Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI LAPORAN KASUS

TB PARU DENGAN DRUG INDUCE HEPATITIS

Disusun oleh:

Siti Adibah Nuramira

Pembimbing:

rrrrr. Sri Hastuti Harijanti, Sp.P

Pendamping:

dr. Aprizal, MARS

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD CILEUNGSI
1
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................2

1.1 TUBERKULOSIS.......................................................................................................2

1.2 TB DENGAN IMBAS OBAT HEPATITIS.............................................................14

BAB II .............................................................................................................................23

2.1 ILUSTRASI KASUS ................................................................................................23

BAB III PEMBAHASAN KASUS.................................................................................35

1
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 TUBERKULOSIS

A. DEFINISI

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan


oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis complex. Bakteri ini berbentuk batang
dan bersifat tahan asam atau Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman
TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru,
namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya
seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya. Cara
transmisi tuberkulosis adalah melalui melalui percik renik atau droplet nukleus
di udara.

B. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan Global TB Report 2021 pada tahun 2020 Insidens kasus


yakni 10 juta (8,9–11 juta) dengan asus meninggal (HIV negatif) : 1,2 juta (1,1
– 1,3 juta) dan kasus meninggal (HIV positif) : 208.000(177.000- 242.000).
Jumlah kasus terbanyak adalah pada regio Asia Tenggara (44%). Pada tahun
2019, diperkirakan sebanyak 3,3% dari TB Paru kasus baru dan 18% dari TB
Paru dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya merupakan TB multidrug-
resistant atau rifampicin-resistant (TB MDR/RR) dengan jumlah absolut

2
sebanyak 465.000 (400.000 – 535.000) kasus TB MDR/RR baru. Pada tahun
2019, diperkirakan sebanyak 3,3% dari TB Paru kasus baru dan 18% dari TB
Paru dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya merupakan TB multidrug-
resistant atau rifampicin-resistant (TB MDR/RR) dengan jumlah absolut
sebanyak 465.000 (400.000 – 535.000) kasus TB MDR/RR baru.

C. FAKTOR RISIKO DAN MANIFESTASI KLINIS

Faktor risiko terinfeksi TB seperti kontak erat dengan pasien TB,


lingkungan tempat tinggal kumuh dan padat penduduk, dan orang yg berkerah
kuat terpapar infeksi seperti tenaga kesehatan atau aktivis TB.

Manifestasi klinis yang ditimbulkan dari TB paru yaitu berupa gejala


respirasi seperti batuk > 2 minggu, batuk darah, sesak nafas, badan kemas atau
malaise, penurunan nafsu makan, penurunan BB, berkeringan di malam hari tanpa
aktivitas fisik, demam si Febris lebih dari 1 bulan, nyeri dada.

Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada


limfadenitis TB akan terjadi pembesaran kelenjar getah bening dan tidak nyeri,
pada meningitis akan terjadi gejala meningitis, sementara pada pleuritis, TB
terdapat gejala sesak nafas dan terkadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleura nya terdapat cairan.

Pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis adalah pasien TB yang


terbukti positif bakteriologi pada hasil pemeriksaan sedikitnya melalui dua
spesimen dahak untuk pemeriksaanmikroskopis atau satu spesimen dahak untuk
pemeriksaan TCM TB MTB/RIF dilaboratorium yang sudah teruji kualitasnya.

3
Gambar 11. Alur diagnosis TB 2021

D. Klasifikasi

 Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT


sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan
(< dari 28 dosis bila memakai obat program)

 Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah


mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai
obat program). Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai berikut :

 Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah


mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap pada akhir pengobatan dan saat iniditegakkan diagnosis
TB episode kembali (karena reaktivasi atau episode baru yang
disebabkan reinfeksi).

4
 Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.

 Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah


menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya
selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan dinyatakanloss to
follow up sebagai hasil pengobatan.

 Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan


OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak
didokumentasikan.

 Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien


yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga
tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.

 Klasifikasi berdasarkan lokasi infeksi :

 TB Paru : TB yang berlokasi di parenkim paru, TB militer juga


dianggap sebagai TB paru karena adanya keterlibatan lesi pada
jaringan paru. Selain itu pasien TB paru yang menderita TB
ekstra paru bersamaan diklasifikasikan sebagai TB Paru.

 TB ekstra paru : TB yang terjadi pada organ selain paru. Dapat


melibatkan pleura, kelenjar limfatik, abdomen, saluran kencing,
saluran cerna, kulit, meningens dan tulang. Jika terdapat di
beberapa organ yang berbeda

5
E. PATOGENESIS

Patogenesis TB terkait erat dengan respon imun dari inang(host). Pada


sebagian besar inang, invasi patogen TB akan direspons secara adekuat oleh
sistem imun, mimbar tadi pertumbuhan bakteri, dan mencegah terjadinya
infeksi. Tidak semua orang yang terpajan dengan patogen TB akan berkembang
menjadi penyakit TB.

Tuberkulosis dalam penyakit yang menular melalui udara(airbone disesap).


Penularannya melalui partikel yang dapat terbawa melalui udara yang disebut
droplet nuklei, dengan ukuran 1-5 mikron. Droplet tersebut dapat bertahan di
udara hingga beberapa jam tergantung kondisi lingkungan. Droplet tersebut
terhirup saaat inspirasi hingga mencapai bronkiolus respiratorius dan alveolus.
Jika jumlah droplet sedikit maka akan segera difagosit dan dicerna oleh sistem
imun yg diperankan oleh makrofag. Namun jika jumlah banyak kuman TB yang
ter deposit melebihi kemampuan makrofag untuk ME fagosit dan mencerna ,
maka kuman TB dapat bertahan dan berkembang biak secara intraseluler di
dalam makrofag hingga menyebabkan pneumonia tuberkulosis yang
terlokalisasi. Kuman yang berkembang biak di dalam makrofag ini akan keluar
saat makrofag mati. Sistem imun akan merespons dengan membentuk barier
atau pembatas di sekitar area yang terinfeksi dan membentuk granuloma. Jika
respon imun tidak dapat mengontrol infeksi ini, maka barrier ini dapat ditembus
oleh kuman TB. dengan bantuan sistem limfatik dan pembuluh darah, dapat
tersebar ke jaringan dan organ yang lebih jauh misalnya kelenjar limfatik, apeks
paru, ginjal, otak, dan tulang.

F. TATALAKSANA TB

Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas bakterisid


di mana obat bersifat membunuh kuman–kuman yang sedang tumbuh

6
(metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat bersifat membunuh
kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif).

Aktivitas bakterisid biasanyadiukur dari kecepatan obat tersebut


membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil
yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari
angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT mempunyai
sifat bakterisid kecuali Etambutol yang hanya bersifat bakteriostatik dan masih
berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan
Pirazinamid mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan
Streptomisin menempati urutan lebih bawah.

 Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat


lapis pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian
pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan pencegahan resistensi. Obat-
obatan lapis pertama terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan
Streptomisin. Obat-obatan lapis dua mencakup Rifabutin, Ethionamid,
Cycloserine, Para-Amino Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides di luar
Streptomycin dan Quinolones. Obat lapis kedua ini dicadangkan untuk pengobatan
kasus-kasus multi drug resistance. Obat tuberkulosis yang aman diberikan pada
perempuan hamil adalah Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol

7
Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Jenis dan Sifat OAT

Jen Sifat Keterangan


is OAT

Iso Bakte Obat ini sangat efektif terhadap


niazid (H) risid kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu
kuman yang sedang berkembang. Mekanisme
terku
kerjanya adalah menghambat cell-wall
at
biosynthesis pathway

Rif bakte Rifampisin dapat membunuh


ampisin (R) risid kuman semi- dormant (persistent) yang tidak
dapat dibunuh oleh Isoniazid. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat polimerase DNA-
dependent ribonucleic acid (RNA) M.
Tuberculosis

Pir bakte Pirazinamid dapat membunuh


azinamid (Z) risid kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam. Obat ini hanya diberikan dalam 2 bulan
pertama pengobatan.

Str bakte obat ini adalah suatu antibiotik


eptomisin (S) risid golongan aminoglikosida dan bekerja
mencegah pertumbuhan organisme
ekstraselular.

8
Eta bakte -
mbutol (E) riostatik

 Prinsip Pengobatan TB:

Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam


pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung


minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi

2. Diberikan dalam dosis yang tepat

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
menelan obat) sampai selesai masa pengobatan

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal sertatahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

 Regimen Pengobatan TB- Sensitif Obat (SO) dI Indonesia adalah :

2RHZE/4RH

pada fase intensif pasien diberikan kombinasi 4 obat berupa Rifampisin,


isoniazid, pirazinamid, dan etambutol selama 2 bulan dilanjutkan dengan isoniazid
dan rifampisin 4 bulan fase lanjutan. Pemberian obat fase lanjutan diberikan
sebagai dosis harian (RH) sesuai dengan rekomendasi WHO.

Pasien dengan TB-SO diobati menggunakan OAT lini pertama. Dosis yang
digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.

9
Tabel. Dosis OAT lepasan lini pertama untuk pengobatan TB-SO

Untuk menunjang kepatuhan berobat, panduan OAT lini pertama telah


dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap(KDT). Satu tablet KDT
RHZE untuk fase intensif berisi Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg,
Pirazinamid 400 mg, dan Etambutol 275 mg.

Sedangkan fase lanjutan yaitu KDT RH yang berisi Rifampisin 150mg +


Isoniazid 75 mg diberikan setiap hari. Jumlah KDT yang diberikan dapat
disesuaikan dengan berat badan pasien. Secara ringkas perhitungan dosis
pengobatan TB menggunakan OAT KDT dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel. Dosis OAT untuk pengobatan TB-SO menggunakan tablet


kombinasi dosis tetap(KDT)

10
Perubahan pengobatan berdasarkan guideline 2021, sebagai berikut :

 Obat Anti TBC (OAT) Kategori 1 fase awal dan lanjutan dengan dosis
harian. OAT Kategori 1 dosis harian mulai dipergunakan pada tahun 2021,
prioritas pemberian OAT ini untuk :

1. Pasien TBC HIV

2. Kasus TBC yang diobati di Rumah Sakit

3. Kasus TBC dengan hasil MTB Pos Rifampisin sensitive dan Rifampisin
indeterminate dengan Riwayat pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal, dan
lost to follow up).

 Pemberian OAT kategori 2 tida direkomendasikan untuk pengobatan pasien


TBC. Mulai tahun 2021 program TBC tidak menyediakan OAT kategori 2.
Akan tetapi bila stok OAT kategori 2 masih tersedia di instalasi farmasi
provinsi, kabupaten/kota dan di fasilitas pelayanan kesehatan, maka harus
dimanfaatkan sampai habis.

 Efek samping pengobatan

Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang


mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin
OAT masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek
samping ini sangat mengganggu OAT yang bersangkutan harus dihentikan dan
pengobatan dapat diteruskan dengan OAT yang lain.

Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap


pasien, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini

11
:

Tabel. Efek Samping Pengobatan dengan OAT

Jenis Ringan Berat


Obat

Isoniazi tanda-tanda Hepatitis, ikhterus


d (H) keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, nyeri otot dan
gangguan kesadaran. Kelainan
yang lain menyerupai
defisiensi piridoksin
(pellagra) dan kelainan kulit
yang bervariasi antara lain
gatal- gatal.

Rifampi gatal-gatal Hepatitis,


sin (R) kemerahan kulit, sindrom flu,sindrom respirasi yang
sindrom perut. ditandai dengan sesak nafas,
kadang disertai dengan kolaps
atau renjatan (syok), purpura,

anemia hemolitik
yang akut, gagal ginjal

Pirazina Reaksi Hepatitis, nyeri


mid (Z) hipersensitifitas : demam,sendi, serangan arthritis gout
mual dan kemerahan

12
Strepto Reaksi Kerusakan saraf
misin (S) hipersensitifitas : demam,VIII yang berkaitan dengan
sakit kepala, muntah dankeseimbangan dan
eritema pada pendengaran

Kulit

Etambut Gangguan Buta warna


ol (E) penglihatan berupauntuk warna merah dan hijau
berkurangnya ketajaman
penglihatan

Untuk mencegah terjadinya efek samping OAT perlu dilakukan


pemeriksaan kontrol, seperti:

1. Tes warna untuk mata, bagi pasien yang memakai Etambutol

2. Tes audiometri bagi pasien yang memakai Streptomisin

3. Pemeriksaan darah terhadap enzim hepar, bilirubin,


ureum/kreatinin, darah perifer dan asam urat (untuk pasien yang menggunakan
Pirazinamid)

13
Hasil Pengobatan Pasien TB

1.2 TB DENGAN HEPATITIS IMBAS OBAT

A. DEFINISI

Hepatituis Imbas Obat Adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan


obat-obatkan hepatoksik. Dikenal juga sebagai “Drug Induced hepatoxicity,
drug induced liver injury, hepatic failure due to drugs, hepatic failure due to
herb, drug hepatoxicity, drug toxicity, drug related hepatoxicity”, yang berarti
keadaan inflamasi terjadi jika mengkonsumsi bahan kimia beracun, obat, atau
jamur beracun tertentu. Keadaan ini biasanya terjadi dalam bulan mualaf diberi

14
OAT. Rechallenge dengan obat terduga yang mengakibatkan peningkatan
ALT >2 kali dan penurunan kembali ALT jika obat dihentikan merupakan cara
konfirmasi diagnosis terkuat. Panduan obat anti tuberkulosis lini pertama yang
banyak digunakan adalah obat kombinasi (KDT) mengandung obat
Isoniazid(H), Pirazinamid(Z), Rifampicin(R), Streptomisin(S), Etambutol(E)
oabat tersebut adalah panduan obat yang berpotensi memberikan efek samping
hepatotoksik. Pemberian isoniazid kerap menimbulkan gangguan fungsi
hati(berupa hepatitis).

B. EPIDEMIOLOGI

Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Saiful Anwar pada tahun 2015
diperoleh 25 pasien yang mengalami hepatitis akibat OAT dengan nilai insiden
sebesar 5,4%. Gejala-gejala yang paling sering timbul adalah rasa mual dan
muntah (48%). Terjadi hepatitis ringan (20%), sedang (48%), berat (4%), dan
sengat berat (4%). Sebanyak 60% tanpa penyakit penyerta. Efek Hepatitis yang
menyebabkan pemberhentian OAT sementara sebesar 56% kasus dan yang tetap
meneruskan OAT sebesar 44% kasus, rata-rata durasi terapi hepatitis akibat Obat
Anti Tuberkulosis adalah 18 hari. Hepatitis akibat OAT dapat mempengaruhi
angka keberhasilan (outcome) terapi. Adanya insiden hepatitis akibat OAT dan
besarnya populasi Hepatitis tersebut di Rumah Sakit Saiful Anwar menunjukkan
bahwa mendeteksi efek negatif dari terapi OAT sangatlah penting.

C. FAKTOR RISIKO DAN GEJALA KLINIS

Faktor Risiko daro pasien yang berperan pada terjadinya hepatoksisitas


yang diinduksi oleh obat antara lain usia, jenis kelamin, alkoholisme,
abnormalitas nilai SGPT dan bilirubin, status Gizi, serta pemakaian obat
toksisitas bersamaan.

15
Gejala klinis bervariasi dari gejala ringan seperti kehilangan nafsu
makan, kelelahan, nyeri perut, demam, dan ikterus dengan pentingkan
transaminase hingga gejala gagal hati akut. Jika terjadi hepatotoksisitas yang
diinduksi obat selama pengobatan TB, maka pengobatan dapat dihentikan
hingga gejala klinis hilang selama dua minggu dan fungsi hati kembali normal.
Dan pirazinamid tidak digunakan untuk pengobatan selanjutnya.

D. TIPE DILI

 Hepatic Adaptation

Tnapa gejala, peningkatan ALT mencerminkan terjadinya kerusakan non


progresif pada hepatosist mitokondria, membran sel, atau struktur lainnya.
Kerusakan ini jarang menyebabkan inflamasi, kematian sel. Adanya
perubahan hispatologis serta respon adaptif yg berlebihan dalam beberapa
kasus dapat membuat hepatosist lebih rentan ketika mengalami gangguan
tambahan.

 Drug induce acute hepatiti or hepatic dll ular injury

Mungkin tidak menunjukkan gejala, biasnaya demam, mual, muntah,


anoreksia dan lesu. Peningkatan konsentrasi transaminase secara nyata yang
diikuti dengan ikterik menunjukkan adanya penyakit hati yang parah dengan
kemungkinan 10% terjadinya kegagalan fulminan, dikenal sebagai “Hy’s
Law” yang diambil dari nama mendiang ahli hepatologi dan pakar DILI
hyman zimmerman. Koagulapati dapat terjadi 24 hingga 36 jam setelah
timbulnya penyakit. Koagulapati yang menetap lebih dari 4 hari merupakan
prognosis yang buruk.

 Nonalcoholic fatty liver disease

Gejalanya seperti mual, muntah, sakit perut jarang terjadi. Temuan


laboratorium pada kasus yang severe meliputi hipoglikemia, peningkatan
konsentrasi transaminase serum, waktu koagulasi yang berkepanjangan dan

16
asidosis metabolik, umumnya dapat dikembalikan jika obat dihentikan. Dan
akan terjadinya sirosis hati.

 Hepatitis Granulomatosa

Granulamata sering terjadi, histologi hati nonspesifik, reaksi


hopersensitivitas terhadap oabat seperti alopurinol, pirazinamid, sulfonamid.
Pasien mungkin mengalami demam, lesu, myalgia, ruam, limfadenipati,
hepatosplenomegali peningkatan serum ALT dan vaskulitis.

 Kolestasis

Terdiri dari peningkatan alkali fosfatase serum dan konsentrasi bilirubin


yang tidak menunjukan gejala, biasanya reversibel. Disebabkan oleh
kegagalan transportasi bilirubin.

 Chemical corat-coret for DILI

Etanol menginduksi siti krom P450 2E1 yang mendorong metabolisme


etanol itu sendiri serta asiteminofen dan lainnya. Metro ilmu ini
berkontribusi terhadap penipisan glutathione, konjuga protein, pembentukan
radikal bebas, dan peroksidase lipid. penyalahgunaan etanol kronis
mengaktifkan sel sinusoidal yang memproduksi kolagen di hati. Sehingga
berpotensi menyebabkan fibrosis

 Preexisting Disease

pasien dengan HIV dan Hepatitis C tampaknya mengalami peningkatan


frekuensi DILI terkait pengobatan Antiretrovral. Pasien dengan penyakit hati
sebelumnya akan meningkatkan keparahan DILI.

E, PATOGENESIS

17
 Mekanisme pasti serta faktor yang dipengaruhi belum terungkap dengan
jelas.

 Dapat merupakan efek toksik obat langsung atau metabolitnya atau


dimediasi oleh respons imun.

 Dapat mengenai hepatosit, sel epitel bilier, dan atau vaskularisasi hepar.

 Kebanyakan tipe DILI tak terduga

 Reaksi hipersensitivitas atau metabolik ini pada umumnya tidak tergantung


dosis

 Menyebabkan terjadinya injuri pada hepatoseluler dan atau kolestasis

 Pada reaksi hipersesitivitas, obat atau metabolit yang imunogenik


membentuk hapten(antigen)

 Terjadinya respon antibodi dependent sitotoksik T-Cell, dan terkadang


eosinophilic hipersensitivitas respons

F. DIAGNOSIS

Berdasarkan International Consensus Criteria, diagnosis


hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan :

1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai


awitan reaksi nyata adalah sugestif (5 – 90 hari dari awal minum
obat) atau kompatibel (kurang dari 5 hari atau lebih dari 90 hari
sejak minum obat dan tidak lebih dari 15 hari dari penghentian
obat untuk reaksi hapatoseluler, dan tidak lebih dari 30 hari dari
penghentian obat dari reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas
obat.

18
2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat
adalah sangatsugestif (penurunan enzim hati
paling tidak 50% di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau
sugestif (penurunan kadar enzim paling tidak 50% dalam 30 hari
untuk reaksi hepatoseluler, dan 180 hari untuk reaksi kolestatik)
dari reaksi obat.

3. Alternatif sebab lain dari reaksi setelah dieksekusi dengan


pemeriksaan teliti, termasuk biopsi hati

4. 4) Dijumpai respons positif pada pemaparan ulang dengan


obat yang sama paling tidakkenaikan dua kali lipat dari enzim
hati).

5. Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama


terpenuhi aatau jika dua dari tiga kriteria pertama
terpenuhi dengan respons positif pada pemaparan ulang obat.

Nilai ALT atau AST yang abnormal dapat ditemukan pada pasien-
pasien dengan gejala klinis penyakit hati sehingga memperkuat diagnosis,
maupun pada pasien yang tidakmenampakkan kelainan fisik. Menemukan
penyebab peningkatan enzim pada pasien yangsecara klinis terlihat normal ada
kalanya menjadi tantangan yang tidak mudah
dipecahkan.Pada sebagian besar penyakit nekroinflamasi hati ALT maupun A
ST akan meningkat.Peningkatan paling mencolok biasanya terlihat pada
hepatitis viral akut, hepatitis imbas obat,dan hepatitis iskemi.

G. DIFERENTIAL DIAGNOSIS

Hepatitis viral akut, Hepatitis autoimun , Shock liver, Kolestitis,


Kolangitis, Budd-

19
Chiari syndrome, Penyakit hati alkoholik, Penyakit hati kolestatik, Penyakit ha
ti yangberhubungan dengan kehamilan, Keganasan, Penyakit Wilson,
Hemokromatosis, GangguanKoagulasi

H. TATALAKSANA

Pasien dengan gejala yang berat membutuhkan untuk


menerima pengobatan suportif di rumah sakit, antara lain cairan intravena dan
obat-obatan untuk menghilangkan mual dan muntah.

Sangat penting untuk mencari penyebab lain hepatitis sebelum


memutuskan terjadi diagnosis hepatitis imbas obat. Informasi medis yang perlu
digali sebelum menegakkan diagnosis hepatitis imbas obat adalah

 Riwayat konsumsi alkohol


 Riwayat penyakit liver sebelumnya
 Uji laboratorium untuk menyingkirkan adanya hepatitis A,B dan
C

 USG abdomen untuk menyingkirkan adanya gangguan di sistem


bilier

Tatalaksana hepatitis imbas obat tergantung pada :

 Fase pengobatan TB (tahap awal atau lanjutan)


 Beratnya gangguan pada hepar
 Beratnya penyakit TB
 Kemampuan atau kapasitas pelayanan kesehatan dalam
tatalaksana efek samping akibat OAT

20
Pengobatan TB dihentikan sampai fungsi hepar kembali normal
(ditandai dengan kembalinya nilai SGPT hingga kurang dari 2 kali batas atas
nilai normal) dan gejala klinis (mual atau nyeri perut) menghilang. Apabila
tidak memungkinkan untuk melakukan tes fungsi hepar, maka sebaiknya
menunggu 2 minggu setelah jaundice atau kuning dan nyeri atau tegang perut
menghilang sebelum diberikan OAT kembali.

Apabila hepatitis Imbas obat telah teratasi maka dapat dilakukan


reintroduksi OAT berurutan satu persatu sesuai dengan rekomendasi American
Thoracic Society.

 pemberian obat sebaiknya dimulai dengan rifampisin dengan


atau tanpa Etambutol.

 Setelah 3-7 hari dan dibuktikan tidak terdapat peningkatan


SGPT, maka Isoniazid dapat diberikan.

 Jika pada proses reintroduksi terdapat peningkatan SGPT, maka


obat terakhir yang direintroduksi merupakan penyebab hepatitis
imbas obat dan harus diberhentikan.
 Pada pasien dengan riwayat hepatitis imbas obat yang berat
seperti ikterik dan dapat menoleransi rifampisin dan isoniazid,
pirazinamid tidak perlu dicoba untuk direintroduksi.

Cara pemberian OAT yang dianjurkan :

 Bila rifampisin tidak dapat ditoleransi , maka panduan yang


dianjurkan adalah 2HES/10HE.
 Bila isoniazid tidak dapat ditoleransi, maka panduan yang
dianjurkan adalah 6-9RZE

21
 Bila pirazinamid dihentikan pada fase intensif, maka panduan
RH pada fase lanjutan diperpanjang hingga 9 bulan

I. PROGNOSIS

Kejadian Gagal Hati akut ini ditentukan oleh etiologinya, derajat


ensefalopati hepatik, dankomplikasi seperti infeksi. Prognosis gagal hati akut
untuk reaksi idiosinkratik obat burukdengan angka mortalitas lebih dari 80%.

22
BAB II

2.1 ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama (Inisial) : Tn. L

Usia : 60 Tahun

Tanggal Lahir : 04 Juli 1963

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Sunda

Alamat : Kp. Cicadas RT 002/006 Kec. Gunung Putri, Kab. Bogor

Status : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

No. Rekam Medis : 270022

Tanggal Masuk : 02 September 2023

Anamnesis Keluhan Utama

23
mual- mual Sejak 2 Hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD pada Tanggal 2 September 2023 dengan keluhan mual-mual
sejak 2 hari SMRS. Pasien mengatakan saat itu sedang kontrol ke poli paru lalu
pasien dibawa ke ruang IGD karena keluhan disertai muntah 2x, lemas lesu, pusing,
nyeri perut. Pasien juga mengatakan keluhan disertai batuk berdahak tapi sulit
dikeluarkan, BB turun dari 57-45 Kg, Baju terasa sangat longgar, nafsu makan
menurun, keringat di malam hari tanpa aktivitas fisik. lalu pasien dirawat di ruang
Wijaya Kusuma oleh dr. Anti Sp.P.

pada tanggal 5 september Pasien mengeluhkan mengeluhkan lemes, nafsu


makan berkurang, batuk berdahak tapi sulit dikeluarkan. Keluhan seperti mual,
muntah, nyeri ulu hati, nyeri perut, sesak sudah tidak bwrkurang. Keluhan batuk
darah, kaki bengkak, jantung berdebar, mulut pahit, rasa terbakar di dada disangkal.
Riwayat terjatuh, terbentur yang mengenai daerah dada juga disangkal.

Riw. Pengobatan waktu pertama dirawat apada tanggal 27-8 2023 dan
dilakukan pungsi pleura( pasien mengatakan disuntik dikeluarkan cairan di dada,
cairan wahana keruh kecoklatan) setalah dirawat 3 hari di RSUD Cileungsi pasien
pulang tgl 30-08-2023. Obat TB masih diminum, dan diberikan 4FDC warna merah
3 tablet 1 kali sehari. Setelah itu kontrol ke poli paru dgn dr. Anti Sp.P di RSUD
Cileungsi pada tgl 2-09-2023 hari Sabtu, diminta stop obat TB karena mual, muntah,
nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas. Setelah itu pasien dianjurkan untuk dirawat
kembali dan langsung dibawa ke IGD RSUD Cileungsi

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku sedang menjalani pengobatan TB paru selama 1 minggu. Rutin


mengonsumsi obat 4FDC yang diminum 3 tablet 1 kali sehari. Setelah itu kontrol ke

24
poli paru dgn dr. Anti Sp.P di RSUD Cileungsi pada tgl 2-09-2023 hari Sabtu,
diminta stop obat TB karena mual, muntah, nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas.
Setelah itu pasien dianjurkan untuk dirawat kembali dan langsung dibawa ke IGD
RSUD Cileungsi.

Riwayat Pengobatan TB paru waktu pertama dirawat apada tanggal 27-8 2023, dan
pasien dilakukan tindakan pungsi pleura ( pasien mengatakan disuntik dikeluarkan
cairan di dada, cairan wahana keruh kecoklatan) setalah dirawat 3 hari di RSUD
Cileungsi pasien pulang tgl 30-08-2023.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit
paru, TB, HIV, alergi disangkal. Pasien mengatakan tidak ada yang menderita TB
di lingkungan rumah.

Riwayat Sosioekonomi dan Kebiasaan

Pasien bekerja sebagai wiraswasta, terpapar debu. Pasien juga memiliki riwayat
merokok sejak masih remaja, namun sudah berhenti sejak sakit.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5

Tanda vital

Tekanan darah :102 /59 mmHg

Frekuensi nadi : 96 kali per menit, regular

Laju pernapasan : 22 kali per menit

25
Suhu : 36,50C

Saturasi oksigen : 99 % Room Air

Status Generalis

Kepala : Normocephal, simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan

Rambut : Warna hitam bercampur uban, tersebar merata, tidak mudah

dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), edema palpebra (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3mm/3mm

Mulut : Oral hyegine baik, mulut tampak kering

Leher : Peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)

Dada : Tampak simetris, Tidak tampak kelainan bentuk rongga dada

Paru

Inspeksi : Rongga dada mengembang simetris saat inspirasi dan ekspirasi

Palpasi : Tidak teraba masa, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri tekan, vokal
fremitus kanan/kiri agak redup

Perkusi : Sonor di hemitoraks kanan, sonor berkurang di hemitoraks kiri

26
Auskultasi : rhonki +/+ halus, wheezing -/-.

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, thrill (-),
kuat angkat(-)

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : BJ I-II terdengar, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Supel, datar simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba, ballottement (-)

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema -/-

Pemerikaan Penunjang

Indikator Nilai Rujukan Nilai

Hematologi

Jumlah Sel darah

27
Hemoglobin 13,0 – 16,0 g/dL 13,6

Hematokrit 40 - 48 % 41

Leukosit 5000 – 10.000 / µL 8.700

Trombosit 150.000 – 450.000 /µL 530.000

Eritrosit 4,5 – 5,5 juta/mcL 5,1

MCV 82 – 92 fL 80

MCH 27 – 31 pg 27

MCHC 32-36g/dL 33

Differential Basofil
Eosinofil Netrofil
0-1 1
Limfosit
1-3 3
Monosit
50 – 70 79

20 – 40 9

2-8 8

Swab Antigen Negatif Negatif

SARS COV 2

Kimia Darah

Gula Darah Sewaktu <200 mg/dL 95

Fungsi Ginjal

Ureum <50 mg/dL 43

28
Creatinin 0,5 – 1,5 mg/dL 0,7

Imunoserologi

HBsAg Negatif Negatif

Anti HAV IgG Negatif Negatif

Anti HAV IgM Negatif Negatif

Anti HIV 1/2 Rapid Non Reaktif Non Reaktif

Elektrolit

Natrium (Na) 135 - 155 mmol/L 131

Kalium (K) 3.5 – 5,5 mmol/L 4,4

Klorida (Cl) 95 - 108 mmol/L 99

KIMIA KLINIK

Fungsi Liver

tgl 02/09/23

Bilirubin Total 1,0 mg/dL 1,2

AST (SGOT) <37 U/L 322

ALT (SGPT) <42 U/L 169

tgl 05/09/23

Bilirubin Total 1,0 mg/dL 1,2

AST (SGOT) <37 U/L 199

29
ALT (SGPT) <42 U/L 550

EKG

Rontgen Thorax

30
Interpretasi:

 Cor batas kiri berselubung


 Sinus dan diafragma kiri berselubung

Pulmo:

 Hilli normal
 Corakan bronkovaskular normal
 Tampak infiltrate di lapang paru bilateral
 Tampak perselubungan dihemithorax kiri

Kesan:

 TB Paru aktif
 Efusi pleura kiri perbaikan —> dibandingkan tanggal 29-08-
2023

Diagnosis

Diagnosis Banding

1. TB paru on OAT 1 minggu

2. DIH (Drug Induce Hepatitis)

3. Efusi Pleura

4. Pleurotis TB

Diagnosis Kerja

1. TB paru on OAT 1 Minggu

31
2. DIH (Drug Induce Hepatitis)

Tatalaksana

Tata Laksana di IGD

5. IVFD RL 20 tetes per menit

6. Oksigen Nasal Kanul 2-3 liter per menit

7. Inj. Omeprazole 40mg IV

8. Ondansentron Tab 4 mg PO

Tata Laksana Rawat Inap Farmakoterapi

1. D5 % + Stronger Neo Minophagen C 2 amp / 24 jam

2. Asam Urso Tab 3x1 PO

3. Cucumu Tab 3x500 mg PO

4. Sucralfate Syr 3x5ml PO

5. Hp pro tab 2x1 PO

6. Inj. Omeprazole 1x40 mg IV

7. Ondansentron Tab 3x4 mg PO

8. OAT (Tunda)

Prognosis

 Ad Vitam: Dubia ad bonam


 Ad Functionam : Dubia ad malam
 Ad Sanactionam : Dubia

FOLLOW UP

32
Tanggal S O A P

05/09/23 lemes, SesakKU : Tampak sakit sedang -TB Paru on OATFarmakoterapi


berkurang, batuk (Tunda)
Kesadaran : Compos mentis  D5 % +
berkurang, nafsu
-DIH Stronger Neo
makan berkurang
Minophagen C 2 amp
TD : 102/72mmHg
/ 24 jam

HR : 90 x/menit  Asam Urso


Tab 3x1 PO
RR : 26x/menit
 Curcuma Tab
S : 36,9C
3x500 mg PO

SpO2 : 98% Room Air  Sucralfate Syr 3x5ml


PO
 Hp pro tab 2x1 PO
Paru
 Inj.Omeprazole

I : Simetris kanan=kiri 1x40 mg IV

 Ondansentron
P : fremitus kanan=kiri
Tab 3x4 mg PO
P : sonor kanan=kiri

A : Rh +/+, Wh-/-

06/09/23 KU: Tampak sakit sedang Farmakoterapi :


Kesadaran : Compos mentis
-TB Paru on OAT  D5 % +
TD : 121/69mmHg (Tunda) Stronger
Neo Minophagen C
HR : 103x/menit -DIH
2 amp / 24 jam
RR : 24x/menit
 Asam Urso

33
S : 36,9C Tab 3x1 PO
 Curcuma
SpO2 : 97% Room Air
Tab 3x500 mg PO
 Sucralfate Syr
Paru : 3x5ml PO
 Hp pro tab 2x1 PO
I : Simetris kanan=kiri
 Inj.Omeprazole
P : fremitus kanan=kiri
1x40 mg IV

P : sonor kanan=kiri  Ondansentron


Tab 3x4 mg PO
A : Rh +/+, Wh-/-

34
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Pasien didiagnosis TB Paru dengan DIH atas dasar anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan. Berdasarkan anamnesis
pasien mengeluhkan lesu, nyeri perut, mual, muntah, demam yang terkadang naik
turun, dan juga disertai batuk bedahak kronis tetapi sulit dikeluarkan. Keluhan juga
disertai penurunan BB, keringat malam, dan nafsu makan yang menurun. terkadang
keluhan juga disertai sesak. Sehingga dapat dipikirkan keluha

n berasal dari paru. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada selera pasien
ikterik, nyeri abdomen, dan jaundice. Pada pemeriksaan paru ditemukan auskultasi
ditemukan rhonki kanan +/kiri +, pemeriksaan paru fremitus menurun, suara nafas
menurun di hemithoraks kiri. Karena pada pasien ini sebelumnya didiagnosis TB
Paru dengan Efusi pleura tapi sudah dilakukan pengambilan cairan pleura di bulan
sebelumnya, saat ini dari hasil foto toraks didapatkan efusi pleura membaik
dibandingkan sebelumnya. Maka itu pasien ini lebih diagnosis utama TB OAT
dengan DIH berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yg ditemukan.

penyebab DIH pada pasien adalah karena konsumsi OAT KDT(4FDC) karena
keluhan di anamnesis dan pemeriksaan fisik ada saat berapa minggu ini
mengkonsumi OAT tersebut. Saat di rawat OAT di tunda dulu, dan pasien di cek lab
SGOT dan SGPT selama dirawat karena hal ini ada kaitan nya dengan diagnosis
pasien. dimanja SGOT dan SGOT pasien meningkat 2 kali lipat nilai normal

35
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.01.07/Menkes/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tata Laksana Tuberkulosis

Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Umun Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran, Tentang Tata Laksana TB 2020

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.02.02/III.1/936/2021 Tentang Perubahan Alur Diagnosis Dan Pengobatan
Tuberkulosis Di Indonesia

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2021, Tentang Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia (Buku Guideline TB 2021)

Roche W. Basic Pathology. Vol. 47, Journal of Clinical Pathology. 2013. 95-96 p.

Canadian Thoracic Society and The Public Health Agency of Canada and Licensor.
Chapter 2, Transmission and pathogenesis of tuberculosis. Can Tuberc Stand 7th
Ed 2013 2014;1–16.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI), Tentang Tatalaksana


Tuberkulosis pada Keadaan Khusus.

Bayupurnama P, Hepatotoksisitas Imbas Obat di dalam Buku Ajar Penyakit Dalam


Jilid I, Edisi ke 4. Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Jakarta, 2006; 109: 473-
76

Metha N, Ozick L, Drug-Induced Hepatotoxicity. 28 Maret 2008.


InducedHepatotoxicityArticlebyNileshMehta.mht .Juli 2008

36

Anda mungkin juga menyukai