Disusun oleh:
Pembimbing:
Pendamping:
BAB I .................................................................................................................................2
1.1 TUBERKULOSIS.......................................................................................................2
BAB II .............................................................................................................................23
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 TUBERKULOSIS
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
2
sebanyak 465.000 (400.000 – 535.000) kasus TB MDR/RR baru. Pada tahun
2019, diperkirakan sebanyak 3,3% dari TB Paru kasus baru dan 18% dari TB
Paru dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya merupakan TB multidrug-
resistant atau rifampicin-resistant (TB MDR/RR) dengan jumlah absolut
sebanyak 465.000 (400.000 – 535.000) kasus TB MDR/RR baru.
3
Gambar 11. Alur diagnosis TB 2021
D. Klasifikasi
4
Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.
5
E. PATOGENESIS
F. TATALAKSANA TB
6
(metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat bersifat membunuh
kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif).
7
Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
8
Eta bakte -
mbutol (E) riostatik
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
menelan obat) sampai selesai masa pengobatan
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal sertatahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
2RHZE/4RH
Pasien dengan TB-SO diobati menggunakan OAT lini pertama. Dosis yang
digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
9
Tabel. Dosis OAT lepasan lini pertama untuk pengobatan TB-SO
10
Perubahan pengobatan berdasarkan guideline 2021, sebagai berikut :
Obat Anti TBC (OAT) Kategori 1 fase awal dan lanjutan dengan dosis
harian. OAT Kategori 1 dosis harian mulai dipergunakan pada tahun 2021,
prioritas pemberian OAT ini untuk :
3. Kasus TBC dengan hasil MTB Pos Rifampisin sensitive dan Rifampisin
indeterminate dengan Riwayat pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal, dan
lost to follow up).
11
:
anemia hemolitik
yang akut, gagal ginjal
12
Strepto Reaksi Kerusakan saraf
misin (S) hipersensitifitas : demam,VIII yang berkaitan dengan
sakit kepala, muntah dankeseimbangan dan
eritema pada pendengaran
Kulit
13
Hasil Pengobatan Pasien TB
A. DEFINISI
14
OAT. Rechallenge dengan obat terduga yang mengakibatkan peningkatan
ALT >2 kali dan penurunan kembali ALT jika obat dihentikan merupakan cara
konfirmasi diagnosis terkuat. Panduan obat anti tuberkulosis lini pertama yang
banyak digunakan adalah obat kombinasi (KDT) mengandung obat
Isoniazid(H), Pirazinamid(Z), Rifampicin(R), Streptomisin(S), Etambutol(E)
oabat tersebut adalah panduan obat yang berpotensi memberikan efek samping
hepatotoksik. Pemberian isoniazid kerap menimbulkan gangguan fungsi
hati(berupa hepatitis).
B. EPIDEMIOLOGI
Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Saiful Anwar pada tahun 2015
diperoleh 25 pasien yang mengalami hepatitis akibat OAT dengan nilai insiden
sebesar 5,4%. Gejala-gejala yang paling sering timbul adalah rasa mual dan
muntah (48%). Terjadi hepatitis ringan (20%), sedang (48%), berat (4%), dan
sengat berat (4%). Sebanyak 60% tanpa penyakit penyerta. Efek Hepatitis yang
menyebabkan pemberhentian OAT sementara sebesar 56% kasus dan yang tetap
meneruskan OAT sebesar 44% kasus, rata-rata durasi terapi hepatitis akibat Obat
Anti Tuberkulosis adalah 18 hari. Hepatitis akibat OAT dapat mempengaruhi
angka keberhasilan (outcome) terapi. Adanya insiden hepatitis akibat OAT dan
besarnya populasi Hepatitis tersebut di Rumah Sakit Saiful Anwar menunjukkan
bahwa mendeteksi efek negatif dari terapi OAT sangatlah penting.
15
Gejala klinis bervariasi dari gejala ringan seperti kehilangan nafsu
makan, kelelahan, nyeri perut, demam, dan ikterus dengan pentingkan
transaminase hingga gejala gagal hati akut. Jika terjadi hepatotoksisitas yang
diinduksi obat selama pengobatan TB, maka pengobatan dapat dihentikan
hingga gejala klinis hilang selama dua minggu dan fungsi hati kembali normal.
Dan pirazinamid tidak digunakan untuk pengobatan selanjutnya.
D. TIPE DILI
Hepatic Adaptation
16
asidosis metabolik, umumnya dapat dikembalikan jika obat dihentikan. Dan
akan terjadinya sirosis hati.
Hepatitis Granulomatosa
Kolestasis
Preexisting Disease
E, PATOGENESIS
17
Mekanisme pasti serta faktor yang dipengaruhi belum terungkap dengan
jelas.
Dapat mengenai hepatosit, sel epitel bilier, dan atau vaskularisasi hepar.
F. DIAGNOSIS
18
2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat
adalah sangatsugestif (penurunan enzim hati
paling tidak 50% di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau
sugestif (penurunan kadar enzim paling tidak 50% dalam 30 hari
untuk reaksi hepatoseluler, dan 180 hari untuk reaksi kolestatik)
dari reaksi obat.
Nilai ALT atau AST yang abnormal dapat ditemukan pada pasien-
pasien dengan gejala klinis penyakit hati sehingga memperkuat diagnosis,
maupun pada pasien yang tidakmenampakkan kelainan fisik. Menemukan
penyebab peningkatan enzim pada pasien yangsecara klinis terlihat normal ada
kalanya menjadi tantangan yang tidak mudah
dipecahkan.Pada sebagian besar penyakit nekroinflamasi hati ALT maupun A
ST akan meningkat.Peningkatan paling mencolok biasanya terlihat pada
hepatitis viral akut, hepatitis imbas obat,dan hepatitis iskemi.
G. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
19
Chiari syndrome, Penyakit hati alkoholik, Penyakit hati kolestatik, Penyakit ha
ti yangberhubungan dengan kehamilan, Keganasan, Penyakit Wilson,
Hemokromatosis, GangguanKoagulasi
H. TATALAKSANA
20
Pengobatan TB dihentikan sampai fungsi hepar kembali normal
(ditandai dengan kembalinya nilai SGPT hingga kurang dari 2 kali batas atas
nilai normal) dan gejala klinis (mual atau nyeri perut) menghilang. Apabila
tidak memungkinkan untuk melakukan tes fungsi hepar, maka sebaiknya
menunggu 2 minggu setelah jaundice atau kuning dan nyeri atau tegang perut
menghilang sebelum diberikan OAT kembali.
21
Bila pirazinamid dihentikan pada fase intensif, maka panduan
RH pada fase lanjutan diperpanjang hingga 9 bulan
I. PROGNOSIS
22
BAB II
IDENTITAS PASIEN
Usia : 60 Tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
23
mual- mual Sejak 2 Hari SMRS
Pasien datang ke IGD pada Tanggal 2 September 2023 dengan keluhan mual-mual
sejak 2 hari SMRS. Pasien mengatakan saat itu sedang kontrol ke poli paru lalu
pasien dibawa ke ruang IGD karena keluhan disertai muntah 2x, lemas lesu, pusing,
nyeri perut. Pasien juga mengatakan keluhan disertai batuk berdahak tapi sulit
dikeluarkan, BB turun dari 57-45 Kg, Baju terasa sangat longgar, nafsu makan
menurun, keringat di malam hari tanpa aktivitas fisik. lalu pasien dirawat di ruang
Wijaya Kusuma oleh dr. Anti Sp.P.
Riw. Pengobatan waktu pertama dirawat apada tanggal 27-8 2023 dan
dilakukan pungsi pleura( pasien mengatakan disuntik dikeluarkan cairan di dada,
cairan wahana keruh kecoklatan) setalah dirawat 3 hari di RSUD Cileungsi pasien
pulang tgl 30-08-2023. Obat TB masih diminum, dan diberikan 4FDC warna merah
3 tablet 1 kali sehari. Setelah itu kontrol ke poli paru dgn dr. Anti Sp.P di RSUD
Cileungsi pada tgl 2-09-2023 hari Sabtu, diminta stop obat TB karena mual, muntah,
nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas. Setelah itu pasien dianjurkan untuk dirawat
kembali dan langsung dibawa ke IGD RSUD Cileungsi
24
poli paru dgn dr. Anti Sp.P di RSUD Cileungsi pada tgl 2-09-2023 hari Sabtu,
diminta stop obat TB karena mual, muntah, nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas.
Setelah itu pasien dianjurkan untuk dirawat kembali dan langsung dibawa ke IGD
RSUD Cileungsi.
Riwayat Pengobatan TB paru waktu pertama dirawat apada tanggal 27-8 2023, dan
pasien dilakukan tindakan pungsi pleura ( pasien mengatakan disuntik dikeluarkan
cairan di dada, cairan wahana keruh kecoklatan) setalah dirawat 3 hari di RSUD
Cileungsi pasien pulang tgl 30-08-2023.
Riwayat diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit
paru, TB, HIV, alergi disangkal. Pasien mengatakan tidak ada yang menderita TB
di lingkungan rumah.
Pasien bekerja sebagai wiraswasta, terpapar debu. Pasien juga memiliki riwayat
merokok sejak masih remaja, namun sudah berhenti sejak sakit.
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
25
Suhu : 36,50C
Status Generalis
Kepala : Normocephal, simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), edema palpebra (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3mm/3mm
Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Paru
Palpasi : Tidak teraba masa, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri tekan, vokal
fremitus kanan/kiri agak redup
26
Auskultasi : rhonki +/+ halus, wheezing -/-.
Jantung
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, thrill (-),
kuat angkat(-)
Abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba, ballottement (-)
Pemerikaan Penunjang
Hematologi
27
Hemoglobin 13,0 – 16,0 g/dL 13,6
Hematokrit 40 - 48 % 41
MCV 82 – 92 fL 80
MCH 27 – 31 pg 27
MCHC 32-36g/dL 33
Differential Basofil
Eosinofil Netrofil
0-1 1
Limfosit
1-3 3
Monosit
50 – 70 79
20 – 40 9
2-8 8
SARS COV 2
Kimia Darah
Fungsi Ginjal
28
Creatinin 0,5 – 1,5 mg/dL 0,7
Imunoserologi
Elektrolit
KIMIA KLINIK
Fungsi Liver
tgl 02/09/23
tgl 05/09/23
29
ALT (SGPT) <42 U/L 550
EKG
Rontgen Thorax
30
Interpretasi:
Pulmo:
Hilli normal
Corakan bronkovaskular normal
Tampak infiltrate di lapang paru bilateral
Tampak perselubungan dihemithorax kiri
Kesan:
TB Paru aktif
Efusi pleura kiri perbaikan —> dibandingkan tanggal 29-08-
2023
Diagnosis
Diagnosis Banding
3. Efusi Pleura
4. Pleurotis TB
Diagnosis Kerja
31
2. DIH (Drug Induce Hepatitis)
Tatalaksana
8. Ondansentron Tab 4 mg PO
8. OAT (Tunda)
Prognosis
FOLLOW UP
32
Tanggal S O A P
Ondansentron
P : fremitus kanan=kiri
Tab 3x4 mg PO
P : sonor kanan=kiri
A : Rh +/+, Wh-/-
33
S : 36,9C Tab 3x1 PO
Curcuma
SpO2 : 97% Room Air
Tab 3x500 mg PO
Sucralfate Syr
Paru : 3x5ml PO
Hp pro tab 2x1 PO
I : Simetris kanan=kiri
Inj.Omeprazole
P : fremitus kanan=kiri
1x40 mg IV
34
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
n berasal dari paru. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada selera pasien
ikterik, nyeri abdomen, dan jaundice. Pada pemeriksaan paru ditemukan auskultasi
ditemukan rhonki kanan +/kiri +, pemeriksaan paru fremitus menurun, suara nafas
menurun di hemithoraks kiri. Karena pada pasien ini sebelumnya didiagnosis TB
Paru dengan Efusi pleura tapi sudah dilakukan pengambilan cairan pleura di bulan
sebelumnya, saat ini dari hasil foto toraks didapatkan efusi pleura membaik
dibandingkan sebelumnya. Maka itu pasien ini lebih diagnosis utama TB OAT
dengan DIH berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yg ditemukan.
penyebab DIH pada pasien adalah karena konsumsi OAT KDT(4FDC) karena
keluhan di anamnesis dan pemeriksaan fisik ada saat berapa minggu ini
mengkonsumi OAT tersebut. Saat di rawat OAT di tunda dulu, dan pasien di cek lab
SGOT dan SGPT selama dirawat karena hal ini ada kaitan nya dengan diagnosis
pasien. dimanja SGOT dan SGOT pasien meningkat 2 kali lipat nilai normal
35
DAFTAR PUSTAKA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2021, Tentang Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia (Buku Guideline TB 2021)
Roche W. Basic Pathology. Vol. 47, Journal of Clinical Pathology. 2013. 95-96 p.
Canadian Thoracic Society and The Public Health Agency of Canada and Licensor.
Chapter 2, Transmission and pathogenesis of tuberculosis. Can Tuberc Stand 7th
Ed 2013 2014;1–16.
36