasi dan destruksi saraf.
Reversibel, yaitu injeksi anestesi lokal
Terapi Alternatif
Stimulator
Akupuntur
Hipnosis
Psikologi
78. Neuropati Diabetikum
Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling sering
pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM
tipe 1 dan tipe 2.
Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda
disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus
setelah penyebablainnya disingkirkan.
Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik
serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh
jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf.
Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang
bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar
kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati
Epidemiologi
Sebuah studi besar di Amerika memperkirakan bahwa 47%
pasiendengan diabetes terkena neuropati perifer.
Sekitar 7,5% pada pasienyang awal didiagnosis diabetes telah
terkena neuropati.
Lebih dari setengah kasus adalah polineuropati distal simetris.
Sindrom focal seperti carpaltunnel syndrome (14-30%),
radiculopati/ plexopati, dan neuropati cranial sisanya.
Mononeuropati adalah kondisi medis yang ditandai dengan
kehilangan fungsi, seperti pergerakan atau sensasi yang disebabkan
karena kerusakan saraf tunggal atau sekelompok saraf yang
mempersarafi daerah tersebut, mis: CTS.
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada
beberapa saraf perifer di seluruh tubuh.
Faktor Resiko

Hiperglikemia
Kerusakan pembuluh darah
Dislipidemia
Hipertensi
Penyakit kardiovaskular
Gaya hidup

448
Klasifikasi Diabetic Neuropathy

Peripheral simetric distal polyneuropathy (sensoric >>


motoric)

Autonomic neuropathy

Asymetric Mononeuropathy/ Mononeuropathy


(motoric >> sensoric)

450
451
Symmetric Polyneuropathy
Bentuk paling lazim dari diabetic neuropathy
Mengenai ekstremitas bawah distal dan tangan
(stocking-glove sensory loss)
Gejala/tanda
Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, arm
Numbness
Tingling
Paresthesia

452
Autonomic neuropathy
Mengenai saraf otonom yang mengendalikan organ internal
Genitouri
kontrol kandung kemih (43-87% DM1, 25% DM-2))
erectile dysfunction (35-90%)
Gastrointestinal
Kesulitan menelan (50%)
Konstipasi
GET turun (40%)
Diare
Kardiovaskular (50%)
HR cepat-tidak teratur
Hipertensi orthosatik
Disfungsi sudomotor - kulit kaki kering
Gagal merespons - hipoglikemia 453
Mononeuropathy
Peripheral mononeuropathy
Saraf tunggal rusak karena kompresi atau iskemia

Terjadi pada wrist (carpal tunnel syndrome), elbow, atau


foot (unilateral foot drop)

Gejala
numbness
edema
nyeri
prickling

454
Mononeuropathy, lanjut.
Cranial mononeuropathy
Mempengaruhi saraf III, IV dan VI yang menghubungkan
otak dan kontrol penglihatan, pergerakan mata,
pendengaran, dan rasa

Gejala dan tanda-tanda


Nyeri unilateral dekat mata yang kena
Paralisis otot mata
Penglihatan ganda

455
456
457
Tatalaksana
Strategi pengelolaan pasien DM dengan
keluhan neuropati diabetik dibagimenjadi tiga
bagian:
1. Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin.
2. Kendali glukosa darah
3. Perawatan kaki sebaik- baiknya. Strategi
perawatan kaki dilakukan setelah pengendalian
glukosa darah.
79. Myasthenia Gravis
80. Disartria
Disartria
gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan
sistem saraf pusat yang secara langsung mengontrol
aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses
artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan.
Menunjukkan gangguan di dalam pelaksanaan
polapola motorik wicara yang mengarah kepada
kelumpuhan, kelemahan, atau kesalahan dalam
mengorganisasikan otot otot wicara.
Disartria Ataksia berhubungan dengan kerusakan
ada system cerebellum.
Lesi pada bagian spesifik:
Paralisis palatum bicara sengau
Lesi serebelum biacara tidak
jelas (skrining irreguler)
Lesi ekstrapiramidal bicara
dengan nada monoton dan
lemah Kerusakan antara saraf
Kerusakan kortikobulbar bilateral
bicara lambat, menggerutu, otak V, VII, IX, X dan XII
spastic

Kerja sama gerak antar otot lidah, bibir, pita suara dan
otot-otot yang membuka dan menutup mulut bersimpang
siur, sehingga kelancaran kalimat dan konyinuitas kalimat
yang diucapkan sangat terganggu
Keterangan
Disfagia Disfagia biasanya merujuk kepada gangguan dalam makan
sebagai gangguan dari proses menelan. Disfagia dapat mejadi
ancaman yang serius terhadap kesehatan seseorang karena
adanya resiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, dan sumbatan jalan napas.
Disfasia Disfasia adalah gangguan perkembangan bahasa yang tidak
sesuai dengan perkembangan kemampuan usia seharusnya.
(biasa pada anak-anak).
Dismetria Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau
menghentikan suatu gerak motorik halus. Untuk menguji
adanya suatu dismetria bisa dilakukan beberapa
pemeriksaan, salah satunya adalah finger to nose test.
81. Carpal Tunnel Syndrome
82. Neuralgia Trigeminal
83. Vertigo
Dismetria
Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk
memulai atau menghentikan suatu gerak motorik
halus.
Terjadi akibat adanya gangguan pada serebelum
atau saraf saraf propioseptif.
Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa
dilakukan beberapa pemeriksaan:
finger to nose test
Disdiadokinesis
Rebound test
Cerebellum
Terdiri dari 2 hemisfer yg dihubungkan oleh vermis
Terbagi atas 3 lobus:
1. Lobus anterior corpus cerebelli
2. Lobus posterior
3. Lobus flokulonodularis

Fungsi Cerebellum:
1. Koordinasi gerakan volunter
2. Keseimbangan tubuh
3. Tonus otot
4. Mekanisme memori & motor learning
Control of body posture &
equilibrium.

Tuesday, January 03, 2017


Control of muscle tone & stretch
reflex.

Tuesday, January 03, 2017


Control of voluntary movements.

Tuesday, January 03, 2017


Signs of cerebellar dysfunction.
Tone & posture disturbance
Atonia or hypotonia
Attitude changes.
Rotation of face to opposite side
Lowering of shoulder.
Outward rotation & abduction of leg.
Deviation movements.
Effect on deep reflexes. (weak & pendular)

Tuesday, January 03, 2017


Signs of cerebellar dysfunction.

Equilibrium disturbance. (drunken gait)


Movements disturbance.
Ataxia
Intention tremors
Nystagmus.
Dysarthria.
Astasia.

Tuesday, January 03, 2017


Clinical tests of cerebellar
dysfunction.
Upper limb Lower limb.
Finger nose test Rombergs test.
Diadokokinesia. Tandem gait.
Rebound phenomenon.
Past pointing.

Tuesday, January 03, 2017


Tests .

Tuesday, January 03, 2017


84. Cedera Medulla Spinalis
Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf
yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan
sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang
vertebra.
Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis,
masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari
tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat
terganggu atau hilang sama sekali
Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi
akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini
disebut sebagai cedera medula spinalis.
PATOFISIOLOGI
Kompresi karena tulang,
ligamen,herniasi diskus 2 jam pasca cedera terjadi
intervertebralis & hematom invasi sel-sel inflamasi
paling berat akibat kompresi tulang, dimulai oleh microglia dan
trauma hiperekstensi corpus leukosit polimorfonuklear.
dislokasi ke posterior.
4 jam pasca cedera hampir
Regangan jaringan.biasanya terjadi
pada hiperpleksi, toleransi medula
separuh medula spinalis
spinalis terhadap regangan menjadi nekrotik.
tergantung usia 6 jam pasca cedera terjadi
Edema.timbul segera setelah edema primer vaskogenik.
trauma
48 jam terjadi edema dan
Sirkulasi terganggu.
nekrotik kros-sektional pada
tempat cedera.
Manifestasi lesi traumatik
Komusio ,Kontusio,Laserasio,Perdarahan
Kompresi, Hemiseksi ,Transeksi medula spinalis
Sindrom medula spinalis bagian anterior &
posterior
Shok spinal
Aktivitas refleks yg meningkat
Transeksi medula spinalis akan terjadi
masa Spinal Shok

Semua gerakan volunter dibawah lesi hilang


secara mendadak
Semua sensibilitas bawah lesi hilang
Semua refleks hilang.
Berlangsung 3-6 mg
KLASIFIKASI

ASIA (American Spinal Injury Association) dan


IMSOP (International Medical Society of
Paraplegia) pada tahun 1990 dan 1991.
Berdasarkan fungsi:
Berdasarkan tipe dan lokasi:
Berdasarkan fungsi:
Grade A complete Grade C incomplete
tidak ada fungsi fungsi motorik masih ada
motorik atau sensorik dibawah level cedera spinal dan
sampai sefmen S4-S5 sebagian besar 10 otot
ektrimitas dibawah level cedera
Grade B incomplete spinal mempunyai kekuatan
motorik <3
tidak ada fungsi
sensorik tapi fingsi Grade D incomplete :
motorik masik ada di seperti grade C, tapi kekuatan
motorik 3
bawah level cedera
spinal sampai segmen Grade E normal
S4-S5 fungsi motorik dan sensorik
normal
GEJALA KLINIK
Cervico-Medullary
Syndrome
Respiratory arrest, Sacral sparing
hipotensi, tetraplegia.
C1 C4
ggn sensibilitas wajah,
Lengan lebih berat dari
tungkai
Central cord syndrome
Gangguan motorik pada
ekstrimitas atas lebih berat
dari tungkai dengan
gangguan sensibilitas
sembuh spontan
GEJALA KLINIK
Anterior Cord Syndrome
Paralisis komplit yang
mendadak dengan
hiperestesia pada tingkat
lesi, dibawah lesi ada rasa
raba, merupakan kasus
yang harus dintervensi
operasi secara dini.
Posterior cord syndrome
Jarang ada, kelemahan dr
batas lesi kebawah
Gangguan proprioseptik
GEJALA KLINIK
Brown-sequard syndrome
Gangguan motorik dan
propioseptik sisi ipsilateral
dan gangguan sensasi rasa
suhu dan nyeri pada sisi
kontralateral
Cedera hiperekstensi
Conus Medullaris
syndrome
Daerah T11-T12 dan T12-L1
24% dari kasus
Gangguan lower motor
neuron, flaksid tungkai &
sfingter ani,
spastisitas(kronik).
MRI Vertbrae Thoracal
PENATALAKSANAAN
1.Tentukan cedera medula spinalis akut?
2.Lakukan stabilisasi medula spinalis
3. Atasi gangguan fungsi vital yaitu airways, breathing
4.Perhatikan perdarahan dan sirkulasi,
hipotensi, shok neurogenik
5.Medical:
methylprednisolon 30mg/kgBB iv bolus dalam 15
menit
dilanjutkan 5,4mg/kgBB/24 jam iv hingga 24 jam bila
dosis inisial diberikan <3jam setelah trauma
Atau dilanjutkan hingga 48 jam bila dosis inisial
diberikan 3-8jam post trauma
Di atas 8 jam tidak ada pengaruh pemberian steroid.
85. GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM

Post partum blues


Sering dikenal sebagai baby blues
Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan
Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab
yang pasti dan mengalami kecemasan
Berlangsung pada minggu pertama setelah
melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2
minggu tanpa penanganan khusus
Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan
membantu ibu
Post partum Depression
Kondisi yang lebih serius dari baby blues
Mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru
Mengalami perasaan sedih, emosi yang
meningkat, tertekan, lebih sensitif, lelah, merasa
bersalah, cemas dan tidak mampu merawat diri
dan bayi
Timbul beberapa hari setelah melahirkan sampai
setahun sejak melahirkan
Tatalaksanapsikoterapi dan antidepresan
Postpartum Psychosis
Kondisi ini jarang terjadi
1 dari 1000 ibu yang melahirkan
Gejala timbul beberapa hari dan berlangsung
beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah
melahirkan
Agitasi, kebingungan, hiperaktif, perasaan hilang
harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi,
halusinasi, bicara cepat, mania
Tatalaksanaharus segera dilakukan, dapat
membahayakan diri dan bayi
Baby Blues vs Postpartum Depression
POSTPARTUM MAJOR
CHARACTERISTIC BABY BLUES DEPRESSION
Duration Less than 10 days More than two weeks

Onset Within two to three days Often within first month;


postpartum may be up to one year

Prevalence 80 percent 5 to 7 percent


Severity Mild dysfunction Moderate to severe
dysfunction

Suicidal ideation Not present May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933


Tatalaksana Postpartum Depression
Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI

Tatalaksana farmakologis terutama digunakan untuk


depresi sedang dan berat.
Drug of choice: antidepresan golongan SSRI
Pada ibu menyusui, secara umum antidepresan dapat
ditemukan dalam ASI. Namun pada penggunaan Sertraline,
Paroxetine, dan Nortryptiline, kadar obat tidak terdeteksi
dalam serum bayi. Sedangkan penggunaan Fluoxetine dan
Citalopram terdeteksi dalam serum bayi namun dalam kadar
yang sangat rendah dan secara umum tidak menimbulkan
bahaya bagi bayi.
Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933
Dosis Obat Golongan SSRI
pada Postpartum Depression
USUAL
STARTING TREATMENT MAXIMAL ADVERSE
DRUG DOSAGE DOSAGE DOSAGE EFFECTS
Selective serotonin reuptake inhibitors
Citalopram 10 mg 20 to 40 mg 60 mg Headache,
(Celexa) nausea,
diarrhea,
Escitalopram 5 mg 10 to 20 mg 20 mg
sedation,
(Lexapro)
insomnia,
Fluoxetine 10 mg 20 to 40 mg 80 mg tremor,
(Prozac) nervousness,
Paroxetine 10 mg 20 to 40 mg 50 mg loss of libido,
(Paxil) delayed
orgasm
Sertraline 25 mg 50 to 100 mg 20
(Zoloft)
Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933
86. GANGGUAN PSIKOMOTOR
Stupor: keadaan di mana pasien tidak berkomunikasi,
yaitu tidak berbicara (mutisme) atau tidak bergerak
(akinesia), meskipun ia waspada.

Mutisme: bisu tanpa abnormalitas struktural.

Katalepsia: postur tidak nyaman dan aneh


dipertahankan melawan gravitasi atau gaya lainnya.
Katalepsi merupakan istilah umum untuk posisi tidak
bergerak yang dipertahankan secara konstan.
Gangguan Psikomotor
Fleksibilitas cerea (fleksibilitas lilin): keadaan seseorang yang
dapat dibentuk menjadi posisi tertentu kemudian
dipertahankan; ketika pemeriksa menggerakkan anggota
gerak orang tersebut, anggota gerak itu terasa seperti terbuat
dari lilin.

Rigiditas katatonik: keadaan mempertahankan suatu postur


rigid secara volunter, meski telah dilakukan semua usaha
untuk menggerakkannya.

Postur katatonik: mempertahankan suatu postur aneh dan


tidak pada tempatnya secara volunter, biasanya
dipertahankan dalam jangka waktu lama.
KETERANGAN
Alexia Kehilangan kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki.

Agnosia Kegagalan mengenali suatu objek walaupun inderanya berfungsi


dengan baik. Agnosia dapat melibatkan seluruh sensasi.

Aphasia Gangguan dalam memproduksi atau mengerti bahasa.

Apraxia Gangguan pada otak yang menyebabkan seseorang tidak bisa lagi
melakukan gerakan bertujuan.

Agraphia Tidak dapat berkomunikasi melalui tulisan.

Abulia Berkurangnya impuls untuk berpikir dan bertindak. Contoh:


pasien stroke malas beraktivitas karena stroke pada lobus frontal.
87. PRINSIP TERAPI ANTIPSIKOTIK
Key points for using antipsychotic therapy:
1. An oral atypical antipsychotic drug should be considered as
first-line treatment.
2. Choice of medication should be made on the basis of prior
individual drug response, patient acceptance, individual side-
effect profile and cost-effectiveness, other medications being
prescribed and patient co-morbidities.
3. The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
4. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication
should be within the manufacturers recommended range.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka
Key points for using antipsychotic therapy:
5. Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing
antipsychotic medication.
6. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should
not be prescribed concurrently, except for short periods to
cover changeover.
7. Treatment should be continued for at least 12 months, then if
the disease has remitted fully, may be ceased gradually over
at least 1-2 months.
8. Prophylactic use of anticholinergic agents should be
determined on an individual basis and re-assessment made at
3-monthly intervals.
9. A trial of clozapine should be offered to patients with
schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate
trials of antipsychotic medications.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal
Efek Samping Obat Antipsikotik
CPZ vs Haloperidol

http://www.cochrane.org/CD004278/SCHIZ_haloperidol-versus-chlorpromazine-for-schizophrenia
CPZ vs Haloperidol

Haloperidol Versus Chlorpromazine for Treatment of Schizophrenia


C. Leucht; M. Kitzmantel; L. Chua; J. Kane; S. Leucht
http://www.medscape.com/viewarticle/579942_8
88. WAHAM
Waham merupakan suatu perasaan keyakinan
atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan
simpulan yang keliru tentang kenyataan
eksternal, tidak konsisten dengan intelegensia
dan latar belakang budaya pasien, dan tidak
bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan
penyajian fakta.
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Bizzare keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh
Sistematik keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu
tema/kejadian.
Nihilistik perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada
atau menuju kiamat.
Somatik perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.
Paranoid termasuk didalamnya waham kebesaran, waham kejaran/presekutorik,
waham rujukan (reference), dan waham dikendalikan.
Kebesaran/ keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya
grandiosity adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.
Kejar/ mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
persekutorik yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Rujukan/ selalu berprasangka bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya dan
delusion of kejadian-kejadian yang alamiah pun memberi arti khusus/berhubungan
reference dengan dirinya
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Kendali keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya
dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya:
thought of withdrawal, thought of broadcasting, thought of
insertion.
Thought of withdrawal waham bahwa pikirannya ditarik oleh orang lain atau
kekurangannya.
Thought of insertion/ waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang lain atau kekuatan
sisip pikir lain.
Thought of waham bahwa pikirannya dapat diketahui oleh orang lain, tersiar
broadcasting/ siar pikir di udara.
Cemburu keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis
tentang pasangan yang tidak setia.
Erotomania keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa
seseorang sangat mencintainya.
PPDGJ

89. SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-
gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau
thought broadcasting
Delusion of control/ passivity/ influence/ perception
Halusinasi auditorik
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Referensi: PPDGJ-III
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang
harus selalu ada secara jelas:
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar

Telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau


lebih
Referensi: PPDGJ-III
Skizofrenia Paranoid
Halusinasi dan/ waham arus yang menonjol:

Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau


memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).

Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi


waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi
(delusion of influence) atau passivity (delussion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas;
90. TAHAPAN BERDUKA (KUBLER ROSS)
Tahapan Berduka
TAHAPAN PENJELASAN
BERDUKA
Penyangkalan Penyangkalan terhadap kecemasan karena penyakit yang dialami pasien.
(Denial ) Contoh: pasien merasa dokter telah salah mendiagnosis.
Kemarahan Karena penyangkalan tidak mengubah apa-apa, emosi yang muncul adalah
(Anger) gusar, iri, marah kepada orang lain. Contoh: pasien marah dan bertanya-
tanya kenapa ia harus menghadapi sakit, sementara orang lain tidak.

Tawar Biasanya tidak disadari karena berlangsung singkat. Di tahap ini, pasien
menawar bertanya-tanya apakah ia dapat membuat kesepakatan dengan Tuhan atau
(Bargaining) takdirnya, sehingga ia dapat menunda kematian.
Depresi Pasien merasa lelah, menarik diri, putus asa, dan memancarkan kesedihan
(Depression) mendalam.
Penerimaan Pemikiran mulai rasional. Pikiran pasien terbuka bahwa ia tidak bisa
(Acceptance) menghindar dari kematian, tetapi ada hal yang dapat ia lakukan untuk
mengoptimalkan kualitas hidup.
91. GEJALA POSITIF DAN NEGATIF
PADA SKIZOFRENIA
GEJALA POSITIF GEJALA NEGATIF

Halusinasi Afek datar


Waham Alogia (minim bicara
Disorganisasi pikiran meskipun sudah diajak
Gangguan psikomotor berkomunikasi)
Anhedonia
Malas beraktivitas (avolition)
Tidak mau bergaul (asociality)

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/schizophrenia-booklet-12-2015/index.shtml
92. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Kriteria Diagnostik
Gangguan Kepribadian Anankastik
Perasaan ragu dan hati-hati yang berlebihan
Keterpakuan pada rincian, peraturan, daftar, perintah, organisasi atau
jadwal
Perfeksionisme yang menghambat penyelesaian tugas
Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan kecenderungan yang tidak
semestinya untuk meniptakan kesenangan dan hubungan interpersonal
Keterpakuan dan ketertarikan yang berlebihan pada kebiasaan sosial
Kaku dan keras kepala (pemaksaan secara tidak masuk akal agar orang
lain melakukan sesuatu menurut caranya, atau keengganan yang tak
masuk akal untuk mengizinkan orang lain melakukan sesuatu
Mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang bersifat memaksa atau
tidak disukai

PPDGJ-III
93. GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Gejala Ekstrapiramidal
Karakteristik
Akathisia Gelisah dan merasa perlu bergerak terus. Menggerakkan kaki mengetuk lantai
(foot tapping atau toe tapping). Gejala ini berkurang saat tidur atau pada
posisi berbaring. Pasien merasa tertekan bila tidak dapat bergerak.
Dystonia Kelainan neurologis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus
sehingga mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang
abnormal. Dapat melibatkan punggung, leher, ekstremitas atas dan bawah,
rahang, dan laring. Bisa terjadi kesulitan menelan, bernapas, bicara, dan
menggerakkan leher.
Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan
konvergen, menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi posterolateral dari
leher dan dengan mulut terbuka atau rahang terkunci.
Parkinsonism Tremor, rigiditas, dan kelambatan bergerak, yang melibatkan batang tubuh
dan ekstremitas. Kesulitan berdiri dari posisi duduk, postur tidak seimbang,
muka topeng.
Tardive Gerakan koreatetoid abnormal yang melibatkan regio orofasial dan lidah.
dyskinesia Lebih jarang mengenai ekstremitas dan batang tubuh. Ada gerakan mulut
mencucu, gerakan mengunyah, dan lidah menjulur. Gejala tidak menimbulkan
nyeri, namun menyebabkan penderitanya malu di depan umum.
http://www.uspharmacist.com/content/c/10205/?t=women%27s_health,neurology
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal
Yang terpenting adalah Pencegahan
Setiap pasien yang menerima antipsikotik harus
dievaluasi dan dimonitor terhadap munculnya
gejala ekstrapiramidal.

Obat yang mencetuskan gejala ekstrapiramidal


harus dikurangi dosisnya atau distop, dan
diganti dengan obat antipsikotik lain yang
risiko gejala ekstrapiramidalnya lebih rendah.
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal
TARDIVE DYSKINESIA
Obat yang menyebabkan gejala
AKATHISIA dikurangi dosisnya atau dihentikan.
Obat yang menyebabkannya Bila sedang mendapat
dihentikan atau dikurangi antimuskarinik, harus dihentikan
dosisnya. juga.
Ganti obat menjadi antipsikotik Ganti antipsikotik menjadi
atipikal atipsikotik atipikal
Diberikan antimuskarinik atau Tatalaksana ansietas
beta bloker Pada diskinesia fokal, dapat diberi
Obat lain: amantadine, toksin Botulinum
amiitriptilin, benzodiazepin, Obat lain: amantadine,
klonidin, kodein, benzodiazepine, levetiracetam,
siproheptadine, mirtazaine. pregabalin, vitamin E, dopamin-
depleting-agent
Deep brain stimulation
Prinsip Terapi Gejala Ekstrapiramidal

DYSTONIA
Hentikan atau turunkan dosis PARKINSONISME
obat yang menyebabkan Hentikan atau turunkan dosis
distonia. obat yang menyebabkan gejala.
Ganti obat menjadi golongan Ganti obat menjadi golongan
antipsikotik atipikal antipsikotik atipikal
Berikan obat-obatan Obat lain: Amantadine, golongan
antimuskarinik antimuskarinik, agonis dopamin,
Tatalaksana ansietas levodopa
Pada distonia fokal , dapat diberi
toksin Botulinum
Pemberian relaksan otot,
dopamin-depleting agent Contoh obat antimuskarinik:
Deep brain stimulation Triheksifenidil, Benzodiazepin,
Levetiracetam, Pregabalin
94. ANSIETAS (GANGGUAN CEMAS)
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain:
hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.

Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
Prinsip Tatalaksana Gangguan Cemas
Gangguan cemas memiliki patofisiologi yang berhubungan
dengan depresi. Oleh karena itu, tatalaksana pada
gangguan cemas serupa dengan tatalaksana depresi.

Tatalaksana medikamentosa definitif dengan antidepresan.


Namun antidepresan baru efektif mengurangi gejala
setelah diberikan selama 2-4 minggu.

Obat anxiolytic seperti golongan benzodiazepin hanya


boleh digunakan untuk fase akut karena mengandung efek
adiktif dan tubuh mudah toleransi (butuh dosis makin
tinggi bila digunakan terus menerus).

http://www.medscape.com/viewarticle/762477
Terapi Antidepresan

SSRI sebagai drug of choice dari antidepresan.


Jenis dan Dosis Antidepresan
95. GANGGUAN WAHAM MENETAP
KRITERIA DIAGNOSIS (PPDGJ-III)
Waham merupakan satu-satunya ciri klinis yang khas atau gejala
yang paling menonjol. Waham tersebut harus sudah ada sedikitnya
tiga bulan lamanya dan harus bersifat khas pribadi bukan budaya
setempat.
Gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif lengkap
mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-
waham tersebut menetap pada saat-saatp tidak terdapat gangguan
afektif itu.
Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.
Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja
ada dan bersifat sementara.
Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan,
siar pikiran, penumpukan afek, dsb)
Gangguan Waham Menetap (DSM-IV)
96. DEPRESI
Gejala utama: Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
2. hilang minat & berkurang,
kegembiraan, 3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Terjadi selama minimal 2 minggu.
PPDGJ
Depresi
Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu

Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2


minggu.

Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.

Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode


depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.

PPDGJ
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-
agen yang sesuai.
Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Non Farmakologis
PSIKOTERAPI
interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
cognitive - behavioral therapy : berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien

ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT): aman dan


efektif, namun masih kontroversial
diindikasikan pada :
depresi yang berat diperlukan respons
yang cepat, respon terhadap obat jelek
Terapi Farmakologis
Dosis Obat Antidepresan
97. KETERGANTUNGAN ZAT, PUTUS OBAT,
WITHDRAWAL, ADIKSI, TOLERANSI, OVERDOSIS
KETERGANTUNGAN ZAT
Adanya dorongan yang kuat untuk menggunakan zat
Kesulitan mengendalikan prilaku menggunakan zat
saat memakai atau dalam usaha menghentikan
Tetap menggunakan walaupun terjadi masalah akibat
menggunakan zat tersebut
Peningkatan dosis (toleransi)
Gejala withdrawal
Mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain

DSM-IV
Jenis Ketergantungan Zat
Ketergantungan psikis
Suatu keinginan untuk terus meminum suatu obat untuk menimbulkan rasa
senang atau untuk mengurangi ketegangan dan menghindari ketidaknyamanan
Obat-obat yang menyebabkan ketergantungan psikis biasanya bekerja di otak
Efek:
mengurangi kecemasan dan ketegangan
menyebabkan kegembiraan, euforia (perasaan senang yang berlebihan) atau
perubahan emosi yang menyenangkan lainnya
menyebabkan perasaan meningkatnya kemampuan jiwa dan fisik
mengubah persepsi fisik

Ketergantungan fisik
Suatu kondisi dimana tubuh menyesuaikan diri terhadap obat yang dipakai
secara terus menerus sehingga menimbulkan toleransi dan jika pemakaiannya
dihentikan, akan timbul gejala putus obat
Withdrawal, Overdosis, Adiksi, Toleransi, Intoksikasi
Karakteristik
Withdrawal/ Kumpulan gejala yang muncul saat menghentikan atau menurunkan
putus obat dosis obat karena kecanduan atau ketergantungan terhadap obat yang
sudah lama digunakan

Overdosis zat Pemakaian zat yang melebihi dosis sehingga menyebabkan efek toksik
atau letal terhadap tubuh

Adiksi/ ketagihan Perbuatan kompulsif (yang terpaksa dilakukan) dan keterlibatan yang
berlebihan terhadap suatu kegiatan tertentu Aspek psikososial
yang berhubungan dengan ketergantungan obat

Toleransi obat Sebuah kondisi yang ditandai oleh penurunan efek obat pada
pemberian berulang

Intoksikasi Kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan zat psikoaktif


sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognisi, persepsi, afek
atau perilaku dan fungsi psikososial
Gejala Umum Putus Obat NAPZA
Nyeri otot
Nyeri tulang
Diare berat
Kram perut
Rinorea
Lakrimasi
Piloereksi
Menguap
Disregulasi suhu tubuh
Tanda dan Gejala Putus Obat
Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik Alkohol Amfetamine

* nyeri * jarang * cemas * cemas * cemas


* mata dan hidung ditemukan * tangan gemetar * depresi * depresi
berair * perubahan persepsi * muka merah * kelelahan
* perasaan panas * gangguan daya ingat * mudah marah * energi
dingin * tidak bisa tidur * tangan gemetar berkurang
* diare * mual muntah * kebutuhan tidur
* gelisah * tidak bisa tidur meningkat
* tidak bisa tidur
97. GANGGUAN TIDUR
Gangguan tidur non organik mencakup :
Disomnia: kondisi psikogenik primer dengan ciri
gangguan pada jumlah, kualitas atau waktu tidur
insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal
tidur
Parasomnia: peristiwa episodik abnormal selama
tidur. Pada masa kanak ada hubungan dengan
perkembagan anak, pada orang dewasa berupa
somnabulisme, night terror, nightmare
F51.0 Insomnia non organik
Menurut DSM-IV, insomnia didefinisikan sebagai keluhan
dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan
tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya
satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu.

The International Classification of Diseases mendefinisikan


insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan
tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama
minimal satu bulan.

Menurut The International Classification of Sleep Disorders,


insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap
malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur
tersebut.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-
Organik berdasarkan PPDGJ
1. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau
mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk
2. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu
selama minimal 1 bulan.
3. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan
kekhawatiran yang berlebihan terhadap akibatnya
pada malam hari dan sepanjang siang hari
4. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas
tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat
dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
Klasifikasi Insomnia
Early insomnia (initial insomnia/ sleep onset insomnia), yaitu
kesulitan untuk memulai tidur yang ditandai dengan perpanjangan
masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tertidur). Gangguan
ini sering berkaitan dengan gangguan cemas.

Middle insomnia (sleep maintenance insomnia), merupakan


kesulitan untuk mempertahankan tidur. Gangguan ini ditandai
dengan seringnya terbangun di malam hari dan suliit memulai tidur
lagi, dan sering berkaitan dengan penyakit organik, nyeri, dan
gangguan depresi.

Terminal insomnia (late insomnia/ early morning wakening


insomnia) ditandai dengan bangun lebih pagi dari yang diperlukan
secara terus menerus. Gangguan ini berkaitan dengan depresi.
F51.1 Hipersomnia non organik
Hipersomnia adalah bertambahnya waktu tidur
sampai 25% dari pola tidur yang biasa.
Gejala :
a) Rasa kantuk siang hari yang berlebihan atau
adanya serangan tidur dan atau transisi yang
memanjak dari saat mulai bangun hingga sadar
penuh.
b) Terjadi setiap hari, lebih dari 1 bulan atau
berulang dengan kurun waktu lebih pendek.
c) Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang
menunjukan gejala rasa kantuk pada siang hari.
F51.2 Gangguan jadwal tidur non
organik
Gangguan ini timbul akibat ketidakcocokan antara
ritme sirkadian normal dan siklus tidur-terjaga
normal yang dituntut oleh lingkungan.
Ditandai dengan :
Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama dengan pola
tidur-jaga yang normal bagi masyarakat setempat.
Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan
hipersomnia pada waktu kebanyakan orang jaga, yang
dialami hampir setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan
atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek.
Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti cemas,
depresi.
F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking)
Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan,
yang merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam
tahap mimpi dari tidur.

Penyebab
a) Kurang tidur (sleep deprivation)
b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep
schedules)
c) Demam (fever)
d) Stres atau tekanan (stress)
e) Kekurangan (deficiency) magnesium
f) Intoksikasi obat atau zat kimia
F51.4 Teror tidur (night terrors)
Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam,
biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan,
berlangsung selama 1 10 menit.
Gejala
Dalam episode yang khas, penderita akan terduduk di tempat tidur dengan
kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ
(seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang
berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung yang cepat.
Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga
awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik.
Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi,
bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode.
Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat
episode.
Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak
seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain.
Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti
penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.
F51.5 Mimpi buruk (nightmare)
Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang berulang
dengan ingatan terperinci yang hidup akan mimpi
menakutkan.
Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk diagnosis
secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu:
Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan
mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali secara
terperinci dan jelas (vivid),
Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera
sadar dan mampu mengenali lingkungannya.
Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu,
menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.
Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan metode
pengobatan paling efektif.
99. Dermatofitosis

Penyakit jamur di kulit oleh jamur dermatofita


3 genus:
1. Microsporum
2. Tricophyton
3. Epidermophyton
Dermatofita: Morfologi
Morfologi dermatofitosis khas:
Kelainan berbatas tegas
Polimorfik (papul, vesikel, skuama, dll)
Tepi lebih aktif
Disertai rasa gatal

Penderita pria lebih sering gatal karena struktur


anatominya

Klasifikasi dermatofitosis didasarkan pada lokalisasi


kelainan kulit
Dermatofita: Umum
Diagnosis Dermatofitosis
Anamnesa
Gambaran klinis
Sediaan langsung + lar KOH 10%: garis-garis hifa diantara
sel epitel, bersepta, biasanya bercabang + artrospora
Woods light: T.kapitis (hijau kebiruan)
Biakan pada agar Sabouraud spesies penyebabnya

Terapi Dermatofitosis:
1. Griseofulvin (lini pertama),
2. ketokonazol, itrakonazol (golongan azol)
3. terbinafin
Tinea Korporis
Infeksi dermatofita pada badan,
tungkai, dan lengan

Klinis
Lesi berbatas tegas, tepi cederung
lebih aktif, bagian tengah
cenderung menyembuh (central
healing)
Lesi berdekatan polisiklik/gyrata
Drug of Choice Dermatofita

D E R M ATO F I TA DOC
Tinea Kapitis Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum
Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton

Tinea barbae, tinea manuum, Mengenai struktur kulit bagian dalam butuh terapi
Tinea korporis luas sistemik
DOC: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol

Tinea facialis, Tinea korporis, Mengenai struktur kulit superfisial terapi topikal
tinea kruris, tinea pedis DOC: grup alilamin (terbinafin, naftifin)

Tinea Unguium Oral lebih baik dibanding topikal


DOC: Terbinafin
Tinea (Umum): Terapi
Pengobatan topikal
Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%)
dalam bentuk salep ( Salep Whitfield).
Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk
salep (salep 2-4, salep 3-10)
Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1% dll.

Pengobatan sistemik
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak
10-25 mg/kgBB sehari
Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan
topikal tidak ada perbaikan.
Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada
pagi hari setelah makan
100.
Ulkus Pada IMS: Ulkus Durum
Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri berbentuk spiral

Gejala Klinis
Stadium I: Ulkus durum
Stadium II: Lesi sekunder di kulit (roseola sifilitika, korona veneris, kondiloma lata,
lekoderma sifilitika)
Stadium III: Gumma

Laboratorium
Mikroskop lapang pandang gelap, VDRL, TPHA

Terapi
Benzatin Penisilin 2,4 juta unit IM single dose
Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu
Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu

Komplikasi
Neurosifilis, parestesia, perubahan kepribadian
101. Tinea kapitis
Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh dermatofit

Bentuk klinis:
Grey patch ringworm (biasanya disebabkan
Microsporum)
Papul merah yang melebar, membentuk bercak, pucat,
bersisik. Rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat, mudah
patah dan tercabut. Lampu Wood: hijau kekuningan.
Kerion (Microsporum atau Tricophyton)
Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, pembengkakan
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang.
Dapat menimbulkan jaringan parut dan alopesia menetap.
Fluoresensi (+/-)
Black dot ringworm (biasanya disebabkan
Tricophyton tonsurans dan Trycophyton violaceum)
Rambut yang terkena infeksi patah pada muara folikel, dan
yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora
(black dot). Fluoresensi (-)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
3 Pola Invasi Rambut pada Tinea Kapitis
E C TO T H R I X E NDOTHRI X
Fluoresen kuning Tanpa fluoresen Fluoresen abu Tanpa fluoresen
kehijauan terang M. fulvum kehijauan kusam T. gourvillii
Microsporum M. Gypseum Trichophyton T. Soudanense
audouinii T. Megninii schoenleinii T. tonsurans
M. canis T. Mentagrophytes T. Violaceum
M. Ferrugineum T. Rubrum T. Yaoundei
T. verrucosum
Drug of Choice Dermatofita

D E R M ATO F I TA DOC
Tinea Kapitis Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum
Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton

Tinea barbae, tinea manuum, Mengenai struktur kulit bagian dalam butuh terapi
Tinea korporis luas sistemik
DOC: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol

Tinea facialis, Tinea korporis, Mengenai struktur kulit superfisial terapi topikal
tinea kruris, tinea pedis DOC: grup alilamin (terbinafin, naftifin)

Tinea Unguium Oral lebih baik dibanding topikal


DOC: Terbinafin
Tinea (Umum): Terapi
Pengobatan topikal
Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%)
dalam bentuk salep ( Salep Whitfield).
Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk
salep (salep 2-4, salep 3-10)
Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1% dll.

Pengobatan sistemik
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak
10-25 mg/kgBB sehari
Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan
topikal tidak ada perbaikan.
Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada
pagi hari setelah makan
102. Ulkus Pada IMS: Ulkus Durum
Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri berbentuk spiral

Gejala Klinis
Stadium I: Ulkus durum
Stadium II: Lesi sekunder di kulit (roseola sifilitika, korona veneris, kondiloma lata,
lekoderma sifilitika)
Stadium III: Gumma

Laboratorium
Mikroskop lapang pandang gelap, VDRL, TPHA

Terapi
Benzatin Penisilin 2,4 juta unit IM single dose
Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu
Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu

Komplikasi
Neurosifilis, parestesia, perubahan kepribadian
Treponema palidum
Stadium:
Primary Syphilis: ulkus durum (dasar bersih dan tidak nyeri)
Secondary Syphilis : Lesi kulit (luka yang muncul selain pada alat
kelamin juga ditemukan pada tangan, kaki dan muka). Selain luka,
penderita juga mengalami demam, perasaan lelah dan pembengkakan
alat kelamin.
Latent Syphilis: tidak ditemukan gejala fisik sama sekali.
Late Syphilis: Syphilis telah menyerang organ-organ dalam tubuh
manusia seperti jantung, otak, dan sumsum tulang belakang.
Pemeriksaan : VDRL TPHA
Pemeriksaan mikroskop
mikroskop lapangan gelap melihat pergerakkan Treponema
Pewarnaan Burri (tinta hitam) tidak adanya pergerakan Treponema
(T. pallidum telah mati) kuman berwarna jernih dikelilingi oleh
lapangan yang berwarna hitam.
103. Psoriasis vulgaris
Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan

Predileksi
Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign

Patofisiologi
Genetik: berkaitan dengan HLA
Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit
Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat,
alkohol, dan merokok

Tata laksana
Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll
Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll
PUVA (UVA + psoralen)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala
Perburukan lesi skuama kronik
Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
Pruritus
Afebril
Kuku distrofik
Ruam yang responsif terhadap steroid
Konjungtivitis atau blepharitis

http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas

Tanda Penjelasan

Fenomena Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada


tetesan lilin goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks
bias.

Fenomena Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat


Auspitz papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang
berlapis-lapis hingga habis.

Fenomena Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul


Kobner akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira
muncul setelah 3 minggu.
Tipe Psoriasis
Tipe
Plak Bentuk paling umum
Psoriasis Lesi meninggi dasar kemerahan dan tertutup sisik putih (sel kulit mati)
Predileksi: kulit kepala, lutut, siku, punggung, dan kulit yang sering
terkena trauma
Terasa gatal dan nyeri, dapat retak dan berdarah
Psoriasis Tersering kedua
Gutata Lesi berbentuk titik/ plak kecil
Dimulai pada masa anak-dewasa muda, dapat merupakan kelanjutan
dari infeksi streptokokus.
Inverse Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit
Psoriasis Tampak licin dan mengkilat
Dapat muncul bersama tipe lain
Psoriasis Pustul berwarna putih (bula steril) dikelilingi dasar kemerahan
Pustular Isi pus adalah sel darah putih
Tidak menular
Paling sering muncul di tangan dan kaki
Nail Perubahan warna kuku menjadi kuning-kecoklatan, permukaan menjadi
Psoriasis tidak rata (sering berbentuk pit kecil multipel)
104. Eritrasma
Etiologi
Corynebacterium minutissimum (coral red pada lampu Wood)

Predileksi
Pada daerah lipatan kulit

Efloresensi
Plak berwarna pink kemerahan dengan skuama halus berubah
menjadi coklat dan bersisik

Terapi
Larutan klindamisin HCl, krim eritromisin/ mikonazol
Pemeriksaan Lampu Wood
Warna Etiologi
Kuning Emas Tinea versicolor M. fufur

Hijau Pucat Trichophyton schoenleini


Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M.
(terang) Canis
Tosca - Biru Pseudomonas aeruginosa
Pink Coral Porphyria Cutanea Tarda

Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis


Putih Pucat Hypopigmentation
Coklat-Ungu Hyperpigmentation
Putih terang, Depigmentation, Vitiligo
Putih Kebiruan
Putih terang Albinism
Bluewhite Leprosy
105. Cutaneus larva migrans
Peradangan berbentuk linear, berkelok-
kelok, menimbul dan progresif

Etiologi: Ancylostoma braziliense dan


Ancylostoma caninum

Larva masuk ke kulit menimbulkan rasa


gatal dan panas, diikuti lesi linear
berkelok-kelok, menimbul, serpiginosa
membentuk terowongan

Gatal hebat pada malam hari

Terapi: Tiabendazole, Albendazole,


Cryotherapy, Kloretil

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
106. Media Pertumbuhan Selektif

Eosin methylene blue (EMB): selektif untuk spesies coli


YM (yeast and mold): pH rendah untuk media jamur
Saboroud agar jamur
MacConkey agar: Untuk bakteri gram (-)
Mannitol salt agar (MSA): Selektif untuk bakteri gram
(+)
Xylose lysine desoxyscholate (XLD): Selektif untuk
bakteri gram (-)
Buffered charcoal yeast extract agar: untuk Legionella
pneumophila
BairdParker agar: Untuk stafilokokus
Agar thayer Martin Neisseria Gonorrhea
Media Pertumbuhan Diferensial
Untuk membedakan subspesies

Blood agar
Mengandung darah sapi yang akan menjadi transparan bila terdapat
streptokokus hemolitikus

Eosin methylene blue (EMB)


Untuk membedakan bakteri yang memfermentasi laktosa

MacConkey (MCK)
Sama seperti EMB

Mannitol salt agar (MSA)


Untuk membedakan bakteri yang memfermentasi manitol
Agar Lowenstein-Jensen

Sebagai media pertumbuhan bakteri


mycobacterium, terutama mycobacterium
tuberculosis
Tampak seperti koloni coklat bergranular
Proteus mirabilis dan ISK
Bakteri batang gram negatif, berflagella (bergerak
aktif)
Infeksi saluran kemih dan mengeluarkan zat yang
dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran
kemih
Patogenesis:
Produksi enzim urease hidrolisis urea menjadi amonia
urin >> basa memicu pembentukan kristal sitruvit &
kalsium karbonat
Endotoksin induksi respon inflamasi hemolisin
Gejala: sistitis, urgensi, hematuria
Swarming Phenomenon
Swarming adalah terbentuknya zona konsentrik pada
pertumbuhan bakteri yang menutupi permukaan media
pertumbuhan agar darah
Ditemukan pada P. mirabilis dan P. vulgaris
Bakteri tsb memiliki flagela dan bersifat sangat motil sehingga
menimbulkan pola pertumbuhan yang khas dan aroma ikan asin
107. Schistosoma

Penyakit : skistosomiasis= bilharziasis


Spesies tersering: S. japonicum dan S. haematobium

Morfologi dan Daur Hidup


Hidup in copula di dalam pembuluh darah vena-vena usus,
vesikalis dan prostatika.
Di bagian ventral cacing jantan terdapat canalis
gynaecophorus, yg merupakan tempat cacing betina
menempel.
Telur tidak mempunyai operkulum dan berisi mirasidium,
mempunyai duri dan letaknya tergantung spesies.
Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah,
bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus
atau kandung kencing
Telur menetas di dalam air mengeluarkan mirasidium
Daur Hidup Schistosoma sp.
Schistosoma Haematobium
Tersebar terutama di Afrika dan Timur Tengah
Ukuran telur: panjang 110-170 m dan lebar 40-70
m, memiliki tonjolan spinal
Telur mengandung mirasidium matur yang tersebar
di urin
Schistosoma japonicum
TELUR
BENTUK : BULAT AGAK LONJONG DNG
TONJOLAN DI BAGIAN
LATERAL DEKAT KUTUB
UKURAN : 100 x 65 m
TELUR BERISI EMBRIO
TANPA OPERKULUM
Tersebar di daerah Timur (termasuk
Indonesia)

SERKARIA
Schistosoma sp
EKOR BERCABANG
Gejala Klinis dan Px Penunjang
Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan
dan jumlah cacing
Keluhan :
S. mansoni & japonicum: demam Katamaya, fibrosis periportal,
hipertensi portal, granuloma pada otak & spinal
S. haematobium: hematuria, skar, kalsifikasi, karsinoma sel
skuamosa, granuloma pada otak dan spinal
Pada infeksi berat Sindroma disentri
Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali;
terjadi 6-8 bulan setelah infeksi

Px Penunjang:
Mikroskopik feses: semua spesies
Mikroskopik urin: spesies haematobium

Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html
Terapi Schistosomiasis

Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html
108. Pioderma
Folikulitis (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut yang
ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih.

Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan


jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul
perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa
nyeri.

Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel,


ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak.
Impetigo krustosa/vulgaris/ kontagiosa/
Tillbury Fox (Strep. Beta hemolyticus) :
peradangan vesikel yang dengan cepat
berubah menjadi pustul pecah krusta
kering kekuningan seperti madu. Predileksi
spesifik lesi terdapat di sekitar lubang
hidung, mulut, telinga atau anus.

Impetigo bulosa/ cacar monyet (Staph.


Aureus): peradangan yang memberikan
gambaran vesikobulosa dengan lesi bula
hipopion (bula berisi pus)

Ektima (Strep. Beta hemolyticus):


peradangan yang menimbulkan kehilangan
jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal).
Pioderma: Impetigo
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan pewarnaan
Gram
Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan leukositosis

Komplikasi: Erisipelas, selulitis, ulkus, limfangitis, bakteremia

Terapi:
Antibiotika topikal:
DOC: mupirocin (Bactroban), basitrasin, asam fusidat (Fucidin) dan
retapamulin (Altargo) 2x/hari selama 7 hari
Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
Antibiotika oral:
Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin,
klindamisin
DOC anak: Cephalexin http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
109. Varicella (Chicken Pox)
Infeksi akut oleh virus varicella zoster yang menyerang
kulit dan mukosa
Transmisi secara aerogen

Gejala
Masa inkubasi 14-21 hari
Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, nyeri kepala
Disusul erupsi berupa papul eritematosa vesikel tetesan air
(tear drops) pustul krusta
Predileksi: badan menyebar secara sentrifugal

Pemeriksaan
Percobaan Tzanck ditemukan sel datia raksasa berinti banyak

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tzank Test
Fungsinya untuk menentukan
adanya virus herpes. Dari tes ini
akan banyak ditemukan sel-sel
epitel raksasa yang berinti
banyak atau sel Tzanck.
Sel Tzanck biasa ditemukan di
herpes simpleks, varicella dan
herpes zoster, Pemphigus
vulgaris, dan Cytomegalovirus.
Terkadang tes ini disebut
Chikenpox skin test atau herpes
skin test karena sering
digunakan pada virus-virus
terseb
Varicella (Chicken Pox): Terapi
Pengobatan
Simptomatik (antipiretik, analgesik, antipruritus)

Bedak Salicil 2 % (anti pruritus)

Salep Salicil 2% bila terdapat ulserasi

Bila Erupsi < 24 jam antiviral


Acyclovir: >40kg 800 mg PO q6hr for 5 days; 2 years and <40 kg:
20 mg/kg/dose PO q6hr for 5 days; not to exceed 800 mg/dose
Valacyclovir
Dosis anak: 2-18 tahun 20 mg/kgBB PO, 3x/hari, 5 hari. Max: 1 g PO,
3x/hari
Herpes zoster

Herpes Zoster Lesi Kulit pada Herpes Zoster


Penemuan utama dari PF:
kemerahan yang terdistribusi
unilateral sesuai dermatom
Rash dapat berupa eritematosa,
makulopapular, vesikular, pustular,
atau krusta tergantung tahapan
penyakit
Terapi nyeri: Gabapentine
oral/NSAID topikal/Lidocaine topikal
Anti-Viral (diberikan < 72 jam
setelah onset, atau pada
manula/imunokompromais)
Acyclovir (5x800mg)
Valgancyclovir, Famcyclovir
Komplikasi
Neuralgia pasca herpes, herpes zoster
oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes zoster
Gejala Terapi nyeri:
Gejala prodromal sistemik (demam, Gabapentine
pusing, malaise) & lokal (mialgia, gatal, oral/NSAID
pegal) topikal/Lidocaine
Timbul eritema yang kemudian topikal
menjadi vesikel berkelompok dengan
dasar eritematosa & edema pustul Anti-Viral (diberikan <
& krusta 72 jam setelah onset,
Pembesaran KGB regional atau pada
Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1 manula/imunokompr
Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. omais)
fasialis & otikus Acyclovir (5x800mg)
Valacyclovir: 1 g PO,
3x/hari, 7 hari (erupsi
< 48 jam)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
110. Moluskum
Kontagiosum
Penyakit yang disebabkan oleh poxvirus berupa papul-papul, pada
permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan
moluskum
Transmisi: kontak langsung, autoinokulasi
Gejala:
Masa inkubasi: satu hingga beberapa minggu
Papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk
kubah yang ditengahnya terdapat lekukan, jika dipijat keluar massa yang berwarna
putih seperti nasi
Predileksi: muka, badan, ekstremitas, pubis (hanya pada dewasa)
Pemeriksaan:
Sebagian besar berdasarkan klinis
Pemeriksaan mikroskopik badan moluskum (Henderson-Paterson bodies)
menggunakan pewarnaan Giemsa atau gram
Diagnosis pasti: biopsi kulit menggunakan pewarnaan HE
Tata laksana: mengeluarkan massa (manual, elektrokauterisasi, bedah beku)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Bhatia AC. Molluscum contagiosum. http://emedicine.medscape.com/article/910570-overview
111. Ulkus Pada IMS
Ulkus Durum Ulkus Mole (Chancroid)
Treponema pallidum (spiral) Haemophilus ducreyi
Dasar bersih (kokobasil, gram negatif)
Tidak nyeri (indolen) Dasar kotor, mudah berdarah
Sekitar ulkus keras (indurasi) Nyeri tekan
Soliter Lunak
Multipel
Tepi ulkus menggaung
Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole
Ulkus Molle: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang
akut, setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi.
Ulkus: kecil, lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor
(tertutup jaringan nekrotik dan granulasi)

PATOGENESIS :
Masa inkubasi : 1-3 hari
Port dentre merah papul pustula pecah ulkus
Ulkus :
Multiple
Tidak teratur
Dinding bergaung
Indurasi +
Nyeri (dolen)
Kotor
Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole
Ulkus Mole: Tatalaksana

Obat sistemik
Azitromycin 1 gr, oral, single dose.
Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.
Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.
Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.
Amoksisilin + asam klavulanat 3x125 mg selama 7 hari.
Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.
Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.

Topikal: Kompres dengan larutan normal salin (NaCl


0,9%) 2 kali sehari selama 15 menit.
112. Fixed Drug Eruption

Merupakan reaksi alergi tipe IV


Tanda patognomonis
Lesi khas:
Vesikel, bercak
Eritema
Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
Kadang-kadang disertai erosi
Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya,
terutama pada lesi berulang
Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir,
daerah penis atau vulva
FDE: Diagnosis Banding

Pemfigoid bulosa
Selulitis
Herpes simpleks

Komplikasi : Infeksi
sekunder
FDE: Terapi
Kortikosteroid sistemik: prednison tab 30 mg/hari dibagi dalam 3x/
hari
Antihistamin sistemik untuk mengurangi rasa gatal: hidroksisin tab
10 mg/hari, 2x/hari selama 7 hari atau loratadin tab 1x10 mg/hari
selama 7 hari
Pengobatan topikal
Erosi atau madidans dapat dilakukan kompres NaCl 0,9% atau
Larutan Permanganas kalikus 1/10.000 dengan 3 lapis kasa
selama 10-15 menit. Kompres dilakukan 3 kali sehari sampai lesi
kering
Terapi dilanjutkan dengan pemakaian topikal kortikosteroid
potensi ringan-sedang, misalnya hidrokortison krim 2.5% atau
mometason furoat krim 0.1%
113. Vehikulum obat topikal
Cairan (solusio, tingtura, kompres)
Membersihkan kulit dari debris
Perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, pustula
Keadaan yang basah menjadi kering
Merangsang epitelisasi
Bedak
Penetrasi sedikit
Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah
Salep (bahan berlemak yg pada suhu kamar memiliki konsistensi
seperti mentega; biasanya bahan dasar berupa vaselin)
Diberikan pada dermatosis yang kering dan kronik, berkrusta
Penetrasi paling kuat
Kontraindikasi pada dermatitis madidans (dengan eksudasi), tidak
dianjurkan pada bagian tubuh yang berambut
Vehikulum obat topikal (contd)
Bedak kocok
Diberikan pada dermatosis yang kering, superfisial, agak luas. Pada keadaan
yang subakut
Penetrasi sedikit
Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut
Krim
Indikasi kosmetik
Dermatosis subakut yang luas, penetrasi >> bedah kocok
Boleh digunakan di daerah berambut
Kontaindikasi: dermatitis madidans
Pasta (campuran bedak & vaselin)
Dermatosis yang agak basah (bersifat mengeringkan)
Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut, tidak dianjurkan pada
daerah lipatan
Linimen (campuran cairan, bedak, salep)
Diberikan pada dermatosis yang subakut
Kontraindikasi: dermatosis madidans
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Sediaan Specific Indication/advantage
Gel/Jelly More liquid than salve and transparent, good use
for mucosa, can easily washed by water.

Cream/Cremore Good for topical use in mucosa/skin , easily cleaned,


s medium penetration to skin

Salve/Zalf/ungu Deep potency in skin penetration, good for


enta likenifikasi lesion, not easily cleaned, not
recommended for interginosa skin

Powder For dry skin lesion, effective to reduce pruritus


Injection For systemic disease, Fast onset, 100%
bioavailability, can be given to patient in decrease
conciousness
114. Ulkus pada Tungkai Bawah
Penyakit Keterangan

Ektima Infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk krusta disertai ulserasi
Ulkus superfisial dengan gambaran punched out appearance atau berbentuk cawan dengan
dasar merah dan tepi meninggi

Ulkus Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai
tropikum bawah, dan lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik
Bentuk ulkus lonjong atau bulat, tertutup oleh jaringan nekrotik dan secret serosanguinolen
yang banyak dan meleleh

Ulkus Dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa. Dapat juga terlihat eksudat yang
Varikosum banyak. Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin
/stasis Kulit sekitar luka mengalami indurasi, mengkilat, dan fibrotik
vena Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung timbul di sekitar
maleolus medialis
Ulkus Statis/varikosum
Ulkus pada tungkai bawah, yang
disebabkan oleh gangguan aliran
darah vena
Predileksi
Maleolus medialis
Faktor risiko
Usia tua, obesitas, trauma pda
tungkai, DVT, flebitis,
Soliter, dangkal, tertutup jaringan
nekrotik, tepi tidak meninggi,
jaringan sekitar hiperpigmentasi
Terapi
Elevasi tungkai, antibiotik, atasi
penyebab

Buku Ajar ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-5


Ulkus Venosum
Ulkus Venosus
Elevasi Kaki:
Meningkatkan venous return akibat gravitasi
Mengurangi tekanan pada jaringan
Meningkatkan aliran arteriol
Meringankan gejala insufisiensi vena (mengurangi
nyeri dan pembengkakan)
EVALUATION

CHARACTERISTICS VENOUS ARTERIAL


APPEARANCE Irregular, dark pigmentation, Irregular, smooth edge, minimum
sometimes fibrotic, granulation, to no granulation, usually deep
usually shallow. with a punched out appearance.

LOCATION Distal lower leg, medial malleolus. Distal lower leg/feet/toes, lateral
malleolus, anterior tibial area.

PEDAL PULSES Usually present. May be diminished or absent.

PAIN May be present. Usually improves Usually painful especially with leg
with leg elevation. elevation.

DRAINAGE Moderate to large. Minimal to none.

TEMPERATURE May be increased. May be decreased.

SKIN CHANGES Flaking, dry, hyperpigmented. Thin, shiny, hairless, yellow nails.
3.
115. Panduan pemberian Insulin Pada
DM tipe 1
Cara 1: Split-mix regimen
Injeksi 1 kali sehari
Sering sekali tidak sesuai digunakan pada penderita DM tipe-1 anak maupun
remaja.
Namun dapat diberikan untuk sementara pada saat fase remisi.
Regimen insulin yang dapat digunakan adalah insulin kerja menengah atau
kombinasi kerja cepat/pendek dengan insulin kerja menengah.
Injeksi 2 kali sehari
Digunakan campuran insulin kerja cepat/pendek dan kerja menengah yang
diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam.
Dapat menggunakan insulin campuran buatan pabrik atau mencampur sendiri.
Regimen ini biasa digunakan pada anak-anak yang lebih muda.
Injeksi 3 kali sehari
Insulin campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah diberikan
sebelum makan pagi, insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan
siang atau snack sore, dan insulin kerja menengah pada menjelang tidur
malam hari.
Regimen ini biasa digunakan pada anak yang lebih tua dan remaja yang
kebutuhan insulinnya tidak terpenuhi dengan regimen 2 kali sehari.
Menggunakan insulin kerja
cepat/pendek diberikan
Cara 2: Basal
sebelum makan utama,
dengan insulin kerja
Bolus Regimen
menengah diberikan pada pagi
dan malam hari, atau dengan
insulin basal (glargine, Sisanya sebagai komponen
detemir) yang diberikan sekali bolus terbagi yang
sehari (pagi atau malam hari).
disuntikkan 20-30 menit
Regimen ini biasa digunakan
pada anak remaja ataupun sebelum makan bila
dewasa. menggunakan insulin
Komponen basal biasanya reguler, atau segera
berkisar 40-60% dari sebelum makan atau
kebutuhan total insulin, yang
dapat diberikan menjelang sesudah makan bila
tidur malam atau sebelum menggunakan analog
makan pagi atau siang, atau
diberikan dua kali yakni insulin kerja cepat.
sebelum makan pagi dan
makan malam;
Cara 3: Pompa Insulin
Hanya boleh menggunakan analog insulin
kerja cepat yang diprogram sebagai insulin
basal sesuai kebutuhan penderita (biasanya
40-60% dari dosis total insulin harian).
Untuk koreksi hiperglikemia saat makan,
diberikan dosis insulin bolus yang diaktifkan
oleh penderita.

UKK Endokrinologi Anak Dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation


116. ASMA

Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik,


nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri
dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi
Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing
Definition
Chronic inflammatory condition of the airwayshyperreactivity
Episodic airflow obstruction
Main processes
Inflammatory reaction
Remodeling
Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.
PATHOGENESIS OF ASTHMA

http://www.clivir.com/pictures/asthma/asthma_symptoms.jpg
The Inflammatory Reaction
Involved:
Dendritic cells and macrophages
present antigens to T-helper cells induce the switching of B
lymphocytes to produce IgE
T-helper lymphocytes
Mast cells
Eosinophils
Leads to
episodes of wheezing
Coughing
tightness in the chest
Breathlessness
shortage of breath specially at night and in the morning

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
Pathophysiology
Inflammation causes obstruction of airways
by:
Acute bronchoconstriction wheezing
Swelling of bronchial wall
Chronic production of mucous
Remodeling of airways walls
Remodelling Proscess
The inflammatory reaction goes on for a long period
Changes
Epithelial cells
damaged and the cilia are lostsusceptible for infection
goblet cells increasedincrease in the secretions
function of the muco-ciliary escalator lostsecretions accumulate
in the lungs
The basement membrane
Smooth muscle cells
Hyperplasiaability to secrete
contractility increased airway hyper-responsiveness.
The neurons
developed local reflexes

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg
The cardinal features
airway hyper-responsiveness
excessive airway mucus production
Mucous hypersecretion is a major cause of airway obstruction in
asthma
In the bronchial airways, mucus is produced by surface epithelial cells
with secretory features and a classical goblet shape, called goblet
cells.
In the large airways, mucus is also produced by mucous glands.
Under basal conditions, the columnar epithelial surface comprises a
small percentage of goblet cells and a majority of ciliated cells.
Ciliated epithelial cell apoptosis is inhibited by EGFR activation,
allowing IL-13 to stimulate the differentiation of these cells into goblet
cells, which secrete mucus.
airway inflammation
elevated serum immunoglobulin E (IgE) levels
http://www.nature.com/nm/journal/v18/n5/fig_tab/nm.2768_F1.html
NOCTURNAL ASTHMA
Associated with:
allergen exposure
Sleep
airway cooling
diminished clearance of mucous secretions
diurnal variations in hormone concentrations and in autonomic
nervous system control
Decreased epinephrine and increased vagal tone cause:
airway obstruction
enhance bronchial reactivity. bronchial obstruction
Decreased nitric oxide levelspotent bronchodilator
Decreased Beta 2-receptors between 4 p.m. and 4 a.m.
Decreased steroid receptorsincreased inflammation
Diurnal variation in Cortisol
Low level Melatonin

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0002934388902380 | http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/art_noct_asthma.htm
Klasifikasi Asma pada Anak
PARAMETER KLINIS,
ASMA EPISODIK ASMA EPISODIK
KEBUTUHAN OBAT, ASMA PERSISTEN
JARANG SERING
FAAL PARU

Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering


Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu
tidak ada remisi
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang & malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan

Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid

Uji Faal paru PEF/FEV1 <60%


PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
>15% < 30% < 50%
(bila ada serangan)
Derajat Serangan Asma
Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma
117. Hepatitis Viral Akut
Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau kerusakan
dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat
akut/kronik. Kronik jika berlangsung lebih dari 6 bulan
Perjalanan klasik hepatitis virus akut
Fase inkubasi
Stadium prodromal/ preikterik: flu like syndrome,
Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang
disertai munculnya ikterus, urin kuning tua
Stadium konvalesens/penyembuhan
Anamnesis Hepatitis A :
Manifestasi hepatitis A:
Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang
berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa
tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan
adanya outbreak atau diketahui sumber penularan.

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Hepatitis A
Virus RNA (Picornavirus)
ukuran 27 nm
Kebanyakan kasus pada usia
<5 tahun asimtomatik atau
gejala nonspesifik
Rute penyebaran: fekal oral;
transmisi dari orang-orang
dengan memakan makanan
atau minumanterkontaminasi,
kontak langsung.
Inkubasi: 2-6 minggu (rata-rata
28 hari)
Hepatitis A tidak pernah
menjadi kronik

Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.


Hepatitis
Hepatitis Jenis virus Antigen Antibodi Keterangan
HAV RNA HAV Anti-HAV Ditularkan
secara fekal-
oral
HBV DNA HBsAg Anti-HBs Ditularkan
HBcAg Anti-HBc lewat darah
HBeAg Anti-HBe Karier
HCV RNA HCV Anti-HCV Ditularkan
C100-3 lewat darah
C33c
C22-3
NS5
HDV RNA HBsAg Anti-HBs Membutuhkan
HDV antigen Anti-HDV perantara HBV
(hepadnavirus)
HEV RNA HEV antigen Anti-HEV Ditularkan
secara fekal-
oral
Hepatitis A
Self limited disease dan Diagnosis
tidak menjadi infeksi kronis Deteksi antibodi IgM di darah
Gejala: Peningkatan ALT (enzim hati
Fatique Alanine Transferase)
Demam Pencegahan:
Mual Vaksinasi
Nafsu makan hilang Kebersihan yang baik
Jaundice karena Sanitasi yang baik
hiperbilirubin Tatalaksana:
Bile keluar dari peredaran Simptomatik
darah dan dieksresikan ke
urin warna urin gelap Istirahat, hindari makanan
berlemak dan alkohol
Feses warna dempul (clay-
coloured) Hidrasi yang baik
Diet
Serologi Hepatitis A, B, C
Penanda
Serologis
Hepatitis
Hepatitis relaps didefinisikan sebagai meningkatnya kembali konsentrasi aminotransferase dan
bilirubin yang sudah kembali normal dalam masa penyembuhan.
Gambar 8. metabolisme bilirubin dalam tubuh.
Perhatikan fungsi hepatosit yang melakukan
konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk.
Adanya ikterik merupakan manifestasi gangguan di
prehepatik, intrahepatik atau ekstrahepatik.
(Chandrasoma P, Taylor CR. Concise Pathology.
3 rd edition. McGrawHill.
http://www.accessmedicine.com diunduh tanggal 25
Juli 2013)

118.
Metabolisme
Bilirubin
Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
Ikterus fisiologis:
Awitan terjadi setelah 24 jam
Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
Ikterus fisiologis berlebihan ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
Ikterus non fisiologis:
Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
Tanda penyakit lain
Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.

Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.


Ikterus Neonatorum
Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1
Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh,
penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab
lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD
Ikterus yang berkembang cepat setelah usia
48 jam
Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD.
Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh,
sferositosis.
Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis pada
neonatus
P E N YA K I T KETERANGAN
Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak
terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama

Inkompatibilitas Rh Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh berarti


tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis
Inkompatibilitas Rhesus
Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan
eritrosit
Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)

Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal


terhadap antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta
hingga membentuk kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit
fetus dan akhirnya melisiskan eritrosit tersebut fetal
alloimmune-induced hemolytic anemia.
Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu
kira-kira sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa
menandingi sirkulasi fetal.
90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran o.k itu
anak pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan
eritrosit bayi ke ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi
antibodi scr signifikan
Inkompatibilitas Rhesus
Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan
kehamilan janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua
menghasilkan bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa meninggal in utero
Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor:
Volume perdarahan transplansental
Tingkat respons imun maternal
Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan
Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan
ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh
karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO
menghancurkan eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan
sempat terjadi
Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan
sekuele yang parah
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tes Laboratorium
Prenatal emergency care Postnatal emergency care
Tipe Rh ibu Cek tipe ABO dan Rh,
the Rosette screening test hematokrit, Hb, serum
atau the Kleihauer-Betke bilirubin, apusan darah,
acid elution test bisa dan direct Coombs test.
mendeteksi direct Coombs test yang
alloimmunization yg positif menegakkan
disebabkan oleh fetal diagnosis antibody-induced
hemorrhage hemolytic anemia yang
Amniosentesis/cordosente menandakan adanya
sis inkompabilitas ABO atau
Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Tatalaksana
Jika sang ibu hamil Rh dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count

http://emedicine.medscape.com/article/797150
Inkompatibilitas ABO
Terjadi pada ibu dengan Gejala yang timbul adalah
golongan darah O terhadap ikterik, anemia ringan, dan
janin dengan golongan peningkatan bilirubin
darah A, B, atau AB serum.
Tidak terjadi pada ibu gol A Lebih sering terjadi pada
dan B karena antibodi yg bayi dengan gol darah A
terbentuk adalah IgM yg tdk dibanding B, tetapi
melewati plasenta, hemolisis pada gol darah
sedangkan 1% ibu gol darah tipe B biasanya lebih parah.
O yang memiliki titer Inkompatibilitas ABO jarang
antibody IgG terhadap sekali menimbulkan hidrops
antigen A dan B, bisa fetalis dan biasanya tidak
melewati plasenta separah inkompatibilitas Rh
Kenapa tidak separah Inkompatibilitas
Rh?
Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit
hemolisis yang parah jarang ditemukan.
Inkompatibilitas ABO
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
direct Coombs test.
Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar
Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas Rh
Inkompatibilitas ABO jarang sekali Gejala biasanya lebih parah jika
menimbulkan hidrops fetalis dan dibandingkan dengan inkompatibilotas
biasanya tidak separah ABO, bahkan hingga hidrops fetalis
inkompatibilitas Rh

Risiko dan derajat keparahan Risiko dan derajat keparahan


tidak meningkat di anak meningkat seiring dengan kehamilan
selanjutnya janin Rh (+) berikutnya, kehamilan
kedua menghasilkan bayi dengan
anemia ringan, sedangkan kehamilan
ketiga dan selanjutnya bisa meninggal
in utero

apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak


gambaran banyak spherocyte dan ditemukan eritoblas dan sedikit
sedikit erythroblasts spherocyte
119. Demam Dengue (DF)
Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau
aedes albopictus
DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan
dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2
Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retroorbita
Myalgia/arthralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. 1999.
Dengue Fever Immune Response

Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4 cells which produce hCF. hCF induces a cytokine
cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the
DHF. Thin line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
molecular mechanisms that contribute
to dengue-induced thrombocytopenia
Pemeriksaan Penunjang
Serologi Dengue
NS1:
antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


Dengue

Shock
Bleeding
Primary infection: Secondary infection:
IgM: detectable by days 35 after the onset of IgG: detectable at high levels in the initial
illness, by about 2 weeks & undetectable phase, persist from several months to a
after 23 months. lifelong period.
IgG: detectable at low level by the end of the IgM: significantly lower in secondary infection
first week & remain for a longer period (for cases.
many years).
Rumple leede test
A tourniquet test used to determine the presence of
vitamin C deficiency or thrombocytopenia
A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is
4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the
inner aspect of the forearm, pressure midway between
the systolic and diastolic blood pressure is applied
above the elbow for 15 minutes
Count petechiae within the circle is made:
10 normal
10-20 marginal
more than 20 abnormal.
Pemantauan Rawat
Alur
Perawatan
Pediatric Vital
Signs
Heart Rate
Age
(beats/min)

Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
3-6 mo 90-120 http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf

6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85

Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. 1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284
From American Heart Association ECC Guidelines, 2000. 6/London%20App.%20B.pdf
120. Difteri
Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
Organisme:
Basil batang gram positif
Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina
atau palisade
Gejala:
Gejala awal nyeri tenggorok
Bull-neck (bengkak pada leher)
Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring,
tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan
sekitarnya edema.
Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
http://4.bp.blogspot.com/
Difteri
Pemeriksaan :
Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-
hitam.
Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Pemeriksaan : Pemeriksaan Gram & Kultur;
sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa
diambil dibawah selaput pseudomembran
Obat:
Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test
Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per
hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi
3 dosis selama 14 hari
Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs
dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan
obstruksi)
oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan
tindakan trakeostomi.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Difteri
Obat (cont)
Jika anak demam ( 39o C) beri parasetamol.
Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik.
Indikasi krikotirotomi/ trakeostomi/intubasi : Terdapat
tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang
berat
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
kortikosteroid pada difteri.
Dianjurkan pada kasus difteria yang disertai dengan gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak
bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis.
Pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata
tidak terbukti.
Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, po tiap 6-8 jam pada
kasus berat selama 14 hari.
Tindakan Kesehatan Masayarakat
Rawat anak di ruangan isolasi
Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai
dengan riwayat imunisasi
Berikan eritromisin pada kontak serumah
sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB,
4xsehari, selama 3 hari)
Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga
serumah

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.


Imunisasi Difteria
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan
dengan interval 4-6 minggu, DPT 1 diberikan pada umur 2-4
bulan, DPT 2 pada umur 3-5 bulan dan DPT 3 pada umur 4-
6 bulan.
Ulangan selanjutnya (DPT 4) diberikan satu tahun setelah
DPT 3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT 5 pada saat
masuk sekolah umur 5-7 tahun.
Sejak tahun 1998, DT 5 dapat diberikan pada kegiatan
imunisasi di sekolah dasar (BIAS).
Ulangan DT 6 diberikan pada 12 tahun, mengingat masih
dijumpai kasus difteria pada umur >10 tahun.
Dosis DPT/ DT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk
imunisasi dasar maupun ulangan.
121. Kramers Rule

Daerah tubuh Kadar bilirubin mg/dl


Muka 4 -8
Dada/punggung 5 -12
Perut dan paha 8 -16
Tangan dan kaki 11-18
Telapak tangan/kaki >15
20
18
16
14
12
fisiologis
10
non- fisiologis
8
6
4
2
0
hari hari hari hari hari hari hari
1 2 3 4 5 6 7

Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1


Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik,
atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital,
defisiensi G6PD
Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam
Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih
jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.
Panduan foto terapi

AAP, 2004
Panduan transfusi tukar

AAP, 2004
Trauma Lahir Ekstrakranial
Kaput Suksedaneum Perdarahan Subgaleal
Paling sering ditemui Darah di bawah galea
Tekanan serviks pada kulit aponeurosis
kepala Pembengkakan kulit kepala,
Akumulasi darah/serum ekimoses
subkutan, ekstraperiosteal Mungkin meluas ke daerah
TIDAK diperlukan terapi, periorbital dan leher
menghilang dalam Seringkali berkaitan dengan
beberapa hari. trauma kepala (40%).
Trauma Lahir Ekstrakranial:
Sefalhematoma
Perdarahan sub periosteal akibat ruptur pembuluh
darah antara tengkorak dan periosteum
Etiologi: partus lama/obstruksi, persalinan dengan
ekstraksi vakum, Benturan kepala janin dengan pelvis
Paling umum terlihat di parietal tetapi kadang-kadang
terjadi pada tulang oksipital
Tanda dan gejala:
massa yang teraba agak keras dan berfluktuasi;
pada palpasi ditemukan kesan suatu kawah dangkal
didalam tulang di bawah massa;
pembengkakan tidak meluas melewati batas sutura yang
terlibat
Trauma Lahir Ekstrakranial:
Sefalhematoma
Ukurannya bertambah sejalan dengan bertambahnya
waktu
5-18% berhubungan dengan fraktur tengkorak
Umumnya menghilang dalam waktu 2 8 minggu
Komplikasi: ikterus, anemia
Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun.
Catatan: Jangan mengaspirasi sefalohematoma meskipun
teraba berfluktuasi
Tatalaksana:
Observasi pada kasus tanpa komplikasi
Transfusi jika ada indikasi
Fototerapi (tergantung dari kadar bilirubin total)
122. Infeksi HIV pada bayi dan Anak
Infeksi pada bayi atau anak oleh HIV (Human
Immunodeficiency Virus) sebagian besar
ditransmisi secara vertikal dari ibu ke bayinya
pada saat proses kehamilan, persalinan, dan
melalui ASI.
Transmisi secara horizontal melalui transfusi
produk darah atau penularan lain seperti
kekerasan seksual pada anak jarang
Diagnosis HIV
Anamnesis Pemeriksaan fisis
Ibu atau ayah memiliki risiko Demam berulang/berkepanjangan
untuk terinfeksi HIV (riwayat Berat badan turun secara progresif
narkoba suntik, promiskuitas,
Diare persisten
pasangan dari penderita HIV,
pernah mengalami operasi atau Kandidosis oral
prosedur transfusi produk darah) Otitis media kronik
Riwayat morbiditas yang khas Gagal tumbuh
maupun yang sering ditemukan Limfadenopati generalisata
pada penderita HIV. - Kelainan kulit
Riwayat kelahiran, ASI, - Pembengkakan parotis
pengobatan ibu, dan kondisi
Infeksi oportunistik yang dapat
neonatal
dijadikan dasar untuk pemeriksaan
laboratorium HIV:
Tuberkulosis
Herpes zoster generalisata
Pneumonia P. Jiroveci
Pneumonia berat
Bayi dan anak memerlukan tes HIV bila:
1. Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti
TB berat atau mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau
pneumonia berulang dan diare kronis atau berulang)
2. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan
perlakuan pencegahan penularan dari ibu ke anak
3. Untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang
didiagnosis terinfeksi HIV (pada umur berapa saja)
4. Untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu saudara
kandungnya didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua orangtua
meninggal oleh sebab yang tidak diketahui tetapi masih mungkin
karena HIV
5. Terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum suntik
yang terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan sebab lain
6. Anak yang mengalami kekerasan seksual
123 . Sindrom Nefrotik
Spektrum gejala yang ditandai Di bawah mikroskop: Minimal change
dengan protein loss yang masif dari nephrotic syndrome (MCNS)/Nil
ginjal Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis)
Pada anak sindrom nefrotik mayoritas merupakan penyebab tersering dari
bersifat idiopatik, yang belum sindrom nefrotik pada anak,
diketahui patofisiologinya secara mencakup 90% kasus di bawah 10
jelas, namun diperkirakan terdapat tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
keterlibatan sistem imunitas tubuh, Faktor risiko kekambuhan: riwayat
terutama sel limfosit-T atopi, usia saat serangan pertama,
Gejala klasik: proteinuria, edema, jenis kelamin dan infeksi saluran
hiperlipidemia, hipoalbuminemia pernapasan akut akut (ISPA) bagian
Gejala lain : hipertensi, hematuria, atas yang menyertai atau mendahului
dan penurunan fungsi ginjal terjadinya kekambuhan, ISK

Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview


Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik
dengan gejala:
Proteinuria massif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik 2+)
Hipoalbuminemia 2,5 g/dL
Edema
Dapat disertai hiperkolesterolemia
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik,
dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain
lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein)

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Starlings Law of the Capillary

Pc = hydrostatic pressure of capillary


c = protein (oncotic) pressure of capillary
Pi = hydrostatic pressure of interstitial fluid
i = protein osmotic (oncotic) pressure of the interstitial fluid

Net movement out of capillary into interstitium (ml/min)

FLOWnet = (Pc Pi) (c i)

Basically, movement is governed by (hydrostatic pressure protein (oncotic) pressure)


Capillary endothelium is permeable to
water
Water, ions, small molecules diffuse across A Pc c V
Capillaries are relatively impermeable to
proteins
Plasma protein remains in vascular system
to exert oncotic pressure
The oncotic pressure tends to cause fluid
to move from interstitial fluid to plasma Pi i
Capillary pressure tends to cause fluid to Filtration Absorption
move from plasma to interstitial fluid
Edema : Accumulation of fluid in interstitial space (due to filtration out of the capillaries)
Usually caused by a disruption in Starling forces, that exceeds the ability of lymphatic
system to return it to the circulation
Decreased plasma protein Increased capillary protein
osmotic pressure (severe permeability (due to release of
liver failure, nephrotic vasoactive substances) (e.g.
syndrome) burns, trauma, infection)

Increased capillary
parasitic infection of
pressure (failure of
lymph nodes
venous pumps, (filariasis)
heart failure)
EDEMA
Nefrotik vs Nefritik
Diagnosis
Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin.
Urin dapat keruh/kemerahan
Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites,
edema skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi
Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif 2+, rasio
albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria.
Hipoalbumin (<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200
mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat ditemukan.
Definisi pada Sindrom Nefrotik
Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4
mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps : proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6
bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4
kali per tahun pengamatan
Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi 2 kali
dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4
kali dalam periode 1 tahun
Definisi pada Sindrom Nefrotik
Dependen steroid : relaps terjadi pada saat
dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari
setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut
Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose)
2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tatalaksana

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
124. Tuberkulosis pada anak
Time after
primary infection Clinical Manifestation
2 3 months Fever of Onset

Erythema nodosum

Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive

Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion

6 24 months Osteo-articular TB

> 5 years Renal TB

Figure 5. The Timetable of Tuberculosis

Donald PR et.al. In: Madkour MM, ed. Tuberculosis. Berlin; Springer;2003.p.243-64


1/3/2017 716
Complications of nodes
1. Extension to bronchus
Complications of focus 2. Consolidation
1. Effusion 3. Hyperinflation
2. Cavitation
3. Coin shadow MENINGITIS OR MILIARY
in 4% of children infected
under 5 years of age
LATE COMPLICATIONS
Renal & Skin
Most children Most after 5 years
become tuberculin
BRONCHIAL EROSION
sensitive
3-9 months
Uncom m on under 5 years of age Incidence decreases
PRIMARY COMPLEX 25% of cases w ithin 3 m onths As age increased
A minority of children 75% of cases w ithin 6 m onths
Progressive Healing
experience :
Most cases
1. Febrile illness
BONE LESION
2. Erythema Nodosum Most within
3. Phlyctenular Conjunctivitis
1 2 3 4 3 years
5 6

Resistance reduced :
infection 1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough 24 months
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset 12 months streptococcal infections
4. Steroid therapy
Development
Of Complex DIMINISHING RISK

1/3/2017 But still possible


717
GREATEST RISK OF LOCAL & DISEMINATED LESIONS 90% in first 2 years Miller FJW. Tuberculosis in children, 1982
Tuberkulosis pada anak
Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh
Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
Batuk kronik 3 minggu
Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Sistem Skoring
Diagnosis oleh dokter
Perhitungan BB saat
pemeriksaan
Demam dan batuk yang tidak
respons terhadap terapi baku
Cut-of f point: 6
Adanya skrofuloderma
langsung didiagnosis TB
Rontgen bukan alat diagnosis
utama
Reaksi cepat BCG harus
dilakukan skoring
Reaksi cepat BCG harus
dievaluasi dengan sistem
skoring
Total nilai 4 pada anak balita
atau dengan kecurigaan
besar dirujuk ke rumah sakit
Profilaksis INH diberikan pada
anak dengan kontak BTA (+)
dan total nilai <5
Prinsip Pengobatan TB Anak
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2013. Depkes.
Profilaksis TB pada anak (PPM IDAI 2010-2011)
Profilaksis TB
menurut Juknis
TB Anak
(Depkes, 2013)
Uji Tuberkulin
Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi berupa
indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel
inflamasi)
Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU, PPD S
5TU, PPD Biofarma
Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
Pengukuran (pembacaan hasil)
Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
Hasil:
Positif jika indurasi >= 10mm
Ragu-ragu jika 5-9 mm
Negatif < 5 mm
Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang
dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang
selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis
tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat
seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier.
Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus
disimpan pada suhu 2-8 C, tidak boleh beku.
Vaksin yang telah diencerkan harus dipergunakan
dalam waktu 8 jam.
Vaksin BCG
Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada
anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif.
Efek proteksi timbul 812 minggu setelah penyuntikan.
Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk
anak, 0,05 ml untuk bayi baru lahir.
VaksinBCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio M.deltoideus sesuai anjuran WHO,
tidak di tempat lain (bokong, paha).
Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada
umur lebih dari 3 bulan.
Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan
bakteri tahan asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH
profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi
dapat diberi BCG.
KIPI BCG
Penyuntikan BCG secara Limfadenitis
intradermal akan Limfadenitis supuratif di aksila
menimbulkan ulkus lokal yang atau di leher kadang-kadang
superfisial 3 (2-6) minggu dijumpai setelah penyuntikan
setelah penyuntikan. BCG.
Limfadenitis akan sembuh
Ulkus tertutup krusta, akan sendiri, jadi tidak perlu diobati.
sembuh dalam 2-3 bulan, dan Apabila limfadenitis melekat
meninggalkan parut bulat pada kulit atau timbul fistula
dengan diameter 4-8 mm. maka lakukan drainase dan
Apabila dosis terlalu tinggi diberikan OAT
maka ulkus yang timbul lebih BCG-itis diseminasi
besar, namun apabila (Disseminated BCG Disease)
penyuntikan terlalu dalam berhubungan dengan
maka parut yang terjadi imunodefisiensi berat.
tertarik ke dalam (retracted). diobati dengan kombinasi obat
anti tuberkulosis.
Kontraindikasi BCG
Reaksi uji tuberkulin >5 mm,
Menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat
imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem
limfe,
Menderita gizi buruk,
Menderita demam tinggi,
Menderita infeksi kulit yang luas,
Pernah sakit tuberkulosis,
Kehamilan.
125. Malnutrisi Energi Protein
Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
Dibagi menjadi 3:
Overnutrition (overweight, obesitas)
Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
Defisiensi nutrien spesifik
Malnutrisi energi protein (MEP):
MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
MEP derajat berat (gizi buruk)
Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
Marasmus
Kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and


adolescents.
Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition.
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus

wajah seperti orang tua


kulit terlihat longgar
tulang rusuk tampak
terlihat jelas
kulit paha berkeriput
terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor

edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Z-score menggunakan BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- menggunakan kurva CDC
height 80-90% mild
<-2 moderate wasted malnutrition
<-3 severe wasted gizi 70-80% moderate
buruk malnutrition
70% severe
Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition Gizi Buruk
cm
Kwashiorkor
Protein

Serum Albumin

Tekanan osmotik koloid serum

Edema
Marasmus
Karbohidrat

Pemecahan lemah + pemecahan protein

Lemak subkutan

Muscle wasting, kulit keriput

Turgor kulit berkurang


Emergency Signs in Severe
Malnutrition
Dibutuhkan tindakan resusitasi
Tanda gangguan airway and breathing :
Tanda obstruksi
Sianosis
Distress pernapasan
Tanda dehidrasi berat rehidrasi secara ORAL.
Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat.
Terdapat risiko overhidrasi
Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran
Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)
Cause difference
MARASMUS K WA S H I O R K O R
Marasmus is multi nutritional Kwashiorkor occurs due to the lack of
deficiency proteins in a person's diet
Marasmus usually affects very young Kwashiorkor affects slightly older
children children mainly children who are
weaned away from their mother's
milk
Marasmus is usually the result of a Kwashiorkor can occur rapidly
gradual process
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindaklanjut
H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg 3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


HIPOGLIKEMIA
Semua anak dengan gizi Jika anak tidak sadar, beri
buruk berisiko hipoglikemia larutan glukosa 10% IV
(< 54 mg/dl) bolus 5 ml/kg BB, atau
Jika tidak memungkinkan larutan glukosa/larutan gula
periksa GDS, maka semua pasir 50 ml dengan NGT.
anak gizi buruk dianggap Lanjutkan pemberian F-75
hipoglikemia setiap 23 jam, siang dan
Segera beri F-75 pertama, malam selama minimal dua
bila tidak dapat disediakan hari.
dengan cepat, berikan 50 ml
glukosa/ gula 10% (1 sendok
teh munjung gula dalam 50
ml air) oral/NGT.
Ketentuan Pemberian Makan Awal
Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah
osmolaritas serta rendah laktosa
Berikal secara oral atau melalui NGT, hindari pemberian
parenteral
Formula awal F-75 diberikan sesuai standar WHO dan
sesuai jadwal makan yang dibuat untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan
bahwa jumlah F-75 yang dibutuhkan harus dipenuhi
Apabila pemberian makan oral tidak mencapai kebutuhan
minimal, berikan sisanya melalui NGT
Pada fase transisi, secara bertahap ganti F-75 dengan F-
100
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
Pemberian Makanan
Fase stabilisasi (Inisiasi)
Energi: 80-100 kal/kg/hari
Protein: 1-1,5 gram/kg/hari
Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)
Fase transisi
Energi: 100-150 kal/kg/hari
Protein: 2-3 gram/kg/hari
Fase rehabilitasi
Energi: 150-220 kal/kg/hari
Protein: 3-4 gram/kg/hari
HIPOTERMIA (Suhu aksilar < 35.5 C)
Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk
kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan
letakkan pemanas/ lampu di dekatnya, atau
lakukan metode kanguru.
Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam s.d suhu
menjadi 36.5 C/lbh.
Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap
setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu
mencapai 36.5 C
DEHIDRASI
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali
pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT
beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam
pertama
setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510
ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10
jam.
Atasi Infeksi
Anggap semua anak dengan Jika ada komplikasi (hipoglikemia,
gizi buruk mengalami infeksi hipotermia, atau anak terlihat
letargis atau tampak sakit berat),
saat mereka datang dan atau jelas ada infeksi
segera diberi antibiotik. Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV/6
jam selama 2 hari), dilanjutkan
Amoksisilin PO (15 mg/kgBB/8 jam
PILIHAN ANTIBIOTIK
selama 5 hari) ATAU Ampisilin PO
SPEKTRUM LUAS (50 mg/kgBB/6 jam selama 5 hari)
Jika tidak ada komplikasi sehingga total selama 7 hari,
atau tidak ada infeksi nyata DITAMBAH Gentamisin (7.5
mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari
Kotrimoksazol PO (25 mg selama 7 hari.
SMZ + 5 mg TMP/kgBB/12
jam selama 5 hari.
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam,
tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV
setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal
untuk memastikan dan obati dengan
Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama
10 hari.
Mikronutrien
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
Vitamin A diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan:

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2,
dan 15.
126. Inflammatory/Exudative Diarrhea
Diseases associated with large quantities of inflammatory
exudate blood, pus, and proteinaceous material, can
produce diarrhea.
These inflammatory products in themselves cause
increased stool volume and frequency, but altered
absorption of fluid and electrolytes also plays an important
role.
Mucosal inflammation can occur with diverticulitis,
inflammatory bowel disease, or invasive enteric infections
such as shigella, salmonella, or campylobacter.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK414/
Inflammatory/exudative
Diarrhea
LUMINAL OR INVADING IMMUNOLOGICAL MECHANISMS
Viruses Complement
Bacteria T-lymphocytes
Protozoa Proteases
Helminths Oxidants

Minimal or severe inflammation

Enterocyte damage or death

Malabsorption and secretion


Inflammatory Diarrhea
Of Any Mechanism
Damage to absorbing epithelium
Repopulation of damaged absorptive surface:
By immature cells with poor absorptive capacity
Malabsorption of ions and nutrients
Release of inflammatory mediators from cells in the
lamina propria
Stimulate secretion from the
Remaining crypts
Immature villous surface cells
Disentri
Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian
besar kasus disebabkan oleh Shigella dan hampir
semuanya membutuhkan pengobatan antibiotik
Pemeriksaan penunjang: Feses rutin untuk
mengidentifikasi trofozoit amuba dan giardia.
Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per lapang
pandang mendukung etiologi bakteri invasif
Pikirkan diagnosa invaginasi jika terdapat tanda dan
gejala: Feses dominan lendir dan darah, kesakitan dan
gelisah, muntah, massa intra-abdomen (+)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008


(shigellosis)
Bakteri (Disentri basiler)
Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan
tersering ( 60% kasus disentri yang dirujuk serta
hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Salmonella
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
Amoeba (Disentri amoeba),
disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering
pada anak usia > 5 tahun
Gejala klinis
Disentri basiler Disentri amoeba
Diare mendadak yang disertai darah
dan lendir dalam tinja. Pada disentri Diare disertai darah dan lendir
shigellosis, pada permulaan sakit, dalam tinja.
bisa terdapat diare encer tanpa darah
dalam 6-24 jam pertama, dan setelah Frekuensi BAB umumnya lebih
12-72 jam sesudah permulaan sakit, sedikit daripada disentri
didapatkan darah dan lendir dalam basiler (10x/hari)
tinja.
Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan Sakit perut hebat (kolik)
toksik. Gejala konstitusional biasanya
Muntah-muntah.
tidak ada (panas hanya
Anoreksia.
ditemukan pada 1/3 kasus).
Sakit kram di perut dan sakit di anus
saat BAB.
Kadang-kadang disertai dengan gejala
menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku
kuduk, halusinasi).
PENGOBATAN
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis.
Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari)
dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
Alternatif yang dapat diberikan : Ampisilin 100mg/kgBB/hari/4 dosis,
Cefixime 8mg/kgBB/hari/2 dosis, Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, Asam
nalidiksat 55mg/kgBB/hari/4 dosis.
Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit
dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll.
Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica tinja.
Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri
basiler.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
PENGOBATAN
Terapi antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol
30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan
akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
Jika negatif amuba, berikan antibiotik oral lain (lini ke-2) yang sensitif
shigella : sefiksim dan asam nalidiksat.
Pada anak < 2 bulan, evaluasi penyebab lain (Cth. Invaginasi)
Penanganan lain sama dengan penanganan diare akut (cairan, zinc)
Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala
simptomatis seperti nyeri atau untuk mengurangi frekuensi BAB
127. Tetanus Neonatorum
Tetanus : Penyakit spastik paralitik akut akibat
toksin tetanus (tetanospasmin) yang dihasilkan
Clostridium tetani. Tanda utama : spasme tanpa
gangguan kesadaran
Kejadian tetanus neonatorum sangat
berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan
neonatal, terutama pelayanan persalinan
(persalinan yang bersih dan aman), khususnya
perawatan tali pusat
Komplikasi yang ditakutkan adalah spasme otot
diafragma
TETANUS
Diagnosis
Tanda dan Gejala
Riwayat persalinan yang kurang higienis, ditolong oleh tenaga nonmedis dan
perawatan tali pusat yang tidak higienis
Bayi sadar, mengalami kekakuan (spasme) berulang bila terangsang atau
tersentuh
Bayi malas minum
Mulut mencucu (carper mouth)
Trismus (mulut sulit dibuka)
Perut teraba keras seperti papan
Opistotonus
Anggota gerak spastik (boxing position)
Tali pusat kotor/berbau
Pemeriksaan Penunjang
Hanya dilakukan untuk membedakan dengan sepsis atau meningitis
Pungsi lumbal
Darah rutin, kultur, dan sensitivitas
Tatalaksana
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6
jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum
5000 U IM
Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari
Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
Langkah promotif/preventif :
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat
secara steril
Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
128. Congenital toxoplasmosis
Toxoplasmosis is caused by infection with the parasite Toxoplasma gondii.
It is one of the most common parasitic infections in humans and is most
typically asymptomatic.
primary infection in a pregnant woman can cause severe and disabling
disease in the developing fetus
The 2 major routes of transmission of Toxoplasma to humans are oral and
congenital
Human infection may be acquired in several ways:
ingestion of undercooked contaminated meat containing T gondii
cysts;
ingestion of oocysts from hands, food, soil, or water contaminated
with cat feces;
organ transplantation or blood transfusion;
transplacental transmission;
Accidental inoculation of tachyzoites
McAuley JB. Congenital Toxoplasma. Journal of the Pediatric Infectious Diseases Society, Vol. 3, Suppl 1, pp. S30S35, 2014
Toxoplasmosis can be categorized into 4 groups:
Acquired in the immunocompetent patient;
Acquired or reactivated in the immunodeficient patient;
Ocular; and
congenital.

Congenital toxoplasmosis has a wide spectrum of clinical


manifestations, but it is subclinical in approximately 75% of
infected newborns

The severity of clinical disease in congenitally infected


infants is related inversely to the gestational age at the time
of primary maternal infection first-trimester maternal
infection leading to more severe manifestations
In a proportion of cases, spontaneous abortion,
prematurity, or stillbirth may result
Classic triad of congenital toxoplasma :
chorioretinitis, intracranial calcifications, and
hydrocephalus
classic features of severe congenital
toxoplasmosis :
Fever, hydrocephalus or microcephaly,
hepatosplenomegaly,jaundice, convulsions,
chorioretinitis (often bilateral), cerebral calcifications,
and abnormal cerebrospinal fluid
Diagnosis
The diagnosis of Toxoplasmosis may be
documented by :
Observation of parasites in patient spescimens, such
as bronchoalveolar lavage material from
immunocompromised patients, or lymph nodes
biopsy
Isolation of parasites from blood or other body fluid
Detection of parasite genetic material by PCR
espescially in detecting congenital infection in utero
Serologic testing is the routine method of diagnosis
CDC. Global health division of parasitic disesase and Malaria
Workup
The laboratory evaluation of congenital toxoplasmosis includes serology,
PCR, and other tests that can confirm and evaluate the extent of the
infection, and can establish baseline values prior to initiating antimicrobial
treatment.
Histologic demonstration of T gondii or T gondii nucleic acids from clinical
specimens, accompanied by clinical and/or serologic findings, can
establish the diagnosis of congenital toxoplasmosis.
However, these methods are used less frequently than serological evaluations
and may require tissue specimens.
Computed tomography (CT) scanning of the brain is useful in cerebral
toxoplasmosis.
In 70-80% of immunodeficient patients with Toxoplasma encephalitis, the CT
scan reveals multiple bilateral, ring-enhancing cerebral lesions.
GOLD STANDARD
The definitive diagnosis of congenital toxoplasmosis in the
newborn can be accomplished by the use serological tests
and PCR.
A positive toxoplasma IgG in an infant of 12 months of age
is considered diagnostic of congenital toxoplasmosis, and is
considered the 'gold standard' for ultimate and definite
laboratory diagnosis.
By contrast, a negative toxoplasma IgG, at 12 months of age
or earlier in an infant capable of producing IgG antibodies
and not receiving antitoxoplasma treatment, rules out the
possibility of congenital toxoplasmosis.
GOLD STANDARD
Serological diagnosis can also be made in newborns
with positive toxoplasma IgM or IgA antibody titers, 5
or 10 days after birth, respectively (in order to exclude
maternal blood contamination).
The immunosorbent agglutination assay (ISAGA)
method for IgM and the ELISA method for IgA have
been found to have superior performance for the
diagnosis of congenital toxoplasmosis in the infant.
Newborn infant suspected of congenital toxoplasma
should be tested by both IgM and an IgA capture EIA
IgA sensitivity > IgM, in congenitally infected babies
Antibody
detection in
adult
129. Status Epileptikus
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang
berlangsung lebih dari 30 menit atau adanya
dua bangkitan atau lebih dimana diantara
bangkitan-bangkitan tersebut tadi tidak
terdapat pemulihan kesadaran.
Klasifikasi:
Konvulsif (bangkitan umum tonik klonik
Non-konvulsif (bangkitan bukan umum tonik-
klonik.
Tatalaksana

1. Stadium I (0-10 menit) 3. Stadium III 90-60/90 menit)


memperbaiki fungsi kardio dan respirasi menentukan etiologi
memperbaiki jalan nafas, oksigenasi dan bila kejang terus berkangsung setekah
resusitasi bilama diperlukan. pemberian lorazepam/diazepam, beri
phenitoin IV 15-20mg/kg dengan
2. Stadium II (1-60 menit) kecepatan kuranglebih 50mg/menit
pemeriksaan status neurologik sambil monitoring tekanan darah.
pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu Atau dapat pula diberikan Phenobarbital
pemeriksaan EEG 10mg/kg dengan kecepatan kurang lebih
pasang infus 10mg/menit (monitoring pernafasan saat
pemberian)
ambil 50-100cc darah untuk pemeriksaan
laborat Terapi vasopresor (dopamin) bila
pemberian OAE cito : diazepam 0.2mg/kg diperlukan.
dengan kecepatan pemberian 5 mg/ menit IV Mongoreksi komplikasi
dapat diulang lagi bila kejang masih
berlangsung setelah 5 menit pemberian.
4. Stadium IV (30-90 menit)
Beri 50cc glukosa
Bila tetap kejang, pindah ke ICU
Pemberian tiamin 250mg intravena pada
pasien alkoholisme Beri propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang
Menangani asidosis dengan bikarbonat. bila perlu)
130. Anemia Defisiensi Besi
Anemia in Infant
Anemia (WHO):
A hemoglobin (Hb) concentration 2 SDs below the mean
Hb concentration for a normal population of the same
gender and age range
US National Health and Nutrition Examination Survey
(1999 2002) anemia:
Hb concentration of less than 11.0 g/dL for both male and
female children aged 12 through 35 months

Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia i n Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Tatalaksana Berdasarkan IDAI
Tatalaksana
Fe oral
Aman, murah, dan efektif
Enteric coated iron tablets tidak dianjurkan karena
penyerapan di duodenum dan jejunum
Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan
Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh,
kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2
jam setelahnya)
Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah
antasida
Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam konsumsi
bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan
penyerapan
Tatalaksana
Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat
lambung kosong,
Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah
makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat
sekitar 40%-50%
Efek samping:
Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung
Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
Skrining
The American Academy of Pemeriksaan tersebut dilakukan
Pediatrics (AAP) dan CDC di pada populasi dengan risiko
Amerika menganjurkan tinggi:
melakukan pemeriksaan (Hb) dan kondisi prematur
(Ht) setidaknya satu kali pada usia berat lahir rendah
9-12 bulan dan diulang 6 bulan riwayat mendapat perawatan lama
kemudian pada usia 15-18 bulan di unit neonatologi
atau pemeriksaan tambahan anak dengan riwayat perdarahan
setiap 1 tahun sekali pada usia 2- infeksi kronis
5 tahun. etnik tertentu dengan prevalens
Pada bayi prematur atau dengan anemia yang tinggi
berat lahir rendah yang tidak mendapat asi ekslusif tanpa
mendapat formula yang suplementasi
difortifikasi besi perlu mendapat susu sapi segar pada
dipertimbangkan untuk usia dini
melakukan pemeriksaan Hb dan faktor risiko sosial lain.
sebelum usia 6 bulan

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia


Suplemen Besi

Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia


131. Demam Tifoid
Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi
Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
Penularan : fekal-oral
Masa inkubasi : 10-14 hari
Gejala
Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


Clinical features:
Step ladder fever in
the first week, the
persist
Abdominal pain
Diarrhea/constipation
Headache
Coated tongue
Hepatosplenomegaly
Rose spot
Bradikardia relatif

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.


Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer
Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)
Pemeriksaan serologis
Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
Tubex Test
Pemeriksaan biakan Salmonella
The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4
Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi) Pedoman Pelayanan Medis IDAI
Tatalaksana Demam Tifoid
Tatalaksana Demam Tifoid
132. EKSANTEMA AKUT
Morbili/Rubeola/Campak
Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar

Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
Paramyxovirus Prodromal
Kel yg rentan: Hari 7-11 setelah
Anak usia prasekolah yg eksposure
blm divaksinasi Demam, batuk,
Anak usia sekolah yang konjungtivitis,sekret
gagal imunisasi hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)
Musin: akhir musim Enanthem ruam
dingin/ musim semi kemerahan
Inkubasi: 8-12 hari Kopliks spots muncul 2
Masa infeksius: 1-2 hari hari sebelum ruam dan
sblm prodromal s.d. 4 bertahan selama 2 hari.
hari setelah muncul ruam
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
Otitis Media (1 dari 10 penderita Diagnosis:
campak pada anak)
manifestasi klinis, tanda
Diare (1 dari 10 penderita campak)
patognomonik bercak Koplik
Bronchopneumonia (komplikasi
berat; 1 dari 20 anak penderita isolasi virus dari darah, urin,
campak) atau sekret nasofaring
Encephalitis (komplikasi berat; 1 pemeriksaan serologis: titer
dari 1000 anak penderita campak) antibodi 2 minggu setelah
Pericarditis timbulnya penyakit
Subacute sclerosing Terapi:
panencephalitis late sequellae
due to persistent infection of the Suportif, pemberian vitamin A 2
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: x 200.000 IU dengan interval 24
100,000 orang) jam.
Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.
Konseling & Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Rubella
Togavirus Asymptomatik hingga
Yg rentan: orang dewasa 50%
yang belum divaksinasi Prodromal
Musim: akhir musim Anak-anak: tidak bergejala
dingin/ awal musim semi. s.d. gejala ringan
Dewasa: demam, malaside,
Inkubasi 14-21 hari nyeri tenggorokan, mual,
Masa infeksius: 5-7 hari anoreksia, limfadenitis
sblm ruam s.d. 3-5 hari oksipital yg nyeri.
setelah ruam muncul Enanthem
Forschheimers spots
petekie pada hard
palate
Rubella - komplikasi
Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
Peripheral neuritis
encephalitis
thrombocytopenic purpura
(jarang)
Congenital rubella
syndrome
Infeksi pada trimester
pertama
IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.
Roseola Infantum Exanthem Subitum
Human Herpes Virus 6 Demam tinggi 3-4 hari
(and 7) Demam turun mendadak
Yg rentan: 6-36 bulan dan mulai timbul ruam
(puncak 6-7 bulan) kulit.
Musim: sporadik Kejang yang mungkin
Inkubasi: 9 hari timbul berkaitan dengan
Masa infeksius: berada infeksi pada meningens
dalam saliva secara oleh virus.
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.
Scarlet Fever
Sindrom yang memiliki Rash : Timbul 12-48 jam
karakteristik: faringitis setelah onset demam. Dimulai
eksudatif, demam, dan rash. dari leher kemudian menyebar
Disebabkan oleh group Abeta- ke badan dan ekstremitas.
hemolyticstreptococci Pemeriksaan : Throat culture
(GABHS) positive for group A strep
Masa inkubasi 1-4 hari. Tatalaksana : Antibiotik
Manifestasi pada kulit diawali antistreptokokal minimal 10
oleh infeksi streptokokus hari (Eritromisin atau Penicillin
(umumnya pada G)
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.
Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview
133. Anak Tersedak
Cricothyroidotomy/ Cricothyrotomy
Jalan napas buatan dengan
insisi pada membran krikoid
Diindikasikan pada situasi
dimana usaha lain untuk
mempertahankan jalan
napas gagal
Trauma yg meliputi daerah
oral, faringeal, atau nasal
Spasme otot wajah atau
laringospasme
Stenosis jalan napas atas
Gigi yg terkatup
Obstruksi jalan napas: edema
orofaringeal (anafilaksis),
obstruksi benda asing

POSISI KRIKOTIROTOMI
Krikotirotomi VS Trakeostomi
Cricotirotomi:
biasa dilakukan pada kasus
emergensi/ darurat krn lbh
mudah utk dilakukan
Insisi pada membran krikoid
Trakeostomi:
untuk jangka waktu lama
Insisi di antara cincin trakea

POSISI TRAKEOSTOMI
134. Bronkiolitis
Infection (inflammation) at
bronchioli
Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkhiolitis
Bronchiolitis
Bronchiolitis:
Management

Mild disease
Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
Life Support Treatment : O2,
IVFD
Etiological Treatment
Anti viral therapy (rare)
Antibiotic (if etiology
bacteria)
Symptomatic Therapy
Bronchodilator: controversial
Corticosteroid: controversial
(not effective)
Tatalaksana Bronkiolitis
Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan
serangan pertama asma
Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.

Sari Pediatri
Gambaran Radiologis
Pneumonia lobaris Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern.
The opacification can be sharply defined at the fissures, although more
commonly there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus
within a consolidated lobe will result in the appearance of air
bronchograms.
Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and
lobularis/ subsequent patchy consolidation of one or more secondary lobules of a
bronkopneumonia lung in response to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small
nodular or reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or
confluent.
Asthma pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most
characteristic) Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with
accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
bronkiolitis Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
135. Syok Anafilaktik
Reaksi Hipersensitivitas
Type Prototype Disorder Immune Mechanisms Pathologic Lesions
Vascular dilation, edema,
Anaphylaxis; Production of IgE antibody immediate
smooth muscle
allergies; bronchial release of vasoactive amines and other
Tipe I Immediate contraction, mucus
asthma (atopic mediators from mast cells; recruitment of
production,
forms) inflammatory cells (late-phase reaction)
inflammation

Autoimmune Production of IgG, IgM binds to antigen


Antibody- hemolytic anemia; on target cell or tissue phagocytosis or
Tipe II Cell lysis; inflammation
mediated Goodpasture lysis of target cell by activated complement
syndrome or Fc receptors; recruitment of leukocytes

Systemic lupus
Deposition of antigen-antibody complexes
erythematosus;
Immune complement activation recruitment Necrotizing vasculitis
Tipe some forms of
complex of leukocytes by complement products and (fibrinoid necrosis);
III glomerulonephritis;
mediated Fc receptors release of enzymes and inflammation
serum sickness;
other toxic molecules
Arthus reaction
Contact dermatitis;
multiple sclerosis; Perivascular cellular
Cell- Activated T lymphocytes i) release of
Tipe type I, diabetes; infiltrates; edema; cell
mediated cytokines and macrophage activation; ii) T
IV transplant destruction; granuloma
(delayed) cell-mediated cytotoxicity
rejection; formation
tuberculosis
Sources: Robbins & Cotrans Pathologic Basis of Disease. 7th ed. 2005.
Fase Dini/ Initial Response
Terjadi beberapa menit setelah terpapar alergen yang sama untuk kedua
kalinya
puncaknya 15-20 menit pasca paparan
berakhir 60 menit kemudian

REAKSI HIPERSENSITIFITAS TIPE I

Fase Lanjut/ Late Phase Reaction


Disebabkan akumulasi dan infiltrasi eosinofil, neutrofil, basofil, limfosit
dan makrofag sehingga terjadi inflamasi
berlangsung 4-8 jam, dapat menetap beberapa hari
Tipe I (IgE-Mediated type)
Table 6-3. Summary of the Action of Mast Cell Mediators in
Immediate (Type I) Hypersensitivity
Action Mediator
Vasodilation, increased Histamine
vascular permeability PAF
Leukotrienes C4, D4, E4
Neutral proteases that activate complement
and kinins
Prostaglandin D2
Smooth muscle spasm Leukotrienes C4, D4, E4
Histamine
Prostaglandins
PAF
Cellular infiltration Cytokines, e.g., TNF
Leukotriene B4
Eosinophil and neutrophil chemotactic
factors (not defined biochemically)
PAF
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
www.resus.org.uk/pages/reactio
n.pdf
2012.

If there are symptoms of airway


obstructionconsider early
intubation
136. Mumps (Parotitis Epidemica)
Acute, self-limited, systemic
viral illness characterized by
the swelling of one or more
of the salivary glands,
typically the parotid glands.
Caused by a specific RNA
virus, known as Rubulavirus,
genus Paramyxovirus.
This Paramyxovirus is highly
infectious to nonimmune
individuals and is the only
cause of epidemic parotitis
Mumps (Parotitis Epidemica)
The transmission mode is person to person via respiratory droplets and
saliva, direct contact, or fomites.
Incubation period of 16-18 days
Prodromal symptoms : low-grade fever, malaise, myalgias, headache, and
anorexia; these symptoms can last 3-5 days.
After the prodromal period, one or both parotid glands begin to enlarge.
Initially, local parotid tenderness and same-sided earache can occur
Approximately one third of postpubertal male patients develop unilateral
orchitis.
Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural hearing loss/deafness,
Guillain-Barr syndrome, Thyroiditis, Myocarditis, orchitis in males who
have reached puberty
Treatment : Conservative, supportive (analgetics). No antiviral agent is
indicated for viral illness, as it is a self-limited disease.
Prevention : Vaccinating children with MMR should be established and
maintained in all communities
MMR
Merupakan vaksin kombinasi untuk Measles
(Campak), Mumps (Parotitis), dan Rubella
Vaksin kering, mengandung virus hidup, disimpan
pada temperatur 2-8:C, dan terlindung dari
cahaya
Pemberian dengan dosis tunggal 0.5 ml
intramuskular atau subkutan dalam
Harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi
campak, gondongan, dan rubella
Diberikan pada anak berusia >12 bulan
137. KONTRAINDIKASI IMUNISASI
Berlaku umum untuk semua vaksin
Indikasi Kontra BUKAN Indikasi Kontra
Reaksi anafilaksis terhadap Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,
vaksin (indikasi kontra kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
pemberian vaksin tersebut vaksin
berikutnya) Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi
Reaksi anafilaksis terhadap sebelumnya
konstituen vaksin Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam
Sakit sedang atau berat, dengan ringan
atau tanpa demam Sedang mendapat terapi antibiotik
Masa konvalesen suatu penyakit
Prematuritas
Terpajan terhadap suatu penyakit menular
Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga
Kehamilan Ibu
Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi IDAI. 2008
Pertimbangan Pemberian Imunisasi
Kontra indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah
menderita syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan
demam tinggi atau sedang dirawat karena penyakit berat
merupakan kontra indikasi sementara, sehingga anak tetap harus
diimunisasi apabila telah sembuh.
Bila anak sedang batuk pilek tanpa demam, anak tetap BOLEH
mendapat imunisasi polio oral. Bila anak sedang demam atau sakit
berat lainnya, maka imunisasi polio oral DITUNDA.
Pengurangan dosis imunisasi menjadi setengahnya, atau membagi
dosis sangat tidak dibenarkan.
Apabila anak sedang minum obat prednison 2 mg/kgbb/hari,
dianjurkan menunda imunisasi 1 bulan setelah selesai pengobatan.

Idai.or.id
Pertimbangan Pemberian Imunisasi
Pada bayi prematur, vaksin polio sebaiknya diberikan
sesudah bayi prematur berumur 2 bulan atau berat
badan sudah > 2000 gram, demikian pula DPT, hepatitis
B dan Hib.
Apabila bayi / anak sudah pernah sakit campak, rubela
atau batuk rejan, imunisasi boleh dilakukan untuk
penyakit-penyakit tersebut.
Vaksinasi bayi / anak dengan riwayat pernah sakit
campak akan meningkatkan kekebalan dan tidak
menimbulkan risiko. Diagnosis campak dan rubella
tanpa konfirmasi laboratorium sangat tidak dapat
dipercaya.
138. ITP
Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut
juga autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus
Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan
kelainan perdarahan akibat destruksi prematur
trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit.
Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan
insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun.
Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer,
biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik
terhadap glikoprotein membran platelet (IgG
autoantibodi pada permukaan platelet)
ITP: Cardinal Features
Trombositopenia <100,000/mm3
Purpura dan perdarahan membran mukosa
Diagnosis of exclusion
2 jenis gambaran klinis
ITP akut
Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
ITP kronik
Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan
>90% kasus anak merupakan bentuk akut
Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)
Anamnesis
Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi
rubella, rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi
dengan virus hidup.
Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit
berupa petekie hingga lebam.
Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan
risiko timbulnya perdarahan.
Pemeriksaan fisis
Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya
kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant
plalets),
Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:
Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.
Tatalaksana
Indikasi rawat inap
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan
rawat inap bila:
Jumlah hitung trombosit <20.000/L
Perdarahan berat
Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial
Umur <3 tahun
Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk
tidak/menghindari obat anti agregasi (seperti salisilat dan
lain sebagainya) dan olah raga yang traumatis (kepala).
ITP bersifat akut dan 90 % sembuh spontan, hanya 5-10%
menjadi kronis karena itu keputusan apakah perlu diberi
pengobatan masih diperdebatkan.
Medikamentosa
Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ L
Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ L
Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan pelahan-
lahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan sekitar 30.000 -
50.000/L.
Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4 mg/kgBB/hari
selama 4 hari.
Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam waktu 2-4
minggu dan paling lama 6 bulan.
Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/L dan tidak memiliki keluhan
umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :
Jumlah trombosit <20.000/ L dengan perdarahan
mukosa berulang (epistaksis)
Perdarahan retina
Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan
tampon, hematuria, perdarahan organ dalam)
Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan
kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit
<150.000/ L.
139. Congenital Hypothyroidism
Etiology
Thyroid Function: The fetal pituitary-thyroid axis is
normal brain growth and myelination believed to function independently
and for normal neuronal of the maternal pituitary-thyroid
connections. axis.
The most critical period fis the first
few months of life. The contributions of maternal
thyroid hormone levels to the fetus
The thyroid arises from the fourth are thought to be minimal, but
branchial pouches.
maternal thyroid disease can have
The thyroid gland develops between a substantial influence on fetal and
4 and 10 weeks' gestation. neonatal thyroid function.
By 10-11 weeks' gestation, the fetal Immunoglobulin G (IgG)
thyroid is capable of producing autoantibodies, as in autoimmune
thyroid hormone. thyroiditis, can cross the placenta
By 18-20 weeks' gestation, blood and inhibit thyroid function
levels of T4 have reached term levels. (transient)
T Thioamides (PTU) can block fetal
thyroid hormone synthesis
(transient)
Radioactive iodine administered to
a pregnant woman can ablate the
fetus's thyroid gland permanently.
http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa
http://www.montp.inserm.fr/u632/images/TR-CAR1.gif
Pathology: Congenital Hypotyroidism

http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg

Causes:
Deficient production of thyroid
hormone
Disgenesis congenital
Hypothyroidism
Iodine deficiencyendemic goiter
Defect in thyroid hormonal
receptor activity
Hipotiroid kongenital pada Anak
Hipotiroid kongenital ditandai produksi hormon tiroid yang
inadekuat pada neonatus
Penyebab:
Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon
tiroid
Inborn error of metabolism
Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang
dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan
terjadi penurunan IQ bermakna.
Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis
etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi
hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview


Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
Dull look
Puffy face
Thick tongue that sticks out
This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
Choking episodes
Constipation
Dry, brittle hair
Jaundice
Lack of muscle tone (floppy infant)
Low hairline
Poor feeding
Short height (failure to thrive)
Sleepiness
Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/


Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

Grters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism


Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160
http://findmeacure.com/2008/04/13/growth-disorders/
140. Poliomyelitis
Poliomyelitis is an enteroviral Poliomyelitis:
infection 90-95% of all infection remain
asymptomatic
Poliovirus is an RNA virus that is 5-10% abortive type:
transmitted through the oral- Fever
fecal route or by ingestion of Headache, sore throat
contaminated water Limb pain, lethargy
The viral replicate in the GI disturbance
nasopharynx and GI tract 1-2% major poliomyelitis:
invade lymphoid tissues Meningitis syndrome
hematologic spread viremia Flaccid paresis with asymmetrical
neurotropic and produces proximal weakness & areflexia,
mainly in lower limbs
destruction of the motor neurons
Paresthesia without sensory loss or
in the anterior horn autonomic dysfunction
Muscle atrophy
Paralytic polio
Paralytic polio is classified into three types,
depending on the level of involvement.
Spinal polio is most common, and during 19691979,
accounted for 79% of paralytic cases.
It is characterized by asymmetric paralysis that most
often involves the legs.
Bulbar polio leads to weakness of muscles innervated
by cranial nerves and accounted for 2% of cases
during this period.
Bulbospinal polio, a combination of bulbar and spinal
paralysis, accounted for 19% of cases
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/polio.pdf
Diagnosis Poliomielitis
Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf
By dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS
PENATALAKSANAAN PARALYTIC POLIOMYELITIS

No antivirals are effective against polioviruses.


The treatment of poliomyelitis is mainly supportive.
Analgesia
Mechanical ventilation
Tracheostomy care
Physical therapy: active and passive motion exercises
Frequent mobilization to avoid development of chronic
decubitus ulcerations
PENCEGAHAN: VAKSINASI (penting!)
Imunisasi Polio
Vaksin polio 0 : polio oral (saat lahir atau saat
bayi dipulangkan)
Untuk vaksin polio 1, 2, 3 dan booster : polio
oral (OPV) atau polio inaktivasi (IPV)
Rekomendasi: paling sedikit 1 dosis IPV yang
penting dalam masa transisi dalam menuju
eradikasi polio

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
141. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE
Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
Faktor Risiko:
Kontak seksual
Riwayat penyakit menular seksual
Multiple sexual partners
IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012


PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
Pelvic Inflammatory Disease

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal
discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia


2) Perform pregnancy testing See Vaginal Discharge algorithm,
3) Perform vaginal microscopy if available consider other organic causes
4) Offer HIV testing

Empiric treatment for PID* if no other organic


cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR


Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR
Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR
Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR
Pregnant?

YES NO

Inpatient PID treatment: Outpatient PID treatment:


Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS
Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT
Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****) OR
Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS
Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT
Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****)

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment Response to treatment


2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course 72 hours later?

NO YES

See Inpatient treatment Continue treatment for 14 days


http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
PID: Pengobatan
Harus berspektrum luas
Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak
menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas

Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:


Adanya emergensi (contoh; apendisitis)
Pasien hamil
Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
Gonococcal arthritis
Gonococcal arthritis is caused by infection with the gram-negative
diplococcus Neisseria gonorrhoeae
Although the pathogenesis of articular involvement is controversial,
it is ultimately a consequence of disseminated gonococcal infection
(DGI).
Gonococcal arthritis manifests as either as a bacteremic infection
(arthritis-dermatitis syndrome) or as a localized septic arthritis.
Arthritis-dermatitis syndrome includes the classic triad of
dermatitis, tenosynovitis, and migratory polyarthritis.
Joint or tendon pain is the most common presenting complaint in
the early stage of infection.
The second stage of DGI is characterized by septic arthritis.
The knee is the most common site of purulent gonococcal arthritis.
142. Diagnosis Kehamilan

Presumptive Amenorrhea
sign Breast fullness, nause & vomiting

Uterine enlargement
Hegar sign: softening of uterine isthmus, occurs by 6-8 weeks.
Probable
Chadwick sign: vaginal & servical cyanosis
sign Beta HCG: 1 week after embryio implantation or within days of
the 1st missed menstrual period

Positive Fetal heart tones: can be detected 9-10 weeks by Doppler


Diagnostic Fetal movement are first felt at 16-18 weeks
test USG: gestational sac at 5-6 weeks

Evans AT, Le Hew HW. Prenatal care. Manual of obstetrics. 7th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2007.
Further reading: DeCHerney AH, et al. Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment in obstetrics & gynecol ogy. McGraw-Hill; 2007.
Diagnosis Kehamilan: Fisiologi -hCG

hCG produced by
syncytiotrophoblast

Binds to LH/CG receptors


in corpus luteum

Stimulate progesteron &


estradiol synthesis
Detectable in serum within 24 hours after
implantation.

Prevent endometrial Peak level at 1012 weeks of gestation


shedding Nonpregnant value: <5 mIU/mL
Above 25 mIU/mL is considered positive
1. http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_view&articleid=310
2. DeCHerney AH, et al. Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment in obstetrics & gynecology. McGraw -Hill; 2007.
Fungsi Hormon selama Kehamilan

Hormon Fungsi Hormon


Fungsi estrogen dalam kehamilan :
1.Pembesaran uterus
Estrogen
2.Pembesaran payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara
3.Pembesaran genitalia eksterna wanita
Progesteron yang disekresi selama kehamilan juga membantu
Progresteron
estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi
Pembesaran alveoli dalam kehamilan, Mempengaruhi inisiasi
Prolaktin kelenjar susu dan mempertahankan laktasi, Menstimulasi sel di
dalam alveoli untuk memproduksi ASI
Merangsang pertumbuhan korpus luteum, ovulasi, produksi
LH
estrogen dan progresteron
Hormon ini berfungsi menyebabkan penurunan sensivitas
insulin dan menurunkan penggunaan glukosa pada ibu.
HCG
Peningkatan Hormon HCG pada trimester awal menyebabkan
morning sickness
Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG
Test sensitivity for hCG ranging from 10-
100 mIU/mL.
hCG values are extremely variable at 4-5
weeks & have a percentage of urine hCG
values that is below the sensitivities of
detection for common home pregnancy
tests

Reasons for a (-) test result:


hCG concentration below the sensitivity
threshold
a miscalculation in the onset of the -HCG in early pregnancy
missed menses, or 3 weeks LMP: 5 - 50 mIU/ml
delayed ovulation or delayed 4 weeks LMP: 5 - 426 mIU/ml
implantation. 5 weeks LMP: 18 - 7,340 mIU/ml

1. http://emedicine.medscape.com/article/262591-overview#aw2aab6b4
6 weeks LMP: 1,080 - 56,500 mIU/ml
2. http://www.americanpregnancy.org/duringpregnancy/hcglevels.html
Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG

Human chorionic gonadotropin (hCG): diproduksi oleh


plasenta selama masa kehamilan

Konsentrasi yang terdeteksi pada uji Test Pack berkisar antara


10-100 mIU/ml, muncul paling cepat 7-10 hari setelah
konsepsi

Konsentrasi meningkat cepat, menjadi 2x lipat setiap 3 hari


dan mencapai kadar maksimal pada minggu ke 8-11
kehamilan

Urin pagi hari biasanya mengandung kadar hCG paling tinggi


namun urin sewaktu juga dapat digunakan
Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG
T E S T PA C K PLANO TEST
Di rumah Di laboratorium
Bentuk: Strip & compact
Bentuk: Kit neo planotest
Sampel: Urin duoclon
Metode: antibodi HCG akan
berubah warna bila terkena HCG Sampel: urin
(min. kadar 10-25 IU/ml) Metode: melihat adanya
menjadi 2 strip
Apabila masih negatif dan belum aglutinasi saat
haid diulang 1 minggu lagi pencampuran (positif)
Deteksi -hCG: Cara Kerja Testpack

Alat tes kehamilan terdiri dari membran yang dilapisi oleh antibodi anti HCG pada
daerah tesnya
Adanya hormon HCG pada urin akan terikat pada antibodi anti HCG dan
menimbulkan perubahan warna
Deteksi -hCG: Interpretasi
2 garis warna muncul: positif hamil
Hanya garis kontrol yang muncul: hasil tes
negatif
Tidak ada garis yang muncul/hanya muncul
pada area tes: tes tidak valid
Testpack: Keterbatasan
Peningkatan kadar hCG dapat muncul selain pada kehamilan (mis.
Penyakit trofoblastik)

Positif palsu dapat muncul, terutama bila tidak mengikuti petunjuk


penggunaan

Tidak bisa membedakan kehamilan biasa dnegan kehamilan ektopik

Abortus spontan dapat menunjukkan hasil yang tidak pasti pada testpack
Diagnosis pasti tidak boleh ditegakkan hanya dari satu kali tes, namun
harus ditegakkan oleh dokter setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium
yang menyeluruh

Hasil negatif dari sampel wanita diawal masa kehamilan dapat terjadi
akibat konsentrasi hCG yag masih rendah. Pada kasus ini, tes harus
diulang dengan sampel urin segar sekitar min. 2 hari setelah tes pertama

Sampel urin mungkin terlalu encer sehingga mengurangi konsentrasi hCG.


Apabila tes urin negatif dan kehamilan masih dipikirkan lakukan tes urin
pada pagi hari
143. Hiperemesis Gravidarum
Definisi
Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Mulai setelah minggu ke-6 dan biasanya akan membaik dengan
sendirinya sekitar minggu ke-12

Etiologi
Kemungkinan kadar BhCG yang tinggi atau faktor psikologik

Predisposisi
Primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda

Akibat mual muntah dehidrasi elektrolit berkurang,


hemokonsentrasi, aseton darah meningkat kerusakan liver
Hiperemesis Gravidarum: Patogenesis

Hyperemesis gravidarum, a literature review

Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527539, 2005
Hiperemesis Gravidarum: Patofisiologi
Worsen

NVP

Hypochoremic Thiamine
Dehydration Starvation
alkalosis depletion

Hemoconcentration Wernicke
Ketosis
Somnolen/coma encephalopathy
Hypovolemic shock
Acute renal failure
Hepatic
dysfunction
NVP: Nausea & Vomiting in pregnancy
1. Cunningham et al. Williams obstetrics. 22nd ed. McGraw Hill; 2005.
2. Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527539, 2005.
3. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 18216.
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
NVP without complication, frequency is usually <5 x/day
70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week
60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks

Hyperemesis gravidarum (no universally accepted definition)


NVP with complications:
dehydration,
hyperchloremic alkalosis,
ketosis

Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 18216.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Tatalaksana umum Hiperemesis Gravidarum:
Pertahankan kecukupan nutrisi ibu.
Istirahat cukup dan hindari kelelahan

Tatalaksana Medikamentosa
10 mg doksilamin + 10 mg piridoksin hingga 4 tablet per hari (2
tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi dan 1 tablet saat siang)
Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria 4-6 kali
sehari ATAU prometazine 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau
supositoria dapat diberikan bila doksilamin tidak berhasil
Bila masih tidak teratasi dapat diberikan Ondansetron 8 mg per
oral tiap 12 jam atau Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-
100 mg IM tiap 4-6 jam bila masih belum teratasi dan tidak
terjadi dehidrasi.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Atasi dehidrasi dan ketosis
Berikan Infus Dx 10% + B kompleks IV
Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit
yang memadai seperti: KaEN Mg 3, Trifuchsin dll.
Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan
defisit elektrolit
Berikan suport psikologis
Jika dijumpai keadaan patologis: atasi
Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan
sesuai apa yang dikehendaki pasien
Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar
dan dapat makan dengan porsi wajar

http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
Hiperemesis Gravidarum: Diagnosis Banding

DDx yang perlu dipikirkan


Gastritis, ulkus peptikum, hepatitis, pancreatitis,
obstruksi usus, hiperparatiroidism, hipertiroidism,
IBS, nefrolitiasis, infeksi salu- ran kemih hingga
uremia

Heartburn (50-80% wanita hamil) & refluks


GERD
GERD pada Kehamilan
Mekanisme
Perubahan hormon yang mempengaruhi motilitas esofagus,
penurunan tonus otot sfingter esofagus bawah dan pengosongan
lambung
Kompresi lambung & peningkatan tekanan intraabdominal akibat
uterus >>>

Diagnosis
Regurgitasi, mual, muntah, dan disfagia

Tatalaksana
Sukralfat = aman pada trimester I dan III
Antasida = aman pada trimester I dan III kec. Berbasis magnesium
(menganggu kontraksi otot persalinan) atau natrium bikarbonat
(alkalosis metabolik dan retensi cairan)
Ranitidine
Algoritma
Tatalaksana GERD
pada Kehamilan
144. Spina Bifida
Hidrosefalus mengenai 15-25% anak dengan mielomeningokel
(suatu bentuk spina bifida)

Hidrosefalus dihubungkan dengan spina bifida dan stenosis


akuaduktal

http://emedicine.medscape.com/article/937979-overview
Malpresentasi Janin

Malpresentasi adalah semua presentasi janin


selain verteks

Malposisi adalah posisi kepala janin relatif


terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik
referensi

Masalah: janin yg dalam keadaan


malpresentasi dan malposisi kemungkinan
menyebabkan partus lama atau partus macet

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Malposisi Oksiput Posterior
Oksiput berada didaerah posterior dari diameter
transversal pelvis
Rotasi spontan: 90% kasus
Persalinan yg terganggu terjadi bila kepala janin tidak
rotasi atau turun
Pada persalinan dapat terjadi robekan perineum
yang luas/tidak teratur

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Malposisi Oksiput Posterior

Etiologi usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan


ukuran panggul

Pada diameter antero-posterior >tranversa pada panggul


antropoid,atau segmen depan menyempit seperti pada
panggul android, uuk akan sulit memutar kedepan

Sebab lain: otot-otot dasar panggul lembek pada multipara


atau kepala janin yg kecil dan bulat sehingga tak ada paksaan
pada belakang kepala janin untuk memutar kedepan

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala


berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal
Pada umumnya merupakan kedudukan yg sementara dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau
belakang kepala
Penyebabnya CPD, janin besar, anensefal,tumor didaerah
leher,multiparitas dan perut gantung

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Dahi

Diagnosis pada periksa dalam dapat diraba sutura frontalis,


pakal hidung dan lingkaran orbita. Mulut dan dagu tidak dapat
diraba.
Biasanya penurunan dan persalinan macet. Konversi kearah
verteks atau muka jarang terjadi. Persalinan spontan dapat
terjadi jika bayi kecil atau mati dgn maserasi
Bila janin hidup lakukan SC
Bila janin mati, pembukaan belum lengkapSC
Bila pembukaan lengkaplakukan embriotomi

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka
Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala
janin .
Penolong akan meraba muka, mulut , hidung dan pipi
Etiologi;panggul sempit,janin besar,multiparitas,perut
gantung,anensefal,tumor dileher,lilitan talipusat
Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka
dengan dagu anterior dan posterior
Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan
persalinan dengan terjadinya fleksi.

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Muka

Pada presentasi muka dengan dagu posterior


akan terjadi kesulitan penurunan karena
kepala dalam keadaan defleksi maksimal

Posisi dagu anterior, bila pembukaan lengkap :


- lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
- bila kemajuan persal lambat lakukan oksitosin drip
- bila penurunan kurang lancar, lakukan forsep

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Ganda
Bila ekstremitas (bag kecil janin) prolaps disamping
bag terendah janin

Persalinan spontan hanya terjadi bila janin kecil


atau mati dan maserasi

Lakukan koreksi dengan jalan Knee Chest


Position,dorong bag yg prolaps ke atas, dan pada
saat kontraksi masukkan kepala memasuki
pelvis.Bila koreksi tidak berhasil lakukan SC

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Presentasi Bokong
Bila bokong merupakan bagian terendah janin
Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong
sempurna),Frank breech(bokong murni),footling
breech(presentasi kaki)
Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC,karena
kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda
disproporsi
Etiologi
Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


Letak Lintang
Persalinan akan macet
Lakukan versi luar bila permulaan inpartu dan ketuban intak
Bila ada kontraindikasi versi luar lakukan SC
Lakukan pengawasan adanya prolaps funikuli
Dapat terjadi ruptura uteri
Dalam obsteri modern, pada letak
lintang inpartu dilakukan SC
walaupun janin mati

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi


145. Keluarga Berencana

Metode Kontrasepsi
Barrier
Hormonal
IUD
Operasi/ sterilisasi
Alami
Darurat
KB: Metode Barrier

Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
Efektivitas: 98 %
Mencegah penularan PMS
Efek samping
Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
Harus sedia sebelum
berhubungan
KB: Metode Hormonal
Kombinasi Progestin
Cara kerja Cara Kerja
ovulasi, mengentalkan lendir serviks Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir
penetrasi sperma <<, atrofi endometrium serviks penetrasi sperma terganggu,
implantasi terganggu, dan menghambat menjadikan selaput rahim tipis & atrofi,
transportasi gamet oleh tuba menghambat transportasi gamet oleh tuba

Efek samping Efek Samping


Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, BB>>, Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing,
perut kembung, perubahan suasana perasaan, perubahan suasana perasaan, nyeri
dan penurunan hasrat seksual payudara, nyeri perut, dan mual

Kontra Indikasi Kontra Indikasi


Gangguan KV, menyusui eksklusif, perdarahan Serupa dengan kombinasi
pervaginam idiopatik, hepatitis, perokok, Pil progestin dapat diminum saat
riwayat diabetes > 20 tahun, kanker payudara menyusui
atau dicurigai, migraine dan gejala neurologic
fokal (epilepsi/riwayat epilepsi), tidak dapat
menggunakan pil secara teratur setiap hari.
Metode Hormonal:
Pil & Suntikan Kombinasi
Jenis Pil Kombinasi
Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang
sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif
(placebo).
Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

Jenis Suntikan Kombinasi


25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5
mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali
50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol
Valerat, IM sebulan sekali
Metode
Pil dan Hormonal:
Suntikan Progestin
Pil & Suntikan Kombinasi
Pil Progestin
Isi 35 pil: 300 g levonorgestrel atau 350 g
noretindron
Isi 28 pil: 75 g norgestrel
Contoh
Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg
noretindron)
Microval, noregeston, microlut (0,03 mg
levonogestrol)
Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel)
Exluton (0,5 mg linestrenol)
Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

Suntikan Progestin
Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Metode Hormonal: Implan
Implan (Saifuddin, 2006) Cara Kerja
Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
Efek Samping
Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
Jadena dan Indoplant: 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
Kontra Indikasi
Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
KB: Metode IUD
Cara Kerja
Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopii
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim

Efek Samping
Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid

Kontra Indikasi
Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB: Metode IUD
Definisi
Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi

Efek Samping
Nyeri pasca operasi

Kerugian
Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami
Menghitung masa subur
Periode: (siklus menstruasi terpendek 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
Menggunakan 3 6 bulan siklus menstruasi

Mengukur suhu basal


tubuh (pagi hari)
Saat ovulasi: suhu tubuh
akan meningkat 1-2 C
KB: Kontrasepsi Darurat
Fungsi
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
Bukan sebagai pil penggugur kandungan
Cara kerja Kondar adalah fisiologis, sehingga tidak mempengaruhi kesuburan
dan siklus haid yang akan datang
Efek samping ringan dan berlangsung singkat
Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem reproduksi dan
organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)

Indikasi
Kesalahan penggunaan kontrasepsi
Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam

Metode Menggunakan Mini Pill


Dosis pertama diminum daam kurang dari 72 jam minum 1 pil
Dilanjutkan dengan dosis kedua diminum 1 pil dari 12 jam setelah dosis awal
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas


rata-rata sekitar 6 minggu
Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih
lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat
diperkirakan
Metode yang langsung dapat digunakan adalah :
Spermisida
Kondom
Koitus Interuptus
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

MAL Mulai segera Manfaat kesehatan bagi ibu Harus benar-benar ASI eksklusif
dan bayi Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi

Kontrasepsi Jangan sebelum 6-8mg Akan mengurangi ASI Merupakan pilihan terakhir bagi
Kombinasi pascapersalinan Selama 6-8mg pascapersalinan klien yang menyusui
Jika tidak menyusui mengganggu tumbuh Dapat diberikan pada klien dgn
dapat dimulai 3mg kembang bayi riw.preeklamsia
pascapersalinan Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah

Kontrasepsi Bila menyusui, jangan Selama 6mg pertama Perdarahan ireguler dapat
Progestin mulai sebelum 6mg pascapersalinan, progestin terjadi
pascapersalinan mempengaruhi tumbuh
Bila tidak menyusui kembang bayi
dapat segera dimulai Tidak ada pengaruh pada ASI
AKDR Dapat dipasang Tidak ada pengaruh terhadap Insersi postplasental
langsung ASI memerlukan petugas terlatih
pascapersalinan Efek samping lebih sedikit khusus
pada klien yang menyusui
Kondom/Sper Dapat digunakan setiap Tidak pengaruh terhadap laktasi Sebaiknya dengan kondom dengan
misida saat pascapersalinan pelicin
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

Metode Waktu Ciri Khusus Catatan


Pascapersalinan
Diafrag Tunggu sampai Tidak ada Perlu pemeriksaan
ma 6mg pengaruh dalam oleh
pascapersalinan terhadap laktasi petugas

KB Tidak Tidak ada Suhu basal tubuh


Alamiah dianjurkan pengaruh kurang akurat jika
sampai siklus terhadap laktasi klien sering
haid kembali terbangun malam
teratur untuk menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan

Pil/suntik Tidak untuk perokok


Kombinasi Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa
perimenopause
Kontrasepsi Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun)
Progestin (implan, Dapat untuk perokok
pil, suntikan) Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum
siap dengan kontap
AKDR Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS
Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang
Kondom Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah
infeksi saluran reproduksi dan IMS
Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah
kehamilan
Kontrasepsi Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi
Mantap
KB: Penanganan Efek Samping KB Suntik
Pusing dan sakit kepala
Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg
3 x 1 tablet/hari.

Hematoma
Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu
kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang.

Keputihan
Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan
berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti
extrabelladona 10 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan
yang berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi.
146. Penyakit Trofoblastik Gestasional

WHO Classification

Malformations of the
Benign entities that
Malignant neoplasms chorionic villi that are
can be confused with
of various types of predisposed to
with these other
trophoblats develop trophoblastic
lesions
malignacies

Choriocarcinoma Hydatidiform moles Exaggerated placental site

Placental site
Complete Partial Placental site nodule
trophoblastic tumor

Epithilioid trophoblastic
tumors Invasive
Mola Hidatidosa

Definisi
Latin: Hidatid tetesan air, Mola Bintik

Mola Hidatidosa menunjukkan plasenta dengan


pertumbuhan abnormal dari vili korionik
(membesar, edem, dan vili vesikular dengan
banyak trofoblas proliferatif)
Mola Hidatidosa: Faktor Risiko

Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun


Pernah mengalami kehamilan mola
sebelumnya
Risiko meningkat sesuai dengan jumlah
abortus spontan
Wanita dengan golongan darah A lebih
berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi
bukan mola hidatidosa
Mola Hidatidosa: Faktor Risiko

Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun


Pernah mengalami kehamilan mola
sebelumnya
Risiko meningkat sesuai dengan jumlah
abortus spontan
Wanita dengan golongan darah A lebih
berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi
bukan mola hidatidosa
Mola Hidatidosa: Patogenesis & Sitogenesis
Complete Partial

Genetic
Constitution
Diploid Triploid/ tetraploid
4% 10%
96% 90%
Fertilization of Tetraploid
Fertilization of Triploid
an empty fertilization of
an empty fertilization of
ovum by two a normal ovum
ovum by one a normal ovum
sperms Patho-genesis by three
sperms that by two sperms
Diandric sperms
undergoes Dispermic
dispermy
duplication triploidy Trispermic
Diandric triploidy
diploidy

69XXX
46XX Karyotype
46XX 69YXX
46XY
69YYX
Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis

TIPE KOMPLIT T I P E PA R S I A L
Perdarahan pervaginam Seperti tipe komplit hanya
setelah amenorea lebih ringan
Uterus membesar secara Biasanya didiagnosis
abnormal dan menjadi lunak sebagai aborsi inkomplit/
Hipertiroidism missed abortion
Kista ovarium lutein Uterus kecil atau sesuai usia
Hiperemesis dan pregnancy kehamilan
induced hypertension
Tanpa kista lutein
Peningkatan hCG 100,000
mIU/mL
Mola Hidatidosa: Hubungan dengan Hipertiroid

Hydatidiform Mole

Extremely high hCG level mimic TSH

Hyperthyroidism
Mola Hidatidosa: Diagnosis
Pemeriksaan kadar hCG
sangat tinggi, tidak sesuai usia
kehamilan

Pemeriksaan USG ditemukan


adanya gambaran vesikuler atau
badai salju
Komplit: badai salju
Partial: terdapat bakal janin dan
plasenta

Pemeriksaan Doppler tidak


ditemukan adanya denyut
jantung janin
Mola Hidatidosa:
Tatalaksana
147. Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan yang terjadi
diluar kavum uteri

Gejala/Tanda:
Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
Akut abdomen
Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
Keadaan umum: bisa baik
hingga syok
Kadang disertai febris
KET: Patofisiologi Nyeri

KET
KET
Darah mengiritasi
peritoneum
Mendesak struktur
sekitar
Saraf simpatis bekerja

Nyeri
Nyeri
KET: Kuldosentesis

Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum

Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan


tenakulum jarum 16-18 G dimasukkan lewat
forniks posterior kearah cul-de-sac

Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau


cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik
KET: Tatalaksana
Tatalaksana Umum
Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama
Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus
Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
148. Mioma Uteri
Disebut juga: fibroid, leimioma, leimiomata, fibromioma
Tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus
Dapat terdiri dari satu mioma atau beberapa mioma kecil
Epidemiologi: 20-50% wanita usia subur

4 Tipe Mioma Uteri


Subserosa
Tumbuh dilapisan luar uterus dan
kearah luar
Intramural
Tumbuh didalam dinding uterus
Submukosa
Dibawah lapisan kavum uteri
polimenorrhea, infertilitas,
keguguran
Pedunculated
Memiliki tangkai http://www.myoma.co.uk/about-uterine-myoma.html
Mioma Geburt
Mioma submukosa pedinkulata: jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai

Dapat keluar dari rongga rahim ke vagina


melalui saluran servik: mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan
Mioma Uteri
G E J A L A D A N TA N D A
Perdarahan banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid
Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi
rahim
Penekanan organ sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum, organ lain
gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan
ginjal
Infertilitas akibat penekanan pada saluran indung telur
Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal

FA KTOR P R E D ISP OSISI


Nulipara, infertilitas, riwayat keluarga

DIAGNOSIS
Massa yang menonjol/ teraba seperti bagian janin, tes HCG (-)
USG abdominal/ transvaginal
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Mioma Uteri: Tatalaksana
Pemeriksaan Berkala
Pemeriksaan fisik &USG setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan, ukuran, dan jumlah bila stabil observasi setiap
3-4 bulan

Terapi Hormonal
Preparat progestin atau GnH efek hipoestrogen

Terapi Operasi
Miomektomi
Bila pasien masih muda/ingin memiliki anak
Histerektomi
Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak sembuh
dengan terapi
Miolisis
Koagulasi laparoskopik dengan neodymium
Embolisasi arteri uteri
Mioma Uteri pada Kehamilan: Patogenesis

Kehamilan vaskularisasi uterus dan estrogen >>


pembesaran dan perlunakan mioma pada trimester I

Setelah kehamilan 4 bulan mioma tidak membesar

Dapat timbul torsio nyeri hebat

Pertumbuhan mioma yang terlalu cepat melebihi


suplai darahnya degenerasi merah gejala
rangsang peritonium
Mioma Uteri pada Kehamilan:
Gejala dan Tanda
Tergantung besar dan posisi mioma

Jika mioma menyebabkan distorsi rongga uterus resiko abortus spontan


menjadi 2x lipat & kemungkinan persalinan prematur meningkat

Distorsi rongga uterus malposisi atau malpresentasi janin


Tumor di bawah uterus obstruksi jalan lahir menghambat persalinan
pervaginam

Nyeri karena tekanan dan torsio tumor, serta adanya infeksi rahim

Tumor besar Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung


kemih, ureter, rektum, organ panggul lain gangguan BAB atau BAK,
pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan ginjal
Mioma Uteri
Mioma pada Kehamilan
Uteri
DI AG NO SI S
Massa yang menonjol/ teraba
seperti bagian janin

USG abdominal/ transvaginal


Tampak massa padat diluar
kantong janin

TATAL AKSANA
Observasi hingga kehamilan aterm

Operasi SC sekaligus pengangkatan mioma atau bila terdapat


tanda kegawatdaruratan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
149. DM pada Kehamilan

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:


Klas I: Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang
timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah
melahirkan

Klas II: Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai


sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil

Klas III: Pregestasional diabetes yang disertai dengan


komplikasi penyakit pembuluh darah seperti
retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah
panggul dan pembuluh darah perifer
DM pada Kehamilan: Diagnosis (WHO)
Kriteria Diagnosis DM Gestasional

Untuk syarat diagnosis, pemberian glukosa di lakukan pagi hari setelah 8


jam puasa dan setelah 3 hari tidak diet berpantang dan berolahraga
DM pada Kehamilan: Tes Post Diagnosis

Bila diagnosis GDM sudah tegak, maka


pemeriksaan selanjutnya berdasarkan
trimester
Trimester I: HbA1c, BUN, kreatinin serum, TSH,
kadar tiroksin bebas, rasio protein-kreatinin urin,
GDS kapiler
Trimester II: Rasio protein-kreatinin urin (bila
abnormal di trimester I), HbA1c, GDS kapiler
Trimester III: USG ukuran janin

http://emedicine.medscape.com/article/127547-overview
DM pada Kehamilan: Terapi

Insulin adalah pilihan hipoglikemik selama


kehamilan karena mempunyai catatan keamanan
yang tidak dapat dipungkiri lagi baik bagi ibu
maupun janinnya

Obat hipoglikemik oral tidak dianjurkan karena


gagal mengontrol hiperglikemia dan potensial
menyebabkan hipoglikemik pada empat minggu
pertama kelahiran.
Tatalaksana
150. DM Gestasional: Komplikasi

PA DA I B U PA DA J A N I N
Hipertensi Makrosomia dan distosia
Preeklampsia bahu
Diabetes tipe II Prematuriatas dan RDS
Hipoglikemia
DM tipe II saat dewasa

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/gestational-diabetes/basics/complications/con-20014854
151. Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
Friedman: membagi masalah pada fase aktif menjadi 2
protraction (perpanjangan) serta arrest (terhenti)

Protraction (perpanjangan) fase aktif


Laju yang lambat dari dilatasi serviks atau desensus; dimana pada
Nulipara : < 1,2 cm/jam atau desensus yang <1 cm/jam
Multipara: < 1,5 cm/jam atau desensus yang <2 cm/jam

Arrest: penghentian dari dilatasi maupun desensus


Arrest of dilatasi: 2 jam tanpa perubahan dilatasi serviks
Arrest of descent: 1 jam tanpa desensus
Gangguan Proses Persalinan:
Fase Aktif Memanjang
DE F I NI SI
Laju pembukaan yang tidak adekuat setelah
persalinan aktif didiagnosis

Diagnosis Laju Pembukaan Tidak Adekuat Bervariasi


< 1 cm/jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan
persalinan

< 1,2 cm/jam pada primigravida dan < 1,5 cm per jam pada
multipara

> 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap


(rata-rata 0,5 cm per jam)
http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234
Etiologi: Distosia ec. Kelainan Tenaga
His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus
dan disertai relaksasi yang merata

Jenis Kelainan His


Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik)
His lemah, pendek, jarang tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong
janin
His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik)
His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat
Incoordinate uterine contraction
Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada
dominasi fundus

Faktor predisposisi
Primigravida, terutama primi tua
Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
HIS NORMAL
Selama kehamilan: kontraksi ringan (Braxton-Hicks)
Kehamilan > 30 minggu: kontraksi lebih sering
Kehamilan > 36 minggu: kontraksi lebih meningkat dan lebih kuat

Awal Kala I
Tiap 10 menit sekali, lama 20-40 detik
Selama Kala I
Meningkat 2-4 kali/10 menit, lama 60-90 detik
Kala II
4-5 kali/10 menit, lama 90 detik, disertai periode relaksasi

Pemantauan Manual
Pantau his selama 10 menit, telapak tangan ditelakkan di fundus untuk
mengetahui kekuatan dan lama kontraksi
Pantau DJJ dan lihat tanda-tanda hipoksia
Lakukan pencatatan pada partograf
Fase Aktif Memanjang: Gejala dan Tanda
Kontraksi melemah, sehingga menjadi kurang kuat, lebih
singkat dan/atau lebih jarang, atau

Kualitas kontraksi tetap sama seperti semula, tidak


mengalami kemajuan ataupun melemah

Wanita terus mengkoping dengan cara yang sama


selama berjam-jam, atau menyadari persalinan lebih
mudah untuk dikendalikan

Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami


perubahan

http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234
Inersia Uteri: Tatalaksana
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan janin

2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan

3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan


dikerjakan misalnya pada letak kepala :
a. Oksitosin drips 5-10 IU dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tpm,
dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tpm. Tujuan: agar serviks dapat
membuka
b. Bila his tidak >> kuat setelah pemberian oksitosin stop istirahat
Pada malam hari berikan obat penenang (valium 10 mg) ulang lagi
pemberian oksitosin drips
a. Bila inersia uteri + CPD seksio sesaria
b. Bila semula his kuat inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah
berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips
tidak berguna Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria)
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
152. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR P UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 P lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi

Gejala dan tanda kala II persalinan


Dor-Ran Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
Tek-Num Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan/atau vaginanya.
Per-Jol Perineum menonjol
Vul-Ka Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam


(informasi objektif)
Pembukaan serviks telah lengkap, atau
Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala Persalinan: Kala III
Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

Tanda pelepasan plasenta


Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
1 menit setelah bayi Tegangkan tali pusat ke arah Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus
Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Pelepasan Plasenta

Pelepasan mulai pada pinggir plasenta. Darah mengalir keluar


antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada
sejak sebagian dari placenta terlepas dan terus berlangsung sampai
seluruh placenta lepas.

Terutama terjadi pada placenta letak rendah


Pelepasan Plasenta

Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta hematoma retroplacenter


plasenta terangkat dari dasar Placenta dengan hematom di atasnya jatuh
ke bawah menarik lepas selaput janin.

Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.
153. Menentukan Usia Kehamilan
dan Hari Perkiraan Persalinan

Dapat ditentukan dengan:


1. Rumus Naegle
2. Gerakan pertama fetus
3. Palpasi Abdomen
4. Perkiraan tinggi fundus uteri
5. Ultrasonografi
Rumus Naegle (Hari Perkiraan Lahir)
Berlaku untuk wanita dengan siklus 28 hari sehingga ovulasi
terjadi pada hari ke 14
Menghitung umur kehamilan berlangsung selama 288 hari
Perhitungan kasar: HPHT + 288 hari perkiraan kelahiran

Perhitungan berdasarkan siklus 28 hari


HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan + 9, Tahun
tetap
HPHT (hari pertama haid terakhir ) Hari +7, Bulan 3, Tahun
+1

Seorang wanita dengan siklus menstruasi 35 hari dari rumus


Naegele maka taksiran persalinannya tanggal + 14 hari bukan 7
dan untuk wanita dengan siklus menstruasi 21 hari maka
taksiran persalinannya tanggal tetap tidak perlu ditambah
Perkiraan Usia Kehamilan: Metode

Gerakan Fetus
Dirasakan saat usia kehamilan mencapai 16
minggu (tidak akurat)

Palpasi Abdomen
Palpasi abdomen dapat menggunakan :
1. Rumus Bartholomew
2. Rumus Mc Donald
3. Palpasi Leopold (letak janin, bukan menentukan usia)
Palpasi Abdomen: Rumus Bartholomew

Antara simpisis pubis dan pusat


dibagi menjadi 4 bagian yang sama
tiap bagian menunjukkan
penambahan 1 bulan
Fundus uteri teraba tepat di simpisis
umur kehamilan 2 bulan (8 minggu)
Antara pusat sampai prosesus
xifoideus dibagi menjadi 4 bagian
dan tiap bagian menunjukkan
kenaikan 1 bulan
TFU pada umur kehamilan 40 minggu (bulan ke-10)
kurang lebih sama dengan umur kehamilan 32 minggu
(bulan ke-8).
Rumus Mc Donald
Fundus uteri diukur dengan pita

Umur Kehamilan:
Dalam Bulan: TFU dikalikan 2 dan dibagi 7
memberikan umur kehamilan dalam bulan
obstetrik
Dalam minggu: TFU dikalikan 8 dan dibagi 7
memberikan umur kehamilan dalam minggu

Benson and Pernolls handbook of obstetrics


and gynecology
Palpasi Leopold
1. Leopold I: Mengetahui letak fundus uteri dan bagian lain yang terdapat pada
bagian fundus uteri

2. Leopold II: Menentukan punggung dan bagian kecil janin di sepanjang sisi
maternal

3. Leopold III: Membedakan bagian persentasi dari janin dan sudah masuk dalam
pintu panggul

4. Leopold IV: Mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah masuk PAP dan
Memberikan informasi tentang bagian presentasi: bokong atau
kepala,sikap/attitude, (fleksi atau ekstensi), dan station (penurunan bagian
presentasi)
Perkiraan Tinggi Fundus Uterus
Usia Kehamilan Berdasarkan Diagram

Sumber: http://www.gynob.com/fh.htm
Pengukuran TFU (cm)
Pengukuran menggunakan pita: akurat setelah usia
kehamilan 22-24 minggu
Sebelum usia tersebut, pita diregangkan dari tepi atas
simfisis pubis hingga ke puncak fundus
Sebelum ketinggian fundus = umbilikus, tambahkan 4
cm pada jumlah yang terukur.
Total = jumlah minggu kehamilan
Tinggi fundus = umbilikus tambahkan 6 cm total
= jumlah minggu kehamilan
154. Gangguan Menstruasi
Disorder Definition
Amenorrhea Primer Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau
berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak
terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder

Amenorrhea Tidak terdapat menstruasi selama 3 bulan apda wanita


Sekunder dengan sklus haid teratur, atau 9 bulan pada wanita dengan
siklus menstruasi tidak teratur
Oligomenorea Menstruasi yang jarang atau dengan perdarahan yang sangat
sedikit
Menorrhagia Perdarahan yang banyak dan memanjang pada interval
menstruasi yang teratur
Metrorrhagia Perdarahan pada interva l yang tidak teratur, biasanya
diantara siklus
Menometrorrhagia Perdarahan yang banyak dan memanjang, lebih sering
dibandingkan dengan siklus normal
Etiologi
Penyebab amenore primer:
1. Tertundanya menarke (menstruasi pertama)
2. Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki rahim atau vagina,
adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit, lubang pada selaput yang
menutupi vagina terlalu sempit/himen imperforata)
3. Penurunan berat badan yang drastis (akibat kemiskinan, diet berlebihan, anoreksia
nervosa, bulimia, dan lain lain)
4. Kelainan bawaan pada sistem kelamin
5. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma Swyer) dimana sel
hanya mengandung 1 kromosom X)
6. Obesitas yang ekstrim
7. Hipoglikemia
Etiologi
Penyebab amenore sekunder:
1. Kehamilan
2. Kecemasan akan kehamilan
3. Penurunan berat badan yang drastis
4. Olah raga yang berlebihan
5. Lemak tubuh kurang dari 15-17%extreme
6. Mengkonsumsi hormon tambahan
7. Obesitas
8. Stres emosional
Algoritma Amenore Primer
Algoritma Amenore Sekunder
154. Kelainan Himen
BEBERAPA BENTUK HYMEN: (sesuai posisi jarum jam)
Bentuk Crescent
Menyerupai bulan sabit (disebut juga lunar)
Bentuk Redundant
Melipat dan kadang2 menonjol kearah dalam
Bentuk Annular
Bentuknya seperti cincin melingkari liang vagina, biasa ditemukan pada bayi
perempuan

Bentuk yang jarang


Fimbria atau Denticular, Septum (sekat),
Cribriform atau lubang kecil2, vertikal
(seperti bibir vagina yang ketiga) dan
imperforata (tanpa lubang)
Himen Imperforata
Himen tidak menunjukan lubang (Hiatus Himenalis) sama sekali
Biasanya tidak diketahui sebelum menarche
Setelah menarche: molimina menstrualia dialami tiap bulan darah haid tidak
keluar terkumpul di dalam vagina dan menyebabkan hymen tampak kebiru-
biruan dan menonjol keluar (Hematokolpos) bila dibiarkan uterus akan
terisi juga dengan darah haid dan akan membesar (Hematometra)

Etiologi
Kongenital atau akibat jaringan parut oklusif post trauma/infeksi

Gejala
Over distensi vagina (nyeri perut bawah, nyeri pelvis, nyeri punggung,
gangguan BAK

Tatalaksana
Hymenotomi, insisi stellate

(Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. 2005. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
155. Vulvovaginitis Jamur
Terjadi terutama karena meningkatnya pemakaian antibiotik, pil KB, dan obat lain perubahan
pH vagina pertumbuhan candida
Sering ditemukan pada wanita hamil, menstruasi, DM
Gejala dan Tanda
Rasa gatal dan terbakar pada vagina
Edema dan eritem pada vestibulum, labia mayora dan minora
Thrush patches ditemukan menempel pada vulva
Keputihan putih, kental seperti susu

Diagnosis
Pemeriksaan KOH: adanya gambaran pseudohifa

Tatalaksana
Pengobatan oral
Ketokonazol 1x200 mg/hari selama 5 hari
Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3 hari
Flukonazol 150 mg PO, SD
Klotrimazol 500 mg per vaginam SD
156. Malaria dalam Kehamilan
Ditemukan parasit pada darah maternal dan darah plasenta

Pengaruh pada Janin


IUFD, abortus, prematur, BBLR, malaria placenta, malaria
kongenital

Gambaran klinis pada wanita hamil


Non imun: ringan sampai berat
Imun : tidak timbul gejala tidak dapat didiagnosa klinis
Kemoprofilaksis Malaria dalam Kehamilan
WHO: Dosis terapeutik anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah
endemik malaria pada kunjungan ANC pertama, kemudian diikuti
kemoprofilaksis teratur. Pengobatan malaria di Indonesia hanya
memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan.

Perlindungan dari gigitan nyamuk, kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah
dengan:
Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal: permethrin)
Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela
Penatalaksanaan Umum
1. Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan
umum)

2. Monitoring vital sign setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui


perkembangannya), kontraksi uterus dan DJJ juga harus dipantau

3. Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu beri
oksigen

Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia

Parasetamol 10 mg/kgBB/kali, dan dapat dilakukan kompres

Jika kejang, beri antikonvulsan: diazepam 5-10 mg iv (secara perlahan


selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang;
maksimum 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat
dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan 2 kali sehari
Farmakologi Terapi Malaria dan Kehamilan
Malaria Falciparum
Trimester pertama: kina 3x2 tablet selama 7 hari atau 3x10mg/kgBB selama 7 hari
ditambah dengan Klindamisin 2x300mg atau 2x10mg/kgBB selama 7 hari
Trimester II-III: artemisin based combination (ACT): DHP (dihidroartemisinin- piperakuin)
1 x 3 tablet (BB 41-59 kg) / 1x4 tablet (BB 60 kg) selama 3 hari ATAU artesunat 1 x 4
tablet dan amodiakuin 1 x 4 tablet selama 3 hari.
Malaria non Falciparum
Trimester I: kina3x2tabletselama7hari atau 3 x 10mg/kgBB selama 7 hari.
Trimester II & III: artemisin based combination (ACT): DHP (dihidroartemisinin-
piperakuin) 1 x 3 tablet (BB 41-59 kg) / 1x4 tablet (BB 60 kg) selama 3 hari ATAU
artesunat 1 x 4 tablet dan amodiakuin 1 x 4 tablet selama 3 hari.
Kontraindikasi: primakuin hemolisis sel darah merah, doksisiklin, tetrasiklin
Profilaksis
Klorokuin (sudah banyak resistensi), meflokuin (rekomendasi untuk semua trimester)
Kontraindikasi: doksisiklin dan primakuin
Tatalaksana Malaria Berat pada Kehamilan

Untuk kehamilan trimester pertama, berikan:


Loading dose kina: 20 mg garam/kgBB dilarutkan dalam 500 ml dextrose
5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnya selama 4
jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu,
diberikan kina dengan dosis rumatan 10 mg/kgBB dalam larutan 500 ml
dekstrose 5 % atau NaCl selama 4 jam. Empat jam selanjutnya, hanya
diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Dst sampai penderita dapat
minum kina per oral.
Bila sudah dapat minum obat pemberian kina IV diganti dengan kina tablet
dengan dosis 10 mg/kgBB/kali diberikan tiap 8 jam.
Kina oral diberikan bersama klindamisin pada ibu hamil.
Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina per infus yang
pertama
Tatalaksana Malaria Berat pada Kehamilan

Untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga, berikan:


Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb I
sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4
mg/kgBB IV setiap 24 jam sampai penderita mampu
minum obat. Pengobatan dilanjutkan dengan regimen
dihydroartemisinin-piperakuin (ACT lainnya) + primakuin,
ATAU
Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB IM,
dilanjutkan pada hari berikutnya 1,6 mg/kgBB IM satu kali
sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila
penderita sudah dapat minum
157. TORCH

Infeksi TORCH Bayi yang dicurigai terinfeksi TORCH


T=toxoplasmosis Bayi dengan IUGR
O=other (syphilis) Trombositopenia
R=rubella Ruam abnormal
Riwayat ibu sakit saat hamil
C=cytomegalovirus (CMV)
Adanya gejala klasik infeksi
H=herpes simplex (HSV)
TORCH: Toksoplasma
Etiologi: Toxoplasma gondi

Gejala dan Tanda


Tanpa gejala spesifik
Wanita hamil + Toxoplasmosis abortus spontan/ keguguran (4%), lahir mati
(3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan gejala dapat muncul setelah
dewasa (kelainan mata & telinga, retardasi mental, kejang-kejang & ensefalitis)

Diagnosis
Gejala: tidak spesifik atau tidak terlihat (sub klinik)
Laboratorium: Anti-Toxo IgG, IgM & IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG
Pemeriksaan perlu pada:
Diduga terinfeksi, sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif perlu
diulang/bulan t.u pada trimester I, selanjutnya tiap trimester), bayi baru lahir dari ibu
yang terinfeksi Toxoplasma

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-pencegahannya


TORCH: Terapi Toksoplasma

Untuk wanita hamil (CDC):


DOC: Spiramisin (trimester I dan II)
Dosis: 100 mg/kgBB/hari selama 30-45 hari

Pirimetamin/sulfadiazin & leucovorin (Trimester II


akhir & III) dan bila terdapat kemungkinan janin
terinfeksi (pemeriksaan cairan amnion pada minggu
18)
Dosis Pirimetamin: 100 mg di hari 1 lanjut 25-50 mg/hari
Dosis Sulfadiazin: 4 x 1 gram/hari
Dosis Leucovorin (asam folat): 7.5 mg/hari selama 4-6
minggu

http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/health_professionals/
TORCH: Sifilis Pada Kehamilan

Diobati sedini mungkin sebelum hamil atau


pada triwulan I untuk mencegah penularan
terhadap janin
Suami harus diperiksa dengan menggunakan
tes reaksi wassermann dan VDRL, bila perlu
diobati
TORCH: Pengobatan Sifilis pada Kehamilan
Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :
Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 2 tahun)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit,SD, IM, atau penisilin G prokain dalam
aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari
Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi

Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama
infeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x
berturut-turut, atau dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap
hari selama 21 hari.

Neurosifilis
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu lalu benzil penisilin 2-4
MU, IV setiap 4 jam selama 10 hari lalu penisilin long acting
(benzatin penisilin G) 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu,
atau
Penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama
10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM
sekali seminggu selama 3 minggu
TORCH: Rubella
Karakteristik Tes Serologik Rubella
Single-stranded RNA virus Kongenital
Dapat dicegah oleh vaksin
Ringan, self-limiting
Bayi
Infeksi pada trimester pertama IgM = Infeksi baru atau
memiliki kemungkinan mengenai kongenital
janin yang tinggi
Peningkatan titer IgG
bulanan mengarah pada
Diagnosis kongenital
IgG maternal bisa akibat
imunisasi atau infeksi lampau Diagnosis setelah anak berusia
tidak dapat dipegang 1 tahun sulit
Virus dapat diisolasi dari sekret nasal

Terapi
- Pencegahan: Imunisasi
- Perawatan: suportif dengan
mengedukasi orangtua
Rubella Kongenital: Manifestasi Klinis
Tuli sensorineural (50-75%)
Katarak dan glaukoma (20-50%)
Kelainan jantung (20-50%)
Neurologis (10-20%)
Lainnya termasuk pertumbuhan terhambat,
gangguan tulang, trombositopenia, lesi
blueberry muffin
TORCH: Cytomegalovirus (CMV)
Etiologi
Virus Cytomegalo (keluarga Herpes dapat tinggal secara laten
dalam tubuh)

Ibu hamil terinfeksi janin yang dikandung mempunyai


risiko tertular mengalami gangguan: pembesaran hati,
kuning, pengkapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan
lain-lain

Pemeriksaan laboratorium
Mengetahui infeksi akut atau infeksi berulang, dimana infeksi
akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM,
serta Aviditas Anti-CMV IgG.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-pencegahannya


TORCH: Herpes Simpleks Tipe II
Etiologi
Herpes genital Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II)
Dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut
syaraf sensorik dan berdiam di ganglion sistem syaraf
otonom

Gejala dan Tanda


Bayi: lepuh pada kulit tidak selalu muncul sehingga
mungkin tidak diketahui

Laboratorium
Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting untuk mendeteksi
secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh
HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila
infeksi terjadi pada saat kehamilan

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-pencegahannya


158. Kanker Serviks
Keganasan pada serviks Faktor Risiko :
Perubahan sel dari normal HPV (faktor utama) 50% oleh
pre kanker (displasia) HPV 16 & 18
kanker Multipartner
Insidens : usia 40-60 tahun Merokok
Riwayat penyakit menular
seksual
Berhubungan seks pertama
pada usia muda
Kontrasepsi oral
Multiparitas
Status ekonomi sosial rendah
Riwayat Keluarga
Imunosupresi
Defisiensi nutrien dan vitamin
Kanker Serviks: Patogenesis

The oncogenic
proteins

http://media.jaapa.com/Images/2009/
Kanker Serviks: Tanda dan Gejala

Perdarahan pervaginam
Perdarahan menstruasi lebih lama dan lebih banyak
dari biasanya
Perdarahan post menopause atau keputihan >>
Perdarahan post koitus
Nyeri saat berhubungan
Keputihan (terutama berbau busuk + darah)
Massa pada serviks, mudah berdarah
Nyeri pada panggul, lumbosakral, gluteus, gangguan
berkemih, nyeri pada kandung kemih dan rektum

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks: Diagnostik

Deteksi Lesi Pra Kanker


Pelayanan Primer: IVA, VILI, sitologi pap smear
Pelayanan Sekunder: Liquid base cytology
Pelayanan Tersier: DNA HPV

Diagnostik
Pelayanan primer: anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pelayanan Sekunder: kuret endoserviks, sistoskopi,
IVP, foto toraks dan tulang, konisasi, amputasi serviks
Pelayanan Tersier: Proktoskopi

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks
Displasia Serviks
Perubahan abnormal pada sel di permukaan
serviks, dapat terlihat dari pengamatan
mikroskopik

Histologi
Cervical intraepithelial neoplasia (CIN) I
(mild) a benign viral infection
CIN II (moderate)
CIN III (severe)

Sitologi
low-grade SIL (squamous intraepithelial
lesion)low-grade lesions
high-grade SIL (HSIL) high-grade
dysplasia
Kanker Serviks: Pembagian
Kanker Serviks: Pembagian

http://www.sh.lsuhsc.edu/fammed/Images/PAP-fig1.jpg
Kanker Serviks: Stadium
Lesi Pra Kanker: Tatalaksana LSIL

Skrining 12
bulan

Observasi
LSIL ulang test 3
bulan

(+) Kolposkopi

LSIL/HSIL

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Lesi Pra Kanker: Tatalaksana HSIL
(-) Observasi
- Observasi
NIS I DNA HPV
+ Ablasi
NIS II + Ablasi

HSIL Kolposkopi NIS III + Ablasi

Konisasi

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
159. Menopause
Diagnosis: setelah 12 bulan amenorea

Periode perubahan hormon dan gejala klinis


sebelum menopause klimakterium

Gejala Klinis
Hot flashes, peningkatan BB, insomnia, kembung,
perubahan mood, menstruasi tidak teratur,
mastodinia, depresi, sakit kepala
Perubahan pada Menopause
Efek penurunan hormon gonadal
Estrogen << epitelium vagina menjadi memerah karena epitel menipis dan kapiler
lebih terlihat atrofi epitel vagina vagina memucat dan rugae << vaginitis
atrophic dispareunia
Uterus mengecil
Efek urogenital: << pH urin perubahan flora bakteri keputihan yang berbau dan
gatal

Marker Menopause
>> FSH (penanda kegagalan ovarium) dan << estradiol dan inhibin

Perubahan Endometrium
Kearah atrofi, tidak ada fase sekretorik
Hiperplasia endometrial: akibat hipertimulasi estrogen dari luar atau HRT ketebalan
endometrium via USG > 5 mm
Osteoporosis
160. PCOS
Etiologi
hiperandrogenisme dan resistensi terhadap insulin

Tiga kriteria diagnosa yaitu:


Oligoamenorrhoea atau anovulasi
Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG

Gejala PCOS
Gangguan siklus haid yaitu siklus haid jarang dan tidak teratur
Gangguan kesuburan dimana yang bersangkutan menjadi sulit hamil
(subfertile)
Tumbuh bulu yang berlebihan dimuka, dada, perut, anggota badan dan
rambut mudah rontok (hirsutisme)
Banyak jerawat
kegemukan (obesitas)
Pada USG ditemukan banyak kista
di ovarium
PCOS: Terapi
Sasaran pengelolaan
Mengatur siklus haid agar kembali teratur
Memperbaiki kesuburan
Menghilangkan gejala hirsutism dan jerawat
Mengendalikan obesitas
Menurunkan kadar insulin darah
Mencegah komplikasi jangka panjang

Tatalaksana
Pola hidup sehat dengan diet, olahraga teratur untuk kendalikan
berat badan (obesitas) dan tidak merokok
Obat-obatan/medikamentosa
Untuk melancarkan haid : dengan pil KB. PIl KB juga dapat mengurangi
resiko perdarahan abnormal dan kanker rahim
Untuk memicu ovulasi : dengan Clomiphene citrate dan FSH
Untuk menghilangkan hirsutism dan jerawat : dengan pil KB (Cyproterone
acetate), Spironolactone dan flutamide
Untuk menurunkan insulin darah : dengan Metformin
161. Bakterial Vaginosis
Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu istilah
yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai penyebab
inflamasi pada vagina

Etiologi
Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum , Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella,
Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae

Gejala klinis
Keputihan, vagina berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni

Faktor risiko
Penggunaan antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,
promiskuitas, douching, penurunan estrogen.
Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan
Didapatkan keputihan yang homogen
Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda
servisitis.
Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior
Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4
kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
Didapatkan clue cell (sel epitel vagina yang dikelilingi oleh kokobasil)
pH > 4,5
Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous
Whiff test + (pemeriksaan KOH 10%
didapatkan fishy odor sebagai akibat dari
pelepasan amina yang merupakan produk
metabolisme bakteri)
Bakterial Vaginosis: Tatalaksana

Pada infeksi asimtomatik tidak perlu diberikan terapi

Pada infeksi simtomatik: antibiotik merupakan pilihan


utama

Pilihan obat
Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari atau 4 x 500 mg
dosis tunggal
Perempuan hami:l 2 x 500 mg selama 7 hari atau 3 x 250
mg selama 7 hari

Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/254342
Bakterial Vaginosis: Komplikasi
Komplikasi Umum
Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis
paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi
paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV
dan IMS lain

Komplikasi obstetrik
Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran
prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan
dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)
Bakterial Vaginosis pada Kehamilan:
Komplikasi
Gejala
Duh tubuh berbau ikan busuk dan berwarna
keabuan

Pemeriksaan
Clue cells, sniff test

Berhubungan dengan kelahiran preterm dan


infeksi pelviks post partum
162. Agen Tokolitik pada Persalinan Preterm

Antagonis calcium channel : Nifedipin


Magnesium sulfat
Beta Agonis : Terbutalin, Ritodrine
Inhibitor prostaglandin sintetase :
Indometasin, Movicox
Antagonis oksitosin : Atosiban
Tokolitik: Tidak Perlu Digunakan

Tokolitik tidak perlu diberikan dan bayi dilahirkan


secara pervaginam atau perabdominam sesuai
kondisi kehamilan:
Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu
Pembukaan > 3 cm
Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterin),
preeklampsia, atau perdarahan aktif
Ada gawat janin
Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang
kemungkinan hidupnya kecil
Tokolitik: Penggunaan
Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik, kortikosteroid, dan antibiotika
jika syarat berikut ini terpenuhi:
Usia kehamilan antara 24-34 minggu
Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
Tidak ada korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia, atau perdarahan aktif
Tidak ada gawat janin

Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk memberikan kesempatan


pemberian kortikosteroid. Obat-obat tokolitik yang digunakan adalah:
Nifedipin: 3 x 10 mg per oral, ATAU
Terbutalin sulfat 1000 g (2 ampul) dalam 500 ml larutan infus NaCl 0,9% dengan
dosis awal pemberian 10 tetes/menit lalu dinaikkan 5 tetes/menit tiap 15 menit
hingga kontraksi hilang, ATAU
Salbutamol: dosis awal 10 mg IV dalam 1 liter cairan infus 10 tetes/menit. Jika
kontraksi masih ada, naikkan kecepatan 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai
kontraksi berhenti atau denyut nadi >120/ menit kemudian dosis dipertahankan
hingga 12 jam setelah kontraksi hilang
163. Verucca Vulgaris

Verruca: hiperplasi epidermis akibat


pertumbuhan epithel yang disebabkan oleh
Human Papilloma Virus (kutil atau Warts).
Nama berdasarkan lokasinya yaitu
Verruca Vulgaris (Common Warts) dengan predileksi
khususnya di ekstremitas bagian ekstensor
Verruca Plantaris (Plantar Warts) dengan predileksi
pada telapak kaki
Verruca Plana (Flat Warts) dengan predileksi pada
muka dan leher
Condyloma Accuminata (Genital Warts)
Verucca Vulgaris pada Kehamilan

Berkembang selama kehamilan karena perubahan imunitas


dan peningkatan suplai darah

Transmisi HPV dari ibu ke bayi jarang terjadi, namun dapat


menyebabkan terjadinya respiratory papillomatosis
kematian atau morbiditas seumur hidup pada anak

Infeksi HPV pada trofoblas ekstravili dapat menginduksi


kematian sel dan mengurangi invasi plasenta ke dinding rahim
sehingga menyebabkan disfungsi plasenta dan secara spontan
dapat menyebabkan kelahiran prematur
Verucca Vulgaris: Terapi
Sebagian besar jenis pengobatan tidak dapat dengan aman digunakan
Terapi yang bersifat kontraindikasi
Tingtura Podofilin 15-25% kontraindikasi karena absorbsi sistemik dapat terjadi
malformasi, kelahiran prematur dan kematian janin intrauterin
Imunoterapi (imiquimod krim 5%) tidak menimbulkan efek teratogenik pada hewan
coba, tetapi masih membutuhkan data yang lebih banyak tentang keamanannya untuk
digunakan pada wanita hamil

Terapi yang dapat digunakan


Krioterapi, elektrokauterisasi, terapi laser, dan asam trikloroasetat (TCA) 50% (CDC 80-
90%)
Laser CO2 & elektrokauterisasi dapat menyebabkan perdarahan yang berat pada 33%
pasien bila dilakukan pada kehamilan, serta dapat menimbulkan infeksi dan nekrosis
jaringan yang berat
Laser Nd YAG yang menembus lebih dalam dapat memberikan hasil yang lebih baik
tetapi sangat mahal dan tidak tersedia di setiap rumah sakit
Pilihan TCA: koagulasi protein kekeringan sel & jaringan destruksi yang berat
pada kondiloma

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=300086&val=7288&title=Kondiloma%20Akuminata%20Pada%20Wanita%20Hamil:%20Salah%20Satu%20Modalitas%20Terapi
164. Ruptur Uteri
Definisi Ruptur Uteri
Lengkap: Laserasi berhubungan dengan kavum
peritoneum
Tidak Lengkap: Laserasi dipisahkan dari kavum
peritoneum oleh peritoneum viseralis/ ligamentum
kardinale
Ruptur bekas SC: Pelepasan luka insisi lama + robekan
selaput ketuban
Dehisensi jaringan parut bekas SC: Selaput ketuban
tidak pecah
Ruptur Uteri: Etiologi

Jaringan parut bekas SC (terbanyak)


Riwayat kuretase atau perforasi uterus
Trauma abdomen
Persalinan lama akibat CPD
Stimulasi berlebihan saat induksi (pematangan
serviks mis. Misoprostol/ dinoprostone)
Peregangan uterus berlebihan
Neoplasma trofoblastik gestasional
Pelepasan plasenta manual yang sulit
Ruptur Uteri: Klasifikasi
Ruptur Uteri Tanpa Jaringan Parut
Ruptur Spontan
Terjadi pada uterus tanpa parut
Etiologi: persalinan lama, multiparitas, hidrosefalus, janin
letak lintang, oksitosin dosis tinggi

Ruptur Jaringan Parut Seksio Sesarea


Terjadi pada luka parut lama

Ruptur Uteri Traumatik


Karena jatuh, kecelakaan (tabrakan dll), ruptur uteri
violenta (misal pada versi ekstraksi letak lintang atau
setelah ekstraksi cunam)
Ruptur Uteri: Mekanisme
Peregangan berlebihan dari uterus, kadang disertai
pembentukan cincin retraksi patologis (Bandl)

Lingkaran Bandl: fisiologis bila dijumpai 2-3 jari diatas


simfisis bila meninggi waspada ruptura uteri
iminens (RUI)
Ruptur Uteri: Gejala & Penemuan Klinis
Anamnesis & Inspeksi: Kesakitan, napas
dangkal & cepat,takikardia, muntah ec
rangsangan peritoneum, syok, kontraksi
uterus hilang, defans muskular

Palpasi: Krepitasi pada kulit perut


(emfisema subkutan), teraba bagian
janin langsung dibawah kulit perut, nyeri
tekan perut, Ligamentum rotundum
teraba seperti kawat listrik

Auskultasi: DJJ sulit terdengar/ tidak


terdengar

Pemeriksaan Dalam: Robekan dinding


rahim teraba teraba organ
Tatalaksana Ruptur Uteri

Tindakan yang segera dilakukan memperbaiki keadaan


umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi )
dan persiapan tindakan SC dan laparotomi.

Tindakan definitif:
- Histerorafia (bila tobekan melintang dan tidak
mengenai daerah yang luas), atau
- Histerektomi (bila robekan uterus mengenai jaringan
yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang
nekrotik)
165.PENYEBAB KLB PENYAKIT MENULAR

Menurut WHO, terdapat 3 penyebab utama


KLB penyakit menular:
Lingkungan: air, sanitasi, makanan, kualitas udara
Kimia: zat kimia, toksin
Tidak diketahui pasti: ionisasi hasil radiasi,
pelepasan zat kimia secara perlahan yang tidak
terdeteksi

http://www.who.int/environmental_health_emergencies/disease_outbreaks/en/
166. JENIS RUJUKAN
Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.
167. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
Desain Penelitian
Desain
studi

Analitik Deskriptif

Case report

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial


2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross - sectional study and outcome

Assess Known
Case - control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
168. PREVALENCE RATIO
Ukuran asosiasi yang dipakai pada studi cross
sectional.
Rumusnya sama dengan relative risk:
a/(a+b)
c/(c+d)

Penyakit (+) Penyakit (-)


Pajanan(+) a b
Pajanan(-) c d
Interpretasi RR/OR/PR
RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan
dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit) paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit) paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
Soal
Cedera kepala tdk cedera kepala

Pakai helm 10 20

tidak pakai helm 40 20

Prevalence ratio:
10/30
40/60
= 0,5
Interpretasi:
orang yang menggunakan helm memiliki prevalensi 0,5 kali mengalami cedera kepala
dibanding yang tidak menggunakan helm pakai helm merupakan faktor yang
bersifat protektif untuk terjadinya cedera kepala.
169. FIVE LEVEL OF PREVENTION
Dilakukan pada orang sehat
Health promotion Promosi kesehatan
Contoh: penyuluhan

Dilakukan pada orang sehat


Specific Mencegah terjadinya kesakitan
protection Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & Tujuannya kuratif
prompt treatment Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

Dilakukan pada orang sakit


Disability Membatasi kecacatan
limitation Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
170. UKURAN BESARAN MASALAH DALAM KLB

Secara umum, terdapat 2 ukuran yang dipakai


untuk menilai besaran masalah dalam KLB:

Incidence rate/ attack rate untuk menilai


morbiditas suatu penyakit dalam KLB.
Rumus: jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko

Case fatality rate untuk menilai mortalitas


yang terjadi pada KLB.
Rumus: jumlah pasien meninggal/jumlah seluruh
kasus
171. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN

Digunakan pada studi analitik (cross


sectional, case control, kohort, studi
eksperimental).

Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-


akibat antara variabel paparan dengan
variabel outcome.

Menunjukkan bagaimana suatu kelompok


lebih rentan mengalami sakit dibanding
kelompok lainnya.
Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort


Odds ratio (OR) ukuran asosiasi dari studi case
control
Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR)
ukuran asosiasi dari studi cross sectional
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Relative risk (RR):


insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b))
dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak
terpapar (c/(c+d))

Rumus RR: a/(a+b)


c/(c+d)
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu:


PR: a/(a+b)
c/(c+d)

Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR
RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan
dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit) paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit) paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
172. KONSEP PENYAKIT
(HENDRIK L. BLUM)
Faktor Lingkungan
Lingkungan Fisik
Komponen lingkungan fisik diantaranya mencakup suhu
udara, kelembaban, penyinaran matahari, kebisingan, dan
lain-lain.

Lingkungan Biologi
Komponen yang termasuk dalam lingkungan biologis
adalah sanitasi, kuman penyakit, vektor, binatang ternak,
dll.

Lingkungan Sosial-Ekonomi
Informasi mengenai keadaan sosial ekonomi masyarakat
juga sangat bermanfaat dalam menganalisis faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan.
173. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
(WHO)
Advokasi: upaya atau proses yang strategis dan terencana
untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-
pihak yang terkait(stakeholders).

Kemitraan: suatu kerjasama formal antara individu-


individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.

Pemberdayaan masyarakat: upaya yang berlandaskan


untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan
atau kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri,
bukan kegiatan yang segala sesuatunya diatur dan
disediakan oleh pemerintah maupun pihak lain.
Kapan Membutuhkan Advokasi?
Advokasi dilakukan terutama bila komitmen
atau dukungan politis dari pemerintah dalam
bidang kesehatan sangat dibutuhkan untuk
pengembangan lingkungan dan perilaku sehat
dan pemberantasan suatu penyakit tertentu.
Kapan Membutuhkan Kemitraan?
Bila membutuhkan berbagai sektor (bukan hanya
sektor kesehatan), untuk mengatasi dan
memberantas suatu penyakit tertentu.

Contohnya untuk mengatasi kusta di Indonesia,


selain sektor kesehatan berperan tetapi butuh
peran serta sektor lain untuk mengatasi stigma
masyarakat, untuk memberdayakan pasien yang
telah sembuh dari kusta.
Kapan Membutuhkan Pemberdayaan
Masyarakat?
Terutama sangat dibutuhkan apabila suatu
penyakit terjadi akibat perilaku
masyarakatnya yang menghambat kesehatan
atau kesejahteraan.

Contoh dan keteladanan dari tokoh/


pemimpin masyarakat sangat berperan.
174. PENCEGAHAN PRIMER-SEKUNDER-TERSIER
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
FIVE LEVEL OF PREVENTION
Dilakukan pada orang sehat
Health promotion Promosi kesehatan
Contoh: penyuluhan

Dilakukan pada orang sehat


Specific Mencegah terjadinya kesakitan
protection Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & Tujuannya kuratif
prompt treatment Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

Dilakukan pada orang sakit


Disability Membatasi kecacatan
limitation Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
175. JENIS RUJUKAN
Jenis rujukan secara umum dibagi menjadi 2,
yaitu:
Rujukan upaya kesehatan individual
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
RUJUKAN UPAYA KESEHATAN RUJUKAN UPAYA KESEHATAN
PERORANGAN MASYARAKAT
Rujukan kasus untuk keperluan Rujukan sarana berupa
diagnostik, pengobafan, bantuan laboratorium dan
tindakan operasional dan lain teknologi kesehatan.
lain
Rujukan tenaga dalam bentuk
Rujukan bahan (spesimen) dukungan tenaga ahli untuk
untuk pemeriksaan penyidikan, sebab dan asal
laboratorium klinik usul penyakit atau kejadian
yang lebih lengkap. luar biasa suatu penyakit serta
penanggulangannya pada
Rujukan ilmu pengetahuan bencana alam, dan lain lain
antara lain dengan
mendatangkan atau mengirim Rujukan operasional berupa
tenaga yang lebih kompeten obat, vaksin, pangan pada saat
atau ahli untuk melakukan terjadi bencana, pemeriksaan
tindakan, memberi bahan (spesimen) bila terjadi
pelayanan, ahli pengetahuan keracunan massal,
dan teknologi dalam pemeriksaan air minum
meningkatkan kualitas penduduk dan sebagainya
pelayanan.
176. LEVEL OF EVIDENCE

Penelitian yang
memiliki level
evidence paling
tinggi adalah
systematic review
dan meta analysis.
177-178. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Prinsip Prima Facie
Dalam menghadapi pasien, sering kali dokter
diperhadapkan pada dilema etis, di mana terjadi
tabrakan antar kaidah dasar moral pada kasus tersebut.

Prima facie: dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang


dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-
absah sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi
konkrit terabsah.

Contoh keadaan yang membutuhkan prinsip prima facie:


pasien dengan Hb 5 g/dl. Dokter menyatakan bahwa pasien
harus transfusi darah segera. Tetapi pasien menganut
kepercayaan bahwa tidak boleh menerima bagian tubuh
dari manusia lain sama sekali.
179. KAPAN RAHASIA MEDIS DAPAT DIBUKA?

Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat


penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
untuk kepentingan kesehatan pasien;
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum atas perintah
pengadilan;
permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit
medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 10 ayat (2) Permenkes No. 269/2008


Surat Kematian
Surat keterangan kematian adalah surat yang
menyatakan bahwa seseorang sudah meninggal.
Surat keterangan kematian dibuat atas dasar
pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan luar.
Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana
tertentu, pastikan bahwa prosedur hukum telah
dilakukan sebelum dikeluarkan surat keterangan
kematian.
Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat bila
seseorang yang mati diduga akibat suatu peristiwa
pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik
terlebih dahulu.
Dasar Hukum Surat Kematian
Bab I pasal 7 KODEKI, Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.

Bab II pasal 12 KODEKI, Setiap dokter wajib merahasiakan


segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.

Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat keterangan


palsu.

Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli demi


pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului
dengan sumpah jabatan atau janji.
Manfaat Surat Kematian
Untuk kepentingan pemakaman jenazah
Kepentingan pengurusan asuransi, warisan,
hutang,dll
Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian
tidak wajar
Salah satu cara pengumpulan data statistik
penentuan tren penyakit dan tren penyebab
kematian pada masyarakat
Sumber data untuk penelitian biomedis maupun
sosiomedis
180. WARNA LEBAM MAYAT
Warna Etiologi
Merah kebiruan Normal
(livide)
Merah terang Keracunan CO (bila kadar COHb di dalam darah >30%)
Keracunan sianida
Kematian pada suhu dingin, misalnya pada kasus
tenggelam di air dingin
Kecoklatan/ cooklat Keracunan zat yang menyebabkan methemoglobinemia
kebiruan (misalnya keracunan nitrit atau nitrat)
Kehijauan Keracunan sulfur
Pucat Kasus perdarahan atau anemia

Forensic Medicine: Fundamentals and Perspectives, Reinhard Dettmeyer,Marcel A. Verhoff,Harald F. Schtz,


2014. Springer.
PEMERIKSAAN FORENSIK PADA KASUS
KERACUNAN SIANIDA
Pemeriksaan luar: korban mati tercium amandel dengan
menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan
hidung. Sianosis pada wajah & bibir, busa keluar dari mulut, &
lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya
akan oksi-Hb.

Pemeriksaan bedah jenasah: dapat tercium bau amandel saat


membuka ronga dada, perut & otak serta lambung (bila racun
melalui mulut). Darah, otot & penampang organ tubuh dapat
berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda
asfiksia pada organ tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium Kasus
Keracunan Sianida
Uji kertas saring menggunakan asam pikrat jenuh: Kertas tersebut
dicelupkan kedalam darah korban, bila positif berubah menjadi
warna merah terang (sianmethemoglobin).

Reaksi Schonbein-Pagenstecher (reaksi Guajacol): Pada reaksi ini


bila hasilnya positif akan membentuk warna biru hijau pada kerta
saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapat bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon sehingga
reaksi ini hanya untuk skrining.

Reaksi Prussian Blue: hasil positif menunjukkan endapan larut dan


terbentuk warna biru berlin.

Cara Gettler Goldbaum: hasil positif ditunjukkan oleh perubahan


warna kertas saring menjadi biru.
181. IDENTIFIKASI FORENSIK
Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu:
Identifikasi primer: identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu
dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
Pemeriksaan DNA
Pemeriksaan sidik jari
Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan
dua sampai tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif.

Identifikasi sekunder: Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi


sekunder tidak dapat berdiri sendiri dan perlu didukung kriteria
identifikasi yang lain.
Identifikasi sekunder terdiri atas cara sederhana dan cara ilmiah.
Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan perhiasan,
pakaian dan kartu identitas yang ditemukan.
Cara ilmiah yaitu melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.
182. SEBAB-MEKANISME-CARA KEMATIAN

Untuk dapat menentukan sebab kematian,


secara mutlak harus dilakukan otopsi.

Sedangkan perkiraan sebab kematian dapat


diteliti dari kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan luar.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Sebab Kematian
Sebab kematian lebih ditekankan pada alat atau
sarana yang dipakai untuk mematikan korban.
Contoh: karena tenggelam, karena terbakar, karena
tusukan benda tajam, karena pencekikan, karena
kekerasan benda tumpul.

Sebab kematian banyak membantu penyidik dalam


melaksanakan tugas, misalnya untuk mencari dan
menyita benda yang diperkirakan dipakai sebagai alat
pembunuh, sehingga sebab kematian seperti mati
lemas tidak tepat.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian menunjukkan bagaimana
korban itu mati setelah umpamanya tertembak atau
tenggelam.
Contoh: karena perdarahan, karena refleks vagal, karena
hancurnya jaringan otak

Mekanisme lebih bersifat teoritis dan tidak selalu


dapat diketahui pasti

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Cara Kematian
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara
kematian, yaitu:
1. Wajar: kematian korban karena penyakit, bukan
karena kekerasan atau rudapaksa.
2. Tidak wajar, yang dibagi menjadi kecelakaan, bunuh
diri, dan pembunuhan.
3. Tidak dapat ditentukan, yang disebabkan karena
keadaan mayat telah sedemikian rusak atau busuk
sehingga luka atau penyakit tidak dapat ditemukan
lagi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
183. TIPE TENGGELAM
Tipe Kering (Dry drowning):
akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung
atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-
tiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak
dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol
tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.

Tipe Basah (Wet drowning)


terjadi aspirasi cairan
Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler
alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan
instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan
paru untuk mengembang.
Tipe Tenggelam
Secondary drowning/near drowning
Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan
saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan
resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban
meninggal.

Immersion syndrome
Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
Akibat refleks vagal
Berdasarkan Lokasi Tenggelam
AIR TAWAR AIR LAUT
Air dengan cepat diserap Pertukaran elektrolit dari
dalam jumlah besar air asin ke darah
hemodilusi natrium plasma
hipervolemia dan meningkat air akan
hemolisis massif dari sel- ditarik dari sirkulasi
sel darah merah hipovolemia dan
kalium intrasel akan hemokonsentrasi
dilepas hiperkalemia hipoksia dan anoksia
fibrilasi ventrikel dan
anoksia yang hebat pada
miokardium.
Tanda Tenggelam
Tanda korban masih hidup saat tenggelam:
Ditemukannya tanda cadaveric spasme
Perdarahan pada liang telinga
Adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang
air) pada saluran pernapasan dan pencernaan
Adanya bercak paltouf di permukaan paru
Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri berbeda
Ditemukan diatome
Adanya tanda asfiksia
Ditemukannya mushroom-like mass
5 Tanda Pasti Tenggelam
Terdapat tanda asfiksia
Diatome pada pemeriksaan getah paru
Bercak paltouf di permukaan paru
Berat jenis darah yang berbeda antara jantung
kiri dan kanan
Mushroom-like mass
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
Mayat dalam keadaan basah berlumuran pasir dan benda-benda
asing lainnya yang terdapat di dalam air laut dan kadang-kadang
bercampur lumpur.

Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like mass).


Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya
mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-
paru dan terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa
dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli.

Cutis anserina pada ekstremitas akibat kontraksi otot erector pilli


yang dapat terjadi karena rangsangan dinginnya air.
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
Washer woman hand. Telapak tangan dan kaki berwarna
keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena inhibisi
cairan ke dalam cutis dan biasanya membutuhkan waktu yang
lama.
Cadaveric spasme. Merupakan tanda vital yang terjadi pada
waktu korban berusaha menyelamatkan diri., dengan cara
memegang apa saja yang terdapat dalam air.
Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air.
Penurunan suhu mayat
Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam
Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih
dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan,
demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama
benda air.
Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya pasir,
lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedangkan yang tampak
secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik).
Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
Perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum
interalveoli, atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.
Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi
inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak ini disebut sebagai
bercak Paltauf.
Bercak berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah paru-paru,
yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-paru.
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam
Kongesti pada laring
Emphysema aquosum atau emphysema
hyroaerique yaitu paru-paru tampak pucat
dengan diselingi bercak-bercak merah di antara
daerah yang berwarna kelabu;
Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan
menyebabkan distensi jantung kanan dan
pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi
darah yang merah gelap dan cair, tidak ada
bekuan.
Pemeriksaan Konfirmasi Kasus Tenggelam

Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati


tenggelam (drowning), yaitu :
Percobaan getah paru (lonset proef)
Pemeriksaan diatome (destruction test)
Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
Tes getah paru (lonset proef)
Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.
Tes Diatom
TES DIATOM 4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:
Diatom adalah alga atau ganggang Pemeriksaan mikroskopik langsung.
bersel satu dengan dinding terdiri Pemeriksaan permukaan paru disiram
dari silikat (SiO2) yang tahan panas dengan air bersih iris bagian perifer
dan asam kuat. ambil sedikit cairan perasan dari
jaringan perifer paru, taruh pada
Bila seseorang mati karena gelas objek tutup dengan kaca
tenggelam maka cairan bersama penutup. Lihat dengan mikroskop.
diatome akan masuk ke dalam Pemeriksaan mikroskopik jaringan
saluran pernafasan atau pencernaan dengan metode Weinig dan Pfanz.
kemudian diatome akan masuk Chemical digestion. Jaringan
kedalam aliran darah melalui dihancurkan dengan menggunakan
kerusakan dinding kapiler pada waktu asam kuat sehingga diharapkan
korban masih hidup dan tersebar diatom dapat terpisah dari jaringan
keseluruh jaringan. tersebut.
Inseneration. Bahan organik
dihancurkan dengan pemanasan
dalam oven.
Tes Kimia Darah
TEST KIMIA DARAH Test Gettler: Menunjukan
Mengetahui ada tidaknya adanya perbedaan kadar
hemodilusi atau klorida dari darah yang diambil
hemokonsentrasi pada dari jantung kanan dan
masing-masing sisi dari jantung kiri. Pada korban
jantung, dengan cara tenggelam di air laut kadar
memeriksa gaya berat spesifik klorida darah pada jantung kiri
dari kadar elektrolit antara lain lebih tinggi dari jantung kanan.
kadar sodium atau clorida dari
serum masing-masing sisi. Tes Durlacher: Penentuan
perbedaan berat plasma
Dianggap reliable jika jantung kanan dan kiri. Pada
dilakukan dalam waktu 24 jam semua kasus tenggelam berat
setelah kematian jenis plasma jantung kiri lebih
tinggi daripada jantung kanan .
184. TANATOLOGI FORENSIK
Livor mortis atau lebam mayat
terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat
terjadi akibat hilangnya ATP.
Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem.
Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah
suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan
antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Beberapa keadaan yang bisa mempercepat timbulnya kaku mayat,
yaitu ktivitas fisik sebelum kematian, suhu tubuh tinggi, suhu
lingkungan tinggi, usia anak-anak dan orang tua, dan gizi yang
buruk.
Penurunan suhu badan
Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan
panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)
terjadi akibat proses degradasi jaringan karena
autolisis dan kerja bakteri.
Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna
kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar
ke seluruh dinding perut dan berbau busuk
karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-
lain.
Bergantung pada faktor lingkungan RUMUS
CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan
udara:air:tanah = 1:2:8
185. TANDA MATI KLINIS
Tidak ditemukan adanya refleks
Elektro ensefalografi (EEG) mendatar
Nadi tidak teraba
Denyut jantung tidak terdengar
Tidak ada gerak pernapasan
Suara napas tidak terdengar saat auskultasi
186. PERLUKAAN AKIBAT KEKERASAN

PELBAGAI JENIS KEKERASAN


o KEKERASAN BERSIFAT MEKANIK
KEKERASAN TUMPUL
KEKERASAN TAJAM
TEMBAKAN SENJATA API

o KEKERASAN BERSIFAT ALAM


LUKA AKIBAT API
LUKA AKIBAT LISTRIK

o KEKERASAN BERSIFAT KIMIAWI


LUKA AKIBAT ASAM KERAS
LUKA AKIBAT BASA KUAT
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru
terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan
agak menimbul. Proses penyembuhan menyebabkan
warna bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan,
kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi
penyembuhan sempurna dalam 7-10 hari.

Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah


satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan
arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata.
Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan
permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.

Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian mata senjata


yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip
dengan luka yang cukup dalam.
Luka Bakar
Luka bakar api: menimbulkan kerusakan kulit yang bervariasi,
tergantung pada tingginya suhu dan lamanya api mengenai kulit.

Luka bakar benda panas: kerusakan kulit terbatas, sesuai dengan


penampang benda yang mengenai kulit. Bentuk luka sesuai dengan
bentuk permukaan benda padat.

Luka bakar listrik: Benda beraliran listrik saat mengenai kulit, oleh
tahanan yang terdapat pada kulit, akan menimbulkan panas yang
dapat merusak kulit dalam bentuk luka bakar benda padat. Pada
kulit basah, listrik dialirkan tanpa merusak kulit.
Bila listrik mengalir melewati medula oblongata pusat vital akan
terganggu; melewati daerah jantungfibrilasi ventrikel; melewati otot
sela igakejang otot pernafasan.
Luka Bakar
Luka akibat petir: Tubuh
yang tersambar petir
memberikan gambaran
pada kulit seperti cabang
pohonarborescent mark.
Dapat terjadi pecahnya
membrana timpani dengan
perdarahan pada liang telinga
Pakaian compang camping
dengan tepi yang terbakar
Luka Tembak
Luka tembak masuk: pada tubuh korban tersebut akan
didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai
unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut, seperti anak peluru, butir-butir mesiu yang
tidak terbakar atau sebagian terbakar, asap atau jelaga,
api, partikel logam, minyak pada anak peluru.

Luka tembak keluar: tidak adanya kelim lecet, kelim-


kelim lain juga tentu tidak ditemukan. Luka tembak
keluar pada umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk.
Klasifikasi Luka menurut KUHP
Klasifikasi luka dan pasal yang berhubungan:
Luka ringan pasal 352 KUHP = luka derajat satu
Luka sedang pasal 351 (1) atau 353 (1) = luka
derajat dua
Luka berat pasal 90 KUHP
Luka Ringan dan Luka Sedang
Luka derajat satu (pasal 352 KUHP): Luka tersebut
TIDAK menyebabkan penyakit atau halangan
dalam menjalankan pekerjaan
jabatan/pencaharian.

Luka derajat dua (pasal 351(1) KUHP): luka


tersebut TELAH menyebabkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/
pencaharian untuk SEMENTARA WAKTU.
Luka Ringan vs Luka Sedang
Untuk membedakan luka derajat satu atau dua, maka dilakukan
pengujian dengan beberapa kriteria sbb:
Apakah luka tersebut memerlukan perawatan medis, seperti
penjahitan luka, pemberian infus dsb
Apakah luka atau cedera tersebut menyebabkan terjadinya gangguan
fungsi (fungsiolesa)?
Apakah lokasinya di tempat yang rawan, seperti mulut, hidung, leher,
skrotum?
Apakah lukanya tunggal, sedikit, atau banyak?

Bila luka tersebut mutlak memerlukan perawatan medis,


menyebabkan gangguan fungsi, lokasinya pada lokasi rawan dan
jumlah lukanya banyak, maka lukanya pada umumnya merupakan
luka derajat dua. Jika tidak ada satupun hal tersebut
yang terpenuhi maka derajat lukanya adalah satu. Pembedaan luka
derajat satu dan dua pada banyak kasus merupakan hal yang sulit,
sehingga kesimpulan seorang dokter dengan dokter lainnya kadang
berbeda.
Luka Berat
Pasal 90 KUHP menyatakan bahwa luka berat, adalah:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, atau
Yang menimbulkan bahaya maut
Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian
Kehilangan salah satu pancaindera
Mendapat cacat berat
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
Luka yang memenuhi salah satu kriteria pada pasal 90 KUHP
merupakan luka derajat tiga atau luka berat. Jika luka tersebut
tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka lukanya termasuk
derajat satu atau dua.
Contoh VeR
Kasus Perlukaan
..Lanjutan
187. ASFIKSIA
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru.
Pemeriksaan Luar Post Mortem
Luka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan)
yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada
HbO2.

Tardieus spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieus spot


merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran
kapiler darah setempat.

Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena


terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya
fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar
CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih
gelap karena meningkatnya kadar HbCO2..

Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pemeriksaan Dalam Post Mortem
Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi
pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh
& sianotik.
Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih
cair.
Tardieus spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
Busa halus di saluran pernapasan.
Edema paru.
Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada
luka.
Asfiksia Mekanik
Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
Pembekapan (smothering)
Penyumbatan (gagging dan choking)
Penekanan dinding saluran pernafasan:
Penjeratan (strangulation)
Pencekikan (manual strangulation)
Gantung (hanging)
External pressure of the chest yaitu penekanan dinding
dada dari luar.
Drowning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
Inhalation of suffocating gases.
Pembekapan
Obstruksi mekanik aliran udara dari
lingkungan sekitar ke dalam mulut dan atau
rongga hidung, yang menghambat pemasukan
udara ke paru-paru, dengan cara menutup
mulut dan hidung. Penutupan lubang hidung
dan mulut bisa menggunakan tangan, bantal,
atau kantong plastik.
Pemeriksaan Forensik pada Kasus
Pembekapan
Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan
atau geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang,
hidung, lidah dan gusi, yang mungkin terjadi akibat korban melawan.

Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam


bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung
lidah juga dapat mengalami memar atau cedera.

Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal,
maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan
tandatanda kekerasan.

Ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada


pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah
kuku korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.
188. INFORMED CONSENT
Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

Pasien yang telah dewasa (>21 tahun


menurut UU perlindungan anak/ >18 tahun
menurut KKI) dan dalam keadaan sadar.
Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
Suami/ istri
Orang tua (pada pasien anak)
Anak
Saudara kandung
Tujuan Informed Consent
Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )


Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily
assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes /
PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat
dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ).
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus
dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan (
Ayat 2 ).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi


sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran
adalah:
Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter
harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.
Informed Consent
dalam Kasus Kegawatdaruratan
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik,
pengaturan mengenai informed consent pada kegawatdaruratan lebih
tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1)
dijelaskan bahwa Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan
tindakan kedokteran.

Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan


perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin
tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk
melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang
dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang
menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang
dialaminya.

Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
Kesukarelaan pihak penolong.
Itikad baik pihak penolong.
189. ABORTUS PROVOKATUS
Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi
dalam:
Abortus spontan
Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam:
Abortus provokatus terapeutikus & Abortus
provokatus kriminalis

Abortus provokatus kriminalis sajalah yang


termasuk ke dalam lingkup pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum.
Abortus Provocatus Medisinalis
Merupakan abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik.
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab
profesi.
Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis
lain, agama, hukum, psikologi).
Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau
keluarga terdekat.
Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
Prosedur tidak dirahasiakan.
Dokumen medik harus lengkap.
Indikasi Medis Abortus Provocatus
Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang
terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
Mola Hidatidosa
Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika
dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit
keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit
jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru
aktif, toksemia gravidarum yang berat.
Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang
disertaikomplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
Epilepsi yang luas dan berat.
Hiperemesis gravidarum yang berat dengan chorea gravidarum.
Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus
seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan
dengan psikiater.
190. KODEKI
Pasal 1:Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dokter.

Pasal 2: Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya


sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3: Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh


dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.

Pasal 4: Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri.

Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6: Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan


menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7:Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.

Pasal 7a: Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion)
dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b: Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani
pasien

Pasal 7c: Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d: Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.

Pasal 8: Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan


masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik
dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9: Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10:Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan


segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11: Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien


agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya
dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang


diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.

Pasal 13: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai


suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia
dan mampu memberikannya.
KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap
Teman Sejawat
Pasal 14: Setiap dokter memperlakukan
teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.

Pasal 15: Setiap dokter tidak boleh mengambil


alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang
etis.
KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap
Diri Sendiri
Pasal 16: Setiap dokter harus memelihara
kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan
baik.

Pasal 17: Setiap dokter harus senantiasa


mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran/kesehatan.
Penjelasan KODEKI Pasal 3
Penjelasan KODEKI Pasal 3
191. Benda Asing
Lokasi Gejala & Tanda
Hidung Obstruksi hidung, rinorea unilateral, sekret kental & bau.
Edema, inflamasi, kadang ulserasi.
Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if
object can be grasped, or suction for many object.
Laryng Total: laryngeal spasm dysphonia, apneu, cyanosis sudden
death. Removal: heimlich manoeuvre
Partial: hoarseness, croupy cough, odynophagia, wheezing,
cyanosis, hemoptysis, dyspneu, subjective feeling from foreign
body. Removal: laryngoscopy or bronchoscopy.
Trachea Choking, gagging, audible slap, palpatory thud, asthmatoid
wheeze. Removal: bronchoscopy
Bronchus Pulmonum phase: prolong expiration + wheezing.
May cause emphysema, atelectasis, drowned lung, lung
abscess. Removal: bronchoscopy or cervicotomy or
thoracotomy.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


191. Benda Asing
Diagnosis Karakteristik
Rinitis alergi Riwayat atopi (+), gejala: bersin, hidung gatal, rinorea encer,
hidung tersumbat. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau
livid, dengan sekret encer.
Rinitis akut Panas, kering, gatal di hidung Bersin berulang, hidung
tersumbat, ingus encer+demam, sefalgia. Rinoskopi anterior:
mukosa merah & bengkak.
Rinosinusitis Hidung tersumbat, rinorea, post nasal drip, nyeri daerah sinus.
Rinoskopi anterior: mukosa edema & hiperemis.
Transiluminasi: sinus suram. Foto waters: air fluid level,
perselubungan, mukosa menebal.
Polip white-greyish/pale soft tissue containing fluid at meatus
medius. Symptoms: nasal obstruction, nasal discharge,
hyposmia, sneezing, pain, frontalache.
Deviasi septum Riwayat trauma hidung, nyeri kepala dan sekitar mata.
Rinoskopi anterior: deviasi bentuk C/S, dislokasi, krista, spina,
sinekia.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
192. Rhinosinusitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinosinusitis akut 2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
hiposmia/anosmia.
Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan
disebut subakut.
Sinusitis kronik Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala
berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak
gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.
Sinusitis Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh
dentogen tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke
sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.

Sinusitis jamur Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan


radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik, terdapat
gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna
putih keabuan pada irigasi antrum. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Normal sinonasal mucociliary clearance is predicated on (1) ostial patency,
(2) ciliary function, and (3) mucus consistency. Impairment of any of these
factors at the osteomeatal complex may result in mucus stasis, which
under the proper conditions induces bacterial growth.
192. Rhinosinusitis
Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
1. common cold;
2. influenza;
3. measles, whooping cough, etc.

Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:


1. Abses apikal,
2. Cabut gigi.

Organisme penyebab umumnya: Streptococcus


pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis. Pada infeksi gigi, bakteri anaerob dapat
ditemukan.
192. Rhinosinusitis
Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


192. Rhinosinusitis
193. Tonsillitis
Acute tonsillitis:
Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
Detritus follicular tonsillitits
Detritus coalesce lacunar tonsillitis.
Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
Th: penicillin or erythromicin

Chronic tonsillitis
Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
Lymphoid tissue is replaced by scar
widened crypt, filled by detritus.
Foul breath, throat felt dry.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
193. Tonsillitis
Komplikasi tonsillitis akut:
Pada anak sering menimbulkan otitis media akut,
sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses
parafaring, bonkitis, glomerulonefritis akut,
miokarditis, artritis serta septikemia.
Hipertrofi tonsil menyebabkan pasien bernapas
lewat mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur
karena obstructive sleep apnea.

Komplikasi tonsilitis kronik:


Komplikasi ke daerah sekitar, berupa rhinitis
kronik, sinusitis atau otitis media secara
perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen &
limfogen: endokiarditis, artritis, miositis, nefritis,
uveitis, dermatitis, urtikaria.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Tonsilitis difteri
Tonsilitis difteri merupakan salah satu dari
kelompok tonsilitis membranosa
Etiologi: kuman Corynebacterium diphteriae
Sering ditemukan pada anak usia kurang dari
10 tahun
Tonsilitis difteri
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
Gejala umum : subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu
makan, badan lemah, nadi lambat, nyeri menelan
Gejala lokal: tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor membentuk membran semu yang mudah
berdarah, kelenjar limfe leher membengkak
menyerupai leher sapi (bullneck/ Burgemeesters hals)
Gejala akibat eksotoksin:
Pada jantung miokarditis hingga dekom kordis
Pada n.kranial kelumpuhan otot palatum & otot
pernapasan
Pada ginjal albuminuria
Terapi
Anti difteri serum 20.000-100.000 unit
Antibiotik Penicillin atau Eritromisin 25-50 mg/kg
dibagi 3 dosis selama 14 hari
Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/ hari
Pengobatan simptomatis (antipiretik)
Isolasi dan tirah baring selama 2-3 minggu
194. Epistaksis
Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum
Nadi, napas, tekanan darah

Hentikan perdarahan
Bersihkan hidung dari darah & bekuan
Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
194. Epistaksis
Epistaksis anterior:
Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


194. Epistaksis
Epistaksis Posterior
Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
195. Uji Penala
Uji pendengaran dengan garputala dapat
membedakan ketulian karena tuli konduktif

Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach Diagnosis


Positif Tidak ada Sama dengan normal
lateralisasi pemeriksa
Negatif Lateralisasi ke memanjang Tuli konduktif
telinga yang sakit
Positif Lateralisasi ke memendek Tuli
telinga yang sehat
195. Uji Penala
Cara Pemeriksaan :
Tes Rinne penala digetarkan, tangkainya diletakkan
pada prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala
diletakkan depan telinga
Positif (+) bila masih terdengar
Negatif (-) bila tidak terdengar
Tes Weber penala digetarkan dan tangkai penala
dilerakkan di garis tengah kepala
Tes Swabach penala digetarkan, tangkai penala
diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
terdengar bunyi, lalu segera pindahkan pada prosesus
mastoid pemeriksa
Memendek bila pemeriksa masih mendengar
196. Vertigo
Dizziness/pusing:
Vertigo/vestibular dizziness
Sensasi badan terasa berputar
Penyebab: sistem vestibuler

Nonvertiginous/nonvestibular dizziness
Imbalance, disekuilibrium (rasa akan jatuh),
sinkop/presinkop (rasa akan pingsan, seperti melayang)
Penyebab: sistem nonvestibular
Sistem propriospetif, sistem visual
Kardiovaskular (hipotensi, anemia, aritmia)
Psikogenik, hiperventilasi
196. Vertigo
Vestibular vs nonvestibular dizziness
196. Vertigo

Sistem vestibular:
Perifer: kanalis semisirkularis & organ otolitik
(sakula dan utrikula), nervus vestibularis
Sentral: batang otak, serebelum, lobus temporal.
196. Vertigo
Perbedaan vertigo sentral & perifer

Oscillopsia: sensasi pandangan yang bergerak menjauh & mendekat


(osilasi)
196. Vertigo
Vertigo of peripheral origin
Condition Details
BPPV Brief, position-provoked vertigo episodes caused by abnormal
presence of particles in semisircular canal. Characteristic
nystagmus (latent, rotatory, fatigable) with Dix-Hallpike test.
Menieres disease An excess of endolymph, causing distension of endolymphatic
system (vertigo, tinnitus, sensorineural deafness). Therapy: low
salt diet, diuretic, surgery, transtympanic gentamycin
Vestibular neuronitis Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus
Acute labyrinthitis Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection
Labyinthine infarct Compromises blood flow to labyrinthine
Labyrinthine concussion Damage after head trauma
Perylimph fistula Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage
into middle ear
196. Vertigo
Vertigo of central origin
Condition Details
Migraine Vertigo may precede migraines or occur
concurrently
Vascular disease Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar
syndrome can affect brainstem or cerebellum
function
Multiple sclerosis Demyelination disrupts nerve impulses which can
result in vertigo
Vestibular epilepsy Vertigo resulting from focel epileptic discharges in
the temporal or parietal association cortex
Cerebellopontine tumours Benign tumours in the interal auditory meatus
Betahistin in vertigo
Increase in cochlear blood
flow (H3 pre-synaptic
heteroreceptor antagonism)

Decrease resting discharge


in labyrin hair cells (H3 Vestibular compensation
antagonist and H1 agonist)

Inhibition of firing activity of


vestibular nuclei (H3
receptor antagonis)
197. Meniere syndrome
Etiologi/Patofisiologi
Chronic disease of the inner ear
Recurrent episodes of vertigo unilateral
progressive nerve deafness, tinnitus
Increase in endolymph fluid increased pressure
in the inner ear
The cause is unknown
Attack triger : alcohol, nicotine, stress, bright
lights, sudden movement of the head
AAO-HNS Criteria for Menieres
Disease Diagnosis
Major symptoms
1. Vertigo
Recurrent, wll-defined episodes of spinning or rotation, duration from 20
min to 24 hr
Nystagmus associated attacks
Nausea and vomitting during vertigo spells common
No neurologic symptoms with vertigo
2. Deafness
Hearing deficits fluctuate
Sensorineural hearing loss
Hearing loss progressive, usually unilateral
3. Tinnitus
Variable, often low-pitched and louder during attacks
Usually unilateral
subjective
198. Imaging for Facial Trauma
Foto Deskripsi
Waters Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus
Schedel PA & PA: frontal sinus
lateral Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller Lateral mastoid


Towne Posterior wall of maxillary sinus
Caldwell Frontal sinus,inferior and posterior orbital rim
Rhese/oblique Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, & floor
of orbit.
Waters View
Waters view
The Waters (occipitomental) view is perhaps
the best overall view for observing facial
fractures in general.
The Waters view demonstrates the orbits,
maxillae, zygomatic arches, dorsal pyramid,
lateral nasal walls, and septum
Caldwells View
Laterals View
Townes View
Nasal Fractures
Most common of
all facial fractures.
Injuries may occur
to other
surrounding bony
structures.
3 types:
Depressed
Laterally displaced
Nondisplaced
Nasal Fractures
Clinical findings:
Nasal deformity
Edema and tenderness
Epistaxis
Crepitus and mobility
Nasal Fractures
Diagnosis:
History and physical
exam.
Lateral or Waters view
to confirm your
diagnosis.

Treatment:
Control epistaxis.
Drain septal hematomas.
Refer patients to ENT as
outpatient.
199. Otitis Media
Otitis media supuratif kronik
Infeksi kronik dengan sekresi persisten/
hilang timbul (> 2 bulan) melalui membran
timpani yang tidak intak.

Mekanisme perforasi kronik


mengakibatkan infeksi persisten:
Kontaminasi bakteri ke telinga tengah
secara langsung melalui celah
Tidak adanya membran timpani yang intak
menghilangkan efek "gas cushion" yang
normalnya mencegah refluks sekresi
nasofaring.

Petunjuk diagnostik:
Otorea rekuren/kronik
Penurunan pendengaran
Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Pembagian Komplikasi Otitis Media
(Souza dkk, 1999)
Komplikasi Otitis Media dibagi menjadi:
Komplikasi Intratemporal telinga tengah,
rongga mastoid, telinga dalam
Komplikasi Ekstratemporal :
Komplikasi intrakranial abses ekstradura, abses
subdura, abses otak, meningitis, tromboflebitis sinus
lateralis, hidrosefalus otikus
Komplikasi ekstrakranial abses retroaurikuler, abses
Bezolds, abses zigomatikus
200. Kelainan Telinga Luar
Pseudokista
Benjolan di daun teling yang
disebabkan oleh kumpulan cairan
kekuningan di antara lapisan
perikondrium & tulang rawan
telinga.

Biasanya pasien datang karena


benjolan di daun telinga yang tidak
nyeri & tidak diketahui
penyebabnya.

Terapi: cairan dikeluarkan secara


steril, lalu dibalut tekan sengan
semen gips selama 1 minggu supaya
perikondrium melekat pada tulang
rawan kembali.
200. Kelainan Telinga Luar
Hematoma of the auricle
Severe blunt trauma to the auricle may cause hematoma.
Edematous, fluctuant, & ecchymotic pinna.
If left untreated may cause infection perichondritis.
Th/: incision & drainage/needle aspiration pressure bandage

Perichondritis of the Auricle


Most often as a result of trauma, with penetration of the skin &
a contaminated wound.
The auricle becomes hot, red, swollen, & tender after the
contaminating injury
infection under the perichondrium necrosis of the cartilage
fibrosis severe auricular deformity (cauliflower ear)
Th/: antibiotics. If there is fluctuance from pus drainage.

Keloid
May develop at the same piercing site on the lobe.

Anda mungkin juga menyukai