Optimaprep
Batch II UKDI 2014
Office Address:
Jakarta :
JlPadang no 5, Manggarai, Setiabudi,
Jakarta Selatan
(Belakang Pasar Raya Manggarai)
Phone Numbers:
021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694 dr. Widya, dr. Alvin, dr. Yolina
Medan : dr. Cahyo, dr. Ayu, dr. Gregorius
JlSetiabudi no 65G, Medan
Phone numbers : 061 82292290
pin BB : 24BF7CD2
www.optimaprep.com
ILMU PENYAKIT DALAM
1. Hipoglikemia pada Pasien DM
• Pasien dengan diabetes dapat mengalami episode
hipoglikemia karena berbagai penyebab. Salah
satu penyebabnya adalah kelebihan insulin, baik
eksogenik maupun endogenik.
Hypoglycemia in diabetes: Common, often unrecognized. Cleveland clinical journal of medicine. Vol 71. 4 April 2004.
1. Hipoglikemia in DM Patients
• Diagnosis hipoglikemia adalah adanya kriteria
Whipple's triad:
– Gejala konsisten dengan hipoglikemia
– Plasma konsentrasi glukosa yang rendah
– Hilangnya gejala hipoglikemia setelah diberikan glukosa.
• Apabila pasien masih sadar dan dapat mengkonsumsi
secara oral, maka dapat diberikan glukosa tablet atau
cairan yang mengandung glukosa, permen, atau
makanan.
• Jika pasien tidak sadar atau tidak dapat mengkonsumsi
makanan per oral, dapat diberikan cairan glukosa (25g)
diikuti dengan infuse glukosa dan pemantauan glukosa
serial.
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Hipoglikemia in DM Patients
• PERKENI 2011:
– Bagi pasien dengan kesadaran yang masih baik,
diberikan makanan yang mengandung karbohidrat
atau minuman yang mengandung gula berkalori atau
glukosa 15-20 gram melalui intra vena.
– Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15
menit setelah pemberian glukosa.
– Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia
berat.
– Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar,
sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum
dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
Obat Diabetes
Antidiabetik Oral
• Cara Pemberian obat antidiabetik oral, terdiri dari:
– Obat dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal
– Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
– Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
– Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
– Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
– Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
– DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.
16. Antidiabetic Drugs
16. Antidiabetic Drugs
2. KAD
• Keadaan dekompensasi metabolik (trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis), hal ini terutama yang disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut, tetapi bisa juga terjadi
pada defisiensi insulin relatif.
• Defisiensi absolut insulinpeningkatan lipolisis
konsentrasi asam lemak bebas meningkat+
ketonasidosis
• Akumulasi keton dalam darah amuntah, nafas bau
keton, pernapasan kusmaul, penurunan kesadaran dan
asidosis metabolik. Osmotic diuresis karena
hiperglikemia dehidrasi.
• Defisiensi insulin menyebabkan aktivitas sitrat sintase
menurun sehingga siklus kreb tidak aktif sehingga asetil
koA akan dialihkan ke siklus sintesis keton.
2. KAD
Penanganan KAD
• Ganti cairan : 2-3 liter normal salin selama 1-3 jam (15-20
ml/kg/jam), lalu 0.45% salin sekitar 250-500 ml/jam;ganti
dengan 5% glukosa dan 0.45% salin sekitar 150-250 ml/jam
ketika glukosa mencapat 200 mg/dL
• Terapi dengan short acting insulin : IV 0.1 U/kgBB. Lalu 0.1
unit/kgBB/jam dengan IV infus kontinu. Naikan 2-3 kali lipat
jika tidak ada respons dalam 2-4 jam. Jika kalium < 3.3
mEq/L jangan berikan insulin sebelum kalium dikoreksi, jika
kalium >5.2 mEq/L jangan berikan suplemen kalium
– Koreksi kalium : ganti kalium 10 mEq/jam ketika plasma kurang
dari 5.0-5.2 mEq/L, EKG normal, urine output dan kreatinin
normal. Berikan 40-80mEq/jam ketika plasma kalium < 3.5
mEq/L atau berikan bikarbonat.
– Cek glukosa kapiler tiap 1-2 jam, cek elektrolit dan analisis gas
darah tiap 4 jam pada 24 jam pertama.
– Monitor tanda vital, kesadaran dan intake output cairan tiap 1-4
jam.
3-5. Tuberkulosis
• Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh
mycrobacterium tubercolosis dengan gejala
yang sangat bervariasi
• Kuman TB berbentuk batang, memiliki sifat
tahan asam terhadap pewarnaan Ziehl
Neelsen sehingga dinamakan Basil Tahan
Asam (BTA).
Tanda dan Gejala
1. Gejala lokal/ gejala respiratorik
batuk - batuk > 2 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
2. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun
Pemeriksaan fisik
• Pada TB paru tergantung luas kelainan struktur
paru. Umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta
daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah.
• Pleuritis TB kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
• Pada limfadenitis TB terlihat pembesaran kelenjar
getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah axila
Pemeriksaan Sputum BTA
• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak
dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
• Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari
berturut-turut atau dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan
dahak pagi)
Pembagian kasus TB
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi
gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan)
Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik
Pembagian OAT sesuai klasifikasi TB:
MCV C ÷ A x 10 = 90 fl
MCH B ÷ A x 10 = 30 pg
MCHC (%) B ÷ C x 100 = 33%
www.drsarma.in
Pembagian Anemia
• Jika MCV lebih rendah dari batas bawah: anemia
mikrositik
• Jika MCV dalam batas normal: anemia normositik
• Jika MCV lebih besar dari batas atas: anemia
makrositik
• Jika MCH lebih rendah dari batas bawah: anemia
hipokrom
• Jika MCH dalam batas normal: anemia normkrom
• Jika MCH lebih besar dari batas atas: anemia
hiperkrom
Contoh Anemia
• Anemia mikrositik hipokrom (anemia
defisiensi besi, thalasemia, anemia penyakit
kronis)
• Anemia normositik normokrom (perdarahan
akut, anemia penyakit kronis, anemia akibat
gagal ginjal kronis)
• Anemia makrositik (anemia defisiensi asam
folat dan B12)
Anemia Aplastik
• Sebuah kelainan hematologik yang ditandai
dengan penurunan komponen selular pada
darah tepi yang diakibatkan oleh
kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada
keadaan ini jumlah sel-sel darah yang
diproduksitidak memadai.
• Penderita mengalami pansitopenia, yaitu
keadaan dimana terjadikekurangan jumlah sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
• Kebanyakan pasien penyebabnya adalah
idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak
diketahui, disebut anemua aplastik idiopatik
• Anemia aplastik dapat juga terkait dengan
infeksi virus (EBV, hepatitis, HIV) dan dengan
penyakit lain
• Anemia aplastik sering diakibatkan oleh
radiasi dan paparan bahan kimia (benzene)
Gejala
• Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga
keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari
pansitopenia tersebut.
• Hipoplasia eritropoietik akanmenimbulkan anemia
dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoed’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan
lain-lain.
• Pengurangan elemen leukosit penderita
menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun
bersifat sistemik.
• Trombositopenia pendarahan di kulit, selaput lendir
atau pendarahan di organ-organ.
Pemeriksaan penunjang
• Darah: dapat ditemukan anemia normositik
normokrom, pada anemia aplastik awal tidak
selalu ditemukan pansitopenia.
• Biopsi sum-sum tulang: Hiposeluler, aspirasi
sumsum tulang biasanya mengandung
sejumlah spikula dengandaerah yang kosong,
dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel
hematopoiesis.
Penanganan
• Pengobatan suportif (transfusi darah pada kasus
anemia dengan kadar Hb<7-8 g%, atau trombosit
pada perdarahan dengan kadar trombosit
20.000/mm3)
• Imunosupresif: Obat-obatan yang termasuk
terapi imunosupresif adalah
antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A
(CSA)
• Transplantasi sumsum tulang
8. Aritmia
Aritmia adalah abnormalitas pada laju dan irama (ritme) elektrik jantung)
Rahman AM. Mekanisme klasifikasi aritmia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p1530-1.
• Terdapat tiga keadaan pada saat aliran arus di otot jantung tidak
terjadi dan EKG berada di garis dasar atau isoelektrik
– Segmen PR
– Segmen ST
– Interval TP
Fibrilasi atrial
• Jenis aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktik
sehari-hari.
• Hubungan dengan penyakit jantung dan stroke emboli
• Penyakit jantung yang berhubungan dengan fibrilasi atrial
PJK, kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofik,
penyakit jantung katup, perikarditis, aritmia jenis lain
(takikardia atrial, fluter atrial, TRNA, sindrom WPW, sick
sinus syndrome)
• Penyakit sistemik yang berhubungan dengan AF adalah
hipertensi, diabetes, hipertiroidisme, PPOK, hipertensi
pulmonal, emboli paru akut, gangguan sistem saraf
otonom.
Mekanisme fibrilasi atrial
• AF paroksismal bila kurang dari 48 jam, persisten
bila terjadi lebih dari 48 jam tapi < 7 hari, dan kronis
bila > 7 hari (dengan kardioversi pun sulit
mengembalikan ke irama sinus normal).
• AF dapat simptomatik maupun asimptomatik. Pasien
umumnya mengeluh berdebar-debar, sakit dada, sesak
nafas, cepat lelah, sinkop, atau gejala tromboemboli
• Anamnesis AF:
– lama timbulnya gejala-gejala AF,
– beratnya gejala yang muncul,
– penyakit jantung yang mendasari.
• Pada pemeriksaan fisis perlu dilakukan pengukuran
tanda vital, JVP, ronki paru dan bunyi jantung S3
untuk melihat apakah ada gagal jantung, dan murmur
untuk mengetahui adanya kelainan katup.
• Pemeriksaan penunjang yang penting adalah EKG,
foto rontgen toraks, laboratorium (hematokrit, TSH,
enzim marker iskemia jantung), ekokardiografi, dan
uji latih jantung.
• Studi lain yang lebih spesifik adalah elektrofisiologi
dengan pemantauan selama 24 jam (holter monitoring).
EKG fibrilasi atrial
Prinsip terapi
• Kardioversi (farmakologis dan elektrik)
• Mempertahankan irama sinus
• Kontrol laju irama ventrikel
• Pencegahan tromboemboli
Anti-aritmia
Tipe Nama obat
http://acutemed.co.uk/diseases/ACS+%28Acute+Coronary+Syndrome%29
Pengobatan ACS
Evolusi EKG pada Acute MI dan Waktu Peningkatan
Biomarker
11.Kolesistitis akut
• Kolelitiasis:
– Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak,
hilang dalam 30 menit-3 jam, mual,
setelah makan berlemak.
• Kolesistitis:
– Nyeri kanan atas → bahu/punggung,
mual, muntah, demam
– Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)
• Koledokolitiasis:
– Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.
• Kolangitis:
– Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik,
demam/menggigil
– Reynold pentad: charcot + syok & mitral
stenosis
Kolesisititis
• Terapi Medik
– Puasa, NGT, tatalaksana cairan & elektrolit
– NSAID untuk analgesik karena lebih sedikit
menimbulkan spasme sfingter Oddi daripada
morfin.
– Antibiotik IV: piperacillin, ampicillin sulbactam,
ciprofloxacin, moxifloxacin, & sefalosporin
generasi 3.
Terapi Bedah
– Waktu optimal untuk operasi tergantung
kestabilan pasien.
– Kolesistektomi dini (dalam 72 jam) merupakan
terapi pilihan pada sebagian besar pasien
kolesistitis akut.
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Nyeri epigastrik Membaik dgn makan Tidak spesifik Urea breath test (+): Dispepsia PPI:
Kembung (ulkus duodenum), H. pylori ome/lansoprazol
Memburuk dgn Endoskopi: H. pylori:
makan (ulkus eritema (gastritis klaritromisin+amoksi
gastrikum) akut) lin+PPI
atropi (gastritis
kronik)
luka sd submukosa
(ulkus)
Nyeri epigastrik Gejala: mual & Nyeri tekan & Peningkatan enzim Pankreatitis Resusitasi cairan
menjalar ke muntah, Demam defans, perdarahan amylase & lipase di Nutrisi enteral
punggung Penyebab: alkohol retroperitoneal darah Analgesik
(30%), batu empedu (Cullen:
(35%) periumbilikal, Gray
Turner: pinggang),
Hipotensi
Nyeri kanan atas/ Prodromal (demam, Ikterus, Transaminase, Hepatitis Akut Suportif
epigastrium malaise, mual) → Hepatomegali Serologi HAV, HBSAg,
kuning. Anti HBS
Nyeri kanan atas/ Risk: Female, Fat, Nyeri tekan USG: hiperekoik dgn Kolelitiasis Kolesistektomi
epigastrium Fourty, Hamil abdomen acoustic window Asam
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 ursodeoksikolat
berlemak, Mual, menit
TIDAK Demam
Nyeri epigastrik/ Mual/muntah, Murphy Sign USG: penebalan Kolesistitis Resusitasi cairan
kanan atas menjalar Demam dinding kandung AB: sefalosporin gen.
ke bahu/ punggung empedu (double 3 + metronidazol
rims) Kolesistektomi
12. Pankreatitis
Diagnsis pankreatitis akut ditegakkan berdasarkan:
• Pemeriksaan klinik: nyeri abdomen regio epigastrik
yang menjalar ke belakang pasien. Faktor risiko berupa
penggunaan alkohol dan penyakit bilier.
• Analisis biokimia: Setidaknya peningkatan amilase dan
lipase sebanyak tiga kali lipat. Pemeriksaan lain berupa
fungsi hati dan profil lipid juga diperlukan.
• Evaluasi radiologis: Peran radiografi seperti USG dan
CT scan adalah untuk mendeteksi adanya inflamasi
pankreas, penyebab dan mengeksklusi sumberpatologi
lain.
13. Sindrom Uremikum
• Sindrom uremikum adalah komplikasi dari
penyakit gagal ginjal kronik. Istilah uremia
awalnya memiliki arti ‘Urin Dalam Darah’.
• Sindrom uremikum umumnya berkembang
pada kasus penyakit ginjal kronik dengan
bersihan kreatinin dibawah kreatinin.
• Pasien datang dengan keluhan mual, muntah,
lemah, anorexia, pruritus
14. Penyakit ginjal kronik
• Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi
lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
– Kelainan patologis
– Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan
dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam
tes pencitraan (imaging test).
• LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
TABEL KLASIFIKASI PGK BERDASARKAN
Klasifikasi di samping
DERAJATNYA banyak digunakan,
Der Deskripsi LFG (ml/mnt/1,73m2) berdasarkan guideline dari
ajat National Kidney
0 Adanya faktor risiko >90
Foundation. Rumus
untuk PGK Kockroft-Gault dijadikan
1 Kerusakan ginjal ≥ 90 dasar penghitungan LFG.
dengan LFG normal
atau ↑
2 Kerusakan ginjal 60-89 LFG (ml/mnt/1,73m2) =
dengan LFG ↓ ringan (140-umur) x BB* / 72x
3 Kerusakan ginjal 30-59
kretinin plasma (mg/dl)
dengan LFG ↓ sedang
4 Kerusakan ginjal 15-29 *pada perempuan dikalikan
dengan LFG ↓ berat 0,85
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Sumber: diadaptasi dari Suwitra K (2009)
Terapi PGK
Terapi Penyakit Dasar PGK
Waktu yang optimal untuk memberikan terapi untuk penyakit dasar
PGK adalah sebelum terjadinya penurunan LFG (Tabel). Namun bila
LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
• Skor>19
hipertiroid
• Skor<11
eutiroid
• Antara 11-
19equivocal
Faktor Risiko & Etiologi
• Kerentanan Genetis
• Infeksi
• Gender
• Stress
• Kehamilan
• Iodin dan obat-obatan
• Iradiasi
Patofisiologi
• Autoimunitas sel limfosit B & T ke antigen:
– Tiroglobulin
– Peroksidase tiroid
– Na+I- simporter
– Reseptro tirotropin
• Hyperthyroidism:
Tes Fungsi Tiroid
• Subdural hematoma
– Hemiparesis, Penurunan kesadaran,
cephalgia
– Etiologi: trauma robeknya bridging
vein pada orang tua atau bayi
emedicine.medscape.com/article/248108
28. Basilar Skull Fracture
Basilar Skull Fracture • Anterior basal fracture
• Signs – ethmoid and the
– Battle's sign sphenoid bones.
– Raccoon eyes / brille • Posterior basal fracture
hematom – temporal bone, occipital
– Cerebrospinal fluid bone, and some parts of
rhinorrhea the sphenoid bone.
– Cranial nerve palsy
– Bleeding from the nose
and ears
– Hemotympanum
Periorbital Ecchymosis (Raccoon’s
Eyes)
Mastoid Ecchymosis (Battle’s Sign)
29. Hernia
/VENTRAL HERNIA
Hernia Location and Nomenclature
Additional:
Spigellian hernia: very rare, a hernia through the spigelian fascia and in most cases, it has a small
size
Ventral hernia: hernia in the abdominal wall, for example: incisional, umbilical and paraumbilical
hernia
Tipe Hernia Definisi
1. Penangkapan iodida
2. Sintesis tiroglobulin
3. Iodida menjadi iodium
4. Organifikasi iodium ke MIT dan DIT
5. Coupling
6. Pinositosis dan digesti koloid
7. Pelepasan hormon
8. Transport di darah
Fisiologi
Umpan balik
hormon tiroid
Goiter
• Hipertrofi dan
hiperplasia
epitel folikel
• Peningkatan
akumulasi
koloid dalam
folikel
• Proses
inflamasi
• Proses
neoplastik
Goiter Simpleks
• Goiter simpleks (goiter Faktor Risiko:
nontoksik) didefinisikan
sebagai pembesaran tirod •Defisiensi iodin
yang tidak berkaitan dengan •Goitrogen
hipertiroid atau hipotiroid dan
bukan merupakan hasil proses •Faktor herediter
peradangan atau neoplastik.
•Peningkatan konsentrasi
estrogen
•imunoglobulin
Graves Disease
Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi. Hipertiroidisme:
tirotoksikosis yang disebabkan oleh kelenjar
tiroid hiperaktif.
Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema
pretibial.
Tanda dan Gejala
• Indeks Wayne
utk pasien
dengan
hipertiroidisme
Diagnosis
• Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
– Sesuai dengan tanda dan gejala pada indeks
Wayne atau indeks Newcastle
• Pemeriksaan penunjang
Tes Fungsi Tiroid
optimized by optima
Mekanisme kerja nsaid
optimized by optima
Mekanisme kerja opioid
optimized by optima
33. Airway Obstruction
Etiology: Sign & symtomps:
• GCS Score<9 • Cyanosis
• Obstruction due to • Rocking respirations
– Tongue • Decreased or no air
– Aspiration exchange
– Foreign body • Face or neck crepitus
– Maxillofacial injury • Neck hematoma or
– Neck injury swelling
optimized by optima
KLASIFIKASI
PERITONITIS PERITONITIS
PERITONITIS TERSIER
PRIMER SEKUNDER
optimized by optima
Perforasi Gaster
• Faktor RisikoUlkus
Peptikum e.c NSAID
• Gejala klasik:
– Nyeri seluruh lapang perut
yang timbul mendadak
– Menjalar sampai ke bahu
– Tanda peritonitis
• Peneriksaan Fisik
– Nyeri tekan seluruh lapang
perut
– rigid abdomen; with rebound
and percussion tenderness,
and guarding (a characteristic
‘drum-like’ tender abdomen)
– Pekak hepar menghilang
• Radiologic Findings
– Plain radiograph of abdomen
(AP)
• Air under diaphragm
Blunt Abdominal Trauma
• The most commonly injured organs
– Spleen
– Liver
– Retroperitoneum
– small bowel
– kidneys
– Bladder
– Colorectum
– Diaphragm
– pancreas
TATALAKSANA
MEDIKAMENTOSA:
• penisilin intravena, atau cefoxitin 4 kali
2gr/hari 4dd1
• levofloxacin 750 mg 4 kali sehari
• seftriaxone 2 gram 4 kali sehari
• 500 mg 3 kali sehari.
• Pasien di ICU imipenem 500 mg 4 kali sehar
intravenai, meropenem 1 gram 3 kali sehari.
• Terapi Pembedahan
• Pada peritonitis sekunder yang diakibatkan
oleh perforasi organ, memerlukan
pembedahan dengan laparotomy untuk
mereparasi organ yang mengalami perforasi
serta membersihkan pus
#39 Hipospadia & Epispadia
- Hipospadia adalah kelainan bawaan lahir pada anak laki-
laki, yang dicirikan dengan letak abnormal lubang
kencing tidak di ujung kepala penis seperti layaknya
tetapi berada lebih bawah/lebih pendek.
- Letak lubang kencing abnormal bermacam-macam; dapat
terletak pada kepala penis namun tidak tepat di ujung
(hipospadia tipe glanular), pada leher kepala penis (tipe
koronal), pada batang penis (tipe penil), pada perbatasan
pangkal penis dan kantung kemaluan (tipe penoskrotal),
bahkan pada kantung kemaluan (tipe skrotal) atau
daerah antara kantung kemaluan dan anus (tipe
perineal).
Hipospadia
• Hipospadia kelainan
kongenital dimana meatus
berlokasi pada bagian
ventral penis, proksimal
dari posisi normal yaitu
diujung glans.
• Kasus sedang hingga berat
memiliki karakteristik
muara uretra yang lebih
proximal pada penis,
skrotum atau perineum.
Bentuk yang lebih berat
biasanya disertai kurvatura
penis (membengkok).
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan
pada bayi laki-laki, dimana lubang
uretraterdapat di bagian punggung penis
atau uretra tidak berbentuk tabung,
tetapi terbuka.Terdapat 3 jenis epispadia
yaitu:
1. Lubang uretra terdapat di puncak kepala
penis.
2. Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis.
3.Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung
kemih terdapat pada dinding perut
• OUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)
Gejala Klinis
Hipospadia:
• Jika berkemih, anak harus duduk.
• Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
• Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada
kulit depanpenis
• Penis melengkung ke bawah
• Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di
bawah atau di dasarpenis
• Semprotan air seni yang keluar abnormal
Epispadia:
• Lubang uretra terdapat di punggung penis
• Lubang uretra terdapat di sepanjang punggung penis.
PENATALAKSANAAN
Atresia anii
Intussusception
Hirschprung
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om
GIT Congenital Malformation
Disorder Clinical Presentation
Hirschprung Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus)
Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation
since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention,
poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis.
RT:Explosive stools .
Criterion standard→full-thickness rectal biopsy.
Treatment → remove the poorly functioning aganglionic bowel and create an
anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel (with or
without an initial diversion)
Anal Atresia Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal distention,
failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula (perineum,
rectovagina, rectovesica, rectovestibuler).
Low lesion→the colon remains close to the skin→ stenosis anus, or the rectum
ending in a blind pouch.
High lesion→the colon is higher up in the pelvis →fistula
Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus
Pyloric →functional gastric outlet obstruction
Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive
sign).Vomiting → occur after every feeding,starts 3-4 weeks of age
Disorder Clinical Presentation
http://en.wikipedia.org/wiki/ http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
#41 – 42 Benign prostatic hyperplasia
(BPH)
• Benign prostatic hyperplasia • Merupakan gangguan
(BPH) merupakan diagnosis kesehatan yang umum
histologis yang ditandai • mengenai hampir sepertiga
dengan proliferasi elemen laki-laki yang berusia lebih
seluler dari prostat dari 50 tahun
• terutama terjadi pada zona • Predisposisi genetik dan
transisi pada glandula faktor ras
prostat. • Riwayat BPH pada anggota
keluarga laki-laki derajat
pertama, meningkatkan
risiko sebanyak 4 kali lipat
untuk terkena BPH
HISTOLOGI
• Prostat
– kumpulan glandula tubuloalveolar yang bercabang-
cabang, dibentuk oleh epitel kuboid atau
pseudostratified columnar
– Saluran-salurannya bermuara pada urethra pars
prostatica
Prostat terdiri dari 3 zona histologis
-zona sentral
-zona perifer lokasi tersering
untuk kanker prostat
-zona transisi lokasi utama untuk
asal benign prostatic hyperplasia.
ETIOLOGI PATOGENESIS
• BPH dipikirkan merupakan • 5-alfa-reduktase tipe 2
bagian normal dari proses memetabolisme testosteron
penuaan pada laki-laki yang bersirkulasi, menjadi
• secara hormonal tergantung DHT. DHT berikatan dengan
pada produksi testosteron reseptor androgen pada
dan dihidrotestosteron nuklei sel dapat
mendorong terjadinya BPH.
• PATOFISIOLOGI • Simptom utama yang terdapat
• Prostat membesar pada BPH adalah simtom LUTS.
kompresi uretra disfungsi Simtom ini dapat dibagi
pada kandung kemih menjadi simptom obstruktif
(kandung kemih menebal dan simtom iritatif. Simtom
dan menjadi lebih sensitif) obstruktif meliputi hesitansi,
LUTS penurunan kekuatan dan
• Kandung kemih secara kaliber dari aliran kemih,
perlahan kehilangan pengosongan kandung kemih
kemampuan untuk yang tidak lampias, double
mengosongkan isinya secara voiding (berkemih untuk kedua
lengkap volum urin kalinya dalam jangka waktu 2
residu retensi urin jam dari berkemih yang
pertama), mengejan untuk
berkemih, dan dribbling
(menetes setelah berkemih).
Simtom iritatif meliputi urgensi,
frekuensi, dan nokturia. Pasien
dapat juga datang dengan
retensi urin akut.
• Pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai obstruktif uretra dan
pembatasan aliran urinarius Peripheral zone
A. Gejala iritatif Transition zone
1). Sering miksi (frekuensi) Urethra
2). Nokturia (sering kencing pada malam hari)
3). Urgency
4). Disuria
B. Gejala obstruktif
1). Pancaran melemah
2). Rasa tidak tuntas sehabis miksi bila ingin
3). miksi harus menunggu lama (resistensi)
4). Harus mengedan (straining)
5). Kencing terputus – putus (intermintensi)
6). Waktu miksi memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urin dan inkontinensia karena
over flow.
DIAGNOSIS
Anamnesis
• LUTS
• kuesioner ‘The International
Prostate Symptom Score (IPSS)’
Pemeriksaan fisik
• Menilai area suprapubis, tanda
distensi kandung kemih dan
pemeriksaan neurologis untuk
menilai defisit sensoris dan
motoris.
• Pemeriksaan rektal toucher
(digital rectal examination/DRE)
menilai ukuran dan kontur
prostat
• BPH prostat halus, padat,
kenyal, dan membesar (Ukuran
prostat yang normal pada
dewasa muda: 20 gram)
• Indurasi pada postat pada DRE
curiga kemungkinan kanker
• DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan penunjang
• Striktur uretra riwayat
• Laboratorium: urinalisis instrumentasi uretra, uretritis,
eksklusi infeksi atau atau riwayat trauma
hematuria, kreatinin serum
menilai fungsi ginjal, PSA • Batu vesica urinaria
(vesicolithiasis) selain LUTS
• Radiologi: USG, IVP biasanya terdapat juga hematuria
• Histopatologi: nodul yang dan nyeri.
mengalami hiperplasia • Karsinoma prostat abnormalitas
tersusun atas proliferasi dari pada DRE atau peningkatan PSA
elemen glandular (epitel) dan
stroma fibromuskular. • Infeksi saluran kemih temuan
Glandula yang hiperplastik pada urinalisis dan kultur
dilapisi oleh sel-sel epitel • Neurogenic bladder bisa
kolumner tinggi dan lapisan didapatkan riwayat penyakit
sel-sel basal yang pipih. neurologis, stroke, diabetes
melitus, atau riwayat trauma
spinal. Pada pemeriksaan
gangguan sensoris pada perineum,
ekstremitas bawah, gangguan
pada tonus spinchter rectal dan
refleks bulbocavernosus
• Pembedahan
– untuk pasien yang tetap
PENATALAKSANAAN terganggu dengan simtom,
pasien yang mengalami
• Watchful waiting retensi urin walaupun telah
– Pada simtom ringan (skor IPSS <7) atau
simtom sedang-berat (skor IPSS > 8) diberi terapi medis, pasien
yang tidak terganggu dengan
simtomnya dan tidak mengalami dengan dilatasi traktus
komplikasi BPH
• Terapi Medis urinarius bagian atas,
– Pada simtom yang lebih berat. Indikasi
absolut terapi medis: retensi urin, batu
insufisiensi renal oleh
kandung kemih, dilatasi saluran kemih
atas, dan gagal ginjal. Indikasi relatif:
karena BPH, atau batu
residu pascakemih yang banyak,
hematuria, dan infeksi saluran kemih
kandung kemih.
rekuren.
– Alpha1 blocker, bekerja pada komponen
– Metode: TURP
dinamis dari obstruksi ostium uretra
interna eg. Tamsulosin
(transurethral resection of
– 5-alfareduktase inhibitor (menghambat the prostate),
perubahan testosteron menjadi
dihidrotestosteron), eg Finasterid prostatektomi
Prostate Cancer
• age heightens the risk for • Local growth of the tumor into
the urethra or bladder neck or
CaP from its direct extension into
the trigone of the bladder
obstructive/irritative
• Early-stage CaP: symptoms
asymptomatic.
• Metastatic disease to the
bones bone pain.
• The presence of symptoms
often suggests locally • Induration, if detected by DRE,
advanced or metastatic needs further evaluation (ie,
PSA, TRUS, & biopsy).
disease.
Tanagho EA, et al. Smith’s general urology. 17th ed. McGraw-Hill; 2008.
Prostatic Cancer
• The main diagnostic tools to obtain evidence of PCa include
– DRE,
– PSA: spesific organ but not spesific disease
– Transrectal ultrasonography (TRUS).
• TRUS is useful in performing prostatic biopsies and in providing some
useful local staging information if cancer is detected.
• Epidermis
– Outer cells are dead
– Act as protection and form
water tight seal
– Deeper layers divide to
produce the stratum corneum
& also contain pigment to
protect against UV radiation
• Dermis - Specialized
Structures
– Nerve endings
– Blood vessels
– Sweat glands
– Oil glands - keep skin
waterproof, usually discharges
around hair shafts
– Hair follicles
• That part still connected through which the blood supply enters
and exits is referred to as the flap base, or pedicle.
Current surgical diagnosis & treatment. 12nd ed. McGraw-Hill; 2006.
43. Skin Graft or Flap
optimized by optima
Herniated Nucleus Pulposus
• The progressive
degeneration of a disc, or
traumatic event, can lead
to a failure of the annulus
to adequately contain the
nucleus pulposus
• This is known as herniated
nucleus pulposus (HNP) or
a herniated disc
Herniated Nucleus Pulposus
• Symptoms
– Back pain
– Leg pain
– Dysthesias
– Anesthesias
Herniated Nucleus Pulposus
• Varying degrees
• Disc bulge
– Mild symptoms
• Usually go away with
nonoperative treatment
– Rarely an indication
for surgery
• Extrusion (herniation)
– Moderate/severe symptoms
• Nonoperative treatment
Herniated Nucleus Pulposus
• Diagnosis
– Magnetic resonance imaging
(MRI)/patient exam
• Nonoperative Care
– Initial bed rest
– Nonsteroidal anti-
inflammatory (NSAID)
medication
– Physical therapy
• Exercise/walking
– Steroid injections
Herniated Nucleus Pulposus
• Surgical care
– Failure of nonoperative
treatment
• Minimum of 6 weeks in
duration
– Can be months
– Discectomy
• Removal of the herniated
portion of the disc
• Usually through a small
incision
• High success rate
Herniated Nucleus Pulposus
• Cauda Equina Syndrome
– Caused by a central disc
herniation
– Symptoms include bilateral
leg pain, loss of perianal
sensation, paralysis of the
bladder, and weakness of the
anal sphincter
– Surgical intervention in these
cases is urgent
45. Ruptur uretra
• Trias ruptur uretra anterior
- Bloddy discharge
- Retensio urine
- Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat
Trias ruptur uretra posteriior
- Bloody discharge
- Retensio urine
- Floating prostat
• Terapi :
a. Initial : segera sistostomi transpubik à bila ada fr. Pelvis
tidak boleh trokar
b. Rekonstruksi : – uretrotomia interna
– Anastomosis uretra
Urethral Trauma
http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
52. FISIOLOGI
Mikturisi
• Definisi
– keluarnya urin secara involunter
• Klasifikasi
– Inkontinensia uretra
• Kelainan uretral: obesitas, multiparitas, persalinan sulit, fraktur pelvis,
pascaprostatektomi
• Kelainan kandung kemih: kelainan detrusor neuropatik atau
nonneuropatik, infeksi, sistitis interstisial, batu kandung kemih, atau
tumor.
• Kelainan nonurinarius: gangguan mobilitas atau fungsi mental.
– Inkontinensia nonuretra
• Fistula urinarius: vesikovagina
• Ektopia ureter: ureter berlanjut ke uretra (biasanya ureter dupleks).
Patofisiologi
• Inkontinensia stress: kebocoran terjadi ketika tekanan
infraabdomen melebihi tekanan uretra (misalnya batuk,
mengedan)
• Inkontinensia urgensi: ketidakstabilan otot detrusor
idiopatik menyebabkan peningkatan tekanan intravesika
dan kebocoran urine
• Hiperrefleksia detrusor: hilangnya kontrol kortikal
→kandung kemih tidak dapat dihambat dengan kontraksi
detrusor yang tidak stabil→kandung kemih terisi, reflex
sakralis dimulai→kandung kemih melakukan pengosongan
secara spontan
• Inkontinensia overflow: kerusakan pada serat eferen dari
reflex sakralis menyebabkan atonia kandung kemih.
53.
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
ILMU PENYAKIT MATA
53. ULKUS KORNEA
Ulkus Kornea
SYMPTOMS TREATMENT
• Unilateral or bilateral involvement Options include one of the following:
• Purulent discharge, crusting of lashes, • Azithromycin 1000mg single dose
swollen lids, or lids "glued together" • Doxycycline 100mg BID for 7 days
• Patient may also complain of: • Tetracycline 100mg QID x 7 days (avoid in
◦ red eyes pregnant women and in children)
◦ irritation • Erythromycin 500 mg QID x 7 days
◦ tearing Patient and sexual contacts should be
◦ photophobia evaluated and treated for other STDs.
◦ blurred vision
http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/chlamydial-conjunctivitis.cfm
55. GANGGUAN LAPANG PANDANG
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/hemianopia
Definisi Kebutaan
56. KATARAK SENILIS
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com
Cataract
• Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
• Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
• Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (down’s syndrome, werner’s syndrome, lowe’s syndrome)
Hereditary
Secondary cataract
• Morphological classification : • Sign & symptoms:
Capsular – Near-sightedness (myopia
Subcapsular shift) Early in the
Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
Cortical lens may be increased
Lamellar – Reduce the perception of
Sutural blue colorsgradual
• Chronological classification: yellowing and opacification of
Congenital (since birth) the lens
Infantile ( first year of life) – Gradual vision loss
Juvenile (1-13years) – Almost always one eye is
Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
Senile
– Shadow test +
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak
• Etiologi :belum diketahui secara pastimultifaktorial:
Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya
matahari.
Gangguan metabolisme umum
• 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to
continued hydration ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur
• Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
• Penyulit : Glaukoma, uveitis
• Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
•Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
•Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
•Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil
Dakriosistitis Radang skus lakrimalis, biasanya dimulai Epifora, sakit hebat di daerah kantung air mata, demam,
oleh terdapatnya obsruksi duktus terdapat pembengkakan kantung air mata, merah di
nasolakrimalis daerah sakus lakrimal, nyeri tekan, sekret mukopurulen
bila kantung air mata ditekan
Dakrioadenitis Radang kelenjar lakrimal, penyakit Sakit pada glandula lakrimal yaitu di bagian temporal atas
jarang, dapat unilateral atau bilateral rongga orbita disertai kelopak mata bengkak, konjungtiva
kemotik, mata kotor, mata nyeri bila bergerak, bila kelopak
mata dibalik tampak pembengkakan berwarna merah di
bawah kelopak mata atas temporal
Dry eye syndrome a condition in which there are symptoms of irritated, gritty, scratchy, or burning eyes, a
insufficient tears to lubricate and nourish feeling of something in their eyes, excess watering, and
the eye blurred vision
Sub conjunctival also known as hyposphagma, is bleeding initially appears bright-red underneath the transparent
bleeding underneath the conjunctiva. May be conjunctiva. Later, the hemorrhage may spread and
caused by a sudden or severe sneeze or become green or yellow, like a bruise. Usually this
cough, or due to hypertension or as a disappears within 2 weeks
side effect of blood thinners
Obstruksi duktus penyumbatan duktus nasolakrimalis Mata berair, akumulasi mukus pada mata atau kelopak
nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan air mata dari mata, konjungtivitis kronis dan rekuren, Tekanan pada
sakus lakrimalis ke hidung) kantung lakrimal dapat menimbulkan regurgitasi mukus
dan air mata dari pungtum
normal
Normal Ocular Fundus
Vessels:
Arterial/venous
Arterioles
diameter ratio 2 to 3;
the arteries appear a
bright red, the veins a
slightly purplish Optic cup
colour.
Fovea
Optic disc
Vein
Disc: Clear outline
optic cup is pale and
centrally located.
Normal cup/disc ratio
0,3 s.d <0.5
http://cms.revoptom.com/osc/3146/Analysis.jpg
Retina: Normal red/orange
colour, macula is dark. The
macula is approximately 2
disc diameters away from disc
and 1.5 degrees below
horizon.
What to observe
http://www.revophth.com/content/d/retinal_insider/i/1332
/c/25556/
Cotton-wool spot
Hard exudate
• deeper, yellowish, well-defined, crystalline
granules commonly associated with retinal
exudative and inflammatory processes
Exudates
hard exudate, Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
soft exudate/ Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia serabut saraf retina
cotton wool spot tampak sebagai bercak kuning bersifat difus / warna putih
http://www.aao.org/theeyeshaveit/optic-fundus/hemorrhages-table.cfm
61. KONJUNGTIVITIS NEONATAL GO
KONJUNGTIVITIS NEONATAL
• Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery
• Cause:
– Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 1-7 hari)
– Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
– S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
• Mucopurulent discharge
• Chlamydial less inflamed eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
• Complication in chlamydia infection pneumonia (10-20% kasus)
• Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than
gonococcal caused by eyelid scarring and pannus
• Terapi konj. Klamidial oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid)
for 14 days (because of the significant risk for life-threatening
pneumonia)
http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
• manifests in the first five days of life • 5 to 12 days after birth
• marked bilateral purulent • Mucopurulent discharge
• discharge • less inflamed eyelid swelling,
• local inflammation palpebral chemosis, and
• edema • pseudomembrane formation
• Complication diffuse epithelial
edema and ulceration, perforation of
• Complication pneumonitis
the cornea and endophthalmitis (range 2 weeks – 19 weeks after
• Gram-negative intracellular diplococci
delivery)
on Gram stain • Blindness rare and much
• Culture Thayer-Martin agar slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus
Microscopic Findings
Etiology Findings
Chemical PMNs, few lymphocytes
Chlamydia PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber cells,
intracytoplasmic basophilic inclusions
Bacteria PMNs, bacteria
Virus Lymphocytes, plasma cells, multinucleated
giant cells, intranuclear eosinophilic inclusion
http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html
KONJUNGTIVITIS GO
• Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular
diplococci on Gram stain
• Masa inkubasi: 1-7 hari
• manifests in the first five days of life
• Marked bilateral purulent discharge
• local inflammation palpebral edema
• Complication diffuse epithelial edema and ulceration,
perforation of the cornea and endophthalmitis kebutaan
• Culture Thayer-Martin agar
• Topical erythromycin ointment and IV or IM third-
generation cephalosporin
Non-Infectious • Nasolacrimal duct obstruction may cause ‘sticky’ eyes.
• Corneal abrasion following trauma at delivery.
• Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic
region).
• Foreign body.
# Uncommon, Staphylococcus aureus 2-5 days Unilateral, crusted purulent Topical soframycin drops qds for 5
potential for serious
consequences - severe Streptococcus discharge days
keratitis and
endophthalmitis. pneumoniae,
Requires early
recognition and Haemophilus spp,
treatment. Needs
blood and CSF culture. Enterococci
Consider concomitant
chlamydial infection if
poor response to Neisseria gonorrhoeae # 3 days to 3 Bilateral, hyperaemic, Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a
cephalosporin.
Parents require Infants who are positive weeks chemosis, copious thick single dose (maximum 125mg),
investigation and
screening. need to be evaluated for white discharge Saline irrigations hourly until exudate
+ Risk of rapid
progression from disseminated infections resolves.
purulent discharge to
denuding of corneal
epithelium, and
perforation of cornea. Pseudomonas 5-18 days Oedema and erthyema of lid, IV anti-pseudomonal antibiotics.
The anterior chamber
can fill with fibrinous aeruginosa + purulent discharge.
exudate, iris can
adhere to cornea and
Topical Gentamicin.
later blood vessel
invasion. The late
ophthalmic
Chlamydia trachomatis * 5-14 days Unilateral or bilateral, mild PO erythromycin 50mg/kg/day x 14d
complications can be
followed by
conjunctivitis, copious (qid)Alternative, 5 days Azithromycin
bacteraemia and
septic foci.
purulent discharge. syrup
* Most common
pathogen, 20-50% of
(= pertussis dosing 10mg/kg/day and
exposed infants will 5mg/kg day 2-5)
develop chlamydia
conjunctivitis, 10-20%
will develop
pneumonia. If relapse
Herpes simplex Conjunctivitis with vesicles Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 14-
occurs repeat course
of erythromycin for
elsewhere 21d.
further 14 days.
Parents require
Need ophthalmology review
treatment. within 24 hours. Topical acyclovir 3% 5 times daily.
http://www.adhb.govt.nz/newborn/guidelines/infection/neonatalconjunctivitis.htm
62. KELAINAN REFRAKSI -
HIPERMETROPIA
HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (di belakang
makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropia aksial),
– kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia
kurvatur),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia
refraktif)
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala,
silau, rasa juling atau diplopia
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : koreksi dimana tanpa
siklopegia didapatkan ukuran lensa
positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal (6/6), hal
ini untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual of ocular diagnosis and therapy
• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam
penglihatan OD 6/20
– Dikoreksi dengan sferis +2.00 tajam penglihatan OD 6/6
– Dikoreksi dengan sferis +2.50 tajam penglihatan OD 6/6
– Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00 tajam
penglihatan OD 6/6
ARTINYA pasien memiliki:
– Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi)
– Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi)
– Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50
– Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
63. KERATITIS HERPES
Keratitis Herpes Simpleks
• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit
herpes simpleks lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk:
primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV
tipe 1, namun pada balita dan orang dewasa, dapat juga
disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi kornea yang disebabkan
kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel
raksasa berinti banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik
embrio telur ayam dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Manifestations of herpetic keratitis
Live virus Immune "Meta-herpetic"
reaction
Epithelium Dendrite, Epithelial defect
geographic
Stroma Necrotizing keratitis Immune keratitis Microbial and
non-microbial
ulcerative
keratitis
Endotheliu Disciform
m keratitis
Anterior Keratouveitis Keratouveitis
chamber
• Tatalaksana:
– Dokter umum: RUJUK SEGERA
– Debridement
– Antivirus topikal, kortikosteroid (pertimbangan
khusus)
• Topical antiviral: trifluridine 1% 8x/day (watch for epithelial
toxicity after 1 week fo therapy), acyclovir 3% drops initially
5x/day gradually tapering down but continued for at least 3
days after complete healing; if resistant, consider ganciclovir
0.15% gel initially 5x/day.
– Bedah
– Mengontrol reaktivasi HSV: hindari demam, pajanan
sinar matahari berlebihan, imunosupresi, dll
Keratitis herpes zoster
• Bentuk rekuren dari keratitis Varicella
• Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung
mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)
Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis
Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama
Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri.
Antibodi dari pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke
dalam epitel kornea
Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya
atau mata org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
Slit lamp photo demonstrating classic epithelial dendrites in our
patient after fluorescein staining.
64. ANISOMETROPIA
Anisometropia
• Def: a difference in refractive error between
their two eyes
• Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
• However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Anisometropic & Amblyopia
• When the magnitude of anisometropia exceeded 1.75 D,
the more myopic eye was almost always the sighting
dominant eye.
• Anisometropic amblyopia is the second most common
cause of amblyopia (present as single cause in 37% of cases
and present concomitantly with strabismus in an additional
24% of clinical populations.)
• Anisometropic amblyopia occurs when unequal focus
between the two eyes causes chronic blur on one retina.
• Anisometropic amblyopia can occur with relatively small
amounts of asymmetric hyperopia or astigmatism.
• Larger amounts of anisomyopia are necessary for
amblyopia to develop.
Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology &
http://eyewiki.aao.org/Anisometropic_Amblyopia & Treatment of Anisometropic Amblyopia in Children with Refractive Correction . Pediatric Eye Disease Investigator Group. Ophthalmology
2006;113:895–903
Interocular acuity difference criteria in anisometropia
Interocular
NCT (non contact tonometry), GAT
(Goldmann applanation tonometry), OBF
(ocular blood flow tonometry), SPH
Acuity
(spherical component), SEq (spherical
equivalent), EMM (emmetropia), HYP
Difference
(hyperopia)
Criteria in
Anisometropia
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
NEUROLOGI
66. Tension headache
Nyeri Kepala Tension
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis infrequent tension type
headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul <1 hari
per bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis frequent tension type headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul dalam 1 -
14 hari per bulan selama > 3bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
67. Pemeriksaan Neurologis
Lhermitte sign:
• Sensasi elektrik dari punggung menjalar ke
eksremitas yang dicetuskan dengan menekuk
kepala ke depan atau ketika pemeriksa menekan
vertebra servikalis posterior saat leher fleksi;
• hasil (+) adanya lesi di kolumna dorsalis
vertebra Servikalis atau cauda medulla
Laseque Test :
• Dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
HNP atau tidak yang biasanya terjadi di L5.
• Hasil (+) terjadi nyeri skiatik pada sudut30-
70O
Bragard test:
•Manuver tambahan yang dilakukan bila
lasegue test (+).
•Pemeriksa menurunkan kaki pasien 1 inci dari
posisi dimana menimbulkan nyeri kemudian
dilakukan dorsofleksi telapak kaki.
•Hasil (+) terdapat nyeri skiatika
• Terminologi
– Normosmia : kemampuan mengidu normal
– Hiposmia : kemampuan menghidu menurun
– Hiperosmia : kemampuan menghidu meningkat misal pada
penderita hiperemesis gravidarum atau migren
– Parosmia : tidak mampu mengenali bau- bauan
– Kakosmia : mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
74. Nyeri Kepala Kluster
Nyeri
Kepala
Neuralgia kranial,
Nyeri Kepala
Primary nyeri wajah
Sekunder
Headache sentral atau
(Etiologi
(Idiopatik) perifer dan nyeri
diketahui)
kepala lainnya
Trigeminal
Tension Type Autonomic
Migraine Headache Cephalgias
(TAC)
Cluster
Headache
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Trigeminal Autonomic Cephalgias
Nyeri kepala yang bersifat lateral dan sering disertai dengan gejala otonom parasimpatis
nervus kranial
• Jadi, untuk lebih memudahkan, definisi TIA yang digunakan saat ini
adalah “episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
iskemia serebral atau retinal fokal, dengan gejala klinis selama
kurang dari 1 jam, tanpa bukti adanya infark akut”
Sumber: Easton JD, et al. Definition and evaluation of transient ischemic attacks. Stroke 2009,
40:2276-2293.
76. Stroke
• Stroke (WHO MONICA 1986)
– Gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma
ataupun infeksi.
Penyakit jantung koroner, atrial fibrilasi Jenis kelamin (laki – laki lebih sering terkena)
Gaya hidup sedenter, merokok, minum alkohol, Riwayat TIA dalam keluarga
obesitas
Tanda dan Gejala Stroke (De Freitas et al 2009)
Hemidefisit motorik
Hemidefisit sensorik
Penurunan kesadaran
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
(XII) sentral
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan
berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
(demensia)
Buta separuh lapang pandang (hemianopsia)
Defisit batang otak
- Stroke iskemik
dalam satu jam pertama serangan stroke iskemik, hanya <50% infark yang dapat
terlihat perlu diffusion weighted MRI
77. Gangguan Ekstrapiramidal
• Sistem ekstrapiramidal • Fungsi traktus
berperan sebagai pembantu ekstrapiramidal
sistem kortikal (kerja – Serat kortikonuklear
motorik volunter), sehingga mengontrol gerakan bola
gerakan volunter yang mata
dicetuskan penampilannya – Menjaga tonus dan postur
(traktus retikulospinal),
lebih halus dan lembut keseimbangan
• Terdiri atas trakturs (vestibulospinal)
– Rubrospinal – Mengontrol gerakan komplek
– Retikulospinal yang terkoordinir
– Vestibulospinal – Mengambil alih gerakan saat
traktus piramidalis rusak
– Spinoolivarius
– Tektospinal atau tektobulbar
• Manifestasi klinis
– Parkinsonism
– Korea
– Hemibalism
– Athetosis
– Dystonia
– Tardive dyskinesia
PSKIATRI
78. Gangguan fobik sosial
• Gangguan ansietas fobik terbagi menjadi tiga:
• Agorafobia
– Ansietas harus terbatas pada setidaknya dua situasi berikut: bayak orang/keramaian,
tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri
– Pasien menghindari situasi fobik (house bond)
• Fobia sosial
– Ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the
family circle)
– Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
• Fobia khas
– Ansietas terbatas pada objek atau situasi fobik tertentu
– Situasi fobik sedapat mungkin dihindari
79. Drug Abuse
80. ANSIETAS FOBIK (F.40)
• Anxietas dicetuskan oleh adanya • Fobia Sosial:
situasi atau objek yang jelas (dari – Ansietas harus mendominasi atau terbatas
pada situasi sosial tertentu (outside the
luar individu itu sendiri), yang family circle)
sebenarnya pada saat kejadian ini • Fobia Khas:
tidak membahayakan. – Ansietas terbatas pada adanya objek atau
situasi fobik tertentu.
• Sebagai akibatnya, objek atau
situasi tersebut dihindari atau Terapi Fobia:
dihadapi dengan rasa terancam. –Desensitisasi sistematik (serial), ketika klien
• Agorafobia: secara progresif dipajankan pada objek yang
mengancam, di lingkungan yang aman, sampai
– Ansietas dicetuskan oleh adanya situasi ansietas berkurang
berupa banyak orang/keramaian, tempat
umum, bepergian keluar rumah dan
bepergian sendiri, yg sbnrnya pada saat –Flooding, bentuk desensitisasi cepat yang
kejadian ini tidak membahayakan dilakukan oleh terapis, ketika individu
dihadapkan dengan objek fobia sampai objek
– Pasien menghindari situasi fobik (house
tsb tidak menimbulkan ansietas
bound)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Malassezia furfur
Blastophora
Terapi Pityarisis versicolor
Topikal Sistemik
• Salep whitfield`s Asam • Digunakan pada pasien
benzoat 12%, asam salisilat 6%, dengan lesi yang luas,
tincture iodida 2,5%, tolnaftat
kesulitan untuk
• Sodium tiosulfat 25% selama 7
hari, oleskan selama 10 menit lalu
menggunakan terapi
cuci topikal, relaps berulang,
• Salep klotrimazole, miconazole, atau pilihan pasien untuk
ketoconazole dll terapi oral
• Resiko rekurensi setelah – Ketoconazole 1 x 200 mg
penggunaan terapi topikal selama 10 hari
4 – 6 minggu 60-80% – Itrakonazol 1 x 200 mg 7
• Sebaiknya terapi digunakan hari
selama 6 – 8 minggu – Flukonazole 1 x 300 mg
Gothamy z. Review of Pytiarisis Versicolor. Egyp wor dermato soc vol.1 2004
92. Kandidosis
• Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat
akut/subakut disebabkan oleh genus Candida
• Klasifikasi
– Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche,
vulvovaginitis, balanitis, mukokutan kronik,
bronkopulmonar
– Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia
& onikomikosis, granulomatosa
– Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis,
pyelonefritis, septikemia
– Reaksi id (kandidid)
• Faktor
– Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan,
obesitas, iatrogenik, DM, penyakit kronik), usia
(orang tua & bayi), imunologik
– Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi,
kebiasaan berendam kaki, kontak dengan
penderita
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kandidosis kutis
• Bentuk klinis:
– Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak,
lipat paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan
umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah,
eritematosa. Dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula
– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit
tipe basah
– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin.
Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia
• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur
di agar Sabouraud
• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian
violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
93. Neurodermatitis
• Merupakan penyakit kulit kronik, lesi yang timbul
akibat garukan dan gosokan berulang, dengan
gambaran likenifikasi berbatas tegas
• Etiologi :
– Belum diketahui secara pasti diduga akibat gigitan
serangga, pakaian ketat, psoriasis
– Wanita lebih sering terkena dibanding pria
• Lokasi
– Punggung, leher dan ekstrimitas, terutama pergelangan
tangan dan kaki, bokong
• Efloresensi : papul milier, likenifikasi dan
hiperpigmentasi, skuama dan kadang ekskoriasi
• Terapi :
– Umum : mencegah garuka dan
gosokan, hindari sengatan serangga
– Khusus : salep KS dan preparat ter
(kompres jika lesi basah)
– Injeksi triamcinolone acetonide (5–10
mg/mL) intralesi
94. Vehikulum Obat Topikal
• Cairan (solusio, tingtura, kompres)
– Membersihkan kulit dari debris
– Perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, pustula
– Keadaan yang basah menjadi kering
– Merangsang epitelisasi
• Bedak
– Penetrasi sedikit
– Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
– Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah
• Salep
– Diberikan pada dermatosis yang kering dan kronik, berkrusta
– Penetrasi paling kuat
– Kontraindikasi pada dermatitis madidans (dengan eksudasi), tidak
dianjurkan pada bagian tubuh yang berambut
Vehikulum obat topikal (cont’d)
• Bedak kocok
– Diberikan pada dermatosis yang kering, superfisial, agak luas. Pada keadaan
yang subakut
– Penetrasi sedikit, mengurangi gatal
– Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut
• Krim
– Indikasi kosmetik
– Dermatosis subakut yang luas, penetrasi >> bedah kocok
– Boleh digunakan di daerah berambut
– Kontaindikasi: dermatitis madidans
• Pasta (campuran bedak & vaselin)
– Dermatosis yang agak basah (bersifat mengeringkan)
– Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut, tidak dianjurkan pada
daerah lipatan
• Linimen (campuran cairan, bedak, salep)
– Diberikan pada dermatosis yang subakut
– Kontraindikasi: dermatosis madidans
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
95. Trikomoniasis
• Merupakan salah satu penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh infeksi Trichomonas vaginalis
• T. Vaginalis patogen pada traktus genitourinaria
• Manifestasi Klinis :
– Wanita : sekret vagina berbau warna kekuningan, eritema
vulvar, pruritus, disuria atau dyspareunia
– Inkubasi 5 -28 hari
• Diagnosis
– Pemeriksaan sekret vagina dengan preparat basah
menemukan trikomonas motile
– Imunofluoresen direk lebih sensitif dibandingkan
pemeriksaan preparat basah (sensitifitas 70 – 90%)
Vaginitis Differentiation
Normal Bacterial Vaginosis Candidiasis Trichomoniasis
Itch, discomfort,
Symptom Itch, discharge, 50%
Odor, discharge, itch dysuria, thick
presentation asymptomatic
discharge
Homogenous,
Clear to adherent, thin, milky Thick, clumpy, white Frothy, gray or yellow-
Vaginal discharge
white white; malodorous “cottage cheese” green; malodorous
“foul fishy”
Inflammation and Cervical petechiae
Clinical findings
erythema “strawberry cervix”
Vaginal pH 3.8 - 4.2 > 4.5 Usually < 4.5 > 4.5
Motile flagellated
Clue cells (> 20%),
NaCl wet mount Lacto-bacilli Few WBCs protozoa, many
no/few WBCs
WBCs
Pseudohyphae or
KOH wet mount spores if non-albicans
species 418
Karakteristik beberapa IMS
Penyakit Karakteristik
Gonorrhea Duh purulen kadang-kadang disertai darah. Diplokokus gram
negatif.
Trikomoniasis Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau tidak
enak, berbusa. Strawberry appearance.
Vaginosis bakterial Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu homogen,
jarang berbusa. Clue cells.
Kandidosis vaginalis Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti kepala
susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.
96. Psoriasis
• Penyakit kulit kronik residif dengan lesi
khas berupa eritema berbatas tegas,
ditutupi oleh skuama tebal berlapis
dengan warna putih mengkilat
• Etiologi :
– Etiologi pasti belum diketahui secara
jelas, dipikirkan faktor genetik berperan.
– Hampir 50% pasien psoriasis memiliki
riwayat psoriasis dalam keluarga
– Lesi Psoriasis infiltrasi sel T teraktivasi
bersama dengan sitokin menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit
• Manifestasi Klinis
– Makula atau papul eritematosa (lentikular –
numular) menyebar secara sentrifugal
– Lokasi : siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki
dan tangan, tungkai atas dan bawah serta
kuku
• nail pitting
• oil spots
• Onycholysis (lifting of the nail plate
– Faktor resiko : stres dan emosi, trauma,
infeksi, obat (lithium dan beta bloker,
antimalaria, statin)
• Efloresensi :
– Psoriasis Guttate (eruptive psoriasis) :
• Paling sering pada anak dan dewasa muda.
• Eritema berukuran kecil dalam jumlah banyak,
terutama setelah infeksi saluran nafas atas
(S.hemolitikus)
Tanda Penjelasan
Fenomena tetesan Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan,
lilin seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks bias.
Fenomena Auspitz Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosis
dengan cara pengerokan skuama yang berlapis-lapis hingga
habis.
Fenomena Kobner Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul
akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira
muncul setelah 3 minggu.
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
• Topikal • Sistemik
– Potent topical steriods – Phototherapy - UVB
– Calcipotriol (vit D der.) – Photochemotherapy –
donovex PUVA
– Injeksi steroid intralesi – Oral retinoids
(kenalog 5-10mg) – Methotrexate and other
– Topical retinoids immunomodulatory
drugs in severe cases
97. Pemfigus Vulgaris
Kelainan Penjelasan
Pemfigus vulgaris • Penyakit kulit autoimun berbula kronik
• menyerang kulit dan membran mukosa
• EpidemiologiUmumnya mengenai umur
pertengahan (dekade ke 4 dan ke 5)
• Histologik bula intraepidermal akibat proses
akantolisis bula dengan dinding kendur
• Imunopatologik antibodi terhadap komponen
desmosom pada Stratum Basale sampai spinosum
jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam darah
Pemfigoid bulosa • Penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya
bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang
• Imunologik komplemen C3 dan IgG linear pada
dermo-epidrmal junction(DEJ). Keadaan umum baik
Manifestasi klinis
• Keadaan umum pasien biasanya buruk
• 60% lesi kepala berambut dan mukosa mulut
• Erosi dengan krusta dalam beberapa bulan
timbul bula generalista
• Mukosa lain yang terserang :
– Mata, hidung, faring, laring, serviks, vulva dan uretra
• Tanda Nikolsky (+) ketika kulit di sekitar lesi
digosok dengan kapas atau jari, epidermis
terlepas dengan mudah dari kulit
Pemphigus Vulgaris Pemphigus Vulgaris Bullous Pemphigoid
Pengobatan lini pertama untuk p. malariae sama dengan p. vivax tetapi tidak diberikan
primakuin.
100-101.Filariasis
• Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae,
dibagi menjadi 3 berdasarkan habitat cacing
dewasa di hospes:
– Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus,
Mansonella streptocerca
– Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi,
Brugia timori
– Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella
ozzardi
Perbandingan panjang:lebar
kepala 2:1
Brugia malayi
Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah
Perbandingan panjang:lebar
Brugia timori kepala 3:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah
Gejala Filariasis Limfatik
• Mikrofilaremia asimtomatik
• Gejala akut:
– Demam berulang ulang selama 3-5 hari
– Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde
– tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise,
sesak)
• Limfedema, hidrokel ireversibel kronik dan kiluria
– Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.
– Limfedema : Infeksi Wuchereria yang bisa menimbulkan limfedema
testis (hidrokel)
– Kiluria : Kencing seperti susu, kebocoran sel limfe di ginjal, jarang
ditemukan
• Grading limfedema (WHO, 1992):
– Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
– Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
– Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes
Vektor
• Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies
nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia,
Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang
menjadi vektor filariasis.
Epidemiologi
• Wuchereria bancrofti ditemukan di daerah
perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang,
Semarang, dan Pekalongan, serta Papua.
• Brugia malayi tersebar di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di
Maluku.
• Brugia timori tersebar di kepulauan Flores,
Alor, Rote, Timor, dan
Pemeriksaan & tatalaksana filariasis
limfatik
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB
• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– Suportif
– Pengobatan massal dengan albendazole+ivermectin (untuk
endemik Onchocerca volvulus) atau albendazole+DEC (untuk
nonendemik Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
102. Karsinoma Sel Basal
• Kanker kulit yang paling sering dijumpai
• Berkembang lambat, invasif dan menyebabkan
destruksi lokal
• Dapat mengenai semua usia, terutama usia 40 tahun
• Pria > wanita, terutama mengenai daerah tubuh
yang terpajan sinar matahari (UV)
– Wajah khususnya hidung, dahi, telinga, pipi
• Manifestasi Klinis:
– Papul kecil, kuning keabu abuan, mengkilat dan
meninggi
– Mudah berdarah bila terkena trauma
– Papul makin besar dan terbentuk ulkus
– Nodul dengan depresi pada bagian tengahnya
– Shiny, pearly-gray papule with an umbilicated center and
telangiectasias
– Rodent cell ulcers
• Tipe karsinoma sel basal
– Nodular : awal tampak seperti kutil atau kulit
normal
• Makula tidak berambut, warna coklat/hitam
keruh, pinggiran papular meninggi, anular,
bagian tengah cekung ulkus dan krusta
• Batas tegas dan keras
– Superfisial
• Makula eritematosa berukuran plakat ditutupi
skuama halus dengan pinggir keras seperti
kawat dan agak meninggi
• Berwarna kehitaman yang homogen sehingga
menyerupai melanosis
– Kistik
• Jarang ditemukan, berupa nodular permukaan
licin, keras dan mudah digerakkan dari dasarnya
• Ditemukan telangektesia
– Morpheaform
• Lesi datar, batas tegas, tumbuh lambat
berwarna kekuningan
103. Myasis
Myasis adalah invasi larva lalat ke jaringan hidup, jaringan nekrotik atau rongga tubuh
dan menyebabkan berbagai manifestasi klinis, bergantung dari tipe lalat yang
menginvasi.
ILMU KESEHATAN ANAK
105. DENGUE
Dengue
Demam dengue DBD
• Demam akut 2-7 hari • Infeksi dengue yang ditambah
dengan 2 atau lebih gejala 1 atau lebih gejala:
– Uji bendung positif
berikut:
– Petekie, ekimosis, purpura
– Nyeri kepala – Perdarahan mukosa
– Nyeri retroorbita – Hematemesis/melena
– Myalgia/arthralgia – Trombositopenia (<100.000)
– Ruam – Adanya kebocoran plasma
(kenaikan >20% Ht normal;
– Manifestasi perdarahan adanya bukti kebocoran seperti
– Leukopenia efusi pleura, asites,
hipoproteinemia)
KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
• Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
• Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
• Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
• Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Guideline WHO 1997
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in
small hospitals. 1999.
Rumple leede test
• a tourniquet test used to determine the presence
of vitamin C deficiency or thrombocytopenia
• a circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of
which is 4 cm below the crease of the elbow, is
drawn on the inner aspect of the forearm,
pressure midway between the systolic and
diastolic blood pressure is applied above the
elbow for 15 minutes
• Count petechiae within the circle is made: 10,
normal; 10-20, marginal; more than 20,
abnormal.
106. TATALAKSANA KEJANG AKUT
Kejang demam
• Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4° C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas
usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE,
1993)
• Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun
• Kejang demam sederhana (simpleks)
– Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
• Kejang demam kompleks
– Lama kejang > 15 menit
– Kejang fokal atau parsial menjadi umum
– Berulang dalam 24 jam
• Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan
dianjurkan untuk usia 12-18 bulan
http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/CSF_Interpretation/
Diagnosis diferensial infeksi SSP
Klinis/Lab. Ensefalitis Meningitis Mening.TBC Mening.viru Ensefalopati
bakterial s
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik
Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)
Shieh HH, Gilio AE, Barreira ER, Troster EJ, Ventura AMC, Goes PF, Souza DC, Sinimbu Filho JM, Bousso A:
Pediatric hypotension: quantification of the differences between the two current definitions.
Intensive Care Med 2012, 38(Suppl 1):S0662.
doi: 10.1007/s00134-012-2683-0
SHOCK & HYPOTENSION
• “Shock” is a clinical state in which blood flow and delivery of tissue nutrients do
not meet tissue metabolic demand.
• Shock may occur with increased, normal, or decreased cardiac output or blood
pressure.
• Characterized as compensated or decompensated.
• “Decompensated shock” : clinical state of tissue perfusion that is inadequate to
meet metabolic demand and hypotension (ie, a systolic blood pressure [SBP] less
than the 5th percentile for age).
• For the PALS guidelines, hypotension is characterized by the following:
• Note that these blood pressure thresholds will overlap with normal values,
including the 5% of normal children who have an SBP lower than the 5th percentile
for age.
SYMPTOMS OF SHOCK
• Early (ie, compensated) shock is • Sinus tachycardia (ST) in the
shock without hypotension (ie, absence of known causes such as
fever or pain may be an early sign
shock with a “normal” blood of cardiovascular compromise.
pressure) detected by • Bradycardia, on the other hand,
– evaluation of heart rate, may be a preterminal cardiac
rhythm indicative of advanced
– presence and strength of shock, and it is often associated
peripheral pulses with hypotension.
– adequacy of end-organ • When cardiac output and
perfusion (mental status, systemic perfusion are
compromised:
capillary refill, skin – peripheral pulses is decreased,
temperature, and urine – capillary refill time may be
output and determining the prolonged,
presence metabolic acidosis) – skin temperature is often cool
C. Jejuni
Shigella
Gambaran sayap
burung
Entamoeba Hystolitica
Shigella
• Px/ mikroskopis tinja: banyak pus/nanah
(leukosit polimorfonuklear (PMN) adanya
infeksi bakteri yang menginvasi mukosa usus
misalnya C. jejuni atau Shigella
• Demam, nyeri perut, nyeri pada rectum,
tenesmus
• Komplikasi: perforasi usus, megakolon toksik,
prolaps rectal, kejang (dengan/ tanpa demam
tinggi), sepsis, sindrom hemolitik uremik
(SHU), hiponatremia berkepanjangan
(shigellosis)
• Bakteri (Disentri basiler)
– Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan
tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta
hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
– Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
– Salmonella
– Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
• Amoeba (Disentri amoeba),
disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering
pada anak usia > 5 tahun
Gejala klinis
Disentri basiler Disentri amoeba
• Diare mendadak yang disertai darah
dan lendir dalam tinja. Pada disentri • Diare disertai darah dan lendir
shigellosis, pada permulaan sakit, dalam tinja.
bisa terdapat diare encer tanpa darah
dalam 6-24 jam pertama, dan setelah • Frekuensi BAB umumnya lebih
12-72 jam sesudah permulaan sakit, sedikit daripada disentri
didapatkan darah dan lendir dalam basiler (≤10x/hari)
tinja.
• Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan • Sakit perut hebat (kolik)
toksik. • Gejala konstitusional biasanya
• Muntah-muntah. tidak ada (panas hanya
• Anoreksia.
• Sakit kram di perut dan sakit di anus
ditemukan pada 1/3 kasus).
saat BAB.
• Kadang-kadang disertai dengan gejala
menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku
kuduk, halusinasi).
PENGOBATAN
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis.
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari)
dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
• Alternatif yang dapat diberikan : Ampisilin 100mg/kgBB/hari/4 dosis,
Cefixime 8mg/kgBB/hari/2 dosis, Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, Asam
nalidiksat 55mg/kgBB/hari/4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit
dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll.
• Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
– Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica tinja.
– Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri
basiler.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
PENGOBATAN
• Terapi antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol
30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan
akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
– Jika negatif amuba, berikan antibiotik oral lain (lini ke-2) yang sensitif
shigella : sefiksim dan asam nalidiksat.
– Pada anak < 2 bulan, evaluasi penyebab lain (Cth. Invaginasi)
– Penanganan lain sama dengan penanganan diare akut (cairan, zinc)
– Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala
simptomatis seperti nyeri atau untuk mengurangi frekuensi BAB
113. DEMAM TIFOID
Demam Tifoid
• Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi
• Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
• Penularan : fekal-oral
• Masa inkubasi : 10-14 hari
• Gejala
– Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
– Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
– Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus
• Pemeriksaan Fisik
– Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru
Erythema nodosum
Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive
Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 – 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion
6 – 24 months Osteo-articular TB
Resistance reduced :
infection 1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough 24 months
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset 12 months streptococcal infections
4. Steroid therapy
Development
Of Complex DIMINISHING RISK
• Hasil Negatif
– Tidak ada infeksi TB
– Dalam masa inkubasi infeksi TB
– Anergi
Primary prophylaxis
• to prevent TB infection in TB Class 1 person
• exposure (+), infection (-) tuberculin negative
• drug: INH 5 - 10 mg/kgBW/day
• as long as contact take place, the source should
be treated
• at least for 3 months
• repeat TST:
– negative: success, stop INH
– positive: fail, become TB Class 2 continue as 2nd proph
526
Secondary prophylaxis
• to prevent TB disease in TB Class 2 person (exposure (+),
infection (+), disease (-)
• and person with tuberculin conversion
• certain high risk population
– under five, puberty
– long term use of steroid
– malignancy
– certain infection: morbili, pertussis
• drug: INH 5 - 10 mg/kgBW/day
• during the higher risk of TB disease development: 6-12
month
527
116. DEMAM REMATIK
Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat
GABHS (Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis
GABHS setelah 1-5 minggu
• Pengobatan:
– Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/
ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I
– Dalam kasus demam rematik:
• Antibiotik: penisilin/eritromisin
• Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
• Untuk kasus korea: fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview
Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Ket: ASO=ASTO
117. VAKSINASI HEPATITIS B
IMUNISASI
Hepatitis B
• Jadwal vaksin hepatitis B1 tetap dianjurkan
umur 12 jam.
• Diberikan setelah vitamin K1.
Penting untuk
mencegah terjadinya perdarahan akibat
defisiensi vitamin K.
• HBIg utk bayi dari ibu HBsAg positif, selain
imunisasi hepatitis B, utk cegah infeksi
perinatal yang berisiko tinggi untuk terjadinya
hepatitis B kronik.
Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
IMUNISASI - Vaksin Hep B
• Guidance for administration of the hepatitis B vaccine series for
children who did not receive the recommended birth dose. A
minimum age for dose 3 of hepatitis B vaccine has been added to
the catch-up schedule, noting that the final (third or fourth) dose in
the hepatitis B series should be administered no earlier than 24
weeks of age.
• Partikel permukaan antigen virus hepatitis B
• Rekombinan DNA sel ragi, tidak infeksius
• Indikasi kontra
Alergi pada komponen vaksin
Demam tinggi
• Penyuntikan : intramuskular (jangan di gluteal)
• Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
– Reaksi lokal kemerahan, nyeri, bengkak, demam ringan 2 hari.
– Reaksi sistemik : mual muntah, nyeri kepala, nyeri otot, sendi
118. GANGGUAN GH DAN TIROID
PHYSIOLOGY OF THE HORMONE
http://wmaresh.wikispaces.com/file/view/antpostpit.JPG/167267823/antpostpit.JPG
Physiology of Growth Hormone Secretion. Aysun Bideci, Orhun Çamurdan.2008.
in http://www.jcrpe.org/sayilar/27/buyuk/29-132-1-GH.pdf
Growth Hormone
• Secreted in pulsatile
fashion anterior
pituitary gland
• Regulated by:
– Growth hormone-
releasing hormone
(GHRH)
• stimulates both the
synthesis and the release
of GH
– Somatostatin
• inhibits the release of GH
• IGF
– end product of GH
bioeffect
– negativefeedback effect
on GH secretion http://pharmaxchange.info/press/wp-content/uploads/2011/03/pharm2009.08.fig1_.gif
Allen DB. Growth Hormone Treatment. In: Lifshitz, F (eds). Pediatric Endocrinology. 4th edition. New York, NY. Marcel Dekker Inc. 2003;87-111.
http://www.healio.com/~/media/Images/News/Online/Endocrinology/2009/06_June/01/Sperling_fig2_450_288_42087.gif
BIOEFFECTS
http://novocrine.com/images/stories/how-gh-
works.jpg
Growth Hormone
Deficiency
• Proportional short stature
• Below-normal velocity of
growth
• Delayed physical maturation
The child may look
younger than other
children his or her age
• Delayed bone age
• Increased amount of fat
around the waist http://trialx.com/curetalk/wp-content/blogs.dir/7/files/2011/05/diseases/Growth_Hormone_Deficiency-
3.jpg
http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg
• Causes:
– Deficient production of thyroid
hormone
• Disgenesis congenital
Hypothyroidism
• Iodine deficiencyendemic goiter
– Defect in thyroid hormonal
receptor activity
Hipotiroid kongenital pada Anak
• Hipotiroid kongenital (kretinisme) ditandai produksi
hormon tiroid yang inadekuat pada neonatus
• Penyebab:
– Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon
tiroid
– Inborn error of metabolism
• Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang
dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan
terjadi penurunan IQ bermakna.
• Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis
etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi
hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.
http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg
http://www.nature.com/nm/journal/v18/n5/fig_tab/nm.2768_F1.html
http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/art_noct_asthma.htm
NOCTURNAL ASTHMA
• Associated with:
– allergen exposure
– Sleep
– airway cooling
– diminished clearance of mucous secretions
– diurnal variations in hormone concentrations and in
autonomic nervous system control
• Decreased epinephrine and increased vagal tone cause:
– airway obstruction bronchial obstruction
– enhance bronchial reactivity.
– Decreased nitric oxide levelspotent bronchodilator
– Decreased Beta 2-receptors between 4 p.m. and 4 a.m.
– Decreased steroid receptorsincreased inflammation
– Diurnal variation in Cortisol
– Low level Melatonin
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0002934388902380
Derajat Serangan Asma dan Respon Pengobatan
Derajat
Serangan
Asma
Derajat Penyakit Asma
Parameter klinis,
kebutuhan obat, Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
dan faal paru
Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering
Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu tidak ada remisi
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan
Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid
Uji Faal paru PEF/FEV1 <60%
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
>15% < 30% < 50%
(bila ada serangan)
Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma
125. EFEK SAMPING OBAT
Adverse Effect (Antibiotic)
Drug Adverse Effect
http://emedicine.medscape.com/article/967822
Pneumonia
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy,
vomiting and diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal
flaring, subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles
and rales (ronchi)
Fast breathing (tachypnea)
Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
Diagnosis Pneumonia (WHO)
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA
SEVERE PNEUMONIA
PNEUMONIA
Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia in Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Maria Abdulsalam, Albert Daniel. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002
Tatalaksana IDA
• Atasi penyakit yang mendasari
• Nutrisi yang cukup
• Besi elemental
– 3-6 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, sebelum makan. Dilanjutkan hingga 2
bulan setelah anemia terkoreksi dan penyakit etiologi teratasi.
• Transfusi PRC dibutuhkan bila Hb <6 g/dl; atau Hb ≥6 g/dl dengan
penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi berat, gagal jantung,
distress pernafasan)
• Pencegahan
– Primer
• Diet: makanan yang kaya besi dan vitamin C
• ASI eksklusif. Suplemen besi dimulai pada 4-6 bulan (non prematur) atau 2
bulan (prematur)
– Sekunder: skrining
Terapi dan Suplementasi Besi pada Anak. Dedy Gunadi, Bidasari Lubis, Nelly Rosdiana. Sari Pediatri, Vol.
11, No. 3, Oktober 2009
Screening
• Universal screening for anemia should be performed
at approximately 12 months of age with
determination of Hb concentration and an
assessment of risk factors associated with ID/IDA.
Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron
Defiency and Iron Anemia in Infants and Young Children (0-3 years of Age. Pediatrics 2010; 126; 1040.
130. HEMORRHAGE DISEASE OF
NEWBORN
Acquired Prothrombine Complex Deficiency
(APCD) dengan Perdarahan Intrakranial
• Sebelumnya disebut sebagai Hemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN) atau Vitamin K Deficiency Bleeding
• Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
• Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
• 80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
Hemorrhagic disease of newborn (HDN)
Acquired prothrombrin complex deficiency (APCD)
Stadium Characteristic
Early HDN Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Baby
born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.
Classic HDN Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex
is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.
Vit K deficiency Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Definite
etiology inducing VKP is found in association with bleeding:
malabsorption of VK ie gut resection, biliary atresia, severe liver
disease-induced intrahepatic biliary obstruction.
Late HDN / APCD Acquired bleeding disorder in the 2 week to 6 month age infant
caused by reduced vitamin K dependent clotting factor (II, VII,
IX, X) with a high incidence of intracranial hemorrhage and
responds to VK.
Diagnosis APCD
• Diagnosis
– Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba
tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat
vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal
– PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda
peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol,
penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis
fokal
– Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit
normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT
Scan kepala : perdarahan intrakranial
– Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB
membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Bhatia AC. Molluscum contagiosum. http://emedicine.medscape.com/article/910570-overview
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
131. Obat yang tidak aman bagi
kehamilan
• Antibiotik
– Tetrasiklin menyebabkan kuning pada gigi,
terutama trimester II – III
– Chlorampenicol gray baby syndrome
– Kotrimoksasol oral cleft, mengganggu
metabolisme asam folat
– Doksisiklin sama seperti tetasiklin
– Primaquine hemolitik anemia
131. Obat yang tidak aman bagi
kehamilan
• Kategori obat dalam kehamilan:
– A aman dibuktikan lewat penelitian terkontrol
pada wanita hamil
– B dapat diterima, lewat penelitian pada hewan,
tapi belum ada penelitian pada wanita hamil
– C digunakan dengan hati2, bila keuntungan >
risiko
– D hanya dipakai bila emergency
– X tidak boleh pada ibu hamil
132. Antenatal Care
• Pemeriksaan antenatal care:
– 0-28 minggu: setiap 4 minggu sekali
– 28-36 minggu: setiap 2 minggu sekali
– >36 minggu: setiap 1 minggu sekali
• Pemeriksaan antenatal care minimal:
– 1 kali sesegera mungkin sejak trimester 1
– 1 kali saat trimester 2
– 2 kali saaat trimester 3
Antenatal Care
• Tujuan antenatal:
– Menentukan hamil/tidak
– Menentukan usia kehamilan dan taksiran persalinan
– Menentukan status kesehatan ibu dan janin
– Menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta
adanya risiko pada kehamilan
– Menentukan rencana pemeriksaan/ penatalaksanaan
selanjutnya
– Mempersiapkan ibu dan keluarga untuk menerima
kelahiran bayi
– Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
perinatal
Antenatal care
• 7T yang diperiksakan:
– Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
– Tekanan darah
– Tinggi fundus uteri
– Tetanus Toxoid
– Tablet besi
– Tes penyakit menular seksual
– Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
133. Imunisasi pada ibu hamil
• Vaksinasi pada ibu hamil yang aman adalah SELAIN dari
jenis vaksin dari virus yang dilemahkan.
• Jadwal vaksinasi Tetanus Toxoid ibu hamil (dosis 0.5
mL):
– bila sebelum hamil sudah mendapatkan TT 2x, maka saat
hamil 1x (vaksinasi ulang), saat kehamilan berikutnya
cukup 1 x saja (vaksinasi ulang)
– Bila sebelum hamil sudah mendapatkan TT 1x, dalam
kehamilan diberikan 2x (jarak 2 bulan dari suntikan
pertama). Kehamilan berikutnya 1x
– Bila belum pernah TT, diberikan TT 3x dengan interval
(0,2,6)
Imunisasi Pada ibu hamil
134. Abortus
• Abortus ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
pada kehamilan <20 minggu atau berat janin <500gr.
• Abortus terbagi berdasarkan proses
– Abortus spontan
– Abortur provokatus: medicinals dan kriminalis
• Abortus berdasarkan gejala, tanda, dan patologis
– Abortus iminens (threatened)
– Abortus insipiens
– Abortus inkomplit
– Abortus komplit
– Abortus habitualis
– Missed abortion
– Septic abortion
Abortus
Gejala/tanda Insipiens Iminens Inkomplit Komplit
Perdarahan Ada Ada Ada Ada
Ostium uteri Tertutup Terbuka Terbuka Tertutup
Janin Hidup Dalam proses Mati Mati
dikeluarkan
Kontraksi Ada Ada Ada/tidak ada Tidak ada
Abortus
• Abortus habitualis: abortus spontan yang terjadi
3 kali atau lebih berturut-turut.
• Missed abortion: kematian janin <20 minggu, dan
seluruh hasil konsepsi masih tertahan di dalam
uterus. Dulu dipakai kriteria selama 8 minggu
tidak ditemukan ada perkembangan janin dan
janin ternyata mati karena tidak ada USG.
• Septic abortion terjadi pada abortus
kriminalis. Akibat dari endometritis
135. AKDR
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Cara kerja
1. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi
2. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
3. AKDR bekerja terutama mencegah ovum dan sperma bertemu, walaupun AKDR membuat sperma
sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk
fertilisasi
4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
Keuntungan
1. Efektivitasnnya tinggi 0.6-0.8 kehamilan per 100 pengguna dalam 12 bulan pertama pemakaian
2. Segera efektif setelah dipasang
3. Metode kontrasepsi jangka panjang
4. Tidak perlu mengingat-ingat (tidak seperti pil yang harus diminum setiap hari)
5. Tidak mempengaruhi hubungan seksual
6. Tidak ada efek hormonal (AKDR tanpa progestin)
7. Tidak mengganggu produksi ASI
8. Tidak ada interaksi dengan obat-obat
9. Membantu mencegah kehamilan ektopik
135. AKDR
Kekurangan
1. Perubahan siklus haid (terutama 3 bulan pertama) haid jadi lebih banyak dan nyeri, dan perdarahan antar
menstruasi
2. Merasa sakit dan kejang 3-5 hari setelah pemasangan
3. Perforasi dinding uterus apabila salah pemasangan
4. Tidak mencegah IMS
5. Tidak cocok pada wanita yang suka berganti pasangan
6. Memerlukan prosedur medis saat pemasangan
7. AKDR mesti dilepas di fasilitas kesehatan
8. AKDR dapat keluar dari uterus tanpa diketahui (terutama pada pemasangan AKDR post plasenta)
Kontraindikasi
1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya
3. Menderita Infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
4. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik
5. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran abnormal) atau menderita tumor jinak rahim
6. Penyakit trofoblas ganas
7. Menderita TBC pelvic
8. Kanker alat genital
9. Ukuran rahim kurang dari 5 cm
Cara Pakai
1. Dapat dipasang kapan saja selama dipastikan tidak hamil
2. Apabila setelah melahirkan harus dipasang sebelum 48 jam pascapersalinan, atau setelah 4 minggu pascapersalinan
3. Sebagai kontrasepsi darurat dapat digunakan hari ke 1-5 pasca sanggama
4. Pada penderita abortus dapat dipasang hari ke 1-7 pasca abortus
136. Usia Kehamilan dan Taksiran
Persalinan
• Menentukan usia kehamilan dan taksiran
persalinan dibutuhan hari pertama haid
terakhir
• Untuk menentukan taksiran persalinan dapat
menggunakan rumus naegle syaratnya adalah:
siklus menstruasi teratur.
• Hari HPHT + 7, bulan HPHT -3, tahun HPHT + 1
137. Bacterial Vaginosis
• Etiologi gardnerella vaginalis
• Gejala:
– Keputihan berbau amis
– Iritasi pada vulva
– Keputihan bewarna keabuan
• Diagnosa;
– Ditemukan clue cell pada hapusan keputihan
– pH > 4.5
– Bau amis keputihan
• Pengobatan:
– Metronidazole
– clyndamicyn
138.Perdarahan kehamilan muda
Abortus Mola KET Mioma
Tinggi fundus < usia Biasa > usia < usia > Usia
kehamilan kehamilan kehamilan kehamilan
Nyeri Tergantung Tidak ada Nyeri Tergantung
jenis ukuran
Gejala lain Anemia Mual, muntah Anemia -
Banyak darah Tergantung Bercak Tergantung Bercak
jenis lokasi
USG Adanya janin Badai salju/ Kantung gestasi Tumor dan
sarang lebah ekstrauterine kantung gestasi
Tatalaksana Dilatase dan Dilatase dan Laparotomi Observasi:
kuretase kuretase Bila membesar
pikirkan SC
139.Kontrasepsi
Jenis KB Waktu penggunaan Keterangan
Metode Amenore Laktasi Efektif hingga 6 bulan Harus benar-benar
pascapersalinan eksklusif
Kontrasepsi Kombinasi Jika menyusui¸ digunakan Mengurangi produksi
sejak 6 bulan ASI
pascapersalinan Menghambat
Jika tidak menyusui, pertumbuhan normal
digunakan sejak 6 minggu bayi
pasca persalinan
Setelah abortus, segera
dimulai
Kontrasepsi progestin Jika menyusui, digunakan Perdarahan ireguler
sejak 6 minggu dapat terjadi
pascapersalinan Tidak mengganggu
Jika tidak menyusui, pembekuan darah
digunakan segera mungkin
Setelah abortus, segera
dimulai
Kontrasepsi
AKDR Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta Ekspulsi spontan lebih tinggi (6-
lahir atau setelah 4 minggu pasca 10%) pada pemasangan
persalinan. pascaplasenta
Pada kasus abortus, AKDR dapat langsung Bila ada infeksi atau pasca abortus
dipasang, selama dipastikan tidak ada infeksi tidak aman tunda 3 bulan
Kontrasepsi mantap (tubektomi) Dikerjakan 6 minggu pascapersalinan Bila ada infeksi atau pasca abortus
tidak aman tunda 3 bulan
Tanda 0 1 2
Appearance Biru seluruh tubuh Biru pada mukosa Pink
saja
optimized by optima
160. Autonomy
• Pandangan Kant
– Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan
bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan
diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya
yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau
campur tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi
dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation
dari manusia
• Tell the truth
– Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri
pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan
penting
161. Hak pasien
Kode Etik Kedokteran Indonesia
162. Persetujuan Tindakan
• Permenkes Rekam Medis Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan “pimpinan sarana
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan” isi rekam medis secara tertulis atau
langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-
undangan
• Penyidik dapat meminta kopi rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang
menyimpannya, untuk melengkapi alat bukti yang diperlukan dalam perkara
hukum (pidana).
KEDOKTERAN KOMUNITAS
165. Desain Penelitian
Descriptive Research Design
Retrospective Cohort
Past Future
Cross-sectional
optimized by optima
Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
167. Hipotesis
• Pengujian Hipotesis secara statistiska memerlukan pembentukan
Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (H1).
Exposure
assignment (-)
Exposure and
outcome analyzed at
the same time (+)
Cross
sectional
172. Relative risk
• Risiko munculnya penyakit pada populasi yang
terpajan risiko (relatif terhadap populasi yang tidak terpajan risiko)
173. Cross Sectional
• Studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi
maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian)
dengan cara mengamati status paparan, penyakit atau
karakteristik terkait kesehatan lainnya
• Status paparan dan penyakit diukur pada saat yang sama.
• Data yang dihasilkan adalah data prevalensi, maka disebut
juga survei prevalensi.
• Studi potong lintang pada dasarnya adalah survei
optimized by optima
180. Validitas
• Kuesioner yang valid harus mempunyai validitas
internal atau rasional, bila kriteria yang ada
dalam kuesioner secara rasional (teoritis) telah
mencerminkan apa yang diukur, sedangkan
kuesioner yang mempunyai validitas eksternal
bila kriteria didalam kuesioner disusun
berdasarkan fakta-fakta emperis yang telah ada
(eksternal)
• Validitas internal kuesioner harus memenuhi:
construct validity (validitas kontruks) dan content
validity (validitas isi).
FORENSIK
181. Keterangan Ahli
• Pada pasal 1 angka 28 KUHAP berbunyi: “Keterangan ahli
yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”
DI luar perkawinan
Dengan
kekerasan/ancaman
(ps. 285)
Tanpa persetujuan
perempuan
Perempuan dlm
keadaan pungsan/tdk
berdaya (ps. 286)
Kasus Kejahatan Seksual
Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan
seksual:
• Penetrasi zakar:
– Robekan pada selaput dara (bukan tanda pasti persetubuhan)
– Luka-luka pada vulva & dinding vagina
• Pancaran air mani:
– Sperma di dalam vagina (tanda pasti terjadi persetubuhan)
– Asam fosfatase, kholin, & sperma dalam vagina
– Kehamilan
• Penyakit kelamin:
– Gonorrhea
– Sifilis
Kasus Kejahatan Seksual
• Pemeriksaan genitalia:
– Ada tidaknya bercak mani di sekitar kemaluan.
– Vulva, periksa adanya tanda-tanda kekerasan:
• Hiperemi, edema, memar, luka lecet, goresan kuku
– Selaput dara, adakah ruptur atau tidak?
• Tentukan ruptur baru atau lama, lokasinya, apakah sampai
ke insersio atau tidak. Robekan baru jika masih tampak
hiperemia. Robekan lama dapat diketahui jika robekan
sampai ke insersio (terbentuk skar).
• Tentukan besar orifisum, sebesar ujung jari kelingking,
telunjuk, atau dua jari. Ukuran pada perawan kira-kira 2,5
cm.
– Ambil bahan pemeriksaan lab dari forniks posterior.
Kasus Kejahatan Seksual
• Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan:
– Setiap permintaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis dari penyidik.
– Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban adalah benda
bukti. Kalau tidak bersama polisi, jangan diperiksa, suruh korban
kembali bersama polisi.
– Izin tertulis untuk pemeriksaan dapat diminta dari korban sendiri atau
dari orang tua/wali jika korban adalah seorang anak.
Mulai tampak 2 jam setelah mati klinis, arahnya sentripetal (dari luar ke dalam),
menjadi lengkap dalam 12 jam, dipertahankan selama 12 jam, kemudian
menghilang sesuai urutan terbentuknya.
Dekomposisi proses degradasi jaringan akibat autolisis dan kerja bakteri. Tampak kira-kira 24
jam pascamata berupa perubahan warna kehijauan pada perut kanan bawah
yang secara bertahan menyebar ke seluruh perut dan dada menyertai
terciumnya bau busuk.
36 – 48 jam pascamati akan dijumpai larva lalat (pengukuran panjang larva dapat
memperkirakan saat kematian).
• Pada kasus belum ditemukan livor mortis menetap (<8 jam), tidak ada
kaku yang lengkap (<12 jam), dan tidak ada pembusukan (<24 jam)
• Dapat disimpulkan waktu kematian antara 3-8 jam
optimized by optima
188. VeR
• Visum et Repertum hidup
– VeR definitif: dibuat seketika, korban tidak memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga dapat
dibuat kesimpulan.
– VeR sementara: VeR yang dibuat untuk sementara waktu
karena korban memerlukan perawatan & pemeriksaan
lanjutan atau bila korban dipindahkan ke sarana kesehatan
lain. VeR ini tidak ditulis kesimpulan tapi hanya keterangan
bahwa saat VeR dibuat korban masih dalam perawatan.
– VeR lanjutan: VeR yang dibuat setelah luka korban telah
dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah
dokter atau pulang paksa. Pada VeR ini sudah dapat dibuat
kesimpulan
Visum et Repertum
• VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan
penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan
medik, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan
• Pasal 133 KUHAP:
– Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korbanbaik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya
• Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat
diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas
jenis pemeriksaan yang dikehendaki
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang
meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu
THT
189. Rhinitis Alergi
Deskripsi
• Rhinitis
Diagnosis alergi
Anamnesis: adalah
Serangan bersinpenyakit inflamasi
berulang terutama yang
bila terpajan alergen
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
disertai rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, gatal,
lakrimasi, riwayat atopi
atopiPF yang sebelumnya
dan Rinoskopi anterior: Mukosasudahedema,tersensitisasi
basah, pucat/livid, sekret
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
dengan alergen yang sama serta
geographic tongue, cobblestone appearance
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
Penunjang: Darah tepi: eosinofil meningkat, IgE spesifik meningkat,
Sitologi hidung, Prick test, Alergi makanan : food challenge test
terjadi paparan berulang.
Terapi •Hindari faktor pencetus
•Medikamentosa (antihistamin H1, oral dekongestan, kortikosteroid topikal,
sodium kromoglikat)
•Operatif konkotomi (pemotongan sebagian konka inferior) bila konka
inferior hipertrofi berat.
•Imunoterapi dilakukan pada kasus alergi inhalan yang sudah tidak responsif
dengan terapi lain. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking
antibody dan penurunan IgE.
Klasifikasi rhinitis alergi
190. Rhinitis Vasomotor
• Rhinitis vasomotor: Suatu keadaan idiopatik yang
didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
perubahan hormonal, dan pajanan obat. Pencetus: asap
rokok, bau menyengat, parfum. Hidung tersumbat
bergantian kiri dan kanan.
• Rhinitis medikamentosa: kelainan hidung yang disebabkan
oleh penggunaan vasokonstriktor topikal dalam waktu lama
dan berlebihan (drug abuse)
• Rhinitis atrofi: infeksi hidung kronik yang ditandai adanya
atrofi progresif mukosa dan tulang konka.
• Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret
srosa, demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
191-193. Otitis media akut
• Otitis media: peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel mastoid.
• Otitis media akut dengan perforasi membran telinga akan menjadi
otitis media kronik setelah 2 bulan.
• Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae
25%, Moraxella catarrhalis 15%.
• Tahapan:
– Oklusi tuba: retraksi membran timpani atau berwarna keruh.
– Hiperemik/presupurasi: tampak hiperemis dan pelebaran pembuluh
darah.
– Supurasi: edema yanghebat pada mukosa telinga tengah, bulging,
demam, nyeri
– Perforasi: membran timpani ruptur, demam menurun
– Resolusi: jika membran timpani tetap utuh maka membran timpani
akan kembali normal.
• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahin adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis eksterna
• Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel)
– Etiologi: Staph Aureus, Staph Albus
– Obstruksi kelenjar minyak atau folikel
rambut
– Terjadi di bagian luar kartilago telinga,
karena tidak ada jaringan ikat sakit
– Antibiotik topikal, insisi
• Otitis eksterna difus
– Etiologi: pseudomonas (paling umum),
Staph albus, E.Coli
– Terjadi pada bagian dalam rongga telinga
– Keadaan lembab pertumbuhan bakteri
– Antibiotik topikal atau sistemik
Otitis Eksterna
Management:
acetic acid 2% in alcohol or povidon iodine 5% or
antifungal topical (nistatin/clotrimazol)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
199. Otitis Media Supuratif Kronis
• Otitis media supuratif kronis adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi
mebran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga tengah terus menerus atau hilang
timbul.
• OMA dengan perforasi mebran timpani
menjadi otitis media supuratif jika prosesnya
lebih dari dua bulan.
• Jenis-jenis OMSK:
– OMSK tipe aman (tipe mukosa/benigna)
– OMSK tipe bahaya (disertai kolesteatoma),
kolesteatoma jenis ini biasanya menyebabkan
perforasi di daerah marginal atau atik dari
membarn timpani.
Terapi OMSK
• OMSK tipe benigna:
– Secara umum terapi OMSK jinak adalah konservatif.
Obat yang dapat digunakan berupa obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari, antibiotik (penggunaan
antara 1-2 minggu) dan antibiotik oral. Miringoplasti
atau timpanoplasti dapat dilakukan setelah dua bulan
ketika keadaan sekret sudah kering.
• OMSK tipe bahaya:
– Secara umum pembedahan ], mastoidektomi dengan
atau timpanoplasti.
• Miringoplasty adalah jenis timpanoplasty yang
paling ringan. Pada prosedur ini hanya
dilakukan rekonstruksi pada membran timpani
• Timpanoplasty adalah sebuah prosedur yang
dilakukan pada OMSK tipe aman dengan
kerusakan yang lebih berat. Pada operasi ini
dilakukan rekonstruksi membran telinga dan
rekonstruksi tulang pendengaran.
200. Tonsilitis difteri
• Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae, kuman gram positif.
• Gejala: kenaikan suhu subfebris, nyeri kepala,
tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat
serta keluhan nyeri menelan.
• Pemeriksaan fisik: Tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang melekat erat
dengan dasarnya, mudah berdarah, infeksi
yang menjalar ke kelenjar limfe bull neck (+)
• Terapi
– Anti difteri serum 20.000-100.000 unit
– Antibiotik Penicillin atau Eritromisin 25-50 mg/kg
dibagi 3 dosis selama 14 hari
– Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/ hari
– Pengobatan simptomatis (antipiretik)
– Isolasi dan tirah baring selama 2-3 minggu