Anda di halaman 1dari 26

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 2

(Malnutrisi)

NAMA : PUTRI ASWARIYAH RAMLI

STAMBUK : N 101 20 045

KELOMPOK :5

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2023
SKENARIO 2

Malnutrisi

Tn. S, 68 tahun bersama anaknya ke puskesmas untuk kontrol pengobatan


bulan kedua, karena mengalami batuk berdahak dengan sejak 3 bulan yang lalu
terkadang disertai sesak napas, keluhan ini dirasakan semakin memberat 1 minggu
sebelum pasien datang untuk berobat ke puskesmas. Pasien mengaku mengalami
penurunan berat badan ± 5 Kg dalam kurun waktu ± 2 bulan dan nafsu makan
sangat menurun sehingga pola makan menjadi tidak teratur, menyebabkan dirinya
tidak mampu untuk bekerja seperti biasa. Ada rasa mual, kadang hingga muntah,
BAK lancar, belum uang air besar sejak 4 hari terakhir. Keadaan umum pasien,
tampak sakit sedang, suhu tubuh 36,5C, TD : 120/80 mmHg, frekuensi nadi
96x/menit, frekuensi napas 28 x/menit. Pemeriksaan antropometri, TB : 148 cm,
BB : 38 Kg, IMT : 17,3 Kg/m2, LLA 17 cm. di ekstremitas superior dan inferior,
ditemukan muscle wasting dengan pemeriksaan kulit kesan kering. Hasil lab :
WBC : 13.800, HB : 10,5 g/dL, Trombosit : 487.000 u/L. GDS : 94 mg/dl. Hasil
foto thorax seperti pada gambar.

Setelah melakukan pemeriksaan, dokter kemudian memberikan penjelasan


kepada anak Tn.S tentang tindak lanjut penatalaksanaan penyakit Tn.S berikutnya,
sehubungan dengan infeksi, pengobatan dan tatalaksana gizi.

1
LEARNING OBJECTIVE

1. Definisi, epidemiologi, tanda dan gejala, serta tatalaksana TB paru


2. Intepretasi IMT
3. Cara menilai gizi buruk pada anak
4. Jalur pemberian nutrisi anteral dan paranteral (Indikasi dan kontraindikasi)
5. Penyakit apa saja yang menyebabkan gangguan menelan dan nafsu makan
menurun
6. Tatalaksana mual muntah dan efek samping OAT

2
1. Definisi, epidemiologi, tanda dan gejala, serta tatalaksana TB paru
Jawab :
A. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB yaitu mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ lainnya
(Zainuddin, 2014).
B. Epidemiologi
Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 5 besar dar 22 negara
di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%. Saat
ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB Resisten
Obat (Multi Drug Resistance/MDR) (Zainuddin, 2014).
C. Tanda & Gejala
1) Hasil Anamnesis
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala
umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang
disertai (Zainuddin, 2014) :
- Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau
- Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat
badan, keringat malam dan mudah lelah).
2) Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali
menemukan kelainan. Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/
amforik/ ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum (Zainuddin, 2014).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang untuk penegakkan diagnosis TB
paru akan ditemukan (Zainuddin, 2014) :
- Darah : limfositosis/monositosis, LED meningkat, HB turun.

3
- Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (BTA) atau kultur kuman dari
spesimen sputum/dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
- Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung,
cairan serebspinal, cairan pleura atau biopsi jaringan.
- Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/top lordotik
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak
awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas
membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai
yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis
(penebalan pleura), efusi pleura (sudut konstrofrenikus tumpul).
D. Tatalaksana TB
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut (Zainuddin, 2014) :
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi.
b. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose
Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
c. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.
d. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban
tanggung jawab kesehatan masyarakat.
e. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum
pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama.
f. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan
suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered
approach) dan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= directly
observed treatment) oleh seorang pengawas menelan obat.
g. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator
penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir
tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan.

4
h. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek
samping harus tercatat dan tersimpan.

Tabel 1. Dosis obat antituberkulosis KDT/FDC

Fase Intensif Fase Lanjutan


3x/minggu
Berat Harian Harian Harian 3x/minggu
(R/H/Z)
Badan (R/H/Z/E) (R/H/Z) (R/H) (R/H)
150/150/50
150/75/400/275 150/75/40 150/75 150/150
0
30-37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
i.

Tabel 2. Dosis obat TB berdasarkan berat badan (BB)

Rekomendasi dosis dalam mg/kgBB


Obat Harian 3x seminggu
INH 5 (4-6) max 300 mg/hr 10 (8-12) max 900 mg/dosis
RIF 10 (8-12) max 600 mg/hr 10 (8-12) max 600 mg/dosis
PZA 25 (20-30) max 1600 mg/hr 35 (30-40) max 2400 mg/dosis
EMB 15 (15-20) max 1600 mg/hr 30 (25-35) max 2400 mg/dosis

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan


lanjutan (Zainuddin, 2014) :

a. Tahap awal menggunakan panduan obat rifampisin, isoniazid,


pirazinamid dan etambutol.
- Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri dari 4 jenis
obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum
setiap hari dan diawasi secara langsung untuk menjamin kepatuhan
minum obat dan mencegah terjadinya kekebalan obat.

5
- Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya
penularan menurun dalam kurun waktu 2 minggu.
- Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif
(konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah
terjadi konversi pengobatan dilanujtkan dengan tahap lanjut
b. Tahap lanjutan menggunakan panduan obat rifampisin dan isoniazid
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan
isoniazid), namun dalam jangka waktu yg lebih lama (minimal 4
bulan).
- Obat dapat diminum secara intermitten yaitu 3x/minggu (obat
program) atau tiap hari (obat non program).
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut
(Zainuddin, 2014):
a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap
lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama
pengobatan seluruhnya 6 bulan.
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal
pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal
pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah
suntikan streptomisisn dan 1 bulan HRZE. Pengobatan tahap awal
diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan, 3
kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.
c. OAT sisipan : HRZE
Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada akhir
pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka diberikan
pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.

6
Sumber :
Zainuddin, A., et al. (2014). Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

2. Interpretasi IMT
Jawab :
Indeks massa tubuh (IMT) adalah kriteria yang paling banyak
digunakan untuk melihat status obesitas pada anak dan remaja. Adapun yang
mempengaruhi IMT meliputi usia, jenis kelamin, genetik dan aktivitas fisik.
Indeks massa tubuh adalah proses menentukan kelebihan berat badan yang
berdasarkan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pengukuran indeks
massa tubuh (IMT) yaitu dengan menggunakan rumus berat badan (BB) dibagi
tinggi badan (TB) kuadrat (kg/m 2). Ada beberapa kategori indeks massa tubuh
yaitu sebagai berikut (Miqdaddiati, 2021) :
a) Kurus/underweight : IMT < 17 kg/m2
b) Normal : IMT 17-23 kg/m2
c) Berat badan lebih/overweight : IMT > 23-27 kg/m2
d) Obesitas : IMT > 27 kg/m2
Sumber :
Miqdaddiati. (2021). Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
Kebugaran Jasmani pada Siswi Negeri 2 Tabanan. Majalah Ilmiah
Fisioterapi Indonesia. Vol. 9 (1). Viewed on 26 Oktober 2023. From :
ojs.unud.ac.id.

3. Cara menilai gizi buruk pada anak


Jawab :
Berikut beberapa indikator untuk menentukan status gizi anak
(Kemenkes RI, 2013) :
a) Jenis kelamin

7
b) Usia
c) Berat badan
d) Tinggi badan atau panjang badan
e) Lingkar kepala

Indikator usia, berat, serta tinggi badan, saling berkaitan untuk


menentukan status gizi anak. Ketiga indikator tersebut nantinya akan
dimasukkan ke dalam grafik pertumbuhan anak (GPA) yang juga dibedakan
sesuai jenis kelaminnya. Ada beberapa kategori yang digunakan untuk menilai
status gizi anak menggunakan GPA, yaitu (Kemenkes RI, 2013) :

a) Mengukur status gizi anak usia 0-5 tahun


Grafik yang digunakan untuk mengukur status gizi anak usia kurang dari 5
tahun yaitu grafik WHO 2006 (cut off z score). Penggunggnakan grafik
WHO 2006 dibedakan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
(Kemenkes RI, 2013).
- Berat badan berdasarkan umur (BB/U)
Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk
mengukur berat badan sesuai dengan usia anak. Penilaian BB/U dipakai
untuk mencari tahu kemungkinan seorang anak mengalami berat badan
kurang, sangat kurang, atau lebih. Namun, indikator ini biasanya tidak
bisa dipakai jika umur anak tidak diketahui secara pasti. Status gizi anak
berdasarkan BB/U yaitu (Kemenkes RI, 2013) :
 Berat badan normal: -2 SD sampai +1 SD
 Berat badan kurang: -3 SD sampai <-2 SD
 Berat badan sangat kurang: <-3 SD
 Risiko berat badan lebih: >+1 SD
- Status gizi tinggi badan berdasarkan umur anak (TB/U)
Indikator ini digunakan oleh anak usia 0—60 bulan dengan tujuan untuk
mengukur tinggi badan sesuai dengan usia anak. Penilaian TB/U dipakai
untuk megindentifikasi penyebab jika anak memiliki tubuh pendek.
Akan tetapi, indikator TB/U hanya bisa digunakan bagi anak usia 2—18
tahun dengan posisi berdiri. Sementara jika usianya masih di bawah 2

8
tahun, pengukurannya menggunakan indikator panjang badan atau PB/U
dengan posisi berbaring. Bila anak berusia di atas 2 tahun diukur tinggi
badannya dengan cara berbaring, nilai TB harus dikurangi dengan 0,7
sentimeter (cm). Status gizi anak berdasarkan TB/U yakni (Kemenkes
RI, 2013) :
 Tinggi: >+3 SD
 Tinggi badan normal: -2 SD sampai dengan +3 SD
 Pendek (stunting): -3 SD sampai dengan <-2 SD
 Sangat pendek (severe stunting): <-3 SD
- Berat badan berdasarkan tinggi badan (BB/TB)
Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk
mengukur berat badan sesuai dengan tinggi badan anak. Pengukuran ini
yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan status gizi anak.
Status gizi anak berdasarkan BB/TB yakni (Kemenkes RI, 2013) :
 Gizi buruk (severely wasted): <-3 SD
 Gizi kurang (wasted): -3 SD sampai <-2 SD
 Gizi baik (normal): -2 SD sampai +1 SD
 Risiko gizi lebih: >+1 SD sampai +2 SD
 Gizi lebih (overweight): >+2 SD sampai +3 SD

9
 Obesitas: >+3 SD
Gambar 1. Grafik pertumbuhan anak (GPA) dengan indikator BB/U

untuk anak laki-laki


Gambar 2. Grafik pertumbuhan anak (GPA) dengan indikator BB/U
untuk anak perempuan

10
b) Mengukur status gizi anak usia 5-18 tahun
Pengukuran status gizi anak usia di atas 5 tahun bisa menggunakan aturan
CDC 2000 (ukuran persentil). Persentil digunakan sebagai gambaran
berapa nilai IMT anak. Indeks massa tubuh digunakan pada usia ini karena
pada masa tersebut anak-anak mengalami pertambahan tinggi dan berat
badan yang berbeda-beda meski umurnya sama. Jadi, perbandingan tinggi
dan berat badan anak akan dilihat berdasarkan usianya. Sementara kategori
penilaian IMT anak di atas usia 5 tahun yakni (Kemenkes RI, 2013) :
 Gizi kurang (thinness): -3 SD sampai <-2 SD
 Gizi baik (normal): -2 SD sd +1 SD
 Gizi lebih (overweight): +1 SD sd +2 SD
 Obesitas: >+2 SD

Gambar 3. Grafik pertumbuhan anak laki-laki untuk IMT

11
Gambar 4. Grafik pertumbuhan anak perempuan untuk IMT
Sumber :
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedomana Pelayanan Gizi Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta : Kemenkes RI.

4. Jalur pemberian nutrisi enteral dan paranteral (Indikasi dan


kontraindikasi)
Jawab :
A. Jalur pemberian nutrisi enteral
1) Definisi
Nutrisi enteral adalah terapi pemberian nutrisi lewat saluran cerna
dengan menggunakan selang khusus (feeding tube). Cara pemberiannya
bisa melalui jalur hidung lambung (nasogastic tube) atau hidung-usus
(nasoduodenal tube atau nasojejunal route). Pemberian nutrisi enteral
juga bisa dilakukan dengan cara bolus atau cara infu lewat pompa infus
enteral (Mahakrisha, 2020).

12
2) Jenis terapi nutrisi enteral
- Bolus feeding
Pemberian formula enteral dengan cara bolus feeding dapat
dilakukan dengan menggunakan NGT/OGT, dan diberikan secara
terbagi setiap 3-4 jam sebanyak 250-350 ml. Bolus feeding dengan
formula isotonik dapat dimulai dengan jumlah keseluruhan sesuai
yang dibutuhkan sejak hari pertama, sedangkan formula hipertonik
dimulai setengah dari jumlah yang dibutuhkan pada hari pertama.
Pemberian formula enteral secara bolus feeding sebaiknya diberikan
dengan tenang, kurang lebih selama 15 menit, dan diikuti dengan
pemberian air 25-60 ml untuk mencegah dehidrasi hipertonik dan
membilas sisa formula yang masih beada di feeding tube
(Makahrisha, 2020).
- Continuous drip feeding
Pemberian formula enteral dengan cara continuous drip feeding
dilakukan dengan menggunakan infuse pump. Pemberian enteral
dengan cara ini diberikan dengan kecepatan 20-40 ml/jam dalam 8-
12 jam pertama, ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan toleransi anak (Mahakrishna, 2020).

Rute pemberian nutrisi enteral dan alatnya nutrisi enteral dapat diberika
langsung melalui mulut (oral) atau melalui selang makanan bila pasien
tak dapat makan atau tidak boleh per oral. Selang makanan yang ada
yaitu Mahakrishna, 2020) :

a) Selang nasogastrik
b) Selang nasoduodenal/nasojejunal
c) Selang dan set untuk gastrotomi atau jejunostomi
3) Indikasi
Pemberian nutrisi enteral diberikan pada pasien yang memerlukan
asupan nutrisi dengan saluran cerna yang masih berfungsi dengan baik.
Pemberian diet dengan nutrisi enteral kepada pasien diberikan jika
terjadi penurunan tingkat kesadaran, tidak mampu makan sendiri, atau

13
risiko aspirasi akibat disfagia yang menghalangi asupan gizi oral yang
adekuat, malnutrisi, gangguan gastrointestinal dan lainnya. Berikut
dijelaskan beberapa indikasi dukungan asuhan gizi enteral menurut
keadaan penyakit (Mahakrishna, 2020).
 Fistula gastrointestinal
Dukungan gizi berperan dalam manajemen penyembuhan kondisi
penyakit ini, melalui perbaikan status gizi dan pencegahan
morbiditas serta mortalitas akibat kehilangan cairan,
ketidakseimbangan elektrolit, dan malnutrisi. Asuhan gizi enteral
berhasil diberikan kepada pasien dengan keluaran fistula yang
terjadi di ileum distal atau kolon. Penelitian menunjukkan, bahwa
pemberian nutrisi enteral secara fistuloklisis aman dilakukan,
efektif, dan menjadi alternative yang murah dibandingkan gizi
parenteral pada pasien tertentu (Mahakrishna, 2020).
 Pankreatitis akut
Pemberian nutrisi enteral pada pasien dengan pankreatitis akut,
menjadi standar asuhan karena berhubungan dengan semakin
sedikitnya kejadian hiperglikemia dan komplikasi sepsis,
memperpendek hari rawatan, 6 hilangnya respon fase akut
sebagaimana yang diukur dengan protein reaktif-C (Mahakrishna,
2020).
 Penyakit radang usus
Penyakit radang usus mencakup penyakit crohn (Crohn’s desease)
dan kolitis ulseratif, UC). Pemberian nutrisi enteral merupakan
bentuk dukungan gizi yang paling cocok bagi pasien UC.
Pemberian nutrisi enteral pada kondisi ini dapat mempertahankan
status gizi dengan risiko komplikasi sepsis yang lebih rendah
(Mahakrishna, 2020).
 Penyakit hati
Pasien dengan penyakit hati berisiko mengalami ensefalopati
hepatica yaitu suatu keadaan terjadinya masalah metabolik yang

14
ditandai dengan peningkatan kadar sirkulasi asam amino aromatik
(Aromatic Amino Acid, AAA) dan penurunan asam amino rantai
cabang (branched chain amino acid, BCAA) dalam plasma.
Formula enteral yang ditambah BCAA bermanfaat secara teoritis
sebagai formula standar yang dapat meningkatkan keseimbangan
nitrogen untuk mencegah kelebihan jumlah asam amino aromatic
(AAA). Formula gizi enteral yang kaya ditambahkan dengan BCAA
sebaiknya diberikan kepada pasien dengan ensefalopati hepatica
kronis yang tidak mampu menoleransi sumber protein standar.
Selain itu, pemberian nutrisi enteral segera pasca-operasi pada
pasien yang menjalani transplantasi hati lebih dianjurkan daripada
pemberian nutrisi parenteral karena pemberian nutrisi enteral
mempercepat membaiknya keseimbangan nitrogen dan
berkurangnya infeksi. Penambahan prebiotik dan probiotik dalam
nutrisi enteral pasca-operasi juga dapat menurunkan laju infeksi
dibandingkan dengan pemberian nutrisi enteral saja (Mahakrishna,
2020).
 Penyakit kritis yang memerlukan alat bantu pernapasan
Pemberian nutrisi yang dibatasi pada pasien dengan penyakit kritis
sering dianjurkan karena pasien memulainya dengan gizi parenteral
untuk menghindari komplikasi kelebihan pemberian makan.
Pemberian makanan pada pasien kritis yang mempertimbangkan
toleransi pemberian juga harus memperhatikan kerusakan yang
mungkin timbul akibat kekurangan kalori yang terus terjadi, hal ini
dapat dibuktikan dengan 7 infeksi dan komplikasi total, lama rawat
inap (LOS) di Intensive Care Unit (ICU) dan penggunaan alat bantu
pernapasan (Mahakrishna, 2020).
 Luka bakar
Luka bakar adalah suatu keadaan yang secara metabolik mengalami
peningkatan pengeluaran energi. Seiring dengan terjadinya
peningkatan pengeluaran energi, pasien dengan luka bakar juga

15
harus mendapatkan peningkatan asupan. Penelitian menunjukkan,
pasien luka bakar yang mendapatkan nutrisi enteral sebesar 30
kkal/kg BBI, secara signifikan menurunkan angka kematian dan
kejadian sepsis. Pemberian nutrisi enteral yang diperkaya dengan
glutamin dapat mepercepat penyembuhan luka (Mahakrishna,
2020).
 Kehamilan
Terdapat hubungan langsung antara gizi maternal selama kehamilan
dan berat badan janin. Dukungan gizi dianjurkan pada wanita yang
mengalami kehilangan berat badan akibat hyperemesis gravidarum,
yang tidak juga membaik dengan terapi anti-emesis, hidrasi
intravena, dan modifikasi diet. Gizi enteral merupakan rute
dukungan gizi yang lebih disukai dan telah terbukti memicu
kenaikan berat badan serta mengontrol gejala mual dan muntah
pada pasien (Mahakrishna, 2020).
 Gangguan makan
Anoreksia nervosa merupakan gangguan makan yang dapat
menyebabkan malnutrisi. Dukungan gizi enteral dianjurkan pada
pasien yang gagal meningkatkan berat badan melalui nutrisi oral.
Pemberian nutrisi enteral melalui Nasogastrik Tube (NGT), lebih
efektif dibandingkan pemberian nutrisi secara oral (Mahakrishna,
2020).
 HID/AIDS
Penggunaan pengobatan antiretrovirus yang sangat sering diberikan
pada pengobatan pasien dengan HIV, pengobatan tersebut berhasil
menurunkan insiden infeksi oportunistik, namun memberikan efek
terhadap penurunan berat badan secara drastis. Sebesar 22-23%
pasien dengan infeksi HIV mengalami sindrom penyusutan otot
(wasting), salah satu penyebab kematian. Diare dan dugaan
malabsorpsi seharusnya tidak menghalangi suplemen oral dan gizi
enteral. Pada kasus diare 8 kronis, formula yang diberikan bersama

16
dengan trigliserida rantai-sedang sebagai sumber lemak telah
terbukti mengurangi frekuensi buang air besar dan memperbaiki
konsistensi tinja (Mahakrishna, 2020).
 Kanker
Malnutrisi pada pasien kanker dapat terjadi pada tahap sekunder
perjalanan penyakit atau sebagai efek samping pengobatan.
Kehilangan berat badan dapat dihubungkan dengan penurunan usia
harapan hidup dan status kinerja. Sebanyak 20-67% pasien dengan
kanker di area kepala dan leher mengalami malnutrisi. Status gizi
dapat terus memburuk akibat toksisitas, kemoterapi, radiasi dan
pembedahan. Pemasangan slang Nasogastrik Tube (NGT) dini,
sering dihubungkan dengan menurunnya angka pasien yang
mengalami penurunan berat badan, gangguan pengobatan, dan
dehidrasi. Pasien kanker yang belum dapat mengkonsumsi makanan
secara oral, umumnya masih membutuhkan gizi enteral jangka
panjang akibat adanya disfagia persisten sehingga gizi enteral
tersebut tidak hanya berperan sebagai tambahan, melainkan sebagai
intervensi gizi yang utama untuk mempertahankan hidup
(Mahakrishna, 2020).
 Gangguan neurologi
Gangguan neurologi seperti stroke, cedera otak traumatik, dan
cedera sum-sum tulang makan dapat menggangu fisiologi normal.
Dukungan gizi sering diusulkan jika terjadi penurunan tingkat
kesadaran, tidak mampu makan sendiri, atau risiko aspirasi akibat
disfagia yang mengahalangi asupan gizi oral yang adekuat. Rowan
et al melaporkan bahwa pemberian gizi enteral dini aman dilakukan
bahkan pada tahap akut cedera sum sum tulang belakang.
Permulaan gizi enteral dalam 72 jam sejak masuk rumah sakit telah
terbukti memperpendek lama rawat inap pada pasien stroke
(Mahakrishna, 2020).
4) Kontraindikasi

17
Kontraindikasi pemberian nutrisi secara enteral diantaranya keadaan
dimana saluran cerna tidak berjalan sesuai mestinya, kelainan anatomi
saluran cerna, iskemia saluran cerna dan peritonitis berat (Mahakrishna,
2020).
B. Jalur pemberian nutrisi paranteral
1) Definisi
Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan.
Nutrisi ini dapat diberikan kepada orang yang tidak mampu menyerap
nutrisi melalui saluran pencernaan karena muntah yang tidak terhenti,
diare berat, atau penyakit usus (Ardi, 2022).
2) Jenis terapi parenteral
- Terapi parenteral jangka pendek
Terapi parenteral jangka pendek (3 sampai 5 hari pada pasien tanpa
defisit gizi) setelah prosedur bedah tanpa komplikasi sering
diberikan dengan cairan hipokalorik, nonnitrogen glukosa-elektrolit.
Sebagai contoh, cairan glukosa, 5% sampai 10% dengan suplemen
natrium, klorida, dan elektrolit lainnya umum diberikan untuk terapi
jangka pendek. Cairan ini memberikan kebutuhan elektrolit dan
cairan total dan kalori yang cukup untuk mengurangi katabolisme
protein dan mencegah ketosis. Sebagai contoh, infus harian 150 g
glukosa mempertahankan metabolisme otak dan eritrosit dan
mengurangi katabolisme protein dari otot skelet dan organ dalam.
Asam amino dapat memiliki efek hemat-protein yang lebih besar
dibandingkan glukosa, tapi asam amino tanpa glukosa tidak
sepenuhnya mencegah balans nitrogen 9 negatif setelah operasi
mayor. Lebih mahalnya cairan asam amino dibanding potensi
manfaatnya telah mencegah popularitas penggunaannya
menggantikan glukosa untuk terapi jangka pendek. Infus perifer
emulsi lemak dapat diberikan sebagai sumber kaloti nonprotein
untuk menambah cairan yang disuplai glukosa (Ardi, 2022).

18
- Terapi parenteral jangka panjang
TPN (hiperalimentasi IV) adalah teknik memberikan kebutuhan
nutrisi total dengan infus asam amino digabungkan dengan glukosa
dan sejumlah lemak yang beragam. Massa tubuh tanpa lemak
dijaga, penyembuhan luka ditingkatkan, dan mungkin ada juga
perbaikan pada mekanisme respon imun yang terganggu. Cairan
TPN mengandung proporsi kalori dari glukosa yang besar sehingga
bersifat hipertonik. Karena hal ini, cairan ini harus diinfuskan
melalui vena sentral dengan aliran darah yang tinggi untuk
memberikan dilusi yang cepat. Kateter biasanya dipasang secara
perkutan ke vena subklavia dan diarahkan ke atrium kanan. Cairan
nutrisi parenteral biasanya diinfuskan secara terus-menerus selama
24 jam. Karena cairan yang digunakan saat ini tidak hipertonik dan
hiperkalorik seperti dulu, tidak ada kekhawatiran bahwa pasien
akan menjadi hipoglikemi jika infus diberhentikan secara tiba-tiba
tapi tetap harus dipertimbangkan. Elektrolit serum, konsentrasi gula
darah, dan blood urea nitrogen harus diukur secara periodik selama
TPN. Tes fungsi hepar dan ginjal juga direkomendasikan tapi dapat
dilakukan dalam interval yang lebih jarang (Ardi, 2022).
3) Indikasi
Indikasi pemberian nutrisi parenteral secara umum adalah untuk pasien
malnutrisi dan berisiko mengalami malnutrisi yang kontraindikasi/
tidak dapat menerima makanan melalui saluran cerna. Selain itu, juga
bagi pasien yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat tercukup hanya
dengan pemberian nutrisi melalui saluran cerna. Beberapa kondisi yang
berisiko mengalami malnutrisi dan mungkin memerlukan nutrisi secara
intravena antara lain (Ardi, 2022) :
 Gangguan penyerapan atau kehilangan nutrisi
Misal sindrom usus pendek (short bowel syndrome), pengeluaran
cairan fistula saluran cerna > 500 ml/hari, serta gangguan mukosa
usus halus yang disebabkan oleh radiasi atau kemoterapi, enteropati

19
akibat autoimun, atau diare pada bayi yang sulit sembuh (Ardi,
2022).
 Obstruksi usus mekanis
Sumbatan lumen usus dapat terjadi karena penyempitan, perlekatan,
inflamasi, kanker peritoneum, serta superior mesentric artery
syndrome (penekanan duodenum oleh aorta dan arteri superior
mesentric). Oleh karena itu, pasien dengan obstruksi usus mekanis
akan mengalami muntah berulang dan terbatas dalam menerima
asupan secara oral (Ardi, 2022).
 Pembatasan asupan oral atau enteral
Kondisi ini terjadi apabila pasien dengan iskemik usus dan
pankreatitis berat (Ardi, 2022).
 Gangguan motilitas
Gangguan motilitas dapat terjadi pada ileus berkepanjangan,
pseudo-obstruction dan gangguan perlekatan usus yang berat (Ardi,
2022).
 Ketidakmampuan mempertahankan akses enteral
Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami perdarahan
aktif saluran cerna, atau pada bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) (Ardi, 2022).
 Pasien kritis
Society of Critical Care Medicine (SCCM) dan American Society
for Parenteral and Enteral Nutrition (A.S.P.E.N.)
merekomendasikan pemberian nutrisi parenteral segera pada pasien
ICU yang kontraindikasi dengan pemberian nutrisi enteral,
mengalami malnutrisi berat, atau termasuk kategori high nutrition
risk (NRS >3). Selain itu, rekomendasi pemberian nutrisi parenteral
sebagai tambahan nutrisi enteral juga untuk pasien yang tidak dapat
mencapai setidaknya 60% kebutuhan energi dan protein setelah 7-
10 hari perawatan di ICU. Rekomendasi waktu pemberian nutrisi
secara intravena sebagai tambahan tidak bersifat mutlak, bergantung

20
pada keparahan penyakit dan risiko malnutrisi pada pasien (Ardi,
2022).
 Pasien kanker
Ketika pemberian makanan secara oral atau enteral tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan kalori. Contohnya pada
pasien enteritis radiasi yang berat, mengalami malabsorpsi berat,
obstruksi usus kronis, atau kanker peritoneum. Pemberian nutrisi
parenteral merupakan kontraindikasi bagi pasien dengan saluran
cerna yang dapat berfungsi dengan baik untuk mengabsorpsi
makronutrien dan mikronutrien secara adekuat. Kontraindikasi
relatif lainnya adalah akses vena yang sulit, risiko pemberiannya
lebih besar dari manfaatnya, dan kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk menerima dukungan nutrisi secara agresif
(Ardi, 2022).
4) Kontraindikasi
- Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan
kemoterapi.
- Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat
- Pankreatitis akut ringan
- AIDS
- Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi
- Luka bakar
- Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness)
Sumber :hjo
Ardi, L. (2022). Pemberian Nutrisi Parenteral pada Bayi dan Anak. Cermin
Dunia Kedokteran. Vol. 49 (11) : 635-640. Viewed on 26 November
2023. From : cdkjournal.com.
Mahakrishna, B. N., et al. (2020). Hubungan Tipe Pemberian Nutrisi dengan
Luaran Pasien dan Lama Rawat Pasien Acute Respiratory Distress
Syndrome yang Dirawat di Unit Pwrawatan Intensif Anak RSUP

21
Sanglah. Medicina. Vol. 51 (1) : 17-22. Viewed on 26 Oktober 2023.
From : medicinaudayan.org.

5. Penyakit apa saja yang menyebabkan gangguan menelan dan nafsu


makan menurun
Jawab :
Penurunan nafsu makan dan gangguan menelan dapat disebabkan
oleh berbagai kondisi media. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
gejala tersebut antara lain (Thiyagalingam, 2021) :
a) Infeksi
Infeksi bakteri atau virus, seperti gastroenteritis, radang paru-paru, flu,
infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA), infeksi pada kulit, radang
usus besar dan meningitis dapat menyebabkan penurunan nafsu makan
(Thiyagalingam, 2021).
b) Kondisi yang menyebabkan sesak napas
PPOK, pnuemonia, asma, emboli paru, serta gagal jantung kongestif
(Thiyagalingam, 2021).
Sumber :
Thiyagalingam, Shanojan, et al. (2021). "Dysphagia in older adults." Mayo
Clinic Proceedings. Vol. 96. No. 2. Viewed on 27 Oktober 2023.
From : sciencedirect.com.

6. Tatalaksana mual muntah dan efek samping OAT


Jawab :
Efek tidak diinginkan OAT dapat diklasifikasikan menjadi mayor dan
minor. Pasien yang mengalami efek samping OAT minor sebaiknya
melanjutkan pengobatan dan diberikan terapi simptomatik. Pada pasien yang
mengalami efek samping mayor maka panduan OAT atau OAT penyebab
sebaiknya dihentikan pemberiannya.
Tabel 3. ETD OAT

Efek tidak diinginkan Kemungkinan Obat Pengobatan

22
(ETD) Penyebab
Mayor Hentikan obat penyebab dan
rujuk kepada dokter ahli
segera
Ruam kulit dengan atau tanpa Sterptomisin, isoniazid, Hentikan OAT
gatal rifampisin, pirazinamid
Tuli (Tidak didapatkan Streptomisin Hentikan streptomisin
kotoran yang menyumbat
telinga pada pemeriksan
otoskopi
Pusing (vertigo dan Streptomisin Hentikan streptomisin
nistagmus)
Jaundis (penyebab lain Isonaiazid, pirazinamid, Hentikan OAT
disingkirkan), hepatitis rifampisin
Bingung (curigai gagak hati Sebagian besar OAT Hentikan OAT
akut terinduksi obat bila
terdapat jaundis)
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
(singkirkan penyebab
lainnya)
Syok, purpura, gagal ginjal Streptomisin Hentikan streptomisin
akut
Minor Lanjutkan OAT, cek dosis OAT
Anoreksia, mual, nyeri perut Pirazinamid, rifampisin, Berikan obat dnegan bantuan
isoniazid sedikit makanan atau menelan
OAT sebelum tidur, dan
sarankan untuk menelan pil
secara lambat dengan sedikit
air. Bila gejala menetap atau
memburuk, atau muntah
berkepanjangan atau terdapat

23
tanda-tanda perdarahan,
pertimbangkan kemungkinan
ETD mayor dan rujuk ke
dokter ahli segera.
Nyeri sendi Isoniazid Aspirin atau obat antiiflamasi
nonstreoid, atau parasetamol
Rasa terbakar, kebas atau Isoniazid Piridoksin 50-75 mg/hari
kesemutan di tangan dan kaki
Rasa mengantuk Isoniazid Pastikan untuk memberi obat
sebelum tidur
Air kemih berwarna Rifampisin Pastikan pasien diberitahukan
kemerahan sebelum mulai minum obat dan
bila hal ini terjadi adalah
normal
Sindrok flu (demam, Pemberian rifampisin Ubah pemberian rifampisin
menggigil, malaise, sakit intermiten intermiten menjadi setiap hari
kepala, nyeri tulang)
Sumber :
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta : Kemenkes RI.

24
25

Anda mungkin juga menyukai