TUBERKULOSIS
Oleh
Meivita Tahalele (Vita)
Karlin Abdurradjak (Alin)
Nailatul Arifah (Naila)
Pembimbing:
dr. Febricila Citra Pratiwi, M.Sc. SpA
KASUS
An RD / 10 bulan / 7 kg / 71 cm
Keluhan Utama Batuk
Riwayat Penyakit Anak laki-laki usia 10 bulan dibawa orang tua ke poli anak. Orang
Sekarang tua khawatir karena sekitar 4 minggu terakhir ini anak batuk, anak
juga sering mengalami demam yang biasanya turun saat diberikan
obat penurunan panas. 2 minggu terakhir orang tua menyadari
adanya benjolan sebesar kelereng di leher anak. Menurut orang
tua akhir-akhir ini anak juga tidak selalu menghabiskan MPASI nya.
Riwayat pengobatan sebelumnya orang tua membawa anak ke
fasilitas kesehatan primer dan mendapatkan beberapa obat seperti
penurun panas, antibiotik dan vitamin, namun keluhan menetap.
Anak tinggal bertiga bersama kedua orang tua. Setiap hari kedua
orang tua bekerja dan anak dititip ke neneknya.
Riwayat Penyakit Dahulu Pernah mondok di RS dengan diagnosis pneumonia
Riwayat Penyakit keluarga Riwayat batuk lama pada keluarga disangkal
Riwayat Nutrisi 0 – 6 bulan ASI + Sufor
6 – sekarang Sufor dan MPASI
Riwayat Imunisasi Hep B0, BCG, DPT-Hib-HepB-IPV 1, DPT-Hib-HepB-IPV 2, DPT-Hib-HepB-IPV 3,
Campak (belum)
Riwayat Perkembangan Tidak ada kelainan dan masalah perkembangan. Perkembangan anak sesuai
dengan milestone
Riwayat ANC Ibu usia 30 tahun G2P1A0, rutin control ANC selama hamil di Puskesmas dan RS,
tidak ada Riwayat penyakit selama hamil
Riwayat NC Lahir UK 39 minggu secara spontan ditolong bidan di Puskesmas, BBL 3000 gram,
PB 48cm, lahir langsung menangis.
Riwayat PNC Tidak ada riwayat penyakit setelah lahir
Pemeriksaan Antropometri
BB : 7 kg
PB : 71 cm
Patogenesis
Penegakan diagnosis
Tatalaksana
Epidemiologi
• Tahun 2018 dilaporkan 10 juta insidensi TB Paru, diperikirakan 1.1 juta adalah anak usia < 15 tahun
• WHO melaporkan kematian anak akibat TB mencapai 205.000 pada usia <15 tahun
• Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia dengan perkiraan jumlah
orang yang jatuh sakit akibat TBC mencapai 845.000 dengan angka kematian sebanyak 98.000 atau
setara dengan 11 kematian/jam
• Angka ini bervariasi antar provinsi, dari yang terendah di Provinsi Bali (28%) hingga tertinggi di Jawa
Barat (335%)
Penegakan diagnosis
Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnesis Diagnosis
fisik penunjang
Anamnesis Pemeriksaan fisik
• Penurunan berat badan • Status gizi
• Demam > 2minggu • Tanda vital : hipertermia
• Batuk > 2minggu dan takipneu
• Riwayat kontak dengan • Pemeriksaan pulmo :
pasien TB normal, rhonki, dan
• Lesu, kurang aktif bermain amforik. Bila ada efusi
• Keringat malam pleura maka suara paru
• Hemaptoe berkurang
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan bakteriologis:
- Tes cepat molekuler (TCM)
- Deteksi antigen menggunakan Lateral flow lipoarabinomannan (LF-
LAM) urin
- Pemeriksaan mikroskopis bakteri tahan asam (BTA)
- Pemeriksaan biakan (kultur)
• Pemeriksaan Uji tuberkulin dan IGRA (Interferon Gamma Release
Assay)
• Rontgen Thorax
• Pemeriksaan Histopatologi
Uji Tuberkulin
Ro Thorax
• Tidak khas, kecuali TB Milier.
• Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate
• Konsolidasi segmental/lobar
• Efusi pleura
• Milier
• Atelektasis
• Kavitas
• Kalsifikasi dengan infiltrate
• Tuberkuloma
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma
dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula
ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman
TB
Skor TB
Penegakkan Diagnosis
TB sensitive Obat
Penegakkan Diagnosis
TB sensitive Obat
Penegakkan Diagnosis
TB sensitive Obat
Tatalaksana
Regimen Tatalaksana TB SO
Tatalaksana
Dosis Obat
Kortikosteroid
- Meningitis TBC, sumbatan jalan napas akibat TBC kelenjar, dan perikarditis TBC
- Prednison dengan dosis 2 mg/kg/hari, dapat diberikan sampai 4 mg/kg/hari pada kasus berat (maksi 60
mg/hari) selama 4 minggu kemudian tappering off
- Dexametason 0,3-0,6 mg/kg/hari dapat digunakan sebagai alternatif
Piridoksin
Pada anak malnutrisi berat, anak dengan HIV yang mendapatkan ARV, dan pada pasien DM dosis 5-10
mg/kg/hari
Dukungan Gizi
- Status gizi harus dinilai pada semua pasien TBC dan konseling gizi diberikan sesuai status gizi pada saat
diagnosis dan selama terapi
- berikan asupan nutrisi yang adekuat mencakup semua makronutrien dan mikronutrien esensial
- Tata laksana malnutrisi berat sesuai panduan WHO
Rejimen terapi TBC SO jangka pendek
Pemantauan:
- Perkembangan gejala tuberculosis
- Efek samping obat
Setiap anak dan remaja yang - Dosis obat harus disesuaikan dengan kenaikan berat badan
- Kepatuhan minum obat dengan melihat kartu pengobatan,
mendapat OAT harus - Pemeriksaan dahak ulang untuk pemeriksaan BTA 2 bulan setelah mulai
dilakukan pemantauan terapi dan di akhir pengobatan pada anak dengan tuberkulosis
terkonfirmasi bakteriologis
rutin: - Jika pemeriksaan BTA lanjutan positif, maka pasien termasuk kriteria
• Tiap 2 minggu (fase intensif), terduga tuberkulosis RO dan dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
menentukan adanya tuberkulosis RO.
dan tiap 1 bulan (fase lanjutan) - Pengulangan pemeriksaan BTA tidak perlu dilakukan pada anak dengan
• Luaran terapi ditentukan pada tuberkulosis klinis, kecuali bila terdapat respon klinis yang tidak adekuat
(termasuk penilaian status nutrisi)
akhir pengobatan - Pada tuberkulosis milier pemeriksaan foto Rontgen toraks evaluasi
dilakukan setelah pengobatan 1 bulan dan pada efusi pleura setelah
pengobatan 2–4 minggu
Antituberculosis Drug Induced
Hepatotoxicity (ADIH)
• Obat anti TBC yang mempunyai efek hepatotoksis adalah R, H, dan Z
• Kriteria ADIH
• 9 bulan RHE
• 6-9 bulan RZE (bila obat lain tidak dapat digunakan dan pemberian Z tidak
menimbulkan gangguan fungsi hati)
• Pada TBC berat dan membutuhkan kesinambungan pemberian OAT, maka
obatobatan non hepatotoksik dapat diberikan (seperti kombinasi etambutol,
sikloserin, linezolid dan fluorokuinolon), dan harus berkonsultasi dengan dokter
spesialis anak konsultan
TBC RESISTEN OBAT
Penegakkan Diagnosis
TB RO
Tatalaksana TBC Resisten Obat
Terapi Pencegahan
VAKSINASI TBC
BCG
• Anak dan remaja dengan HIV/AIDS
• Vaksinasi BCG pada bayi yang lahir
(ODHIV)
dari ibu dengan HIV • Anak dan remaja kontak serumah
• Vaksinasi BCG pada bayi/anak
dengan pasien TBC paru yang
dengan HIV terkonfirmasi bakteriologis
• Vaksinasi BCG pada bayi yang lahir • Anak dan remaja yang memiliki risiko
dari Ibu dengan tuberkulosis TBC lainnya: immunikromais,
• Vaksinasi BCG pada bayi/anak yang
pengguna steroid lama, anak asrama,
belum mendapat vaksin BCG setelah daycare, anak merokok
usia >2 bulan
• Pada bayi yang lahir dari ibu Pemberian vaksin BCG pada bayi/anak
dengan HIV dan status HIV bayi dengan infeksi HIV harus berhati-hati
belum diketahui, vaksin BCG dan memenuhi kondisi tertentu,
karena risiko terjadinya penyakit BCG
dapat diberikan dengan syarat diseminata.
bayi tersebut tidak terdapat
gejala dan tanda klinis infeksi
HIV, tanpa memandang status Syarat pemberian vaksin BCG pada
pemberian anti-retroviral (ART) bayi/anak dengan HIV: ü anak sudah
mendapat ART ü kondisi klinis baik
pada ibu. (tidak ada infeksi oportunistik baru
dan gejala lainnya) ü status imunologi
stabil (pada anak usia 5 tahun: jumlah
CD4 > 200/mm3). ü viral load tidak
terdeteksi ( jika tersedia
Vaksinasi BCG pada bayi yang Vaksinasi BCG pada bayi/anak
lahir dari Ibu dengan tuberkulosis yang belum mendapat vaksin BCG
Jika kondisi bayi sehat (tidak setelah usia >2 bulan:
memiliki gejala TBC), pemberian
vaksin BCG ditunda setelah vaksin BCG dapat diberikan
pemberian TPT selesai apabila bayi/anak tidak ada bukti
infeksi TBC (uji tuberkulin negatif )
dan tidak ada gejala sakit TBC.
Jika ada reaksi cepat BCG (muncul
papul kemerahan dalam 7 hari
pertama setelah disuntik), maka
mungkin anak sudah terinfeksi TBC