Anda di halaman 1dari 770

PEMBAHASAN TO 2

Optimaprep
Batch II UKDI 2014
Office Address:
Jakarta :
JlPadang no 5, Manggarai, Setiabudi,
Jakarta Selatan
(Belakang Pasar Raya Manggarai)
Phone Numbers:
021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694 dr. Widya, dr. Alvin, dr. Yolina
Medan : dr. Cahyo, dr. Ayu, dr. Gregorius
JlSetiabudi no 65G, Medan
Phone numbers : 061 82292290
pin BB : 24BF7CD2
www.optimaprep.com
ILMU PENYAKIT DALAM
1. Hipoglikemia pada Pasien DM
• Pasien dengan diabetes dapat mengalami episode
hipoglikemia karena berbagai penyebab. Salah
satu penyebabnya adalah kelebihan insulin, baik
eksogenik maupun endogenik.

• Insidensi terjadinya hipoglikemia (episodes per


100 pasien/tahun):
• Pada pasien dengan diabetes tipe 1—11.5
• Pada pasien dengan diabetes tipe 2 dengan insulin—11.8
• Pada pasien dengan diabetes tipe 2 dengan obat
hipoglikemik oral—0.05.

Hypoglycemia in diabetes: Common, often unrecognized. Cleveland clinical journal of medicine. Vol 71. 4 April 2004.
1. Hipoglikemia in DM Patients
• Diagnosis hipoglikemia adalah adanya kriteria
Whipple's triad:
– Gejala konsisten dengan hipoglikemia
– Plasma konsentrasi glukosa yang rendah
– Hilangnya gejala hipoglikemia setelah diberikan glukosa.
• Apabila pasien masih sadar dan dapat mengkonsumsi
secara oral, maka dapat diberikan glukosa tablet atau
cairan yang mengandung glukosa, permen, atau
makanan.
• Jika pasien tidak sadar atau tidak dapat mengkonsumsi
makanan per oral, dapat diberikan cairan glukosa (25g)
diikuti dengan infuse glukosa dan pemantauan glukosa
serial.
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Hipoglikemia in DM Patients
• PERKENI 2011:
– Bagi pasien dengan kesadaran yang masih baik,
diberikan makanan yang mengandung karbohidrat
atau minuman yang mengandung gula berkalori atau
glukosa 15-20 gram melalui intra vena.
– Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15
menit setelah pemberian glukosa.
– Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia
berat.
– Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar,
sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum
dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
Obat Diabetes
Antidiabetik Oral
• Cara Pemberian obat antidiabetik oral, terdiri dari:
– Obat dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal
– Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
– Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
– Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
– Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
– Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
– DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.
16. Antidiabetic Drugs
16. Antidiabetic Drugs
2. KAD
• Keadaan dekompensasi metabolik (trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis), hal ini terutama yang disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut, tetapi bisa juga terjadi
pada defisiensi insulin relatif.
• Defisiensi absolut insulinpeningkatan lipolisis
konsentrasi asam lemak bebas meningkat+
ketonasidosis
• Akumulasi keton dalam darah amuntah, nafas bau
keton, pernapasan kusmaul, penurunan kesadaran dan
asidosis metabolik. Osmotic diuresis karena
hiperglikemia dehidrasi.
• Defisiensi insulin menyebabkan aktivitas sitrat sintase
menurun sehingga siklus kreb tidak aktif sehingga asetil
koA akan dialihkan ke siklus sintesis keton.
2. KAD
Penanganan KAD
• Ganti cairan : 2-3 liter normal salin selama 1-3 jam (15-20
ml/kg/jam), lalu 0.45% salin sekitar 250-500 ml/jam;ganti
dengan 5% glukosa dan 0.45% salin sekitar 150-250 ml/jam
ketika glukosa mencapat 200 mg/dL
• Terapi dengan short acting insulin : IV 0.1 U/kgBB. Lalu 0.1
unit/kgBB/jam dengan IV infus kontinu. Naikan 2-3 kali lipat
jika tidak ada respons dalam 2-4 jam. Jika kalium < 3.3
mEq/L jangan berikan insulin sebelum kalium dikoreksi, jika
kalium >5.2 mEq/L jangan berikan suplemen kalium
– Koreksi kalium : ganti kalium 10 mEq/jam ketika plasma kurang
dari 5.0-5.2 mEq/L, EKG normal, urine output dan kreatinin
normal. Berikan 40-80mEq/jam ketika plasma kalium < 3.5
mEq/L atau berikan bikarbonat.
– Cek glukosa kapiler tiap 1-2 jam, cek elektrolit dan analisis gas
darah tiap 4 jam pada 24 jam pertama.
– Monitor tanda vital, kesadaran dan intake output cairan tiap 1-4
jam.
3-5. Tuberkulosis
• Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh
mycrobacterium tubercolosis dengan gejala
yang sangat bervariasi
• Kuman TB berbentuk batang, memiliki sifat
tahan asam terhadap pewarnaan Ziehl
Neelsen sehingga dinamakan Basil Tahan
Asam (BTA).
Tanda dan Gejala
1. Gejala lokal/ gejala respiratorik
 batuk - batuk > 2 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
2. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun
Pemeriksaan fisik
• Pada TB paru  tergantung luas kelainan struktur
paru. Umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta
daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah.
• Pleuritis TB  kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
• Pada limfadenitis TB  terlihat pembesaran kelenjar
getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah axila
Pemeriksaan Sputum BTA
• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak
dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
• Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari
berturut-turut atau dengan cara:
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan
dahak pagi)
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
 Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
Pembagian OAT sesuai klasifikasi TB:

1) OAT Kategori 1 2RHZE/4 (RH)3


a) Pasien baru TB paru BTA (+)
b) Pasien TB baru BTA (-) foto toraks positif
c) Pasien TB ekstra paru
2) OAT Kategori 2 2(RHZE)S/ (RHZE)/5(RH)3E3
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA
positif yang telah diobati sebelumnya :
a) Pasien kambuh/relaps
b) Pasien gagal
c) Pasien dengan pengobatan setelah putus
berobat (default)
Efek Ssamping OAT
MAYOR Kemungkinan Penyebab HENTIKAN OBAT
Gatal & kemerahan Semua jenis OAT Antihistamin & evaluasi
ketat
Tuli Streptomisin Stop streptomisin
Vertigo & nistagmus (n.VIII) Streptomisin Stop streptomisin
Ikterus Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT s.d.
ikterik menghilang,
hepatoprotektor
Muntah & confusion Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT & uji
fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Stop etambutol
Kelainan sistemik, syok & Rifampisin Stop rifampisin
purpura
Minor Kemungkinan Penyebab Tata Laksana
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin OAT diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Aspirin/allopurinol
Kesemutan s.d. rasa INH Vit B6 1 x 100 mg/hari
terbakar di kaki
Urine kemerahan Rifampisin Beri penjelasan
• Untuk pemantauan pengobatan dilakukan pemeriksaan
spesimen sebanyak 2 kali (sewaktu, pagi). Bila salah
satu/keduanya (+), maka hasil dinyatakan BTA (+)
Tipe pasien TB Waktu Periksa Hasil BTA Tindak Lanjut
Pasien baru BTA (+), Akhir tahap (-) Tahap lanjutan dimulai
OAT kategori 1 intensif
(+) OAT sisipan 1 bulan, jika masih (+) tahap
lanjutan tetap diberikan
Sebulan sebelum (-) Sembuh
akhir atau di akhir
(+) Gagal, mulai OAT kategori 2
pengobatan
Pasien baru BTA (-) & Akhir intensif (-) Berikan pengobatan tahap lanjutan s.d.
Roentgen (+) OAT selesai, kemudian pasien dinyatakan
kategori 1 pengobatan lengkap
(+) Ganti dengan kategori 2 mulai dari awal
Pasien baru BTA (+), Akhir intensif (-) Teruskan pengobatan dgn tahap lanjutan
OAT kategori 2
(+) OAT sisipan 1 bulan, jika masih (+) tahap
lanjutan tetap diberikan. Uji resistensi.
Sebulan sebelum (-) Sembuh
akhir atau di akhir
(+) Belum ada obat, disebut kasus kronk. Rujuk.
pengobatan
Pelatihan DOTS. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2008.
6-7. Anemia
• Menurut WHO, anemia merupakan keadaan
dimana terjadi pengurangan jumlah sel darah
merah, baik itu dalam kadar hemoglobin dan
atau hematokrit, selama volume darah total
dalam batas normal. WHO memakai standard
kadar Hb < 12,5 g/dL untuk dapat
menegakkan diagnosis anemia. Di Amerika,
digunakan batas Hb < 13,5 g/ dL untuk laki-laki
dan <12,5 dL untuk perempuan.
Gejala anemia
• Gejala dapat bervariasi
• Pada anemia karena
kehilangan darah yang akut,
lemah atau pun tidak
sadar.
• Sementara pada keadaan
pendarahan kronisbadan
lemah atau bahkan tidak
bergejala sama sekali.
• Pada anemia hemolisis
perubahan warna kulit
menjadi warna kuning
(ikterus) karena proses
hemolisis yang menghasilkan
bilirubin
Parameter pengukuran anemia

Measurement Normal Range


A. RCC 5 million 4 to 5.7
B. Hemoglobin 15 g% 12 to 17
C. Hematocrit 45 % 38 to 50

MCV C ÷ A x 10 = 90 fl
MCH B ÷ A x 10 = 30 pg
MCHC (%) B ÷ C x 100 = 33%
www.drsarma.in
Pembagian Anemia
• Jika MCV lebih rendah dari batas bawah: anemia
mikrositik
• Jika MCV dalam batas normal: anemia normositik
• Jika MCV lebih besar dari batas atas: anemia
makrositik
• Jika MCH lebih rendah dari batas bawah: anemia
hipokrom
• Jika MCH dalam batas normal: anemia normkrom
• Jika MCH lebih besar dari batas atas: anemia
hiperkrom
Contoh Anemia
• Anemia mikrositik hipokrom (anemia
defisiensi besi, thalasemia, anemia penyakit
kronis)
• Anemia normositik normokrom (perdarahan
akut, anemia penyakit kronis, anemia akibat
gagal ginjal kronis)
• Anemia makrositik (anemia defisiensi asam
folat dan B12)
Anemia Aplastik
• Sebuah kelainan hematologik yang ditandai
dengan penurunan komponen selular pada
darah tepi yang diakibatkan oleh
kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada
keadaan ini jumlah sel-sel darah yang
diproduksitidak memadai.
• Penderita mengalami pansitopenia, yaitu
keadaan dimana terjadikekurangan jumlah sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
• Kebanyakan pasien penyebabnya adalah
idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak
diketahui, disebut anemua aplastik idiopatik
• Anemia aplastik dapat juga terkait dengan
infeksi virus (EBV, hepatitis, HIV) dan dengan
penyakit lain
• Anemia aplastik sering diakibatkan oleh
radiasi dan paparan bahan kimia (benzene)
Gejala
• Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga
keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari
pansitopenia tersebut.
• Hipoplasia eritropoietik akanmenimbulkan anemia
dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoed’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan
lain-lain.
• Pengurangan elemen leukosit penderita
menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun
bersifat sistemik.
• Trombositopenia  pendarahan di kulit, selaput lendir
atau pendarahan di organ-organ.
Pemeriksaan penunjang
• Darah: dapat ditemukan anemia normositik
normokrom, pada anemia aplastik awal tidak
selalu ditemukan pansitopenia.
• Biopsi sum-sum tulang: Hiposeluler, aspirasi
sumsum tulang biasanya mengandung
sejumlah spikula dengandaerah yang kosong,
dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel
hematopoiesis.
Penanganan
• Pengobatan suportif (transfusi darah pada kasus
anemia dengan kadar Hb<7-8 g%, atau trombosit
pada perdarahan dengan kadar trombosit
20.000/mm3)
• Imunosupresif: Obat-obatan yang termasuk
terapi imunosupresif adalah
antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A
(CSA)
• Transplantasi sumsum tulang
8. Aritmia

Aritmia adalah abnormalitas pada laju dan irama (ritme) elektrik jantung)

• Irama yang bukan berasal dari nodus SA


• Irama yang tidak teratur (meskipun berasal dari nodus SA)
• Frekuensi denyut jantung < 60 kali/menit (sinus
bradikardia) atau > 100 kali/menit (sinus takikardia)
• Terdapat hambatan impuls supra dan intra-ventrikuler

Rahman AM. Mekanisme klasifikasi aritmia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p1530-1.
• Terdapat tiga keadaan pada saat aliran arus di otot jantung tidak
terjadi dan EKG berada di garis dasar atau isoelektrik
– Segmen PR
– Segmen ST
– Interval TP
Fibrilasi atrial
• Jenis aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktik
sehari-hari.
• Hubungan dengan penyakit jantung dan stroke emboli
• Penyakit jantung yang berhubungan dengan fibrilasi atrial
 PJK, kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofik,
penyakit jantung katup, perikarditis, aritmia jenis lain
(takikardia atrial, fluter atrial, TRNA, sindrom WPW, sick
sinus syndrome)
• Penyakit sistemik yang berhubungan dengan AF adalah
hipertensi, diabetes, hipertiroidisme, PPOK, hipertensi
pulmonal, emboli paru akut, gangguan sistem saraf
otonom.
Mekanisme fibrilasi atrial
• AF  paroksismal bila kurang dari 48 jam, persisten
bila terjadi lebih dari 48 jam tapi < 7 hari, dan kronis
bila > 7 hari (dengan kardioversi pun sulit
mengembalikan ke irama sinus normal).
• AF dapat simptomatik maupun asimptomatik. Pasien
umumnya mengeluh berdebar-debar, sakit dada, sesak
nafas, cepat lelah, sinkop, atau gejala tromboemboli
• Anamnesis AF:
– lama timbulnya gejala-gejala AF,
– beratnya gejala yang muncul,
– penyakit jantung yang mendasari.
• Pada pemeriksaan fisis perlu dilakukan pengukuran
tanda vital, JVP, ronki paru dan bunyi jantung S3
untuk melihat apakah ada gagal jantung, dan murmur
untuk mengetahui adanya kelainan katup.
• Pemeriksaan penunjang yang penting adalah EKG,
foto rontgen toraks, laboratorium (hematokrit, TSH,
enzim marker iskemia jantung), ekokardiografi, dan
uji latih jantung.
• Studi lain yang lebih spesifik adalah elektrofisiologi
dengan pemantauan selama 24 jam (holter monitoring).
EKG fibrilasi atrial
Prinsip terapi
• Kardioversi (farmakologis dan elektrik)
• Mempertahankan irama sinus
• Kontrol laju irama ventrikel
• Pencegahan tromboemboli
Anti-aritmia
Tipe Nama obat

Tipe IA Disopiramid, kuinidin

Tipe IB Lidokain, Meksiletin

Tipe IC Flekainid, moricizin, propafenon

Tipe II Beta blocker (propranolol)

Tipe III Amiodaron, bretilium, dofetilid, ibutilid, sotalol

Tipe IV CCB non-dihidropiridin (verapamil dan diltiazem)


AF episode pertama
AF paroksismal rekuren
AF persisten rekuren
Atrial flutter
• Atrial flutter  depolarisasi atrium yang
reguler tetapi cepat dengan kecepatan 200-300
denyut/menit.
• Ventrikel tidak dapat mengimbangi kecepatan
secepat ini. Karena periode refrakter jaringan
penghantar lebih lama daripada atrium, maka
nodus AV “menyerah” tidak mampu mengikuti
respons atrium.
• Mungkin hanya satu dari dua atau tiga impuls
yang masuk ke ventrikel melalui nodus AV (2:1
atau 3:1)
EKG atrial flutter
Terapi atrial flutter
Pengobatan yang paling efektif adalah kardioversi dengan
low energy (25-50 Joule).
Bila frekuensi ventrikel sampai meningkat, dapat
diturunkan dengan CCB, beta blocker, atau digitalis yang
memblokade nodus AV. Setelah itu, dapat diberikan anti-
aritmia golongan IA atau IC, atau amiodaron untuk
mengubah menjadi irama sinus normal.
Pencegahan jangan sampai kembali ke fluter atrial
menggunakan anti-aritmia golongan IA, IC, atau golongan
III. Ablasi dengan radiofrekuensi biasanya dilakukan di
lokasi sekitar katup trikuspid. Keberhasilannya mencapai
85%.
9. AV blok
10. Acute Coronary Syndrome

http://acutemed.co.uk/diseases/ACS+%28Acute+Coronary+Syndrome%29
Pengobatan ACS
Evolusi EKG pada Acute MI dan Waktu Peningkatan
Biomarker
11.Kolesistitis akut
• Kolelitiasis:
– Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak,
hilang dalam 30 menit-3 jam, mual,
setelah makan berlemak.
• Kolesistitis:
– Nyeri kanan atas → bahu/punggung,
mual, muntah, demam
– Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)
• Koledokolitiasis:
– Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.
• Kolangitis:
– Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik,
demam/menggigil
– Reynold pentad: charcot + syok & mitral
stenosis
Kolesisititis
• Terapi Medik
– Puasa, NGT, tatalaksana cairan & elektrolit
– NSAID untuk analgesik karena lebih sedikit
menimbulkan spasme sfingter Oddi daripada
morfin.
– Antibiotik IV: piperacillin, ampicillin sulbactam,
ciprofloxacin, moxifloxacin, & sefalosporin
generasi 3.
Terapi Bedah
– Waktu optimal untuk operasi tergantung
kestabilan pasien.
– Kolesistektomi dini (dalam 72 jam) merupakan
terapi pilihan pada sebagian besar pasien
kolesistitis akut.
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Nyeri epigastrik Membaik dgn makan Tidak spesifik Urea breath test (+): Dispepsia PPI:
Kembung (ulkus duodenum), H. pylori ome/lansoprazol
Memburuk dgn Endoskopi: H. pylori:
makan (ulkus eritema (gastritis klaritromisin+amoksi
gastrikum) akut) lin+PPI
atropi (gastritis
kronik)
luka sd submukosa
(ulkus)
Nyeri epigastrik Gejala: mual & Nyeri tekan & Peningkatan enzim Pankreatitis Resusitasi cairan
menjalar ke muntah, Demam defans, perdarahan amylase & lipase di Nutrisi enteral
punggung Penyebab: alkohol retroperitoneal darah Analgesik
(30%), batu empedu (Cullen:
(35%) periumbilikal, Gray
Turner: pinggang),
Hipotensi
Nyeri kanan atas/ Prodromal (demam, Ikterus, Transaminase, Hepatitis Akut Suportif
epigastrium malaise, mual) → Hepatomegali Serologi HAV, HBSAg,
kuning. Anti HBS
Nyeri kanan atas/ Risk: Female, Fat, Nyeri tekan USG: hiperekoik dgn Kolelitiasis Kolesistektomi
epigastrium Fourty, Hamil abdomen acoustic window Asam
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 ursodeoksikolat
berlemak, Mual, menit
TIDAK Demam
Nyeri epigastrik/ Mual/muntah, Murphy Sign USG: penebalan Kolesistitis Resusitasi cairan
kanan atas menjalar Demam dinding kandung AB: sefalosporin gen.
ke bahu/ punggung empedu (double 3 + metronidazol
rims) Kolesistektomi
12. Pankreatitis
Diagnsis pankreatitis akut ditegakkan berdasarkan:
• Pemeriksaan klinik: nyeri abdomen regio epigastrik
yang menjalar ke belakang pasien. Faktor risiko berupa
penggunaan alkohol dan penyakit bilier.
• Analisis biokimia: Setidaknya peningkatan amilase dan
lipase sebanyak tiga kali lipat. Pemeriksaan lain berupa
fungsi hati dan profil lipid juga diperlukan.
• Evaluasi radiologis: Peran radiografi seperti USG dan
CT scan adalah untuk mendeteksi adanya inflamasi
pankreas, penyebab dan mengeksklusi sumberpatologi
lain.
13. Sindrom Uremikum
• Sindrom uremikum adalah komplikasi dari
penyakit gagal ginjal kronik. Istilah uremia
awalnya memiliki arti ‘Urin Dalam Darah’.
• Sindrom uremikum umumnya berkembang
pada kasus penyakit ginjal kronik dengan
bersihan kreatinin dibawah kreatinin.
• Pasien datang dengan keluhan mual, muntah,
lemah, anorexia, pruritus
14. Penyakit ginjal kronik
• Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi
lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
– Kelainan patologis
– Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan
dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam
tes pencitraan (imaging test).
• LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
TABEL KLASIFIKASI PGK BERDASARKAN
Klasifikasi di samping
DERAJATNYA banyak digunakan,
Der Deskripsi LFG (ml/mnt/1,73m2) berdasarkan guideline dari
ajat National Kidney
0 Adanya faktor risiko >90
Foundation. Rumus
untuk PGK Kockroft-Gault dijadikan
1 Kerusakan ginjal ≥ 90 dasar penghitungan LFG.
dengan LFG normal
atau ↑
2 Kerusakan ginjal 60-89 LFG (ml/mnt/1,73m2) =
dengan LFG ↓ ringan (140-umur) x BB* / 72x
3 Kerusakan ginjal 30-59
kretinin plasma (mg/dl)
dengan LFG ↓ sedang
4 Kerusakan ginjal 15-29 *pada perempuan dikalikan
dengan LFG ↓ berat 0,85
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Sumber: diadaptasi dari Suwitra K (2009)
Terapi PGK
Terapi Penyakit Dasar PGK
Waktu yang optimal untuk memberikan terapi untuk penyakit dasar
PGK adalah sebelum terjadinya penurunan LFG (Tabel). Namun bila
LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

Memperlambat Progresifitas PGK


Faktor utama yang menyebabkan perburukan fungsi ginjal adalah
adanya hiperfiltrasi intraglomerular yang disebabkan oleh
berkurangnya massa ginjal dan aktivasi sistem renin-angiotensin.
Hiperfiltrasi ini kemudian menyebabkan terjadinya kebocoran
protein melewati glomerulus sehingga timbul proteinuria.
Sehingga, cara yang penting untuk mengurangi hiperfiltrasi adalah
dengan pembatasan asupan protein dan memberikan obat
antihipertensi untuk mengontrol hipertensi sistemik dan
glomerular.
Terapi PGK (2)
• Anemia → Penanganan anemia pada PGK adalah
dengan memberikan EPO. Status besi harus selalu
diperhatikan karena EPO memerlukan besi untuk dapat
bekerja. Transfusi harus dihindari kecuali anemia gagal
berespon terhadap pemberian EPO dan pasien
simptomatik. Sasaran Hb menurut berbagai studi
klinik adalah 11-12 gr/dl.
• Dalam penanganan nefropati diabetik diperlukan
kontrol gula darah yang baik. Kadar glukosa
preprandial yang direkomendasikan adalah 90-130
mg/dl dan kadar HbA1c harus <7%.
Terapi PGK (3)
• Pemberian terapi antihipertensi juga diperlukan untuk
menurunkan albuminuria dan mengurangi progresifitasnya
meskipun pada pasien diabetes yang normotensi. Secara
umum, penggunaan ACE inhibitor dan ARB memiliki efek
renoprotektif, dengan jalan menurunkan tekanan
intraglomerular dan menginhibisi jalur angiotensin yang
menginduksi sklerosis ginjal, serta menghambat jalur mediasi
TGF-β.
• Osteodistrofi renal→ mengatasi hiperfosfatemia dan
pemberian hormon kalsitriol (1.25(OH)2D3) , asupan fosfat
dibatasi 600-800 mg/hari. Pemberian pengikat fosfat seperti
garam kalsium, alumunium hidroksida, atau garam
magnesium dapat diberikan untuk menghambat absorpsi
fosfat. Garam kalsium yang banyak digunakan adalah kalsium
karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat.
Terapi PGK (4)
• Imbalans cairan dan elektrolit → dengan berasumsi bahwa
insensible water loss adalah 500-800 ml/hari (sesuai dengan luas
permukaan tubuh), maka air yang masuk per hari dianjurkan 500-
800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi
kadarnya adalah kalium karena hiperkalemia dapat menyebabkan
aritmia jantung. Selain itu, natrium juga perlu diawasi untuk
mengendalikan hipertensi dan edema. Untuk penanganannya telah
dibahas pada bab Gangguan Ginjal Akut.
• Terapi pengganti ginjal diindikasikan bila klirens kreatinin <15
ml/menit. Dibandingkan dengan pasien nondiabetik, hemodialisis
pada pasien DM lebih sering menimbulkan komplikasi seperti
hipotensi (karena adanya neuropati autonom yang menyebabkan
hilangnya refleks takikardia), sulitnya akses vena, dan cepatnya
progresi retinopati
15. Gagal Jantung dan Murmur
16. Irritable Bowel Syndrome
• Diagnosis ini merupakan diagnosis perekslusionam
• Berbeda dengan IBD yang merupakan kelainan dengan
dasar patologis tertentu, pada IBS umumnya tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan penunjang.
• Kriteria diagnosis:
– Nyeri abdomen atau perasaan tidak nyaman dengan
frekuensi 3 kali per bulan dalam waktu tiga bulan terakhir,
beserta dua atau lebih gejala berikut:
• Nyeri membaik dengan defekasi
• Perubahan frekuensi feses
• Perubahan bentuk feses
IBD vs IBS
Inflammatory Bowel Disease
Crohn disease Colitis ulserativa
• Diare, umumnya tidak • Diare, dapat dengan atau
berdarah tanpa darah, berlendir
• Nyeri perut pada regio • Tenesmus atau perasaan
kanan bawah tidak lampias BAB
• Nyeri dicetuskan oleh • Nyeri regio rektal
makanan • Endoskopi: pseudopolyp,
• Endoskopi: skip lesion umumnya melibatkan
(lesi terputus oleh regio rektum dan lesi berlanjut
usus yang sehat), tanpa diselingi bagian
cobblestone usus sehat (continuous
lesion)
17. Krisis Tiroid
Goiter Simpleks
• Goiter simpleks (goiter
nontoksik) pembesaran Faktor Risiko:
tirod yang tidak berkaitan •Defisiensi iodin
dengan hipertiroid atau
hipotiroid dan bukan •Goitrogen
merupakan hasil proses •Faktor herediter
peradangan atau neoplastik.
•Peningkatan
• Goiter dapat dikaitkan dengan
kondisi normal, peningkatan konsentrasi estrogen
atau penurunan sekresi •imunoglobulin
sehingga dikenal goiter
hipofungsional,
hiperfungsional, dan
eufungsional.
Fisiologi
Biosintesis hormon tiroid
1. Penangkapan iodida
2. Sintesis tiroglobulin (TGB) di
retikulum endoplasma kasar,
dimodifikasi oleh kompleks
Golgi dan dimuat dalam vesikel
sekretori.
3. Iodida menjadi iodium
4. Organifikasi iodium ke tirosin
TGB membentuk MIT dan DIT
5. Coupling. 2 molekul T2
membentuk T4. Gabungan T1
dan T2 membentuk T3.
6. Pinositosis dan digesti koloid
7. Pelepasan hormon
8. Transport di darah
Patofisiologi
• Defisiensi iodin, peningkatan konsumsi
goitrogenHiperplasia kronis goiter koloid
difus.
• Namun jika dalam proses rangsangan terjadi
hiperplasi dan involusi berulang  terbentuk
nodul
Diagnosis
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik
– Gejala kadang asimtomatis dan hanya berupa
pembesaran massa, tetapi dapat juga menunjukkan
gejala obstruktif seperti disfagia. Pemeriksaan fisik
menentukan derajat goiter dan tanda-tanda lain
terkait tiroid hiperfungsional atau hipofungsional
• Pemeriksaan fungsi tiroid dan USG (baik untuk
mengetahui jumlah, ukuran, dan karakter
sonografik nodul tiroid)
Terapi
• Pilihan terapi mencakup tiroidektomi jika
ukuran goiter signifikan, radioaktif iodium
dengan iodine-131, dan levothyroxine (L-
thyroxine atau T4) therapy.
18. Graves Disease
Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi. Hipertiroidisme:
tirotoksikosis yang disebabkan oleh kelenjar
tiroid hiperaktif.
Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema
pretibial.
Indeks Wayne utk pasien dengan hipertiroidisme

• Skor>19
hipertiroid
• Skor<11
eutiroid
• Antara 11-
19equivocal
Faktor Risiko & Etiologi
• Kerentanan Genetis
• Infeksi
• Gender
• Stress
• Kehamilan
• Iodin dan obat-obatan
• Iradiasi
Patofisiologi
• Autoimunitas sel limfosit B & T ke antigen:
– Tiroglobulin
– Peroksidase tiroid
– Na+I- simporter
– Reseptro tirotropin
• Hyperthyroidism:
Tes Fungsi Tiroid

↑TSH, ↓T4 Hipotiroid


↑TSH, T4 normal Hipotiroid subklinis,
hipotiroid dalam
perawatan.
↑TSH, ↑ T4 TSH secreting tumor,
resistensi hormon tiroid
↓TSH, ↑T4 atau ↑T3 Hipertiroid
↓TSH, T4 & T3 normal Hipertiroid subklinis
↓TSH, ↓T4 dan ↓T3 Sick euthyriodism,
Preferensi tes dengan fT4 gangguan pituitari
dan fT3 dibanding T4 dan TSH normal, T4 abnormal Perubahan TBG, gangguan
T3 total karena tidak laboratorium,
dipengaruhi level TBG amiodaron,tumor TSH
pituitari.
Tata Laksana
• Terapi Obat Antitiroid
– Titrasi
– Blok dan subtitusi (atau blok – suplemen)
• Tiroidektomi
– Dikerjakan dalam kondisi eutiroid klinis maupun
biokimiawi.
• RAI – radioactive iodium
Obat Tirotoksikosis
Efek Berbagai Obat yang digunakan alam pengobatan Tirotoksikosis
Kelompok Obat Efek Indikasi
Obat Anti Tiroid (OAT) Menghambat sintesis hormon tiroid dan Pengobatan lini pertama pada
Propiltiourasil (PTU) berefek imunosupresif (PTU juga Graves. Obat janga pendek
Metimazol (MTZ/MMI) menghambat konversi T4 T3) prabedah/pra-RAI
Karbimazol
Antagonis adrenergik beta
Antagonis adrenergik beta Mengurangi dampak hormon tiroid pada Obat tambahan, kadang sebagia obat
Propanolol jaringan. tunggul pada tiroiditis.
Metoprolol
Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung Iodin Menghambat keluarnya T4 dan T3 Persiapkan tirodektomi. Pada krisis
Kalium Iodida Menghambat T4 dan T3 serta produksi T3 tiroid, bukan untuk penggunaan rutin.
Solisio Lugol ekstratiroidal
Natriom Ipodat
Asam Iopanoat
Obat lainya Menghambat transpor iodium, sintesis, dan Bukan indikasi rutin.
Kalium Perklorat keluarnya hormon. Pada tiroidtis subakut berat dan krisis
Litium Karbonat Memperbaiki efek hormon di jaringan dan tiroid.
Glukokortikoid sifat imunologis.
19. SLE
• Merupakan penyakit inflamasi autoimun
kronis  peradangan pada kulit, sendi, ginjal,
paru-paru, sistem saraf dan organ tubuh
lainnya
FAKTOR RESIKO
• Kebanyakan mengenai
– wanita : pria 9-14:1
– usia reproduksi, 20 sampai 30 tahun
– kelompok kulit hitam dan Asia.
ETIOLOGI
• Faktor genetik
• imunologik
• hormonal serta
• lingkungan

• pemicu kacaunya sistem toleransi


imunologis sehingga respon imun melawan
antigen diri sendiri.
PATOFISIOLOGI

(Mok CC, Lau C S. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J


Clin Pathol. 2003)
TANDA DAN GEJALA
• Kompleks imun beredar dan menimbulkan kerusakan pada berbagai
target organ:
– Muskuloskeletal: sering dijumpai nyeri pada sendi,
– Kulit : reaksi fotosensitifitas, diskoid LE, subacute cutaneus lupus
erythematosus, lupus profundus, telangiektasia, fenomena raynaud.
– Paru : pneumonitis lupus dengan gejala sesak, batuk kering, ronki di
basal
– Kardiologi : perikarditis, miokarditis, lesi katup endokarditis Libman-
Sacks dan penyakit jantung koroner.
– Renal : kerusakan ginjal disertai proteinuria.
– Gastrointestinal : gejalanya tidak khas ; dispepsia, vaskulitis mesentrik
dapat menyebabkan perforasi, IBD, pankreatitis, hepatomegali.
– Neuropsikiatri : masih belum diketahui dengan pasti; mikroinfark
serebral
– Hemik-limfatik: limfadenopati splenonegali, anemia.
Diagnosis
(Diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria)
TATALAKSANA
Tatalaksana Umum
• Pilar pengobatan lupus eritematosus sistemik
– Edukasi dan konseling
– Program rehabilitasi
– Pengobatan medikamentosa
Algoritma pengobatan penyakit Lupus

TR: tidak respon, RS: respon sebagian, RP: respon penuh


KS: kortikosteroid, MP: metilprednisolon, AZA: azatioprin, OAINS: obat
antiinflamasi steroid, CYC: siklofosfamid, NPSLE: neuropsikiatri SLE.
(Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi Perhimpunan
Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia.2011.)
• Pemberian Kortikosteroid
– Dosis rendah sampai sedang digunakan pada
lupus yang relatif tenang.
– Dosis sedang sampai tinggi berguna untuk lupus
yang aktif.
– Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan
untuk krisis akut yang berat seperti pada vaskulitis
luas, nephritis lupus, lupus cerebral.
• Cara pengurangan dosis kortikosteroid
– Dosis kortikosteroid mulai dikurangi segera setelah
penyakitnya terkontrol.
– Tapering dilakukan hati-hati untuk menghindari
kembalinya aktivitas penyakit, dan defisiensi kortisol
akibat penekanan aksis HPA kronis.
– Sebagai panduan, untuk tapering dosis prednison > 40
mg sehari , dilakukan penurunan 5-10 mg/ 1-2
minggu penurunan 5 mg/ 1-2 minggu pada dosis
antara 40-20 mg/hari penurunan 1-2,5 mg/ hari /2-
3 minggu bila dosis prednison < 20 mg/hari dosis
rendah untuk mengontrol aktivitas penyakit.
20. Arthritis Gout
Faktor Resiko
Pria usia tua, wanita menopause, riwayat
keluarga dengan artritis gout, gangguan ginjal,
menerima terapi diuretik
Patofisiologi
Gout disebabkan hiperuricemia dan kelainan
ekskresi dari asam urat. Kelebihan asam urat
tersebut mengakibatkan deposit pada rongga
synovial, sehingga mengakibatkan penarikan sel-
sel PMN serta reaksi inflamasi yang menyebabkan
sinovitis.
Manifestasi klinis
• Fase akut: Nyeri sendi disertai kemerahan, bengkak dan
panas pada sendi MTP 1 (podagra)
• Sendi yang terlibat: sendi besar, seperti ankle,
pergelangan tangan, lutut, siku, namun bisa menyerang
jari tangan.
• Fase kronis. Gout poliartikular: nyeri, kaku sendi serta
deformitas sendi. Bisa terdapat tofi, yaitu penimbunan
kristal pada jaringan lunak. Bisa terdapat gejala batu
ginjal.
• Keterlibatan mata: tofus pada kelopak mata dan
penurunan penglihatan
Pemeriksaan Penunjang

• Artrosentesis dan analisa cairan sendi:


menunjukkan adanya kristal urat seperti tusuk
gigi. Cairan synovial didominasi PMN, dengan
hitung sel antara 2000-50000.
• Serum asam urat
• Radiologi:
• Foto polos menunjukkan adanya erosi synovial
serta destruksi tulang
Fase akut:
• NSAIDs: Indometacin 3x25-50 mg, Ibuprofen
3x800mg, Diclofenac 3x50 mg.
• Colchisine: 0,6 mg tiap jam hingga gejala mereda.
• Kortikosteroid: prednisolon 30-50 mg/hari.
Fase kronis:
• Obat hipouricemic: allopurinol 300mg-800mg 1x1
setiap hari.
21. Leptospira
• Penyakit infeksi zoonotik yang disebabkan oleh
Leptospira patogen
• Faktor risiko:
– Pekerjaan; berkontak secara langsung & tidak
langsung dengan urin atau jaringan binatang yang
infeksius
– Bidang pertanian, konstruksi, pembersih selokan,
laboratorium, dokter hewan, pekerja tambang, dan
tentara
– Aktivitas berenang, memancing,di dalam air
terkontaminasi & bencana alam (banjir)
Perjalanan penyakit leptospira
Gejala
• Keluhan demam yang tidak diketahui sebabnya
• Ruam kulit
• Sakit kepala terutama bagian frontal
• Nyeri otot
• Mata merah
• Batuk, nyeri dada
• Mual dan muntah
• Kadang ikterik
• Penggalian riwayat aktivitas atau pekerjaan
Tata laksana
• Tata laksana suportif  pemantauan ketat tanda-tanda vital,
tanda-tanda dehidrasi, perdarahan, keseimbangan cairan,
elektrolit, asam basa
• Indikasi rawat inap  ikterus, gagal ginjal, atau
trombositopeni
Antibiotik:
• Leptospirosis ringan
– Doxycycline 100 mg PO atau
– Amoxicillin 500 mg PO atau
– Ampicillin 500 mg PO
• Leptospirosis sedang/berat
– Penicillin 1,5 juta unit IV/IM per 6 jam atau
– Ceftriaxone 1 gram/hari IV atau
– Cefotaxime 1 gram IV per 6 jam
22. Ikterik
• Pada soal dijumpai pasien: Ikterik, nyeri perut
kanan atas, BAB dempul, peningkatan
bilirubun direkObstruksi posthepatik
• Ikterik dapat diakibatkan oleh tiga sebab:
– Prehepatik: anemia hemolitik
– Hepatik: hepatitits, sirosis
– Posthepatik: Obstruksi saluran empedu oleh batu,
keganasan
Tipe Iketrik
Anatomi sistem biliaris ekstrahepatik: (a)
duktus hepatikus dekstra (b) duktus hepatikus
sinistra, (c) duktus hepatikus komunis, (d) arteri
hepatika, (e) arteri gastroduodenal, (f) duktus
sistikus (g) arteri retroduodenal, (h) duktus
biliaris komunis, (i) bagian leher kantung
empedu, (j) badan kantung empedu, (k) fundus
kantung empedu.
23. Penggunaan Insulin Pada Diabetes
Efek Samping Pengobatan Diabetes
Keadaan Penggunaan Insulin Pada
Diabetes
• Penurunan berat badan yang cepat
• KAD/ HONK
• Gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis
optimal
• Stress berat berupa infeksi, operasi besar, stroke.
• Kehamilan dengan DM yang tidak terkontrol
dengan perubahan pola hidup
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Alergi atau kontraindikasi OHO
Intensive Insulin Therapy
24. Idiopathic (Immune)
Thrombocytopenic Purpura
• Purpura trombositopenia imun merupakan penyakit autoimun yang
ditandai dengan trombositopenia menetap (angka trombosit darah
tepi <150.000 ml/dl) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam
sistem retikuloendotelial terutama di limpa
• 10% ITP + anemia hemolitik autoimun  Evan’s syndrome
• Etiologi
– Primer: dx eksklusi
– Sekunder: virus (HIV, HCV, HBV, EBV), H. Pylori, ANA
– Anak: akut pasca infeksi
– Dewasa: kronik
• Manifestasi klinis: perdarahan mukokutan, petechiae, purpura.
Perdarahan spontan bila Tr <20,000/mm3
• Pemeriksaan lab
– BT, CT
– Hapus darah tepi: megakariosit
– Biopsi sumsum tulang: ↑ megakariosit
Mekanisme ITP
• Diawali dari adanya autoantibodi (sebagian besar
merupakan IgG) → melawan membran trombosit
glikoprotein IIb-IIIa atau Ib-IX.
• Antibodi antiplatelet berkerja sebagai opsonin yang
dikenali oleh reseptor IgG Fc pada makrofag → apabila
ia melekat pada trombosit, makrofag akan mengenali
kompleks tersebut sebagai substansi yang harus
dihancurkan → terjadi peningkatan destruksi platelet.
ITP ringan: hanya trombosit yang diserang, dan
megakariosit mampu mengkompensasi kondisi itu
dengan jalan meningkatkan produksi trombosit.
ITP berat: autoantibodi juga menyerang megakariosit,
sehingga produksi trombosit juga menurun.
Anamnesis
• Onset pendarahan : ITP akut atau kronik.
• Ada tidaknya gejala sistemik: ITP primer atau sekunder.
• ITP akut: trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus atau bakteri, biasanya pada anak-anak.
• ITP kronik: fluktuatif, episode pendarahan dapat
berlangsung beberapa hari sampai minggu, dapat
intermiten atau bahkan terus-menerus. Umumnya
pada usia 18-40 tahun dan 2-3 kali lebih sering terjadi
pada wanita.
• Obat-obat pemacu kekambuhan: heparin, sulfonamid,
kuinin, dan aspirin
Pemeriksaan Fisik
• ITP akut: umumnya ringan dan lebih dari 90%
penderita sembuh dalam 3-6 bulan karena merupakan
self-limited disease, bentuk pendarahannya adalah
purpura pada kulit dan mukosa (hidung, gusi, saluran
cerna dan traktus urogenital).
• ITP kronik: pendarahannya dapat berupa ekimosis,
peteki, purpura; umumnya berat. Traktus urogenital
merupakan tempat pendarahan paling sering.
• Spleenomegali ringan tanpa limfadenopati dapat
dijumpai pada kedua ITP, namun hanya 10-20% kasus.
Pemeriksaan Penunjang
• Trombositopenia.
• Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya
normal, kadang dapat dijumpai adanya megatrombosit
• Bleeding time memanjang.
• Pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang hanya dilakukan
pada dewasa tua (>40 tahun), gambaran klinis tidak
khas, atau pasien yang tidak berespon baik terhadap
terapi.
• Kecurigaan ITP sekunder → pemeriksaan laboratoris
diperlukan untuk menginvestigasi penyakit dasarnya.
Terapi ITP
• Pasien dengan angka trombosit (AT) >30.000/µL, asimptomatik atau
purpura minimal tidak diterapi rutin.
• Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila terdapat
pendarahan mukosa dengan AT <20.000/µL atau pendarahan ringan
dengan AT <10.000/µL. Steroid yang diberikan adalah Prednison 1-2
mg/kgBB/hari, dievaluasi 1-2 minggu. Bila responsif, dosin diturunkan
perlahan hingga AT stabil atau dipertahankan 30.000-50.000/ µL.
Prednison juga dapat diberikan dosis tinggi 4 mg/kgBB/hari selama 4
hari, bila tidak ada respon maka pengobatan yang diberikan hanya
suportif.
• Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila: AT <20.000/µL dengan
pendarahan mukosa berulang; pendarahan retina; pendarahan berat;
AT <50.000/µL; kecurigaan pendarahan intrakranial; menjalani
operasi dengan AT <150.000/µL.
Penyakit Perdarahan Lain
Patologi Manifestasi
Anemia Autoimun Anemia
hemolitik (Idiopatik, SLE, obat (sulfa,
autoimun rifampisin, quinidin, NSAID, dll))

Anemia Hipoproliferasi sumsum tulang Pansitopenia


aplastik
Limfoma Malignansisel-sel limfoid di Limfadenopati,
jaringan limfoid demam, keringat
malam

Leukemia Myeloproliferasi Leukositosis +


bisitopenia
25. Transfusi Darah
• TRANSFUSI DENGAN WHOLE BLOOD
Indikasi transfusi dg whole blood :
• Perdarahan akut dan banyak→hypovelemik shock,
untuk mengganti cairan yang hilang
• Exchange transfusion : haemolitik diseases of the
new born
Keuntungan : mudah didapat dan tehnik lebih mudah.
Kerugihan : lebih sering kemungkinan terjadinya reaksi
tranfusi.
• Macam transfusi dengan whole blood :
1. FRESH BLOOD : darah setelah pengambilan/telah
disimpan pada suhu 4 derajat celcius, selama kurang
dari 6 jam.
2. STORED BLOOD : darah yang telah disimpan pada
suhu 4 derajat celcius, selama lebih dari 6 jam
• TRANSFUSI DENGAN KOMPONEN DARAH
1. Komponen darah padat (sel darah).
• Transfusi dengan Sel Darah Merah (SDM) : -SDM
diendapkan
-SDM dipadatkan (Packed RBC)
-Lekosit Poor RBC
-Washed RBC
• Transfusi dengan sel darah putih (SDP)
• Transfusi dengan trombosit : -Platellet Rich Plasma (PRP)
-Platellet Concentrate (PC)
2. Komponen darah non sel (komponen cair) :
• Transfusi dengan Plasma : -single donor plasma
-pooled plasma
• Transfusi dengan fraksi plasma : albumin, globulin,
fibrinogen, AHF (anti hemophilitik factor), dsb.
26. Kriteria jones
ILMU BEDAH
#27 CEDERA KEPALA
Lesi yg dapat timbul pada
trauma kepala :
• Kulit kepala robek • Edema serebri traumatik.
atau mengalami
perdarahan subkutan.
• Otot-otot dan tendo • Kontusio serebri.
pd kepala mengalami
kontusio.
• Perdarahan subarahnoid.
• Perdarahan terjadi
dibawah galea
aponeurotika.
• Perdarahan epidural
• Tulang tengkorak
patah
• Perdarahan subdural
• Gegar otak.
KLASIFIKASI
BERDASARKAN
PATOFISIOLOGI BERDASARKAN GCS:
1. Komosio serebri : tidak ada 1. GCS 13-15 : Cedera kepala
jaringan otak yang rusak tp ringan  CT scan dilakukan
hanya kehilangan fungsi otak bl ada lucid interval/ riw.
kesdran menurun. 
sesaat (pingsan < 10 mnt) evaluasi kesadaran, pupil,
atau amnesia pasca cedera gejala fokal serebral +
tanda-tanda vital.
kepala.
2. GCS 9-12 : Cedera kepala
sedang  prks dan atasi
2. Kontusio serebri : kerusakan gangg. Nafas, pernafasan
jar. Otak + pingsan > 10 mnt dan sirkulasi, pem. Ksdran,
pupil, td. Fokal serebral,
atau terdapat lesi neurologik leher, cedera orga lain, CT
yg jelas. scan kepala, obsevasi.
3. GCS 3-8 : Cedera kepala
3. Laserasi serebri : kerusakan berat : Cedera multipel. +
perdarahan intrakranial dg
otak yg luas + robekan GCS ringan /sedang.
duramater + fraktur tl.
Tengkorak terbuka.
Head Injury
Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan kepala, mata, hidung, ekstremitas
 bila tdpt luka diberikan penanganan, ukuran
luka dicatat..

• Pemeriksaan neurologis : GCS, tanda tekanan


intrakranial meningkat (pusing/sakit kepala,
mntah, kedran menurun, kdg kejang). Pupil,
defisit neurologis lain (lateralisasi, paresis saraf
kranialis ).

• Rontgen kepala, CT scan otak


EPIDURAL
HEMATOM

• Pengumpulan darah diantara


tengkorak dg duramater.
Biasanya berasal dari arteri yg
pecah oleh karena ada fraktur
atau robekan langsung.

• Gejala (trias klasik) :


1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.

 Diagnosis akurat dg CT scan


kepala : perdarahan bikonveks
atau lentikulerdi daerah
epidural.
Hematom Intraserebral

• Terkumpulnya darah secara fokal


yg diakibatkan oleh regangan
atau rotasional thd pemb. Drh
intraparenkim otak/ cedera
penetrans.

• Gamb. Khas  lesi pdrh diantara


neuron otak yg relatif normal.
Tepi bisa tegas/ tidak tergantung
apakah ada oedem otak/tidak.

• Perdrhan intraserebral bs timbul


bbrp hr kmd ssdh trauma 
monitor dg pem. Tanda vital,
pem. Neurologis, bila perlu CT
scan ulang.
SUBDURAL
HEMATOM
• Perdrhan yg mengumpul diantra
korteks serebri dan duramater 
regangan dan robekan vena-vena
drainase yg tdpt di rongga
subdural ant. Permk. Otak dg
sinus duramater.

• Gjl klinik biasany tdk terlalu


hebat kecuali bila terdapat efek
massa.

• Berdsrkan kronologis SDH dibagi


mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca
trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
 gamb. CT scan kepala tdp lesi
hiperdens bbtk bulan sabit yg srg
tjd pada daerah yg berseberangan
dg trauma (Counter Coup)
Subarachnoid Hematom

• Perdrhan fokal di daerah


subarahnoid. CT scan
terdpt lesi hiperdens yg
mengikuti arah girus-
girus serebri daerah yg
berdktan dg hematom.
• Gjl klinik = kontusio
serebri.
• Penatalaks : perwatan dg
medikamentosa dan
tidak dilakukan op.
EDEMA SEREBRI FRAKTUR IMPRESI

• Tertimbunnya cairan yg • Ada 2 macam fraktur impresi :


berlebihan baik pd ruang inti atau 1. Impresi fraktur tertutup : akibat
ekstra sel otak. (berbeda dg pukulan benda keras yg
pembengkaan otak krn tumor, mengakibatkan tulang kepala
abses) melesak kedlm dg membrkan
• Pybb scr umum krn tekanan/tdk thdp parenkim otak
meningkatnya kdr air di jar. Otak tanpa mengakibatkan robeknya
disbbkan oleh meningkatnya kulit kepala dan hub. Dg dunia
permeabilitas pemb. Drh otak/ luar.
kerusakan sawar darah otak.
• Pembagian edema serebri : 2. Impresi fraktur terbuka : impresi
1. Edema vasogenik : permeabilitas tulang kepala + robekan kulit
pemb. Drh ↑. kepala dan tjd hub. Dg dunia luar,
2. Edema sitotoksik : disbbkan krn bila impresi hebat dpt tjd ribekan
jaringan saraf mengalami pada duramater.
hipoksia.  pem. Fisik dilakukan cermat utk
menentukan op. segera/
terencana atau konservatif.
Perdarahan Intrakranial
• Epidural hematoma:
– Interval lucid  Penurunan kesadaran
– Etiologi: trauma robeknya a.
meningeal media

• Subdural hematoma
– Hemiparesis, Penurunan kesadaran,
cephalgia
– Etiologi: trauma  robeknya bridging
vein pada orang tua atau bayi

• Subarachnoid hemorrhage (stroke)


– Thunderclap headache, tanda
meningeal, Penurunan kesadaran
– Etiologi: robeknya aneurysma e.c.
Aktivitas berat/sexual intercourse

• Intracerebral hemorrhage (stroke)


– Paresis, hypesthesia, ataxia, Penurunan
kesadaran
Misulis KE, Head TC. Netter’s concise neurology. 1st ed. Saunders; 2007
– Etiology: Hypertension
28. Fraktur Basis Kranii
• Fraktus dari dasar tengkorak, biasanya
melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid, dan etmoid

emedicine.medscape.com/article/248108
28. Basilar Skull Fracture
Basilar Skull Fracture • Anterior basal fracture
• Signs – ethmoid and the
– Battle's sign sphenoid bones.
– Raccoon eyes / brille • Posterior basal fracture
hematom – temporal bone, occipital
– Cerebrospinal fluid bone, and some parts of
rhinorrhea the sphenoid bone.
– Cranial nerve palsy
– Bleeding from the nose
and ears
– Hemotympanum
Periorbital Ecchymosis (Raccoon’s
Eyes)
Mastoid Ecchymosis (Battle’s Sign)
29. Hernia

/VENTRAL HERNIA
Hernia Location and Nomenclature

Additional:
Spigellian hernia: very rare, a hernia through the spigelian fascia and in most cases, it has a small
size
Ventral hernia: hernia in the abdominal wall, for example: incisional, umbilical and paraumbilical
hernia
Tipe Hernia Definisi

Reponible Kantong hernia dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga


peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga
peritoneum
Incarserated Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulated Obstruksi dari pasase usus dan Obstruksi vaskular dari kantong
herniatanda-tanda iskemik usus: bengkak,nyeri,merah

• Indirek mengikuti kanalis inguinalis


• Karena adanya prosesus vaginalis
persistent
• The processus vaginalis outpouching
of peritoneum attached to the testicle
that trails behind as it descends
retroperitoneally into the scrotum.

DirekTimbul karena adanya defek atau


kelemahan pada fasia transversalis dari
trigonum Hesselbach
http://emedicine.medscape.com/article/
Benjolan pada testis
• Nyeri :
– Epidimiorchitis fren sign +
– Torsio testis fren sign –
• Tidak nyeri
– Hidrocel Transiluminasi +, fluktuasi +
– Hernia mual, muntah, gangguan passage usus
– Spermatocele benjolan dibelakang atas testis, dan ada
riwayat hubungan seksual sebelumnya
– Tumor
Hydroceles
• Penumpukan cairan yang berlebihan di
antara lapisan parietalis dan viseralis tunika
vaginalis.
• Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong
skrotum yang tidak nyeri.
• PF :
– adanya benjolan di kantong skrotum
dengan konsistensi kistik
– Transiluminasi (+)
• Indikasi Operasi :
– hidrokel yang besar sehingga dapat
menekan pembuluh darah,
– indikasi kosmetik,
– hidrokel permagna yang dirasakan
terlalu berat dan mengganggu pasien
dalam melakukan aktivitasnya sehari-
hari.
Undescended Testis /
Chriptorchismus
Undescended Testis / Maldescended Testis /
Chriptorchismus Ectopic Testis
• Found along the "path • Outside the normal
of descent" path of descent
– posterior – skin of the thigh,
(retroperitoneal) – the perineum,
abdomen, just below the – the opposite scrotum,
kidney,
– femoral canal;
– the inguinal ring;
– the inguinal canal;
30. ASA classification
#31 THYROID
Fisiologi
Biosintesis hormon tiroid

1. Penangkapan iodida
2. Sintesis tiroglobulin
3. Iodida menjadi iodium
4. Organifikasi iodium ke MIT dan DIT
5. Coupling
6. Pinositosis dan digesti koloid
7. Pelepasan hormon
8. Transport di darah
Fisiologi
Umpan balik
hormon tiroid
Goiter
• Hipertrofi dan
hiperplasia
epitel folikel
• Peningkatan
akumulasi
koloid dalam
folikel
• Proses
inflamasi
• Proses
neoplastik
Goiter Simpleks
• Goiter simpleks (goiter Faktor Risiko:
nontoksik) didefinisikan
sebagai pembesaran tirod •Defisiensi iodin
yang tidak berkaitan dengan •Goitrogen
hipertiroid atau hipotiroid dan
bukan merupakan hasil proses •Faktor herediter
peradangan atau neoplastik.
•Peningkatan konsentrasi
estrogen
•imunoglobulin
Graves Disease
Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi. Hipertiroidisme:
tirotoksikosis yang disebabkan oleh kelenjar
tiroid hiperaktif.
Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema
pretibial.
Tanda dan Gejala
• Indeks Wayne
utk pasien
dengan
hipertiroidisme
Diagnosis
• Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
– Sesuai dengan tanda dan gejala pada indeks
Wayne atau indeks Newcastle
• Pemeriksaan penunjang
Tes Fungsi Tiroid

↑TSH, ↓T4 Hipotiroid


↑TSH, T4 normal Hipotiroid subklinis,
hipotiroid dalam
perawatan.
↑TSH, ↑ T4 TSH secreting tumor,
resistensi hormon tiroid
↓TSH, ↑T4 atau ↑T3 Hipertiroid
↓TSH, T4 & T3 normal Hipertiroid subklinis
↓TSH, ↓T4 dan ↓T3 Sick euthyriodism,
Preferensi tes dengan fT4 gangguan pituitari
dan fT3 dibanding T4 dan TSH normal, T4 abnormal Perubahan TBG, gangguan
T3 total karena tidak laboratorium,
dipengaruhi level TBG amiodaron,tumor TSH
pituitari.
Diferensial Diagnosis
Penyebab Hipertiroidisme Frekuensi dan Etiologi Diagnosis
Graves disease 80%, TSI Pemeriksaan klinis
Autoantibodi tiroid
Uptake scan tiroid pada kasus yang tidak jelas
Goiter multinodular toksik atau nodul toksik 15%, mutasi pada reseptor TSH Pemeriksaan klinis
dan protein Gsα Uptake scan tiroid

Tiroiditis 2-4%, autoimun, virus atau Pemeriksaan klinis


induksi obat (amiodaron) Uptake scan tiroid
Laju endap darah
TSH-secreting tumor <1% Peningkatan TSH dan hormon tiroid; pencitraan
pituitari
Pemberian hormon tiroid eksogen Ingesti berlebih hormon tiroid Penilaian klinis

Hiperemesis gravidarum Jarang, peningkatan hCG Penilaian klinis


(mimicking aksi TSH)

Choriocarcinooma Tanpa autoimunitas tiroid


Dianggal hamil
Pencitraan pelvis
Struma ovarii Jarang, ectopic ovarian thyroid Penilaian klinis
tissue Thyroid/pelvic uptake scan
Pencitraan pelvis
Resistensi hormon tiroid Jarang, resistensi pituitari Penilaian klinis
terhadap hormon tiroid Riwayat penyakit keluarga
Tata Laksana
• Terapi Obat Antitiroid
– Titrasi
– Blok dan subtitusi (atau blok – suplemen)
• Tiroidektomi
– Dikerjakan dalam kondisi eutiroid klinis maupun
biokimiawi.
• RAI – radioactive iodium
Obat Tirotoksikosis
Efek Berbagai Obat yang digunakan alam pengobatan Tirotoksikosis
Kelompok Obat Efek Indikasi
Obat Anti Tiroid (OAT) Menghambat sintesis hormon tiroid dan Pengobatan lini pertama pada
Propiltiourasil (PTU) berefek imunosupresif (PTU juga Graves. Obat janga pendek
Metimazol (MTZ/MMI) menghambat konversi T4 T3) prabedah/pra-RAI
Karbimazol
Antagonis adrenergik beta
Antagonis adrenergik beta Mengurangi dampak hormon tiroid pada Obat tambahan, kadang sebagia obat
Propanolol jaringan. tunggul pada tiroiditis.
Metoprolol
Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung Iodin Menghambat keluarnya T4 dan T3 Persiapkan tirodektomi. Pada krisis
Kalium Iodida Menghambat T4 dan T3 serta produksi T3 tiroid, bukan untuk penggunaan rutin.
Solisio Lugol ekstratiroidal
Natriom Ipodat
Asam Iopanoat
Obat lainya Menghambat transpor iodium, sintesis, dan Bukan indikasi rutin.
Kalium Perklorat keluarnya hormon. Pada tiroidtis subakut berat dan krisis
Litium Karbonat Memperbaiki efek hormon di jaringan dan tiroid.
Glukokortikoid sifat imunologis.
Untung Rugi Berbagai Pengobatan Hipertiroidisme Graves
Cara pengobatan Keuntungan Kerugian

OAT Kemungkinan remisi Angka resifit cukup tinggi


jangka panjang tanpa Pengobatan jangan panjang dengan
hipotiroidisme kontrol yang sering.

Tiroidektomi Cukup banyak menjadi Dibutuhkan keterampilan bedah.


eutiroid Masih ada morbiditas
Relatif cepat 40% hipotiroid dalam 10 tahun

Iodium radioaktif Sederhana Daya kerja obat lambat.


(RAI) Jarang residif 50% hipootiroid pasca radiasi.
(tergantung dosis)
Komplikasi: Krisis Tiroid
• Tirotoksikosis berbahaya dgn pencetus
tertentu: surgical crisis, medical crisis
• Diagnosis dimulai dengan kecurigaan trias:
– Menghebatnya tanda tirotoksis.
– Kesadaran menurun.
– Hipertermia
• Dilanjutkan Skor Burch Wartosky
>45 adalah highly suggestive,
24 – 44 adalah suggestive
untuk impending storm, dan

<25 adalah unlikely krisis


tiroid.
32. WHO Pain Management Stepladder

optimized by optima
Mekanisme kerja nsaid

optimized by optima
Mekanisme kerja opioid

optimized by optima
33. Airway Obstruction
Etiology: Sign & symtomps:
• GCS Score<9 • Cyanosis
• Obstruction due to • Rocking respirations
– Tongue • Decreased or no air
– Aspiration exchange
– Foreign body • Face or neck crepitus
– Maxillofacial injury • Neck hematoma or
– Neck injury swelling

Simple management maneuvers : Suction, Chin


lift, Jaw thrust
Definitive airway: Cuffed tube in trachea
Manajemen Trauma ATLS
• Initial Assesment
– Prinsip ABCDE
– Triase
– Primary Survey dan
Apley’s System of Orthopaedics
Resusitasi Simultan
and Fractures, 9th edition – Secondary Survey
– Manajemen Definitif
Prinsip ABCDE
• A – Airway (patensi jalan napas) berikut c-spine
protection/ control (melindungi vertebra servikal).
• B – Breathing (memastikan adekuatnya pernapasan)
• C – Circulation (memastikan fungsi sirkulasi dan
menghentikan perdarahan)
• D – Disability (terutama status neurologis)
• E – Exposure and Environment (memastikan lingkungan
sekitar aman bagi penolong maupun pasien, misal
menghangatkan, mengeringkan, dsb)
Primary Survey
• Airway (and C-Spine Control) – vertebra servikal
harus segera distabilisasi secara manual (in-line
immobilization) atau dengan menggunakan
cervical collar, pendukung kepala, dan
pengikatan. Bersamaan dengan itu dilakukan
pemeriksaan patensi jalan napas (look, listen,
feel) dengan melihat adanya tanda-tanda distres
pernapasan. Apabila ada penghambat jalan napas
harus segera dibersihkan dengan manual maupun
menggunakan suction. Patensi jalan napas
dipertahankan dengan cara manual dengan jaw
thrust, penggunaan oropharyngeal tube (mayo)
atau bahkan dengan intubasi endotrakeal.
Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk perlindungan
airway Kebutuhan untuk ventilasi
• Tidak sadar • Apnu (paralisis neuromuskular,
tidak sadar)
• Fraktur maxilla fasial berat • Usaha nafas tidak adekuat
• Resiko aspirasi (perdarahan, (takipneu, hipoksia, hiperarbia,
sianosis)
muntah – muntah) • Cedera kepala tertutup berat
• Resiko sumbatan yang membutuhkan
(hematoma leher, cedera hiperventilasi
• Kehilangan darah masif dan
larinks, trachea, stridor) memerlukan resusitasi volume
• Pada pasien dengan GCS 8
atau lebih rendah harus segera
diintubasi
Intubasi Endotracheal
Etiology: Sign & symtomps:
•GCS Score<9 •Cyanosis
•Obstruction due to •Rocking respirations
–Tongue •Decreased or no air
exchange
–Aspiration
•Face or neck crepitus
–Foreign body
•Neck hematoma or
–Maxillofacial injury swelling
–Neck injury • Simple management
maneuvers : Suction, Chin
lift, Jaw thrust
• Definitive airway: Cuffed
tube in trachea
#34-35 Triase
• Metode penentuan urutan secara medis untuk menentukan
prioritas resusitasi pada korban yang banyak/ massal misal
pada kecelakaan massal atau bencana alam sementara jumlah
tenaga medis penolong lebih sedikit dari jumlah korban.
• Prioritas 1 – Airway (adanya obstruksi jalan napas yang sudah
terjadi atau mengancam/ beresiko segera terjadi)
• Prioritas 2 – Breathing (adanya hipoksia, gagal napas, atau
pernapasan yang tidak adekuat)
• Prioritas 3 – Circulation (adanya syok dan/ atau perdarahan
eksternal yang masif)
Emergent Category
• Major trauma 34&35. The triage categories
• Acute myocardial
infarction
• Airway obstruction
• Tension Urgent
pneumothorax • Vertebral and Spine
• Flail Chest Injury
• Hypovolemic shock • Femoral shaft
(Class III and IV) fracture
• Burns with inhalation • Closed head injury
injury Non-urgent
• Burns
Management should • Skin lacerations
• Acute Appendicitis • Contusions
begin upon arrival
• Abrasions
They all are at risk if not • Upper extremity
treated in a few hours fractures
• Fever
• Associated medical
conditions
TRIASE
KEGAWATDARURATAN
36. Osteosarkoma
• Pemeriksaan radiologis pada daerah yang
dicurigai terinfeksi, tidak menunjukkan arean
radiolusen yang biasa ditemukan pd
osteomielitis.
• Conventional features
– Destruction of normal trabecular bone pattern
– a mixture of radiodense and radiolucent areas
– periosteal new bone formation
– formation of Codman's triangle (triangular elevation
of periosteum)
No osteoblastic appearance, Notice the osteoblastic-
fracture can be seen osteolytic appearance
Codman triangles (white Osteosarcoma of the distal femur,
arrow); and the large soft demonstating dense tumor bone formation
tissue mass (black arrow) and a sunburst pattern of periosteal reaction.
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
37. Profilaksis
Tetanus
#38 Peritonitis
• Peritonitis adalah inflamasi membran serosa yang
melapisi rongga abdomen dan organ yang ada di
dalamnya. Peritonitis adalah peristiwa mengancam
jiwa yang sering disertai dengan bakterimia dan
gejala sepsis.

Peritoneum Peritoneum merupakan membrane serosa


yang terletak pada rongga abdomen, terdiri atas
mesotel serta jaringan ikat areolar
Visceral peritoneum: Peritoneum yang melapisi organ-
organ visceral
Parietal peritoneum: Peritoneum yang melapisi
rongga abdomen dan pelvis.

optimized by optima
KLASIFIKASI
PERITONITIS PERITONITIS
PERITONITIS TERSIER
PRIMER SEKUNDER

• Terjadi melalui • Peritonitis sekunder • Terjadi pada infeksi


penyebaran berkembang ketika intraabdominal
hematogen atau bakteri persisten yang
limfatik. mengontaminasi berespon terhadap
• Organisme paling rongga peritoneum operasi, akibat
sering menjadi akibat kebocoran infeksi nosokomial
penyebab adalah intraabdomen
gram (-) bakteri • Perforasi bilio-
seperti E coli. enterik (perforasi
• Gejala paling sering gaster, colon),
adalah demam. kebocoran
anastomosis,
pankreatitis
terinfeksi.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN
• Adanya nyeri perut yang • Demam>38 PENUNJANG
tiba-tiba • Takikardi. • X-Ray abdomen 3 posisi.
• nyeri tumpul seluruh • Dapat terjadi syok sepsis • USG Abdomen melihat
perut • Distensi abdomen adanya koleksi cairan
• Rasa nyeri semakin • Bising usus menurun atau • Pemeriksaan darah rutin
bertambah dengan berkurang
pergerakan dan
• Terdapat nyeri tekan, nyeri
penekanan.
lepas
• Keluhan disertai demam
• Rigiditas dinding abdomen
Stomach/duodenum – Perforation
Presentation :
– abdominal pain
• Pain on palpation
• Release pain
– rigidity
– peritonism, shock
– Air under diaphragm on
X-ray
– Treatment
• antibiotics,
resuscitate
• repair

optimized by optima
Perforasi Gaster
• Faktor RisikoUlkus
Peptikum e.c NSAID
• Gejala klasik:
– Nyeri seluruh lapang perut
yang timbul mendadak
– Menjalar sampai ke bahu
– Tanda peritonitis
• Peneriksaan Fisik
– Nyeri tekan seluruh lapang
perut
– rigid abdomen; with rebound
and percussion tenderness,
and guarding (a characteristic
‘drum-like’ tender abdomen)
– Pekak hepar menghilang
• Radiologic Findings
– Plain radiograph of abdomen
(AP)
• Air under diaphragm
Blunt Abdominal Trauma
• The most commonly injured organs
– Spleen
– Liver
– Retroperitoneum
– small bowel
– kidneys
– Bladder
– Colorectum
– Diaphragm
– pancreas
TATALAKSANA
MEDIKAMENTOSA:
• penisilin intravena, atau cefoxitin 4 kali
2gr/hari 4dd1
• levofloxacin 750 mg 4 kali sehari
• seftriaxone 2 gram 4 kali sehari
• 500 mg 3 kali sehari.
• Pasien di ICU imipenem 500 mg 4 kali sehar
intravenai, meropenem 1 gram 3 kali sehari.
• Terapi Pembedahan
• Pada peritonitis sekunder yang diakibatkan
oleh perforasi organ, memerlukan
pembedahan dengan laparotomy untuk
mereparasi organ yang mengalami perforasi
serta membersihkan pus
#39 Hipospadia & Epispadia
- Hipospadia adalah kelainan bawaan lahir pada anak laki-
laki, yang dicirikan dengan letak abnormal lubang
kencing tidak di ujung kepala penis seperti layaknya
tetapi berada lebih bawah/lebih pendek.
- Letak lubang kencing abnormal bermacam-macam; dapat
terletak pada kepala penis namun tidak tepat di ujung
(hipospadia tipe glanular), pada leher kepala penis (tipe
koronal), pada batang penis (tipe penil), pada perbatasan
pangkal penis dan kantung kemaluan (tipe penoskrotal),
bahkan pada kantung kemaluan (tipe skrotal) atau
daerah antara kantung kemaluan dan anus (tipe
perineal).
Hipospadia
• Hipospadia  kelainan
kongenital dimana meatus
berlokasi pada bagian
ventral penis, proksimal
dari posisi normal yaitu
diujung glans.
• Kasus sedang hingga berat
memiliki karakteristik
muara uretra yang lebih
proximal pada penis,
skrotum atau perineum.
Bentuk yang lebih berat
biasanya disertai kurvatura
penis (membengkok).
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan
pada bayi laki-laki, dimana lubang
uretraterdapat di bagian punggung penis
atau uretra tidak berbentuk tabung,
tetapi terbuka.Terdapat 3 jenis epispadia
yaitu:
1. Lubang uretra terdapat di puncak kepala
penis.
2. Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis.
3.Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung
kemih terdapat pada dinding perut
• OUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)
Gejala Klinis

Hipospadia:
• Jika berkemih, anak harus duduk.
• Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
• Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada
kulit depanpenis
• Penis melengkung ke bawah
• Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di
bawah atau di dasarpenis
• Semprotan air seni yang keluar abnormal
Epispadia:
• Lubang uretra terdapat di punggung penis
• Lubang uretra terdapat di sepanjang punggung penis.
PENATALAKSANAAN

1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia


dan epispadia adalah merekomendasikan penis
menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang
normal atau dekat normal sehingga aliran kencing
arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan
normal.
2. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum
operasi dilakukan bayi atau anak tidak boleh
disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk
pembedahan nanti
39. Phimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak
ditarik kearah proksimal dapat ditarik kembali
• Fisiologis pada dan terjepit di sulkus
neonatus koronarius
• Komplikasi • Gawat darurat bila
– Obstruksi vena
– Balanitis superfisial  edema
– Postitis dan nyeri  Nekrosis
– Balanopostitis glans penis
• Treatment • Treatment
– Dexamethasone 0.1% (6 – Manual reposition
weeks) for spontaneous – Dorsum incision
retraction
Hydrocele
#40 MORBUS HIRSCHSPRUNG
• Penyakit obstruksi usus • Bagian kolon aganglionik ini
fungsional akibat tidak dapat mengembang
aganglionosis meissner dan sehingga tetap sempit dan
auerbach dalam lapisan defekasi terganggu.
dinding usus mulai dari • Akibatnya kolon proksimal
spinchter ani internus ke yang normal melebar oleh
arah proksimal feses yang tertimbun,
• Bagian kolon dari yang membentuk megakolon.
paling distal sampai bagian
usus yang berbeda ukuran
penampangnya tidak
mempunyai ganglion
parasimpatik intramural.
• Gejala utama berupa gangguan
Hirschsprung defekasi yang dapat mulai timbul
24 jam setelah lahir, atau setelah
• Segmen pendek : daerah umur beberapa minggu, atau
aganglionik meliputi rektum bulan.
sampai sigmoid, disebut • Trias Klasik :
– Mekonium keluar terlambat lebih
penyakit hirschsprung klasik, dari 24 jam.
80% ditemukan pada anak – Muntah hijau.
– Perut membuncit seluruhnya.
laki-laki, 5 kali lebih sering • Gejala obstipasi kronik ini
daripada anak perempuan. diselingi diare berat dengan
feses yang berbau dan berwarna
• Segmen panjang : aganglionik khas akibat timbul penyulit
meluas lebih tinggi dari berupa enterokolitis
• Pemeriksaan colok dubur
sigmoid.
• Ujung jari terjepit lumen rektum
• Aganglionik total : aganglionik yang sempit
mengenai seluruh kolon. • Ampula rekti tidak melebar
• Bila jari ditarik, keluar feses
• Aganglionik universal : menyemprot
aganglionik mengenai seluruh
kolon dan hampir seluruh usus
halus.
• Kunci diagnosis : anamnesis
perjalanan penyakit yang khas
dan gambaran klinis perut
membuncit seluruhnya
• Pemeriksaan penunjang :
• Pemeriksaan radiologi dengan
barium enema, gambaran
daerah transisi dari lumen
sempit kedaerah yang
melebar.
• Pada foto 24 jam kemudian,
retensi barium dan gambaran
mikrokolon pada hirschsprung
segmen panjang.
• Darm kontur: visible shape of intestines on the
abdomen
• Darm Steifung: visible peristaltic movement
on the abdomen
Rontgen :
• Plain abdominal radiography
– Dilated bowel
– Air-fluid levels.
– Empty rectum
• Contrast enema
– Transition zone
– Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
– Delayed evacuation of barium
• Biopsy :
– absence of ganglion cells
– hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
Duodenal atresia

Atresia anii

Intussusception

Hirschprung

http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om
GIT Congenital Malformation
Disorder Clinical Presentation
Hirschprung Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus)
Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation
since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention,
poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis.
RT:Explosive stools .
Criterion standard→full-thickness rectal biopsy.
Treatment → remove the poorly functioning aganglionic bowel and create an
anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel (with or
without an initial diversion)
Anal Atresia Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal distention,
failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula (perineum,
rectovagina, rectovesica, rectovestibuler).
Low lesion→the colon remains close to the skin→ stenosis anus, or the rectum
ending in a blind pouch.
High lesion→the colon is higher up in the pelvis →fistula
Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus
Pyloric →functional gastric outlet obstruction
Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive
sign).Vomiting → occur after every feeding,starts 3-4 weeks of age
Disorder Clinical Presentation

Oesophagus Congenitally interrupted esophagus


Atresia Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,.
Bluish coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings
Coughing, gagging, and choking, respiratory distressPoor feeding
Intestine Atresia Malformation where there is a narrowing or absence of a portion
of the intestine
Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious
vomiting

http://en.wikipedia.org/wiki/ http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
#41 – 42 Benign prostatic hyperplasia
(BPH)
• Benign prostatic hyperplasia • Merupakan gangguan
(BPH) merupakan diagnosis kesehatan yang umum
histologis yang ditandai • mengenai hampir sepertiga
dengan proliferasi elemen laki-laki yang berusia lebih
seluler dari prostat dari 50 tahun
• terutama terjadi pada zona • Predisposisi genetik dan
transisi pada glandula faktor ras
prostat. • Riwayat BPH pada anggota
keluarga laki-laki derajat
pertama, meningkatkan
risiko sebanyak 4 kali lipat
untuk terkena BPH
HISTOLOGI
• Prostat
– kumpulan glandula tubuloalveolar yang bercabang-
cabang, dibentuk oleh epitel kuboid atau
pseudostratified columnar
– Saluran-salurannya bermuara pada urethra pars
prostatica
Prostat terdiri dari 3 zona histologis
-zona sentral
-zona perifer  lokasi tersering
untuk kanker prostat
-zona transisi  lokasi utama untuk
asal benign prostatic hyperplasia.
ETIOLOGI PATOGENESIS
• BPH dipikirkan merupakan • 5-alfa-reduktase tipe 2
bagian normal dari proses memetabolisme testosteron
penuaan pada laki-laki yang bersirkulasi, menjadi
• secara hormonal tergantung DHT. DHT berikatan dengan
pada produksi testosteron reseptor androgen pada
dan dihidrotestosteron nuklei sel dapat
mendorong terjadinya BPH.
• PATOFISIOLOGI • Simptom utama yang terdapat
• Prostat membesar  pada BPH adalah simtom LUTS.
kompresi uretra  disfungsi Simtom ini dapat dibagi
pada kandung kemih menjadi simptom obstruktif
(kandung kemih menebal dan simtom iritatif. Simtom
dan menjadi lebih sensitif) obstruktif meliputi hesitansi,
 LUTS penurunan kekuatan dan
• Kandung kemih secara kaliber dari aliran kemih,
perlahan kehilangan pengosongan kandung kemih
kemampuan untuk yang tidak lampias, double
mengosongkan isinya secara voiding (berkemih untuk kedua
lengkap  volum urin kalinya dalam jangka waktu 2
residu  retensi urin jam dari berkemih yang
pertama), mengejan untuk
berkemih, dan dribbling
(menetes setelah berkemih).
Simtom iritatif meliputi urgensi,
frekuensi, dan nokturia. Pasien
dapat juga datang dengan
retensi urin akut.
• Pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai obstruktif uretra dan
pembatasan aliran urinarius Peripheral zone
A. Gejala iritatif Transition zone
1). Sering miksi (frekuensi) Urethra
2). Nokturia (sering kencing pada malam hari)
3). Urgency
4). Disuria
B. Gejala obstruktif
1). Pancaran melemah
2). Rasa tidak tuntas sehabis miksi bila ingin
3). miksi harus menunggu lama (resistensi)
4). Harus mengedan (straining)
5). Kencing terputus – putus (intermintensi)
6). Waktu miksi memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urin dan inkontinensia karena
over flow.
DIAGNOSIS
Anamnesis
• LUTS
• kuesioner ‘The International
Prostate Symptom Score (IPSS)’
Pemeriksaan fisik
• Menilai area suprapubis, tanda
distensi kandung kemih dan
pemeriksaan neurologis untuk
menilai defisit sensoris dan
motoris.
• Pemeriksaan rektal toucher
(digital rectal examination/DRE)
 menilai ukuran dan kontur
prostat
• BPH  prostat halus, padat,
kenyal, dan membesar (Ukuran
prostat yang normal pada
dewasa muda: 20 gram)
• Indurasi pada postat pada DRE
curiga kemungkinan kanker
• DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan penunjang
• Striktur uretra riwayat
• Laboratorium: urinalisis  instrumentasi uretra, uretritis,
eksklusi infeksi atau atau riwayat trauma
hematuria, kreatinin serum 
menilai fungsi ginjal, PSA • Batu vesica urinaria
(vesicolithiasis)  selain LUTS
• Radiologi: USG, IVP biasanya terdapat juga hematuria
• Histopatologi: nodul yang dan nyeri.
mengalami hiperplasia • Karsinoma prostat  abnormalitas
tersusun atas proliferasi dari pada DRE atau peningkatan PSA
elemen glandular (epitel) dan
stroma fibromuskular. • Infeksi saluran kemih  temuan
Glandula yang hiperplastik pada urinalisis dan kultur
dilapisi oleh sel-sel epitel • Neurogenic bladder  bisa
kolumner tinggi dan lapisan didapatkan riwayat penyakit
sel-sel basal yang pipih. neurologis, stroke, diabetes
melitus, atau riwayat trauma
spinal. Pada pemeriksaan 
gangguan sensoris pada perineum,
ekstremitas bawah, gangguan
pada tonus spinchter rectal dan
refleks bulbocavernosus
• Pembedahan
– untuk pasien yang tetap
PENATALAKSANAAN terganggu dengan simtom,
pasien yang mengalami
• Watchful waiting retensi urin walaupun telah
– Pada simtom ringan (skor IPSS <7) atau
simtom sedang-berat (skor IPSS > 8) diberi terapi medis, pasien
yang tidak terganggu dengan
simtomnya dan tidak mengalami dengan dilatasi traktus
komplikasi BPH
• Terapi Medis urinarius bagian atas,
– Pada simtom yang lebih berat. Indikasi
absolut terapi medis: retensi urin, batu
insufisiensi renal oleh
kandung kemih, dilatasi saluran kemih
atas, dan gagal ginjal. Indikasi relatif:
karena BPH, atau batu
residu pascakemih yang banyak,
hematuria, dan infeksi saluran kemih
kandung kemih.
rekuren.
– Alpha1 blocker, bekerja pada komponen
– Metode: TURP
dinamis dari obstruksi ostium uretra
interna eg. Tamsulosin
(transurethral resection of
– 5-alfareduktase inhibitor (menghambat the prostate),
perubahan testosteron menjadi
dihidrotestosteron), eg Finasterid prostatektomi
Prostate Cancer
•  age heightens the risk for • Local growth of the tumor into
the urethra or bladder neck or
CaP from its direct extension into
the trigone of the bladder 
obstructive/irritative
• Early-stage CaP: symptoms
asymptomatic.
• Metastatic disease to the
bones  bone pain.
• The presence of symptoms
often suggests locally • Induration, if detected by DRE,
advanced or metastatic needs further evaluation (ie,
PSA, TRUS, & biopsy).
disease.

Tanagho EA, et al. Smith’s general urology. 17th ed. McGraw-Hill; 2008.
Prostatic Cancer
• The main diagnostic tools to obtain evidence of PCa include
– DRE,
– PSA: spesific organ but not spesific disease
– Transrectal ultrasonography (TRUS).
• TRUS is useful in performing prostatic biopsies and in providing some
useful local staging information if cancer is detected.

• Prostate biopsy should be considered in men with an


elevated serum PSA, a DRE, or its combination.

• Its definite diagnosis depends on the histopathologic


verification of adenocarcinoma in prostate biopsy cores or
operative specimens.

Guidelines on prostate cancer. European Association of Urology 2012


Tanagho EA, et al. Smith’s general urology. 17th ed. McGraw-Hill; 2008.
43. Skin
• Two layers
– Epidermis
– Dermis

• Epidermis
– Outer cells are dead
– Act as protection and form
water tight seal
– Deeper layers divide to
produce the stratum corneum
& also contain pigment to
protect against UV radiation

Brunicardi FC. Schwartz principles of surgery. 8th ed. McGraw-Hill; 2004.


43. Skin
• Dermis
– Consists of tough, elastic
connective tissue which
contains specialized structures

• Dermis - Specialized
Structures
– Nerve endings
– Blood vessels
– Sweat glands
– Oil glands - keep skin
waterproof, usually discharges
around hair shafts
– Hair follicles

Brunicardi FC. Schwartz principles of surgery. 8th ed. McGraw-Hill; 2004.


Skin Graft
• A graft of skin detaches epidermis
& varying amounts of dermis from
its blood supply in the donor area
& is placed in a new bed of blood
supply from the base of the
wound, or recipient area.

• Thin grafts are more likely to take


than thick grafts because:
– less tissue to be supported by
imbibition
– larger number of blood-vessel
openings on their undersurface.

Current surgical diagnosis & treatment. 12nd ed. McGraw-Hill; 2006.


43. Flap

• The term "flap" refers to any tissue used for reconstruction or


wound closure that retains part or all of its original blood supply
after the tissue has been raised and moved to a new location.

• That part still connected through which the blood supply enters
and exits is referred to as the flap base, or pedicle.
Current surgical diagnosis & treatment. 12nd ed. McGraw-Hill; 2006.
43. Skin Graft or Flap

Current surgical diagnosis & treatment. 12nd ed. McGraw-Hill; 2006.


Flap lokal
• Diindikasikan untuk defek pada persendian,
pembuluh darah dan tendon yang terpapar
44. Spondylolisthesis
• Gradation of
spondylolisthesis
– Meyerding’s Scale
• Grade 1 = up to 25%
• Grade 2 = up to 50%
• Grade 3 = up to 75%
• Grade 4 = up to 100%
• Grade 5 >100%
(complete dislocation,
spondyloloptosis)
Spondylolisthesis
• Symptoms
– Low back pain
• With or without buttock or thigh
pain
– Pain aggravated by standing or
walking
– Pain relieved by lying down
– Concomitant spinal stenosis, with
or without leg pain, may be
present
– Other possible symptoms
• Tired legs, dysthesias,
anesthesias
• Partial pain relief by leaning
forward or sitting
Spondylolisthesis
• Diagnosis
– Plain radiographs
– CT, in some cases with
leg symptoms
• Nonoperative Care
– Rest
– NSAID medication
– Physical therapy
– Steroid injections
Spondylolisthesis
• Surgical care
– Failure of nonoperative
treatment
– Decompression and fusion
• Instrumented
• Posterior approach
• With interbody fusion
Spondylolysis
• Spondylolysis
– Also known as pars defect
– Also known as pars fracture
– With or without
spondylolisthesis
– A fracture or defect in the
vertebra, usually in the
posterior elements—most
frequently in the pars
interarticularis
Spondylolysis
• Symptoms
– Low back pain/stiffness
– Forward bending
increases pain
– Symptoms get worse
with activity
– May include a stenotic
component resulting in
leg symptoms
– Seen most often in athletes
• Gymnasts at risk
• Caused by repeated strain
Spondylolysis
• Diagnosis
– Plain oblique radiographs
– CT, in some cases
• Nonoperative care
– Limit athletic activities
– Physical therapy
• Most fractures heal without
other medical intervention
Spondylolysis
• Surgical care
– Failure of nonoperative treatment
– Posterior fusion
• Instrumented
• May require decompression
Ankylosing spondilitis

optimized by optima
Herniated Nucleus Pulposus
• The progressive
degeneration of a disc, or
traumatic event, can lead
to a failure of the annulus
to adequately contain the
nucleus pulposus
• This is known as herniated
nucleus pulposus (HNP) or
a herniated disc
Herniated Nucleus Pulposus

• Symptoms
– Back pain
– Leg pain
– Dysthesias
– Anesthesias
Herniated Nucleus Pulposus
• Varying degrees
• Disc bulge
– Mild symptoms
• Usually go away with
nonoperative treatment
– Rarely an indication
for surgery
• Extrusion (herniation)
– Moderate/severe symptoms
• Nonoperative treatment
Herniated Nucleus Pulposus
• Diagnosis
– Magnetic resonance imaging
(MRI)/patient exam
• Nonoperative Care
– Initial bed rest
– Nonsteroidal anti-
inflammatory (NSAID)
medication
– Physical therapy
• Exercise/walking
– Steroid injections
Herniated Nucleus Pulposus
• Surgical care
– Failure of nonoperative
treatment
• Minimum of 6 weeks in
duration
– Can be months
– Discectomy
• Removal of the herniated
portion of the disc
• Usually through a small
incision
• High success rate
Herniated Nucleus Pulposus
• Cauda Equina Syndrome
– Caused by a central disc
herniation
– Symptoms include bilateral
leg pain, loss of perianal
sensation, paralysis of the
bladder, and weakness of the
anal sphincter
– Surgical intervention in these
cases is urgent
45. Ruptur uretra
• Trias ruptur uretra anterior
- Bloddy discharge
- Retensio urine
- Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat
Trias ruptur uretra posteriior
- Bloody discharge
- Retensio urine
- Floating prostat
• Terapi :
a. Initial : segera sistostomi transpubik à bila ada fr. Pelvis
tidak boleh trokar
b. Rekonstruksi : – uretrotomia interna
– Anastomosis uretra
Urethral Trauma

Posterior Urethral Trauma…


SISTOSTOMI
• Suatu tindakan pembedahan untuk • Indikasi operasi sistostomi trokar
mengalirkan kencing melalui lubang yang • Retensio urin dimana:
dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi • kateterisasi gagal: striktura uretra, batu
urin dan menghindari komplikasi. uretra yang menancap (impacted)
• Macam: sistostomi trokar dan sistostomi • kateterisasi tidak dibenarkan: ruptur uretra
terbuka
• Syarat pada sistostomi trokar:
Indikasi operasi sistostomi terbuka • buli-buli jelas penuh dan secara palpasi
teraba
• Retensio urin dimana: • tidak ada sikatrik bekas operasi didaerah
• kateterisasi gagal: striktura uretra, batu abdomen bawah
uretra yang menancap (impacted) • tidak dicurigai adanya perivesikal hematom,
• kateterisasi tidak dibenarkan: ruptur uretra seperti pada fraktur pelvis
• bila sistostomi trokar gagal
• bila akan dilakukan tindakan tambahan
seperti mengambil batu dalam buli-buli,
evakuasi gumpalan darah, memasang drain
di kavum Retzii dan sebagainya.
46. Hemoroid

Hemoroid eksterna Hemoroid Interna


Diluar anal canal, sekitar sphincter Didalam anal canal
Gejala terjadi karena thrombosis Gejala timbul karena perdarahan atau
iritasi mukosa
Tidak dapat dimasukkan ke dalam anal dapat dimasukkan ke dalam anal canal
canal sampai grade III
• Internal Hemorrhoids
Internal hemorrhoidal plexus
– V. Rectus Inferior
– V. Rectus Media
• External Hemorrhoids
external hemrroidal plexus
– V. Rectus Inferior
Gambaran Histologis
• Hemoroid  structur
vaskular dalam anal
canal
• Gambaran Histologis
– Epitel skuomosa
kolumnar simplex dan
eptel skuomosa
bertingkat dengan
pelebaran vena pada
lapisan lamina proria
dan submukosa
47. Acute limb ischemia
Chronic limb
ischemia
48. Trauma patient
Airway Management
• Simple management Patient can’t response
maneuvers •GCS Score<9
– Suction •Obstruction due to
– Chin lift – Tongue
– Jaw thrust – Aspiration
• “Definitive airway:” Cuffed tube – Foreign body
in trachea – Maxillofacial injury
– Neck injury
•Management:
– Careful endoscopic exam
– Careful and gentle intubation, or
– Surgical airway?
• Modify for suspected spinal injury:
1. Tongue/jaw lift
2. Modified jaw thrust
Airway Obstruction
• Snoring - due to obstruction of upper airway
by the tongue
• Gurgling - due to obstruction of upper airway
by liquids (blood, vomit)
• Wheezing - due to narrowing of the lower
airways
• Permenkes 585/1989:
persetujuan pasien/keluarga setelah penjelasan tentang  Ps. 53 UU Kes No. 23/92
tindakan medik terhadap pasien (lisan atau tulisan)
alasan
• Kode etik Kedokteran Internasional 1949,Butir 6 : sifat
“… a physician shall respect the rights of the
patient.”
tujuan
• Deklarasi Lisbon, Sidang Umum WMA 1981,Butir 3 : resiko
“… to accept or to refuse treatment after receiving
adequate information.” side effect
alternatif
 tidak boleh: kerugian bila menolak

 fraud, force, fear


• Oral consent Harus ada
saksi, namun
• Implied consent sulit karena ada
rahasia pasien
• Written consent
Otoritas orangtua terhadap anak tidak mutlak,
biasanya:
dilibatkan dengan syarat
tindakan non-theurapetik
berpengaruh bagi pasangan utuh
(pengaruh tersebut irrreversible)
Kaidah Dasar Moral
• Kaidah dasar moral terdiri atas:
1. Autonomy: pasien dapat mengambil keputusan
sendiri & dijamin kerahasiaan medisnya → dasar
informed consent & kerahasiaan medis.
2. Nonmaleficence (Do No Harm): tidak dengan
sengaja melakukan tindakan yang malah
merugikan/invasif tanpa ada hasilnya → dasar agar
tidak terjadi kelalaian medis.
3. Beneficence: mengambil langkah yang bermanfaat,
untuk mencegah atau menghilangkan sakit.
4. Justice: perlakuan yang sama untuk kasus yang
sama.
Autonomy in Emergency Setting
• Autonomy : respecting an individual’s right to self-
determination as well as creating the conditions
necessary for autonomous choice → Inform consent
• KODEKI : Dokter mengutamakan kesehatan penderita
dan melindungi hidup insani;
• Permenkes No 585 tahun 1989 pasal 11 : Dalam hal
pasien tidak sadar serta tidak didampingi oleh keluarga
terdekat dan secara medik berada dalam keadaan
gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan
medik segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan
persetujuan dari siapa pun
50. Mediastinal mass
• The following characteristics indicate that a
lesion originates within the mediastinum:
– Unlike lung lesions, a mediastinal mass will not
contain air bronchograms.
– The margins with the lung will be obtuse.
– Mediastinal lines (azygoesophageal recess,
anterior and posterior junction lines) will be
disrupted.
– There can be associated spinal, costal or sternal
abnormalities.
A lung mass abutts the mediastinal surface and creates acute angles with
the lung, while a mediastinal mass will sit under the surface creating obtuse
angles with the lung (Figure)
• x-ray on the left there is a lesion that has an acute border with
the mediastinum.
This must be a lung mass
• The chest radiograph on the right shows a lesion with an
obtuse angle to the mediastinum.
This must be a mediastinal mass.
• Notice the trachea was shifted to the right (arrow)
http://www.radiologyassistant.nl/en/p4620a193b679d/mediastinum-masses.html
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

51. Trauma Uretra


• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
Uretra Anterior: Uretra Posterior :
• Anatomy: • Anatomy
– Bulbous urethra – Prostatic urethra
– Pendulous urethra – Membranous urethra
– Fossa navicularis • Etiologi:
• Etiologi: – Fraktur tulang Pelvis
– Straddle type injuries • Gejala klinis:
– Intrumentasi – Darah pada muara OUE
– Fractur penis – Nyeri Pelvis/suprapubis
• Gejala Klinis: – Perineal/scrotal hematom
– Disuria, hematuria – RT Prostat letak tinggi atau melayang
– Hematom skrotal • Radiologi:
– Hematom perineal akan timbul bila terjadi – Pelvic photo
robekan pada fasia Buck’s sampai ke – Urethrogram
dalam fasia Colles‘‘butterfly’’ hematoma
in the perineum • Therapy:
– will be present if the injury has disrupted – Cystostomi
Buck’s fascia and tracks deep to Colles’ – Delayed Repair
fascia, creating a characteristic ‘‘butterfly’’
hematoma in the perineum
• Therapy:
– Cystostomi
– Immediate Repair
• Don't pass a diagnostic • Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: – Modalitas pencitraan yang
– The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
– May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
– May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the


intact urogenital diaphragm
following blunt trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
52. FISIOLOGI
Mikturisi

• Kapasitas kandung kemih berkisar antara 350


– 500 ml. reflex spinal ini dikontrol oleh
mekanisme inhibisi kortikal, yang
memungkinkan kontrol secara sadar
sepanjang berkemih. Kontrol secara sadar ini
terbentuk pada masa kanak – kanak awal.
FISIOLOGI Mikturisi
• Mikturisi, atau biasa disebut sebagai • Pada orang dewasa, terdapat kontrol volunter
urinasi, adalah proses mengosongkan pada spinchter urethtra externa, dan mikturisi
kandung kemih. Proses ini dikontrol oleh secara dominan dikontrol oleh pusat mikturisi di
pons. Pusat mikturisi menerima sinyal dari
refleks mikturisi (lihat dislide sebelumnya) reseptor regang dan mengintegrasikan informasi
• (1) Ketika vesica urinaria mengandung dengan input dari korteks mengenai tepat
200mL urin, reseptor regang pada tidaknya berkemih pada waktu tersebut.
dindingnya mengirim impuls saraf aferen • (6) Impuls balik dikirim yang mengeksitasi otot
ke medula spinalis melalui saraf pelvik. detrusor
• (2) Melalui jalur refleks parasimpatik • (7) Impuls tersebut juga menyebabkan relaksasi
spinchter urethra interna.
melalui segmen S2 hingga S3 medulla
spinalis, sinyal akan kembali ke kandung • Ketika seseorang memutuskan bahwa waktu
tersebut tidak tepat untuk berkemih, terdapat
kemih. aliran impuls saraf secara terus menerus dari
• (3) Sinyal tersebut akan menstimulasi batang otak, melalui nervus pudendus, ke
kontraksi otot detrusior. spinchter urethra externa, sehingga spinchter ini
akan terus menerus berkontraksi.
• (4) Sinyal tersebut juga akan
menyebabkan relaksasi spinchter uretra • (8) Jika seseorang ingin berkemih, aliran impuls
yang terus menerus tersebut akan dihambat,
interna. Refleks ini merupakan refleks
dan spinchter urethra externa mengalami
yang predominan pada anak-anak. relaksasi, dan kontraksi otot detrusor akan
mengeluarkan urin. Manuver valsalva juga
membantu pengeluaran urin.
LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)
• Frekuensi: sensasi ingin urinasi yang lebih sering
• Urgensi: sensasi ingin berkemih yang tiba-tiba, dan segera, dan
mengacu kepada sensasi tidak bisa menahan keluarnya miksi
• Hesitansi: kesulitan dalam memulai urinasi; aliran urin yang
terinterupsi dan lemah
• Pengosongan kandung kemih yang tidak lampias: perasaan urin sisa
yang persisten, walaupun terjadi peningkatan frekuensi urinasi
• Mengejan: harus mengejan (manuver valsalva) untruk mengawali
dan mempertahankan urinasi
• Penurunan kekuatan aliran urin: berkurangnya kekuatan aliran urin
dengan bertambahnya waktu
• Dribbling/menetes
Urinary inkontinesia

• Definisi
– keluarnya urin secara involunter

• Klasifikasi
– Inkontinensia uretra
• Kelainan uretral: obesitas, multiparitas, persalinan sulit, fraktur pelvis,
pascaprostatektomi
• Kelainan kandung kemih: kelainan detrusor neuropatik atau
nonneuropatik, infeksi, sistitis interstisial, batu kandung kemih, atau
tumor.
• Kelainan nonurinarius: gangguan mobilitas atau fungsi mental.
– Inkontinensia nonuretra
• Fistula urinarius: vesikovagina
• Ektopia ureter: ureter berlanjut ke uretra (biasanya ureter dupleks).
Patofisiologi
• Inkontinensia stress: kebocoran terjadi ketika tekanan
infraabdomen melebihi tekanan uretra (misalnya batuk,
mengedan)
• Inkontinensia urgensi: ketidakstabilan otot detrusor
idiopatik menyebabkan peningkatan tekanan intravesika
dan kebocoran urine
• Hiperrefleksia detrusor: hilangnya kontrol kortikal
→kandung kemih tidak dapat dihambat dengan kontraksi
detrusor yang tidak stabil→kandung kemih terisi, reflex
sakralis dimulai→kandung kemih melakukan pengosongan
secara spontan
• Inkontinensia overflow: kerusakan pada serat eferen dari
reflex sakralis menyebabkan atonia kandung kemih.
53.

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html

“Water bottle configuration"


bayangan pembesaran jantung
yang simetris
• Dicurigai Tamponade jantung:
– Echocardiography
– Pericardiocentesis
• Dilakukan segera untuk
diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis
– Sering kali merupakan pilihan
terbaik saat terdapat kecurigaan
adanya tamponade jantung atau
terdapat penyebab yang
diketahui untuk timbulnya
tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
ILMU PENYAKIT MATA
53. ULKUS KORNEA
Ulkus Kornea

Keratitis Inflammation of the cornea


Ulkus Kornea A corneal ulcer, or ulcerative keratitis, or
eyesore is an inflammatory or more seriously,
infective condition of the cornea involving
disruption of its epithelial layer with
involvement of the corneal stroma.
Keratokonjungtivitis Inflammation of the cornea and conjunctiva
Blefaritis Inflammation of the eyelids
Konjungtivitis Inflammation of the conjunctiva
ULKUS KORNEA
• Gejala Subjektif
• Ulkus kornea adalah hilangnya – Eritema pada kelopak mata dan
sebagian permukaan kornea konjungtiva
akibat kematian jaringan kornea – Sekret mukopurulen
– Merasa ada benda asing di mata
• ditandai dengan adanya infiltrat – Pandangan kabur
supuratif disertai defek kornea – Mata berair
– Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi
bergaung, dan diskontinuitas ulkus
jaringan kornea yang dapat – Silau
terjadi dari epitel sampai stroma. – Nyeri
– nfiltat yang steril dapat menimbulkan
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan
trauma, pajanan, radiasi, sindrom robekan lapisan epitel kornea.
sjorgen, defisiensi vit.A, obat-
obatan, reaksi hipersensitivitas, • Gejala Objektif
– Injeksi siliar
neurotropik
– Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
– Hipopion
ULKUS KORNEA
Peripheral Ulcerative Keratitis (PUK)
• Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2
• Ulcer progressing slowly and easily,
: circumferentially, and deeper toward the
center of the cornea
1. Ulkus kornea sentral • Etiology  connective tissue disease
– Ulkus kornea bakterialis – Rheumatoid arthritis (RA)
– Sjögren syndrome
– Ulkus kornea fungi – Mooren ulcer
– systemic vasculitic disorder (eg, SLE,
– Ulkus kornea virus Wegener granulomatosis, polyarteritis
nodosa).
– Ulkus kornea acanthamoeba
2.Ulkus kornea perifer Mooren ulcer
• rapidly progressive, painful, ulcerative
– Ulkus marginal keratitis
• initially affects the peripheral cornea, spread
– Ulkus mooren (ulkus circumferentially and then centrally
serpinginosa kronik/ulkus • can only be diagnosed in the absence of an
infectious or systemic cause.
roden) • Kausa tidak jelas, mungkin karena infeksi
virus, alergi terhadap protein
– Ulkus cincin (ring ulcer) tuberkulosa/toksin ankilostoma, atau
autoimun
Ulkus Kornea
• Penatalaksanaan : • Penatalaksanaan bedah
– harus segera ditangani oleh pada ulkus roden:
spesialis mata – Keratotomi
– Pengobatan tergantung – keratoplasti
penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung
antibiotik, anti virus, anti
jamur,
– sikloplegik
– Mengurangi reaksi
peradangan dengan steroid.
– Berikan analgetik jika nyeri
– Jangan menggosok-gosok
mata yang meradang
– Mencegah penyebaran infeksi
dengan mencuci tangan
An inflammatory or more seriously, infective condition of the cornea
involving disruption of its epithelial layer with involvement of the
corneal stroma
Causative Agent Feature Treatment
Fungal Fusarium & candida species, conjungtival Natamycin,
injection, satellite lesion, stromal infiltration, amphotericin B,
hypopion, anterior chamber reaction Azole derivatives,
Flucytosine 1%
Protozoa infection associated with contact lens users swimming in
(Acanthamoeba) pools
Viral HSV is the most common cause, Dendritic Acyclovir
lesion, decrease visual accuity
Staphylococcus Rapid corneal destruction; 24-48 hour, stromal Tobramycin/cefazol
(marginal ulcer) abscess formation, corneal edema, anterior in eye drops,
segment inflammation. Centered corneal ulcers. quinolones
Pseudomonas
Traumatic events, contact lens, structural (moxifloxacin)
Streptococcus malposition
connective tissue RA, Sjögren syndrome, Mooren ulcer, or a
disease systemic vasculitic disorder (SLE)
54. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis
Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of
the membrane lining the eyelids (conjunctiva)

Pathology Etiology Feature Treatment


Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of → worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 7–14 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears →relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral →herpes simplex
virus or varicella-zoster
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html virus
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
CHLAMYDIAL KONJUNGTIVITIS
EPIDEMIOLOGY SIGNS
• Adult chlamydial conjunctivitis is a • Preauricular lymphadenopathy
sexually transmitted disease (STD) • Mucopurulent discharge
• All ages but particularly young adults • Conjunctival injection
• More women than men affected C. • Chemosis
trachomatis serotypes D-K • Follicular reaction (especially bulbar or
plica semilunaris follicles)
Histopathology: basophilic intracytoplasmic • Superior micropannus
epithelial inclusion bodies (on Giemsa • Fine or coarse epithelial or subepithelial
staining) corneal infiltrates

SYMPTOMS TREATMENT
• Unilateral or bilateral involvement Options include one of the following:
• Purulent discharge, crusting of lashes, • Azithromycin 1000mg single dose
swollen lids, or lids "glued together" • Doxycycline 100mg BID for 7 days
• Patient may also complain of: • Tetracycline 100mg QID x 7 days (avoid in
◦ red eyes pregnant women and in children)
◦ irritation • Erythromycin 500 mg QID x 7 days
◦ tearing Patient and sexual contacts should be
◦ photophobia evaluated and treated for other STDs.
◦ blurred vision
http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/chlamydial-conjunctivitis.cfm
55. GANGGUAN LAPANG PANDANG
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/hemianopia
Definisi Kebutaan
56. KATARAK SENILIS
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com

Cataract
• Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
• Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
• Etiological classification :
 Senile
 Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
 Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
 Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
 Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
 Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
 Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
 Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
 Syndromes with cataract (down’s syndrome, werner’s syndrome, lowe’s syndrome)
 Hereditary
 Secondary cataract
• Morphological classification : • Sign & symptoms:
 Capsular – Near-sightedness (myopia
 Subcapsular shift) Early in the
 Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
 Cortical lens may be increased
 Lamellar – Reduce the perception of
 Sutural blue colorsgradual
• Chronological classification: yellowing and opacification of
 Congenital (since birth) the lens
 Infantile ( first year of life) – Gradual vision loss
 Juvenile (1-13years) – Almost always one eye is
 Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
 Senile
– Shadow test +
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak
• Etiologi :belum diketahui secara pastimultifaktorial:
 Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
 Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.
 Faktor imunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya
matahari.
 Gangguan metabolisme umum
• 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to
continued hydration  ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur
• Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
• Penyulit : Glaukoma, uveitis
• Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
•Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
 Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
 Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
•Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
 Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
 Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
•Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil

Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata


Bedah Katarak
• Lensa intraokuler salah satu koreksi penglihatan pasca operasi
yang paling sering digunakan.
• Tidak perlu melepaskan lensa kontak, mengurangi serta
mencegah distorsi lapang pandang
• Indikasi :
 Pada katarak monokuler, hemiplegia, memerlukan visus baik, manula
• Kontraindikasi :
 Tidak dapat dipasang pada gangguan endotel kornea, glaukoma tidak
terkontrol, rubeosis iridis, uveitis berulang, retinopati diabetik
proliferatif, penderita yang senang lensa kontak atau kacamata atau
menolak dipasang

Vaughn, Oftalmologi Umum


57-58. DAKRIOSISTITIS & ANEL TEST
DAKRIOSISTITIS
• Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
• Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
• Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
• Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
DAKRIOSISTITIS – ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
• Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal :
• Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi dari
bagian eksresi baik atau tidak.
• Cara melakukan uji anel :
– Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum
– Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau bengkok
tetapi tidak tajam
– Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui
pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung
• Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk hidung.
Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di dalam saluran
eksresi.
• Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di
duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum lakrimal
inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal
inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal superior.
Atlas of ophthalmology; Pedoman pelayanan medis RS Cicendo
63. GANGGUAN LAKRIMAL
Kelainan Definisi Tanda dan Gejala

Dakriosistitis Radang skus lakrimalis, biasanya dimulai Epifora, sakit hebat di daerah kantung air mata, demam,
oleh terdapatnya obsruksi duktus terdapat pembengkakan kantung air mata, merah di
nasolakrimalis daerah sakus lakrimal, nyeri tekan, sekret mukopurulen
bila kantung air mata ditekan

Dakrioadenitis Radang kelenjar lakrimal, penyakit Sakit pada glandula lakrimal yaitu di bagian temporal atas
jarang, dapat unilateral atau bilateral rongga orbita disertai kelopak mata bengkak, konjungtiva
kemotik, mata kotor, mata nyeri bila bergerak, bila kelopak
mata dibalik tampak pembengkakan berwarna merah di
bawah kelopak mata atas temporal
Dry eye syndrome a condition in which there are symptoms of irritated, gritty, scratchy, or burning eyes, a
insufficient tears to lubricate and nourish feeling of something in their eyes, excess watering, and
the eye blurred vision
Sub conjunctival also known as hyposphagma, is bleeding initially appears bright-red underneath the transparent
bleeding underneath the conjunctiva. May be conjunctiva. Later, the hemorrhage may spread and
caused by a sudden or severe sneeze or become green or yellow, like a bruise. Usually this
cough, or due to hypertension or as a disappears within 2 weeks
side effect of blood thinners
Obstruksi duktus penyumbatan duktus nasolakrimalis Mata berair, akumulasi mukus pada mata atau kelopak
nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan air mata dari mata, konjungtivitis kronis dan rekuren, Tekanan pada
sakus lakrimalis ke hidung) kantung lakrimal dapat menimbulkan regurgitasi mukus
dan air mata dari pungtum

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


Tes Untuk menguji lapang pandang penderita
Konfrontasi dengan membandingkan antara lapang pandang
pemeriksa (dianggap normal) dengan lapang
pandang pasien

Tes Pemberian zat fluoresens warna pada kornea


Fluoresensi untuk melihat ada tidaknya defek kornea
Tes Ishihara Tes untuk mengetahui butawarna
Tes Amsler Tes untuk memeriksa fungsi penglihatan sentral
(misal pada penyakit macular degeneration)
59. FUNDUSKOPI
Funduskopi
Direk Indirek
Sifat bayangan tegak Terbalik
Pembesaran 15x 4-5x
Lapang pandang kecil Lebih besar
Hal-hal khusus Refleks macula dan detail General view
retina lebih jelas
Non stereoskopik Stereoskopik, penting pada
Tidak berfungsi pada ablatio retina
kekeruhan media Masih dapet
memperlihatkan gambaran
fudus meskipun media
keruh
Normal Funduscopy

normal
Normal Ocular Fundus

Vessels:
Arterial/venous
Arterioles
diameter ratio 2 to 3;
the arteries appear a
bright red, the veins a
slightly purplish Optic cup
colour.
Fovea

Optic disc

Vein
Disc: Clear outline
optic cup is pale and
centrally located.
Normal cup/disc ratio
0,3 s.d <0.5

http://cms.revoptom.com/osc/3146/Analysis.jpg
 Retina: Normal red/orange
colour, macula is dark. The
macula is approximately 2
disc diameters away from disc
and 1.5 degrees below
horizon.
What to observe

• Optic disc- colour/size/edges


• Cup – size
• Blood vessels – number/width/tortuosity
• Macular / fovea
• Other findings –hemorrhages, soft and hard
exudates, edema
Flame-shaped hemorrhage

Microaneurysm / dot blot hemorrhage


Macular edema
Neovascularization
60. COTTON WOOL SPOT
Cotton wool spot
• small, whitish/grey, cloud-like, linear or
serpentine, slightly elevated lesions with
fimbriated edges that appeared to float within
the substance of the inner retina
• an infarction of the nerve fiber layer

http://www.revophth.com/content/d/retinal_insider/i/1332
/c/25556/
Cotton-wool spot
Hard exudate
• deeper, yellowish, well-defined, crystalline
granules commonly associated with retinal
exudative and inflammatory processes
Exudates
hard exudate, Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
soft exudate/ Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia serabut saraf retina
cotton wool spot tampak sebagai bercak kuning bersifat difus / warna putih

flame Rupture of superficial pre-capillary arterioles, small veins. Causes:


hemorrhage Systemic hypertension, leukemia, severe anemia, thrombocytopenia,
retinal vein occlusion, trauma
dot hemorrhage Rupture of deep capillaries or venules. They are common in diabetes.
Pada retina terjadi mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler)
Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat dengan
mikroaneurisma di polus posterior (dot hemorrhage)

drusen Tiny yellow or white accumulations of extracellular material that build


up between Bruch's membrane and the retinal pigment epithelium of
the eye; scattered around the macular region They are the most
common early sign of dry age-related macular degeneration. Drusen are
made up of lipids

http://www.aao.org/theeyeshaveit/optic-fundus/hemorrhages-table.cfm
61. KONJUNGTIVITIS NEONATAL GO
KONJUNGTIVITIS NEONATAL
• Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery
• Cause:
– Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 1-7 hari)
– Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
– S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
• Mucopurulent discharge
• Chlamydial  less inflamed  eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
• Complication in chlamydia infection  pneumonia (10-20% kasus)
• Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than
gonococcal  caused by eyelid scarring and pannus
• Terapi konj. Klamidial  oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid)
for 14 days (because of the significant risk for life-threatening
pneumonia)

http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
• manifests in the first five days of life • 5 to 12 days after birth
• marked bilateral purulent • Mucopurulent discharge
• discharge • less inflamed  eyelid swelling,
• local inflammation  palpebral chemosis, and
• edema • pseudomembrane formation
• Complication  diffuse epithelial
edema and ulceration, perforation of
• Complication  pneumonitis
the cornea and endophthalmitis (range 2 weeks – 19 weeks after
• Gram-negative intracellular diplococci
delivery)
on Gram stain • Blindness rare and much
• Culture  Thayer-Martin agar slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus
Microscopic Findings

Etiology Findings
Chemical PMNs, few lymphocytes
Chlamydia PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber cells,
intracytoplasmic basophilic inclusions
Bacteria PMNs, bacteria
Virus Lymphocytes, plasma cells, multinucleated
giant cells, intranuclear eosinophilic inclusion

http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html
KONJUNGTIVITIS GO
• Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular
diplococci on Gram stain
• Masa inkubasi: 1-7 hari
• manifests in the first five days of life
• Marked bilateral purulent discharge
• local inflammation  palpebral edema
• Complication  diffuse epithelial edema and ulceration,
perforation of the cornea and endophthalmitis  kebutaan
• Culture  Thayer-Martin agar
• Topical erythromycin ointment and IV or IM third-
generation cephalosporin
Non-Infectious • Nasolacrimal duct obstruction may cause ‘sticky’ eyes.
• Corneal abrasion following trauma at delivery.
• Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic
region).
• Foreign body.

Infectious Organism Age of Onset Clinical Features Therapy

# Uncommon, Staphylococcus aureus 2-5 days Unilateral, crusted purulent Topical soframycin drops qds for 5
potential for serious
consequences - severe Streptococcus discharge days
keratitis and
endophthalmitis. pneumoniae,
Requires early
recognition and Haemophilus spp,
treatment. Needs
blood and CSF culture. Enterococci
Consider concomitant
chlamydial infection if
poor response to Neisseria gonorrhoeae # 3 days to 3 Bilateral, hyperaemic, Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a
cephalosporin.
Parents require Infants who are positive weeks chemosis, copious thick single dose (maximum 125mg),
investigation and
screening. need to be evaluated for white discharge Saline irrigations hourly until exudate
+ Risk of rapid
progression from disseminated infections resolves.
purulent discharge to
denuding of corneal
epithelium, and
perforation of cornea. Pseudomonas 5-18 days Oedema and erthyema of lid, IV anti-pseudomonal antibiotics.
The anterior chamber
can fill with fibrinous aeruginosa + purulent discharge.
exudate, iris can
adhere to cornea and
Topical Gentamicin.
later blood vessel
invasion. The late
ophthalmic
Chlamydia trachomatis * 5-14 days Unilateral or bilateral, mild PO erythromycin 50mg/kg/day x 14d
complications can be
followed by
conjunctivitis, copious (qid)Alternative, 5 days Azithromycin
bacteraemia and
septic foci.
purulent discharge. syrup
* Most common
pathogen, 20-50% of
(= pertussis dosing 10mg/kg/day and
exposed infants will 5mg/kg day 2-5)
develop chlamydia
conjunctivitis, 10-20%
will develop
pneumonia. If relapse
Herpes simplex Conjunctivitis with vesicles Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 14-
occurs repeat course
of erythromycin for
elsewhere 21d.
further 14 days.
Parents require
Need ophthalmology review
treatment. within 24 hours. Topical acyclovir 3% 5 times daily.
http://www.adhb.govt.nz/newborn/guidelines/infection/neonatalconjunctivitis.htm
62. KELAINAN REFRAKSI -
HIPERMETROPIA
HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (di belakang
makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropia aksial),
– kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia
kurvatur),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia
refraktif)
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala,
silau, rasa juling atau diplopia

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : koreksi dimana tanpa
siklopegia didapatkan ukuran lensa
positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal (6/6), hal
ini untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


BENTUK HIPERMETROPIA
• Hipermetropia total = laten + manifest
– Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia
• Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif
– Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6
– Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif
– Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik
• Hipermetropia absolut :
– “Sisa”/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi
dengan akomodasi
– Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah
yang memberikan visus 6/6

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


BENTUK HIPERMETROPIA
• Hipermetropia fakultatif :
– Dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi sepenuhnya dengan
akomodasi
– Bisa juga dikoreksi oleh lensa
– Dapat dihitung dengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop
absolut
• Hipermetropia laten:
– Hipermetropia yang hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia
– bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris
– Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa.
– Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi fakultatif
dan kemudia menjadi absolut

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual of ocular diagnosis and therapy
• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam
penglihatan OD 6/20
– Dikoreksi dengan sferis +2.00  tajam penglihatan OD 6/6
– Dikoreksi dengan sferis +2.50  tajam penglihatan OD 6/6
– Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00  tajam
penglihatan OD 6/6
ARTINYA pasien memiliki:
– Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi)
– Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi)
– Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50
– Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
63. KERATITIS HERPES
Keratitis Herpes Simpleks
• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit
herpes simpleks lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk:
primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV
tipe 1, namun pada balita dan orang dewasa, dapat juga
disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi kornea yang disebabkan
kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel
raksasa berinti banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik
embrio telur ayam dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Manifestations of herpetic keratitis
Live virus Immune "Meta-herpetic"
reaction
Epithelium Dendrite, Epithelial defect
geographic
Stroma Necrotizing keratitis Immune keratitis Microbial and
non-microbial
ulcerative
keratitis
Endotheliu Disciform
m keratitis
Anterior Keratouveitis Keratouveitis
chamber
• Tatalaksana:
– Dokter umum: RUJUK SEGERA
– Debridement
– Antivirus topikal, kortikosteroid (pertimbangan
khusus)
• Topical antiviral: trifluridine 1% 8x/day (watch for epithelial
toxicity after 1 week fo therapy), acyclovir 3% drops initially
5x/day gradually tapering down but continued for at least 3
days after complete healing; if resistant, consider ganciclovir
0.15% gel initially 5x/day.
– Bedah
– Mengontrol reaktivasi HSV: hindari demam, pajanan
sinar matahari berlebihan, imunosupresi, dll
Keratitis herpes zoster
• Bentuk rekuren dari keratitis Varicella
• Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung
mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)

Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis

Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama
Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri.
Antibodi dari pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke
dalam epitel kornea

Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya
atau mata org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
Slit lamp photo demonstrating classic epithelial dendrites in our
patient after fluorescein staining.
64. ANISOMETROPIA
Anisometropia
• Def: a difference in refractive error between
their two eyes
• Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
• However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Anisometropic & Amblyopia
• When the magnitude of anisometropia exceeded 1.75 D,
the more myopic eye was almost always the sighting
dominant eye.
• Anisometropic amblyopia is the second most common
cause of amblyopia (present as single cause in 37% of cases
and present concomitantly with strabismus in an additional
24% of clinical populations.)
• Anisometropic amblyopia occurs when unequal focus
between the two eyes causes chronic blur on one retina.
• Anisometropic amblyopia can occur with relatively small
amounts of asymmetric hyperopia or astigmatism.
• Larger amounts of anisomyopia are necessary for
amblyopia to develop.

Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology &
http://eyewiki.aao.org/Anisometropic_Amblyopia & Treatment of Anisometropic Amblyopia in Children with Refractive Correction . Pediatric Eye Disease Investigator Group. Ophthalmology
2006;113:895–903
Interocular acuity difference criteria in anisometropia
Interocular
NCT (non contact tonometry), GAT
(Goldmann applanation tonometry), OBF
(ocular blood flow tonometry), SPH
Acuity
(spherical component), SEq (spherical
equivalent), EMM (emmetropia), HYP
Difference
(hyperopia)
Criteria in
Anisometropia

Ocular characteristics of anisometropia


Stephen J Vincent. Institute of Health and
Biomedical Innovation School of Optometry
Queensland University of Technology
Hemeralopia Day blindness; defective vision in bright
light.
Heterotropia strabismus
Hipermetropia Kelainan refraktif mata dimana bayangan
jatuh di belakang retina
Astigmatisme Kelainan refraktif mata di mana bayangan
tidak jatuh di satu titik fokus yang sama
65. PRESBIOPIA
Presbiopia
• Koreksi→lensa positif • Kekuatan lensa yang
untuk menambah biasa digunakan:
kekuatan lensa yang + 1.0 D → usia 40 tahun
berkurang sesuai usia + 1.5 D → usia 45 tahun
+ 2.0 D → usia 50 tahun
+ 2.5 D → usia 55 tahun
+ 3.0 D → usia 60 tahun

http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
NEUROLOGI
66. Tension headache
Nyeri Kepala Tension

•Nyeri kepala ini sering ditemui dalam praktek sehari – hari


•Prevalensi antara 30 – 78%
• dapat dibagi lagi menjadi 4 kelas yaitu :
1. Infrequent episodic tension type headache
2. Frequent episodic tension type headache
3. Chronic tension type headache
4. Probable tension type headache

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis infrequent tension type
headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul <1 hari
per bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis frequent tension type headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul dalam 1 -
14 hari per bulan selama > 3bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
67. Pemeriksaan Neurologis
Lhermitte sign:
• Sensasi elektrik dari punggung menjalar ke
eksremitas yang dicetuskan dengan menekuk
kepala ke depan atau ketika pemeriksa menekan
vertebra servikalis posterior saat leher fleksi;
• hasil (+)  adanya lesi di kolumna dorsalis
vertebra Servikalis atau cauda medulla

Laseque Test :
• Dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
HNP atau tidak yang biasanya terjadi di L5.
• Hasil (+)  terjadi nyeri skiatik pada sudut30-
70O
Bragard test:
•Manuver tambahan yang dilakukan bila
lasegue test (+).
•Pemeriksa menurunkan kaki pasien 1 inci dari
posisi dimana menimbulkan nyeri kemudian
dilakukan dorsofleksi telapak kaki.
•Hasil (+)  terdapat nyeri skiatika

Patrick test / FABER (Flexion, abduction, and


external Rotation )
• test untuk mengevaluasi kelainan di
persendian panggul dan sakroiliak. Dilakukan
pada pasien dengan low back pain
68.Fungsi Kognitif
• Terdiri atas
– Atensi : kemampuan untuk memfokuskan
(memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi)
; konsentrasi  mempertahankan fokus tersebut
– Memori  jangka panjang dan pendek
– Orientasi  kemampuan untuk mengaitkan keadaan
sekitar dengan pengalaman lampau
• Meliputi orang, tempat, dan waktu
• Orientasi waktu dan tempat  parameter memori jangka
pendek
– Bahasa
– Pikiran abstrak
69. Sindroma Kauda Ekuina
• Melibatkan saraf lumbar dan
sakral yang berjalan sejajar dan
di bawah konus medulla spinalis
• Etiologi : prolapsus diskus
intervertebralis , ependimoma
dan lipoma.
• Manifestasi klinis :
– Nyeri radikular pada saraf
skiatikus
– Nyeri pada vesika urinaria
(terutama bila batuk atau bersin)
– Gangguan pada seluruh modalitas
sensorik, mulai dari L4 ke bawah
Penyebab utama sindrom kauda
ekuina
• Lumbar stenosis (multilevel)
• Spinal trauma including
fractures
• Herniated nucleus pulposus
• Neoplasm, including
metastases,
• Spinal infection/abscess
• Idiopathic (eg, spinal
anesthesia)
• Spina bifida and subsequent
tethered cord syndrome
70. Low Back Pain
• Nyeri punggung bawah akut
didefinisikan sebagai nyeri punggung
bawah yang berlangsung kurang dari
3 bulan
• Kebanyakan merupakan nyeri
mekanik (nyeri yang muncul karena
aktivitas dan hilang dengan istirahat)
• Diagnosis :
– Singkirkan terlebih dahulu etiologi
LBP yang bersifat serius seperti
infeksi, tumor atau trauma (faktor
resiko dapat dilihat pada tabel 1)
– Tanda – tanda gangguan neurologis
• Nyeri skiatika (nyeri menjalar ke bagian
posterior dan lateral tungkai bawah,
disertai dengan kebas atau parasthesi
– Pemeriksaan laboratorium dan
radiologi tidak perlu dilakukan bila
faktor resiko tidak ditemukan
• Patrick’s atau FABER test
(flexion, abduction and
external rotation).
– Posisis ini akan memicu
nyeri pada sendi
sakroilika
71. Vertigo
• Vertigo merupakan suatu sensasi abnormal antara pasien
dengan lingkungan sekitarnya
• Penyebab vertigo dapat dari bagian perifer maupun sentral
• Pada vertigo sentral, gejala tidak terlalu berat disertai dengan
adanya defisit neurologis
Labuguen RH. Initial
Evaluation of Vertigo. Am
Fam Physician 2006;73:244-
51, 254.
Labuguen RH. Initial Evaluation of Vertigo. Am Fam Physician 2006;73:244-51, 254.
72. Gerakan Bola Mata
73. Sistem Penghidu
• Jaras Penghidu
– Epitel olfaktorius ( sel bipolar
pada atas kavum nasi) 
terletak pada lamina
kribiformis, konka nasal
superior dan septum nasal
superior)
– Fili dan bulbus olfaktorius
– Traktus olfaktorius
– korteks olfaktori (lobus
temporal unkus dan area
subkalosal pda sisi medial
lobus orbitalis)
Gangguan fungsi penghidu
• Etiologi :
– Inflamasi akut atau krosis pada hidung perokok berat
– Trauma kepala (robeknya filamen olfaktorius)
– Tumor intrakranial yang menekan bulbus atau traktus olfaktorius
– Inflamasi selaput otak kronik (sifilis)

• Terminologi
– Normosmia : kemampuan mengidu normal
– Hiposmia : kemampuan menghidu menurun
– Hiperosmia : kemampuan menghidu meningkat misal pada
penderita hiperemesis gravidarum atau migren
– Parosmia : tidak mampu mengenali bau- bauan
– Kakosmia : mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
74. Nyeri Kepala Kluster
Nyeri
Kepala

Neuralgia kranial,
Nyeri Kepala
Primary nyeri wajah
Sekunder
Headache sentral atau
(Etiologi
(Idiopatik) perifer dan nyeri
diketahui)
kepala lainnya

Trigeminal
Tension Type Autonomic
Migraine Headache Cephalgias
(TAC)

Cluster
Headache

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Trigeminal Autonomic Cephalgias
Nyeri kepala yang bersifat lateral dan sering disertai dengan gejala otonom parasimpatis
nervus kranial

Nyeri Kepala Kluster


• Nyeri kepala berat
• Lokasi unilateral (orbital, supraorbital, temporal atau gabungan ketiganya),
• Berlangsung 15 – 18 menit,
• Dapat muncul sekali sehari hingga delapan kali per hari
•Disertai injeksi konjungtiva ipsilateralm lakrimasi, kongesti nasal, rhinorea, keringat
pada dahi atau wajah, miosis, Ptosis dan/atau edema kelopak mata, agitasi
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster

Setidaknya 5 kali serangan nyeri kepala yang sesuai kriteria A-C


A. Nyeri orbita, supraorbita, C. Salah satu atau kedua dari
berikut :
dan/atau temporal
1. Setidaknya satu atau lebih
unilateral yang sifatnya gejala ini menyertai nyeri
berat atau sangat berat. kepala ipsilateral
Berlangsung selama 15 – a. Injeksi konjungtiva dan/atau
lakrimasi
180 menit (bila tidak b. Kongesti nasal dan/atau
diobati) rhinorea
c. Edema palpebra
B. Frekuensi serangan antara d. Keringat atau kemerahan
satu kali hingga 8 kali per pada dahi dan wajah
e. Rasa penuh pada telinga
hari
f. Miosis dan/atau ptosis
2. Adanya agitasi atau gelisah
Penatalaksanaan Nyeri Kepala Klaster

• Tidak ada pengobatan definitif untuk nyeri kepala klaster.


• Tujuan terapi yaitu mengurangi derajat nyeri, memperpendek periode
nyeri kepala dan mencegah serangan berikutnya

Pengobatan Akut Obat Pencegah


1. Oksigen : dosis 12 L/menit gejala 1. CCB (verapamil)
menghilang dalam waktu 15 2. Kortikosteroid
menit 3. Lithium karbonat
2. Triptan (Sumatriptan) 4. Blok nervus (injeksi obat
3. Ocreotide (somatostatin sintetis) anastesi dan kortikostreoid di
4. Anastesi Lokal (intranasal) nervus oksipitalis)S
5. Dihydroergotamine 5. Ergot
6. Melatonin
75. TIA
Definisi TIA
Periode singkat disfungsi neurologis akibat iskemia serebral fokal
yang tidak berhubungan dengan infark serebral permanen.

• Dulu, TIA didefinisikan sebagai semua kejadian iskemi serebral fokal


dengan gejala < 24 jam. Namun, saat ini dari berbagai studi di
seluruh dunia dapat didemonstrasikan bahwa durasi tersebut
terlalu luas karena 30-50% yang (menurut definisi sebelumnya)
dianggap TIA ternyata menunjukkan kerusakan otak pada MRI.

• Jadi, untuk lebih memudahkan, definisi TIA yang digunakan saat ini
adalah “episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
iskemia serebral atau retinal fokal, dengan gejala klinis selama
kurang dari 1 jam, tanpa bukti adanya infark akut”
Sumber: Easton JD, et al. Definition and evaluation of transient ischemic attacks. Stroke 2009,
40:2276-2293.
76. Stroke
• Stroke (WHO MONICA 1986)
– Gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma
ataupun infeksi.

• Stroke Iskemik : disebabkan oleh oklusi fokal


pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya
suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
mengalami oklusi. Oklusi dapat berupa trombus,
emboli maupun tromboemboli

• Stroke Hemorargik : disebabkan oleh perdarahan


intraserebral maupun subarakhnoid
Stroke

Faktor Resiko Stroke


Dapat dimodifikasi Tidak dapat dimodifikasi

Hipertensi Usia : usia > 65 tahun lebih sering mengalami stroke

Diabetes Mellitus Ras

Penyakit jantung koroner, atrial fibrilasi Jenis kelamin (laki – laki lebih sering terkena)

Gaya hidup sedenter, merokok, minum alkohol, Riwayat TIA dalam keluarga
obesitas
Tanda dan Gejala Stroke (De Freitas et al 2009)
 Hemidefisit motorik
 Hemidefisit sensorik
 Penurunan kesadaran
 Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
(XII) sentral
 Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan
berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
(demensia)
 Buta separuh lapang pandang (hemianopsia)
 Defisit batang otak

Pemeriksaan radiologi untuk stroke :


- Stroke hemorargik
Ct- scan merupakan pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk menegakkan
diagnosis perdarahan akut (terutama dalam seminggu pertama serangan stroke)

- Stroke iskemik
dalam satu jam pertama serangan stroke iskemik, hanya <50% infark yang dapat
terlihat  perlu diffusion weighted MRI
77. Gangguan Ekstrapiramidal
• Sistem ekstrapiramidal • Fungsi traktus
berperan sebagai pembantu ekstrapiramidal
sistem kortikal (kerja – Serat kortikonuklear
motorik volunter), sehingga mengontrol gerakan bola
gerakan volunter yang mata
dicetuskan penampilannya – Menjaga tonus dan postur
(traktus retikulospinal),
lebih halus dan lembut keseimbangan
• Terdiri atas trakturs (vestibulospinal)
– Rubrospinal – Mengontrol gerakan komplek
– Retikulospinal yang terkoordinir
– Vestibulospinal – Mengambil alih gerakan saat
traktus piramidalis rusak
– Spinoolivarius
– Tektospinal atau tektobulbar
• Manifestasi klinis
– Parkinsonism
– Korea
– Hemibalism
– Athetosis
– Dystonia
– Tardive dyskinesia
PSKIATRI
78. Gangguan fobik sosial
• Gangguan ansietas fobik terbagi menjadi tiga:
• Agorafobia
– Ansietas harus terbatas pada setidaknya dua situasi berikut: bayak orang/keramaian,
tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri
– Pasien menghindari situasi fobik (house bond)
• Fobia sosial
– Ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the
family circle)
– Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
• Fobia khas
– Ansietas terbatas pada objek atau situasi fobik tertentu
– Situasi fobik sedapat mungkin dihindari
79. Drug Abuse
80. ANSIETAS FOBIK (F.40)
• Anxietas dicetuskan oleh adanya • Fobia Sosial:
situasi atau objek yang jelas (dari – Ansietas harus mendominasi atau terbatas
pada situasi sosial tertentu (outside the
luar individu itu sendiri), yang family circle)
sebenarnya pada saat kejadian ini • Fobia Khas:
tidak membahayakan. – Ansietas terbatas pada adanya objek atau
situasi fobik tertentu.
• Sebagai akibatnya, objek atau
situasi tersebut dihindari atau Terapi Fobia:
dihadapi dengan rasa terancam. –Desensitisasi sistematik (serial), ketika klien
• Agorafobia: secara progresif dipajankan pada objek yang
mengancam, di lingkungan yang aman, sampai
– Ansietas dicetuskan oleh adanya situasi ansietas berkurang
berupa banyak orang/keramaian, tempat
umum, bepergian keluar rumah dan
bepergian sendiri, yg sbnrnya pada saat –Flooding, bentuk desensitisasi cepat yang
kejadian ini tidak membahayakan dilakukan oleh terapis, ketika individu
dihadapkan dengan objek fobia sampai objek
– Pasien menghindari situasi fobik (house
tsb tidak menimbulkan ansietas
bound)

Maslim R, Buku Saku Diagnosis gangguan


Jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ - III
81. Catharis Education and Action
• The Catharsis Education and Action (CEA) method is a
counseling technique that takes on many features of Carl
Roger's person-centered psychotherapy.
• This method brings out the psychological concerns that
result from wrong perception of reality and hinder
appropriate behavior. These have been called emotionally
critical misperceptions (ECMs).
• Catharsis: Biarkan pasien untuk mengeluarkan dan
mengutarakan yang dirasakan terhadap kekhawatirannya
atau penyakitnya
• Identifikasi jika ada mispersepsi pasien tentang penyakit
atau apa yang menyebabkan pasien cemas (ECM =
Emotional Critical Misperception)
82. Gangguan Konversi
• Gangguan somatisasi
– Banyak keluhan fisik yang bermacam- macam namun tidak ada
penyebab fisik, yang sedah berlangsung minimal 2 tahun
– Tidak mau menerima nasihat dan penjelasan
– Terdapat disabilitas yang berkaitan dengan keluhannya
• Gangguan konversi
– Kehilangan (sebagian atau seluruh)) dari integrasi normal
(dibawah kendali kesadaran) antara:
• Ingatan masa lalu
• Kesadaran identitas daan penginderaan segera
• Kontrol terhadap gerakan tubuh
• Gangguan hipokondrik
– Keyakinan menetap adanya sekurang-kurangnya 1 penyakit
serius
– Tidak mau menerima nasihat dan penjelasan
• Gangguan somatoform tak terinci
83. Ekshibisionisme
• Masochisme X Sadisme :
– Mendapatkan kepuasan dengan siksaan secara fisik atau mental.
• Eksibitionisme :
– Mendapatkan kepuasan seks dengan memperlihatkan alat kelaminnya kepada
orang lain.
• Scoptophilia :
– Mendapatkan kepuasan seks dari melihat aktivitas seksual.
• Voyeurisme :
– Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat orang telanjang.
• Troilisme :
– Perilaku seks yang membagi partner seksual dengan orang lain sementara
orang lain menonton. Biasanya pasangan yang melakukan aktivitas seksual
pada waktu dan tempat yang sama sehingga bisa saling menonton.
• Transvestisme :
– Mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian dari lawan jenisnya.
• Seksualoralisme :
– Mendapatkan kepuasan seks dari aplikasi mulut pada genitilia partnernya.
• Sodomi atau seksual analisme :
– Mendapatkan kepuasan seks dengan melakukan hubungan seksual melalui
anus.
84. Dorongan Hiposeksual
85. Terapi desensitisasi
• Terapi Fobia:
– Desensitisasi sistematik (serial), ketika klien secara
progresif dipajankan pada objek yang
mengancam, di lingkungan yang aman, sampai
ansietas berkurang
– Flooding, bentuk desensitisasi cepat yang
dilakukan oleh terapis, ketika individu dihadapkan
dengan objek fobia sampai objek tsb tidak
menimbulkan ansietas
86. F44 Gangguan disosiatif (konversi)
• Gangguan Disosiatif adalah adanya kehilangan
(sebagian atau seluruh) dari integrasi normal
(dibawah kendali kesadaran) antara:
– Ingatan masa lalu
– Kesadaran identitas dan peng-inderaan segera
(awareness of identity and immediate sensation) dan
– Kontrol terhadap gerakan tubuh
• Jenis – jenis gangguan disosiatif : amnesia
disosiatif, fugue disosiatif, stupor dissosiatif, trans
disosiatif, konvulsi
Pedoman diagnosis
• Untuk diagnosis pasti maka hal – hal
• Pada gangguan disosiatif, dibawah ini harus ada:
kemampuan kendali • Gambaran klinis yang ditentukan untuk
masing – masing gangguan yang
dibawah kesadaran dan tercantum pada F44.
kendali selektif tersebut • Tidak ada bukti adanya gangguan fisik
yang dapat menjelaskan gejala – gejala
terganggu sampai taraf yang tersebut
• Bukti adanya penyebab psikologis,
dapat berlangsung dari hari dalam bentuk hubungan kurun waktu
ke hari atau bahkan jam ke yang jelas dengan problem dan kejadian
– kejadian yang “stressful” atau
jam. hubungan interpersonal yang terganggu
(meskipun hal tersebut disangkal oleh
penderita_
Amnesia dissosiatif
• Ciri utama hilangnya daya • Diagnosis pasti
ingat, biasanya mengenai • Anmesia, baik total atau
kejadian penting yang parsial, mengenai
baru terjadi (selective), kejadian yang “ stressfull”
yang bukan disebabkan atau traumatik yang baru
oleh gangguan mental terjadi (hal ini mungkin
organik dan terlalu luas hanya dapat dinyatakan
untuk dapat dijelaskan bila ada saksi yang
atas dasar kelupaan yang memberi informasi)
umum terjadi atau atas • Tidak ada gangguan
dasar kelelahan mental organik,
intoksikasi atau kelelahan
berlebihan
Fugue disosiatif • Untuk diagnosis harus ada ciri Amnesia disosiatif
• Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum
dilakukan sehari – hari, dan
• Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi)
dan melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang
belum dikenalnya (beli bensin, menanyakan arah, pesan makanan)
Gangguan Identitas • Biasa disebut dengan Gangguan Kepribadian Ganda atau Multiple
Disosiatif Personality Disorder
• Merupakan suatu gangguan disosiatif dimana seseorang memiliki
dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau kepribadian pengganti
(alter)

Derealisasi Perasaan berubahnya realita, aneh, tidak nyata


Depersonalisasi Os merasa kehilangan identitas
1) Denial ( pengingkaran )
87. Stages of Death and • Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia
akan meninggal dan dia tidak dapat menerima
Dying informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan
mungkin mengingkarinya
2) Anger ( Marah )
• Dr.Elisabeth Kublerr-Ross • Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi
telah mengidentifikasi lima mengingkari kenyataan bahwa ia akan
tahap berduka yang dapat meninggal
3) Bergaining ( tawar-menawar )
terjadi pada pasien • Merupakan tahapan proses berduka dimana
menjelang ajal pasien mencoba menawar waktu untuk hidup
4) Depetion ( depresi )
• Tahap dimana pasien datang dengan
Stage 5:
Acceptance
kesadaran penuh bahwa ia akan segera mati.
Stage 4:
Depression Ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia
Stage 3:
Bargaining
tidak akan lama lagi bersama keluarga dan
teman-teman.
Stage 2:
Anger 5) Acceptance ( penerimaan)
Stage • Merupakan tahap selama pasien memahami
1: dan menerima kenyataan bahwa ia akan
Shock • meninggal. Ia akan berusaha keras untuk
and menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum
Denial terselesaikan
88. Depresi
Gejala Keterangan
GejalaUtama • Afek depresif;
• hilang minat dan kegembiraan;
• mudah lelah dan menurunnya aktifitas
Gejala Lain • Konsentrasi menurun;
• harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
• rasa bersalah dan tidak berguna yang tidak beralasan;
• merasa masa depan suram & pesimistis;
• gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh
diri;
• tidur terganggu; perubahan nafsu makan (naik atau
turun)

• Ringan: 2 gej utama +2 gejala lain> 2mgg


• Sedang : 2 gej utama + 3 gejala lain >mgg
• Berat: 3 gej utama+ 4 gejala lain > 2mgg. Jika gejala sgt berat dan onset cepat boleh
ditegakkan < 2mgg
• Berat dengan gejala psikotik: depresi berat+ waham, halusinasi atau stupor depresif
Maslim R, Buku Saku Diagnosis gangguan
Jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ - III
Obat Antidepresi
• Trisiklik • Efek samping
– Amitriptilin, clomipramine, • Sedasi (arsa mengantuk,
tianeptine kewaspadaan berkurang)
• Tetrasiklik • Efek antikolinergik (mulut
– Maprotiline, mianserin, kering, retensi urin,
amoxapine
penglihatan kabur,
• MAOI-Reversible konstipasi, sinus takikardia)
– Moclobemide • Efek antiadrenergik
• SSRI (Selective Serotonin (hipotensi, perubahan ekg)
Reuptake Inhibitor) • Efek neurotoksis (tremor
– Sertaline, Fluoxetine halus, gelisah, insomnia)
• Atypical
– Trazodone, venflafaxine

Panduan Klinis Obat Psikotropik, Maslim R


• Pilihan obat depresi ada 2
disini Fluouxetin dan
Amitriptilin,
• Amitriptilin digunakan pada
pasien usia muda yang lebih
besar terhadap efek
toleransi sedatif, otonomik,
kardiologik yang lebih besar
• jawabannya Fluoxetin
dengan alasan golongan
SSRI (Fluoxetin) efek sedasi,
otonomik, kardiologik
sangat minimal-> dianjurkan
untuk dewasa dan lanjut

Panduan Klinis Obat Psikotropik, Maslim R


• Step care pemilihan obat anti depresi : • Obat anti depresi :
• Step 1 : golongan SSRI ( fluoxetine, sertaline, • 1. Trisiklik : amitriptilin, imipramine,
dll) efek samping minimal, spectrum anti clomipramine, tianeptine, opipramol
depresi luas, gejala putus obat minimal, • 2. Tetrasiklik : maprotilin, mianseri,
lethat dose tinggi (> 6000 mg) untuk pasien amoxapine
“retarded depression”, usia lanjut, dengan • 3. MAOI : meclobemide
ggn jantung atau berat badan berlebih
• Step 2 : golongan trisiklik ( amitriptyline, • 4. Atipikal : trazodone, tianeptine,
imipramin, dll) efek samping sedative, mirtazapine
otonomik, kardiologik relative besar • 5. SSRI : sertaline, paroxetine,
disarankan untuk pasien usia muda, fluvoxamie, fluoxetine, citalopram
bermanfaat untuk meredakan “agitated
depression”
• Step 3 : - golongan Tetrasiklik
(maprotiline,amoxapine,dll), golongan
atypical ( trazodone, dll), efek sam[ing
otonom & kardiologik relative kecil, efek
sedasi kuat diberikan pada pasien usia
lanjut, sindrom depresi dengan gejala
ansietas dan insomnia menonjol
• golongan MAOI reversible ( moclobemide,dll)
efek samping hipotensi ortostatik
89. Gangguan Kepribadian
• Gangguan kepribadian khas adalah suatu
gangguan berat dalam konstitusi karakteristik
dan kecenderungan perilaku dari seseorang,
biasanya meliputi beberapa bidang dari
kepribadian dan hampir selalu berhubungan
dengan kesulitan pribadi dan sosial
Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian Keterangan
Antisosial/ dissosial Gangguan kepribadian ini biasanya
menjadi perhatian disebabkan adanya
perbedaan yang besar antara perilaku dan
norma sosial yang berlaku, Ditandai:
• Sikap tidak perduli perasaan orang lain
• Dikap tidak bertanggung jawab, tidak
peduli aturan
• Tidak mampu memelihara suatu
hubungan
• Toleransi terhadap frustasi rendah
• Sangat cenderung menyalahkan orang
lain
Histrionik • Ekspresi emosi dibuat – buat seperti
bersandiwara (thetrically)
• Mudah dipengaruhi orang lain atau
suatu keadaan
• Keadaan afektif yang dangkal dan labil
• Ingin jadi pusat perhatian
Paranoid • Kepekaan berlebih terhadap kegagalan dan penolakan
• Kecenderungan untuk menyimpan dendam/ menolak
memaafkan
• Kecurigaan berulang tanpa dasar
• Preokupasi dengan penjelasan – penjelasan yang bersekongkol
dan tidak substantif

Skizoid • Sedikit aktifitas yang memberikan kesenangan


• Emosi dingin, afek mendatar atau tak perduli
• Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab
dan tidak ingin untuk menjali hubungan seperti itu

Narcissistic • Preokupasi dengan fantasi tanpa batas tentang kesuksesan,


kekuatan, keindahan, cinta yang ideal
• Adanya kekaguman berlebihan
• Kurang empathy
• arogant
ILMU PENYAKIT KULIT DAN
KELAMIN
90. Creeping Eruption
• Creeping eruption atau dikenal juga sebagai cutaneus larva migran
adalah :
– Erupsi kulit berbentuk garis lurus atau berkelok – kelok akibat larva
cacing tambang Ancylostoma braziliense atau A caninum
• Sering terjadi pada anak – anak dan pria
• Terutama pada daerah tropis dengan tanah berpasir lembat seperti
pada daerah perkebunan
• Manifestasi klinis
– Larva menembus kulit  bermigrasi melalui epidermis – dermis
junction  larva tumbuh beberapa cm per hari
– Pada tempat masuk terbentuk papul  kemudian lesi berkelok – kelok
– Larva cacing tambang ini tidak matur pada manusia  sembuh sendiri
dalam hitungan minggu hingga bulan tanpa pengobatan
– Gejala lain penderita mengeluh nyeri
• Pemeriksaan Kulit
– Lokasi : terutama punggung tangan dan kaki, anus,
bokong dan telapak kaki
– Efloresensi : garis merah berkelok – kelok disertai
kumpulan papula dan vesikel
• Penatalaksanaan :
– Menjaga higienitas
– Ivermectin (single dose, 200 µg/kg) atau
– Albendazole (2 x 200 mg selama 3 hari)
91.Pitiriasis Versicolor
Dermatofita Non-dermatofita (pitiarisis
versicolor)
• Lesi merupakan suatu
reaksi inflamasi  • Etiologi Malassezia sp
kemerahan, bersisik pada • Bentuk makuler:
tepi lesi dan terkadang
terbentuk blister – Berupa bercak-bercak
• Central clearing  yang agak lebar, dengan
menjadi pembeda dengan skuama halus diatasnya
lesi lain seperti lesi dan tepi tidak meninggi
papulosquamous • Bentuk folikuler :
• (psoriasis atau lichen
planus) – Seperti tetesan air,
sering timbul disekitar
rambut
Hainer B. Dermatophyte Infection. Am Fam Physician 2003;67:101-8
Pitiriasis Versikolor
• Penyakit jamur superfisial yang kronik
disebabkan Malassezia furfur
• Gejala:
– Bercak berskuama halus yang berwarna
putih sampai coklat hitam, meliputi badan,
ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher,
muka, kulit kepala yang berambut
– Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi
• Pemeriksaan: lampu Wood (kuning
keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora
bulat: meatball & spaghetti appearance)
• Obat: selenium sulfida, azole, sulfur
presipitat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Malassezia furfur

Blastophora
Terapi Pityarisis versicolor
Topikal Sistemik
• Salep whitfield`s  Asam • Digunakan pada pasien
benzoat 12%, asam salisilat 6%, dengan lesi yang luas,
tincture iodida 2,5%, tolnaftat
kesulitan untuk
• Sodium tiosulfat 25% selama 7
hari, oleskan selama 10 menit lalu
menggunakan terapi
cuci topikal, relaps berulang,
• Salep klotrimazole, miconazole, atau pilihan pasien untuk
ketoconazole dll terapi oral
• Resiko rekurensi setelah – Ketoconazole 1 x 200 mg 
penggunaan terapi topikal selama 10 hari
4 – 6 minggu  60-80% – Itrakonazol 1 x 200 mg  7
• Sebaiknya terapi digunakan hari
selama 6 – 8 minggu – Flukonazole 1 x 300 mg

Gothamy z. Review of Pytiarisis Versicolor. Egyp wor dermato soc vol.1 2004
92. Kandidosis
• Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat
akut/subakut disebabkan oleh genus Candida
• Klasifikasi
– Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche,
vulvovaginitis, balanitis, mukokutan kronik,
bronkopulmonar
– Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia
& onikomikosis, granulomatosa
– Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis,
pyelonefritis, septikemia
– Reaksi id (kandidid)
• Faktor
– Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan,
obesitas, iatrogenik, DM, penyakit kronik), usia
(orang tua & bayi), imunologik
– Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi,
kebiasaan berendam kaki, kontak dengan
penderita

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kandidosis kutis
• Bentuk klinis:
– Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak,
lipat paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan
umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah,
eritematosa. Dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula
– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit
tipe basah
– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin.
Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia
• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur
di agar Sabouraud
• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian
violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
93. Neurodermatitis
• Merupakan penyakit kulit kronik, lesi yang timbul
akibat garukan dan gosokan berulang, dengan
gambaran likenifikasi berbatas tegas
• Etiologi :
– Belum diketahui secara pasti diduga akibat gigitan
serangga, pakaian ketat, psoriasis
– Wanita lebih sering terkena dibanding pria
• Lokasi
– Punggung, leher dan ekstrimitas, terutama pergelangan
tangan dan kaki, bokong
• Efloresensi : papul milier, likenifikasi dan
hiperpigmentasi, skuama dan kadang ekskoriasi

Siregar, R.S. Saripati Penyakit Kulit. 2002. Jakarta, EGC.


• Diagnosis Banding
– Psoriasis : eritema berbatas tegas,
skuama putih mengkilat, tebal
berlapis lapis
– Tinea korporis : ditemukan elemen
jamur, terdapat lesi dengan tepi aktif
dan central healing

• Terapi :
– Umum : mencegah garuka dan
gosokan, hindari sengatan serangga
– Khusus : salep KS dan preparat ter
(kompres jika lesi basah)
– Injeksi triamcinolone acetonide (5–10
mg/mL) intralesi
94. Vehikulum Obat Topikal
• Cairan (solusio, tingtura, kompres)
– Membersihkan kulit dari debris
– Perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, pustula
– Keadaan yang basah menjadi kering
– Merangsang epitelisasi
• Bedak
– Penetrasi sedikit
– Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
– Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah
• Salep
– Diberikan pada dermatosis yang kering dan kronik, berkrusta
– Penetrasi paling kuat
– Kontraindikasi pada dermatitis madidans (dengan eksudasi), tidak
dianjurkan pada bagian tubuh yang berambut
Vehikulum obat topikal (cont’d)
• Bedak kocok
– Diberikan pada dermatosis yang kering, superfisial, agak luas. Pada keadaan
yang subakut
– Penetrasi sedikit, mengurangi gatal
– Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut
• Krim
– Indikasi kosmetik
– Dermatosis subakut yang luas, penetrasi >> bedah kocok
– Boleh digunakan di daerah berambut
– Kontaindikasi: dermatitis madidans
• Pasta (campuran bedak & vaselin)
– Dermatosis yang agak basah (bersifat mengeringkan)
– Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut, tidak dianjurkan pada
daerah lipatan
• Linimen (campuran cairan, bedak, salep)
– Diberikan pada dermatosis yang subakut
– Kontraindikasi: dermatosis madidans

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
95. Trikomoniasis
• Merupakan salah satu penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh infeksi Trichomonas vaginalis
• T. Vaginalis  patogen pada traktus genitourinaria
• Manifestasi Klinis :
– Wanita : sekret vagina berbau warna kekuningan, eritema
vulvar, pruritus, disuria atau dyspareunia
– Inkubasi 5 -28 hari
• Diagnosis
– Pemeriksaan sekret vagina dengan preparat basah 
menemukan trikomonas motile
– Imunofluoresen direk  lebih sensitif dibandingkan
pemeriksaan preparat basah (sensitifitas 70 – 90%)
Vaginitis Differentiation
Normal Bacterial Vaginosis Candidiasis Trichomoniasis

Itch, discomfort,
Symptom Itch, discharge, 50%
Odor, discharge, itch dysuria, thick
presentation asymptomatic
discharge
Homogenous,
Clear to adherent, thin, milky Thick, clumpy, white Frothy, gray or yellow-
Vaginal discharge
white white; malodorous “cottage cheese” green; malodorous
“foul fishy”
Inflammation and Cervical petechiae
Clinical findings
erythema “strawberry cervix”

Vaginal pH 3.8 - 4.2 > 4.5 Usually < 4.5 > 4.5

KOH “whiff” test Negative Positive Negative Often positive

Motile flagellated
Clue cells (> 20%),
NaCl wet mount Lacto-bacilli Few WBCs protozoa, many
no/few WBCs
WBCs

Pseudohyphae or
KOH wet mount spores if non-albicans
species 418
Karakteristik beberapa IMS
Penyakit Karakteristik
Gonorrhea Duh purulen kadang-kadang disertai darah. Diplokokus gram
negatif.
Trikomoniasis Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau tidak
enak, berbusa. Strawberry appearance.
Vaginosis bakterial Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu homogen,
jarang berbusa. Clue cells.
Kandidosis vaginalis Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti kepala
susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.
96. Psoriasis
• Penyakit kulit kronik residif dengan lesi
khas berupa eritema berbatas tegas,
ditutupi oleh skuama tebal berlapis
dengan warna putih mengkilat
• Etiologi :
– Etiologi pasti belum diketahui secara
jelas, dipikirkan faktor genetik berperan.
– Hampir 50% pasien psoriasis memiliki
riwayat psoriasis dalam keluarga
– Lesi Psoriasis  infiltrasi sel T teraktivasi
bersama dengan sitokin menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit
• Manifestasi Klinis
– Makula atau papul eritematosa (lentikular –
numular) menyebar secara sentrifugal
– Lokasi : siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki
dan tangan, tungkai atas dan bawah serta
kuku
• nail pitting
• oil spots
• Onycholysis (lifting of the nail plate
– Faktor resiko : stres dan emosi, trauma,
infeksi, obat (lithium dan beta bloker,
antimalaria, statin)

• Efloresensi :
– Psoriasis Guttate (eruptive psoriasis) :
• Paling sering pada anak dan dewasa muda.
• Eritema berukuran kecil dalam jumlah banyak,
terutama setelah infeksi saluran nafas atas
(S.hemolitikus)
Tanda Penjelasan
Fenomena tetesan Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan,
lilin seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks bias.
Fenomena Auspitz Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosis
dengan cara pengerokan skuama yang berlapis-lapis hingga
habis.
Fenomena Kobner Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul
akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira
muncul setelah 3 minggu.
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
• Topikal • Sistemik
– Potent topical steriods – Phototherapy - UVB
– Calcipotriol (vit D der.) – Photochemotherapy –
donovex PUVA
– Injeksi steroid intralesi – Oral retinoids
(kenalog 5-10mg) – Methotrexate and other
– Topical retinoids immunomodulatory
drugs in severe cases
97. Pemfigus Vulgaris
Kelainan Penjelasan
Pemfigus vulgaris • Penyakit kulit autoimun berbula kronik
• menyerang kulit dan membran mukosa
• EpidemiologiUmumnya mengenai umur
pertengahan (dekade ke 4 dan ke 5)
• Histologik bula intraepidermal akibat proses
akantolisis bula dengan dinding kendur
• Imunopatologik antibodi terhadap komponen
desmosom pada Stratum Basale sampai spinosum
jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam darah
Pemfigoid bulosa • Penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya
bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang
• Imunologik  komplemen C3 dan IgG linear pada
dermo-epidrmal junction(DEJ). Keadaan umum baik
Manifestasi klinis
• Keadaan umum pasien biasanya buruk
• 60% lesi  kepala berambut dan mukosa mulut
• Erosi dengan krusta  dalam beberapa bulan
timbul bula generalista
• Mukosa lain yang terserang :
– Mata, hidung, faring, laring, serviks, vulva dan uretra
• Tanda Nikolsky (+)  ketika kulit di sekitar lesi
digosok dengan kapas atau jari, epidermis
terlepas dengan mudah dari kulit
Pemphigus Vulgaris Pemphigus Vulgaris Bullous Pemphigoid

Scalded Staphylococcal Syndrome Pemphigus Foliceus

Steven Johnsons syndrome


98 – 99. Malaria
• Gejala awal : tidak spesifik., seperti nyeri kepala, lemah,
rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah, dan nyeri
otot.
• Pada infeksi p. vivax dan p. ovale dapat muncul gejala klasik
malaria yaitu demam, menggigil, dan keringat malam pada
interval yang regular. Demam dapat mencapai 40oC pada
orang yang belum pernah terpapar plasmodium dan bisa
diikuti dengan takikardia dan delirium.
• Pada kasus malaria tanpa komplikasi sering kali hanya
ditemukan demam, malaise, anemia ringan dan limpa serta
hati yang teraba. Jaundice sering muncul pada penderita
dewasa. Biasanya akan hilang dalam 1 – 3 minggu.
Gejala Malaria Berat
• Malaria serebral : penurunan kesadaran, kejang
• Asidosis:pH arteri <7.25
• Anemia berat (Hb< 5mg/dl)
• Gagal ginjal (produksi urin 24 jam <400 cc, serum
kreatinin > 3.0 mg/dl)
• Hipoglikemia (gula darah yang turun sampai dibawah
40 mg/dl)
• Perdarahan/DIC
• Blackwater fever (Sindrom dengan karakteristik
serangan akut, menggigil, demam, hemolisis
intravaskular, hemoglobinemi, hemoglobinuri, dan
gagal ginjal)
Siklus hidup plasmodium
Pengobatan Malaria

Pengobatan lini pertama untuk p. malariae sama dengan p. vivax tetapi tidak diberikan
primakuin.
100-101.Filariasis
• Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae,
dibagi menjadi 3 berdasarkan habitat cacing
dewasa di hospes:
– Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus,
Mansonella streptocerca
– Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi,
Brugia timori
– Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella
ozzardi

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview


WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
Panjang:lebar kepala sama
Wuchereri Inti teratur
bancroftii Tidak terdapat inti di ekor

Perbandingan panjang:lebar
kepala 2:1
Brugia malayi
Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah

Perbandingan panjang:lebar
Brugia timori kepala 3:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah
Gejala Filariasis Limfatik
• Mikrofilaremia asimtomatik
• Gejala akut:
– Demam berulang ulang selama 3-5 hari
– Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde
– tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise,
sesak)
• Limfedema, hidrokel ireversibel kronik dan kiluria
– Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.
– Limfedema : Infeksi Wuchereria  yang bisa menimbulkan limfedema
testis (hidrokel)
– Kiluria : Kencing seperti susu, kebocoran sel limfe di ginjal, jarang
ditemukan
• Grading limfedema (WHO, 1992):
– Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
– Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
– Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes
Vektor
• Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies
nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia,
Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang
menjadi vektor filariasis.
Epidemiologi
• Wuchereria bancrofti ditemukan di daerah
perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang,
Semarang, dan Pekalongan, serta Papua.
• Brugia malayi tersebar di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di
Maluku.
• Brugia timori tersebar di kepulauan Flores,
Alor, Rote, Timor, dan
Pemeriksaan & tatalaksana filariasis
limfatik
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB
• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– Suportif
– Pengobatan massal dengan albendazole+ivermectin (untuk
endemik Onchocerca volvulus) atau albendazole+DEC (untuk
nonendemik Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
102. Karsinoma Sel Basal
• Kanker kulit yang paling sering dijumpai
• Berkembang lambat, invasif dan menyebabkan
destruksi lokal
• Dapat mengenai semua usia, terutama usia 40 tahun
• Pria > wanita, terutama mengenai daerah tubuh
yang terpajan sinar matahari (UV)
– Wajah khususnya hidung, dahi, telinga, pipi
• Manifestasi Klinis:
– Papul kecil, kuning keabu abuan, mengkilat dan
meninggi
– Mudah berdarah bila terkena trauma
– Papul makin besar dan terbentuk ulkus
– Nodul dengan depresi pada bagian tengahnya
– Shiny, pearly-gray papule with an umbilicated center and
telangiectasias
– Rodent cell ulcers
• Tipe karsinoma sel basal
– Nodular : awal tampak seperti kutil atau kulit
normal
• Makula tidak berambut, warna coklat/hitam
keruh, pinggiran papular meninggi, anular,
bagian tengah cekung  ulkus dan krusta
• Batas tegas dan keras
– Superfisial
• Makula eritematosa berukuran plakat ditutupi
skuama halus dengan pinggir keras seperti
kawat dan agak meninggi
• Berwarna kehitaman yang homogen sehingga
menyerupai melanosis
– Kistik
• Jarang ditemukan, berupa nodular permukaan
licin, keras dan mudah digerakkan dari dasarnya
• Ditemukan telangektesia
– Morpheaform
• Lesi datar, batas tegas, tumbuh lambat
berwarna kekuningan
103. Myasis
Myasis adalah invasi larva lalat ke jaringan hidup, jaringan nekrotik atau rongga tubuh
dan menyebabkan berbagai manifestasi klinis, bergantung dari tipe lalat yang
menginvasi.
ILMU KESEHATAN ANAK
105. DENGUE
Dengue
Demam dengue DBD
• Demam akut 2-7 hari • Infeksi dengue yang ditambah
dengan 2 atau lebih gejala 1 atau lebih gejala:
– Uji bendung positif
berikut:
– Petekie, ekimosis, purpura
– Nyeri kepala – Perdarahan mukosa
– Nyeri retroorbita – Hematemesis/melena
– Myalgia/arthralgia – Trombositopenia (<100.000)
– Ruam – Adanya kebocoran plasma
(kenaikan >20% Ht normal;
– Manifestasi perdarahan adanya bukti kebocoran seperti
– Leukopenia efusi pleura, asites,
hipoproteinemia)
KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
• Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
• Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
• Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
• Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Guideline WHO 1997
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in
small hospitals. 1999.
Rumple leede test
• a tourniquet test used to determine the presence
of vitamin C deficiency or thrombocytopenia
• a circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of
which is 4 cm below the crease of the elbow, is
drawn on the inner aspect of the forearm,
pressure midway between the systolic and
diastolic blood pressure is applied above the
elbow for 15 minutes
• Count petechiae within the circle is made: 10,
normal; 10-20, marginal; more than 20,
abnormal.
106. TATALAKSANA KEJANG AKUT
Kejang demam
• Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4° C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas
usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE,
1993)
• Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun
• Kejang demam sederhana (simpleks)
– Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
• Kejang demam kompleks
– Lama kejang > 15 menit
– Kejang fokal atau parsial menjadi umum
– Berulang dalam 24 jam
• Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan
dianjurkan untuk usia 12-18 bulan

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Profilaksis Intermiten untuk
Pencegahan Kejang Demam
• Faktor risiko berulangnya kejang demam:
– Riwayat kejang demam dalam keluarga
– Usia kurang dari 12 bulan
– Temperatur yang rendah saat kejang
– Cepatnya kejang setelah demam
• Pada saat demam
– Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari
– Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5:C
Pengobatan Jangka Panjang Kejang
Demam
• Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40 mg/kg/hari
 fenobarbital biasanya tidak digunakan krn terkait ES autisme
• Dianjurkan pengobatan rumatan:
– Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tod’s,
CP, hidrosefalus)
– Kejang lama > 15 menit
– Kejang fokal
• Dipertimbangkan pengobatan rumatan :
– Kejang berulang dalam 24 jam
– Bayi usia < 12 bulan
– Kejang demam kompleks berulang > 4 kali
• Lama pengobatan rumatan 1 tahun bebas kejang, dihentikan bertahap
dalam 1-2 bulan
107. TATALAKSANA STATUS
EPILEPTIKUS
Definisi Status Epileptikus
• keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan
kesadaran diantara kejang
• atau serangan yang berlangsung terus
menerus selama 30 menit atau lebih
108.SPINA BIFIDA
etiologi
• The etiology multifactorial, involving genetic,
racial, and environmental factors (teratogen),
nutrition folic acid intake).
• Neural tube defects are the result of a
teratogenic process that causes failed closure
and abnormal differentiation of the embryonic
neural tube.
• Neural tube defects occur between the 17th
and 30th day of gestation.
Classification
• Spina bifida occulta • Meningocele
– This is the mildest form of – the meninges are forced into
spina bifida. the gaps between the
– In occulta, the outer part of vertebrae.
some of the vertebrae is not – With meningocele a sac of
completely closed. fluid comes through an
– The splits in the vertebrae are opening in the baby’s back.
so small that the spinal cord But, the spinal cord is not in
does not protrude. this sac.
– The skin at the site of the – There is usually little or no
lesion may be normal, or it nerve damage. This type of
may have some hair growing spina bifida can cause minor
from it; there may be a disabilities.
dimple in the skin
– asymptomatic in most cases
• Myelomeningocele • Myeloschisis
– the unfused portion of the – the involved area is
spinal column allows the represented by a flattened,
spinal cord to protrude plate-like mass of nervous
through an opening. tissue with no overlying
– The meningeal membranes membrane.
that cover the spinal cord – more prone to life-
form a sac enclosing the threatening infections such as
spinal elements. meningitis.
– The protruding portion of the
spinal cord and the nerves
that originate at that level of
the cord are damaged or not
properly developed  some
degree of paralysis and loss of
sensation below the level of
the spinal cord defect.
Prevention
• T400 micrograms (mcg) of folic acid every day.
If already have had a pregnancy affected by
spina bifida  4,000 mcg (4.0 milligrams).
109. MENINGITIS
Meningitis & ensefalitis
• Meningitis
– Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan
pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae,
N. meningitidis (anak lebih besar)
– Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun.
Penyebab tersering: enterovirus
– Meningitis fungal: pada imunokompromais
– Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang
meningeal (+). Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah,
fotofobia, gejala neurologis fokal, kejang
• Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak
– Penyebab tersering: ensefalitis viral
– Gejala: demam, sakit kepala, defisit neurologis (penurunan
kesadaran, gejala fokal, kejang)
Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis.
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview
Meningitis bakterial: Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer lengkap dan kultur darah
• Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
• Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
– Pada kasus berat sebaiknya ditunda
– Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
– Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain
(eg. GBS)
– Protokol pertama pada kasus kejang pada anak usia < 1 tahun 
sangat dianjurkan; 12-18 bln  dianjurkan; > 18 bln  tidak rutin
dilakukan
• CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai
adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural
• EEG jika ditemukan perlambatan umum
CSF interpretation
Normal CSF Values in Children
White cell count Biochemistry
Neutrophils Lymphocyt Protein Glucose
(x 106 /L) es (g/L) (CSF:blood ratio)
(x 106/L)
Normal 0 ≤5 < 0.4 ≥ 0.6 (or ≥ 2.5
(>1 month of mmol/L)
age)
Normal 0 < 20 <1.0 ≥ 0.6 (or ≥ 2.5
neonate mmol/L)
(<1 month of
age)

http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/CSF_Interpretation/
Diagnosis diferensial infeksi SSP
Klinis/Lab. Ensefalitis Meningitis Mening.TBC Mening.viru Ensefalopati
bakterial s
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik

Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)

Kejang Umum/fo Umum Umum Umum Umum


kal
Penurunan Somnolen Apatis Variasi, apatis CM - Apatis Apatis -
kesadaran - sopor - sopor Somnolen
Paresis +/- +/- ++/- - -

Perbaikan Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat


kesadaran
Etiologi Tidak dpt ++/- TBC/riw. - Ekstra SSP
diidentifik kontak
asi
Terapi Simpt/ant Antibiotik Tuberkulostatik Simpt. Atasi penyakit
iviral primer
Cairan serebrospinal pada infeksi SSP
Bact.men Viral men TBC men Encephali Encephal
tis opathy
Tekanan  Normal/   

Makros. Keruh Jernih Xantokrom Jernih Jernih

Lekosit > 1000 10-1000 500-1000 10-500 < 10

PMN (%) +++ + + + +

MN (%) + +++ +++ ++ -

Protein  Normal/  Normal Normal

Glukosa  Normal  Normal Normal

Gram Positif Negatif Negatif Negatif Negatif


/Rapid T.
110. SYOK
Hypotension & Shock
Respiratory Rate Heart Rate
Age (yr)
(breaths/min) (beats/min)
<1 30-60 100-160
1-2 24-40 90-150
2-5 22-34 80-140
6-12 18-30 70-120
>12 12-16 60-100
Lower limits of systolic pressure†
0-28 days: 60 mm Hg
1-12 months: 70 mm Hg
1-10 years: 70 mm Hg + (2¥ age in years)
REFERENCE:

Marx, J., et al. Rosen's Emergency Medicine: Concepts
and Clinical Practice. 8th ed. Philadelphia: Saunders, 2013.
Pediatric Vital Signs
Heart Rate Blood Pressure Respiratory Rate
Age
(beats/min) (mm Hg) (breaths/min)
Premature 120-170 * 55-75/35-45† 40-70†
0-3 mo 100-150 * 65-85/45-55 35-55
3-6 mo 90-120 70-90/50-65 30-45
6-12 mo 80-120 80-100/55-65 25-40
1-3 yr 70-110 90-105/55-70 20-30
3-6 yr 65-110 95-110/60-75 20-25
6-12 yr 60-95 100-120/60/75 14/22
12 > yr 55-85 110-135/65/85 12-18
REFERENCE:
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011.
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett,
American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45.
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.
• In childhood,
hypotension can be
determined
according to two
different definitions:
BP below the 5th
percentile or below
two standard
deviations (SDs) of
the mean for age http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf
and gender

Shieh HH, Gilio AE, Barreira ER, Troster EJ, Ventura AMC, Goes PF, Souza DC, Sinimbu Filho JM, Bousso A:
Pediatric hypotension: quantification of the differences between the two current definitions.
Intensive Care Med 2012, 38(Suppl 1):S0662.
doi: 10.1007/s00134-012-2683-0
SHOCK & HYPOTENSION
• “Shock” is a clinical state in which blood flow and delivery of tissue nutrients do
not meet tissue metabolic demand.
• Shock may occur with increased, normal, or decreased cardiac output or blood
pressure.
• Characterized as compensated or decompensated.
• “Decompensated shock” : clinical state of tissue perfusion that is inadequate to
meet metabolic demand and hypotension (ie, a systolic blood pressure [SBP] less
than the 5th percentile for age).
• For the PALS guidelines, hypotension is characterized by the following:

For term neonates (0 to 28 days of age), SBP <60 mm Hg


For infants from 1 month to 12 months, SBP <70 mm Hg
For children >1 year to 10 years, SBP <70+(2×age in years)
Beyond 10 years, hypotension is defined as an SBP <90 mm Hg

• Note that these blood pressure thresholds will overlap with normal values,
including the 5% of normal children who have an SBP lower than the 5th percentile
for age.
SYMPTOMS OF SHOCK
• Early (ie, compensated) shock is • Sinus tachycardia (ST) in the
shock without hypotension (ie, absence of known causes such as
fever or pain may be an early sign
shock with a “normal” blood of cardiovascular compromise.
pressure)  detected by • Bradycardia, on the other hand,
– evaluation of heart rate, may be a preterminal cardiac
rhythm indicative of advanced
– presence and strength of shock, and it is often associated
peripheral pulses with hypotension.
– adequacy of end-organ • When cardiac output and
perfusion (mental status, systemic perfusion are
compromised:
capillary refill, skin – peripheral pulses is decreased,
temperature, and urine – capillary refill time may be
output and determining the prolonged,
presence metabolic acidosis) – skin temperature is often cool

Part 10: Pediatric Advanced Life Support. Circulation. 2000;102:I-291-I-342


Hypovolemia in Children
• Indications of hypoperfusion
– Unreliable
• Blood pressure
– Reliable
• Capillary refill
• Extremity temperature
Fluid Management in Pediatric
Patients
• Initial fluid volume 20 ml/kg
• Repeat as necessary
• Inotropes/vasopressors if > 60 mL/kg of fluids
administered Epinephrine (Excellent
inotropic/perfusion support)
Oliguria
• Children > 2 yrs old
– Urine output < 1.0 mL/kg/hr for > 2 hrs
• Children < 2 yrs old
– Urine output < 2.0 mL/kg/hr for > 2 hrs
Davendralingam Sinniah. Review Article: Shock in children. IeJSME
2012: 6 (Suppl 1): S129-S136
111. TATALAKSANA DIARE AKUT
Dehidrasi pada anak
112. DISENTRI
Disentri
• Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian
besar kasus disebabkan oleh Shigella dan hampir
semuanya membutuhkan pengobatan antibiotik
• Pemeriksaan penunjang: Feses rutin untuk
mengidentifikasi trofozoit amuba dan giardia.
Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per lapang
pandang mendukung etiologi bakteri invasif
• Pikirkan diagnosa invaginasi jika terdapat tanda dan
gejala: Feses dominan lendir dan darah, kesakitan dan
gelisah, muntah, massa intra-abdomen (+)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008


Etiologi
• Bakteri Invasif: Shigella, Campylobacter jejuni,
EIEC, EHEC & Salmonella serotype non-tifoid
• Entamoeba histolyca
• Non Infeksi: intususepsi, gang. hematologi
(misal def. vit. K pada bayi baru lahir), kelainan
imunologis misal purpura Henoch-Schönlein
serta colitis ulseratif atau penyakit Chron’s
Gambar Bakteri & Parasit

C. Jejuni

Shigella

Gambaran sayap
burung
Entamoeba Hystolitica
Shigella
• Px/ mikroskopis tinja: banyak pus/nanah
(leukosit polimorfonuklear (PMN)  adanya
infeksi bakteri yang menginvasi mukosa usus
misalnya C. jejuni atau Shigella
• Demam, nyeri perut, nyeri pada rectum,
tenesmus
• Komplikasi: perforasi usus, megakolon toksik,
prolaps rectal, kejang (dengan/ tanpa demam
tinggi), sepsis, sindrom hemolitik uremik
(SHU), hiponatremia berkepanjangan
(shigellosis)
• Bakteri (Disentri basiler)
– Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan
tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta
hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
– Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
– Salmonella
– Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
• Amoeba (Disentri amoeba),
disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering
pada anak usia > 5 tahun
Gejala klinis
Disentri basiler Disentri amoeba
• Diare mendadak yang disertai darah
dan lendir dalam tinja. Pada disentri • Diare disertai darah dan lendir
shigellosis, pada permulaan sakit, dalam tinja.
bisa terdapat diare encer tanpa darah
dalam 6-24 jam pertama, dan setelah • Frekuensi BAB umumnya lebih
12-72 jam sesudah permulaan sakit, sedikit daripada disentri
didapatkan darah dan lendir dalam basiler (≤10x/hari)
tinja.
• Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan • Sakit perut hebat (kolik)
toksik. • Gejala konstitusional biasanya
• Muntah-muntah. tidak ada (panas hanya
• Anoreksia.
• Sakit kram di perut dan sakit di anus
ditemukan pada 1/3 kasus).
saat BAB.
• Kadang-kadang disertai dengan gejala
menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku
kuduk, halusinasi).
PENGOBATAN
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis.
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari)
dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
• Alternatif yang dapat diberikan : Ampisilin 100mg/kgBB/hari/4 dosis,
Cefixime 8mg/kgBB/hari/2 dosis, Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, Asam
nalidiksat 55mg/kgBB/hari/4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit
dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll.
• Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
– Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica tinja.
– Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri
basiler.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
PENGOBATAN
• Terapi antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol
30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan
akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
– Jika negatif amuba, berikan antibiotik oral lain (lini ke-2) yang sensitif
shigella : sefiksim dan asam nalidiksat.
– Pada anak < 2 bulan, evaluasi penyebab lain (Cth. Invaginasi)
– Penanganan lain sama dengan penanganan diare akut (cairan, zinc)
– Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala
simptomatis seperti nyeri atau untuk mengurangi frekuensi BAB
113. DEMAM TIFOID
Demam Tifoid
• Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi
• Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
• Penularan : fekal-oral
• Masa inkubasi : 10-14 hari
• Gejala
– Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
– Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
– Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
• Pemeriksaan Fisik
– Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


Demam Tifoid
• Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S.
paratyphi
• Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
• Penularan : fekal-oral
• Masa inkubasi : 10-14 hari
• Gejala
– Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi
pada akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus
tinggi
– Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri
perut, diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
– Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


• Clinical features:
– Step ladder fever in
the first week, the
persist
– Abdominal pain
– Diarrhea/constipation
– Headache
– Coated tongue
– Hepatosplenomegaly
– Rose spot
– Bradikardia relatif

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


Pemeriksaan Penunjang
• Darah tepi perifer
– Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
– Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)
• Pemeriksaan serologis
– Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
– Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
– Tubex Test
• Pemeriksaan biakan Salmonella
– The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
– Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4
• Pemeriksaan radiologis
– Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
– Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi) Pedoman Pelayanan Medis IDAI
Tatalaksana (WHO) dan Komplikasi
• Tatalaksana:
– Obati dengan kloramfenikol (50-100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
per oral atau intravena) selama 10-14 hari
– Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin 100
mg/kgBB/haro peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau
kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis per oral selama 10 hari
– Bila tidak ada perbaikan klinis, berikan sefalosporin generasi ke-3
seperti seftriakson (80 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari, selama 5-7
hari) atau sefiksim oral (20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari)
• Lain –lain: Tirah baring, isolasi memadai, cukupi kebutuhan cairan dan
kalori, terapi simptomatik lain
• Komplikasi :
– Intraintestinal : perforasi usus atau perdarahan saluran cerna
– Ekstraintestinal : Tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis,
pneumonia, syok septik, pielonefritis, osteomielitis dll
Tatalaksana dan Komplikasi
Tingkat Kerentanan Obat Dosis (mg/kg/hari)
Demam tifoid tanpa komplikasi
Sensitif Kloramfenikol 50-75
Amoksisilin 75-100
MDR Florokuinolon (tidak boleh pada anak) 15
Sefiksim 15-20
Resisten kuinolon Azithromisin 8-10
Seftriakson 75
Demam tifoid dengan komplikasi
Sensitif Ampisilin 100
Seftriakson 60-75
MDR Florokuinolon (tidak boleh pada anak) 15
Resisten kuinolon Seftriakson 60-75
• Lain –lain: Tirah baring, isolasi memadai, cukupi kebutuhan cairan dan kalori, terapi
simptomatik lain
• Komplikasi :
– Intraintestinal : perforasi usus atau perdarahan saluran cerna
– Ekstraintestinal : Tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia, syok septik,
pielonefritis, osteomielitis dll
114. SKRINING PERKEMBANGAN
Developmental Milestone
Pada soal :
• mampu melihat objek ke samping kanan dan
kiri dan sebaliknya (180°)  4 bulan
• Bila tengkurap mampu menopang bahu
dengan kedua telapak tangan  4 bulan
• Bila direspon tersenyum  4 bulan
• mengucapkan kalimat "huh, ahh, brr”  6
bulan
• Bila didudukkan badan dan kepala tegak  6
bulan
Skrining Tumbuh Kembanga Anak
• Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam
hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar
kepala
– Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran
antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)
• Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi
individu antara lain dalam bidang motorik kasar,
motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual,
emosi, dan sosial
– Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan
Denver II
• Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan
setiap 3 bulan hingga 5 tahun
Denver II
• Mencakup usia 0-6 tahun
• Ada 4 bidang perkembangan
– Personal-sosial: berhubungan dengan orang lain dan
pemenuhan kebutuhan sendiri
– Motorikhalus: koordinasimata- tangan, manipulasi
objek kecil
– Motorik kasar: meliputi gerakan yang menggunakan
otot-otot besar secara keseluruhan (duduk, berjalan,
melompat)
– Bahasa-dengar: mengerti dan menggunakan bahasa
Interpretasi Denver II
• Skor Penilaian
– P (Pass) : Anak dapat melakukan ujicoba dengan baik, atau terdapat
laporan yang dapat dipercaya
– F (Fail) L : Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik
– No (No opportunity) : Tidak ada kesempatan untuk ujicoba karena ada
hambatan
– R (Refusal) : Anak menolak melakukan ujicoba
• Interpretasi
– Lebih (advanced) : bila anak Pass pada uji coba yang terletak di kanan
garis umur
– Normal : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba di sebelah kanan garis
– Caution/peringatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang dilewati
garis umur pada persentil 75-90
– Delayed/keterlambatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang
terletak lengkap di sebelah kiri garis umur
115. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis pada anak
Time after
primary infection Clinical Manifestation
2 – 3 months Fever of Onset

Erythema nodosum

Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive

Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 – 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion

6 – 24 months Osteo-articular TB

> 5 years Renal TB

Figure 5. The Timetable of Tuberculosis

Donald PR et.al. In: Madkour MM, ed. Tuberculosis. Berlin; Springer;2003.p.243-64


3/27/2014 517
Complications of nodes
1. Extension to bronchus
Complications of focus 2. Consolidation
1. Effusion 3. Hyperinflation
2. Cavitation
3. Coin shadow MENINGITIS OR MILIARY
in 4% of children infected
under 5 years of age
LATE COMPLICATIONS
Renal & Skin
Most children Most after 5 years
become tuberculin BRONCHIAL EROSION
sensitive
3-9 months
Uncommon under 5 years of age Incidence decreases
PRIMARY COMPLEX 25% of cases within 3 months As age increased
A minority of children 75% of cases within 6 months
Progressive Healing
experience :
Most cases
1. Febrile illness
BONE LESION
2. Erythema Nodosum Most within
3. Phlyctenular Conjunctivitis
1 2 3 4 3 years
5 6

Resistance reduced :
infection 1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough 24 months
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset 12 months streptococcal infections
4. Steroid therapy
Development
Of Complex DIMINISHING RISK

3/27/2014 But still possible


518
GREATEST RISK OF LOCAL & DISEMINATED LESIONS 90% in first 2 years Miller FJW. Tuberculosis in children, 1982
Tuberkulosis pada anak
• Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
• Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB pada
anak
• Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
– BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh
– Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
– Batuk kronik 3 ≥ minggu
– Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Sistem Skoring
• Cut-of f point: ≥
6
• Adanya
skrofuloderma
langsung
didiagnosis TB
• Rontgen bukan
alat diagnosis
utama
• Reaksi cepat
BCG harus
dilakukan
skoring
Terapi
• Anak dengan TB paru atau limfadenitis TB
dapat diberikan regimen 2RHZ/4RH
– Kecuali pada anak yang tinggal di daerah dengan
prevalensi HIV yang tinggi atau resistensi isoniazid
yang tinggi, atau anak dengan TB paru yang
ekstensif → diberikan 2RHZE/4RH

WHO. Rapid advice treatment of tuberculosis in children.


http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241500449_eng.pdf
Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB.
Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan
fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-
23 2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar
lengan bawah. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
– Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
– Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter
transversal.
– Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
Interpretasi
• Hasil Positif
– Infeksi TB alamiah
– Imunisasi BCG
– Infeksi mikobaterium atipik

• Hasil Negatif
– Tidak ada infeksi TB
– Dalam masa inkubasi infeksi TB
– Anergi
Primary prophylaxis
• to prevent TB infection in TB Class 1 person
• exposure (+), infection (-)  tuberculin negative
• drug: INH 5 - 10 mg/kgBW/day
• as long as contact take place, the source should
be treated
• at least for 3 months
• repeat TST:
– negative: success, stop INH
– positive: fail, become TB Class 2 continue as 2nd proph

526
Secondary prophylaxis
• to prevent TB disease in TB Class 2 person (exposure (+),
infection (+), disease (-)
• and person with tuberculin conversion
• certain high risk population
– under five, puberty
– long term use of steroid
– malignancy
– certain infection: morbili, pertussis
• drug: INH 5 - 10 mg/kgBW/day
• during the higher risk of TB disease development: 6-12
month

527
116. DEMAM REMATIK
Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat
GABHS (Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis
GABHS setelah 1-5 minggu
• Pengobatan:
– Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/
ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I
– Dalam kasus demam rematik:
• Antibiotik: penisilin/eritromisin
• Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
• Untuk kasus korea: fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview
Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Ket: ASO=ASTO
117. VAKSINASI HEPATITIS B
IMUNISASI
Hepatitis B
• Jadwal vaksin hepatitis B1 tetap dianjurkan
umur 12 jam.
• Diberikan setelah vitamin K1.
Penting untuk
mencegah terjadinya perdarahan akibat
defisiensi vitamin K.
• HBIg utk bayi dari ibu HBsAg positif, selain
imunisasi hepatitis B, utk cegah infeksi
perinatal yang berisiko tinggi untuk terjadinya
hepatitis B kronik.
Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
IMUNISASI - Vaksin Hep B
• Guidance for administration of the hepatitis B vaccine series for
children who did not receive the recommended birth dose. A
minimum age for dose 3 of hepatitis B vaccine has been added to
the catch-up schedule, noting that the final (third or fourth) dose in
the hepatitis B series should be administered no earlier than 24
weeks of age.
• Partikel permukaan antigen virus hepatitis B
• Rekombinan DNA sel ragi, tidak infeksius
• Indikasi kontra
 Alergi pada komponen vaksin
 Demam tinggi
• Penyuntikan : intramuskular (jangan di gluteal)
• Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
– Reaksi lokal kemerahan, nyeri, bengkak, demam ringan 2 hari.
– Reaksi sistemik : mual muntah, nyeri kepala, nyeri otot, sendi
118. GANGGUAN GH DAN TIROID
PHYSIOLOGY OF THE HORMONE

http://wmaresh.wikispaces.com/file/view/antpostpit.JPG/167267823/antpostpit.JPG
Physiology of Growth Hormone Secretion. Aysun Bideci, Orhun Çamurdan.2008.
in http://www.jcrpe.org/sayilar/27/buyuk/29-132-1-GH.pdf

Growth Hormone
• Secreted in pulsatile
fashion  anterior
pituitary gland
• Regulated by:
– Growth hormone-
releasing hormone
(GHRH)
• stimulates both the
synthesis and the release
of GH
– Somatostatin
• inhibits the release of GH
• IGF
– end product of GH
bioeffect
– negativefeedback effect
on GH secretion http://pharmaxchange.info/press/wp-content/uploads/2011/03/pharm2009.08.fig1_.gif
Allen DB. Growth Hormone Treatment. In: Lifshitz, F (eds). Pediatric Endocrinology. 4th edition. New York, NY. Marcel Dekker Inc. 2003;87-111.
http://www.healio.com/~/media/Images/News/Online/Endocrinology/2009/06_June/01/Sperling_fig2_450_288_42087.gif

BIOEFFECTS

http://novocrine.com/images/stories/how-gh-
works.jpg
Growth Hormone
Deficiency
• Proportional short stature
• Below-normal velocity of
growth
• Delayed physical maturation
 The child may look
younger than other
children his or her age
• Delayed bone age
• Increased amount of fat
around the waist http://trialx.com/curetalk/wp-content/blogs.dir/7/files/2011/05/diseases/Growth_Hormone_Deficiency-
3.jpg

• Delayed tooth development http://en.wikipedia.org/wiki/Growth_hormone_deficiency#Pathophysiology

• Delayed onset of puberty http://www.emedicinehealth.com/growth_hormone_deficiency/page3_em.htm#growth_hormone_d


eficiency_symptoms
http://www.montp.inserm.fr/u632/images/TR-CAR1.gif
Pathology: Congenital Hypotyroidism

http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg

• Causes:
– Deficient production of thyroid
hormone
• Disgenesis congenital
Hypothyroidism
• Iodine deficiencyendemic goiter
– Defect in thyroid hormonal
receptor activity
Hipotiroid kongenital pada Anak
• Hipotiroid kongenital (kretinisme) ditandai produksi
hormon tiroid yang inadekuat pada neonatus
• Penyebab:
– Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon
tiroid
– Inborn error of metabolism
• Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang
dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan
terjadi penurunan IQ bermakna.
• Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis
etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi
hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview


• Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
– Dull look
– Puffy face
– Thick tongue that sticks out
• This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
– Choking episodes
– Constipation
– Dry, brittle hair
– Jaundice
– Lack of muscle tone (floppy infant)
– Low hairline
– Poor feeding
– Short height (failure to thrive)
– Sleepiness
– Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/


Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

Grüters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism


Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160
http://findmeacure.com/2008/04/13/growth-disorders/
Diagnosa Lain Karakteristik
Defisiensi Growth Growth hormone deficiency may result from disruption of the
Hormone growth hormone axis in the higher brain, hypothalamus, or
pituitary.
Poor growth and/or shortness is the hallmark of childhood GH
deficiency, tends to be accompanied by delayed physical
maturation so that bone maturation and puberty may be several
years delayed. Tidak ada retardasi mental
Defisiensi Epinefrin Hypoglycemia, dehydration, weight loss, and disorientation.
dan cortisol Symptoms may also include weakness, tiredness,
(Adrenocortical dizziness, orthostatic hypotension, cardiovascular collapse,
Deficiency) muscle aches, nausea, vomiting, and diarrhea
Defisiensi Iodium Diffuse enlargement of the thyroid gland, signs and symptoms
of hypothyroidism (weight gain, cold intolerance, dry skin,
constipation, or depression, periorbital edema, and delayed
relaxation phase of the deep tendon reflexes), Reduction in IQ.
Tidak ada gangguan pertumbuhan.
119. CANDIDIASIS
Oral Thrush
• Etiology: Candida TREATMENT  NYSTATIN
Albicans Infants
• Clinical Manifestation • 200,000 units PO q6hr (100,000
– White curdish like lesions units in each side of mouth)
on the buccal mucosa, Children
tongue, palate, and
gingiva. The lesions are • Oral suspension: 400,000-
difficult to scrape off and 600,000 units PO q6hr
this differentiates it from Intestinal Candidiasis
milk. After scraping, there • Oral Tablets: 500,000 units - 1
is an erythematous base
and some bleeding. million units q8hr
– Oral candidiasis may be
associated with diaper
candidiasis (diaper rash)
120. KERNICTERUS
Gambar 8. metabolisme bilirubin dalam tubuh.
Perhatikan fungsi hepatosit yang melakukan
konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk.
Adanya ikterik merupakan manifestasi gangguan di
prehepatik, intrahepatik atau ekstrahepatik.
(Chandrasoma P, Taylor CR. Concise Pathology.
3rd edition. McGrawHill.
http://www.accessmedicine.com diunduh tanggal 25
Juli 2013)
Ikterus fisiologis vs non fisiologis
• Ikterus fisiologis:
– Awitan terjadi setelah 24 jam
– Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
– Ikterus fisiologis berlebihan  ketika bilirubin serum puncak adalah 7-
15 mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis:
– Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
– Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
– Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
– Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk.
Ditandai bilirubin direk > 2 mg/dl. Penyabab: kolestasis, atresia
bilier, kista duktus koledokus.
Kernikterus
• “Kernicterus” refers to the neurologic consequences of the
deposition of unconjugated bilirubin in brain tissue
• Serum unconjugated bilirubin level exceeds the binding
capacity of albumin → unbound lipid-soluble bilirubin
crosses the blood-brain barrier
• Albumin-bound bilirubin may also cross the blood-brain
barrier if damage has occurred because of asphyxia,
acidosis, hypoxia, hypoperfusion, hyperosmolality, or sepsis
in the newborn
• The exact bilirubin concentration associated with
kernicterus in the healthy term infant is unpredictable. In
the term newborn with hemolysis, a bilirubin level above
20 mg per dL (342 μ mol per L) is a concern

Am Fam Physician. 2002 Feb 15;65(4):599-607. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn.


Kernikterus
121. SINDROM NEFROTIK
Sindrom Nefrotik
• Spektrum gejala yang ditandai dengan protein loss
yang masif dari ginjal
• Gejala klasik: proteinuria, edema, hiperlipidemia,
hipoalbuminemia
• Gejala lain : hipertensi, hematuria, dan penurunan
fungsi ginjal
• Primer vs sekunder
• Terapi: kortikosteroid (prednison, prednisolon)
Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome.
http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview
Diagnosis
• Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan
jumlah urin. Urin dapat keruh/kemerahan
• Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai,
ascites, edema skrotum/labia. Terkadang
ditemukan hipertensi
• Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif ≥ 2+,
rasio albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai
hematuria. Hipoalbumin (<2.5g/dl),
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan
fungsi ginjal dapat ditemukan.
Sindrom Nefrotik (Kriteria)
• Sindrom nefrotik : Sindrom klinis dengan gejala proteinuria
masif (> 40 mg/m2/jam), hipoalbunemia (≤ 2,5 g/dl)),
edema, dan hiperkolesterolemia. Kadang disertai
hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
• Sindrom nefrotik relaps jarang : Mengalami relaps <2 kali
dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1
tahun
• Sindrom nefrotik relaps sering : Mengalami relaps ≥ 2 kali
dalam 6 bulan sejak respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1
tahun
• Relaps : Timbulnya proteinuria kembali (>40 mg/m2/jam),
atau ≥ 2+ selama 3 hari berturut-turut

Pedoman Pelayanan Medis Dept. IKA RSCM dan IDAI


Sindrom Nefrotik (Kriteria)
• Sindrom nefrotik resisten steroid : Sindrom
nefrotik yang dengan pemberian prednison dosis
penuh (2 mg/kg/hari) selama 8 minggu tidak
mengalami remisi
• Sindrom nefrotik dependen steroid : Sindrom
nefrotik yang mengalami relaps setelah dosis
prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh
atau dihentikan dalam 15 hari, dan terjadi 2 kali
berturut-turut
• Remisi : Keadaan proteinuria negatif atau trace
selama 3 hari berturut-turut
Pedoman Pelayanan Medis Dept. IKA RSCM dan IDAI
Nefrotik vs Nefritik
Tatalaksana

Pedoman Pelayanan Medis Dept. IKA RSCM dan IDAI


122. RESUSITASI NEONATUS
Resusitasi Neonatus
Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 –S919
Teknik Ventilasi dan Kompresi
• Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
• Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit
setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
• Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
• Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi
napas 40 – 60 kali per menit untuk mencapai dan
mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari
100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat
ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
• Kompresi dada
• Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut
jantung kurang dari 60 per menit setelah ventilasi
adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk
neonatus, rasio kompresi: ventilasi tetap 3:1.
• Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan
oksigenasi harus dinilai secara periodik dan
kompresi – ventilasi tetap dilakukan sampai
frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60
per menit.
123. PERTUSIS
Pertusis
• Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
• Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
• Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit
Pertusis
• Stadium:
– Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
– Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
– Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268-
overview
Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis
• Diagnosis :
– Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
– Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
• Penatalaksanaan :
– Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
– < 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
• Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
• Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008


Antibiotik dalam Penatalaksanaan Pertusis

• Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali


sehari) selama 10 hari atau makrolid lainnya
• Jika terdapat demam atau eritromisin tidak tersedia,
berikan kloramfenikol oral (25 mg/kg/kali, 3 kali
sehari) selama 5 hari sebagai penatalaksanaan
terhadap kemungkinan pneumonia sekunder
• Tanda pneumonia sekunder : pernapasan cepat diantara
episode batuk, demam, dan gejala distres pernapasan
dengan onset akut
• Jika kloramfenikol tidak tersedia, berikan
kotrimoksazol
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
124. ASMA
Asma
• Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik,
nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri
dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi
• Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing

Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.


PATHOGENESIS OF
ASTHMA
• Definition
o Chronic inflammatory
condition of the
airwayshyperreactivity
o Episodic airflow
obstruction
• Main processes
o Inflammatory reaction
o Remodeling
http://www.clivir.com/pictures/asthma/asthma_symptoms.jpg

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
The Inflammatory Reaction
• Involved:
– Dendritic cells and macrophages
• present antigens to T-helper cells induce the switching of B
lymphocytes to produce IgE
– T-helper lymphocytes
– Mast cells
– Eosinophils
• Leads to
– episodes of wheezing
– Coughing
– tightness in the chest
– Breathlessness
– shortage of breath specially at night and in the morning

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
• Inflammation causes obstruction of airways
by:
– Acute bronchoconstriction
– Swelling of bronchial wall
– Chronic production of mucous
– Remodeling of airways walls
Remodelling Proscess
• The inflammatory reaction goes on for a long period
• Changes
– Epithelial cells
• damaged and the cilia are lostsusceptible for infection
• goblet cells increasedincrease in the secretions
• function of the muco-ciliary escalator lostsecretions accumulate
in the lungs
– The basement membrane
– Smooth muscle cells
• Hyperplasiaability to secrete
• contractility increased airway hyper-responsiveness.
– The neurons
• developed local reflexes

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
• The cardinal
features
– airway hyper-
responsiveness
– excessive airway
mucus
production
– airway
inflammation
– elevated serum
immunoglobulin
E (IgE) levels

http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg
http://www.nature.com/nm/journal/v18/n5/fig_tab/nm.2768_F1.html
http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/art_noct_asthma.htm

NOCTURNAL ASTHMA
• Associated with:
– allergen exposure
– Sleep
– airway cooling
– diminished clearance of mucous secretions
– diurnal variations in hormone concentrations and in
autonomic nervous system control
• Decreased epinephrine and increased vagal tone cause:
– airway obstruction bronchial obstruction
– enhance bronchial reactivity.
– Decreased nitric oxide levelspotent bronchodilator
– Decreased Beta 2-receptors between 4 p.m. and 4 a.m.
– Decreased steroid receptorsincreased inflammation
– Diurnal variation in Cortisol
– Low level Melatonin
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0002934388902380
Derajat Serangan Asma dan Respon Pengobatan
Derajat
Serangan
Asma
Derajat Penyakit Asma
Parameter klinis,
kebutuhan obat, Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
dan faal paru
Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering
Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu tidak ada remisi

Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan
Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid
Uji Faal paru PEF/FEV1 <60%
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
>15% < 30% < 50%
(bila ada serangan)
Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma
125. EFEK SAMPING OBAT
Adverse Effect (Antibiotic)
Drug Adverse Effect

Ciprofloxacin nausea, abdominal pain, diarrhea, increased aminotransferase levels, vomiting,


headache, increased serum creatinine, rash, restlessness
Tetrasiklin discoloration of teeth and enamel hypoplasia (young children), diarrhea, nausea,
photosensitivity, anorexia, abdominal cramps, antibiotic-associated
pseudomembranous colitis, bulging fontanels in infants, diabetes insipidus syndrome,
esophagitis, exfoliative dermatitis, pseudotumor cerebri, pancreatitis, pruritus,
pigmentation of nails, vomiting
Kotrimoksasol Mild allergic reaction, nausea, emesis, abdominal pain, diarrhea, anorexia,
hyperkalemia, hyponatremia
Serious adverse effects : Stevens–Johnson syndrome,
myelosuppression, mydriasis, agranulocytosis, and severe liver damage

Amoxicillin vulvovaginal mycotic infection (2%), diarrhea (1.7%), nausea (1.3%)


headache (1%), vomiting (0.7%), abdominal pain, anaphylaxis, anemia, ast/alt
elevation, mucocutaneous candidiasis, diarrhea, headache, nausea, rash,
pseudomembranous colitis, serum sickness-like reactions

Erythromycin abdominal pain, anaphylaxis, cholestatic hepatitis, confusion, diarrhea, dyspepsia,


fever, flatulence, hallucinations, hearing loss, hypertrophic pyloric stenosis,
hypotension, interstitial nephritis, pruritus, pseudomembranous colitis, qt
prolongation, skin eruptions, tinnitus, torsades de pointes, ventricular arrhythmias,
ventricular tachycardia, vertigo
126. KESEIMBANGAN ASAM BASA
593
595
Respiratory
Acidosis
Respiratory
Alkalosis
Metabolic
Acidosis
Metabolic
Alkalosis
127. PNEUMONIA
PNEUMONIA
• Inflammation of the parenchyma of the lungs

http://emedicine.medscape.com/article/967822
Pneumonia
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy,
vomiting and diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal
flaring, subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles
and rales (ronchi)
Fast breathing (tachypnea)
Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
Diagnosis Pneumonia (WHO)
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA

SEVERE PNEUMONIA

VERY SEVERE PNEUMONIA


• No • Di • Batuk dan/atau dyspnea • Dalam keadaan
tachypnea, ditambah min salah satu:
no chest
samping yang sangat berat
batuk • Kepala terangguk-angguk dapat dijumpai:
indrawing
atau • Pernapasan cuping
hidung • Tidak dapat
kesulitan menyusu atau
• Tarikan dinding dada
bernapas, bagian bawah ke dalam minum/makan,
hanya • Foto dada menunjukkan atau
terdapat infiltrat luas, konsolidasi memuntahkan
napas • Selain itu bisa didapatkan semuanya
cepat pula tanda berikut ini:
• Kejang, letargis
saja. • takipnea
atau tidak
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda sadar
• Pada auskultasi • Sianosis
terdengar: crackles • Distres
(ronkii), Suara pernapasan
pernapasan menurun,
suara napas bronkial berat
Tatalaksana Pneumonia
NO PNEUMONIA

PNEUMONIA

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA


• rawat jalan • ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
• Do • Kotrimoksasol IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
not (4 mg TMP/kg baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
adm BB/kali) 2 kali Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
inist sehari selama mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
er 3 hari atau berikutnya.
an Amoksisilin • Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
anti (25 mg/kg atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
bioti BB/kali) 2 kali menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
c sehari selama semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
3 hari. sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
• Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
• Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
Pneumonia Stafilokokus
• jika terdapat perburukan • Terapi dengan kloksasilin
klinis secara cepat (50 mg/kg/BB IM atau IV
walaupun sudah diterapi setiap 6 jam) dan
• ditandai dengan adanya gentamisin (7.5 mg/kgBB
pneumatokel atau IM atau IV 1x sehari).
pneumotoraks dengan • Bila keadaan anak
efusi pleura pada foto mengalami perbaikan,
dada, ditemukannya lanjutkan kloksasilin oral
kokus Gram positif yang 50mg/kgBB/hari 4 kali
banyak pada apusan sehari selama 3 minggu.
sputum, adanya infeksi
kulit yang disertai
pus/pustul.
128. DEFISIENSI VITAMIN B
Defisiensi Vitamin B
Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,
Vitamin B1 (Thiamine) body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated
Causes distinctive bright pink tongues, although other
Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies
Defisiensi Biotin (Vitamin B7)
• Defisiensi biotin (Vitamin B7) jarang terjadi karena :
– Kebutuhan harian yang sedikit (150-300 μg)
– biotin terdapat hampir di semua jenis makanan
– Flora normal usus mensintesis biotin
– Biotin mengalami proses recycle.
• Penyebab defisiensi Biotin :
– Konsumsi antikonvulsan tertentu (phenytoin, primidone,
carbamazepine)
– Penggunaan antibiotik spektrum luas
– Konsumsi putih-telur mentah dalam jumlah cukup banyak (Egg-white
injury syndrome). putih telur mentah berisi glycoprotein avidin yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap biotin  berikatan secara
ireversibel  tidak bisa diserap usus  defisiensi
– Defisiensi enzim biotinidase (defek genetik)
Scheinfeld, NS. Biotin Deficiency. http://emedicine.medscape.com/article/984803-overview
Manifestasi Klinik
Timbul 3-5 minggu setelah onset defisiensi biotin:
• Kulit Kering
• Dermatitis seboroik
• Infeksi jamur
• Rash
• Brittle hair (mudah patah), rambut rontok, alopecia
• Gejala traktus gastrointestinal (Mual, muntah, anoreksia)

Dalam 1-2 minggu kemudian, timbul gejala neurologis :


• Depresi ringan
• Perubahan status mental
• Generalized Myalgia
• Hyperesthesia, paresthesia
Penatalaksanaan
• Deteksi dini dan pengobatan dengan biotin
• Dosis biotin terdapat dua pendapat :
– Injeksi Biotin IM 150 μg per hari gejala mulai hilang
dlm 3-5 hari, sembuh total dalam 3-5 bulan
– Dosis lebih tinggi 5-20 mg per hari IM. Gejala lebih
cepat tertangani
• Makanan kaya biotin : swiss chard, kuning-telur
mentah, hati, saskatoon berries, sayuran hijau,
dan kacang-kacangan
• Hentikan konsumsi telur setengah matang
129. ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia Mikrositik Hipokrom
Anemia Defisiensi Fe (IDA)

Stage Iron Depletion Iron Deficiency Iron Deficiency


I II Anemia
III
Iron Store ↓ ↓↓ ↓↓↓
(Ferritin)
Serum Iron Normal ↓ ↓↓
Hb Normal Normal MCV, MCH MCHC ↓

Windiastuti E. Anemia in children.


Anemia Defisiensi Besi
Anemia in Infant
• Anemia (WHO):
– A hemoglobin (Hb) concentration 2 SDs below the mean
Hb concentration for a normal population of the same
gender and age range
• US National Health and Nutrition Examination Survey
(1999 – 2002)→ anemia:
– Hb concentration of less than 11.0 g/dL for both male and
female children aged 12 through 35 months

Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia in Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Maria Abdulsalam, Albert Daniel. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002
Tatalaksana IDA
• Atasi penyakit yang mendasari
• Nutrisi yang cukup
• Besi elemental
– 3-6 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, sebelum makan. Dilanjutkan hingga 2
bulan setelah anemia terkoreksi dan penyakit etiologi teratasi.
• Transfusi PRC dibutuhkan bila Hb <6 g/dl; atau Hb ≥6 g/dl dengan
penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi berat, gagal jantung,
distress pernafasan)
• Pencegahan
– Primer
• Diet: makanan yang kaya besi dan vitamin C
• ASI eksklusif. Suplemen besi dimulai pada 4-6 bulan (non prematur) atau 2
bulan (prematur)
– Sekunder: skrining

Harper JL. Iron deficiency anemia. http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview


Tatalaksana
• Fe oral
– Aman, murah, dan efektif
– Enteric coated iron tablets  tidak dianjurkan karena
penyerapan di duodenum dan jejunum
– Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan
• Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh,
kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2
jam setelahnya)
• Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah
antasida
• Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam  konsumsi
bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan
penyerapan
Tatalaksana
– Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat
lambung kosong,
– Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah
makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat
sekitar 40%-50%
– Efek samping:
• Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung
• Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
Suplemen Besi
• Bayi prematur dan bayi berat • Pemberian ASI eksklusif pada
badan lahir rendah yang bayi sesudah 4-6 bulan masih
mendapat ASI membutuhkan dapat menyebabkan terjadinya
suplemen besi elemental anemia defisiensi besi,
sekitar 2 mg/kgBB/hari yang sehingga suplementasi besi
diberikan sejak umur 1 bulan. perlu diberikan.
• Pada bayi BB 1000-1500 g • Pada bayi cukup bulan
membutuhkan suplemen 3 diberikan 1 mg besi
mg/kgBB/hari, elemental/kgBB/hari dimulai
• bayi BB< 1000 g pada umur 4-6 bulan.
membutuhkan suplemen 4
mg/kgBB/hari.
• Pemberian dilakukan hingga
usia 12 bulan

Terapi dan Suplementasi Besi pada Anak. Dedy Gunadi, Bidasari Lubis, Nelly Rosdiana. Sari Pediatri, Vol.
11, No. 3, Oktober 2009
Screening
• Universal screening for anemia should be performed
at approximately 12 months of age with
determination of Hb concentration and an
assessment of risk factors associated with ID/IDA.

Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron
Defiency and Iron Anemia in Infants and Young Children (0-3 years of Age. Pediatrics 2010; 126; 1040.
130. HEMORRHAGE DISEASE OF
NEWBORN
Acquired Prothrombine Complex Deficiency
(APCD) dengan Perdarahan Intrakranial
• Sebelumnya disebut sebagai Hemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN) atau Vitamin K Deficiency Bleeding
• Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
• Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
• 80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
Hemorrhagic disease of newborn (HDN)
Acquired prothrombrin complex deficiency (APCD)
Stadium Characteristic
Early HDN Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Baby
born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.
Classic HDN Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex
is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.
Vit K deficiency Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Definite
etiology inducing VKP is found in association with bleeding:
malabsorption of VK ie gut resection, biliary atresia, severe liver
disease-induced intrahepatic biliary obstruction.
Late HDN / APCD Acquired bleeding disorder in the 2 week to 6 month age infant
caused by reduced vitamin K dependent clotting factor (II, VII,
IX, X) with a high incidence of intracranial hemorrhage and
responds to VK.
Diagnosis APCD
• Diagnosis
– Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba
tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat
vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal
– PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda
peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol,
penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis
fokal
– Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit
normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT
Scan kepala : perdarahan intrakranial
– Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB
membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan

Buku PPM Anak IDAI


Tatalaksana APCD
• Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol,
berikan tatalaksana APCD sampai terbukti bukan
• Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
• Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut
• Transfusi PRC sesuai Hb
• Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial
(Manitol 0,5-1 g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali)
• Konsultasi bedah syaraf
• Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi
baru lahir

Buku PPM Anak IDAI


104. Moluskum
Kontagiosum
• Penyakit yang disebabkan oleh poxvirus berupa papul-papul, pada
permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan
moluskum
• Transmisi: kontak langsung, autoinokulasi
• Gejala:
– Masa inkubasi: satu hingga beberapa minggu
– Papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk
kubah yang ditengahnya terdapat lekukan, jika dipijat keluar massa yang
berwarna putih seperti nasi
– Predileksi: muka, badan, ekstremitas, pubis (hanya pada dewasa)
• Pemeriksaan:
– Sebagian besar berdasarkan klinis
– Pemeriksaan mikroskopik badan moluskum (Henderson-Paterson bodies) –
menggunakan pewarnaan Giemsa atau gram
– Diagnosis pasti: biopsi kulit menggunakan pewarnaan HE
• Tata laksana: mengeluarkan massa (manual, elektrokauterisasi, bedah beku)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Bhatia AC. Molluscum contagiosum. http://emedicine.medscape.com/article/910570-overview
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
131. Obat yang tidak aman bagi
kehamilan
• Antibiotik
– Tetrasiklin  menyebabkan kuning pada gigi,
terutama trimester II – III
– Chlorampenicol  gray baby syndrome
– Kotrimoksasol  oral cleft, mengganggu
metabolisme asam folat
– Doksisiklin  sama seperti tetasiklin
– Primaquine  hemolitik anemia
131. Obat yang tidak aman bagi
kehamilan
• Kategori obat dalam kehamilan:
– A  aman dibuktikan lewat penelitian terkontrol
pada wanita hamil
– B  dapat diterima, lewat penelitian pada hewan,
tapi belum ada penelitian pada wanita hamil
– C  digunakan dengan hati2, bila keuntungan >
risiko
– D hanya dipakai bila emergency
– X  tidak boleh pada ibu hamil
132. Antenatal Care
• Pemeriksaan antenatal care:
– 0-28 minggu: setiap 4 minggu sekali
– 28-36 minggu: setiap 2 minggu sekali
– >36 minggu: setiap 1 minggu sekali
• Pemeriksaan antenatal care minimal:
– 1 kali sesegera mungkin sejak trimester 1
– 1 kali saat trimester 2
– 2 kali saaat trimester 3
Antenatal Care
• Tujuan antenatal:
– Menentukan hamil/tidak
– Menentukan usia kehamilan dan taksiran persalinan
– Menentukan status kesehatan ibu dan janin
– Menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta
adanya risiko pada kehamilan
– Menentukan rencana pemeriksaan/ penatalaksanaan
selanjutnya
– Mempersiapkan ibu dan keluarga untuk menerima
kelahiran bayi
– Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
perinatal
Antenatal care
• 7T yang diperiksakan:
– Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
– Tekanan darah
– Tinggi fundus uteri
– Tetanus Toxoid
– Tablet besi
– Tes penyakit menular seksual
– Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
133. Imunisasi pada ibu hamil
• Vaksinasi pada ibu hamil yang aman adalah SELAIN dari
jenis vaksin dari virus yang dilemahkan.
• Jadwal vaksinasi Tetanus Toxoid ibu hamil (dosis 0.5
mL):
– bila sebelum hamil sudah mendapatkan TT 2x, maka saat
hamil 1x (vaksinasi ulang), saat kehamilan berikutnya
cukup 1 x saja (vaksinasi ulang)
– Bila sebelum hamil sudah mendapatkan TT 1x, dalam
kehamilan diberikan 2x (jarak 2 bulan dari suntikan
pertama). Kehamilan berikutnya 1x
– Bila belum pernah TT, diberikan TT 3x dengan interval
(0,2,6)
Imunisasi Pada ibu hamil
134. Abortus
• Abortus  ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
pada kehamilan <20 minggu atau berat janin <500gr.
• Abortus terbagi berdasarkan proses
– Abortus spontan
– Abortur provokatus: medicinals dan kriminalis
• Abortus berdasarkan gejala, tanda, dan patologis
– Abortus iminens (threatened)
– Abortus insipiens
– Abortus inkomplit
– Abortus komplit
– Abortus habitualis
– Missed abortion
– Septic abortion
Abortus
Gejala/tanda Insipiens Iminens Inkomplit Komplit
Perdarahan Ada Ada Ada Ada
Ostium uteri Tertutup Terbuka Terbuka Tertutup
Janin Hidup Dalam proses Mati Mati
dikeluarkan
Kontraksi Ada Ada Ada/tidak ada Tidak ada
Abortus
• Abortus habitualis: abortus spontan yang terjadi
3 kali atau lebih berturut-turut.
• Missed abortion: kematian janin <20 minggu, dan
seluruh hasil konsepsi masih tertahan di dalam
uterus. Dulu dipakai kriteria selama 8 minggu
tidak ditemukan ada perkembangan janin dan
janin ternyata mati  karena tidak ada USG.
• Septic abortion  terjadi pada abortus
kriminalis. Akibat dari endometritis
135. AKDR
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Cara kerja
1. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi
2. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
3. AKDR bekerja terutama mencegah ovum dan sperma bertemu, walaupun AKDR membuat sperma
sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk
fertilisasi
4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
Keuntungan
1. Efektivitasnnya tinggi 0.6-0.8 kehamilan per 100 pengguna dalam 12 bulan pertama pemakaian
2. Segera efektif setelah dipasang
3. Metode kontrasepsi jangka panjang
4. Tidak perlu mengingat-ingat (tidak seperti pil yang harus diminum setiap hari)
5. Tidak mempengaruhi hubungan seksual
6. Tidak ada efek hormonal (AKDR tanpa progestin)
7. Tidak mengganggu produksi ASI
8. Tidak ada interaksi dengan obat-obat
9. Membantu mencegah kehamilan ektopik
135. AKDR
Kekurangan
1. Perubahan siklus haid (terutama 3 bulan pertama)  haid jadi lebih banyak dan nyeri, dan perdarahan antar
menstruasi
2. Merasa sakit dan kejang 3-5 hari setelah pemasangan
3. Perforasi dinding uterus apabila salah pemasangan
4. Tidak mencegah IMS
5. Tidak cocok pada wanita yang suka berganti pasangan
6. Memerlukan prosedur medis saat pemasangan
7. AKDR mesti dilepas di fasilitas kesehatan
8. AKDR dapat keluar dari uterus tanpa diketahui (terutama pada pemasangan AKDR post plasenta)
Kontraindikasi
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya
3. Menderita Infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
4. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik
5. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran abnormal) atau menderita tumor jinak rahim
6. Penyakit trofoblas ganas
7. Menderita TBC pelvic
8. Kanker alat genital
9. Ukuran rahim kurang dari 5 cm
Cara Pakai
1. Dapat dipasang kapan saja selama dipastikan tidak hamil
2. Apabila setelah melahirkan harus dipasang sebelum 48 jam pascapersalinan, atau setelah 4 minggu pascapersalinan
3. Sebagai kontrasepsi darurat dapat digunakan hari ke 1-5 pasca sanggama
4. Pada penderita abortus dapat dipasang hari ke 1-7 pasca abortus
136. Usia Kehamilan dan Taksiran
Persalinan
• Menentukan usia kehamilan dan taksiran
persalinan dibutuhan hari pertama haid
terakhir
• Untuk menentukan taksiran persalinan dapat
menggunakan rumus naegle syaratnya adalah:
siklus menstruasi teratur.
• Hari HPHT + 7, bulan HPHT -3, tahun HPHT + 1
137. Bacterial Vaginosis
• Etiologi  gardnerella vaginalis
• Gejala:
– Keputihan berbau amis
– Iritasi pada vulva
– Keputihan bewarna keabuan
• Diagnosa;
– Ditemukan clue cell pada hapusan keputihan
– pH > 4.5
– Bau amis keputihan
• Pengobatan:
– Metronidazole
– clyndamicyn
138.Perdarahan kehamilan muda
Abortus Mola KET Mioma
Tinggi fundus < usia Biasa > usia < usia > Usia
kehamilan kehamilan kehamilan kehamilan
Nyeri Tergantung Tidak ada Nyeri Tergantung
jenis ukuran
Gejala lain Anemia Mual, muntah Anemia -
Banyak darah Tergantung Bercak Tergantung Bercak
jenis lokasi
USG Adanya janin Badai salju/ Kantung gestasi Tumor dan
sarang lebah ekstrauterine kantung gestasi
Tatalaksana Dilatase dan Dilatase dan Laparotomi Observasi:
kuretase kuretase Bila membesar
pikirkan SC
139.Kontrasepsi
Jenis KB Waktu penggunaan Keterangan
Metode Amenore Laktasi Efektif hingga 6 bulan Harus benar-benar
pascapersalinan eksklusif
Kontrasepsi Kombinasi Jika menyusui¸ digunakan  Mengurangi produksi
sejak 6 bulan ASI
pascapersalinan  Menghambat
Jika tidak menyusui, pertumbuhan normal
digunakan sejak 6 minggu bayi
pasca persalinan
Setelah abortus, segera
dimulai
Kontrasepsi progestin Jika menyusui, digunakan  Perdarahan ireguler
sejak 6 minggu dapat terjadi
pascapersalinan  Tidak mengganggu
Jika tidak menyusui, pembekuan darah
digunakan segera mungkin
Setelah abortus, segera
dimulai
Kontrasepsi
AKDR Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta  Ekspulsi spontan lebih tinggi (6-
lahir atau setelah 4 minggu pasca 10%) pada pemasangan
persalinan. pascaplasenta
Pada kasus abortus, AKDR dapat langsung  Bila ada infeksi atau pasca abortus
dipasang, selama dipastikan tidak ada infeksi tidak aman tunda 3 bulan

Kontrasepsi mantap (tubektomi) Dikerjakan 6 minggu pascapersalinan  Bila ada infeksi atau pasca abortus
tidak aman tunda 3 bulan

Kontrasepsi darurat Pil kombinasi dosis tinggi  Dalam waktu 3 hari


Kondisi: Microgynon 50 2x2 tablet pascasanggama, dosis kedua 12
Bila kondom bocor Pil kombinasi dosis rendah jam kemudian
Korban pemerkosaan Microgynon 30 2x4 tablet
Lupa minum pil KB Pil progestin
Telat suntik KB Postinor 2x1 tablet
AKDR ekspulsi Estrogen  Dalam waktu 3 hari
Lynoral 2,5 mg/dosis pascasanggama, 2x1 dosis selama
Premarin 10mg/dosis 5 hari
Progynova 10mg/dosis
Miferpristone  Dalam waktu 3 hari
RU-486 1x600 mg pascasanggama
Danazol  Dalam waktu 3 hari
Danocrine 2x4 tablet pascacanggama, dosis kedua 12
jam kemudian
AKDR  Dalam 5 hari pascasanggama
140.Kala Persalinan
Persalinan
• Tanda dan gejala kala I
– Penipisan dan pembukaan serviks
– Kontrasi uterus yang menyebabkan perubahan serviks
– Bloody show
• Tanda dan gejala kala II
– Keinginan ibu untuk mengedan
– Tekanan pada anus
– Vulva terbuka
– Perineum menonjol
141. Distosia
• Distosia  kesulitan dalam persalinan
• Penyebab distosia:
– Power
– Passage
– Passanger
Distosia
• Indikasi forcep:
– Maternal indication:
• Gangguan jantung
• Gangguan paru
• Infeksi intrapartum
• Kala II memanjang
– Fetal indication:
• Prolapse tali pusat
• Solusio plasenta
• Nonreassuring fetal heart rate
• Kontraindikasi;
– Cephalopelvic disproportion
– Station kepala 0 (dulu masih dipakai sekarang tidak karena risiko
HPP tinggi)
Distosia
• Indikasi vaccum:
– Sama seperti forcep
• Kontraindikasi:
– Kehamilan <34 minggu
– Presentasi muka
– Fetal coagulopathy

• Forcep lebih aman untuk janin sedangkan


vaccum lebih aman untuk ibu
Distosia
• Jenis-jenis prosedur forcep
142. Kanker Serviks
• Keganasan yang terjadi pada leher rahim
• Etiologi
– Infeksi HPV tipe 16, 18, 52 (yang paling sering)
• Faktor Risiko
– Berhubungan seksual (paling utama)
– Multipartner
– Merokok
– Hubungan seks usia muda
• Skrining  IVA dan Pap Smear
Pap Smear dan IVA
• Pap smear dan IVA  skrining kanker serviks
• Pap smear lebih akurat daripada IVA
• Syarat-syarat Pap smear
– Dalam 2x24 jam tidak berhubungan seksual
– Dalam 2x24 jam tidak membersihkan atau memakain
tampoon vagina
– Tidak sedang menstruasi
• Kapan pap smear:
– Usia 21-65
– Setiap 3 tahun sekali
– Dibawah 21 tahun, bila sudah pernah berhubungan
seksual
Pap Smear dan IVA
• IVA  pemeriksaan inspeksi visual asam
asetat (3-5%)
• Pada IVA syaratnya adalah zona transformasi
bisa terdeteksi
143. APGAR Score

Tanda 0 1 2
Appearance Biru seluruh tubuh Biru pada mukosa Pink
saja

Pulse Tidak ada <100 ≥100


Grimace Tidak ada Meringis Nangis kuat
Activity Lemah Fleksi pada Gerakan aktif
ekstremitas

Respiratory Tidak ada Lemah, iregular Menangis


144. Istilah-istilah
• Persalinan normal : persalinan spontan +
presentasi puncak kepala + aterm
• Presentasi  bagian terbawah janin yang masuk
ke pintu atas panggul (normal  puncak kepala)
• Posisi  penunjuk (denominator) dari presentasi
(normal anterior)
• Letak  perbandingan sumbu bayi terhadap
sumbu ibu (longitudinal atau lintang)
• Sikap  karakter postur bayi terhadap sumbu
bayi (ekstensi atau fleksi)
145. Hyperemesis Gravidarum
• Hiperemesis gravidarum diduga berhubungan
dengan perubahan kadar hormonal (hCG)
• Kadar hCG yang tinggi akan menyebabkan
hipertiroidism sesaat, karena meningkatkan
reseptor hormon TSH
• Kejadian ini terjadi selama trimester 1
Hyperemesis Gravidarum
• Derajat:
– I  muntah2 disertai dengan penurunan nafsu makan
dan minum. Penurunan berat badan dan nyeri
epigastrium
– II  ketosis dan sudah terjadi perubahan
hemodinamik
– III  penurunan kesadaran, shock
• Terapi:
– Tatalaksana cairan
– Piridoksin (vit B6) 10mg + doxylamine 12.5 mg
146. Hipertensi pada Kehamilan
• Definisi istilah TD tinggi (≥140/≥90 mmHg)
– Hipertensi gestasional  TD tinggi tanpa proteinuria
yang muncul setelah 20 minggu kehamilan hingga 12
minggu pasca persalinan, dan tidak ada hipertensi
sebelumnya.
– Preeklampsia  TD tinggi + proteinuria
– Eklampsia  preeklampsia + kejang dan/atau koma
– Hipertensi kronik  hipertensi yang didiagnosa
sebelum kehamilan 20 minggu dan/atau menetap
setelah 12 minggu persalinan
– Hipertensi kronik superimpsed preeklampsia 
hipertensi kronik + gejala2 preeklampsia (proteinuria)
Hipertensi pada Kehamilan
• Klasifikasi preeklampsia
– Preeklampsia ringan
– Preeklampsia berat
• Preeklampsia ringan
– TD sistole 140-159 diastole 90-109 mmHg
– Proteinuria ≥300mg/24jam atau ≥+1 dipstick
• Preeklampsia berat
– TD sistole ≥160 diastole ≥110 mmHg
– Proteinuria 5g/24 jam atau ≥+3
– Oliguria, pulmonary edema, HELLP syndrome,
Hipertensi pada Kehamilan
• Preeklampsia berat (lanjutan)
– apabila ditemukan TD tinggi + dengan kriteria
preeklampsia berat lainnya  diagnosa PEB
– Contoh TD 140/90, proteinuria +5  PEB
• Edema pada tungkai bukan gejala hipertensi
pada kehamilan  fisiologis pada wanita
hamil
Hipertensi pada kehamilan
• Impending eklampsia
– Nyeri kepala frontal
– Pandangan kabur (skotoma)
– Nyeri epigastrium atau abdomen kuadran kanan
atas  teregang kapsula glisson
– Mual dan muntah
– Kenaikan TD progesif
147. Toxoplasmosis
• Disebabkan oleh toxoplasma gondii
• Infeksi yang berperan penting pada
abnormalitas fetus adalah infeksi akut pada
kehamilan. Penyakit pada bayi trias klasik
– Chorioretinits
– Intracranial classification
– Hydrocephalus
Toxoplasmosis
• Diagnosis:
– IgM muncul 10 hari setelah infeksi
– IgG toxoplasmosis berkembang 1-2 minggu setelah infeksi
– Peningkatan 4 x IgG  mendukung diagnosis
– IgG (+) sebelum hamil  tidak berisiko toxoplasmosis,
kecuali HIV
• Pengobatan:
– Pyrimethamine
Mencegah infeksi
– Sulfonamide pada neonatus
– Asam folat
– Spiramycin  tidak mencegah infeksi pada neonatus
148. Pengobatan TB pada kehamilan
• Diagnosa: sama seperti diagnosa biasa (sputum
BTA)
• Terapi : sama seperti TB biasa
– Tanpa mempertimbangkan trimester kehamilan
– RHZE  dosisnya rendah di plasenta dan tidak
menimbulkan efek teratogenik/rendah kejadiannya
– Tambahkan piridoksin 50mg/hari  isoniazid
– Yang dikontraindikasikan  streptomycin  ototoksik
dan nephrotoksik
149.Perdarahan pada Kehamilan
Lanjut
Solusio Plasenta previa Ruptur uteri Vasa previa
plasenta
Banyak Tergantung Tergantung Banyak Banyak
perdarahan derajat letak
Nyeri Nyeri Biasa tidak Nyeri Minimal
USG Tidak khas Plasenta pada Tidak khas Tidak khas
ostium
Tatalaksana Manajemen ABC
Jangan langsung di VT, diagnosa menggunakan USG dulu
Solusio Plasenta
• Terlepasnya seluruh atau sebagian plasenta
dari tempat implantasinya yang NORMAL
sebelum janin lahir
• Jenis:
– Marginalis  terlepas pinggirannya
– Parsialis  terlepas sebagian
– Totalis  terlepas seluruhnya
Solusio Plasenta
• Derajat:
– Ringan  lepas 25%, perdarahan <250cc, komplikasi
minimal
– Sedang  lepas 25-50%, perdarahan 250-1000cc,
komplikasi nyata (takikardi janin, hipotensi ibu)
– Berat  lepas >50%, perdarahan >1000cc, komplikasi
koagulopati, gagal ginjal
• Etiologi
– Hipertensi
– Kelainan pembekuan darah
– korioamnionitis
– Mioma di tempat plasentasi
– trauma
Plasenta Previa
• Plasenta yang implantasinya pada segmen bawah
rahim yang menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum
• Klasifikasi
– Totalis  menutupi seluruh ostium uteri interna
– Parsialis  menutupi sebagian ostium uteri interna
– Marginalis  implantasi di tepi ostium uteri interna
– Letak rendah  jarak plasenta dan ostium kurang dari
2 cm
Ruptur uteri
• Ruptur uteri komplit  robekan pada rahim
dimana terjadi hubungan antara rongga
amnion dengan rongga peritoneum
• Ruptur uteri inkomplit  robekan pada rahim,
namun masih dibatasi oleh peritoneum
viserale
Ruptur uteri
• Penyebab:
– Anomali uterus sebelum hamil
• Bekas sayatan pada miometrium (caesar, miomektomi)
• Trauma
• Kelainan bawaan
– Kerusakan dalam kehamilan
• His yang terlalu kuat dan terus menerus (induksi persalinan)
• Prosedur versi eksterna (pada sungksang), penggunaan
forcep
• Cacat rahim akibat plasenta inkreta dan perkreta, penyakit
trofoblas gestasional
150. Pecah Ketuban Dini
• Pecah ketuban dini  pecahnya ketuban sebelum
masuk ke fase persalinan
• Pecah ketuban dini dapat terjadi pada;
– Kehamilan ≥37 minggu
– Kehamilan <37 minggu  ketuban pecah dini preterm
• Diagnosis  anamnesis + nitrazine test/ferning/pH
• Manajemen
– Kehamilan ≥37 minggu  lahirkan
– Kehamilan <37 minggu
• Antibiotik  eritromycin atau spektrum luas yang aman
• Kortikostroid
• Tokolisis  kontraindikasi
• Lahirkan bila >34 minggu
150.Preterm
• Diagnosa:
– Anamnesis  usia kehamilan <37 minggu, kontraksi
makin sering dan kuat
– Inspekulo  ostium terbuka
– USG  bayi hidup
• Terapi:
– Observasi TTV ibu dan bayi  bed rest & status hidrasi
– Tokolisis
– Dexamethason  pematangan paru 2 x 6 mg selama 2
hari
Preterm
• Tujuan tokolisis:
– Memberikan kesempatan untuk pematangan paru
• Kontraindikasi tokolisis:
– Infeksi intrauterin
– PEB
– solusio plasenta
– Dilatasi serviks >4cm
– Insufisiensi plasenta
– Gawat janin
– Gemeli
– IUGR
150.Preterm
• Regimen yang diberikan
– Beta-agonist  terbutalin 0.25mg sc
– Ritrodine dan atosiban
– Indometachin
– Nifedipin  paling sering digunakan
• Dosis awal 20 mg oral, lanjutkan 3/4 kali 10/20mg
sehari
• Dosis maksimal 60 mg/hari
151. Hipertensi pada kehamilan
• Pencegahan preeklampsia
– Non-medikamentosa
• Tirah baring
• Diet minyak ikan yang kaya asam lemak tidak jenuh
• Konsumsi makanan kayak antioksidan: vitamin C dan E,
β-karoten
• Zinc, magnesium, dan calcium
– Medikamentosa
• Suplementasi zat antioksidan vitamin E dan C, n-
asetilsistein
Hipertensi pada Kehamilan
• Pengobatan preeklampsia berat
– Manajemen Airway Breathing Circulation
– anti-hipertensi:
• nifedipin 10-20mg oral, dapat diulang 30 menit
• Hydralazine atau labetalol (umum dipakai di USA)
– Pencegahan kejang:
• MgSO4 diberikan bolus 4 gr IV selama 15 menit, lalu
dilanjutkan maintenance 1 gr/jam
– Terapi cairan:
• Ringer laktat  60-125 cc/jam iv
Hipertensi pada Kehamilan
• Sikap terhadap kehamilan (intinya terminasi):
– Preeklampsia berat:
• Terminasi segera bila kehamilan ≥ 34 minggu
• Bila dibawah <34 minggu:
– Observasi ibu dan janin  bila gawat daruratterminasi
– Kontrol TD
– Kortikosteroid  pematangan paru
– Eklampsia
• Terminasi segera dalam 12 jam
Hipertensi pada Kehamilan
• Tanda2 harus terminasi
– TD tidak terkontrol setelah pemberian
antihipertensi
– Eklampsia
– Pulmonary edema
– HELLP syndrome
– Gagal ginjal
– Solution plasenta
– Gawat janin  CTG non-reassuring
152. Tinggi fundus Uteri
153. Manajemen Kala III
• Memberikan suntikan oksitosin 10 U IM di
vastus lateralis 1/3 proksimal.
• Melakukan peregangan tali pusar terkendali
• Bila dalam 15 menit pertama dapat diberikan
oksitosin ulang 10 U IM
• Bila dalam 15 menit kedua plasenta tetap
tidak lahir  manual plasenta
154. Partograf
• Tujuan utama
– Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan
– Mendeteksi proses kehamilan normal atau tidak
• Observasi pada partograf dimulai pada saat
masuk kala I fase aktif (pembukaan 4)
• Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam
sekali
• Pemeriksaan DJJ, kontraksi uterus, nadi ibu,
TD ibu, produksi urin setiap 30 menit
155. Anomali implantasi
• Plasenta akreta
– Implantasi terjadi hingga lapisan miometrium
• Plasenta inkreta
– Implantasi terjadi hingga ke dalam miometrium
• Plasenta perkreta
– Implantasi terjadi melewati miometrium hingga
serosum dari uterus
Anomali implantasi
156. Kontrasepsi Mantap

Kontrasepsi Mantap (Tubektomi)


Cara kerja
1. Menghambat ovum dengan cara mengoklusi tuba falopii sehingga sperma tidak
dapat bertemu dengan ovum
Keuntungan
1. Sangat efektif 0.5 kehamilan per 100 pengguna selama setahun pertama
2. Permanen
3. Tidak mengganggu produksi ASI
4. Tidak mempengaruhi hubungan suami istri
5. Tidak ada efek samping hormonal
Kekurangan
1. Harus melalui prosedur medis
2. Tidak melindungi dari infeksi menular seksual
3. Rasa nyeri atau tidak nyaman pasca tindakan
CBT 2

KAIDAH DASAR MORAL DAN ETIK


157. Calgary Cambridge
Calgary Cambridge
158. Autonomy
• Pandangan Kant
– Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan
bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan
diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya
yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau
campur tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi
dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation
dari manusia
• Tell the truth
– Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri
pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan
penting
159. Informed Consent
• PermenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004
Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun
2008:

“maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran


yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut”

• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum


dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus
segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.

optimized by optima
160. Autonomy
• Pandangan Kant
– Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan
bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan
diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya
yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau
campur tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi
dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation
dari manusia
• Tell the truth
– Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri
pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan
penting
161. Hak pasien
Kode Etik Kedokteran Indonesia
162. Persetujuan Tindakan

Penjelasan Pasal 45 ayat 1 tentang Persetujuan Tindakan


Persetujuan Tindak Medik
• Persetujuan haruslah didapat setelah pasien mendapat
informasi yang adekuat
• Yang berhak memberikan persetujuan adalah :
– Pasien dengan usia diatas 21 tahun, atau telah menikah
– Dalam keadaan sehat mental
• Untuk pasien yang tidak memenuhi syarat tersebut,
persetujuan diberikan oleh orang tua/wali/keluarga
terdekat
• Apabila pasien dalam keadaan tidak sadar, pingsan, dan
tidak didampingi keluarga terdekat, serta secara medik
dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan
medik segera, maka tidak dibutuhkan persetujuan dari
siapapun
163-164. Rekam Medis
• Dalam Pasal 47 ayat (1) UU Praktek Kedokteran bahwa dokumen rekam medis
milik dokter, doktek gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis milik pasien.

• Dalam Pasal 48 UU Praktek Kedokteran.


– Ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran;
– Ayat (2) rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang – undangan.

• Permenkes Rekam Medis Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan “pimpinan sarana
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan” isi rekam medis secara tertulis atau
langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-
undangan
• Penyidik dapat meminta kopi rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang
menyimpannya, untuk melengkapi alat bukti yang diperlukan dalam perkara
hukum (pidana).
KEDOKTERAN KOMUNITAS
165. Desain Penelitian
Descriptive Research Design

Retrospective Cohort

Past Future

Cross-sectional

Case Control Cohort


Cohort vs
Case
Control
166. Prevalensi

optimized by optima
Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
167. Hipotesis
• Pengujian Hipotesis secara statistiska memerlukan pembentukan
Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (H1).

Hipotesis Nol (H0):


• Pernyataan yang menjadi dasar pembanding
• Secara matematik, Hipotesis Nol (H0) ditulis dalam bentuk
persamaan (“=”) H0 harus menyatakan tidak ada perbedaan atau
tidak ada hubungan

Hipotesis Alternatif (H1):


• Pernyataan yang menjadi altenatif H0
• Secara matematik, Hipotesis Alternatif (H1):ditulis dalam bentuk
pertidak-samaan (“≠. <, >”)
• H1 menyatakan ada perbedaan atau ada hubungan
168. Uji Hipotesis Bivariat
• Apakah terdapat hubungan antara berat badan lahir
(kg) dengan persalinan (normal vs tidak normal)?
– Variabel yang dihubungkan: berat badan lahir (numerik)
dengan persalinan (kategorik)
– Jenis hipotesis: komparatif (kata hubungan mengacu pada
hipotesis komparatif
– Skala variabel: numerik
– Berpasangan/tidak berpasangan: tidak berpasangan
– Jumlah kelompok: dua kelompok (persalinan normal vs
tidak normal)
Uji Hipotesis Bivariat
Komparatif, numerik, tidak berpasangan, dua kelompok
169. Hazard
• Modern Hazard dan Traditional Hazard merupakan bentuk
dari environmental health hazard yang kedua penyebabnya
bersumber dari alam dan antropogenik (human-caused).
– Modern hazard: asap rokok, transportasi, polusi dari industri,
polusi udara luar, penyalahgunaan bahan-bahan kimia, mesin-
mesin industry, pola makan yang tidak seimbang
– Traditional hazard: vector penyakit, agen infeksius, perumahan
dan persinggahan yang tidak layak, sanitasi dan higienitas air
yang buruk, polusi udara dalam ruang dari kegiatan memasak,
malnutrisi, satwa liar dan berbahaya, hama pertanian
– Psychosocial hazard: stress, bully, kekerasan di tempat kerja,
pelecehan seksual
170. Types of Bias
171. Desain penelitian

Exposure
assignment (-)

Exposure and
outcome analyzed at
the same time (+)

Cross
sectional
172. Relative risk
• Risiko munculnya penyakit pada populasi yang
terpajan risiko (relatif terhadap populasi yang tidak terpajan risiko)
173. Cross Sectional
• Studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi
maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian)
dengan cara mengamati status paparan, penyakit atau
karakteristik terkait kesehatan lainnya
• Status paparan dan penyakit diukur pada saat yang sama.
• Data yang dihasilkan adalah data prevalensi, maka disebut
juga survei prevalensi.
• Studi potong lintang pada dasarnya adalah survei

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC


174. Kejadian Luar Biasa
• Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam
kurun waktu dan daerah tertentu (Depkes, 2000).
• Suatu penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
– Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak
dikenal.
– Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
– Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).
– Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
– Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun
sebelumnya.
Kejadian Luar Biasa
– Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding
dengan CFR dari periode sebelumnya.
– Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode
yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
– Beberapa penyakit khusus : kolera, DHF/DSS
• Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah
endemis).
• Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4
minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit
yang bersangkutan.
– Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
a) Keracunan makanan
b) Keracunan pestisida
Kurva epidemiologi:
pola penyebaran KLB
• Common source
– People are exposed continuosly or intermittenly to a harmful source
– Period of exposure may be brief or long
– Continuous exposure will often cause cases to rise graudally (and
possibly to plateau, rather than to peak)
• Point source
– The period of exposure is brief, and all cases occur within one
incubation period
– Curve: a sharp upward slope and gradual downward slope
• Propagated
– Spread from person to person  can last longer than common source
epidemics and may lead to multiple waves of infection if secondary
and tertiary cases occur.
– Classic epi curve: progressively taller peaks, an incubation period apart
• Fokus pada insidens penyakit di populasi
• Pola outbreak:
– Endemic  penyakit menular di 1 grup atau area yang
sama atau pada area aktivitas bersama
– Epidemic  penyakit ditemukan menginfeksi populasi
dalam jumlah yang signifikan di waktu yang sama dan
tempat yang sama, dan diantara populasi, serta dapat
menyebar ke komunitas yang lain
– Pandemik  saat epidemic menyebar ke seluruh
dunia
175. Sasaran Penyuluhan
• Sasaran primer: individu atau kelompok yang
akan memperoleh manfaat paling besar dari
hasil perubahan perilaku
• Sasaran sekunder: individu atau kelompok
individu yang berpengaruh dan disegani oleh
sasaran primer
• Sasaran tersier: para pengambil keputusan,
penyandang dana, dan pihak lainnya yang
berpengaruh
176. Foodborne illness
• Yang dimaksud dengan foodborne illness/ poisoning
ialah timbulnya sindroma klinik disebabkan karena
memakan makanan tertentu. Tujuan dari penyelidikan
yang dilakukan oleh petugas kesehatan meliputi:
– Identifikasi macam makanan/ minuman yang tersangka
mengandung racun atau mikroorganisme patogen.
– Menjelaskan/ mengetahui keterangan tentang penyebab
sakit atau (causative agents) dan sumbernya.
– Menentukan faktor-faktor yang menunjang/
mempengaruhi terjadinya peristiwa keracunan.
– Mencegah terjadinya peristiwa yang sama dikemudian
hari.
177. Ukuran dalam Epidemiologi
Attack rate (AR)
• Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan
pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang
sama dalam % atau permil.
• Contoh: Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X
ternyata 100 orang tiba-tiba menderita muntaber
setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah
• AR = 100 / 500 X 100% = 20 %
• AR hanya digunakan pada kelompok masyarakat
terbatas dan periode terbatas,misalnya KLB.
178. Pemecahan Masalah

I. Membuat Prioritas Masalah


• Priority = Importance x Technological Feasibility x Resources
• Pentingnya masalah (Importancy = I) yang terdiri dari:
– Prevalence = P. Merupakan besarnya masalah
– Severity = S .Akibat yang ditimbulkan oleh masalah
– Rate of Increase = RI. Merupakan suatu kenaikan besarnya masalah
– Degree of unmeet need = DU. Yaitu derajat kebutuhan masyarakat yang
tidak terpenuhi
– Social Benefit = SB. Adalah keuntungan sosial karena selesainya masalah
– Public Concern = PB. Merupakan rasa prihatin masyarakat terhadap
masalah
– Political Climate = PC. Adalah suasana politik
Importance = Prevalence + Severity +Rate of Increase + Degree of unmet need +
Political Climate + Social Benefit + Public Concern
• Technology = T . Merupakan kelayakan teknologi . Makin layak
teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi
masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
• Sumber daya yang tersedia (Resources = R). Terdiri dari tenaga
(man), dana (money), dan sarana (material). Penyelesaian masalah
akan semakin diprioritaskan bila sumber daya yang diperlukan
tersedia.
• (P = priority, T = technology, I =importancy, R=resources), dengan
memberi nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat
penting).
II. Alternatif Pemecahan Masalah
III. Prioritas Pemecahan Masalah
= Efektivitas Jalan keluar (MxIxV)
Efisiensi jalan keluar (C)
• Efektifitas jalan keluar : Magnitude x Importancy
x Velocity
– Magnitude : Besarnya masalah yang dapat diatasi
– Importancy : Pentingnya jalan keluar untuk
permasalahan
– Velocity : Kecepatan jalan keluar mengatasi masalah
• Efisiensi jalan keluar berkaitan dengan cost
• Nilai diberikan 1-5
179. Odd Ratio

optimized by optima
180. Validitas
• Kuesioner yang valid harus mempunyai validitas
internal atau rasional, bila kriteria yang ada
dalam kuesioner secara rasional (teoritis) telah
mencerminkan apa yang diukur, sedangkan
kuesioner yang mempunyai validitas eksternal
bila kriteria didalam kuesioner disusun
berdasarkan fakta-fakta emperis yang telah ada
(eksternal)
• Validitas internal kuesioner harus memenuhi:
construct validity (validitas kontruks) dan content
validity (validitas isi).
FORENSIK
181. Keterangan Ahli
• Pada pasal 1 angka 28 KUHAP berbunyi: “Keterangan ahli
yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”

• Pasal 179 angka 1 KUHAP dapat dikategorikan dua


kelompok ahli, yaitu ahli kedokteran dan ahli-ahli lainnya.
Syarat sahnya keterangan ahli, yaitu:
– Keterangan diberikan kepada ahli
– Memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu
– Menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya
– Diberikan di bawah sumpah
182. Tenggelam
• Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan
masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan
• Mekanisme kematian :
– Asfiksia akibat spasme laring
– Asfiksia akibat gangging dan choking
– Refleks vagal
– Fibrilasi ventrikel (air tawar) → konsentrasi elektrolit air
tawar lebih rendah menyebabkan gangguan keseimbangan
ion K+ dan Ca++
– Edema pulmoner (air asin) → konsentrasi elektrolit lebih
tinggi, air tertarik dari sirkulasi pulmonal ke jar.interstisial
Tenggelam
• Perlu ditentukan pada pemeriksaan :
– Identitas korban
– Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
• Pemeriksaan diatom
• Kadar elektrolit magnesium darah
• Benda asing dalam paru dan saluran pernapasan
• Air dalam lambung dengan sifat sama dengan air
tempat korban tenggelam
– Penyebab kematian sebenarnya
Tenggelam
– Faktor yang berperan pada proses kematian
(alkohol, obat-obatan)
– Tempat korban pertama kali tenggelam
• Pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan
membantu menentukan apakah korban tenggelam di
tempat itu atau tempat lain
Pemeriksaan Diatom : Alga bersel satu, dinding silikat tahan
panas dan asam kuat. Dijumpai dalam air tawar, air laut, air
sungai, dan air sumur. Bila seseorang mati karena tenggelam,
maka cairan bersama diatom masuk ke saluran pernapasan
atau pencernaan.
Perbedaan Tenggelam
Air Tawar vs Air Laut
Air Tawar Air Laut
Paru-paru besar, relatif kering dan ringan Paru-paru besar, relatif basah dan berat
Hemodilusi Hemokonsentrasi
Hipervolemi Hipovolemi
Hiperkalemi Hipokalemi
Hiponatremia Hipernatremia
Berat jenis darah di jantung kiri lebih Berat jenis darah di jantung kiri lebih
rendah tinggi
183. Pembunuhan Anak Sendiri
(Infanticide)
• Pasal 341:
– Ancaman hukuman bagi seorang ibu yang karena takut
akan diketahui bahwa ia melahirkan anak, dengan sengaja
menghilangkan nyawa anak tersebut ketika anak itu
dilahirkan atau tidak lama sesudah dilahirkan.

• Dokter harus memberikan kejelasan kepada penyidik


dalam hal:
– Memang benar korban (anak) itu baru dilahirkan
– Usia bayi (intra dan ekstrauterin), dan tanda perawatan
– Sebab kematian korban, berkaitan dengan: anak lahir
hidup & adanya hal-hal yang menyebabkan kematian
(tanda kekerasan).
Pembunuhan Anak Sendiri
• Patokan korban baru dilahirkan berdasarkan tidak
adanya tanda-tanda perawatan:
– Masih berlumuran darah
– Tali pusat belum dirawat
– Adanya lemak bayi yang jelas
– Belum diberi pakaian
• Tanda lahir hidup:
– Makroskopis: dada tampak mengembang, diafragma sudah
turun sampai sela ida 4-5. Paru berwarna warna merah
muda tidak merata dengan gambaran mozaik, konsistensi
spons, teraba derik udara, akan mengapung pada tes
apung paru.
– Mikroskopis paru: adanya pengembangan kantung alveoli.
184. Surat kematian
• Surat kematian pada dasarnya menyatakan tentang telah
meninggalnya seseorang dengan identitas tertentu, dan
berisi keterangan sebab kematian sesuai dengan
pengetahuan dokter. Karena bedah mayat tidak dilakukan,
maka sebab kematian secara klinis saja yang dilaporkan
disertai lama kira-kira menderita sakit hingga meninggal
dunia
• Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat pada orang
yang mati dengan dugaan akibat peristiwa pidana tanpa
pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu
• Diatur dalam Peraturan Bersama Menteri dalam Negeri dan
Menteri Kesehatan No.15 thn 2010 tentang Pelaporan
kematian dan penyebab kematian
Peraturan Bersama Menteri dalam Negeri dan Menteri
Kesehatan No.15 thn 2010 tentang Pelaporan kematian
dan penyebab kematian
• Pasal 1. Butir 3
Pencatatan Penyebab Kematian adalah pencatatan beberapa
penyakit atau kondisi yang merupakan suatu rangkaian
perjalanan penyakit menuju kematian atau keadaan
kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan cedera dan
berakhir dengan kematian
• Pasal 2. Butir 1
Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang
mewakili kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi
Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
kematian
• Pasal 2. Butir 2
Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan persyaratan:
– Surat pengantar dari RT dan RW untuk mendapatkan surat keterangan kepala
desa/lurah; dan/atau
– KK dan/atau KTP yang bersangkutan;
– Surat keterangan kematian dari dokter yang berwenang dari fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat
• Pasal 2. Butir 3
Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2), surat keterangan kematian
dapat diberikan oleh perawat atau bidan
• Pasal 6
– Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan
penelusuran penyebab kematian.
– Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
metode autopsi verbal yang dilakukan oleh dokter.
– Dalam hal tidak ada dokter autopsi verbal dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang
terlatih
– Autopsi verbal dilakukan melalui wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum
atau pihak lain yang mengetahui peristiwa kematian
185. VeR Korban Kejahatan Asusila
• Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP :
pemerkosaan, persetubuhan pada wanita tidak berdaya,
persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur
• Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan
permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang
• Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban
merupakan benda bukti. Jika korban datang sendiri dengan
membawa surat permintaan dari polisi, jangan diperiksa,
minta korban kembali kepada polisi
• Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan
keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada waktu
permintaan VeR diterima oleh dokter
VeR Korban Kejahatan Asusila
• Kesimpulan VeR berisi :
– Ada/tidaknya bukti persetubuhan, dan kapan perkiraan
terjadinya
– Ada/tidaknya kekerasan pada perineum dan daerah lain
(termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak
berdaya) → toksikologi
– Usia korban (berdasarkan haid, dan tanda seks sekunder)
– Penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan
kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana
VeR Korban Kejahatan Asusila
• Dokter tidak dibebani pembuktian adanya
pemerkosaan
• Pembuktian persetubuhan : Deflorasi himen,
laserasi vulva-vagina, adanya cairn mani dan
sel sperma (mikroskopik sediaan usap vagina)
dalam vagina
• Bukti persetubuhan mempunyai nilai bila
sesuai waktu kejadiannya dengan
persetubuhan yang diperkarakan
186. Kasus Kejahatan Seksual

Umur perempuan >


15 thn (ps. 284)
Dalam perkawinan Dengan persetujuan
(ps. 288) perempuan
Umur perempuan <15
Persetubuhan
thn (ps. 287)

DI luar perkawinan
Dengan
kekerasan/ancaman
(ps. 285)
Tanpa persetujuan
perempuan
Perempuan dlm
keadaan pungsan/tdk
berdaya (ps. 286)
Kasus Kejahatan Seksual
Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan
seksual:
• Penetrasi zakar:
– Robekan pada selaput dara (bukan tanda pasti persetubuhan)
– Luka-luka pada vulva & dinding vagina
• Pancaran air mani:
– Sperma di dalam vagina (tanda pasti terjadi persetubuhan)
– Asam fosfatase, kholin, & sperma dalam vagina
– Kehamilan
• Penyakit kelamin:
– Gonorrhea
– Sifilis
Kasus Kejahatan Seksual
• Pemeriksaan genitalia:
– Ada tidaknya bercak mani di sekitar kemaluan.
– Vulva, periksa adanya tanda-tanda kekerasan:
• Hiperemi, edema, memar, luka lecet, goresan kuku
– Selaput dara, adakah ruptur atau tidak?
• Tentukan ruptur baru atau lama, lokasinya, apakah sampai
ke insersio atau tidak. Robekan baru jika masih tampak
hiperemia. Robekan lama dapat diketahui jika robekan
sampai ke insersio (terbentuk skar).
• Tentukan besar orifisum, sebesar ujung jari kelingking,
telunjuk, atau dua jari. Ukuran pada perawan kira-kira 2,5
cm.
– Ambil bahan pemeriksaan lab dari forniks posterior.
Kasus Kejahatan Seksual
• Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan:
– Setiap permintaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis dari penyidik.

– Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban adalah benda
bukti. Kalau tidak bersama polisi, jangan diperiksa, suruh korban
kembali bersama polisi.

– Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang


didapatkan pada waktu permintaan visum diterima dokter.

– Izin tertulis untuk pemeriksaan dapat diminta dari korban sendiri atau
dari orang tua/wali jika korban adalah seorang anak.

– Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan didampingi


perawat/bidan.
187. Tanda pasti kematian
Tanda Keterangan
Livor mortis Penumpukan eritrosit pada lokasi terendah akibat pengaruh gravitasi, kecuali
bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Tampak 20 – 30 menit pascamati, makin lama makin luas dan lengkap, akhirnya
menetap setelah 8 – 12 jam.
Rigor mortis terjadi bila cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak terbentuk dan
aktin-miosin menggumpal sehingga otot menjadi kaku.

Mulai tampak 2 jam setelah mati klinis, arahnya sentripetal (dari luar ke dalam),
menjadi lengkap dalam 12 jam, dipertahankan selama 12 jam, kemudian
menghilang sesuai urutan terbentuknya.
Dekomposisi proses degradasi jaringan akibat autolisis dan kerja bakteri. Tampak kira-kira 24
jam pascamata berupa perubahan warna kehijauan pada perut kanan bawah
yang secara bertahan menyebar ke seluruh perut dan dada menyertai
terciumnya bau busuk.
36 – 48 jam pascamati akan dijumpai larva lalat (pengukuran panjang larva dapat
memperkirakan saat kematian).
• Pada kasus belum ditemukan livor mortis menetap (<8 jam), tidak ada
kaku yang lengkap (<12 jam), dan tidak ada pembusukan (<24 jam)
• Dapat disimpulkan waktu kematian antara 3-8 jam
optimized by optima
188. VeR
• Visum et Repertum hidup
– VeR definitif: dibuat seketika, korban tidak memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga dapat
dibuat kesimpulan.
– VeR sementara: VeR yang dibuat untuk sementara waktu
karena korban memerlukan perawatan & pemeriksaan
lanjutan atau bila korban dipindahkan ke sarana kesehatan
lain. VeR ini tidak ditulis kesimpulan tapi hanya keterangan
bahwa saat VeR dibuat korban masih dalam perawatan.
– VeR lanjutan: VeR yang dibuat setelah luka korban telah
dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah
dokter atau pulang paksa. Pada VeR ini sudah dapat dibuat
kesimpulan
Visum et Repertum
• VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan
penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan
medik, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan
• Pasal 133 KUHAP:
– Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korbanbaik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya
• Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat
diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas
jenis pemeriksaan yang dikehendaki
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang
meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu
THT
189. Rhinitis Alergi
Deskripsi
• Rhinitis
Diagnosis alergi
Anamnesis: adalah
Serangan bersinpenyakit inflamasi
berulang terutama yang
bila terpajan alergen
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
disertai rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, gatal,
lakrimasi, riwayat atopi
atopiPF yang sebelumnya
dan Rinoskopi anterior: Mukosasudahedema,tersensitisasi
basah, pucat/livid, sekret
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
dengan alergen yang sama serta
geographic tongue, cobblestone appearance
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
Penunjang: Darah tepi: eosinofil meningkat, IgE spesifik meningkat,
Sitologi hidung, Prick test, Alergi makanan : food challenge test
terjadi paparan berulang.
Terapi •Hindari faktor pencetus
•Medikamentosa (antihistamin H1, oral dekongestan, kortikosteroid topikal,
sodium kromoglikat)
•Operatif konkotomi (pemotongan sebagian konka inferior) bila konka
inferior hipertrofi berat.
•Imunoterapi dilakukan pada kasus alergi inhalan yang sudah tidak responsif
dengan terapi lain. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking
antibody dan penurunan IgE.
Klasifikasi rhinitis alergi
190. Rhinitis Vasomotor
• Rhinitis vasomotor: Suatu keadaan idiopatik yang
didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
perubahan hormonal, dan pajanan obat. Pencetus: asap
rokok, bau menyengat, parfum. Hidung tersumbat
bergantian kiri dan kanan.
• Rhinitis medikamentosa: kelainan hidung yang disebabkan
oleh penggunaan vasokonstriktor topikal dalam waktu lama
dan berlebihan (drug abuse)
• Rhinitis atrofi: infeksi hidung kronik yang ditandai adanya
atrofi progresif mukosa dan tulang konka.
• Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret
srosa, demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
191-193. Otitis media akut
• Otitis media: peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel mastoid.
• Otitis media akut dengan perforasi membran telinga akan menjadi
otitis media kronik setelah 2 bulan.
• Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae
25%, Moraxella catarrhalis 15%.
• Tahapan:
– Oklusi tuba: retraksi membran timpani atau berwarna keruh.
– Hiperemik/presupurasi: tampak hiperemis dan pelebaran pembuluh
darah.
– Supurasi: edema yanghebat pada mukosa telinga tengah, bulging,
demam, nyeri
– Perforasi: membran timpani ruptur, demam menurun
– Resolusi: jika membran timpani tetap utuh maka membran timpani
akan kembali normal.

Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam


Stadium hiperemis Stadium supurasi
• Terapi:
– Occlusion tubal: topical decongestan(ephedrin
HCl)
– Presuppuration: AB for at least 7 days
(ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) &analgetic.
– Suppuration: AB, myringotomy.
– Perforation: ear wash H2O2 3% & AB.
– Resolution: if secrete isn’t stopped  ab is
continued until 3 weeks
194. Rhinosinusitis
• Terdapat empat pasang sinus paranasal:
– Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang
terbesar dengan bentuk piramid. Bagian dasar dari
sinus maksilla adalah akar gigi rahang atas, yaitu
premolar 1,2 dan molar 1,2. Letak anatomis dari sinus
inilah yang menyebabkan infeksi gigi dapat menyebar
ke sinus maksilla dan bahkan menyebar ke rongga
orbita nyeri tekan pipi
– Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris,
satu lebih besar dari yang lain dan dipisahkan oleh
sekat pada garis tengah. Sinus frontal terletak di atas
orbita dengan batas tulang yang tipis sehingga infeksi
dapat dengan mudah menyebar.
Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam
– Sinus etmoid: terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita. Sinus ini berbentuk sarang
tawon karena berongga-rongga. Sinus ini dapat
menjadi fokus infeksi untuk sinus yang lain
karena letaknyayang cukup berdekatan dengan
sinus maksila.
– Sinus sfenoid: letaknya berada di belakang sinus
ethmoid posterior dengan batas superior fosa
serebri media dan kelenjar hipofisis, inferior atap
nasofaring, lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan arteri karotis interna.
195-196. Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring merupakan keganasan pada
nasofaring dengan predileksi pada fossa
Rossenmuller. Prevalensi tumor ganas nasofaring di
Indonesia cukup tinggi, 4,7 per 100.000 penduduk.
Faktor risiko meliputi: infeksi oleh EBV, makanan
berpengawet, dan genetik
Gejala:
Gejala Nasofaring
– Epistaksis ringan, sumbatan hidung
Gejala mata
– Diplopia
Gejala telinga
– Tinitus, Otalgia, Hearing loss
Gejala Neural
– Gejala yang berhubungan dengan nervus cranial V,
IX, X, XI, XII
Pengobatan diarahkan pada kemoterapi dan
radioterapi.
Differential Diagnosis
History Physical Exam. Diagnosis Treatment
Laki-laki usia 50an yang unilateral obstruction & Ca Surgery
terpapar nikel, krom, rhinorrea. Diplopia, sinonasal
formalin, dan terpentin proptosis . Bulging of
palatum, cheek protrusion,
anesthesia if involving n.V
Orang tua, yang Posterior rhinoscopy: mass KNF Radiotherapy,
merokok, suka makan at fossa Rosenmuller, chemoradiation,
yang terlalu panas, zat cranial nerves abnormality, surgery.
pengawet. Tinnitus, enlargement of jugular
otalgia epistaxis, lymph nodes.
diplopia, neuralgia
trigeminal.
Nyeri pada Painful ulceration with Ca tonsil Surgery
tenggorokan. otalgia. induration of the tonsil.
Air liur berdarah Lymph node enlargement.
Laki-laki usia muda Anterior rhinoscopy: red Juvenile Surgery
dengan keluhan sering shiny/bluish mass. No lymph angiofibro
mimisan nodes enlargement. ma
Epistaksis
Penatalaksanaan
• Perbaiki keadaan umum
– Nadi, napas, tekanan darah

• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahin adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


– Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
Epistaksis
• Epistaksis Posterior
– Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
– Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
– Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Epistaksis
• Epistaksis anterior:
– Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
– Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
– Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
– Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


197. Tuli
Rinne Weber Schwabach
Normal (+) Tidak ada Sama dengan
Udara lebih baik dari tulang lateralisasi pemeriksa
Tuli Konduktif (-) Lateralisasi ke Memanjang
telinga sakit
Tuli Sensorineural (+) Lateralisasi ke Memendek
telinga sehat
198. Otitis Externa (OE)
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.
• Otitis eksterna sirkusmskripta (furuncle)
– Hanya pada bagian kartilago telinga.
– Tidak ada jaringan penyambung di bawah kulit → sangat nyeri

• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)


– Kondisi lembab & hangat → bakteri tumbuh
– Bengkak, eksudasi, nyeri
• Otitis eksterna maligna(necrotizing OE)
– Pada diabetesi lansia atau imunokompromais
– OE → selulitis, kondritis, osteitis, osteomielitis → neuropati
kranial
– Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi pada
sambungan kartilago dengan tulang di posteroinferior 1/3
dalam

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis eksterna
• Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel)
– Etiologi: Staph Aureus, Staph Albus
– Obstruksi kelenjar minyak atau folikel
rambut
– Terjadi di bagian luar kartilago telinga,
karena tidak ada jaringan ikat sakit
– Antibiotik topikal, insisi
• Otitis eksterna difus
– Etiologi: pseudomonas (paling umum),
Staph albus, E.Coli
– Terjadi pada bagian dalam rongga telinga
– Keadaan lembab pertumbuhan bakteri
– Antibiotik topikal atau sistemik
Otitis Eksterna

Management:
acetic acid 2% in alcohol or povidon iodine 5% or
antifungal topical (nistatin/clotrimazol)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
199. Otitis Media Supuratif Kronis
• Otitis media supuratif kronis adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi
mebran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga tengah terus menerus atau hilang
timbul.
• OMA dengan perforasi mebran timpani
menjadi otitis media supuratif jika prosesnya
lebih dari dua bulan.
• Jenis-jenis OMSK:
– OMSK tipe aman (tipe mukosa/benigna)
– OMSK tipe bahaya (disertai kolesteatoma),
kolesteatoma jenis ini biasanya menyebabkan
perforasi di daerah marginal atau atik dari
membarn timpani.
Terapi OMSK
• OMSK tipe benigna:
– Secara umum terapi OMSK jinak adalah konservatif.
Obat yang dapat digunakan berupa obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari, antibiotik (penggunaan
antara 1-2 minggu) dan antibiotik oral. Miringoplasti
atau timpanoplasti dapat dilakukan setelah dua bulan
ketika keadaan sekret sudah kering.
• OMSK tipe bahaya:
– Secara umum pembedahan ], mastoidektomi dengan
atau timpanoplasti.
• Miringoplasty adalah jenis timpanoplasty yang
paling ringan. Pada prosedur ini hanya
dilakukan rekonstruksi pada membran timpani
• Timpanoplasty adalah sebuah prosedur yang
dilakukan pada OMSK tipe aman dengan
kerusakan yang lebih berat. Pada operasi ini
dilakukan rekonstruksi membran telinga dan
rekonstruksi tulang pendengaran.
200. Tonsilitis difteri
• Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae, kuman gram positif.
• Gejala: kenaikan suhu subfebris, nyeri kepala,
tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat
serta keluhan nyeri menelan.
• Pemeriksaan fisik: Tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang melekat erat
dengan dasarnya, mudah berdarah, infeksi
yang menjalar ke kelenjar limfe bull neck (+)
• Terapi
– Anti difteri serum 20.000-100.000 unit
– Antibiotik Penicillin atau Eritromisin 25-50 mg/kg
dibagi 3 dosis selama 14 hari
– Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/ hari
– Pengobatan simptomatis (antipiretik)
– Isolasi dan tirah baring selama 2-3 minggu

Anda mungkin juga menyukai