Anda di halaman 1dari 6

TUBERKULOSIS PARU

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


1/6

Ditetapkan,
STANDAR Tanggal Terbit : Direktur Rumah Sakit Umum Permata Husada
PROSEDUR
OPERASIONAL
(SPO)
dr. Indah Rusmiatie, Sp.S
Pengertian Tuberkulosis paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim
paru, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan
hasil pemeriksaan sputum tuberkulosis dibagi menjadi:
1. TB paru BTA positif: sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum BTA
positif
2. TB paru BTA negatif: jika sekurangnya dua kali pemeriksaan sputum
BTA hasilnya negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari), hasil
foto toraks positif dan tidak respons terhadap terapi antibiotika spek-
trum luas non-fluorokuinolon selama 14 hari.

Berdasarkan riwayat pengobatannya, TB paru dibagi dalam:


 Kasus baru
 Kambuh
 Drop out/default
 Gagal
 Kronik

Tujuan Sebagai acuan untuk penatalaksanaan Tuberkulosis paru di Rumah Sakit


Umum Permata Husada Banjarbaru
Kebijakan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Permata Husada
Banjarbaru Nomor ____ Tentang Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru di
Rumah Sakit Umum Permata Husada Banjarbaru
Prosedur 1. Anamnesis
Keluhan pasien datang dengan batuk berdahak ≥ 2 minggu. Batuk dis-
ertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat
disertai sesak napas, nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai
peradangan pleura), badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, dan demam
meriang lebih dari 1 bulan.
2. Pemeriksaan FIsik
a. Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi
sekali), respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI pada
umumnya <18,5).
b. Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi
basah/suara napas melemah di apex paru, tergantung luas lesi dan
kondisi pasien.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA)
dari specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
b. Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penun-
jang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak.
c. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Man-
toux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan
mengukur diameter transversal. Uji tuberkulin dinyatakan positif
yaitu:
1) Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak
dengan riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
2) Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi bu-
ruk, keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
d. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik. Pada TB,
umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan
dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas mem-
bentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu,
kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis
(penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).

4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kriterian diagnosis berdasarkan International
Standards for Tuberculosis Care (ISTC) dengan standar diagnosis:
a. Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung se-
lama ≥2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi
untuk TB.
b. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu men-
geluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa
mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya
adalah spesimen pagi.
c. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus
diperiksa mikrobiologi dahak.
d. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif
berdasarkan kriteria berikut:
1) Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk pe-
meriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks
sesuai TB.
2) Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spectrum luas
(periksa kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga
terinfeksi HIV (evaluasi diagnosis tuberkulosis harus diper-
cepat).

Diagnosis TB pada anak :


Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu
investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa
aktif dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan
dengan gejala dan ada klinis yang mengarah ke TB. Gejala klinis TB
pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit selain TB.

Gejala sistemik pada anak :


a. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
b. Masalah Berat Badan (BB):
c. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas;
atau
d. BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan
gizi yang baik; atau
e. BB tidak naik dengan adekuat
f. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang je-
las (bukan demam thypoid, infeksi saluran kemih, malaria dan
lain-lain). Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan da-
pat disertai keringat malam.
g. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
h. Batuk lama atau persisten ≥3 minggu batuk bersifat non-remitting
(tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah)
dan penyebab batuk lain telah disingkirkan.
i. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila
tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik lain bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak.
Sistem skoring (scoring system) dalam mendiagnosis TB dapat
membantu tenaga Kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan
data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga
diharapkan dapat mengurangi terjadinya under-diagnosis maupun
over-diagnosis.

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih.


Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif
dan uji tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka
anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita.

5. Penatalaksanaan
Dokter harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan
sampai terapi selesai. Dosis OAT pada dewasa yang digunakan harus
sesuai dengan Terapi Rekomendasi Internasional, sangat dianjurkan
untuk penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose
combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet
(INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB) yang didapat
dari Puskesmas.

Tabel 1. Dosis OAT Pada Anak


Tabel 2. Dosis OAT Pada Dewasa
Berat Badan (Kg) Fase intensif setiap Fase Lanjutan setiap
hari hari
Dengan KDT Dengan KDT R/H
R/H/Z/E (150/75)
(150/75/400/275)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30- 37 2 tablet 4 KDT 2 tablet
38 - 54 3 tablet 4 KDT 3 tablet
>- 55 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet
Dokter juga harus mengevaluasi efek samping yang ditimbulkan setelah
konsumsi OAT dan ditatalaksana sesuai dengan efek samping yang
muncul.

Panduan OAT pada keadaan khusus


1. TB Milier : 2 RHZE/ 4RH
2. TB paru dengan DM : panduan dan durasi pengobatan sama dengan
TB paru tanpa DM dengan syarat gula darah terkontrol. Apabila kadar
gula naik tidak terkontrol, maka pengobatan dapat dilanjutkan sampai
9 bulan.
3. TB pada kehamilan , menyusui dan pemakaian kontrasepsi hormonal :
semua obat TB lini pertama aman digunakan selama kehamilan kecuali
streptomisin. Sedangkan rifampicin mengurangi efektivitas kontrasepsi
hormonal.
4. TB paru pada gangguan ginjal : Panduan OAT diberikan 2RHZE/4RH,
serta memerlukan penyesuaian dosis pirazinamid dan etambutol (3 kali
seminggu dengan dosis yang disesuaikan)
5. TB paru pada gangguan hepar : apabila kadar SGPT > 3 kali nilai nor-
mal, semakin berat penyakit hepar maka semakin sedikit OAT hepato-
toksis yang digunakan, dengan pilihan sebagai berikut :
a. RHE 9 bulan
b. 2 RHES/6RH
c. 2HES/10HE
d. ES + Oflokxacin/Levofloksasin selama 18 – 24 bulan
6. Suportif/Simptomatis
a. Makan makanan bergizi tinggi kalori dan protein (tidak ada pantan-
gan), bila perlu vitamin tambahan
b. Obat simptomatik : mukolitik, ekspektorat, antipiretik, analgetic,
antiemetic, bronkodilator
c. Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, pericarditis, mengan-
cam jiwa)
7. Edukasi
a. Pengetahuan penyakit TB antara lain cara penularan, cara minum
obat, tidak boleh putus obat, lama pengobatan, memakai masker
b. Pola hidup bersih dan sehat
c. Asupan gizi yang baik
d. Etika batuk
8. Indikasi Pulang
a. Komplikasi dan efek samping telah teratasi

Kepustakaan 1. Peraturan Menteri kesehatan no. 67 tahun 2016 tentang penanggulan-


gan tuberculosis. Kementrian Kesehatan RI 2016
2. Keputusan Menteri kesehatan no HK 01.07/Menkes/755/2019 tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana tuberculosis.
Kementrian kesehatan RI 2019
3. Tuberculosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
PDPI 2021

Anda mungkin juga menyukai