Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS MDR

Disusun Oleh :
Uswatun Hasanah, S. Kep
JP018.02.004

CI INSTITUSI CI LAHAN

_____________________ _____________________

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS MDR

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobakterium Tuberculosis. TB Paru merupakan penyakt infeksi yang menyerang paru-
paru yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis, namun tidak menutup
kemungkinan penyakit ini bisa menyerang organ tubuh lain seperti otak, ginjal, tulang, dll
(TB Ekstra Paru).
MDR / Resistensi Ganda adalah: M. tucerkulosis yang resisten minimal terhadap
Rifampisin dan INH secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya. Terdapat lima jenis
kategori resistensi terhadap obat TB :
1. Mono-resistance : kebal terhadap salah satu OAT
2. Poly-resistance : kebal terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan
rifampisin.
3. Multidrug-resistance (MDR) : kebal terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan
rifampicin secara bersamaan.
4. Extensive drug-resistance (XDR) : TB- MDR ditambah kekebalan terhadap salah salah
satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini
kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)
5. Total drug resisten ( Total DR ) : Kekebalan terhadap semua OAT ( lini pertama dan
kedua ) yang sudah dipakai saat ini

B. ETIOLOGI
Penyebab dari Multi drug resistant tuberculosis (TB MDR) ini sama dengan etiologi
infeksi tuberkulosis yaitu Mycobacterium tuberculosis. Pada TB MDR,
kuman Mycobacterium tuberculosis menjadi resisten terhadap paling tidak dua dari
pengobatan tuberkulosis yaitu isoniazid dan rifampicin.
Ada berbagai faktor yang bisa menyebabkan berkembangnya resistensi kuman
penyebab tuberkulosis menjadi TB MDR, seperti:
1. Seorang penderita TB tidak menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.
2. Pemberian obat yang salah, meliputi jenis obat, dosis, dan lama pengobatan TB.
3. Kualitas obat yang buruk.
4. Kurangnya ketersediaan obat TB.
5. konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB MDR
Kuman Mycobacterium TB yang resisten terhadap sekurang-kurangnya Isoniasid dan
Rifampisin secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya
resisten HR,HRE,HRES. TB MDR juga lebih berisiko terjadi kembali pada seseorang
yang sebelumnya pernah terkena TB, memiliki kelemahan sistem kekebalan tubuh,
kontak dengan penderita TB MDR, dan seorang yang berasal dari daerah dengan kasus
TB resisten obat yang tinggi.
Suspek TB MDR Pasien yang dicurigai TB-MDR adalah:
1) Kasus TB paru kronik: dibuktikan dengan rekam medis sebelumnya dan riwayat
penyakit dahulu.
2) Pasien TB paru yang gagal pada pengobatan kategori 2.
3) Pasien TB yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti Kuinolon dan
Kanamisin.
4) Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.
5) Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan
dengan kategori 1.
6) TB paru kasus kambuh.
7) Pasien TB yang kembali setelah lalai/pada pengobatan kategori 1dan atau kategori
2.
8) Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB MDR
9) Pasien koinfeksi TB dan HIV

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala Respiratorik :
1. Batuk kering yang berangsur-angsur menjadi produktif lebih dari 3 minggu,
kadangkadang bercampur dengan dahak
2. Sesak napas dan nyeri dada
b. Gejala Sistemik :
1. Demam terutama dimalam hari
2. Berkeringat dingin malam hari tanpa aktivitas atau sebab yang jelas
3. Penurunan napsu makan
4. Penurunan berat badan

D. PATOFISIOLOGI
Multi drug resistant tuberculosis (TB MDR) paling banyak didahului oleh infeksi
tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mengalami kekebalan
obat akibat dua faktor yaitu:
1. Faktor Mikroorganisme
Virulensi kuman menjadi lebih tinggi dengan daya tahan yang tinggi. Keadaan yang
menimbulkan tingginya faktor virulensi ini adalah sifat kuman yang dapat menginfeksi
tubuh pejamu walaupun dalam jumlah yang kecil dan kemampuan
kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat bermutasi sehingga dapat menahan diri
terhadap reaksi peradangan oleh makrofag pada tubuh pejamu. Kuman Mycobacterium
tuberculosis memiliki protein yang dapat menimbulkan apoptosis makrofag yang
seharusnya memfagosit kuman. Hal ini akan menimbulkan kerusakan jaringan yang
semakin luas. Kuman ini juga dapat mensintesis protein dan menimbulkan perubahan
struktur kuman sehingga kuman menjadi lebih resisten terhadap pemberian antibiotik
yang sebelumnya sudah digunakan.
2. Faktor Klinis
Mekanisme terjadinya TB MDR terjadinya akibat faktor penyelenggara kesehatan,
faktor obat dan faktor pasien. Faktor penyelenggara kesehatan antara lain disebabkan
oleh keterlambatan diagnosis, petugas yang kurang terlatih, pemantauan pengobatan
yang tidak sesuai serta adanya fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang
ditambahkan pada satu paduan yang telah gagal, jika kegagalan ini terjadi akibat
kuman yang telah resisten pada paduan yang pertama maka penambahan obat ini akan
meningkatkan resistensi. Faktor obat antara lain paduan,dosis dan lama pengobatan
yang tidak sesuai, serta toksisitas dan efek samping yang mungkin terjadi. Faktor
pasien yang berperan dalam TB MDR ini adalah ketidaktaatan pasien dalam
mengkonsumsi obat, ketiadaan PMO (Pengawas Minum Obat), kurangnya pengetahuan
pasien terhadap infeksi tuberkulosis dan adanya gangguan penyerapan obat. Pada
beberapa keadaan TB MDR sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV-AIDS.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi : Gambaran thorax menunjukkan adanya lesi berupa infiltrat,
fibroinfiltrat/ fibrosis, konsolidasi/ kalsivikasi, tuberkuloma, dan kavitas.
2. Bronchografi : Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
3. Laboratorium :
- Darah : leukositosis/ leukopenia, LED meningkat
- Sputum : BTA S/P/S, kultur sputum gram sensitivity, sputum media LJ, DST,
GeneXpert
- Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Saat ini uji kepekaan M.tuberculosis secara tepat ( rapid test ) sudah
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai penampisan. Metode yang tersedia
adalah:
a. Line probe assey ( LPA )
- Pemeriksaan molekuler yang di dasarkan pada PCA
- Dikenal dengan Hain test/ Genotiype MDRTB plus
- Hasil pemeriksaan dapat di peroleh dalam waktu kurang lebih 24 jam
- Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosiss yang
resisten terhadap rifampisi ( R ) ternyata juga resisten terhadap isoniasis ( H )
sehingga tergolong MDR
b. Gene Xpert Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam

F. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada strategi DOTS.
Dasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obat-obat anti TB, WHO
guidelines membagi obat MDR-TB menjadi 5 group berdasarkan potensi dan efikasinya,
sebagai berikut (World Health Organization, 2008) :
1. Grup pertama, pirazinamid dan ethambutol, karena paling efektif dan dapat ditoleransi
dengan baik. Obat lini pertama yang terbukti sebaiknya digunakan dan digunakan
dalam dosis maksimal.
2. Grup kedua, obat injeksi bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), jika alergi
digunakan kapreomisin, viomisin. Semua pasien diberikan injeksi sampai jumlah
kuman dibuktikan rendah melalui hasil kultur negative
3. Grup ketiga, fluorokuinolon, obat bekterisidal tinggi, misal levofloksasin. Semua
pasien yang sensitif terhadap grup ini harus mendapat kuinolon dalam regimennya
4. Grup empat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS (paraaminocallicilic acid),
ethionamid, dan sikloserin. Golongan obat ini mempunyai toleransi tidak sebaik obat-
obat oral lini pertama dan kuinolon.
5. Grup kelima, obat yang belum jelas efikasinya, amoksisilin, asam klavulanat, dan
makrolid baru (klaritromisin). Secara in vitro menunjukkan efikasinya, akan tetapi
data melalui uji klinis pada pasien MDR TB masih minimal.
Ada tiga cara pendekatan pembuatan regimen didasarkan atas riwayat obat TB yang
pernah dikonsumsi penderita, data drug resistance surveillance (DRS) di suatu area, dan
hasil DST dari penderita itu sendiri. Berdasarkan data di atas mana yang dipakai, maka
dikenal pengobatan dengan regimen standar, pengobatan dengan regimen standar yang
diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu penderita tersebut, dan
pengobatan secara empiris yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST
individu penderita tersebut.
Menurut WHO guidelines 2008 membuat pentahapan tersebut sebagai brikut (World
Health Organization, 2008):
Tahap 1 : gunakan obat dari lini pertama yang manapun yang masih menunjukkan efikasi
Tahap 2 : tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi berdasarkan hasil
uji sensitivitas dan riwayat pengobatan
Tahap 3 : tambahan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan fluorokuinolon
Tahap 4 : tambahkan obat-obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari obat golongan 4
sampai sekurang-kurangnya sudah tersedia 4 obat yang mungkin efektif
Tahap 5 : pertimbangkan menambahkan sekurang-kurangnya 2 obat dari golongan 5
(melalui proses konsultasi dengan pakar TB MDR) apabila dirasakn belum ada 4 obat yang
efektif dari golongan 1 sampai 4.
Selain itu, ada beberapa butir dalam pengobatan MDR TB yang dianjurkan oleh
WHO (2008) sebagai prinsip dasar, antara lain (World Health Organization, 2008) :
(1) Regimen harus didasarkan atas riwayat obat yang pernah diminum penderita.
(2) Dalam pemilihan obat pertimbangkan prevalensi resistensi obat lini pertama dan obat
lini kedua yang berada di area / negara tersebut.
(3) Regimen minimal terdiri 4 obat yang jelas diketahui efektifitasnya.
(4) Dosis obat diberikan berdasarkan berat badan.
(5) Obat diberikan sekurnag-kurangnya 6 hari dalam seminggu, apabila mungkin
etambutol,pirazinamid, dan fluoro kuinolon diberikan setiap hari oleh karena
konsentrasi dalam serum yang tinggi memberikan efikasi.
(6) Lama pengobatan minimal 18 bulan setelah terjadi konversi.
(7) Apabila terdapat DST, maka harus digunakan sebagai pedoman terapi. DST tidak
memprediksi efektivitas atau inefektivitas obat secara penuh.
(8) Pirazinamid dapat digunakan dalam keseluruhan pengobatan apabila dipertimbangkan
efektif. Sebagian besar penderita MDR TB memiliki keradangan kronik di parunya,
dimana secara teoritis menghasilkan suasana asam dan pirazinamid bekerja aktif.
Deteksi awal adalah faktor penting untuk mencapai keberhasilan Pengobatan
mendapat Obat anti tuberkulosis lini kedua minimal 4 jenis OAT yang masih sensitif,
dimana salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap lanjutan semua OAT lini kedua yang
dipakai pada tahap awal.pasien MDR TB terdiri atas dua tahap, tahap awal dan tahap
lanjutan. Pengobatan MDR TB memerlukan waktu lebih lama daripada pengobatan TB
bukan MDR, yaitu sekitar 18-24 bulan..
1. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat mengakses
pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.
2. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang mengandung OAT lini
kedua.
Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji kepekaan M.
tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh TAK. Bila diagnosis TB MDR telah
ditegakkan, sebelum pengobatan dimulai, akan dlakukan persiapan awal, termasuk
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk mengetahui data awal
berbagai fungsi organ (ginjal, hati, jantung) dan elekrolit. Jenis pemeriksaan penunjang
yang dilakukan adalah sama dengan jenis pemeriksaan untuk pemantauan efek samping
obat.
Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah:
1. Pemeriksaan fisik:
a. Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan adanya riwayat dan
kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti sakit kuning
(hepatitis), diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang,
kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer). dll..
b. Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi penglihatan, pendengaran,
tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya
saat pasien berstatus sebagai suspek TB MDR.
2. Pemeriksaan kejiwaan. Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR
dimulai, hal ini berguna untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan
sebelum, selama dan setelah pengobatan pasien selesai.
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis.
b. Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin (Hb), jumlah lekosit.
c. Pemeriksaan kimia darah:
- Faal ginjal: ureum, kreatinin
- Faal hati: SGOT, SGPT.
- Serum kalium
- Asam Urat
- Gula Darah
d. Pemeriksaan hormon bila diperlukan: Tiroid stimulating hormon (TSH)
e. Tes kehamilan.
f. Foto dada/ toraks.
g. Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri)
h. Pemeriksaan EKG i. Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN TUBERCULOSIS MDR

1. PENGKAJIAN
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru (Irman Somantri,
2009)
1) Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung
biaya.
2) Keluhan Utama
a. Keluhan respiratoris:
- Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak,
berupa garis, atau bercak-bercak darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
b. Keluhan sistematis:
- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul,
dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas
serangan semakin pendek
- Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan
malaise.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
b. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi
atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
c. Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
d. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
e. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika
itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten),
apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan
gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
4) Riwayat penyakit Dahulu
1. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2. Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3. Pernah berobat tetapi tidak teratur
4. Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5. Daya tahan tubuh yang menurun
6. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7. Riwayat putus OAT.
5) Riwayat penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di
dalam rumah
6) Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya
2. Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3. Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya
4. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir
7) Riwayat Sosial Ekonomi
1. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
2. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus
harapan.
8) Faktor Pendukung:
1. Riwayat lingkungan.
2. Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur,
kebersihan diri.
3. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan,
pengobatan dan perawatannya.

9) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang
dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara
umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma.
TTV :
Suhu : Terjadi peningkatan suhu tubuh
Nadi : Denyut nadi meningkat seirama dengan frekuensi napas dan suhu tubuh
RR : Frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas
TD : Tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.
1. Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis, konjungtiva
anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak sianosis, mukosa bibir kering,
biasanya adanya pergeseran trakea.
2. Thorak
Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada,
biasanya pasien kesulitan saat inspirasi
Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah
Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
Auskultasi : Biasanya terdapat bronki
3. Abdomen
Inspeksi : biasanya tampak simetris
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
4. Ekremitas atas
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada edema
5. Ekremitas bawah
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada edema

10) Pemeriksaan Diagnostik


1. Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72
jam).
3. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak gambaran
bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas bayangan, berupa
cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru karena TB
paru.
5. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6. Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

11) Pola Kebiasaan Sehari-hari


1. Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Obyektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41°C)
hilang timbul.
2. Pola Nutrisi
Subyektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Obyektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub kutan.
3. Respirasi
Subyektif : Batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi
ronkhi basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak nafas, pengembangan
pernafasan tidak simetris (effusi pleura), perkusi pekak dan penurunan
fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
4. Rasa nyaman/nyeri
Subyektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obyektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
5. Integritas Ego
Subyektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
Obyektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang berlebih
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolarkapiler
3) Ketidak seimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake nutrisi
4) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan organism purulen
5) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan
(NANDA,NIC-NOC.2015)

3. INTERVENSI
1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang berlebih.
Tujuan : Bersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
- Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
- Mendemontrasikan batuk efektif
- Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada
dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi
sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolarkapiler.


Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
- Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
- Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
- Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
- Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tandatanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika. Pemeriksaan sputum dan kultur sputum. Konsul photo
toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3) Ketidak seimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakadekuatan intake nutrisi
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
- Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
- Menu makanan yang disajikan habis
- Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan
dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI
dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan
sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien
merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan
kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan
metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/ahli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang
cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan per sonde.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Setiadi (2012)

5. EVALUASI
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Setiadi
(2012)
Pathway
Microbacterium tuberculosa

Droplet infection

Masuk lewat jalan nafas

Dibersihkan oleh makrofag menetap dijaringan paru

Keluar dari tracheobionchial terjadi proses peradangan


Bersama secret

Smbuh tanpa pengobatan pengeluaran zat tumbuh dan berkembang


Nitrogen di sitoplasma makrofag

Mempengaruhi hipotalamus sarang primer

Mempengaruhi sel point

HIPERTERMI

Kompleks primer limfangitis local limfangitis regional

Menyebar ke organ lain sembuh sendiri tanpa pengobatan sembuh dengan bekas
Fibrosis

Radang tahunan dibrokus pertahanan primer


tidak adekuat

berkembang menghancurkan pembentukan tuberkel kerusakan membran


jaringan ikat sekitar alveolar

bagian tengah nekrosis pembentukan sputum menurunnya


berlebihan permukaan efek paru
membentuk jaringan keju KETIDAK EFEKTIF alveolus
BERSIHAN JALAN NAFAS

Secret keluar saat batuk alveolus mengalami


konsolidasi dan eksudasi

batuk produktif GANGGUAN


PRTUKARAN GAS

Droplet infection batuk berat

Terhirup orang sehat distensi abdomen

RESIKO PENULARAN mual, muntah


INFEKSI

Intake nutrisi kurang

KETIDAK SEIMBANGAN NUTRISI


KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH

Sembuh Pengobatan TB PARU Gagal Pengobatan

Suspek TB MDR

Pemeriksaan DST

Positif MDR

Pengobatan

ANSIETAS
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012 .Medikal Bedah Untuk mahasiswa. Yogyakarta : Diva Press


Marilyn, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta. Carpenito, Lynda Juall.
Nurarif, Amin Hadi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC –NOC.
Mediaction : Jogjakarta
Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu
https://www.academia.edu/5285934/LAPORAN_PENDAHULUAN_TUBERCULOSIS_MDR
diakses pada tanggal 17 Juni 2019, pukul 18.30 wita

Anda mungkin juga menyukai