Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

NAMA PENYAKIT:TUBERKULOSIS (TB)


PARU

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

PPK 00 1/7

PERIODE KSM
PARU
1 Februari 2022

1. Pengertian (Definisi) Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular lagsung yang


disebabkanoleh kuman TB yaitu Mycobacterium
tuberculosis. Sebagaian besar kuman TB menyerang paru,
namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Indonesia
merupakan Negara yang termasuk sebagai 5 besar dari 22
negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di
Indonesia sebesar 5,8 %. Saat ini timbul kedaruratan baru
dalam penanggulanan TB, yaitu TB Resistensi Obat (Multi
Drug Resistance/MDR)
2. Anamnesa Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.
Gejala umum TB paru adalah batuk produktif lebih dari 2
minggu, yang disertai :
3.1 Gejala pernafasan (nyeri dada, sesak nafas,
hemoptysis) dan/atau
3.2 Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan,
penurunan berat badan, keringat malam dan mudah
lelah)
Selain itu pada penderita TBC perlu diperhatikan umur,
karena tersering pada usia produktif dan adakah riwayat
pengobatan sebelumnya
3. Pemeriksaan Fisik Kelainan pada TB paru tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada awal permulaan perkembangan penyakit
umumnya sulit sekali menemukan kelainan. Pada auskultasi
terdengar suara nafas bronkhia/amforik/ronkhi basah/suara
nafas melemah di apex paru, tanda- tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan International Standards for Tuberculosis care
(ISTC 2014)

5. Diagnosis Kerja TUBERKULOSIS (TB) PARU

6. Diagnosis Banding 6.1 Pneumoni


6.2 Tumor Paru
7. Pemeriksaan 7.1 Darah : limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb
Penunjang turun.
7.2 TCM ( Test Cepat Molekuler )
7.3 Pemeriksaan mikroskopis kuman TB ( Bakteri Tahan
Asam/BTA) atau kultur kuman dari spesimen
sputum/dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
7.4 Untuk TB non Paru, spesimen dapat diambil dari bilas
lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun
biopsy jaringan.
7.5 Radiologi dengan foto toraksPA-Lateral/top lordotik.

Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran


bercak – bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau
bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma.
Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas
(bayangan yang berupa cincin berdinding tipis), pleuritis
(penebalan pleura), efusi pleura ( sudut kostrofrenikus
tumpul)

8. Tatalaksana: 8.1 Tujuan pengobatan


8.2.1 Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup
dan produktivitas pasien.
8.2.2 Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek
lanjutan.
8.2.3 Mencegah kekambuhan TB.
8.2.4 Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
8.2.5 Mencegah terjadinya resistensi obat dan
penularannya.
8.2 Prinsip – prinsip terapi :
8.2.1 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan
dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan
monoterapi.
8.2.2 Pemakaian OAT- Kombinasi Dosis Tepat (KDT)/
Fixed Dose Combination (FDC) akan lebih
menguntungkan dan dianjurkan.
8.2.3 Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam
keadaan perut kosong.
8.2.4 Setiap praktisi yang mengobati pasien
tuberculosis mengemban tanggung jawab
kesehatan masyarakat.
8.2.5 Semua pasien ( termasuk mereka yang terinfeksi
HIV) yang belum pernah diobati harus diberi
panduan obat lini pertama.
8.2.6 Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat
hingga selesai, diperlukan suatu pendekatan yang
berpihak kepada pasien (patient centered
approach) dan dilakukan dengan pengawasan
langsung (DOT = directly observed treatment)
oleh seorang pengawas menelan obat.
8.2.7 Semua pasien harus dimonitor respon
pengobatannya. Indicator penilaian terbaik
adalah pemeriksaan dahak berkala, yaitu pada
akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir
pengobatan.
8.2.8 Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons
bakteriologis dan efek samping harus tercatat
dan tersimpan.
8.3 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap
awal dan lanjutan
8.3.1 Tahap awal menggunakan panduan obat
rimfapisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol.
8.3.1.1 Pada tahap awal pasien mendapat obat yang
terdiri dari 4 jenis (rimfapisin,
isoniazid,pirazinamid dan etambutol) diminum
setiap hari dan diawasi secara langsung untuk
menjamin kepatuhan minum obat dan
mencegah terjadinya kekebalan obat.
8.3.1.2 Bila pengobatan tahap awal diberikan secara
adekuat, daya penularan menurun dalam
kurun waktu 2 minggu.
8.3.1.3 Pasien TB paru BTA positif sebagian besar
menjadi negative (konversi) setelah
menyelesaikan pengobatan tahap awal.
Setelah terjadi konversi pengobatan
dilanjutkan dengan tahap lanjutan.
8.3.2 Tahan lanjutan menggunakan panduan obat
rimfapisin dan isoniazid
8.3.2.1 Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis
obat (rimfapisin dan isoniazid), namun dalam
jangka waktu yang lebih lama (minimal
4bulan).
8.3.2.2 Obat dapat diminum secara intermitten yaitu
3x/minggu (obat program) atau tiap hari
(obat non program)
8.3.2.3 Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
8.4 Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh
Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia adalah sebagai berikut :
8.4.1 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan
diberikan tiap hari dan tahap lanjutan selama 4 bulan
diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama
pengobatan seluruhnya 6 bulan.
8.4.2 Kategori 2 : 2HREZ/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB
kambuh, gagal pengobatan, putus berobat/default).
Pada kategori 2,tahap awal pengobatan selama 3
bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah suntikan
streptomisin, dan 1 bulan RHZE. Pengobatan tahap
awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan
RHE selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama
pengobatan 8 bulan.
8.4.3 OAT sisipan RHZE
Apabila pemeriksaan dahakmasih positif (belum
konversi) pada akhir pengobatan tahap awal kategori
1 maupun kategori 2, maka diberikan pengobatan
sisipan selama 1 bulan dengan RHZE.
9. Edukasi Konseling dan edukasi

(Hospital Health 9.1 Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga


Promotion) tentang penyakit tuberculosis.
9.2 Pengawasan ketaatan minum obat dan control secara
teratur.
9.3 Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan.
10.Prognosis Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan
terapi sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB
dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.
Kriteria hasil pengobatan :
10.1 Sembuh : pasien telah menyelesaikan
pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan
apusan dahak ulang (follow up), hasilnya
negative pada foto torax AP dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya.
10.2 Pengobatan lengkap : pasien yang telah
menyelesaikan pengobatan secara lengkap
tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak
ulang pada foto toraks AP dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya.
10.3 Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun.
10.4 Putus berobat (default) : pasien yang tidak
berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatan selesai.
10.5 Gagal : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan ke lima atau selama pengobatan.
10.6 Pindah ( transfer out) : pasien yang dipindah ke
unit pencatatan dan pelaporan (register) lain
dan hasil pengobatan tidak diketahui.
11.Tingkat Evidens

12.Tingkat
Rekomendasi

13.Penelaah Kritis SMF Paru

14.Indikator Klinis dan Laboratorium

Kriteria Rujukan
1. Pasien dengan hasil TCM (+)
2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak
menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam
jangka waktu tertentu\
3. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
4. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka
waktu tertentu
5. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan
komorbid)
6. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-
MDR.

15.Kepustakaan 15.1 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis.


PDPI. Jakarta. 2011. (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2011)
15.2 Direktorat Jendral Pengendalian dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman nasional pengendalian
tuberculosis. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI.
2011.(Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehat Lingkungan.2011)
15.3 Panduan tata laksana tuberculosis sesuai ITSC
dengan strategi DOTS untuk praktik dokter swasta
(DPS).Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan
Ikatan Dokter Indonesia.Jakarta. 2012. (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
15.4 Tuberculosis Coalition for Technical Assistance
International Standards for Tuberculosis Tare
(ISTC).3nd Ed. Tuberculosis Coalition for Technical
assistance. The Hague. 2014.
15.5 Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L.Hauser, S.L. et
al. Mycobacterial disease : Tuberkulosis. Harisson’s :
principle of internal medicine.17th Ed.
15.6 New York : McGraw-Hill Companies. 2009 : hal.
1006-1020. (Braunwald, et al.,2009)

Penyangkalan (Disclaimer ):

Modifikasi terhadap PPK hanya dapat dilakukan atas dasar keadaan yang
memaksa untuk kepentingan pasien, antara lain keadaan khusus pasien,
kedaruratan, dan keterbatasan sumber daya, modifikasi tersebut harus dicatat
dalam rekam medis.

Jakarta, 1 Februari 2022

Ketua Komite Medik Ketua SMF PARU

dr. Riza Mansyoer, SpA dr. Rita Novariani, SpP

Anda mungkin juga menyukai