Anda di halaman 1dari 13

Refarat Kepada Yth :

Divisi Respilrologi

Multi-drug resistant (MDR TB) pada anak

Penyaji : dr. Hajrin Pajri Asra


Hari/Tanggal : 7 mei 2021
Pembimbing : dr.Wisman Dalimunthe, M.Ked(Ped), Sp.A(K).
Supervisor : dr.Wisman Dalimunthe, M.Ked(Ped), Sp.A(K).
Dr.dr.Rini Savitri Daulay, M.Ked(Ped), Sp.A(K).
dr.Fathia Meirina, M.Ked(Ped), Sp.A.

Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis, penyakit ini menyebar melalui droplet yang dikeluarkan oleh penderita TB lainnya.
Penyakit ini merupakan penyakit infeksi kedua yang menyebabkan kematian diseluruh dunia
setelah penyakit human immunno deficiency virus (HIV), hal ini menyebabkan TB menjadi salah
satu masalah kesehatan dunia.1,2 TB pada anak terjadi pada usia 0-14 tahun, di negara
berkembang jumlah anak menderita TB berumur kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari
jumlah seluruh populasi umum dan terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap
tahun.3,4
Muliti-drug resistant (MDR TB) didefinisikan sebagai sakit TB yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid and rifampicin, dua obat anti TB
yang paling poten saat ini. Dengan tingginya angka kematian dan kompleksnya tata laksana
MDR TB, hal ini merupakan tantangan yang sangat berat dalam program pengendalian TB
secara global. WHO memperkirakan bahwa 5% dari seluruh kasus TB di tahun 2014 adalah
kasus MDR TB. Data surveilans menunjukkan bahwa sekitar 480.000 orang terkena MDR TB
pada tahun 2014, dan 190.000 orang meninggal karena MDR TB. Karena keterbatasan fasilitas
laboratorium untuk melakukan pemeriksaan uji sensitivitas sputum, secara global saat ini masih
banyak kasus MDR TB yang belum terdiagnosis. Lebih lanjut, kasus-kasus yang telah

1
terdiagnosis pun masih banyak yang belum mendapatkan pengobatan karena tidak semua
fasilitas kesehatan mempunyai obat anti TB lini kedua.4,5
Berbeda dengan dewasa, sebagian besar kasus MDR TB pada anak terjadi karena tertular
kasus MDR TB dewasa. Oleh karena itu seharusnya kegiatan investigasi kontak pada anak yang
kontak erat dengan kasus MDR TB dewasa seharusnya rutin dilakukan agar pasien anak dengan
MDR TB dapat ditemukan dan diobati secara dini, serta anak yang kontak dengan pasien MDR
TB dewasa dan mempunyai risiko tinggi dapat diawasi dan diberikan terapi pencegahan jika
diperlukan.3

Tujuan penulisan refarat ini adalah untuk memaparkan tentang MDR TB pada anak

Tuberkulosis Pada Anak


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Complex (MTBC), yaitu terdiri dari Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis,
Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti, Mycobacterium pinnipedi, Mycobacterium
caprae, Mycobacterium canetti. Pada TB manusia sering disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, penyakit ini menyebar melalui droplet yang dikeluarkan oleh penderita TB lainnya.
Penyakit ini merupakan penyakit infeksi kedua yang menyebabkan kematian diseluruh dunia
setelah penyakit human immunno deficiency virus (HIV), hal ini menyebabkan TB menjadi
salah satu masalah kesehatan dunia. Tuberkulosis merupakan suatu infeksi airborne yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis sebuah bakteri tahan asam yang dapat menyerang
paru-paru maupun jaringan lainnya (TB ekstrapulmoner).
Laporan tuberkulosis global yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada
tahun 2018 memperkirakan 10,0 juta kasus kejadian baru tuberkulosis dan sekitar 1,3 juta
kematian di antara pasien HIV negatif. Kasus tuberkulosis dengan insidensi tinggi terutama
terjadi di Asia Tenggara (44%), Afrika (25%), diikuti oleh Pasifik Barat (18%), kawasan
Mediterania Timur (7,7%), Eropa dan Amerika. untuk dua pertiga dari beban tuberkulosis global
dengan India (27%), Cina (9%) Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%),
Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%). Proporposi kasus TB anak dia antara seluruh kasus
TB di Indonesia pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011, 8,2%
pada tahun 2012, 7,5% pada tahun 2013, 7,16% pada tahun 2014, dan 9 % ditahun 2015. Variasi

2
menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat endemisitas pada tiap provinsi akibat dari perbedaan
kualitas diagonosis.3,5,6
Paru merupakan port d’entre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik
renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5µm) akan terhirup dan akan mencapai
alveolus. Melalui proses imun sebagian bakteri mati, dan sebagian lagi membentuk lesi yang
membentuk fokus primer Ghon. Kemudian kuman menyebar melalui saluran limfe keseluruh
organ tubuh yang apabila imunitas lemah akan menyebabkan klinis sesuai dengan organ yang
terinfeksi.3,8

3
4
Gambar 1 : Patogenesis terjadinya TB3

Klasifikasi TB
Pasien TB dapat diklasifikasi dengan beberapa cara yaitu :3
1. Lokasi anatomi penyakit
a. Paru
1) Infeksi TB pada jaringan parenkim paru , TB millier merupakan infeksi
yang terjadi pada parenkim paru.

5
2) Limfadenitis TB pada rongga dada (hillus dan, atau Mediastinum) atau
efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada
paru dinyatakan sebagai TB ekstra paru.
3) Pasien dengan penderita TB paru dan sekaligus dengan TB ekstra paru
dinyatakan dengan TB ekstra paru
b. Ekstra Paru
1) Infeksi TB yang terjadi pada organ selain paru : Pleura, kelenjar limfe,
perut, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang.
2) Diagnose di upayak memlalui adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis.
3) Pasien pederita TB ekstra paru dengan beberapa organ merupakan infeksi
TB yang berat.
2. Riwayat Pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru TB yaitu pasien yang belum pernah mendapatkan terapi pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 28 dosis.
b. Pasien yang pernah diobati yaitu pasien yang sudah mendapat OAT lebih dari 1
bulan atau sudah menelan lebih dari 28 dosis.
1) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah sembuh atau pengobatan
lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar kambuh atau terinfeksi).
2) Pasien yang diobati Kembali setelah gagal: Pasien TB yang diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
3) Pasien yang diobati Kembali setelah putus berobat.
4) Lain-lain : pasien yang pernah berobat namun hasil pengobatan tidak
diketahui.
3. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
a. Mono resiten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
b. Poli resisten (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H), dan Rifampisn (R) secara bersamaan.
c. Multi drug resistan (TB MDR) : resitan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan.

6
d. Extensive drug resistant (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga resitan
terhadap salah satu obat golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari
OAT lini ke dua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, dan Amikasin).
e. Ressitan Rifampisin (TB RR): Resistan terhadap rifampisin dengan atau tanpa
resistan terahadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotif (kovensional).
4. Status HIV
a. HIV positif
b. HIV negative
c. HIV tidak diketahui

Multi Drug Resistan Tuberkulosis (MDR TB) pada Anak


Muliti-drug resistant (MDR TB) didefinisikan sebagai sakit TB yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampicin, dua obat anti TB
yang paling poten saat ini. Sama dengan sakit TB pada umumnya, MDR TB dapat mengenai
semua golongan umur, termasuk anak (umur 0-14 tahun). Dengan semakin meningkatnya jumlah
kasus MDR TB pada dewasa, baik yang diobati maupun tidak diobati, kasus MDRTB pada anak
pun mestinya semakin meningkat. Namun demikian, sampai saat ini data pasti jumlah kasus
MDR TB pada anak di dunia belum diketahui dengan pasti.3,9
Diagnosis MDR TB ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi, yaitu
dengan isolasi strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat anti TB. Kendala
utama pada anak adalah bahwa sebagian besar kasus TB anak adalah pausibasiler, kuman
Mycobacterium tuberculosis sering tidak tumbuh pada anak dengan TB. Di samping itu,
pengambilan sputum pada anak, khususnya anak kecil, juga merupakan tantangan tersendiri.3,4

Diagnosis MDR TB pada anak


Dalam penegakan TB MDR pada anak perlu dipastikan apakah pasien pernah kontak dengan
penderita dewasa dengan TB resistan obat (RO) dan juga dilakukan pemeriksaan fisik yang
mengarah ke klinis TB serat beberapa pemeriksaan penunjang. 3,10,11
a. Anamnesis

7
Selain menanyakan ada tidaknya gejala TB, anamnesis perlu dilakukan lebih detail
tentang riwayat pengobatan TB sebelumnya dan riwayat kontak erat dengan pasien MDR
TB. Berikut adalah kriteria tersangka MDR TB pada anak:3,10,11
- Pernah mendapat pengobatan TB 6-12 bulan sebelumnya
- Kontak erat dengan pasien TB MDR (bisa kontak serumah, di sekolah, di tempat
penitipan anak, dsb)
- Kontak erat dengan pasien yang meninggal akibat TB, gagal dalam pengobatan TB
atau tidak patuh dalam pengobatan TB
- Tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dengan OAT lini pertama selama
2-3 bulan, termasuk hasil pemeriksaan dahak dan atau kultur yang masih positif,
gejala yang tidak membaik dan gagal penambahan berat badan. (catatan: perbaikan
radiologis tidak digunakan sebagai penlaian perbaikan, karena perbaikan radiologis
biasanya terjadi lebih lama).

b. Pemeriksaan fisik
Secara umum, pada pemeriksaan fisik anak dengan sakit TB (baik TB sensitif obat
maupun MDR TB) tidak ditemukan kelainan yang khas. Tanda umum bisa berupa gizi
kurang/gizi buruk atau pembesaran kelenjar limfa servikal. Pada TB paru yang berat
biasanya dijumpai adanya sesak napas dan suara tambahan pada auskultasi paru. Tanda
yang khas bisa dijumpai pada TB ekstra paru, misalnya gibbus atau skrofuloderma.
c. Foto Rontgen dada
Tidak ada perbedaan dengan TB sensitif obat.
d. Pemeriksaan bakteriologis
Hasil biakan dan uji kepekaan obat yang menunjukkan adanya resistensi terhadap INH
dan Rifampicin merupakan baku emas MDR TB baik pada dewasa maupun anak. Namun
demikian pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat memerlukan waktu yang cukup
lama. Saat ini telah tersedia pemeriksaan Xpert MTB/RIF yang dapat mendeteksi ada
tidaknya Mycobacterium tuberculosis dan resistensi terhadap Rifampicin dalam waktu
yang cepat (kurang lebih 2 jam).
e. Tes HIV

8
Gambar 2: Alur diagnosis TB Resistan Obat3
Pengobatan
Prinsip dasar paduan terapi pengobatan untuk anak sama dengan paduan terapi dewasa pasien
MDR TB. Obat-obatan yang dipakai untuk anak MDR TB juga sama dengan dewasa dengan
penyesuaian dosis sesuai dengan berat badan pada anak (Gambar 3).1,3,12,13

9
Gambar 3. Daftar obat TB
Paduan obat TB resisten obat pada anak sama dengan dewasa, yaitu setidaknya terdiri atas 4-5
macam obat paduan dari obat-obat dari 5 grup di atas. Jika diagnosis MDR TB pada anak
terkonfirmasi dengan hasil uji kepekaan obat, paduan obat ditentukan berdasarkan hasil uji
kepekaan obat; sedangkan bila hasil biakan tidak tumbuh, paduan obat ditentukan berdasarkan
hasil uji kepekaan obat sumber penularan.1,3,12,
Petunjuk umum untuk penyusunan paduan obat adalah sebagai berikut:
1. Obat-obat anti TB lini pertama yang terbukti masih sensitif
2. Satu obat dari grup 2 (Injeksi) berdasarkan hasil tes sensitivitas dan riwayat pengobatan.
obat ini digunakan minimal 6 bulan dan 4 bulan setelah konversi. Pada anak
direkomendasikan untuk menggunakan amikasin
3. Satu obat grup 3 (Fluorokuinolon) berdasarkan hasil tes sensitivitas dan riwayat
pengobatan selama pengobatan. Ciprofloksasin tidak direkomendasikan untuk anak.
4. Obat-obat grup 4 harus diberikan selama terapi
5. Jika tidak memungkinkan untuk diberikan obat-obatan dari grup 1-4, pertimbangkan
untuk menambahkan obat grup 5, Penggunaan obat dari grup 5 harus dengan konsultasi
ahli TB resisten obat.

Pemantau Kemajuan Pengobatan


Pemantauan anak yang menjalani terapi MDR TB merupakan tantangan tersendiri, karena
lamanya waktu pengobatan yaitu selama 18-24 bulan. Selain ketaatan minum obat, pemantauan
efek samping juga harus dilakukan dengan teliti. Jenis pemantauan dan waktu pemantauan
selama pengobatan MDR TB dapat dilihat pada Gambar 4.

10
Gambar 4: tabel pemantau pengobatan3
Hasil Pengobatan
Jika diobati dengan baik, respon terapi MDR TB pada anak cukup baik, dengan angka sukses
terapi 81,67%. Kematian akibat MDR TB berkisar 5,9%, dan 39,1% dengan efek samping. Efek
samping obat MDR TB cukup banyak, mulai dari rash yang ringan sampai dengan kondisi yang
mengancam jiwa. Oleh karena itu pemantauan ketat selama pemberian obat-obat MDR TB perlu
dilakukan agar efek samping dapat terdeteksi secara dini. Akan tetapi pada anak cukup sulit
untuk memantaunya, khususnya pada anak usia muda, karena anak pada kelompok umur ini
tidak bisa mendeskripsikan keluhan nyeri, mual, neuropati perifer ataupun kecemasan. Hal lain
yang perlu diperhatikan pada anak adalah efek samping obat terhadap gangguan pertumbuhan
dan perkembangan neuro-kognitif.3,13,14

11
Gambar 5: tabel efek samping obat OAT.

Kesimpulan
Keberhasilan pengobatan MDR TB pada anak antara lain ditentukan oleh ketepatan dosis dan
ketaatan minum obat. Sayangnya data farmakokinetik obat anti TB lini kedua pada anak masih
sangat terbatas. Di samping itu sediaan obat anti TB lini kedua yang tersedia pada saat ini semua
dalam bentuk tablet. Hal ini merupakan tantangan dan permasalahan pada anak, terutama usia
muda karena obat harus digerus (dalam bentuk puyer) untuk menyesuaikan dosis dan
memudahkan pemberiannya. Permasalahannya, obat dalam bentuk puyer ini dapat mengurangi
ketepatan dosis dan bukan merupakan bentuk obat yang disukai anak karena rasa pahit sehingga
dapat mempengaruhi ketaatan minum obat. Hal lain yang merupakan tantangan dalam
pengobatan MDR TB pada anak adalah lamanya pemberian obat, yaitu sekitar 18-24 bulan. Oleh
karena itu pemberian obat MDR TB, baik pada anak maupun dewasa, haarus diberikan di bawah
pengawasan petugas kesehatan secara langsung untuk setiap dosis hariannya.

Daftar Pustaka
1. World Health Organisation. Global tuberculosis report [internet]. Geneva: WHO; 2014
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kemenkes RI;
2013.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana
TB Anak. Jakarta: Kemenkes RI; 2016
4. Ahmad S. Pathogenesis immunology and diagnosis of latent Mycobacteriumtuberculosis
infection. Clin Dev Immuol 2011;27.
5. World Health Organization. Global TB Report. Geneva:WHO; 2013. P45-59
6. World Health Organization. Global tuberculosis report; 2018.
7. Gupta R, Amrathal RS, Prakash R, Jain S, Terawi PK. Spoligotyping, phenotipyc and
genotyphic characterization of kat G, rpoB gene of M. tuberculosis isolates from Sahriya
tribe of Madhya Pradesh India. Journal of Infection and Public Health 12 (2019) 395–402
8. Syahrezki M. Faktor Resiko Tuberkulosis Multi Drug Resisten (TB-MDR). J Agromed
Unila 2015; 2(4):413-418
9. Santic Z, Kristina G. Epidemiology of tuberculosis during the period 1703–2011: honoring
the world tuberculosis day. Materia Socio-Medica. 2013; 25(4):291.
10. Zignol M, Sismanidis C, Falzon D, Glaziou P, Dara M, Floyd K. Multidrug-resistant
tuberculosis in children: evidence from global surveillance. Eur Respir J. 2013;42(3):701-7.
11. Falzon D, Jaramillo E, Schunemann HJ, Arentz M, Bauer M, Bayona J, et al. WHO
guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis: 2011 update.
Eur Respir J. 2011;38(3):516-28.

12
12. The Sentinel Projects on Pediatrics Drug-Resistant Tuberculosis. Management of multidrug
resistant tuberculosis in children: A field guide.2015.
13. Ettehad D, Schaaf HS, Seddon JA, Cooke GS, Ford N. Treatment outcomes for children
with multidrug-resistant tuberculosis: a systematic review and meta-analysis. The Lancet
Infectious diseases. 2012;12(6):449-56.
14. Seddon JA, Hesseling AC, Marais BJ, McIlleron H, Peloquin CA, Donald PR, et al.
Paediatric use of second-line anti-tuberculosis agents: a review. Tuberculosis (Edinburgh,
Scotland). 2012;92(1):9- 17.

13

Anda mungkin juga menyukai