Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah sesuatu hal yang sangat penting untuk semua orang karena jika

tanpa kesehatan yang baik, maka akan berdampak pada kehidupan aktivitas

sehari-hari. Badan kesehatan dunia mendefinisikan kesehatan sebagai kondisi

sejahtera baik secara jiwa, fisik, sosial dan tidak berarti bebas dari penyakit

(Sulistiarini dkk, 2018).

Tuberkulosis(TBC) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menginfeksi manusia yang sistem

imunnya lemah dan sering menginfeksi bagian paru-paru (Afidayati, 2018).

Asal mula bakteri ini menginfeksi manusia melalui percikan air liur ketika batuk,

bersin, dan berbicara.Bakteri ini masuk hingga ke paru-paru. Bakteri ini biasa

hidup dilingkungan yang kotoryang jarang dibersihkan (Rathauser dkk., 2019).

Menurut World Health Association (2019) mendapati sebanyak 10 juta orang

yang telah terinffeksi tuberculosis paru pada tahun 20018 dan sekitar 1,5 juta

orang sudah meninggal dunia. Indonesia sendiri berada di peringkat kedua didunia

dengan angka penderita tuberculosis terbanyak (Widianingrum,2018).


2

Pengobatan TBC memiliki tujuan untuk mengobati penderita, pencegahan

hilang nyawa, mencegah penularan serta mencegah kekebalan terhadap obat.

Kegagalan dalam perawatan dipengaruhi oleh tidak patuhnya seorang pasien

dalam menjalankan pengobatan. (Yuda, 2018).

Tuberkulosis berdampak bagi seseorang dan lingkungannya, dampak yang

sering ditemui yakni psikologis. Adapun juga berdampak pada ekonominya serta

sangsi sosial (Depkes, 2009).

Kebalnya seseorang terhadap OAT harus secepatnya ditindaki agar bisa

mencegah kenaikan angka kasusnya. Masalah ini sangat berdampak bagi pasien

diseluruh dunia dan bisa berpengaruh pada jumlah penderita yang mengakami

masalah ini (Dian K. N, dkk, 2015).

Evaluasi dalam menggunakan obat memiliki peran yang penting dalam pada

perawatan. Evaluasi ini memiliki tujuan agar bisa memberi jaminan rasionalnya

penggunaan obat. Sehingga bisa disimoulkan bahwa evaluasi perlu untuk

dilakukan (Purnamasari,2014).

Rumah sakit Bhayangkara Manado Tingkat III adalah rumah sakit milik Polri

di Sulawesi Utara. Berdirinya rumah sakit Bhayangkara Tingkat III Manado di

resmikan - nya klinik Bersalin Bhayangkara Manado pada tanggal 26 1996oleh

Colonel Drs. Bambang Hermawan selaku Kapolda Sulut. Berdasarkan surveiawal

data pasien Tuberkulosis dari rekam medis rawat jalan rumah sakit Bhayangkara

Manado terdapat 182 pasien penderita tuberkulosis.


1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana penggunaan obat Tuberkulosis pada Pasien Rawat Jalan di

Rumah Sakit Bhayangkara Manado?

1.3 Tujuan Penelitian

Untukmengevaluasipenggunaan obat Tuberkulosis pada Pasien Rawat Jalan

di Rumah Sakit Bhayangkara Manado

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Untuk Peneliti

Sebagai pengalaman untuk meningkatkan pemahaman terkait

penggunanaan obat di rumah sakit

1.4.2 Manfaat Untuk Institusi

Bisa menjadi acuan referensi pembelajaran bagi mahasiswa di kampus

ataupun bisa melanjutkan penelitian

1.4.3 Manfaat Untuk Masyarakat

Bisa dijadikan informasi yang berguna kepada masyarakat khususnya

dalam pemahaman terkait tuberkulosis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberkulosis

Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi menular secara langsung yang

disebabkan oleh bakteriMycobacterium tuberculosisyang dapat menular melalui

udara.Infeksi ini juga dapat mempengaruhi paru-paru dan organ lainnya.Tanda

gejala dari TB seperti batuk berdahak selama dua minggu dan gejala lainnya yaitu

batuk darah, nafsu makan menurun, badan lemas, sesak nafas, demam yang lebih

dari satu bulan, serta berkeringat dimalam hari tanpa kegiatan fisik((Yuda, 2018)

Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

mycobacterium Tuberculosis, bakteri ini dapat menyerang semua golongan umur,

penyakit tuberkulosis juga disebut sebagai pulmonum, penularannya yaitu dari

pasien tuberkulosis BTA (Bakteri Tahan Asam) melaui percikan berdahak.

Tuberkulosis BTA negatif masih memiliki penularan penyakit TBC meskipun

tingkat penularannya sangat kecil (Agustin, 2017).

2.2 Penyebab Tuberkulosis

Terdapat beberapa faktor penyebab tuberkulosis yaitu, gizi buruk, HIV, merokok,

diabetes mellitus, serta hal lain yang dapat menyebabkan penurunan daya tahan

tubuh (Pangaribuan et al., 2020)

2.3 Patofisiologi Tuberkulosis

Penyakit tuberkulosis dapat ditularkan melalui udara, ketika seseorang pasien

yang menderita penyakit TBC mengeluarkan satu percikan yang berupa air liur

5
6

ketika bersin, berbicara ataupun batuk-batuk. Bakteri akan terbang di udara dan

akan masuk ketubuh manusia melalui saluran napas sehingga bakteri ini bisa

menginfeksi keseluruh bagian tubuh. Infeksi terjadi pada saat bakteri bersarang

dan berkembang biak didalam paru-paru. Infeksi ini biasa menimbulkan

peradangan. Akan tetapi, ada beberapa faktor penghambat yang bisa mencegah

manusia terinfeksi bakteri ini yaitu lendir yang terdapat didalam hidung serta bulu

hidung sehingga bisa menghambat bakteri untuk masuk kedalam organ paru-paru

(Afidayati, 2018 ).

2.4 Epidemiologi Tuberkulosis

Hingga saat ini WHO mendapat data di Indonesia, TBC adalah 505,614 kasus

pertahun, 10.000 penduduk dan 1447 per hari dan kasus TBC mengalami

kematian 91,369 per tahun (Fiya and Felizita, 2019).

2.5 Faktor-faktor terjadinya tuberculosis

2.5.1 Faktor Lingkungan

Kondisi kebersihan lingkungan rumah sangat berpengaruh terhadap penyakit

tuberkulosis. Karena lingkungan yang kotor akan membuat bakteri

mycobacterium bisa berkembang biak dengan cepat. Bahkan bakteri ini bisa

bertahan selama 1-2 jam diudara kotor ataupun beberapa hari bergantung pada

cahaya matahari serta sirkulasi udara rumah yang ditempati (Agustin, 2017).

2.5.2 Faktor Prilaku

Faktor prilaku dapat meliputi meludah atau membuang dahak disembarang

tempat, kebiasaan merokok, bersin atau batuk, kebiasaan tidak menutup dan

tidak membuka jendela (Wulandari and Adi, 2015)


7

2.6 Gejala Penyakit Tuberkulosis

Gejala tuberkulosis yang terus menerus selama 2 minggu atau lebih, gejala

yang sering terjadi:

1. Batuk berdarah

2. Napas sesak serta dada terasa nyeri

3. Tubuh lemah serta turunnya nafsu makan

Gejala yang dialami pada penyakit TB pada setiap orang dengan gejala yang

tidak jelas penyebabnyapada penderita TB harus dilakukan pemerikasaan

berdahak secara mikroskopik (Dewi, 2011)

2.7 Pencegahan Penyakit Tuberkulosis

Upaya pencegahan penyakit tuberculosis (Batubara, 2018):

1. Menjemur bantal dan kasur secara teratur

2. Minum obat secara teratur

3. Pengidap TBC diminta menutupi mulut dan hidungnya, apabila bersin dan

batuk

4. Gunakan penampungan dahak seperti kaleng atau sejenisnya

5. Kebersihan ruangan harus dijaga

6. Membersihkan benda yang digunakan penderita

7. Jangan meludah disembarangan tempat karena ludah yang mengandung

mycobacterium tuberculosis dapat menular ke orang lain

2.8 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis

2.8.1 Klasifikasi Penyakit


8

Tuberkulosis menyerang seluruh organ tubuh misalnya, kelenjar

limfe,pleure,saluran kencing, susunan saraf pusat, dan persendian tulang

belakang.

2.8.2 Tipe Penderita Riwayat Pengobatan

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada

beberapa tipe penderita yaitu:

1) Kasus baru belum pernah perawatan ataupun baru menjalani perawatan

2) Kambuh (Relaps) pernah sembuh tapi kembali lagi terkena TBC.

3) Pindahan (Transfer in) pasien yang berpindah tempat pengobatan.

4) Setalh sebulan menjalin pengobatan maka pasien diperiksa kembali

dahaknya.

5) Gagal dan kasus kronis (Yuliani dkk., 2019)

2.9 Penatalaksanaan Penyakit Tuberkulosis

Pemeriksaan tuberkulosis dilakukan oleh dokter dan petugas kesehatan yang

meliputi, pertama pemeriksaan status gizi, kedua penimbangan berat badan, ketiga

pemeriksaan menyeluruh dari kepala sampai kaki untuk biasa mencari gejala TBC

dan penyulitnya, pemeriksaan pertama batuk berdahak yang dilakukan pada

pasien dewasa untuk mengeluarkan dahak. Hasilnya dinyatakan dengan BTA (-)

atau (+), banyak penyulit yang biasa ditemukan oleh pemeriksaan. Pemeriksaan

kedua yaitu foto rontgen paru hampir petugas kesehatan menyarankan yang

mempunyai gejala TBC untuk dilakukan diagnosa penyakit TBC paru

(Ramadhani, 2019).

2.10 Pengobatan Tuberkulosis


9

Obat-obat yang digunakan pada pengobatan tuberkulosis adalah obat anti

tuberkulosis(OAT) yang merupakan antibiotik. Obat anti tuberkulosis bukanlah

obat tunggal,tetapi merupakan obat kombinasi dari beberapa jenisyaitu:(Rizwani

and Suprianto, 2017)

a. Isoniazid

Obat ini bekerja dengan menghalangi proses biosintesis dinding sel. Efek

samping dari obat ini yaitu demam seta terganggunya sistem saraf perifer

sehingga bisa menimbulkan kebas atau keram-keram pada pengguna obat

ini.

b. Rifampisin

Obat ini bekerja dengan menghalangi pembentukan RNA. Obat ini

memiliki efek samping membuat urine, tinja serta sputum berwarna

merah.

c. Pirazinamid

Mekanisme kerja dari obat ini belum diketahui dengan jelas tapi

dipercayai bisa membunuh bakteri dalam suasana asam. Efek samping

obat ini yaitu menghambat ekskresi dari asam urat

d. Etambutol

Obat ini bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel. Obat ini

berefek samping pada mata sehingga bisa mengganggu penglihatan

pengguna obat ini.


10

2.11 Penatalaksanaan Pengobatan Tuberkulosis

Dosis OAT adalah sebagai berikut (Kemenkes Ri, 2014)

1. Rifampisin (R) 10 mg per kilogram berat bada secara oral perharinya.

Dosis maksimalnya yaitu 600 mg perhari.

2. Isoniazid (I) 5 mg per kilogram berat badan perharinya. Dosis

maksimalnya yaitu 300 mg perhari.

3. Pirazinamid (Z) tidak lebih dari 2000 mg perhari.

4. Etambutol (E) dosisnya 20 mg/kgBB sampai 45 mg/kgBB.

5. Streptomisim (S) dapat diberikan 25-30 mg/kgBB

Panduan pemberian OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Pengedalian Tuberkulosis di Indonesia yaitu:

a. Kategori 1

Diberi pada pasien baru dengan 2 fase yaitu 2 bulan pertama dan 4 bulan

sisanya sehingga pengobatannya 6 bulan.

b. Kategori 2

Diberikan kepada orang yang gagal dalam pengobatan kategori I.

2.12 Evaluasi Penggunaan Obat Tuberkulosis

1. Tepat diagnosis

Pengobatan disebut rasional apabila pemberiannya tepat dan sesuai

dengan diagnosa yang ada.

2. Tepat Indikasi Pengobatan


11

Tepatnya indikasi sangat berpengaruh pada pemilihan obatnya nanti.

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Contoh obat

Tuberkulosis yaitu (Rimpafisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol).

3. Tepat Pemilihan Obat

Obat yang dipilih harus sesuai dengan diagnosa dan indikasi pasien

seingga bisa menciptakan terapi yang tepat.

4. Tepat Dosis

Ketepatan dosis juga sangat berpengaruh terhadap keselamtan dan

kesembuhan pasien.

2.13 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Ho: Data penggunaan obat tuberkulosis pada rawat jalan di Rumah Sakit

Bhayangkara Manado belum diketahui.

Hı: Data penggunaan obat tuberkulosis telah diketahui pada pasien rawat jalan di

Rumah Sakit Bhayangkara Manado


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka konsep

Rumah Sakit Bhayangkara


Manado

Evaluasi penggunaan
obat Tuberkulosis:

1. Jenis kelamin
Rekam medik 2. Usia
3. Jenis obat

Gambar 3.1Kerangka Konsep Evaluasi Penggunaan Obat Tuberkulosis


pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Bhayangkara Manado

: Variabel Bebas

: Variabel Terikat

3.2Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan berjenis non eksperimental atau observasional yaitu

berdasar dengan data yang sudah ada. Penelitian deskriptifdimaksud dalam

penelitianini untuk melihat penggunaan obat tuberkulosis pada pasienrawat jalan

16
17

di Rumah Sakit Bhayangkara Manado. Mulai dari periode Januari – Desember

2021.

3.3Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian rekam medik pasien Rawat Jalan di Rumah

Sakit Bhayangkara Manado yang berlangsung pada bulan Juli 2022.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas yaitu penggunaan obat tuberkulosis yang terdiri dari Jenis

kelamin, usia, dan jenis obat.

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu penggunaan obat tuberkulosis pada pasien penyakit

tuberkulosis rawat jalan di rumah sakit Bhayangkara Manado.

3.5 Definisi Operasional

Definisi Operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Diagnosa penyakit merupakan pasien yang telah didiagnosa dan

Terlampir pada data rekam mediknya.

b. Jenis obat merupakan pemilihan obat yang diresepkan yaitu obat

tuberkulosis.

3.6 Populasi dan sampel

3.6.1 Populasi

Populasi bisa diartikan dari semua objek yang akan diteliti (Setiadi,2013).

Populasi dalam penelitian ini yakni data pasien yang menderita penyakit
18

tuberkulosis di rumah sakit Bhayangkara Manado sebanyak 182 pasien

tuberkulosis.

3.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmojo,2021). Pengambilan

sampel menggunakan rumus Slovinsebagai berikut :

n= N

1 + n.(e)²

Keterangan:

n : Jumlah Sampel

N :Jumlah populasi yang di ambil

e :Margin of eror (tingkat kesalahan), sebesar 10% (0,01)

3.7 Instrumen Penelitian

Data yang diambil yaitu data pasien tuberkulosis di rumah sakit

Bhayangkara Manado periode Januari – Desember 2021.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh berupa data penggunaan obat dari pasien

Tuberkulosis periode Januari – Desember 2021 berdasarkanjenis kelamin, usia,

jenis obat.
19

3.9 Prosedur Kerja

1. Survei Awal

2. Meminta izin untuk melaksanakan penelitian rumah sakit Bhayangkara

Manado

3. Pengumpulan data dari rekam medik (Periode Januari – Desember 2021)

4. Pasien tuberkulosis berupa jenis kelamin, usia, jenis obat.

5. Menganalisa data dan informasi sehingga didapatkan hasil dan kesimpulan

dari penelitian.

3.10 Analisis Data

Analisis data yang memuat Jenis Kelamin, Usia, dan Jenis Obat. Data

yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan dituangkan

kedalam Tabel.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Total keseluruhan data yang ada di ruang rekam medik Rumah Sakit

Bhayangkara Manado bulan Januari- Desember adalah sebesar 182. Data pasien

Tuberkulosis yang didapat adalah sebanyak 65 sampel.

4.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan jenis kelamin

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada table 4.1.1

dibawah ini.

No Jenis kelamin Jumlah Presentase

1 Perempuan 25 38,%

2 Laki-laki 40 62,%

Total 65 100%

Tabel 4.1.1 Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin


Berdasarkan tabel diatas bahwa jumlah pasien yang berjenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak 25 pasien (38%) dan laki-laki yaitu sebanyak 40 pasien (62%).
Laki – laki memiliki jumlah yang lebih banyak dibanding perempuan. Hal ini

dipengaruhi karena adanya kebiasaan merokok dan meminum alkohol serta pola

hidup. Kebiasaan tersebut dapat menyebabkan turunnya sistem pertahanan tubuh

manusia, sehingga tubuh akan mudah terinfeksi kuman tuberkulosis (Rahmawati,

2016).

20
21

4.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Pasien

Tabel 4.1.2 Karakteristik Pasien berdasarkan usia

NO Usia Jumlah Pasien Presentase


%
1 15-20 6 9%
2 21-30 10 15%
3 31-40 13 20%
4 41-60 19 29%
5 ≥65 17 26%
Total 65 100%

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang


mengalami peningkatan tuberkulosis terdapat pada pasien dengan kriteria usia 41-
60 tahun yaitu sebanyak 29%. Menurut Departemen Kesehatan Indonesia, usia
yang rentan terkena penyakit tuberkulosis pada kriteria lansia (Depkes RI, 2009).
4.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Obat yang Digunakan

Tabel 4.1.3 Karakteristik pasien berdasarkan jenis obat

No Golongan Nama Obat Jumlah Presentase

Obat

1 Antibiotik Isoniazid 12 18%

2 Antibiotik Rifampisin 34 52%

3 Antibiotik Etambutol 19 29%

Total 65 100%
22

berdasarkan tabel di atas terdapat 3 jenis obat yang diberikan kepada

pasien yaitu Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol. Jumlah pasien yang diberikan

obat Isoniazid sebanyak 12 pasien (18%), obat Rifampisin sebanyak 34 pasien

(52%), dan obat Etambutol sebanyak 19 pasien (29%).

Isoniazid merupakan obat antituberkulosis golongan antibiotik. Isoniazid

berkhasiat kuat terhadap mycobacterium tuberkulosis (dalam fase istirahat)

dan bersifat bakterisid yang tumbuh sangat cepat. (Tjay dan

Rahardja,2007). Rifampisin merupakan obat antituberkulosis golongan

antibiotik. Rifampisin berkasiat luas terhadap fase pertumbuhan

mycobacterium tuberkulosis, baik yang berada di luar ataupun di dalam

sel. Obat ini mematikan kuman selama fase pembelahannya yang singkat.

Rifampisin merupakan komponen kunci dalam setiap pengobatan

sebagaimana halnya isoniazid, rifampisin juga harus selalu di ikutkan

apabila ada kontra indikasi. Gangguan funsi hati yang serius

mengharuskan penghentian obat terutama pada pasien yang mempunyai

riwayat penyakit hati (Tjay dan Rahardja, 2007). Etambutol merupakan

obat antituberkulosis golongan antibiotik. Etambutol Obat ini bekerja

dengan menghambat pembentukan dinding sel. Obat ini berefek samping

pada mata sehingga bisa mengganggu penglihatan pengguna obat ini.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Manado, dapat

disimpulkan bahwa pravelensi tertinggi yaitu jenis kelamin laki-laki sebesar 62%,

usia 41-60 sebanyak 29%. Dan obat yang paling banyak digunakan adalah dari

total keseluruhan data pasien tuberkulosis.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan ketepatan terapi

obat terhadap keberhasilan terapi baik di tempat yang sama dengan waktu

yang berbeda maupun di tempat lain.

2. Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan khususnya mengenai

golongan obat, kombinasi obat, dan ketepatan penggunaan obat.

23
24

Anda mungkin juga menyukai