Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

A DENGAN TUBERCULOSIS PARU DI


RUANG PERAWATAN LONTARA 1 ATAS BELAKANG RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH:
KELOMPOK 8

UTHAMI CITRA LESTARI R014212014


ANNISA RAMADHANI BAHARUDDIN R014212025
FAJRI ASHARI A. R014212036
CECE KIRANI ARMIN R014212044
ARMAWATI R014212017
ARDIANSYAH NOCH R014212001

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkolosis (TB) merupakan salah satu penyakit mikrobakterial

terbanyak selama sejarah dunia. Center of disease control and prevention

melaporkan bahwa sekitar sepertiga populasi dunia atau sekitar 2 miliar orang

terinfeksi bakteri tuberkolosis (Black & Hawks, 2014). Sementara Indonesia

menempati peringkat ke-3 di dunia sebagai negara paling banyak terinfeksi TB

(Muslimah, 2019). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,

prevalensi TB paru di Indonesia mencapai sekitar 1 juta kasus (Kemenkes RI,

2018).

TB merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis yang menular melalui udara dan umumnya di dapatkan dengan

inhalasi partikel kecil yang mencapai alveolus. Partikel kecil tersebut dapat

keluar saat berbicara, batuk, bersin atau tertawa (Black & Hawks, 2014). Kasus

TB biasanya dipengaruhi oleh faktor kesehatan, lingkungan dan juga ekonomi.

Faktor kesehatan seperti sistem kekebalan tubuh yang rendah sehingga rentang

terpapar penyakit TB. Faktor lingkungan seperti kepadatan penduduk dan polusi

udara. Faktor ekonomi seperti kemiskinan (Septiavin, Wulandari, & Kautsar,

2020).

Orang yang mengalami TB akan mengalami dispneu, batuk non

produktif atau produktif, batuk darah, nyeri dada, sesak dada bunyi krekels pada

saat auskultasi. Pasien juga merasa lelah, hilang nafsu makan, kehilangan berat

badan, dan demam menggigil disertai berkeringat di malam hari (Black &
Hawks, 2014). TB juga memberikan dampak buruk secara sosial seperti stigma

bahkan di kucilkan oleh masyarakat (Angreini & Hutabarat, 2021).

Terapi TB merupakan proses jangka panjang yang harus dimulai segera

setelah adanya dugaan infeksi. Terapi TB yang tidak memadai akan

mengakibatkan bertambahnya kemungkinan ke kambuhan beberapa bulan atau

tahun mendatang seolah-olah tampak sembuh (Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia., 2014). Perawat di klinik dan fasilitas kesehatan

masyarakat bertanggungjawab untuk pemantauan kepatuhan minum obat

memahami aksi farmakologis obat, mengamati efek samping yang tidak

diinginkan, mengumpulkan spesimen, sputum, mendapatkan rontgen dada, dan

mengamati adanya perbaikan atau perburukan dari temuan pemeriksaan awal.

Selain itu, perawat memberikan informasi yang lengkap dan dukungan untuk

membantu klien memahami proses pemulihan jangka panjang (Black & Hawks,

2014).

Laporan kasus ini berfokus pada Asuhan Keperawatan pasien dengan

diagnosa Tuberkulosis Paru di Ruang Perawatan Lontara 1 RSUP. DR. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep penyakit TB Paru

2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru

3. Untuk mengetahui kesesuaian/kesenjangan antara konsep dan praktik di RS


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Teori

1. Konsep Penyakit

a. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycobacterium Tubeculosis yang menyerang parenkim paru. TB juga dapat

menyerang bagian tubuh lain seperti otak, ginjal, tulang dan kelenjar

limpa(Hinkle & Cheever, 2018) . Bakteri ini dapat masuk ke saluran

pernapasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling

banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi

bakteri tersebut.

Kondisi TB dibedakan menjadi (CDC, 2022)

1. Infeksi TB laten : Infeksi TB tanpa menimbulkan gejala.

Pemeriksaan tuberkulin positif namun penderita tidak merasakan

gejala. Pemeriksaan sputum negatif dan hasil chest x-ray normal

2. Penyakit TB : Infeksi TB aktif dan menimbulkan gejala dan

dapat menularkanya pada orang lain. Pemeriksaan tuberkulin

positf, hasil chest x-ray abnormal dan pemeriksaan sputum positif.

b. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tubeculosis. Basil ini

tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemansan, sinar matahari

dan sinar ultraviolet (Nurafif & Kusuma, 2014).


Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:

M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dan sebagainya yang

juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri

Mycobacterium selain Mycobacterium Tuberculosis yang bisa menimbulkan

gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other

Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis

dan pengobatan TB (Permenkes RI, 2016).

Mycobacterium Tuberculosis bisa berada di bercak ludah (droplet)

dan di udara yang berasal dari penderita TBC dan orang yang terkena

rentang terinfeksi bila menghirupnya (Nurafif & Kusuma, 2014). Pada saat

sekali batuk dikeluarkan 3000 droplet. Penularan pada umumnya terjadi

pada ruangan dengan ventilasi kurang, dikarenakan sinar matahari dapat

membunuh kuman dengan cepat, sedangkan pada ruangan gelap kuman

dapat hidup (Inayah, 2019). Selain itu, penyebaran TB juga berisiko terjadi

pada orang terdekat yang tinggal bersama setiap hari seperti anggota

keluarga dan teman terdekat (CDC, 2022). Organisme yang berhasil masuk

ke parenkim paru juga dapat masuk ke kelenjar limpa dan aliran darah

sehingaa dapat menginfeksi bagian tubuh lain seperti ginjal dan tulang

(Hinkle & Cheever, 2018).

TB tidak dapat ditularkan melalui (CDC, 2022) :

- Berjabat tangan dengan orang lain

- Berbagi makanan atau minuman

- Menyentuh linen

- Berbagi sikat gigi


c. Manifestasi Klinis

Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat

menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut (Kepmenkes RI, 2019):

1) Batuk ≥ 2 minggu

2) Batuk berdahak

3) Batuk berdahak dapat bercampur darah

4) Dapat disertai nyeri dada

5) Sesak napas

Dengan gejala lain meliputi :

1) Malaise

2) Penurunan berat badan

3) Menurunnya nafsu makan

4) Menggigil

5) Demam

6) Berkeringat di malam hari

d. Penataksanaan Medis

Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam

pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien

untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB

(Kepmenkes RI, 2019).

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya

resistensi
2) Diberikan dalam dosis yang tepat

3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.

4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam

tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :

1) Tahap awal Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada

tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah

kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari

sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum

pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua

pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan

pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan

sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.

2) Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-

sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten

sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya

obat diberikan setiap hari.

Dosis Rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa

Dosis rekomendasi harian 3 kali per minggu

Dosis Maksimum Dosis Maksimum

(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB (mg)


Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin* 15 (12-18) - 15 (12-18) -

*Pasien berusia > 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-700 mg

per hari. Beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kgBB pada

pasien dengan kelompok usia ini. Pasien dengan berat badan < 50 kg tidak

dapat mentoleransi lebih dari 500-700 mg per hari.

Paduan obat standar untuk pasien dengan kasus baru

Pasien dengan kasus baru diasumsikan peka terhadap OAT kecuali:

1) Pasien tinggal di daerah dengan prevalensi tinggi resisten isoniazid

ATAU

2) Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB resistan obat. Pasien kasus

baru seperti ini cenderung memiliki pola resistensi obat yang sama

dengan kasus sumber. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan uji kepekaan

obat sejak awal pengobatan dan sementara menunggu hasil uji

kepekaan obat maka paduan obat yang berdasarkan uji kepekaan obat

kasus sumber sebaiknya dimulai.

Paduan obat standar pasien TB kasus baru

(dengan asumsi atau diketahui peka OAT)

Fase Intensif Fase Lanjutan

RHZE 2 bulan RH 4 Bulan


Berdasarkan hasil penelitian meta analisis WHO merekomendasikan paduan

standar untuk TB paru kasus baru adalah 2RHZE/4RH

Rekomendasi A

Jika tidak tersedia paduan dosis harian, dapat dipakai paduan

2RHZE/4R3H3 dengan syarat harus disertai pengawasan yang lebih ketat

secara langsung untuk setiap dosis obat (Rekomendasi B)

Pada akhir fase intensif, bila hasil apusan dahak tetap positif maka fase sisipan

tidak lagi direkomendasikan namun dievaluasi untuk TB-RO (uji kepekaan),

sementara pengobatan diteruskan sebagai fase lanjutan.

Rekomendasi A

Pasien TB paru sebaiknya mendapatkan paduan obat : 2RHZE/4HR, selama 6

bulan. Untuk TB ekstra paru biasanya diperlukan durasi pengobatan yang lebih

dari 6 bulan.

Semua pemberi layanan harus memastikan pemantauan pengobatan dan dukungan

untuk semua pasien TB agar dapat menjalankan pengobatan hingga selesai.

Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT harus diperiksa uji

kepekaan OAT pada awal pengobatan. Uji kepekaan dapat dilakukan

dengan metode cepat atau rapid test (TCM, LPA lini 1 dan 2), dan metode

konvensional baik metode padat (LJ), atau metode cair (MGIT) . Bila
terdapat laboratorium yang dapat melakukan uji kepekaan obat berdasarkan

uji molekular cepat dan mendapatkan hasil dalam 1-2 hari maka hasil ini

digunakan untuk menentukan paduan OAT pasien. Bila laboratorium hanya

dapat melakukan uji kepekaan obat konvensional dengan media cair atau

padat yang baru dapat menunjukkan hasil dalam beberapa minggu atau

bulan maka daerah tersebut sebaiknya menggunakan paduan OAT kategori I

sambil menunggu hasil uji kepekaan obat. Pada daerah tanpa fasilitas

biakan, maka pasien TB dengan riwayat pengobatan diberikan OAT

kategori 1 sambil dilakukan pengiriman bahan untuk biakan dan uji

kepekaan.

e. Kompikasi

Penyakit tuberculosis pari bila tidak ditangani dengan benar akan

menimbulkan komplikasi. Menurut Sudoyo et al. (2009) Komplikasi dibagi

atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

1) Komplikasi dini meliputi pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis,

usus, Poncet’s Arthopathy

2) Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas (Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat (Fibrosis Paru), Kor Pulmonal,

amyloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS),

sering terjadi pada TB Milier dan Kavitas TB.

f. Prognosis

Mayoritas pasien dengan diagnosis TB memiliki hasil yang baik. Ini

terutama karena pengobatan yang efektif. Tanpa pengobatan, angka

kematian tuberkulosis lebih dari 50%. Di negara-negara dengan tingkat TB


yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi dalam waktu 12 bulan setelah

pengobatan selesai dan karena kekambuhan. Di negara-negara dengan

tingkat TB yang lebih tinggi, sebagian besar kekambuhan setelah

pengobatan yang tepat mungkin disebabkan oleh infeksi ulang daripada

kekambuhan (Adigun & Singh, 2022) (Herchline, 2020).

Kelompok pasien berikut ini lebih rentan terhadap hasil yang lebih buruk

atau kematian setelah infeksi TB:

- Usia yang ekstrim, lanjut usia, bayi, dan anak-anak

- Keterlambatan dalam menerima pengobatan

- Bukti radiologis penyebaran luas.

- Gangguan pernapasan parah yang membutuhkan ventilasi mekanis

- Immunosupression

- Multidrug Resistance (MDR) Tuberculosis

g. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurafif & Kusuma (Nurafif & Kusuma, 2014), pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan adalah :

1) Pemeriksaan darah rutin : LED normal/meningkat, limfositosis

2) Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostic TB paru

3) Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : merupakan uji serologi

imunoperoksidase yang menggunakan alat histogen staining untuk

menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB

4) Tes Mantoux (Tuberkulin) : digunakan untuk mendeteksi seseorang

yang terinfeksi TB dan untuk skrining untuk TB laten. Tes tuberkulis


berupa injeksi intrakutan tuberkulin sebanyak 0,1 ml. (Hinkle &

Cheever, 2018)

a) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil

negative

b) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan

c) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif

d) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat

e) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa

indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni

persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin

5) Teknik PCR : Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi

daam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam specimen juga dapat

mendeteksi adanya resistensi

6) Becton Dickinson Diagnostic Instrumen Sistem (BACTEC) : Deteksi

growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam

lemak oleh Mycobacterium Tuberculosis.

7) Pemeriksaan Radiologi : Rontgen toraks PA dan Lateral untuk melihat

gambaran seperti :

- Adanya lesi terletak di lapangan paru atas atau segmen apical lobus

bawah

- Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)

- Adanya kavitas tunggal ataupun ganda

- Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru

- Adanya kalsifikasi
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

- Bayangan millie

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru

(Somantri, Irmawan, 2012; Umara, A., F., 2021; Perhimpunan dokter

penyakit dalam Indonesia, 2014):

1. Data pasien

TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa

dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan

perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang

tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya

cahaya matahari sangat minim.

2. Riwayat kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain:

a) Demam: subfebris, febris (40-41°C) hilang timbul, sehingga pasien

tidak pernah terbebas dari demam influenza. Keadaan ini sangat

dipengaruhui oleh daya tahan tubuh pasien

b) Batuk/batuk berdarah: batuk ini terjadi karena adanya iritasi

pada bronkus. Batuk ini terjadi untuk membuang/mengeluarkan

produksi radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non

prudktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan lebih lanjut berupa batuk

berdarah karena terdapat pembuluh darah yang pecah


c) Sesak napas: pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum

dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit

yang sudah lanjut. Dimana infiltrasi radang sudah sampai setengah

paru-paru.

d) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul jika infliltrasi

radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis yang

kemuadian terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien

menarik /melepas napas .

e) Malaise: sering ditemukan berupa anoreksia, napsu makan

menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, meriang,

keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi

hilang timbul secara tidak teratur.

f) Sianosis, sesak napas dan kolaps: merupakan gejala atelectasis.

Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernapas dan jantung

terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit

Nampak bayangan hitam dan diafragma menonjol keatas

g) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya

penyakit ini muncul bukan karena penyakit keturunan tetapi

merupakan penyakit infeksi menular . Hasil riset menunjukan

bahwa riwayat kontak dengan penderita TB paru berisiko 4,7 kali

lebih besar terinfeksi TB. Faktor yang mempengaruhi yaitu

kebiasaan batuk tanpa menutup mulut dan tidak memakai masker

(Pangaribuan et al, 2019)


3. Riwayat kesehatan dahulu

a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh

b) Pernah berobat tapi tidak sembuh

c) Pernah berobat tapi tidak teratur

d) Riwayat kontak dengan penderita TB paru

e) Daya tahan tubuh yang menurun

f) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur

g) Riwayat putus OAT

h) Riwayat diagnosis TB paru ≤ 1 tahun sebelumnya. Diagnosis

ditegakkan melalui pemeriksaan sputum dan foto thorax

(Kementrian Kesehatan RI, 2018)

4. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada keluarga pasien ada yang menderita TB paru. Biasanya

ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti

hipertensi, diabetes mellitus, jantung dan lainnya

5. Riwayat pengobatan sebelumnya

a) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubangan dengan sakitnya

b) Jenis, warna dan dosis obat yang diminum

c) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan

penyakitnya

d) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir

6. Riwayat sosial ekonomi

Terdapat hubungan sosial ekonomi terhadap kejadian TB paru.

Penderita TB paru di dunia menyerang kelompok sosial ekonomi lemah


atau miskin. Walaupun tidak berhubungan secara langsung namun

merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi

memburuk, perumahan tidak sehat dan kemampuan dalam akses

pelayanan kesehatan menurun (Irawati, I., Oktarizal, H., & Haryanto

A., 2020).

7. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan memberikan data menganai keadaan rumah dan

lingkungan klien terhadap fokus keamanan klien (Perry dan Potter,

2010). Kepadatan hunian dan kondisi fisik rumah menjadi faktor risko

terjadinya TB paru. Keadaan lingkungan yang padat penduduk (hunian

yang padat) dapat menjadi faktor risiko terjadinya TB paru karena

jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap

kadar oksigen dalam ruangan tersebut begitupun kadar uap air dan

udaranya, dengan meningkatanya CO2 di udara akan memberikan

kesempatan tumbuh dan berkembang biak M. Tuberculosis. Oleh

karena itu untuk menjaga kelembaban dan suhu maka perlu adanya

sirkulasi pertukaran udara baik alami atau buatan seperti ventilasi

rumah (Irawati, I., Oktarizal, H., & Haryanto A., 2020).

Kondisi fisik rumah yang ventilasinya kurang bagus menjadi

faktor risiko terjadinya TB paru dimana dilihat dari fungsinya yaitu

sebagai tempat pertukaran udara untuk membasakan udara ruangan dari

bakteri-bakteri pathogen. Selain itu, rumah yang tidak memiliki

pencahayaan yang baik atau tidak memiliki celah masuknya sinar

matahari meningkatkan resiko terjadinya TB sebanyak 3-7 kali. Hal ini


berkaitan dengan perkembangbiakan bakteri TB ditempat yang sejuk

dan lembab (Pralambang & Setiawan, 2021). Upaya yang dapat

dilakukan adalah membuka pintu dan jendela tiap hari, upayakan sinar

matahari masuk kerumah sehingga dapat membunuh kuman dan bibit

penyakit (Sumarni & Duarsa, A., B., S., 2014).

8. Riwayat psikososial

Menjelaskan tentang system pendukung biasanya pasangan, anak,

anggota keluarga lain atau teman dekat. Riwayat psikososial meliputi

informasi mengenai respon bagaimana pasien dan keluarga menghadapi

tekanan (Perry dan potter, 2010)

9. Pemeriksaan fisik

- Pada tahap dini sulit di deteksi

- Batuk produktif/non produktif, sesak napas, sakit dada

- Ronchi basah, kasar dan nyaring dia apeks paru

- Hipersonor/timpani jika tedapat cavitas yang cukup dan pada

auskultasi memberi suara umforik

- Pada keadaan lanjut terjadi artopi, retraksi interkosta dan fibrosis

- Bila mengenai pleura terjadi effuse pelura (perkusi meberikan suara

pekak dan penurunan fremitus)

- Pembengkakan jaringan limfe

10. Pemeriksaan penunjang

a) Sputum culture, untuk memastikan apakah keberadaan M.

Tuberculosis pada stadium aktif denagan ditemukannya kuman

BTA (Bakteri tahan asam). Kriteria sputum BTA Positif bila


ditemukan sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang pada satu

sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml

sputum. Cara pemeriksaan sputum yang dapat dilakan dengan

pemeriksaan langsung dengan mikroskop biasa, atau dengan

mikrosop flueresns, pemeriksaan dengan biakan (kultur) dan

pemeriksaan terhadap resistensi obat

b) Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid),

posistif untuk BTA

c) Skin test (PPD, mantoux, tine, and volmert patch), reaksi positif

(area indurasi 10 mmatau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi

antigen intradermal)mengindikasikan infeksi lama dan adanya

antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif

d) Chest X-ray, dapat memeprlihatkan infiltasi kecil pada lesi awal

dibagian atas paru-paru (apeks), deposit kalsium pada lesi primer

yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang

mengindikasikan TB paru yang lebih berat dapat mencakup area

berlubang dan fibrosa. Juga ditemukan konsolidasi paru (Hinkle &

Cheever, 2018)

e) Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbang lambung,

urine dan CSF, serta biopsi kulit): positif untuk M. tuberculosis

f) Needle biopsy of lung tissue, positif untuk granuloma TB, adanya

sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis


g) Elektrolit, mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya

infeksi (mis. Hiponatremia mengakibatakn retensi air, dapat

ditemukan pada TB paru kronis lanjut)

h) ABGs, mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan sisa

kerusakan paru-paru

i) Bronkografi, pemeriksaan kusus untuk melihat kerusakan bronkus

atau kerusakan paru-paru karena TB

j) Darah, leukositosis atau LED meningkat

k) Test fungsi paru-paru, VC menurun, dead space meningkat , TLC

meningkat dan menurunya saturasi O2 yang merupakan gejala

sekunder fibrosis/infiltrai parenkim paru-paru dan penyakit pleura.


b. Diagnosis dan Rencana Keperawatan

No
Diagnosis Keperawatan Tujuan/sasaran Intervensi
.
1. Kategori: Fisiologis Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif
Subkategori: Respirasi keperawatan diharapkan bersihan jalan
Kode: D.0149 napas klien dapat meningkat dengan Tindakan observasi:
kriteria hasil:  Identifikasi kemampuan batuk
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif  Batuk efektif meningkat Tindakan terapeutik:
 Produksi sputum menurun  Atur posisi semi-fowler atau fowler
Gejala dan tanda mayor:
 Mengi, wheezing, dan/atau ronkhi  Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
 Batuk tidak efektif pasien
menurun
 Sputum berlebih  Dispnea membaik  Buang sekret pada tempat sputum
 Mengi, wheezing, dan/atau  Ortopnea membaik Tindakan edukasi:
ronkhi  Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Frekuensi napas membaik
 Pola napas membaik  Anjurkan tarik napas dalam melalui
Gejala dan tanda minor:
hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
 Dispnea
detik, kemudian keluarkan dari mulut
 Ortopnea dengan b bibir mencucu selama 8 detik
 Frekuensi napas berubah  Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
 Pola napas berubah hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung
Kondisi klinis terkait: infeksi setelah tarik napas dalam yang ke-3
saluran napas Tindakan kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2. Kategori: Fisiologis Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Subkategori: Respirasi keperawatan diharapkan pertukaran
Kode: D.0003 gas klien dapat meningkat dengan Tindakan observasi:
kriteria hasil:  Monitor frekuensi, irama, pola napas,
Gangguan Pertukaran Gas  Dispnea menurun saturasi oksigen, dan nilai AGD
 Bunyi napas tambahan menurun  Monitor adanya produksi sputum dan
Gejala dan tanda mayor: kemampuan batuk efektif
 Gelisah menurun
 Dispnea Tindakan terapeutik:
 PCO2 membaik
 PCO2 meningkat/menurun  Atur interval pemantauan respirasi
 PO2 membaik
 PO2 menurun  Dokumentasikan hasil pemantauan
 Takikardia membaik
 Takikardia Tindakan edukasi:
 pH arteri membaik
 pH arteri meningkat/menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Pola napas membaik
 Bunyi napas tambahan
Gejala dan tanda minor:
 Gelisah
 Pola napas abnormal
(cepat/lambat, reguler/ireguler,
dalam/dangkal)

Kondisi klinis terkait: tuberkulosis


paru
3. Kategori: Psikologis Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi
Subkategori: Nyeri dan keperawatan diharapkan tingkat nyeri
kenyamanan klien dapat menurun dengan kriteria Tindakan observasi:
Kode: D.0077 hasil:  Identifikasi penurunan tingkat energi,
 Keluhan nyeri menurun ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
Nyeri Akut  Meringis menurun gejala lain yang mengganggu kemampuan

 Gelisah menurun kognitif


Gejala dan tanda mayor: Tindakan terapeutik:
 Kesulitan tidur menurun
 Mengeluh nyeri  Gunakan relaksasi sebagai strategi
 Frekuensi nadi membaik
 Tampak meringis penunjang dengan analgetik atau tindakan
 Pola napas membaik
 Gelisah medis lain
 Frekuensi nadi meningkat Tindakan edukasi:
 Sulit tidur  Jelaskan tujuan terapi relaksasi
 Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
Gejala dan tanda minor: (napas dalam)
 Pola napas berubah

Kondisi klinis terkait: infeksi


4. Kategori: Lingkungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia
Subkategori: Keamanan dan keperawatan diharapkan termoregulasi
proteksi klien dapat membaik dengan kriteria Tindakan observasi:
Kode: D.0130 hasil:  Monitor suhu tubuh
 Suhu tubuh membaik Tindakan terapeutik:
Hipertermia  Takikardi menurun  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Takipnea menurun  Berikan cairan oral
Gejala dan tanda mayor:
 Suhu kulit membaik  Kompres hangat
 Suhu tubuh di atas nilai normal
Tindakan edukasi:
 Anjurkan tirah baring
Gejala dan tanda minor:
Tindakan kolaborasi:
 Takikardi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
 Takipnea
intravena, jika perlu
 Kulit terasa hangat
Kondisi klinis terkait: proses
infeksi
5. Kategori: Psikologis Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi
Subkategori: Nyeri dan keperawatan diharapkan status
kenyamanan kenyamanan klien dapat meningkat Tindakan observasi:
Kode: D.0074 dengan kriteria hasil:  Identifikasi penurunan tingkat energi,
 Keluhan tidak nyaman menurun ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
Gangguan Rasa Nyaman  Gelisah menurun gejala lain yang mengganggu kemampuan

 Keluhan sulit tidur menurun kognitif


Gejala dan tanda mayor: Tindakan terapeutik:
 Merintih menurun
 Mengeluh tidak nyaman  Gunakan relaksasi sebagai strategi
 Gelisah penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis lain
Gejala dan tanda minor: Tindakan edukasi:
 Mengeluh sulit tidur  Jelaskan tujuan terapi relaksasi
 Tampak merintih  Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
(napas dalam)
Kondisi klinis terkait: penyakit
kronis
6. Kategori: Fisiologis Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Subkategori: Aktivitas/istirahat keperawatan diharapkan status
Kode: D.0056 kenyamanan klien dapat meningkat Tindakan observasi:
dengan kriteria hasil:  Monitor kelelahan fisik
Intoleransi Aktivitas  Keluhan lelah menurun Tindakan terapeutik:
 Perasaan lemah menurun  Sediakan lingkungan yang nyaman dan
Gejala dan tanda mayor: rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
 Kemudahan dalam melakukan
 Mengeluh lelah kunjungan)
aktivitas sehari-hari meningkat
Tindakan edukasi:
Gejala dan tanda minor:  Anjurkan tirah baring
 Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas
 Merasa lemah

Kondisi klinis terkait: penyakit


paru

(PPNI, 2018b) (PPNI, 2018a)


(PPNI, 2016)
B. Web of Caution (WOC)
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Nama/RM : Tn. A/658030


Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 25 Tahun
Ruangan : Lontara 1 Belakang RSWS

Data Pengkajian
Tanggal : 21-02-2022 Jam : 13.30 S : 36,7oC P : 26 x/m N : 82 x/m SaO2 : 98%
Cara dengan : TD : 120/80 mmHg
⃝ Jalan kaki ⃝ Kursi roda Cara Ukur : ⃝ Berdiri ⃝ Berbaring
⃝ Brankard ⃝ Lainnya : ⃝ Duduk
Datang melalui : TB : 169 BB : 52 Kg IMT : 18,18
⃝ UGD ⃝ Poliklinik
⃝ OK ⃝ Lainnya :
Diagnosa Masuk : Thypoid Fever
Diagnosis Medis : TB Paru Kasus Baru
Keluhan utama :
- Pasien mengatakan Sesak Napas dan Batuk Berlendir
- Tampak pasien sesak dan batuk berlendir
Riwayat Alergi : Ada/ Tidak : Pasien mengatakan tidak memiliki
riwayat alergi ⃝ Lainnya
⃝ Makanan laut : ⃝ Udara dingin :
⃝ Obat : ⃝ Debu
Penggunaan alat bantu : Ya/ Tidak : Pasien mengatakan tidak
menggunakan alat bantu ⃝
⃝ Kacamata/lensa kontak ⃝ Alat bantu dengar Lainnya
⃝ Gigi palsu ⃝ Kruk/walker/kursiroda :
Riwayat Pasien
Riwayat penyakit : Ya/tidak : Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
⃝ Hipertensi : ⃝ PPOK : ⃝ Diabetes :
⃝ Kanker:
⃝ Penyakit jantung : ⃝ Asma : ⃝ Hepatitis :
⃝ Stroke:
⃝ TB : ⃝ Gangguan mental :
⃝ Lainnya :
Riwayat operasi : Ya/tidak : Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat operasi
Merokok : Ya/ tidak : Pasien mengatakan tidak merokok
Konsumsi alkohol : Ya/tidak : pasien mengatakan tidak mengonsumsi alkohol
Riwayat Penyakit Keluarga
⃝ Hipertensi : Ayah Pasien ⃝ PPOK : ⃝ Diabetes :
⃝ Kanker:
⃝ Penyakit jantung : ⃝ Asma : ⃝ Hepatitis :
⃝ Stroke:
⃝ TB : ⃝ Gangguan mental :
⃝ Lainnya :
Psikososial/Ekonomi
Status pernikahan : ⃝ belum menikah ⃝ Menikah ⃝ Janda/duda
Keluarga : ⃝ tinggal bersama ⃝ tinggal sendiri
Tempat tinggal : ⃝ Rumah ⃝ Panti ⃝ Lainnya :
Pekerjaan : ⃝ PNS ⃝ Wiraswasta ⃝ Pensiunan
⃝ Lainnya : pasien mengatakan saat ini
pekerjaannya adalah Pelatih Bola
Status emosi : ⃝ Kooperatif ⃝ Tidak kooperatif
Pengalaman hospitalisasi : Ya/ tidak
Keterangan : pasien mengatakan pernah dirawat 4 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama

Sumber informasi : ⃝ Pasien ⃝ Keluarga ⃝ Lainnya :

Pemeriksaan Fisik (Ceklist pada bagian yang tidak normal)


⃝Gangguan Penglihatan : pasien mengatakan tidak ada gangguan penglihatan
⃝Gangguan pendengaran : pasien mengatakan tidak ada gangguan pendengaran
⃝ Gangguan penciuman : Pasien mengatakan tidak ada gangguan penciuman
TELINGA,
HIDUNG

⃝Kemerahan : ⃝Bengkak: ⃝Drainase:


⃝Nyeri : ⃝Lesi:
MATA,

Catatan:
- Sklera tidak tampak icterus
- Konjungtiva tampak pucat

⃝ Asimetri: ⃝ Takipnea : 26 x/m ⃝ Crackles :


⃝Kanan atas/bawah ⃝Kiri atas/bawah
⃝ Bentuk dada : simetris ⃝ Bradipnea : ⃝ Sputum-warna : Tampak ada sputum berwarna hijau
⃝ Batuk : tampak pasien batuk ⃝ Dispnea
⃝ Wheezing: ⃝Kanan atas/bawah
⃝Kiri atas/bawah ⃝ Modulasi O2 : 3 lpm via nasal kanul
RESPIRASI

Catatan :
- Pasien mengatakan sesak dan batuk berlendir
- Pasien mengatakan sulit mengeluarkan dahak
- Hasil pemeriksaan menunjukkan tampak bentuk dada simetris, tampak sputum saat batuk berwarna hijau, terdengar
suara napas tambahan (ronchi) pada basal paru bilateral

⃝ Takikardi : ⃝ Iregular:
⃝ Tingling : ⃝ Edema :
⃝ Bradikardi: ⃝ Murmur:
VASKULA
KARDIO

⃝ Mati rasa : ⃝ Nadi tidak teraba:


Catatan :
- Pasien mengatakan tidak ada keluhan
R

- Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah

⃝ Distensi ⃝ Hipoperistaltik :
⃝ Anoreksia: ⃝ Diare: ⃝ Inkontinensia
⃝ Rigiditas ⃝ Hiperperistaltik: ⃝ Disfagia
⃝ Konstipasi ⃝ Ostomi
STR
GA

⃝ Diet khusus ⃝ Intoleransi diit


Catatan :
- Pasien mengatakan tidak ada keluhan
- Hasil pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi tidak ada kelainan
- Auskulasi : bising usus : 14 x/m
ESTI
NAL
INT

-
⃝ penurunan BB > 10% satu bulan terakhir ⃝ Dekubitus : Stage 1/2/3/4
⃝ perubahan nafsu makan lebih dari 3 hari ⃝ TPN/PPN/tube feeding
NUTRISI

⃝Diare-frekuensi : /hari ⃝ Malnutrisi


Catatan :
- pasien mengatakan terjadi penurunan berat badan dalam sebulan terakhir
- pasien mengatakan BB sebelumnya 70 kg sekarang menjadi 52 kg
⃝ Disuria ⃝ Hesitansi ⃝ Nokturia ⃝ Folley
⃝ Menopause ⃝ Lendir
⃝ Frekuensi : 4-5 kali/hari ⃝ Inkontinensia ⃝ hematuria
/ GINEKOLOGI
GENITOURINARI

⃝ Urostomy ⃝ Kehamilan
Catatan :
- pasien mengatakan tidak ada keluhan
- Tidak dilakukan pemeriksaan fisik pada genitourinari

⃝ Konfusi ⃝ Sedasi ⃝ Pupil non reaktif


⃝ vertigo ⃝ Tremor ⃝ tidak seimbang
NEUROLOGI

⃝ Koma ⃝ letargi ⃝ afasia


⃝ Sakitkepala ⃝ mati rasa ⃝ Paralise

⃝ Semi-koma ⃝ Suara serak ⃝Seizure


⃝ Tingling ⃝ Kelemahan
Catatan :
- Pasien mengatakan tidak ada keluhan
- Hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan
⃝ Bengkak ⃝ Diaforesis ⃝ Lembab
⃝ prosthesis ⃝ Warna kulit : ⃝ teraba panas
⃝ atrofi/deformitas ⃝ turgor buruk ⃝ teraba dingin ⃝ Drainase :

Gambaran area luka dan jelaskan karakteristik luka (Gambarkan lukanya)


INTEGUME
N

Catatan :
- Pasien mengatakan tangan dan kakinya bengkak
- Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan Tampak edema pada esktremitas atas dan bawah

Kondisi 1. Sangat 2.Buruk 3.Sedang 4.Baik 4


Fisik buruk
(Skin Risk
NORTON SCALE

Kondisi 1. Stupor 2.Konfusi 3.Apatis 4.Sadar 4


mental
Aktivitas 1. Ditempat 2.Kursi roda 3.Jalan dengan 4.Jalan Sendiri 1
tidur bantuan
Mobilitas 1. Tidak 2.Sangat 3.Agak 4.Bebas 2
Mampu terbatas terbatas bergerak
bergerak
Inkontine 1. Inkontine 2.Selalu 3.Kadang- 4.kontinen 4

ssme
Asse

nt)
nsia nurin inkontinen kadang
dan alvi urin inkontinen
urin

Ket : Skor 15
< 12 : resiko tinggi decubitus, 12-15 resiko sedang decubitus, 16-20 : resiko rendah (Risiko sedang
dekubitus)

Mengendali 0.Perlu pencahar 1.Kadang perlu pencahar 2 Mandiri


kanrangsang BAB
Mengendalikan 0.Pakai kateter/ 1.Kadang tak terkendali 2. Mandiri
rangsang BAK tak terkendali
Membersihkan diri 0.Butuh bantuan 1.Mandiri
BARTEL INDEX (Functional Status Assassment)

Melepas dan 0.Tergantung 1.Tergantung pada beberapa 2. Mandiri


memakai celana, orang lain pada kegiatan
membersihkan, setiap kegiatan
menyiram jamban
Makan 0.Tidak mampu 1.Perlu dibantu 2. Mandiri
memotong makanan

Berubah posisi dari 0. Tidak mampu 1.Dibantu lebih dari 2 orang 2. Dibantu 1 3.Mandiri
berbaring ke duduk atau 2
orang
Berpindah/berjalan 0. Tidak mampu 1.dengan kursi roda 2. dibantu 1 3.mandiri
orang
Memakai baju 0. tergantung 1.sebagian dibantu 2. mandiri

Naik turun tangga 0. tidak mampu 1.sebagian dibantu 2. mandiri

Mandi 0. tergantung 1.mandiri


Total Skor = 9
Keterangan :
20 : Mandiri, 12-19 : ketergantungan ringan, 9-11 : ketergantungan sedang, 5-8 : ketergantungan berat, 0-4
: ketergantungan total
Riwayat jatuh 3 bulan Tidak = 0 Ya = 25
terakhir
Diagnosis medis Tidak = 0 Ya = 15
skunder > 1
FALL RISK

Alat bantu jalan Dibantu orang Penopang = 15 Furniture = 30


=0
Menggunakan infus Tidak = 0 Ya = 25
Cara Bed rest = 0 Lemah = 15 Terganggu =
berjalan/berpindah 30
Status mental Orientasi Orientasi tidak
sesuai = 0 sesuai = 15

Total Skor = 40 (Risiko Rendah)


Keterangan :
0-24 : tidak beresiko, 25-50 : resiko rendah, > 50 : resiko tinggi
Skala nyeri : ⃝ Skala angka ⃝ Face scale
Lokasi :
Onset :
Paliatif :
Kualitas :
Medikasi :
Efek nyeri :
⃝ Hubungan relasi ⃝ tidur ⃝ Nafsu makan
⃝ aktivitas ⃝ Emosi
⃝ Lainnya :

Pasien mengatakan tidak ada keluhan nyeri

Obat Dosis/Rute Tujuan Cara KerjaObat


Sukralfat Syr 10 cc/oral/8 jam mengatasi tukak Obat ini akan menempel di bagian lambung atau
lambung, ulkus usus yang luka dan melindunginya dari asam
duodenum, atau lambung, enzim pencernaan, dan garam empedu
gastritis kronis.
Albumin 25%/IV mengatasi Albumin dapat meningkatkan konsentrasi darah,
hipoalbuminemia sehingga cairan di luar pembuluh darah akan bergerak
masuk ke dalam pembuluh darah. Dengan begitu,
volume plasma dan tekanan di dalam pembuluh darah
akan meningkat, sehingga syok bisa teratasi.

Vit D3 400/oral mencegah dan salah satu bentuk dari vitamin D yang dapat ditemukan
mengatasi pada beberapa jenis bahan makanan, seperti hati sapi,
MEDIKASI

kekurangan keju, atau kuning telur, dan pembentukannya di dalam


vitamin D tubuh akan dibantu dengan paparan sinar matahari.
Suplemen vitamin D3 diperlukan oleh seseorang yang
tidak bisa mencukupi kebutuhan vitamin D3 secara
alami.
4 FDC 3 tab/oral obat yang Rifampicin adalah antibiotik yang digunakan untuk
digunakan untuk mengobati beberapa infeksi bakteri seperti tuberculosis
mengobati tubercul (TBC), kusta, dan penyakit legionnaire. Obat ini bisa
osis (TBC) dan diberikan secara oral maupun intravena. Rifampicin
infeksi bakteri termasuk golongan antibiotik rifamycin yang bekerja
Mycobacterium dengan cara menghambat pembentukan RNA bakteri.
tertentu. Isonicotinylhydrazine (INH), dikenal juga dengan nama
isoniazid adalah obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit tuberculosis (TBC). Obat ini adalah obat lini
pertama untuk pencegahan maupun pengobatan TB laten
ataupun TB aktif.  Obat ini efektif terhadap
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium kansasii,
dan Mycobacterium xenopi. Isoniazid adalah obat yang
masih berupa prodrug, yang kemudian diaktifkan oleh
enzim katalase-peroksidase bakteri yang ada pada
Mycobacterium tuberculosis.
Pyrazinamide adalah obat yang digunakan untuk
mengobati tuberculosis (TBC). Obat ini bersifat
bakteriostatik namun pada saat bakteri secara aktif
melakukan replikasi, obat ini bisa bersifat bakterisida.
Obat ini digunakan dalam 2 bulan pertama pengobatan
dengan tujuan mengurangi durasi terapi penyembuhan
TBC. Tanpa pyrazinamide, pengobatan TBC bisa
membutuhkan waktu 9 bulan atau lebih. Dalam
kombinasi dengan rifampicin, kedua obat ini adalah obat
pilihan untuk mengobati TBC laten.
Ethambutol adalah obat yang digunakan untuk
mengobati tuberkulosis (TBC), terutama bila diduga
telah terjadi resistensi. Obat ini biasanya digunakan
secara kombinasi dengan obat TBC lainnya, seperti
isoniazid, rifampicin, dan pyrazinamide. Obat ini adalah
anti tuberculosis yang bekerja dengan cara menghambat
satu atau lebih metabolit bakteri rentan yang
mengakibatkan gangguan metabolisme sel, menghambat
multiplikasi, hingga kematian sel. Obat ini aktif
terhadap bakteri yang rentan hanya saat bakteri itu
sedang mengalami pembelahan sel.
Furosemide 200 mg/IV/24 jam mengeluarkan menghalangi penyerapan natrium di dalam sel-sel
kelebihan cairan tubulus ginjal dan meningkatkan jumlah urine yang
dari dalam tubuh dihasilkan oleh tubuh.
melalui urine.
B Complex 200 mg/oral satu Vitamin B kompleks berperan dalam remetilasi
kelompok vitamin homosistein menjadi metionin yang kemudian akan
B yang berperan mengalami adenosilasi menjadi S-adenosylmethionine.
penting dalam S-adenosylmethionine adalah donor methyl utama pada
memperbaiki berbagai reaksi biokimia, termasuk pada sintesis
stamina tubuh, dan neurotransmitter monoaminergik.
juga sangat
berkaitan dengan
proses
menghasilkan
energi di dalam
tubuh manusia.
Smoflipid 100 cc/IV/24 jam Utk memberikan
energi & asam
lemak esensial &
asam lemak omega
3 pada orang dws,
sebagai bagian dari
pemberian rejimen
nutrisi parenteral
Zink 20 mg/oral suplemen untuk berperan penting dalam pembentukan DNA, membantu
mencegah atau kerja sistem kekebalan tubuh agar lebih optimal, dan
mengatasi penyembuhan luka.
kekurangan
(defisiensi) zinc
atau seng.
N-Ace 200 mg/IV/8 jam mengencerkan bekerja sebagai mukolitik atau pengencer dahak,
dahak pada sehingga dahak bisa lebih mudah dikeluarkan melalui
beberapa kondisi, batuk.
seperti
asma, cystic
fibrosis, atau
PPOK.
Methylprednisolo /oral untuk meredakan mencegah tubuh melepaskan senyawa kimia yang
ne peradangan pada memicu peradangan. Dengan begitu, gejala peradangan,
berbagai kondisi, seperti nyeri dan pembengkakan, akan berangsur
termasuk radang mereda.
sendi, radang
usus, asma,
psoriasis, lupus,
hingga multiple
sclerosis. Obat ini
juga bisa
digunakan dalam
pengobatan
reaksi alergi yang
parah.
Ketorolac 30 mg/IV/Ekstra  meredakan nyeri menghambat produksi senyawa kimia yang bisa
dan peradangan menyebabkan peradangan dan rasa nyeri.

Codein 1 mg/IV/8 jam meredakan nyeri obat ini akan berikatan dengan reseptor khusus di sistem
ringan hingga saraf pusat sehingga memengaruhi respon terhadap rasa
sedang nyeri. Selain itu, codeine juga memiliki efek antitusif
atau penekan respon batuk yang bekerja dengan cara
menghambat penyampaian sinyal batuk di sistem saraf
pusat.
Lanzoprazole 30 mg/oral/24 jam mengatasi kondisi Lansoprazole mampu menurunkan produksi asam
yang berkaitan lambung dan meredakan gejala akibat peningkatan asam
dengan peningkat lambung, seperti sensasi terbakar di dada, mulut terasa
an asam asam, serta mual dan muntah. Dengan begitu, kerusakan
lambung. Obat atau komplikasi yang dapat disebabkan oleh asam
ini umum lambung yang tinggi bisa dicegah.
digunakan pada
penderita tukak
lambung, GERD
(gastro
esophageal reflux
disease), esofagiti
s erosif, dan
sindrom
Zollinger-Ellison.
Ceftriaxone 2 gr/IV/24 jam mengatasi menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh
berbagai infeksi bakteri.
bakteri yang
terjadi pada
tubuh.
B Fluid 500 ml/IV/24 jam perawatan
Overdosis
parasetamol,
Lendir
menipis, Pencegah
an nefropati
radiocontrast-
diinduksi, Gula
darah
rendah, Dehidrasi, 
Skizofrenia,
Penyembuhan
luka, Gigi
sensitif, Virus
herpes
simpleks, Depresi 
dan kondisi
lainnya.

- Foto Thorax AP (08-02-2022) : Kesan : Edema paru disertai efusi pleura bilateral
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Rentang normal Interpretasi


Darah lengkap :
WBC 8,8 x 103/uL 4,00-10,00 x 103/uL Dalam Batas Normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

RBC 2,3 x 106/uL 4,00-6,00 x 106/uL


HGB 5,9 gr/dL 12-16 gr/dL
HCT 18 % 37,00-48,00 %
PLT 180 x 103/uL 150-400 x 103/uL Dalam batas normal
Fungsi Ginjal :
Ureum 133 mg/dL 10-50 mg/dL Hiperuremia
Kreatinin 3.23 mg/dL < 1,3 mg/dL Tinggi
Fungsi hati :
Albumin 2,1 mg/dL 3,5-5,0 mg/dL Hipoalbumin
Pemeriksaan Spesimen BTA :
Deteksi M. Tuberkculosis Terdeteksi Tidak Terdeteksi
Tes Rifampicin Sensitif Sensitif
B. Analisa Masalah Keperawatan

No. RM : 658030

Inisial Pasien : Tn. A

No. Data Fokus Masalah Keperawatan


1. Data subjektif : Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
- Pasien mengatakan sesak
- Pasien mengatakn batuk berlendir
- Pasien mengatakan sulit mengeluarkan
lendir saat batuk
Data Objektif :
- Tampak klien batuk
- Suara napas ronchi pada basal paru
bilateral
- Foto thoraks : edema paru disertai efusi
pleura bilateral
- Tanda-tanda vital :
 TD : 120/80 mmHg
 N : 82 x/m
 S : 36,7oC
 P : 26 x/m
 SpO2 : 98%
 Pemeriksaan Spesimen BTA :
terdeteksi M. tuberkulosis
2. Data subjektif : Defisit nutrisi (D.0019)
- Pasien mengatakan berat badannya turun
dalam satu bulan terakhir
- Pasien mengatakan berat badan sebelum
sakit 70 kg
- Pasien mengatakan nafsu makan
berkurang
- Pasien mengatakan hanya bisa
menghabiskan makanan sekitar 3-4
sendok
Data Objektif :
- Tampak pasien lemas
- Berat badan = 52 kg
- Tampak pasien hanya bisa menghabiskan
1/3 porsi makanan yang diberikan
nutrisionis
3. Data Subjektif : Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
- Pasien mengatakan kaki dan tangannya
bengkak
- Pasien mengatakan keluhan bengkak
setelah dipasang infus
- Pasien mengatakan sulit bergerak
- Pasien mengatakan sulit mengangkat
kakinya
- Pasie mengatakan dibantu saat mau
berubah posisi tidur
Data objektif :
- Tampak edema pada keduai tungkai
bawah dan tangan kanan pasien
- Albumin : 2,1 gr/dL
PATHWAY KASUS
C. Rencana Asuhan Keperawatan

No RM : 658030

Inisial Pasien : Tn. A

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/Sasaran Intervensi Rasional


1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan intervensi 1 x 24 Pemantaun respirasi (I.01014) Mengumpulkan dan
efektif jam, bersihan jalan napas Observasi : menganalisis data untuk
meningkat dengan kriteria : - Monitor frekunesi, irama, memastikan kepatenan
- Batuk efektif meningkat kedalaman dan upaya napas jalan napas
- Produksi sputum menurun - Monitor kemampuan batuk ketidakefektifan bersihan
- Frekunesi napas membaik efektif jalan napas
- Monitor adanya produksi
sputum
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksgien
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan
resspirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan Melatih pasien yang tidak
- Informasikan hasil memiliki kemampuan
pemantauan batuk secara efektif untuk
membersihkan laring,
Latihan batuk efektif (I.01006), trakea dan bronkiolus dari
Observasi : sekret atau benda asing di
- Identifikasi kemampuan batuk jalan napas
- Monitor adanya retensi
sputum
Terapeutik :
- Atur posisi fowler
- Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir menucucu
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke 3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan intervensi 3 x 24 Manajemen Nutrisi (I.03119) Mengidentifikasi dan
jam, status nutrisi membaik dengan Observasi : mengelola asupan nutrisi
kriteria : - Identifikasi status nutrisi yang seimbang
- Prosi makanan yang - Identifikasi alergi dan
dihabiskan meningkat intoleransi makanan
- Frekuensi makan cukup - Monitor asupan makanan
membaik - Monitor hasil pemeriksaan
- Nasfsu makan cukup laboratorium
membaik Terapeutik :
- Sajikan mkanan yang menarik
dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk saat
makan
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi 3 x Dukungan mobilisasi (I.05173), Memfasilitasi pasien
24 jam, mobilitas fisik Observasi : untuk meningkatkan
meningkat dengan kriteria : - Identifikasi adanya nyeri dan aktivitas pergerakan fisik
- Pergerakan ekstremitas keluhan fisik lainnya
cukup meningkat - Identifikasi toleransi fisik
- Kelemahan fisik cukup melakukan pergerakan
meningkat - Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
Terapeutik :
- Fasilitasi aktivitas mobilitas
dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan
pergerakan
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilitas dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan

D. Catatan Implementasi Keperawatan

Inisial Pasien : Tn. A

Diagnosis Medis : TB Paru

Ruang Rawat : Lontara 1 Belakang

Diagnosa Keperawatan : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


Catatan Perkembangan
Hari 1 Hari 2 Hari ke 3 Hari 4 Hari 5
Tanggal : 21-02-2022 Tanggal : 22-02-2022 Tanggal : 23-02-2022 Tanggal : 24-02-2022 Tanggal : 25-02-2022
Jam : 10.00 WITA Jam : 14.20 WITA Jam : 14.05 WITA Jam : 21.15 WITA Jam : 21.30 WITA
Implementasi : Implementasi : Implementasi : Implementasi : Implementasi :
Pemantaun respirasi Pemantaun respirasi Pemantaun respirasi Pemantaun respirasi Pemantaun respirasi
(I.01014) (I.01014) (I.01014) (I.01014) (I.01014)
Observasi : Observasi : Observasi : Observasi : Observasi :
- Memonitor frekunesi, - Memonitor frekunesi, - Memonitor frekunesi, - Memonitor frekunesi, - Memonitor frekunesi,
irama, kedalaman dan irama, kedalaman dan irama, kedalaman dan irama, kedalaman dan irama, kedalaman dan
upaya napas upaya napas upaya napas upaya napas upaya napas
Hasil : Frekuensi 26 Hasil : Frekuensi 25 Hasil : Frekuensi 26 Hasil : Frekuensi 24 Hasil : Frekuensi 22
x/m x/m x/m x/m x/m
- Memonitor - Memonitor - Memonitor - Memonitor - Memonitor
kemampuan batuk kemampuan batuk kemampuan batuk kemampuan batuk kemampuan batuk
efektif efektif efektif efektif efektif
Hasil : pasien tidak Hasil : pasien mampu Hasil : pasien mampu Hasil : pasien mampu Hasil : pasien mampu
mampu melakukan melakukan batuk melakukan batuk melakukan batuk melakukan batuk
batuk efektif efektif efektif efektif efektif
- Memonitor adanya - Memonitor adanya - Memonitor adanya - Memonitor adanya - Memonitor adanya
produksi sputum produksi sputum produksi sputum produksi sputum produksi sputum
Hasil : ada sputum Hasil : ada sputum Hasil : ada sputum Hasil : ada sputum Hasil : ada sputum
berwarna hijau berwarna hijau berwarna putih sedikit berwarna putih sedikit berwarna putih sedikit
- Melalukan Palpasi - Melalukan Palpasi kehijauan kehijauan kehijauan
kesimetrisan ekspansi kesimetrisan ekspansi - Melalukan Palpasi - Melalukan Palpasi - Melalukan Palpasi
paru paru kesimetrisan ekspansi kesimetrisan ekspansi kesimetrisan ekspansi
Hasil : ekspansi paru Hasil : ekspansi paru paru paru paru
sama antara kiri dan sama antara kiri dan Hasil : ekspansi paru Hasil : ekspansi paru Hasil : ekspansi paru
kanan kanan sama antara kiri dan sama antara kiri dan sama antara kiri dan
- Melakukan auskultasi - Melakukan auskultasi kanan kanan kanan
bunyi napas bunyi napas - Melakukan auskultasi - Melakukan auskultasi - Melakukan auskultasi
Hasil : terdengar Hasil : masih terdengar bunyi napas bunyi napas bunyi napas
ronchi pada basal paru ronchi pada basal paru Hasil : masih terdengar Hasil : masih terdengar Hasil : masih terdengar
bilateral bilateral ronchi pada basal paru ronchi pada basal paru ronchi pada basal paru
- Memonitor saturasi - Memonitor saturasi bilateral bilateral bilateral
oksgien oksgien - Memonitor saturasi - Memonitor saturasi - Memonitor saturasi
Hasil : SpO2 = 98% Hasil : SpO2 = 99% oksgien oksgien oksgien
- Memonitor hasil x-ray Hasil : SpO2 = 98% Hasil : SpO2 = 99% Hasil : SpO2 = 99%
toraks
Hasil : foto toraks
menunjukkan adanya
edema paru disertai
efusi pleuara bilateral

Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik :


- Mengatur interval - Mendokumentasikan - Mendokumentasikan - Mendokumentasikan - Mendokumentasikan
pemantauan respirasi hasil pemantauan hasil pemantauan hasil pemantauan hasil pemantauan
sesuai kondisi pasien Hasil : melaporkan Hasil : melaporkan Hasil : melaporkan Hasil : melaporkan
- Mendokumentasikan hasil pemantauan hasil pemantauan hasil pemantauan hasil pemantauan
hasil pemantauan kepada perawat kepada perawat kepada perawat kepada perawat
Hasil : melaporkan penanggung jawab penanggung jawab penanggung jawab penanggung jawab
hasil pemantauan pasien pasien pasien pasien
kepada perawat
penanggung jawab
pasien
Edukasi : Edukasi : Edukasi : Edukasi :
Edukasi : - Menginformasikan - Menginformasikan - Menginformasikan - Menginformasikan
- Menjelaskan tujuan hasil pemantauan hasil pemantauan hasil pemantauan hasil pemantauan
dan prosedur Hasil : menyampaikan Hasil : menyampaikan Hasil : menyampaikan Hasil : menyampaikan
pemantauan kepada pasien hasil kepada pasien hasil kepada pasien hasil kepada pasien hasil
Hasil : menjelaskan frekuensi pernapasan frekuensi pernapasan frekuensi pernapasan frekuensi pernapasan
kepada pasien dan yaitu 25 x/m yaitu 26 x/m yaitu 24 x/m yaitu 22 x/m
keluarga tentang tujuan Kolaborasi :
dan prosedur - Melakukan kolaborasi
pemantauan pemberian mukolitik
pernapasan (N-Ace 200 mg/IV/8
- Menginformasikan jam
hasil pemantauan
Hasil : menyampaikan
kepada pasien hasil
frekuensi pernapasan
yaitu 26 x/m

Latihan batuk efektif Latihan batuk efektif Latihan batuk efektif


(I.01006), (I.01006), (I.01006),
Latihan batuk efektif Observasi : Observasi : Observasi :
(I.01006), - Mengidentifikasi - Mengidentifikasi - Mengidentifikasi
Observasi : kemampuan batuk kemampuan batuk kemampuan batuk
- Mengidentifikasi Hasil : pasien belum Hasil : pasien dapat Hasil : pasien dapat
kemampuan batuk dapat mengeluarkan batuk mengeluarkan batuk mengeluarkan
Hasil : pasien tidak dahak secara maksimal dahak dahak
dapat mengeluarkan - memonitoring adanya - memonitoring adanya - memonitoring adanya
dahak secara maksimal retensi sputum retensi sputum retensi sputum
- memonitoring adanya
retensi sputum Terapeutik :
- Mengatur posisi fowler Terapeutik : Terapeutik :
Terapeutik : - Membuang sekret pada - Mengatur posisi fowler - Mengatur posisi fowler
- Mengatur posisi fowler tempat sputum
- Membuang sekret pada
tempat sputum Edukasi :
- Menjelaskan kembali Edukasi :
Edukasi : pasien tentang batuk - Menjelaskan kembali
- Menjelaskan tujuan efektif dengan cara pasien tentang batuk
dan prosedur batuk tarik napas dalam efektif dengan cara
efektif melalui hidung selama tarik napas dalam
- Menganjurkan pasien 4 detik, ditahan selama melalui hidung selama
tarik napas dalam 2 detik, kemudian 4 detik, ditahan selama
melalui hidung selama keluarkan dari mulut 2 detik, kemudian
4 detik, ditahan selama dengan bibir keluarkan dari mulut
2 detik, kemudian menucucu (dibulatkan) dengan bibir
keluarkan dari mulut selama 8 detik menucucu (dibulatkan)
dengan bibir - Menganjurkan selama 8 detik
menucucu (dibulatkan) mengulangi tarik napas - Menganjurkan
selama 8 detik mengulangi tarik napas
- Menganjurkan dalam hingga 3 kali dalam hingga 3 kali
mengulangi tarik napas - Menganjurkan batuk - Menganjurkan batuk
dalam hingga 3 kali dengan kuat langsung dengan kuat langsung
- Menganjurkan batuk setelah tarik napas setelah tarik napas
dengan kuat langsung dalam yang ke 3 dalam yang ke 3
setelah tarik napas
dalam yang ke 3
Kolaborasi :
Kolaborasi : - Melakukan kolaborasi
Kolaborasi :
pemberian mukolitik
- Melakukan kolaborasi Kolaborasi : Melakukan kolaborasi
(N-Ace 200 mg/IV/8
pemberian mukolitik - Melakukan kolaborasi pemberian mukolitik (N-
pemberian mukolitik Ace 200 mg/IV/8 jam jam
(N-Ace 200 mg/IV/8
jam (N-Ace 200 mg/IV/8
jam

Catatan Perkembangan
Evaluasi
Hari 1 Hari 2 Hari ke 3 Hari 4 Hari 5
Tanggal : 21-02-2022 Tanggal : 22-02-2022 Tanggal : 23-02-2022 Tanggal : 25-02-2022 Tanggal : 25-02-2022
Jam : 13.30 WITA Jam : 20.30 WITA Jam : 20.40 WITA Jam : 07.00 WITA Jam : 07.00 WITA
S: S: S: S: S:
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
sesak batuk berlendir masih terasa sesak sesak berkurang sesak berkurang
- Pasien mengatakn - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
batuk berlendir masih sulit masih batuk berlendir masih terasa batuk masih terasa batuk
- Pasien mengatakan mengeluarkan lendir - Pasien mengatakan
sulit mengeluarkan saat batuk sudah dapat
lendir saat batuk memahami secara baik
cara batuk efektif O: O:
O: O: O: - Suara napas ronchi - Suara napas ronchi
- Tampak klien batuk pada basal paru pada basal paru
- Tampak klien batuk - Suara napas ronchi - Suara napas ronchi bilateral bilateral
- Suara napas ronchi pada basal paru pada basal paru - Foto thoraks : edema - Foto thoraks : edema
pada basal paru bilateral bilateral paru disertai efusi paru disertai efusi
bilateral - Tanda-tanda vital : - Foto thoraks : edema pleura bilateral pleura bilateral
- Foto thoraks : edema  TD : 144/82 paru disertai efusi - Tanda-tanda vital : - Tanda-tanda vital :
paru disertai efusi mmHg pleura bilateral  TD : 110/70  TD : 110/70
pleura bilateral  N : 81 x/m - Tanda-tanda vital : mmHg mmHg
- Tanda-tanda vital :  S : 36,5oC  TD : 130/90  N : 90 x/m  N : 90 x/m
 TD : 120/80  P : 25 x/m mmHg  S : 36,0oC  S : 36,0oC
mmHg  SpO2 : 99%  N : 77 x/m  P : 24 x/m  P : 22 x/m
 N : 82 x/m  S : 36,8oC  SpO2 : 99%  SpO2 : 99%
 S : 36,7oC  P : 26 x/m
 P : 26 x/m  SpO2 : 98%
 SpO2 : 98% A: A:
A: Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas tidak
A: Bersihan jalan napas tidak A: efektif sebagian teratasi efektif sebagian teratasi
Bersihan jalan napas tidak efektif belum teratasi Bersihan jalan napas tidak P: P:
efektif belum teratasi P: efektif belum teratasi Pemantaun respirasi Pemantaun respirasi
P: Pemantaun respirasi P: (I.01014) (I.01014)
Pemantaun respirasi (I.01014) Pemantaun respirasi Observasi : Observasi :
(I.01014) Observasi : (I.01014) - Monitor frekuensi, - Monitor frekuensi,
Observasi : - Monitor frekuensi, Observasi : irama, kedalaman dan irama, kedalaman dan
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan - Monitor frekuensi, upaya napas upaya napas
irama, kedalaman dan upaya napas irama, kedalaman dan - Monitor kemampuan - Monitor kemampuan
upaya napas - Monitor kemampuan upaya napas batuk efektif batuk efektif
- Monitor kemampuan batuk efektif - Monitor kemampuan - Monitor adanya - Monitor adanya
batuk efektif - Monitor adanya batuk efektif produksi sputum produksi sputum
- Monitor adanya produksi sputum - Monitor adanya - Palpasi kesimetrisan - Palpasi kesimetrisan
produksi sputum - Palpasi kesimetrisan produksi sputum ekspansi paru ekspansi paru
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Palpasi kesimetrisan - Auskultasi bunyi napas - Auskultasi bunyi napas
ekspansi paru - Auskultasi bunyi napas ekspansi paru - Monitor saturasi - Monitor saturasi
- Auskultasi bunyi napas - Monitor saturasi - Auskultasi bunyi napas oksgien oksgien
- Monitor saturasi oksgien - Monitor saturasi Terapeutik : Terapeutik :
oksgien Terapeutik : oksgien - Dokumentasi hasil - Dokumentasi hasil
Terapeutik : - Dokumentasi hasil Terapeutik : pemantauan pemantauan
- Dokumentasi hasil pemantauan - Dokumentasi hasil Edukasi : Edukasi :
pemantauan Edukasi : pemantauan - Informasikan hasil - Informasikan hasil
Edukasi : - Informasikan hasil Edukasi : pemantauan pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan - Informasikan hasil Kolaborasi : Kolaborasi :
pemantauan pemantauan - Kolaborasi pemberian - Kolaborasi pemberian
mukolitik atau mukolitik atau
Latihan batuk efektif ekspektoran ekspektoran
Latihan batuk efektif (I.01006), Latihan batuk efektif
(I.01006), Observasi : (I.01006),
Observasi : - Identifikasi Observasi :
- Identifikasi kemampuan batuk - Identifikasi
kemampuan batuk - Monitor adanya retensi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum - Monitor adanya retensi
sputum Terapeutik : sputum
Terapeutik : - Atur posisi fowler Terapeutik :
- Atur posisi fowler - Buang sekret pada - Atur posisi fowler
- Buang sekret pada tempat sputum - Buang sekret pada
tempat sputum Edukasi : tempat sputum
Edukasi : - Anjurkan tarik napas Kolaborasi :
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung Kolaborasi pemberian
dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan mukolitik atau
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, ekspektoran
selama 2 detik, kemudian keluarkan
kemudian keluarkan dari mulut dengan
dari mulut dengan bibir menucucu
bibir menucucu (dibulatkan) selama 8
(dibulatkan) selama 8 detik
detik - Anjurkan mengulangi
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
tarik napas dalam hingga 3 kali
hingga 3 kali - Anjurkan batuk
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung
dengan kuat langsung setelah tarik napas
setelah tarik napas dalam yang ke 3
dalam yang ke 3 Kolaborasi :
Kolaborasi : Kolaborasi pemberian
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau
mukolitik atau ekspektoran
ekspektoran

Diagnosa Keperawatan : Defisit Nutrisi


Catatan Perkembangan
Hari 1 Hari 2 Hari ke 3 Hari 4 Hari 5
Tanggal : 21-02-2022 Tanggal : 22-02-2022 Tanggal : 23-02-2022 Tanggal : 24-02-2022 Tanggal : 25-02-2022
Jam : 10.00 WITA Jam : 14.05 WITA Jam : 14.05 WITA Jam : 06.00 WITA Jam : 06.00 WITA
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
(I.03119) (I.03119) (I.03119) (I.03119) (I.03119)
Observasi : Observasi : Observasi : Observasi : Observasi :
- Mengidentifikasi status - Memonitoring asupan - Memonitoring asupan - Memonitoring asupan - Memonitoring asupan
nutrisi makanan makanan makanan makanan
Hasil : IMT = 18,8 Hasil : pasien hanya Hasil : pasien hanya Hasil : pasien hanya Hasil : pasien hanya
- Mengidentifikasi alergi dapat makan 1/3 porsi dapat makan 1/3 porsi dapat makan 1/2 porsi dapat makan 1/2 porsi
dan intoleransi setiap penyajian setiap penyajian setiap penyajian setiap penyajian
makanan
Hasil : pasien
mengatakan tidak ada
alergi makanan dan
intoleransi makanan
- Memonitoring asupan
makanan
Hasil : pasien hanya
dapat makan 3 sendok
setiap penyajian
- Memonitoring hasil
pemeriksaan
laboratorium
Hasil : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik :
 Albumin 1,7 gr/dL - Menyajikan makanan - Menyajikan makanan - Menyajikan makanan - Menyajikan makanan
yang menarik dan suhu yang menarik dan suhu yang menarik dan suhu yang menarik dan suhu
Terapeutik : yang sesuai yang sesuai yang sesuai yang sesuai
- Menyajikan makanan - Memberikan makanan - Memberikan makanan - Memberikan makanan - Memberikan makanan
yang menarik dan suhu tinggi kalori dan tinggi tinggi kalori dan tinggi tinggi kalori dan tinggi tinggi kalori dan tinggi
yang sesuai protein protein protein protein
- Memberikan makanan
tinggi kalori dan tinggi Edukasi : Edukasi : Edukasi : Edukasi :
protein - Menganjurkan pasien - Menganjurkan pasien - Menganjurkan pasien - Menganjurkan pasien
untuk posisi duduk untuk posisi duduk untuk posisi duduk untuk posisi duduk
Edukasi : saat makan saat makan saat makan saat makan
- Menganjurkan pasien
untuk posisi duduk
saat makan
- Mengajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi :
- Melakukan Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan
Hasil :
Energi = 1105,5 kkal
(50%)
Protein = 35,8 gr
(13%)
Karbohidrat = 143,6 gr
(52%)
Lemak = 41,39 gr
(33%)
Catatan Perkembangan
Evaluasi
Hari 1 Hari 2 Hari ke 3 Hari 4 Hari 5
Tanggal : 21-02-2022 Tanggal : 22-02-2022 Tanggal : 23-02-2022 Tanggal : 25-02-2022 Tanggal : 26-02-2022
Jam : 13.30 WITA Jam : 20.30 WITA Jam : 20.30 WITA Jam : 07.30 WITA Jam : 07.30 WITA
S: S: S: S: S:
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
nafsu makan masih nafsu makan masih nafsu makan sedikit nafsu makan sedikit nafsu makan sedikit
berkurang kurang meningkat meningkat meningkat
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
hanya bisa hanya bisa hanya bisa hanya bisa hanya bisa
menghabiskan menghabiskan menghabiskan menghabiskan menghabiskan
makanan sekitar 3-4 makanan sekitar 1/3 makanan sekitar 1/3 makanan sekitar 1/2 makanan sekitar 1/2
sendok porsi porsi porsi porsi
O: O: O: O: O:
- Tampak pasien lemas - Tampak pasien masih - Tampak pasien masih - Tampak pasien masih - Tampak pasien masih
- Tampak pasien hanya lemas lemas lemas lemas
bisa menghabiskan 1/3 - Tampak pasien hanya - Tampak pasien hanya - Tampak pasien hanya - Tampak pasien hanya
porsi makanan yang bisa menghabiskan 1/3 bisa menghabiskan 1/3 bisa menghabiskan 1/2 bisa menghabiskan 1/2
diberikan nutrisionis porsi makanan yang porsi makanan yang porsi makanan yang porsi makanan yang
diberikan nutrisionis diberikan nutrisionis diberikan nutrisionis diberikan nutrisionis
A: A: A: A: A:
Defisit Nutrisi belum Defisit Nutrisi belum Defisit Nutrisi sebagian Defisit Nutrisi sebagian Defisit Nutrisi sebagian
teratasi teratasi teratasi teratasi teratasi
P: P: P: P: P:
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
(I.03119) (I.03119) (I.03119) (I.03119) (I.03119)
Observasi : Observasi : Observasi : Observasi : Observasi :
- Monitor asupan - Monitor asupan - Monitor asupan - Monitor asupan - Monitor asupan
makanan makanan makanan makanan makanan
- Monitor hasil - Monitor hasil - Monitor hasil - Monitor hasil - Monitor hasil
pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan
laboratorium laboratorium laboratorium laboratorium laboratorium
Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik :
- Sajikan mkanan yang - Sajikan mkanan yang - Sajikan mkanan yang - Sajikan mkanan yang - Sajikan mkanan yang
menarik dan suhu yang menarik dan suhu yang menarik dan suhu yang menarik dan suhu yang menarik dan suhu yang
sesuai sesuai sesuai sesuai sesuai
- Berikan makanan - Berikan makanan - Berikan makanan - Berikan makanan - Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi tinggi kalori dan tinggi tinggi kalori dan tinggi tinggi kalori dan tinggi tinggi kalori dan tinggi
protein protein protein protein protein
Edukasi : Edukasi : Edukasi : Edukasi : Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk - Anjurkan posisi duduk - Anjurkan posisi duduk - Anjurkan posisi duduk - Anjurkan posisi duduk
saat makan saat makan saat makan saat makan saat makan
- Ajarkan diet yang - Ajarkan diet yang - Ajarkan diet yang - Ajarkan diet yang - Ajarkan diet yang
diprogramkan diprogramkan diprogramkan diprogramkan diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
Diagnosa Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
Catatan Perkembangan
Hari 1 Hari 2 Hari ke 3 Hari 4 Hari 5
Tanggal : 21-02-2022 Tanggal : 22-02-2022 Tanggal : 23-02-2022 Tanggal : 24-02-2022 Tanggal : 25-02-2022
Jam : 08.30 WITA Jam : 14.30 WITA Jam : 14.30 WITA Jam : 14.30 WITA Jam : 14.30 WITA
Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi
(I.05173), (I.05173), (I.05173), (I.05173), (I.05173),
Observasi : Observasi : Observasi : Observasi : Observasi :
- Mengidentifikasi - Mengidentifikasi - Mengidentifikasi - Mengidentifikasi - Mengidentifikasi
adanya nyeri dan adanya nyeri dan adanya nyeri dan adanya nyeri dan adanya nyeri dan
keluhan fisik lainnya keluhan fisik lainnya keluhan fisik lainnya keluhan fisik lainnya keluhan fisik lainnya
Hasil : Pasien Hasil : Pasien Hasil : Pasien Hasil : Pasien Hasil : Pasien
mengatakan tidak ada mengatakan tidak ada mengatakan tidak ada mengatakan tidak ada mengatakan tidak ada
keluhan nyeri, hanya keluhan nyeri, hanya keluhan nyeri, hanya keluhan nyeri, hanya keluhan nyeri, hanya
sulit bergerak karena sulit bergerak karena sulit bergerak karena sulit bergerak karena sulit bergerak karena
kaki tangannya terasa kaki tangannya terasa kaki tangannya terasa kaki tangannya terasa kaki tangannya terasa
berat akibat bengkak. berat akibat bengkak. berat akibat bengkak. berat akibat bengkak. berat akibat bengkak.
- Mengidentifikasi - Memonitoring kondisi - Memonitoring kondisi - Memonitoring kondisi - Memonitoring kondisi
toleransi fisik umum selama umum selama umum selama umum selama
melakukan pergerakan melakukan ambulasi melakukan ambulasi melakukan ambulasi melakukan ambulasi
Hasil : tidak ada Hasil : tidak terjadi Hasil : tidak terjadi Hasil : tidak terjadi Hasil : tidak terjadi
toleransi fisik dalam perubahan kondisi saat perubahan kondisi saat perubahan kondisi saat perubahan kondisi saat
melakukan pergerakan dilakukan ambulasi dilakukan ambulasi dilakukan ambulasi dilakukan ambulasi
- Memonitoring kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
Hasil : tidak terjadi
perubahan kondisi saat
dilakukan ambulasi

Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik :


Terapeutik : - Memfasilitasi - Memfasilitasi - Memfasilitasi - Memfasilitasi
- Memfasilitasi aktivitas melakukan pergerakan melakukan pergerakan melakukan pergerakan melakukan pergerakan
mobilitas dengan alat Hasil : membantu Hasil : membantu Hasil : membantu Hasil : membantu
bantu pasien untuk pasien untuk pasien untuk pasien untuk
Hasil : menganjurkan mengubah posisi mengubah posisi mengubah posisi mengubah posisi
menggunakan pagar sesuai keinginannya. sesuai keinginannya. sesuai keinginannya. sesuai keinginannya.
tempat tidur untuk - Melibatkan keluarga - Melibatkan keluarga - Melibatkan keluarga - Melibatkan keluarga
mobilisasi untuk membantu untuk membantu untuk membantu untuk membantu
- Memfasilitasi pasien dalam pasien dalam pasien dalam pasien dalam
melakukan pergerakan meningkatkan meningkatkan meningkatkan meningkatkan
Hasil : membantu pergerakan pergerakan pergerakan pergerakan
pasien untuk Hasil : keluarga pasien Hasil : keluarga pasien Hasil : keluarga pasien Hasil : keluarga pasien
mengubah posisi membantu melakukan membantu melakukan membantu melakukan membantu melakukan
sesuai keinginannya. mobilisasi mobilisasi mobilisasi mobilisasi
- Melibatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Hasil : keluarga pasien
membantu melakukan
mobilisasi Edukasi : Edukasi : Edukasi : Edukasi :
- Menganjurkan - Menganjurkan - Menganjurkan - Menganjurkan
Edukasi : melakukan mobilitas melakukan mobilitas melakukan mobilitas melakukan mobilitas
- Menjelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
- Menganjurkan
melakukan mobilitas
- Mengajarkan
mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
Hasil : miring kiri dan
miring kanan setiap 4
jam

Catatan Perkembangan
Evaluasi
Hari 1 Hari 2 Hari ke 3 Hari 4 Hari 5
Tanggal : 21-02-2022 Tanggal : 22-02-2022 Tanggal : 23-02-2022 Tanggal : 25-02-2022 Tanggal : 26-02-2022
Jam : 13.30 WITA Jam : 20.30 WITA Jam : 20.30 WITA Jam : 07.30 WITA Jam : 07.30 WITA
S: S: S: S: S:
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
kaki dan tangannya kaki dan tangannya kaki dan tangannya kaki dan tangannya kaki dan tangannya
bengkak masih bengkak masih bengkak masih bengkak masih bengkak
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
keluhan bengkak masih sulit bergerak masih sulit bergerak masih sulit bergerak masih sulit bergerak
setelah dipasang infus - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
- Pasien mengatakan masih perlu dibantu masih perlu dibantu masih perlu dibantu masih perlu dibantu
sulit bergerak saat mau berubah saat mau berubah saat mau berubah saat mau berubah
- Pasien mengatakan posisi tidur posisi tidur posisi tidur posisi tidur
sulit mengangkat
kakinya
- Pasien mengatakan
dibantu saat mau
berubah posisi tidur

O: O: O: O: O:
- Tampak edema pada - Tampak edema pada - Tampak edema pada - Tampak edema pada - Tampak edema pada
keduai tungkai bawah keduai tungkai bawah keduai tungkai bawah keduai tungkai bawah keduai tungkai bawah
dan tangan kanan dan tangan kanan dan tangan kanan dan tangan kanan dan tangan kanan
pasien pasien pasien pasien pasien
- Albumin : 2,1 gr/dL

A: A: A: A: A:
Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan Mobilitas Fisik
belum teratasi belum teratasi belum teratasi belum teratasi belum teratasi

P: P: P: P: P:
Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi
(I.05173), (I.05173), (I.05173), (I.05173), (I.05173),
Observasi : Observasi : Observasi : Observasi : Observasi :
- Identifikasi adanya - Identifikasi adanya - Identifikasi adanya - Identifikasi adanya - Identifikasi adanya
nyeri dan keluhan fisik nyeri dan keluhan fisik nyeri dan keluhan fisik nyeri dan keluhan fisik nyeri dan keluhan fisik
lainnya lainnya lainnya lainnya lainnya
- Monitor kondisi umum - Monitor kondisi umum - Monitor kondisi umum - Monitor kondisi umum - Monitor kondisi umum
selama melakukan selama melakukan selama melakukan selama melakukan selama melakukan
ambulasi ambulasi ambulasi ambulasi ambulasi
Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik : Terapeutik :
- Fasilitasi melakukan - Fasilitasi melakukan - Fasilitasi melakukan - Fasilitasi melakukan - Fasilitasi melakukan
pergerakan pergerakan pergerakan pergerakan pergerakan
- Libatkan keluarga - Libatkan keluarga - Libatkan keluarga - Libatkan keluarga - Libatkan keluarga
untuk membantu untuk membantu untuk membantu untuk membantu untuk membantu
pasien dalam pasien dalam pasien dalam pasien dalam pasien dalam
meningkatkan meningkatkan meningkatkan meningkatkan meningkatkan
pergerakan pergerakan pergerakan pergerakan pergerakan
Edukasi : Edukasi : Edukasi : Edukasi : Edukasi :
- Anjurkan melakukan - Anjurkan melakukan - Anjurkan melakukan - Anjurkan melakukan - Anjurkan melakukan
mobilitas mobilitas mobilitas mobilitas mobilitas
BAB IV

KESESUAIAN/KESENJANGAN ANTARA KONSEP DAN PRAKTIK

A. Kesesuaian/kesenjangan antara konsep dan praktik

1. Hasil pengkajian di dapatkan bahwa Tn. A mengalami batuk berdahak dan

sesak napas. Hal ini sejalan dengan teori bahwa pasien yang mengalami

tuberculosis paru dapat mengalami batuk kering/berdahak/darah dan sesak

napas. Batuk yang dialami merupakan proses pengeluaran/membuang

produksi radang di paru-paru (Umara, A., F., dkk., 2021). Sesak napas

ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasi sudah meliputi

setangah bagian paru-paru (Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia,

2014). Hal ini sejalan dengan hasil dari foto torax pasien dimana infiltrasi

telah melebihi seperdua paru-paru dan juga disertai dengan massa cairan

dibagian bawah paru (efusi pleura)

2. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi basal paru bilateral pada Tn. A.

ronkhi adalah suara napas tambahan yang terjadi akibat penundaan jalan

napas yang menutup yang dapat disebabkan karena adanya penumpukan

secret yang tertahan yang biasanya di dengar pada proses inspirasi (Muttaqin,

Arif, 2014). Hal ini sejalan dengan temuan bahwa pasien mengalami batuk

berdahak (terdapat secret).

3. Hasil pemeriksaan fisik lainnya ditemukan bahwa pasien mengalami edema

di kedua extremitas atas dan bawahnya. Hal ini tidak umum dialami pasien

TB paru. Namun, edema yang dialami pasien dapat di sebabkan karena kadar
albumin pasien yang rendah dan atau efek samping terapi OAT yang

diterimanya (Nilawati, 2012; Ganesan & Gopinath, 2019).

4. Tn. A di diagnose tuberculosis paru enam hari yang lalu dan pada saat itu

juga menerima terapi OAT untuk 2 bulan kedepan yang disebut fase intensif.

Hal ini sejalan dengan teori bahwa pengobatan tuberculosis paru dilakukan

selama 6 bulan untuk dapat sembuh total dan mencegah ke kambuhan. Fase

intensif (tahap awal) selama 2 bulan untuk menurunkan jumlah kuman yang

ada dalam tubuh dan fase lanjut selama 4 bulan untuk membunuh sisa-sisa

kuman yang masih ada (Kemenkes, 2019).

5. Berdasarkan pemeriksaan specimen BTA pada Tn. A, bakteri M.

Tuberculosis terdeteksi pada sputum pasien. Hal ini sesuai dengan teori

bahwa diagnosis tuberculosis paru baru dapat di pastikan dengan

ditemukannya kuman BTA pada sputum pasien (Perhimpunan Dokter

Penyakit Dalam Indonesia, 2014).

6. Diagnosa keperawatan pada pasien yang menderita tuberculosis paru

berdasarka teori adalah bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan

pertukaran gas, gangguan rasa nyaman, intoleransi aktivitas, hipertermi dan

nyeri akut. Namun, berdasarkan kasus yang diperoleh yaitu pada Tn. A yang

menderita tuberculosis paru, diagnosa keperawatan yang muncul adalah

bersihan jalan napas tidak efektif, defisit nutrisi dan gangguan mobilitas fisik.

Defisit nutrisi pada Tn. A dikarenakan terjadi penurunan berat badan

lebih dari 10% dalam sebulan dan pasien juga tidak nafsu makan. Hambatan

mobilitas fisik pada Tn. A dikarenakan oleh udem ektremitas. Udem terjadi

karena kadar albumin pasien rendah yaitu 2,1 gr/dL (Hipoalbuminemia).


Albumin berfungsi untuk mempertahankan tekanan onkotik di intravaskuler

dan mencegah pengeluaran cairan ke ruang ekstravaskuler (Gounden ,

Vashisht, & Jialal, 2018). Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan

tekanan onkotik plasma yang mengakibatkan perpindahan cairan dari

intravaskuler ke ruang interstisial sehingga terjadi edema (Nilawati, 2012).

Hipoalmbuminemia pada pasien TB paru biasanya terjadi disebabkan

malnutrisi karena nafsu makan yang tidak baik (Jatiningsih, Pramantara, &

Rahmawati, 2015). Selain itu, hipoalbumin juga disebabkan karena proses

inflamasi paru. Pada proses inflamasi terjadi pengeluaran cytokines yang akan

meningkatkan sintesis fase akut reaktan pada hati. Peningkatan fase akut

reaktan menyebabkan penurunan sintesisi albumin. Obat anti tuberkolosisi

(OAT) juga menurunkan produksi albumin oleh hati karena efek obat OAT

yang menyebabkan drug induced liver injury (DILI) (Ganesan & Gopinath,

2019). Adapun kandungan OAT yang dapat menyebabkan drug induced liver

injury yaitu isoniazid karena bersifat hepatotoksik (Wahyudi & Soedarsono,

2015).

B. Evidance Based Practice Tindakan

a. Pemberian Obat N-Acetylcysteine pada Pasien TB Paru

N-Acetylcysteine (NAC) telah digunakan selama beberapa dekade

sebagai agen mukolitik dalam pengobatan penyakit pernapasan. Sebagai agen

mukolitik, NAC berperan dalam memutuskan ikatan disulfida dalam

kompleks mukoprotein, yang mana dapat mengurangi kekentalan sekresi

mukus, dan kemudian kebersihan mukosiliar pun meningkat. Selain itu, NAC

juga dapat berperan sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan imunomodulator.


Inflamasi yang terjadi pada tuberkulosis memicu stres oksidatif dan

menyebabkan rendahnya tingkat glutathione (GSH) karena reactive oxygen

intermediates (ROI) & tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). NAC mampu

menstimulasi GSH, memainkan peran dalam detoksifikasi, dan sebagai

antioksidan (Yudhawati & Prasanta, 2020).

Seseorang yang menderita TB paru juga akan mengalami peningkatan

proinflammatory cytokines, yaitu IL-6, TNF-α and IL-1. Peningkatan

proinflammatory cytokines ini dapat menyebabkan demam, cachexia dan

nekrosis. Tuberkulosis memiliki keterkaitan dengan penekanan respon sel T

dan peningkatan produksi immunosupressed cytokines, yaitu IL-10 yang

mana dapat mencegah proliferasi sel T dan produksi IFN-γ. NAC dapat

mencegah produksi proinflammatory cytokines di paru-paru yang terinfeksi

mikroorganisme patogenik (Hui & Lee, 2013).

NAC juga diketahui mampu mencegah pertumbuhan bakteri. NAC

memiliki pengaruh mikrobisida dan dapat mencegah infeksi mikroorganisme

mycobacterium tuberculosis (MTB) dengan menekan respon oksidatif host.

NAC mampu menghambat stres oksidatif, peroksidasi lipid, oksidasi DNA,

dan kematian sel pada makrofag yang terinfeksi MTB (Cumming et al., 2014;

Khameneh, Fazly Bazzaz, Amani, Rostami, & Vahdati-Mashhadian, 2016).

Pemberian NAC dapat meningkatkan kadar GSH dan mengurangi

pertumbuhan MTB intraseluler melalui peningkatan fungsi sistem imun

alamiah dengan meningkatkan aktivitas makrofag. GSH yang adekuat juga

mampu mengendalikan MTB dengan meningkatkan aktivitas limfosit T dan


sel NK. Kadar GSH yang rendah diketahui dapat mengurangi fungsi

sitotoksik sel NK (Allen et al., 2015; Morris et al., 2013).

b. Pemberian Latihan Batuk Efektif pada Pasien TB Paru

Tuberculosis (TBC) biasanya memiliki gejala batuk yang

berkepanjangan, dari batuk tersebut dapat menyebabkan sesak nafas pada

seseorang yang mengalami gejala tersebut karena terlalu banyak sekret yang

susah untuk dikeluarkan sehingga bisa menyebabkan batuk efektif. batuk

efektif merupakan salah satu tindakan terapi non farmakologi yang efektif

dilakukan untuk mengeluarkan sputum (sekret yang ada di dalam paru- paru)

sehingga dapat menghambat saluran pernafasan atau kebutuhan oksigennya

kurang terpenuhi. Tindakan batuk efektif dapat bertujuan untuk

membebaskan jalan nafasa dari akumulasi sekret, mengeluarkan sputum

untuk pemeriksaan diagnostik laborat dan mengurangi sesak nafas akibat

akumulasi secret (Tahir et al., 2019). Selain pemberian terapi farmakologi,

penting juga dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif dikarenakan

dengan latihan nafas dalam dan batuk efektif dapat merangsang terbukanya

sistem kolateral dan meningkatkan volume paru sehingga dapat memfasilitasi

pengeluaran sekret (Hasaini, 2018).

Pada beberapa penelitian ditemukan hasil bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan antara batuk efektif terhadap pengeluaran secret pada pasien

tuberkulosis paru. Penelitian oleh Lestari et al. (2020) bahwa terdapat

pengaruh batuk efektif terhadap pengeluaran sputum pada pasien

Tuberkulosis paru dibuktikan dengan hasil uji non parametrik Wilcoxon

Match Pair Test nilai P value 0,04 dengan nilai kepercayaan < 0,05.
Penelitian oleh Nurmayanti et al. (2019) pada penelitiannya juga mengatakan

bahwa batuk efektif dapat meningkatkan saturasi oksigen pasien. Selain itu,

pada literature review yang dilakukan oleh Fauziyah et al (2021) diperoleh

hasil bahwa tindakan batuk efektif dapat mengeluarkan sputum pada pasien

tuberculosis.

c. Setelah diberikan terapi obat N-Acetylcysteine (NAC) yang merupakan agen

mukolitik dan latihan batuk efektif, pasien sudah tidak sulit mengeluarkan

dahak dan intensitas batuk juga berkurang. Namun, ronkhi masih ada ketika

di auskultasi.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Tonsilitis adalah penyakit yang umum dan sekitar 1,3% dari

kunjungan rawat jalan. Ini sebagian besar merupakan hasil dari infeksi virus atau

bakteri. Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut,

terutama yang tidak mendapat terapi adekuat. Selain pengobatan tonsilitis akut

yang tidak adekuat, faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis lain adalah higien

mulut yang buruk, kelelahan fisik dan beberapa jenis makanan. Adapun asuhan

keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa medis tonsilitis kronis antara lain sebagai

berikut:

1. Ny. R (46 tahun) saat ini dirawat di ruang perawatan Baji Dakka RSUD

Labuang Baji, dikaji pada tanggal 29 Maret 2022. Pasien dating ke rumah sakit

melalui poliklinik THT dengan diagnosa medis Tonsilitis Kronis, keluhan utama

saat dikaji: pasien mengatakan nyeri tenggorokan, nyeri bertambah saat menelan

dengan onset ± 1 menit, pasien mengatakan terasa perih dan mengganjal pada

tenggorokan, skala nyeri 3 (NRS). Pasien mengatakan memiliki Riwayat

penyakit hipertensi dan Riwayat hospitalisasi (operasi Sectio Caesarea) sekitar

25 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik tonsil menunjukkan terdapat

pembesaran tonsil kiri (T3) dan tonsil kanan (T2).

2. Masalah keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien Ny. R antara lain

Nyeri akut, Hipertermia, Gangguan Menelan, Risiko Perdarahan dan Risiko

Infeksi

3. Rencana asuhan keperawatan

Adapun rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien Ny. R yaitu

Manajemen Nyeri, Perawatan Kenyamanan, Manajemen hipertermia, Dukungan

Perawatan Diri : Makan & Minum, Pencegahan Perdarahan dan Pencegahan

Infeksi

2. Saran

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka penulis

mengemukakan saran yang mungkin dapat bermanfaat untuk penanganan

khususnya terhadap pasien yang di diagnosa tuberkolos dengan mempertahankan

asuhan keperawatan yang komprehensif, kolaborasi, penyuluhan akan pentingnya

pola hidup sehat dan pemberian informasi mengenai definisi, penyebab, gejala, dan

bahaya tuberkulosis paru baiknya diberikan secara lebih luas sehingga masyarakat

dapat mengenali dan melakukan tindakan yang tepat serta dapat mencegah

timbulnya tuberkulosis paru.


DAFTAR PUSTAKA

Adigun, R., & Singh, R. (2022). Tuberculosis. StatPearls Publishing.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/?report=classic
Allen, M., Bailey, C., Cahatol, I., Dodge, L., Yim, J., Kassissa, C., … Venketaraman,
V. (2015). Mechanisms of control of Mycobacterium tuberculosis by NK cells:
Role of glutathione. Frontiers in Immunology, 6(508), 1–9. doi:
10.3389/fimmu.2015.00508
Angreini, I., & Hutabarat, B. (2021, September). Pengaruh Karakteristik dan Perilaku
Terhadap Kejadian Penyakit TB Paru di Pondok Pesantren Al-Hidayah
Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh Tahun
2019. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 8(3), 119-124.
Black , J. C., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang diharapakan . Singapura: Elsevier.
Centers for Disease Control and Prevention. (2022). Tuberculosis (TB). Retrieved
March 9, 2022, from www.cdc.gov
Cumming, B. M., Lamprecht, D. A., Wells, R. M., Saini, V., Mazorodze, J. H., & Steyn,
A. J. C. (2014). The physiology and genetics of oxidative stress in mycobacteria.
Microbiology Spectrum, 2(3), 1–22. doi: 10.1128/microbiolspec.MGM2-0019-
2013
Fauziyah, I., Fajriah, N. N., & Faradisi, F. (2021). Prosiding Seminar Nasional
Kesehatan 2021 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Literature
Review : Pengaruh Batuk Efektif Untuk Prosiding Seminar Nasional Kesehatan
2021 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Pekajan. Seminar Kesehatan Nasional, Anggraeni 2019, 1516–1523.
Ganesan , H., & Gopinath, P. (2019). Prevelence of Hypoalbuminemia among
Tuberculosis Patients Receiving Anti Tuberculosisi Therapy: A Cross Sectional
Study. International Journal of Advance Biochemistry Research, 3(2), 9-13.
Gounden , V., Vashisht, R., & Jialal, I. (2018). Hypoalbuminemia. Florida: StatPearls
Publishing.
Hasaini, A. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam dan Batuk Efektif
Terhadap Bersihan Jalan Napas Pada Klien dengan TB Paru Di Ruang Al-Hakim
RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2018. 9(2).
Herchline, T. E. (2020). Tuberculosis (TB). Emidicine.
https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#a7
Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2018). Medical-Surgical Nursing. China: Wolters
Kluwer.
Hui, D. S. C., & Lee, N. (2013). Adjunctive therapies and immunomodulating agents
for severe influenza. Influenza and Other Respiratory Viruses, 7(3), 52–59. doi:
10.1111/irv.12171
Inayah, S. (2019). Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi DOTS. Higeia
Journal of Public Health Research and Development, 3(2), 223–233.
Irawati, I., Oktarizal, H., & Haryanto A., (2020). Hubungan Kepdatan Hunian dan
Sosialekonomi dengan Kejadian Penyakit Tuberculosis Paru Studi Kasus di
Wilayah kerja Puskesmas Belakang Padang Kelurahan Pecung Kecamatan
Belakang Padang Kota Batam. Dinamika Lingkungan Indonesia, 7(1), 8-12.
Jatiningsih, S., Pramantara, I. P., & Rahmawati, F. (2015, Juni). Evaluasi Penggunaan
Infus Albumin. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 5(2), 135-142
Kemenkes RI (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018 . Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes RI. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis. In Kemenkes RI. Kemenkes RI.
Khameneh, B., Fazly Bazzaz, B. S., Amani, A., Rostami, J., & Vahdati-Mashhadian, N.
(2016). Combination of anti-tuberculosis drugs with vitamin C or NAC against
different staphylococcus aureus and mycobacterium tuberculosis strains. Microbial
Pathogenesis, 93(1), 83–87. doi: 10.1016/j.micpath.2015.11.006
Lestari, E. D., Umara, A. F., & Immawati, S. A. (2020). Effect of Effective Cough on
Sputum Expenditure in Pulmonary Tuberculosis Patients. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Indonesia [JIKI], 4(1), 1. https://doi.org/10.31000/jiki.v4i1.2734
Morris, D., Guerra, C., Khurasany, M., Guilford, F., Saviola, B., Huang, Y., &
Venketaraman, V. (2013). Glutathione supplementation improves macrophage
functions in HIV. Journal of Interferon and Cytokine Research, 33(5), 270–279.
doi: 10.1089/jir.2012.0103
Muslimah, D. D. (2019). Keadaan Lingkungan Fisik dan Dampaknya pada Keberadaan
Mycobacterium Tuberculosis: Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Perak Timur
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 26-34
Nilawati, G. (2012, Desember). Profil Sindrom Nefrotik Pada Ruang Perawatan Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri, 14(4), 269-272
Nurafif, A. H., & Kusuma, H. (2014). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction.
Nurmayanti, N., Waluyo, A., Jumaiyah, W., & Azzam, R. (2019). Pengaruh Fisioterapi
Dada, Batuk Efektif dan Nebulizer terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen dalam
Darah pada Pasien PPOK. Jurnal Keperawatan Silampari, 3(1), 362–371.
https://doi.org/10.31539/jks.v3i1.836
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (7 ed.). Jakarta Pusat: Interna Publishing
Perry & Potter (2010) Fundamental of Nursing: Consep, Proses, and Practice . Edisi 7,
Vol.1, Singapura: Elsevier.
Permenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67
Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. In Kementerian K. Kemenkes
RI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2016). Standar diagnosis keperawatan
Indonesia: Definisi dan indikator diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2018). Standar intervensi keperawatan


Indonesia: Definisi dan tindakan keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia:


Definisi dan kriteria hasil keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Pangaribuan, L., Kristina, Perwitasari, D., Tejayanti, T., & Lolong, D. B. (2019).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis pada Anak Umur 15
Tahun ke Atas di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 23(1), 10–17.
Pralambang, S. D., & Setiawan, S. (2021). Faktor Resiko Kejadian Tuberkulosis di
Indonesia. Bikfokes, 2(1), 60–71.
Septiavin, Q., Wulandari, G., & Kautsar, A. (2020, November). Dampak Makro
Ekonomi dan Lingkungan Terhadap Kasus TB di 7 Negara di Asia Tenggara.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 3(2), 19-28
Somantri, Irman, (2012), Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K, M. S., & Setiati, S. (2009). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam (5th ed.). InternaPublishing.
Sumarni & Duarsa A., B., S., (2014). Analisis Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan
Kejadian TB paru BTA Positif di Puskesmas Kota Bumi II Bukit Kemuning dan
Ulak Rengas Kab. Lampung Utara tahun 2012.Jurnal Kedokteran Yasri. 22(2),
82-101.
Tahir, R., Sry Ayu Imalia, D., & Muhsinah, S. (2019). Fisioterapi Dada dan Batuk
Efektif sebagai Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas pada
Pasien TB Paru di RSUD Kota Kendari. Health Information : Jurnal Penelitian,
11(1), 20–25. https://doi.org/10.36990/hijp.v11i1.87
Umara, Annisa Fitra, dkk (2021), Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi,
Medan: Yayasan kita menulis.
Wahyudi, A. D., & Soedarsono. (2015). Farmokogenomik Hepatotoksisitas Obat Anti
Tubercolosis. Jurnal Respirasi, 1(3), 103-108.
Yudhawati, R., & Prasanta, N. (2020). The role of n-acetyl sistein in pulmonary
tuberculosis. Jurnal Respirasi, 6(1), 27–34. doi: 10.20473/jr.v6-i.1.2020.27-34

Anda mungkin juga menyukai