Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN


( TUBERCULOSIS PARU )

Disusun untuk memenuhi tugas praktik profesi


Keperawatan Medikal Bedah
Minggu ke-2

DISUSUN OLEH: Foto 3x4


NAMA : AZWAR ANAS
NIM : 891221009

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PONTIANAK
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Manurung, 2013).

2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk
batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal dan terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat) dengan
ukuran panjang 0,5-4 mikron, dan tebal 0,3-0,6 mikron. Kuman terdiri dari asam lemak,
sehingga kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap gangguan kimia dan fisis (Kunoli,
2012).

3. Klasifikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas :
1) Tuberkulosis paru BTA (+)
1) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
2) Tuberkulosis paru BTA (- )
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberculosis aktif.
3) Tuberkulosis paru MDR ( Multi Drug Resistant )
TBC Resisten Obat merupakan perkembangan dari TBC biasa, kemudian pada
akhirnya sesuai dengan kondisiniya berkembang menjadi kebal akan obat tertentu dan
beberapa jenis obat lainnya. Fokus utamanya adalah kebal terhadap obat Bakteriosid,
Rimfampisin, dan Isoniazid. Diagnosis yang dikembangkan sekarang untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan GeneXpert. Diagnosis
bakunya adalah kultur Microbacterium tuberculosis di media padat dan terdeteksi
dengan resistensinya terhadap Rimfampisin dan Isoniazid. Kondisi yang ada di RSUP
Dr. Sardjito dari tahun 2011-2018 totalnya terdapat 120 pasien sampai sekarang,
kemudian sebanyak 31 pasien meninggal dalam perawatan atau rawat jalan dan
sebanyak 26 pasien sembuh. Respon terapi yang sembuh yaitu sebesar 80%. Memang
rata-rata penyembuhan internasional sekitar 67%. Adapun proses ataupun lama
perawatan TBC antara 18-36 bulan.
Prosedur pengobatan standar, akan dilakukan diagnosis terkait dengan
GeneXpert menggunakan bahan sputum dan cairan tubuh lainnya. Golongan obat
dalam panduan terapi MDR seperti Grup A Fluorokuinolon meliputi Levolfloksaasin
(Lfx), Moxifloksasin (Mfx), dan Gatifloksasin (Gfx). Grup B Obat Injeksi Lini Kedua
meliputi Amikasin (Am), Capreomisin (Cm), Kanamisin (Km), dan Streptomisin (S).
Grup C Obat Lini Kedua Utama Lainnya meliputi Etionamid/Protionamid (Eto/Pto),
Sikloserin/Terizidone (Cs/Trd), Linezolid (Lzd), dan Clofazimine (Cfz). Grup D Obat
Tambahan meliputi D1, D2, dan D3.
Masalah yang didapatkan dalam menangani pasien TBC Residen Obat seperti
pada masalah mual muntah, diare biasa. Pada permasalah telinga itu pasien akan
mengalami ketulian terkadang irreversible yang menjadi masalah. Pada saraf seperti
Neurophaty beberapa pasien dapat mengalami kejang sehingga harus mengkonsumsi
obat anti kejang. Psychiatry, dimana pasien dapat mengamuk bahkan kambuhan
sehingga harus rawat inap. Hepatopati juga terkadang dapat merepotkan kalau sampai
kronik mengakibatkan henti jantung. HIV/AIDS, apabila sampai terjadi iris akan sulit
membedakan mana yang merupakan efek samping atau iris. Alergi obat pun
menimbulkan reaksi tertentu pada pasien. Manajemen pun dapat menjadi masalah
seperti pada saat koordinasi lab rumah sakit dan mikrobiologi lab nasional.
Efek samping terbanyak pada kasus MDR TB adalah mual dan muntah, serta
artralgia. Sebagian besar efek samping itu adalah derajat ringan dan dapat diatasi
dengan memberikan obat simtomatis tanpa mengubah paduan obat. Efek samping
gangguan renal berhubungan dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan lebih
banyak terjadi pada laki-laki. Sebaliknya, untuk gangguan pendengaran lebih banyak
terjadi pada perempuan. Efek samping dari gangguan psikiatri cukup banyak sehingga
perlu kerjasama yang erat antara tim ahli klinis dan ahli kesehatan jiwa.
Komorbiditas yang paling sering dihadapi adalah seperti pada penyakit Diabetes
Mellitus yang memiliki permasalahan yang mengakibatkan pasien meninggal yang
berawal dari pasien terkena TB dan mengalami gangguan paru akan mengalami
komplikasi, pasien perokok dan sirosis hepatis, pasien HIV AIDS pun terkadang
meninggal di tengah masa pengobatan, bahkan pasien usia lanjut (>60 tahun) pun
memiliki pengaruh besar dalam kegagalan kesembuhan pasien. Adanya efek samping
dan komorbiditas harus memerlukan pengawasan yang ketat, koordinasi rumah sakit
dengan dinas kesehatan pun sangat penting dalam pengadaan obat-obatan dalam
kesembuhan TBC pada pasien.( https://sardjito.co.id/2019/08/28/mengenal-
tuberkulosis-resisten-obat-multidrug-resistant-tuberculosis/ ) diakses Tanggal,13
oktober 2022 jam 12.50 wib
4) Tuberkulosis paru XDR
Definisi TB-XDR telah direvisi oleh Program TB Global WHO, yang juga
mendefinisikan TB pre-XDR untuk pertama kalinya, menyoroti keseriusan
penggolongan jenis-jenis TBC. Definisi baru untuk pre-XDR dan TB-XDR akan
membantu untuk mendefinisikan lebih tepat kelompok pasien TBC yang memerlukan
rejimen pengobatan yang kompleks. Definisi baru ini juga diharapkan mengarah pada
pelaporan, pengawasan dan pemantauan TBC yang resistan terhadap obat di banyak
negara. Obat tersebut juga dapat merangsang pengembangan rejimen pengobatan yang
lebih baik untuk bentuk penyakit TBC yang lebih berbahaya ini.
TBC yang resistan terhadap obat adalah kondisi klinis yang serius dan tetap
menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Definisi baru akan memungkinkan
akses ke pilihan pengobatan yang lebih efektif untuk pasien dengan TBC yang
resistan terhadap obat. Kami berharap mereka juga akan mendorong peningkatan
kapasitas lebih lanjut di laboratorium nasional dan penelitian di masa depan tentang
pengujian kerentanan obat cepat untuk obat TBC baru dan yang digunakan kembali,
”kata Dr Tereza Kasaeva, Direktur Program TB Global WHO. “Kami mendesak
program TBC nasional untuk beralih ke definisi baru ini.”
Definisi baru dari TB pre-XDR adalah: TBC yang disebabkan oleh strain
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) yang memenuhi definisi TBC yang
resistan terhadap berbagai obat dan rifampisin (RO / TB-RR) dan yang juga resisten
terhadap fluoroquinolone. Definisi TB-RO (Resisten Obat)* tetap tidak berubah.
Definisi terbaru dari TB-XDR adalah: TBC yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis (M. tuberculosis) yang memenuhi definisi RO (resisten
obat) / TB-RR dan yang juga resisten terhadap fluoroquinolone dan setidaknya satu
obat tambahan Grup A (obat Grup A adalah kelompok obat yang paling manjur dalam
peringkat obat lini kedua untuk pengobatan TBC yang resistan terhadap obat
menggunakan rejimen pengobatan yang lebih lama dan terdiri dari levofloxacin,
moxifloxacin, bedaquiline dan linezolid).
Dua definisi TB pre-XDR dan TB-XDR menunjukkan peningkatan keparahan
penyakit, karena resistansi terhadap obat tambahan. Selanjutnya, jumlah obat yang
lebih terbatas tersedia bagi dokter untuk mengobatinya secara efektif.
Definisi baru pre-XDR dan TB-XDR berlaku mulai Januari 2021. Program TBC
nasional perlu mengarahkan staf, laboratorium dan sistem surveilans mereka untuk
mengakomodasi definisi baru. Perubahan yang diperlukan untuk definisi TB-XDR
memerlukan peningkatan tes molekuler cepat untuk mendeteksi resistansi
fluoroquinolone serta kapasitas laboratorium untuk melakukan DST untuk
bedaquiline dan linezolid
Definisi tersebut diperbarui pada Oktober 2020 setelah konsultasi yang
diadakan oleh Program TB Global WHO yang dihadiri oleh lebih dari 70 peserta,
mewakili negara, lembaga bilateral dan multilateral, organisasi internasional,
organisasi nonpemerintah, masyarakat sipil, dan akademisi.
TB-RO: Tuberkulosis Resisten Obat, Bakteri Mycobacterium Tuberculosis/TBC yang
resistensi terhadap paling tidak isoniazid dan rifampisin, obat-obatan penting untuk
pengobatan TBC. Penyakit yang resistan terhadap rifampisin sendiri memerlukan
penatalaksanaan klinis yang serupa dengan TB-RO.( https://poptbindonesia.org/who-
mengumumkan-definisi-baru-dari-tb-xdr/ ) diakses Tanggal 13 Oktober 2022
Jam.13.00 WIB

4. Patofisiologi
Kuman tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan. Bakteri yang
terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka
berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat di pindahkan
melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya. Sistem imun tubuh
berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan banyak bakteri, limfosit
spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri dan jaringan normal.Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli yang dapat menyebabkan
bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajaman.
Massa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil yang masih
hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag dan membentuk dinding protektif
granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dari fibrosa ini disebut tuberkel.
Bakteri dan makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.
Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit taktif karena
penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan
infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Turbekel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke
dalam bronchi. Tuberkel yang pecah menyembuh dan membentuk jaringan parut paru
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya
bronchopneumonia lebih lanjut (Manurung, 2013)

5. Pathway

WOC TB PARU
Bersin, batuk

Percikan dahak

Kuman TB (Mycrobacterium
Tuberculosis)

Mencapai lobus paru

Tuberculosis paru

Bakteri sampai pada bagian alveoli

Proses peradangan
peradangan

Stimulasi sel-sel
goblet dan sel
Granulasi
Merangsang Aktivitas seluler mukosa
Chemorectio
pengeluaran meningkat
n
bradikinin,
prostaglandin, dan
Sel mucus berlebihan
Peningkatan histamine
Pengeluaran batuk
suhu tubuh
droplet meningkat
Peningkatan produksi
mucus
hypertermia Reseptor nyeri Pemecahan KH,
lemak, protein
Akumulasi secret
pada saluran
Hypotalamus Nutrisi kurang dari pernapasan
kebutuhan

Bersihan jalan nafas


Kehilangan tidak efektif
nyeri
otot/lemak dan
protein

Respon batuk

kelemahan
Pengeluaran droplet

Gangguan ADL
Resiko penularan

6. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukkan tanda dan gejala yang
spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan menambah jaringan parunya
mengalami kerusakan, sehingga dapat meingkatkan produksi sputum yang ditunjukkan
dengan seringnya klien batuk sebagai bentuk kompensasi pengeluaran dahak. Selain itu,
klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat pada malam hari dan mengalami penurunan
berat badan yang berarti.
Secara rinci tanda dan gejala TB paru ini dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala
sistemik (demam dan malaise) dan gejala respiratorik (batuk, batuk darah, sesak nafas, dan
nyeri dada)

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada pasien Tb paru yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium
1).Kultur
Pemeriksaan kultur bertujuan untuk mengidentifikasikan suatu mikroorganisme
yang menyebabkan infeksi klinis pada sistem pernapasan. Bahan yang digunakan
dalam pemeriksaan kultur yaitu sputum dan apus tenggorok. Bahan pemeriksaan
sputum dapat mengidentifikasi berbagai penyakit seperti Tb paru, pneumonia,
bronkitis kronis dan bronkiektasis.
2) Pemeriksaan sputum
Sputum adalah suatu bahan yang diekskresikan dari traktus trakeobronkial dan dapat
dikeluarkan dengan cara membatukkan.

Pemeriksaan sputum digunakan untuk mengidentifikasi suatu organisme patogenik


dan menentukan adanya sel-sel maligna di dalam sputum. Jenis-jenis pemeriksaan sputum
yang dilakukan yaitu kultur sputum, sensitivitas dan Basil Tahan Asam (BTA).
Pemeriksaan sputum BTA adalah pemeriksaan yang khusus dilakukan untuk mengetahui
adanya Mycobacterium tuberculosis.
Diagnosa Tb paru secara pasti dapat ditegakkan apabila di dalam biakan terdapat
Mycobacterium tuberculosis (Manurung, 2008). Pemeriksaan sputum mudah dan murah
untuk dilakukan, tetapi kadang- kadang susah untuk memperoleh sputum khususnya pada
pasien yang tidak mampu batuk atau batuk yang nonproduktif. Sebelum dilakukan
pemeriksaan sputum, pasien sangat dianjurkan untuk minum air putih sebanyak 2 liter dan
dianjurkan untuk latihan batuk efektif.
Untuk memudahkan proses pengeluarkan sputum dapat dilakukan dengan
memberikan obat-obat mukolitik ekspektoran atau inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit. Apabila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan bronkoskopi
diambil dengan broncho alveolar lavage (BAL).
Pemeriksaan sputum BTA dilakukan selama tiga kali berturut-turut dan biakan atau
kultur BTA dilakukan selama 4-8 minggu. Kriteria dari sputum BTA positif yaitu
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA yang terdapat dalam satu sedian
(Manurung, 2008). Waktu terbaik untuk mendapatkan sputum yaitu pada pagi hari setelah
bangun tidur, sesudah kumur dan setelah gosok gigi. Hal ini dilakukan agar sputum tidak
bercampur dengan ludah.

b. Pemeriksaan radiologi dada


Pemeriksaan radiologis atau rontgen dada bertujuan untuk mendeteksi adanya
penyakit paru seperti tuberkulosis, pneumonia, abses paru, atelektasis, pneumotoraks, dll.
Dengan pemeriksaan rontgen dada dapat dengan mudah menentukan terapi yang
diperlukan oleh pasien dan dapat mengevaluasi dari efektifitas pengobatan.
Pemeriksaan radiologis dada atau rotgen dada pada pasien Tb paru bertujuan untuk
memberikan gambaran karakteristik untuk Tb paru yaitu adanya lesi terutama di bagian
atas paru, bayangan yang berwarna atau terdapat bercak, adanya kavitas tungga atau
multipel, terdapat klasifikasi, adanya lesi bilateral khususnya di bagian atas paru, adanya
bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks. Lesi yang terdapat pada orang dewasa
yaitu di segmen apikal dan posterior lobus atas serta segemen apikal lobus bawah.

8. Penatalaksanaan
Pengobatan TBC di Indonesia sesuai program nasional menggunakan panduan OAT yang
diberikan dalam bentuk FDC, sebagai berikut :
1) Kategori I : 2 RHZE/4H3R3 Diberikan untuk Penderita baru TB Paru dengan BTA (+),
Penderita baru TB Paru, BTA (-), RO (+), dengan kerusakan parenkim paru yang luas,
Penderita baru TB dengan kerusakan yang berat pada TB ekstra pulmonal.
2) Kategori II : 2 RHZES/HRZE/5R3H3E3 Diberikan untuk Penderita TB Paru BTA (+)
dengan riwayat pengobatan sebelumnya kambuh, kegagalan pengobatan atau
pengobatan tidak selesai.
3) Kategori III : 2 RHZ/4R3H3 Diberikan untuk Penderita baru BTA (-) dan RO(+) sakit
ringan, Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif
unilateral, TB Kulit, TB tulang.

Pengobatan Tuberkulosis Paru menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan


metode Directly Observed Treatment (DOTS) :
1) Kategori I (2HRZE/4H3R3) untuk pasien TBC.
2) Kategori II (2HRZES/HERZE/5H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang
pengobatan kategori I nya gagal atau pasien yang kambuh).
3) Kategori III (2HRZ/4H3RE) untuk pasien baru dengan BTA (-). RO (+),. Obat
diminum sekaligus 1 (satu) jam sebelum makan.
Kategori : 1) Tahap diberikan setiap hari selama 2 (dua) bulan (2HRZE): INH (H)
300mg-1 tablet, Rifanspisin (R): 450 mg – 1 kaplet, Pirazinamid (Z)
: 1500mg – 3 kaplet @500mg, Etambutol (E) : 750-3 kaplet
@250mg. Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif
sebanyak 60 kali. Regimen ini disebut KOMBIPAK II.
2) Tahap lanjutan diberikan 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3) : INH (H) : 600mg – 2 tablet @300mg,
Rifampisin (R) : 450mg – 1 kaplet. Obat tersebut diminum 3 (tiga)
kali dalam seminggu (intermitten) sebanyak 54 kali. Regimen ini
disebut KOMBIPAK III. (Kunoli, 2012).

9. Pengkajian
1.Identitas klien
Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medik, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
tanggal pengkajian.
2.Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk, batuk berdarah,
sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan demam. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk membuang/mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen
(menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama yaitu selama tiga minggu
atau lebih.
3.Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu
makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengobatan.
4.Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA, efusi pleura, serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
5.Riwayat kesehatan keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
6.Aktivitas/istirahat :
kelelahan umum, kelemahan, napas pendek karena kerja, kesulitan tidur atau demam
malam hari. Tandanya yaitu : takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot,
nyeri dan sesak.
7.Integritas ego :
gejala-gejala stress yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah
keuangan, perasaan tak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas. Tandanya
yaitu : menyangkal (khususnya selama tahap dini) dan ansietas, ketakutan
8.Makanan/cairan :
kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna dan penurunan berat badan. Tandanya
yaitu : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak
subkutan.
9.Nyeri dan keamanan :
nyeri dada meningkat karena pernafasan, batuk berulang. Tandanya yaitu : berhati-
hati pada area yang sakit, perilaku distraksi dan gelisah.
10.Pernapasan :
batuk (produktif atau tidak produktif), napas pendek, riwayat terpajan Tuberkulosis
dengan individu terinfeksi. Tandanya yaitu : peningkatan frekuensi pernapasan
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura), pengembangan pernapasan
tidak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan penurunan premitus (cairan pleural
atau penebalan pleural), bunyi napas :menurun/ tidak ada secara bilateral atau
unilateral (efusi pleura/pneumotoraks), bunyi napas : tubuler atau bisikan pektoral
diatas lesi luas. Karakteristik sputum : hijau purulen, mukoid kuning, atau bercak
darah, airway ditandai dengan SpO2 . Tandanya yaitu : akral dingin, sianosis dan
hipoksemia.
11.Keamanan :
adanya kondisi penurunan imunitas secar umum memudahkan infeksi sekunder,
contoh AIDS, kanker dan tes HIV positif. Tandanya yaitu : demam rendah atau sakit
panas akut.
12.Interaksi Sosial :
perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular. Tandanya yaitu: denial.
13.Penyuluhan dan Pembelajaran :
riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk, gagal untuk
membaik / kambuh TB, tidak berpartisipasi dalam terapi. Pertimbangan rencana
pemulangan : memerlukan 15 bantuan dengan / gangguan dalam terapi obat dan
bantuan diri dan pemeliharaan / perawatan rumah (Kunoli, 2012).
14.Pemeriksaan Penunjang Darah : ditemukan peningkatan leukosit dan laju endap darah
(LED). Sputum : BTA pada BTA (+) ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang
kuman pada satu sediaan dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Test
tuberculin : Mantoux tes (PPD). Rontgen : Foto PA (Kunoli, 2012).

10. Diagnosa keperawatan


1. (0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hiper sekresi jalan nafas d.d Batuk,sulit
mengeluarkan dahak/sekret,sesak,tampak meringis,gelisah,adanya retraksi dada,suara
tambahan ronchi,pernafasan cuping hidung.
2. (0005) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d Batuk,sulit
mengeluarkan dahak/sekret,sesak,tampak meringis,gelisah,adanya retraksi dada,suara
tambahan ronchi,pernafasan cuping hidung.
3. (0003) Gangguan pertukaran gas b.d ketidak seimbangan ventilasi-perfusi d.d
Batuk,sulit mengeluarkan dahak/sekret,sesak,tampak meringis,gelisah,adanya
retraksi dada,suara tambahan ronchi,pernafasan cuping
hidung,takikardi,akipneu,dyspneu.
4. (0009) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d
mual,muntah,tidak ada nafsu makan,peristaltik menurun/meningkat,membran
mucosa pucat,BB menurun
11.Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Keperawatan Tujuan ( SLKI ) Intervensi ( SIKI )
O
1 ( 0001 ) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Latihan Batuk Efektif (01006)
Bersihan jalan nafas tidak efektif diharapkan bersihan jalan nafas meningkat 1.Observasi
b.d hiper sekresi jalan nafas d.d dengan KH (01001) : a. Identifikasi kemampuan batuk
Batuk,sulit mengeluarkan a. Batuk tidak meningkat b. Monitor adanya retensi sputum
dahak/sekret,sesak,tampak b. Produksi sputum menurun c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
meringis,gelisah,adanya retraksi c. Mengi menurun nafas
dada,suara tambahan d. Wheezing 2.Terapeutik
ronchi,pernafasan cuping hidung. e. Dyspneu menurun a. Atur posisi semi fowler
f. Ortopneu membaik b. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan
g. Sianosis membaik klien
h. Gelisah membaik c. Buang secret pada tempat sputum
i. Frek.nafas membaik 3.Edukasi
j. Pola nafas membaik a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
b. Anjurkan tarik nafas dalam melalui
hidung selama 4 detik,ditahan selama 2
detik,kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam
hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
sesudah tarik nafas dalam yang ke 3
4.Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mucolitik atau
expectorant
2 ( 0003 ) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan respirasi
Pola nafas tidak efektif b.d diharapkan pertukaran gas meningkat 1. Observasi
hambatan upaya nafas d.d dengan KH (01003) : a. Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan
Batuk,sulit mengeluarkan a. Dyspneu menurun upaya nafas
dahak/sekret,sesak,tampak b. Bunyi nafas tambahan menurun b. Monitor pola nafas
meringis,gelisah,adanya retraksi c. Gelisah menurun c. Monitor kemampuan batuk efektif
dada,suara tambahan d. Nafas cuping hidung menurun d. Monitor adanya produksi sputum
ronchi,pernafasan cuping hidung. e. PCO2 menurun e. Auskultasi bunyi nafas
f. Sianosis menurun f. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
g. Monitor saturasi oksigen
2.Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi klien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
3.Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan
Terapi oksigen
1. Observasi
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat oksigen
c. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
d. Monitor efektifitas terapi oksigen
e. Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
2.Terapeutik
a. Bersihkan secret pada mulut,hidung dan
trachea
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Berikan oksigen tambahan
3.Edukasi
Ajarkan klien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
4.Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen

3 ( 0005 ) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas (01012)


Gangguan pertukaran gas b.d diharapkan pola nafas membaik dengan KH 1.Observasi
ketidak seimbangan ventilasi- (01004) a. Monitor posisi selang ETT,terutama
perfusi d.d Batuk,sulit a. Ventilasi semenit meningkat setelah mengubah posisi
mengeluarkan b. Kapasitas vital meningkat b. Monitor tekan balon ETT setiap 4-8 jam
dahak/sekret,sesak,tampak c. Tekanan ekspirasi meningkat c. Monitor kulit area stoma tracheostomi
meringis,gelisah,adanya retraksi d. Tekanan inspirasi meningkat 2.Terapeutik
dada,suara tambahan e. Dyspneu menurun a. Kurangi tekanan balon secara periodic
ronchi,pernafasan cuping f. Penggunaan otot bantu pernafasan tiap shift
hidung,takikardi,akipneu,dyspneu. menurun b. Pasang OPA untuk mencegah ETT
g. Ortopneu menurun tergigit
h. Pernafasan cuping hidung menurun c. Cegah ETT terlipat
i. Frekuensi nafas membaik d. Berikan pre oksigenasi 100% selama 30
j. Kedalaman nafas membaik detik (3-6 kali ventilasi) sebelum dan
k. Eksursi dada membaik sesudah pengisapan
e. Berikan volume pre oksigenasi 1,5 kali
volume tidal
f. Lakukan pengisapan lender kurang dari
15 detik jika diperlukan
g. Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
h. Ubah posisi ETT setiap 24 jam
i. Lakukan perawatan mulut
3.Edukasi
Jelaskan kepada klien dan keluarga tujuan
dan prosedur pemasangan jalan nafas
4.Kolaborasi
Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk
mucousplug yg tidak dapat dilakukan
pengisapan
4 ( 0019 ) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (03119)
Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan diharapkan status nutrisi membaik dengan 1.Observasi
mengabsorbsi nutrien d.d KH (03030) a. Identifikasi status nutrisi
mual,muntah,tidak ada nafsu a. Porsi makanan yang dihabiskan b. Identifikasi alergi makanan dan
makan,peristaltik meningkat intoleransi makanan
menurun/meningkat,membran b. Nyeri abdomen menurun c. Identifikasi makanan yang disukai
mucosa pucat,BB menurun c. BB membaik d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
d. IMT membaik nutrien
e. Frekuensi makan membaik e. Identifikasi perlunya penggunaan selang
f. Nafsu makan membaik naso gastrik
g. Bising usus membaik f. Monitor asupan makanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan status nutrisi membaik dengan g. Monitor BB
KH (03024) h. Monitor hasil pemeriksaan Lab.
a. Keinginan makan membaik 2.Terapeutik
b. Asupan makanan membaik a. Lakukan oral hygiene sebelum makan k/p
c. Asupan cairan membaik b. Fasilitasi menentukan pedoman diet
d. Energi untuk makan membaik c. Sajikan makanan secara menarik dan
e. Kemampuan merasakan makanan suhu yang sesuai
membaik d. Berikan makanan tinggi serat untuk
f. Kemampuan menikmati makanan mencegah konstipasi
membaik e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
g. Asupan nutrisi membaik protein
h. Stimulus intuk makan membaik f. Berikan suplemen makanan k/p
i. Kelaparan membaik g. Hentikan pemberian makan melalui
selang NGT jika asupan oral dapat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ditoleransi
diharapkan status nutrisi membaik dengan 3.Edukasi
KH (08066) a. Anjurkan posisi duduk,jika mampu
a. Kemampuan menuntaskan aktivitas b. Ajarkan diet yang diprogramkan
meningkat 4.Kolaborasi
b. Keluhan nyeri menurun a. Kolaborasi pemberian modifikasi
c. Meringis menurun sebelum makan (mis.pereda nyeri,anti
d. Sikap protektif menurun emetic) k/p
e. Gelisah menurun b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
f. Kesulitan tidur menurun menentukan jlh.kalori dan jenis nutrient
g. Anorexia menurun yang dibutuhkan k/p
h. Muntah menurun
i. Mual menurun Promosi berat badan (01336)
j. Frek.nadi membaik 1.Observasi
k. Pola nafas membaik a. Identifikasi kemungkinan penyebab BB
l. TD membaik kurang
m. Nafsu makan membaik b. Monitor adanya mual muntah
n. Pola tidur membaik c. Monitor jlh kalori yang dikonsumsi
sehari-hari
Setelah dilakukan tindakan keperawatan d. Monitor BB
diharapkan status nutrisi membaik dengan e. Monitor albumin,limfosit dan elektrolit
KH (03019) serum
a. Toleransi terhadap makanan meningkat 2.Terapeutik
b. Nafsu makan meningkat a. Berikan perawatan mulut sebelum
c. Mual menurun pemberian makan k/p
d. Muntah menurun b. Sediakan makanan tepat sesuai dg
e. Dispepsia menurun kondisi klien
f. Nyeri abdomen menurun c. Hidangkan makanan secara menarik
g. Dystensi abdomen menurun d. Berikan suplemen k/p
h. Jumlah cairan lambung saat aspirasi e. Berikan pujian pada klien/keluarga untuk
menurun peningkatan yang dicapai
i. Frek BAB membaik 3.Edukasi
j. Konsistensi feces membaik a. Jelaskan jenis makanan yang bergizi
k. Peristaltik usus membaik tinggi,namun tetap terjangkau
l. Jumlah feces membaik b. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
m. Warna feces membaik dibutuhkan

Sumber : SDKI,SLKI,SIKI 9 2017 )


12.Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012)

13.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan klien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Sumirah dan
Budiono, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi (2014) Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Jakarta : Hal. 101.

Amin & Hardhi (2016) Asuhan Keperawatan Praktis NANDA Jilid 2 Yogyakarta: Hal.
318.
Badan Pusat Statistik (2017) Statistik Kesejahteraan Rakyat 2017, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI (2015) Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014,Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI (2016) National Strategic Plan of TuberculosisControl 2016-


2020, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI (2016) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016
tentang Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta.

Kunoli (2012) Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis Jakarta : Hal 19.

Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Sustainability Development Goals.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

S. Manurung (2013) Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi Jakarta : Hal.105.

WHO (2017) Global Tuberculosis Report 2017, Jenewa.


https://sardjito.co.id/2019/08/28/mengenal-tuberkulosis-resisten-obat-multidrug-resistant-
tuberculosis/ .diakses Tanggal,13 oktober 2022 jam 12.50 wib
https://poptbindonesia.org/who-mengumumkan-definisi-baru-dari-tb-xdr/ .diakses Tanggal
13 Oktober 2022 Jam.13.00 WIB
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
( TUBERCULOSIS PARU )

Mahasiswa

Azwar Anas
NIM. 891221009

Mengetahui,

Pembimbing akademik Pembimbing klinik

Ns. Uti Rusdian Hidayat, M.Kep

Anda mungkin juga menyukai