Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis biasanya menyerang bagian paru-paru, yang kemudian dapat menyerang
ke semua bagian tubuh Infeksi b asanya terjadi pada 2-10 minggu. Pasca 10 minggs,
klien akan muncul manifestasi penyakit karena gangguan dan ketidakefektifan
respons imun. Proses akti vasi dapat berkepanjangan dan ditandai dengan remisi
panjang ketika penyakit dicegah, hanya untuk diikuti oleh periode aktivitas yang
diperbaharui
Tuberkulosis oleh WHO telah dinyatakan sebagai emerging disease, karena angka
kejadiannya yang terus meningkat sejak tahun 2000. Di Indonesia, angka ke-jadian
tuberkulosis joga terus meningkat. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1992, menyatakan jika tuberkulosis adalah penyebab kematian nomor dua setelah
penyakit jantung. Penyakit ini sebagian besar penderitanya berasal dari kelompok
masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah.
2. Etiologi
Tuberkulosis (TBC) disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat penderita TB batuk atau bersin dan orang
lain menghirup droplet yang dikeluarkan, yang mengandung bakteri TB. Meskipun
TB menyebar dengan cara yang sama tapi penyakit ini tidak menular dengan mudah,
seseorang harus kontak dalam waktu beberapa jam dengan orang yang terinfeksi.
Misalnya, infeksi TBC biasanya menyebar antar anggota keluarga yang tinggal di
rumah yang sama. Akan sangat tidak mungkin bagi seseorang untuk terinfeksi dengan
duduk di samping orang yang terinfeksi di bus atau kereta api. Selain itu, tidak semua
orang dengan TB dapat menularkan TB. Anak dengan TB atau orang dengan infeksi
TB yang terjadi di luar paru-paru (TB ekstrapulmoner) tidak menyebarkan infeksi
3. Epidemiologi
Di dunia, penyakit tuberkulosis masih menjadi fokus perhatian masing masing
negara dengan angka kejadian morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Dos Santos,
Lazzari and Silva, 2017). Meskipun terdapat kemajuan mengenai diagnosa dan terapi,
secara global tuberkulosis menyerang sekitar 10 juta manusia dan 1,3 juta meninggal
karena tuberculosis pada tahun 2017 (Singh et al., 2019), pada penelitian lain
menunjukan angka yang lebih besar yaitu sekitar 1,6 juta kematian kasus karena
tuberkulosis pada tahun 2017 (WHO, 2018; Aggarwal, 2019). Sampai sekarang
tuberkulosis merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian yang diakibatkan
dari agen infeksi bakteri (WHO, 2018).
Pada tahun 2018 berdasarkan data Whorld Health Organitation terdapat 11.1 juta
kasus insiden TB paru yang setara dengan 130 kasus per 100.000 penduduk. Lima
negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan
Pakistan (WHO, 2019). Data berdasarkan usia diperkirakan sebanyak 57% kasus
paling banyak terinfeksi TB paru yaitu pria yang berusia lebih dari 15 tahun, wanita
32% dan anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dengan persentase sebanyak
11%. Delapan negara yang menjadi peringkat pertama untuk kejadian TB paru adalah
India sebanyak 27%. Cina sebanyak 9%, Indonesia sebanyak 8%, Filipina sebanyak
6%. Pakistan sebanyak 5%. Nigeria sebanyak 4%, Bangladesh sebanyak 4% dan
Afrika Selatan sebanyak 3% (WHO, 2019). SURARA
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 (pria 245.298 kasus, dan
wanita 175.696 kasus) kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Meningkatnya
penemuan kasus TB di buktikan dengan angka CNR (Case Notification Rate) di
Indonesia semakin meningkat dari tahun 2014 hingga 2017 dari angka 125 menjadi
161 per 100.000 penduduk (Pusat Data Informasi Kementerian KemenkesRI, 2018).
4. Patofisiologi
Menghirup Mycobacterium tuberculosis menyebabkan salah satu dari empat
kemungkinan hasil, yakni pembersihan organisme, infeksi laten, permulaan penyakit
aktif (penyakit primer), penyakit aktif bertahun-tahun kemudian (reaktivasi penyakit).
Setelah terhirup, droplet infeksius tetesan menular menetap di seluruh saluran udara.
Sebagian besar bakteri terjebak di bagian atas saluran napas di mana sel epitel menge-
luarkan lendir. Lendir yang dihasilkan menangkap zat asing dan silia di permukaan sel
terus menerus menggerakkan lendir dan partikelnya yang terperangkap untuk
dibuang. Sistem ini memberi tubuh pertahanan fisik awal yang mencegah
infeksi tuberkulosis
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada pasien tuberkulosis paru yaitu (Lichtenstein, 2010:
Zumla et al, 2013: Atif et al., 2014; WHO, 2018) : Gejala pernapasan, yaitu dengan
ditandai keluhan batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, sesak napas, nyeri dada
dan batuk darah. Gejala sistemik, yaitu dengan ditandai demam tidak terlalu tinggi,
keringat pada malah hari, nafsu makan turun, berat badan turun dan merasa lelah.
Pada tuberkulosis ekstraparu memiliki gejala atau manifestasi yang bervariasi sesuai
dengan organ yang diserang Mycobacterium tuberculosis (Zumla et al., 2013)
6. Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit.
1) Tuberkulosis paru. TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan
paru. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum)
atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologi yang mendukung.
TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Klien yang
menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai klien TB paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru. TB yang terjadi pada organ selain paru,
misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, ku- lit,
sendi, selaput otak, dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat
ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi atau klinis.
Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tu- berculosis. Klien TB ekstra paru yang mend erita
TB pada beberapa organ, diklasifikasi- kan sebagai klien TB ekstra
paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Klien baru TB: adalah klien yang belum per nah mendapatkan
pengobatan TB sebelum- nya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).
2) Klien yang pernah diobati TB: adalah klien yang sebelumnya pernah
menelan OAT se- lama 1 bulan atau lebih (2 dari 28 dosis).
3) Klien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
terakhir, yaitu:
- Klien kambuh : adalah klien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB ber dasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologi atau klinis (baik karena benar-benar
kambuh atau karena reinfeksi).
- Klien yang diobati kembali setelah gagal adalah klien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir
- Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up) adalah klien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow
up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan klien
setelah putus berobat/default).
- Lain-lain. adalah klien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat :
Pengelompokan klien TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari Mycobacterium tu berculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
1) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
2) Poli resistan (TB PR); resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isonia- zid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan.
3) Multidrug resistan (TB MDR): resistan terha dap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang
sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Ami kasin).
5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi meng-
gunakan metode genotipe (tes cepat) atau metode fenotipe
(konvensional).
d. Klasifikasi klien TB berdasarkan status HIV:
1) Klien TB dengan HIV positif (klien ko-infeksi TB/HIV) : klien TB
dengan hasil tes HIV posi- tif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART atau hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
2) Klien TB dengan HIV negatif: klien TB den- gan hasil tes HIV negatif
sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.
3) Klien TB dengan status HIV tidak diketahui: klien TB tanpa ada bukti
pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.

7. Farmakoterapi
Pemberian Obat Anti Tubercollosis :
1. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakteresid, dapat membunuh 90% populasi
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolisme aktif, yaitu pada saat kuman sedang
berkembang. Dosis harian yang dianjurkan adalah 5 mg kg BB, sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg kg BB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakteresid,dapat membunuh kuman yang persisten (Dortmant) yang
tidak dapat dibunuh oleh Isonasid. Dosis 10 mg\kg BB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. Bersifat bakteresid,
dapat membunuh kuman yang berada didalam
3. Pirazinamid (Z)
sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 35 mg kg BB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakteresid, dengan dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg BB,
sedangkan pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang
sama.
5. Ethambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg BB,
sedangkan untuk pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan
dosis 30 mg kg BB.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang sering dilakukan pada pasien Tb paru yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Kultur
Pemeriksaan kultur bertujuan untuk mengidentifikasikan suatu
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi klinis pada sistem
pernapasan. Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan kultur yaitu
sputum dan apus tenggorok. Bahan pemeriksaan sputum dapat
mengidentifikasi berbagai penyakit seperti Tb paru, pneumonia,
bronkitis kronis dan bronkiektasis (Manurung, 2008).
2. Pemeriksaan sputum
Sputum adalah suatu bahan yang diekskresikan dari traktus
trakeobronkial dan dapat dikeluarkan dengan cara membatukkan
(Sutedjo, 2008). Pemeriksaan sputum digunakan untuk
mengidentifikasi suatu organisme patogenik dan menentukan adanya
sel-sel maligna di dalam sputum. Jenis-jenis pemeriksaan sputum yang
dilakukan yaitu kultur sputum, sensitivitas dan Basil Tahan Asam
(BTA). Pemeriksaan sputum BTA adalah pemeriksaan yang khusus
dilakukan untuk mengetahui adanya Mycobacterium tuberculosis.
Diagnosa Tb paru secara pasti dapat ditegakkan apabila di dalam
biakan terdapat Mycobacterium tuberculosis (Manurung, 2008).

Pemeriksaan sputum mudah dan murah untuk dilakukan, tetapi


kadang- kadang susah untuk memperoleh sputum khususnya pada
pasien yang tidak mampu batuk atau batuk yang nonproduktif.
Sebelum dilakukan pemeriksaansputum, pasien sangat dianjurkan
untuk minum air putih sebanyak 2 liter dan dianjurkan untuk latihan
batuk efektif. Untuk memudahkan proses pengeluarkan sputum dapat
dilakukan dengan memberikan obat-obat mukolitik ekspektoran atau
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Apabila masih
sulit, sputum dapat diperoleh dengan bronkoskopi diambil dengan
broncho alveolar lavage (BAL) (Sudoyo, 2010).

Pemeriksaan sputum BTA dilakukan selama tiga kali berturut-turut dan


biakan atau kultur BTA dilakukan selama 4-8 minggu. Kriteria dari
sputum BTA positif yaitu sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA yang terdapat dalam satu sedian (Manurung, 2008). Waktu
terbaik untuk mendapatkan sputum yaitu pada pagi hari setelah bangun
tidur, sesudah kumur dan setelah gosok gigi. Hal ini dilakukan agar
sputum tidak bercampur dengan ludah (Sutedjo, 2008).

b. Pemeriksaan radiologi dada


Pemeriksaan radiologis atau rontgen dada bertujuan untuk mendeteksi adanya
penyakit paru seperti tuberkulosis, pneumonia, abses paru, atelektasis,
pneumotoraks, dll. Dengan pemeriksaan rontgen dada dapat dengan mudah
menentukan terapi yang diperlukan oleh pasien dan dapat mengevaluasi dari
efektifitas pengobatan. Pemeriksaan radiologis dada atau rotgen dada pada
pasien Tb paru bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik untuk Tb
paru yaitu adanya lesi terutama di bagian atas paru, bayangan yang berwarna
atau terdapat bercak, adanya kavitas tungga atau multipel, terdapat klasifikasi,
adanya lesi bilateral khususnya di bagian atas paru, adanya bayangan
abnormal yang menetap pada foto toraks. Lesi yang terdapat pada orang
12dewasa yaitu di segmen apikal dan posterior lobus atas serta segemen apikal
lobus bawah (Manurung, 2008).

9. Penatalaksanaan Medis
a. Obat lini pertama: isoniazid atau INH (Nydrazid), rifampisin (Rifadin),
pirazinamida, dan etambutol (Myambutol) setiap hari selama 8 minggu dan
berlanjut hingga 4 sampai 7 bulan.
b. Obat lini kedua: capreomycin (Capastat), etionamida (Trecator), sodium para-
aminosalicylate, dan sikloserin (Seromisin).
c. Vitamin B (piridoksin) biasanya diberikan dengan INH.

10. Komplikasi
Tanpa pengobatan, tuberkulosis bisa berakibat fatal. Penyakit aktif yang tidak
diobati biasanya menyerang paru-paru, namun bisa menyebar ke bagian tubuh lain
melalui aliran darah. Komplikasi tuberkulosis meliputi :
a. Nyeri tulang belakang. Nyeri punggung dan kekakuan adalah komplikasi
tuberkulosis yang umum.
b. Kerusakan sendi. Atritis tuberkulosis biasanya menyerang pinggul dan lutut.
c. Infkesi pada meningen (meningitis). Hal ini dapat menyebabkan sakit kepala
yang berlangsung lama atau intermiten yang terjadi selama berminggu-
minggu.
d. Masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal mem- bantu menyaring limbah dan
kotoran dari aliran darah. Fungsi ini menjadi terganggu jika hati atau ginjal
terkena tuberkulosis.
e. Gangguan jantung. Meskipun jarang terjadi, tuberkulosis dapat menginfeksi
jaringan yang mengelilingi jantung, menyebabkan pembengka- kan dan
tumpukan cairan yang dapat menggang gu kemampuan jantung untuk
memompa secara efektif.

11. Diet/Nutrisi
BAB III
KONSEPASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Asuhan Keperawatan TB Paru
Seorang laki-laki berusia 35 tahun dirawat di ruang penyakit dalam, dengan keluhan
sesak dan batuk produktif, batuk dirasakan > 2 minggu. Hasil pengkajian
menunjukkan pasien batuk berdahak kental, ronchi (+) pada lobus apek. Pasien
tampak lemah dan tidak napsu makan. Tanda-tanda vital menunjukkan frekuensi
napas : 23x/menit, suhu pada malam hari : 40 celcius, pasien mempunyai riwayat
merokok, tidak teratur makan, bekerja di pabrik textile. Perawat akan melakukan
tindakan keperawatan membimbing teknik batuk efektif pada pasien tersebut, sebelum
melakukan tindakan perawat sebelumnya menjelaskan prosedur tindakan dan
kesediaan pasien.
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama : Tn.
Usia/tanggal lahir : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosa medis : TB Paru

b. Keluhan Utama
Sesak dan batuk produktif
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak dan batuk berdahak kental, ronchi (+) pada lobus apek
d. Riwayat Penyakit Dahulu
-
e. Riwayat Penyakit Keluarga
f. Pemeriksaan TTV
Tekanan Daarah :-
Nadi :-
Suhu : 40ºC
Respirasi : 23x/menit

2. Rumusan Masalah/Analisan Data


Data Problem Etiologi
Ds : Bersihan jalan nafas Hipersekresi jalan napas
-pasien mengeluh sesak tidak efektif (D.0001)
dan batuk
Do :
-pasien tampak lemah

3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi (D.0001)
4. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.
a. Diagnosa Keperawatan : bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi
jalan napas d.d ronkhi kering (D.0001)
b. Tujuan dan kriteria hasil :
1. Produksi sputum menurun 5
2. Wheezing menurun 5
3. Dipsena menurun 5
c. Intervensi : Manajemen Jalan Nafas (I.01.011)
Observasi :
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Monitor bunyi nafas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezzing,
ronchi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-tilt
(jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endrotarkeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jikan perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam potter &
perry, 2011)
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Asmadi, 2008). Evaluasi di definisikan sebagai keputusan dari
efektivitas usaha keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien ditetapkan
dengan respon, prilaku klien yang tampil. Evaluasi di susun menggunakan SOAP
secara operasional dengan sumatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan)
dan promatif (dengan proses dan evalusi akhir)
Komponen dari evaluasi SOAP
a. S = Data Subjektif
Data subjektif adalah data kualitatif berdasarkan pengungkapan yang pertama
kali pasien katakan atau keluhan utama yang masih dirasakan oleh pasien
setelah dilakukan tindakan keperawatan
b. O = Data Objektif
Data objektif adalah data kuantitatif berdasarkan hasil pengukuran atau
observasi perawat secara lansung kepada pasien seperti apa yang terlihat dari
kondisi pasien dan yang dirasakan pasien setalah dilakukan tindakan
keperawatan.
c. A = Analisa
Analisa yaitu bentuk interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisa
merupakan kesimpulan dari data subjektif dan objektif.
d. P = Planning
Planning adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan sebelumnya
7. Catatan Perkembangan
KASUS 1 : TBC PARU
Seorang laki-laki berusia 35 tahun dirawat di ruang penyakit dalam, dengan keluhan sesak
dan batuk produktif, batuk dirasakan > 2 minggu. Hasil pengkajian menunjukkan pasien
batuk berdahak kental, ronchi (+) pada lobus apek. Pasien tampak lemah dan tidak napsu
makan. Tanda-tanda vital menunjukkan frekuensi napas : 23x/menit, suhu pada malam hari :
40 celcius, pasien mempunyai riwayat merokok, tidak teratur makan, bekerja di pabrik
textile. Perawat akan melakukan tindakan keperawatan membimbing teknik batuk efektif
pada pasien tersebut, sebelum melakukan tindakan perawat sebelumnya menjelaskan
prosedur tindakan dan kesediaan pasien.

1. Sebutkan data focus pengkajian pada kasus diatas yang menjadi acuan penegakkan
diagnose medis pada kasus diatas? . Sebutkan data focus pengkajian lain yang harus
perawat lakukan /kaji untuk menegakkan secara pasti diagnose medis pada kasus
diatas!
 Anamnesa
 Klinis
 Pemeriksaan penunjang

Jawaban :
Data Pokus Pengkajian
a. Gejala Klinis
- pasien mengeluh sesak dan batuk produktif
- tidak nafsu makan
- pasien mempunyai riwayat merokok
- makan tidak teratur
- pasien bekerja di pabrik textille
b. Pemeriksaan Fisik
- pasien batuk berdahak kental
- ronchi (+) pada lobus apek
- Pasien tampak lemah
- tekanan darah tidak terkaji
- nadi tidak terkaji
- frekuensi napas 23x/menit
- suhu 40 ̊C
c. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
Data Pokus Pengkajian Lain Yang Harus Perawat Kaji
a. Anamnese
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya pasien
pernah mengalami TB Paru atau penyakit lain yang memperberat TB Paru
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialamioleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor prediposisi penularan di dalam rumah
- Pola Kesehatan
Seperti pola nutrisi, eliminasi, aktivitas sebelum sakit dan selama sakit.
b. Klinis
- Berat badan
- Pemeriksaan Dada
Bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik untuk TB Paru yaitu
adanya lesi terutama di bagian atas paru, bayangan yang berwarna atau
terdapat bercak, adanya kavitas tungga atau multipel, terdapat klasifikasi
adanya lesi bilateral khususnya di bagian atas paru, adanya bayangan
abnormal yang menetap pada thoraks.
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium (Sputum)
Pemeriksaan sputum digunakan untuk mengidentifikasi suatu organisme
patogenik dan menentukan adanya sel-sel maligna di dalam sputum. Jenis-
jenis pemeriksaan sputum yang dilakukan yaitu kultur sputum, sensitivitas
dan Basil Tahan Asam (BTA). Pemeriksaan sputum BTA adalah
pemeriksaan yang khusus dilakukan untuk mengetahui adanya
Mycobacterium tuberculosis. Diagnosa Tb paru secara pasti dapat
ditegakkan apabila di dalam biakan terdapat Mycobacterium tuberculosis
2. Berdasarkan data focus diatas, jelaskan analisis anda (patofisiologi) sehingga
munculnya diagnose keperawatan prioritas pada kasus diatas!
- Berdasarkan kasus diatas pasien mengeluh sesak dan batuk berdahak kental,
ronchi (+) pada lobus apek. Pasien tampak lemah dan tidak napsu makan. serta
mempunyai riwayat merokok, tidak teratur makan, dan bekerja di pabrik textile.
3. Apakah diagnosa keperawatan prioritas pada kasus diatas? (SDKI) Dan 2 diagnosa
keperawatan lainnya yang mungkin muncul akibat gangguan system tubuh diatas!
(Sebutkan data mayor untuk menegakkan diagnose tersebut)
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan (SDKI)
- Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
- Hipertermia (D.0130)
- Risiko defisit nutrisi (D.0032)
4. Sebutkan tindakan keperawatan berdasarkan (SIKI)! Dan (Sertakan bukti evidence
based practice terbaru (jurnal), minimal : 3 buah,Jelaskan rasional tindakan
keperawatan tersebut berdasarkan jurnal
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001) yaitu Manajemen Jalan Napas
(I.01011) didasarkan pada tiga jurnal hasil penelitian
- Sasono Mardiono “Pengaruh Latihan Batuk Efektif Terhadap Frekuensi
Pernafasan Pasien TB Paru Di Instalasi Rawat Penyakit Dalam Rumah
Sakit Pelabuhan Palembang Tahun 2013” Desember 2013, Jurnal Harapan
Bangsa Vol.1 No.2
b. Hipetermia
- Devi Mediarti, Syokumawena, Jihan Salsabila Nur alifah, “Latihan Batuk
Efektif Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif : Studi Kasus” Mei 2023, Jurnal Keperawatan Merdeka, Vol.
3 No. 1
- Jumriana, Fitria Hasanuddin, St. Suarniati, Rahmawati, “ Latihan Batuk
Efektif Terhadap Kefektifan jalan napas Pada Pasien Tuberkulosis” Maret
2023, Jurnal Of Health Education And Literacy, Vol. 5 No. 2 b
5. Sebutkan terapi medis pada kasus penyakit diatas, dan jelaskan efek samping terapi
yang perlu di monitor oleh perawat!
1. Terapi Obat Anti Tuberculosis
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Etambutol
2. Efek Samping dari obat anti tuberculosis
- Isoniazid : mual, muntah, neuritis perifer, neuritis optic, kejang, demam,
purpura, hiperglikemia, dan ginekomastia
- Rifampisin : gangguan saluran cerna, terjadi sindrom influenza, gangguan
respirasi, udem, kelemahan otot, gangguan menstruasi, warna kemerahan
pada urin
- Pirazinamid : hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali,
ikterus, gagal hati, mual muntah, artlagia, anemia dan urtikaria
- Etambutol : neuritis optik, buta wrna merah/hijau, neuritis primer -
6. Jelaskan isu etik apa yang terdapat pada kasus tersebut?
Informed Consent : Sebelum membimbing batuk efektif perawat harus memastikan
bahwa pasien atau wali pasien telah memberikan persetujuan untuk tindakan tersebut.
Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada pasien atau wali pasien mengenai
manfaat, risiko, dan alternatif dari tindakan ini.

Anda mungkin juga menyukai