Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PANTIEN SAFETY

PELAPORAN INSIDEN KEJADIAN YANG TIDAK DIINGINKAN

“MONITORING EFEK SAMPING OBAT TBC”

OLEH :

KELOMPOK 1

NAMA :

1. APRILLIA P. LOKUNUHA

2. ARNI ADELIA SURA

3. DONANSIA Y. UMI

KELAS : FARMASI C/VI

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

KUPANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya ucapkan kehadiran Tuhan yang maha kuasa, karena dengan Rahmat
dan Karunianya, saya dapat menyelesaikan Makalah Pelaporan Insiden Kejadian Yang Tidak
Diinginkan “Monitoring Efek Samping Obat TBC”. Dan makalah ini saya buat untuk
memehuni tugas mata kuliah Analisis sediaan.

Saya sangat berharap makala ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan kita
tentang Penyakit TBC dan Monitoring Efek Samping Obat TBC. saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam pengerjaan makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna.oleh sebab itu, saya berharap adanya kritikan, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna.

Semoga makalah ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah di susun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata- kata yang
kurang berkenang dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI TBC
B. GEJALAH TBC
C. PROSES PENGOBATAN TBC
D. EFEK SAMPING YANG TIMBUL SETELAH MENGONSUMSI OAT
E. HASIL PENELITIAN MENGENAI MONITORING OAT

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PEBDAHULUAN

A. Latar belakang
Tuberkulosis adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia
pada tahun 2018. Tuberkulosis juga merupakan pembunuh utama orang dengan HIV
dan penyebab utama kematian terkait dengan resistensi antimikroba. Pada tahun 2018,
diperkirakan ada 10 (9,0-11,1) juta kasus TB baru (insiden) di seluruh dunia, dimana
5,7 juta adalah laki-laki, 3,2 juta adalah perempuan dan 1,1 juta adalah anak-anak.
Orang yang hidup dengan HIV sebesar 9% dari total. Sebanyak delapan Negara
menyumbang sebesar 66% dari kasus baru yaitu India, Cina, Indonesia, Filipina,
Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan (WHO, 2019).
Penyakit tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobacterium
tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian
terbesar di dunia. Penularan penyakit tuberkulosis (TB) terjadi melalui udara (airborne
spreading) dari “droplet” pasien terinfeksi (Soedarto, 2009). Bakteri Mycobacterium
tuberculosis akan berkembang biak dalam paru-paru terutama pada orang yang
memiliki daya tahan tubuh rendah. Tuberkulosis dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening. Oleh karena itu, infeksi yang terjadi dapat mencakup
area paru-paru dan ekstra paru seperti otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar
getah bening, dan lain-lain. Meski demikian, organ tubuh yang paling sering terkena
ialah paru-paru (Sari dkk., 2014).
Tingginya prevalensi tuberkulosis disebabkan karena cepatnya penyebaran bakteri
yang diakibatkan oleh penularan penyakit yang begitu mudah yaitu melalui percikan
Droplet nuclei yang mengandung Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan hal
tersebut, maka salah satu upaya dalam pengendalian tuberkulosis adalah pengobatan
dengan metode DOTS (Directly Observed Treatment of Short Course). DOTS
merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 1999. Morbiditas
dan mortalitas akibat tuberkulosis merupakan permasalahan yang sangat serius
terutama timbulnya efek samping akibat penggunaan obat antituberkulosis (OAT).
Salah satu efek samping yang serius adalah hepatotoksik (Depkes RI, 2007). Hal ini
menimbulkan dilema dalam pengobatan tuberkulosis dan resistensinya kuman
tuberkulosis, karena mempengaruhi keberhasilan terapi. Putusnya terapi terjadi akibat
timbul efek samping, yang berakibat timbulnya resistensi bakteri sehingga
memperberat beban penyakit dan beban pasien itu sendiri (Sari dkk, 2014).
Efek samping obat (ESO) merupakan respon terhadap suatu obat yang merugikan
dan keadaan yang tidak diinginkan yang terjadi pada dosis biasanya. Dosis tersebut
digunakan manusia untuk pencegahan, diagnosis, terapi penyakit dan untuk
memodifikasi fungsi fisiologis (BPOM RI, 2012).
Monitoring efek samping obat (MESO) adalah suatu kegiatan pemantauan efek
samping obat yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bersifat secara sukarela
(voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan efek samping obat
(ESO) berwarna kuning, atau dikenal juga dengan sebutan formulir kuning. Monitoring
efek samping obat ini dilakukan terhadap semua obat yang beredar dan digunakan
dalam suatu pelayanan kesehatan di Indonesia. Tenaga kesehatan bertugas untuk
memantau aktifitas efek samping obat serta dengan pelaporannya, tenaga kesehatan
juga dikenal sebagai healtcare provider yang merupakan tool yang bisa digunakan
untuk mendeteksi apakah adanya kemungkinan terjadi efek samping obat yang serius
atau yang jarang terjadi (rare). Pelaporan dilakukan oleh tenaga kesehatan meliputi
dokter, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, bidan, perawat, dan tenaga kesehatan
yang lainnya. Sistem pelaporan ini diperlukan untuk melihat suatu kejadian yang
diduga akibat efek samping obat, baik efek samping yang dalam kondisi belum
diketahui hubungan kausalnya maupun efek samping obat yang sudah pasti (BPOM
RI, 2012).

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari TBC?
2. Apa saja gejalah-gejalah dari TBC?
3. Bagaiman proses pengobatan TBC?
4. Bagaimana efek samping yang timbul setelah mengonsumsi OAT?
5. Bagaimana hasil penelitian mengenai monitoring OAT?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu TBC?
2. Untuk mengetahui apa saja gejalah-gejalah dari TBC
3. Untuk mengetahui bagaiman proses pengobatan TBC
4. Untuk mengetahui bagaimana efek samping yang ditimbul setelah mengonsumsi
OAT
5. Untuk mengetahui bagaimana hasil penelitian mengenai monitoring OAT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis (TB) ialah suatu penyakit infeksi menular yang dapat
disebabkan oleh bakteri TB yaitu Mycobacterium tuberculosis (MTB).
Mycobacterium tuberculosis ini dapat menyerang ke beberapa organ tubuh, organ
tubuh yang sering terkena ialah paru-paru (Kemenkes RI, 2014). Bakteri
Tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit
tuberkulosis. Mycobacterium tuberculosis dan tujuh spesies lain yang sangat dekat
dengan mikobakteria (M. Bovis, M. Africanum, M. Microti, M. Caprae, M.
Pinnipedii, M. Canetti, and M. Mungi) yang bersama-sama membentuk kompleks
Mycobacterium tuberculosis (Irianti dkk., 2016). Penyakit ini ditularkan ketika
orang yang sakit TB mengeluarkan kuman M.TB ke udara salah satunya ketika
pasien batuk.

Gambar 1. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang (Velayati dan Parissa,


2016)

Klasifikasi Mycobacterium Tuberculosis (Irianti dkk., 2016)


Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Sub ordo : Corynebacterineae
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium Tuberculosis
B. Gejala tuberkulosis
Gejala-gejala tuberkulosis meliputi (Permenkes RI No 67, 2016)
 Batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih yang dapat disertai dengan darah
 Sesak nafas
 Berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik
 Demam meriang lebih dari satu bulan
 Penurunan nafsu makan dan berat badan
 Perasaan tidak enak (malaise) dan badan lemas

C. Pengobatan Tuberkulosis
Adanya pengobatan antituberkulosis (OAT) bertujuan untuk menyembuhkan
seorang pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Prinsip dari
pengobatan tuberkulosis yaitu obat antituberkulosis (OAT) harus diberikan dalam
bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dengan dalam jumlah yang cukup, serta
dengan dosis yang tepat dan yang sesuai dengan kategori pengobatan. Dianjurkan
memakai OAT kombinasi dosis tetap (KDT), karena lebih menguntungkan. Untuk
menjamin kepatuhan pasien dalam konsumsi obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOTS = Directly observed treatment short course) (Kemenkes RI, 2009).
1. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap yaitu :
a. Tahap awal (intensif)
Pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasis secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Apabila tahap intensif
diberikan secara tepat pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA negatif dalam
2 bulan.
b. Tahap lanjutan
Pasien mendapat jenis obat yang lebih sedikit, namun dalam jumlah
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
(Kemenkes RI, 2009).
2. Paduan OAT yang di gunakan di Indonesia meliputi :
a. Kategori 1
 2HRZE/4H3R3
 2HRZE/4HR
 2HRZE/6HE
b. Kategori 2
 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
 2HRZES/HRZE/5HRE
Keterangan :
H : Isoniazid
R : Rifampisin
Z : Pirazinamid
E : Ethambutol
S : Streptomisin
Untuk paduan OAT 1 dan OAT 2 dapat disediakan dalam paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (KDT), sedangkan untuk kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Paket kombipak merupakan paket obat
lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol yang
dikemas dalam bentuk blister.

D. Efek samping OAT


Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso (RSPI-SS) merupakan RS
Rujukan Tipe A Kementrian Kesehatan yang salah satu unggulan pelayanannya
adalah pelayanan TB dengan program directly observed treatment shortcourse
(DOTS). Pemerintah menerapkan sistem DOTS yaitu strategi pengobatan TB
dengan pengawasan langsung terhadap pengobatan, dimana sebesar 44% penduduk
terdiagnosis TB diobati dengan obat program. Komponen OAT dalam DOTS
merupakan kombinasi obat yang berkesinambungan selama 6 sampai dengan 9
bulan yaitu Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pyrazinamide (Z), Ethambutol (E),
Streptomisin (S) bertujuan untuk mendapatkan efek terapi yang optimal. OAT
tersebut dapat menimbulkan efek samping bagi pasien. Efek samping tersebut
antara lain; tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit perut, pusing, sakit kepala,
gatal-gatal, nyeri sendi, kesemutan, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
Warna kemerahan pada air seni (urine).
Dalam suatu studi monitoring efek samping OAT, FDC kategori 1 di Propinsi
Banten dan Jawa Barat tahun 2011 didapatkan bahwa kejadian efek samping
minum obat TB yang paling sering timbul adalah pada bulan pertama dan kelima
yaitu mual, bulan kedua yaitu pusing, bulan ketiga, keempat dan keenam yaitu
nyeri sendi. Efek samping lain yang juga ditemukan saat penggunaan OAT yaitu
mengantuk dan lemas pada bulan pertama, kedua dan ketiga.
Hasil penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 53 pasien TB, sebagian besar 15(28,3%)
berusia 26-35 Tahun (dewasa awal), 32 (60.4%) berjenis kelamin laki-laki, dan 28
(52.8%) memiliki penyakit penyerta (Tabel 1). Gambaran pengobatan
menunjukkan bahwa dari 53 pasien sebagian besar 48 (90.6%) pasien tidak pernah
memiliki riwayat pengobatan sebelumnya, 50 (94,3%) menggunakan jenis obat
kategori 1 dan 37 (69.8%) lama pengobatan TB selama 6 bulan (Tabel 2).

Gambaran ESO diketahui dari 53 pasien TB dengan efek samping sebagiang besar
yaitu 27 (50.9%) mengalami ESO ringan (Grafik 1). ESO berdasarkan bulan terlihat
terlihat bahwa efek samping paling banyak muncul pada awal-awal pengobatan yaitu
pada tahap intensif (Grafik 2). Berdasarkan lokasi efek samping pada sistem organ
diketahui 35,8% pada kuli, 71.7% pada pencernaan (gastointestinal), 67,9% pada saraf
dan 9.4% pada mata (Tabel 3). Berdasarkan tanda dan gejala efek sampling, 3 gejala
paling banyak adalah di flu sindrom 54,7%, mual 43.4%, tidak nafsu makan 35.8%
(Tabel 4).

Berdasarkan efek samping diketahui bahwa pasien yang mengalami efek samping obat
sebagian besar termasuk kategori ESO ringan. Efek samping akan muncul dikarenakan
kerja sekunder obat yakni efek tak langsung akibat kerja utama obat seperti antibiotika
spektrum luas termasuk OAT dapat mengganggu keseimbangan bakteri usus dan
menimbulkan defisiensi vitamin. Konsumsi obat-obat antibiotik sedikit yang diresorpsi
oleh kulit sehingga di dalam darah bergabung dengan salah satu protein membentuk
antigen. Bila zat tersebut berulangkali masuk kedalam aliran darah seseorang yang
berpotensi hipersensitifitas yang dikarenakan suatu rekasi akibat pecahnya membaran
mast cell (degranulasi). Kondisi tersebut bisa terjadi pada penderita TB.
Obat-obat anti tuberkulosis disamping mempunyai beberapa efek samping ringan juga
mempunyai efek samping yang berat. Efek samping yang patut diwaspadai adalah efek
hepatotoksik. Hampir semua OAT mempunyai efek hepatotoksik kecuali streptomisin.
Kerusakan sel hati bervariasi dari yang ringan asimptomatik sampai menimbulkan
gejala serius akibat nekrosis sel hati. Pirazinamid yang sering dipakai untuk
pengobatan jangka pendek Tb paru telah dilaporkan menyebabkan hepatitis.
Peningkatan SGOT dan SGPT merupakan gejala dini dari kelainan hati.
ESO banyak terjadi pada awal pengobatan. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Farhanisa yang menyatakan bahwa efek samping OAT yang timbul akan menganggu
aktifitas pasien sebesar 81,82%. Persentase penderita yang mengalami efek samping
OAT lebih besar pada minggu pertama dan kedua, masingmasing 96,6% dan 91,4%.
Efek ini akan menurun seiring berjalannya waktu pengobatan. Efek samping tinggi
pada periode awal mengkonsumsi OAT. Tahap awal ini penderita sangat rentan
mengalami efek samping. Menurut Kemenkes RI bahwa OAT diberikan kepada
penderita tuberkulosis dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination
(FDC), apabila penderita mengalami efek samping berat dari obat FDC, maka
penderita diberi paket kombipak untuk mengetahui jenis kandungan obat yang
menyebabkan efek samping.
Berdasarkan tanda dan gejala sebagian besar berupa pusing atau sakit kepala yang
merupakan gejala flu syndrome yaitu 54,7%. Sejalan studi monitoring efek samping
obat antituberkulosis FDC kategori 1 di provinsi banten dan provinsi Jawa Barat yang
dilakukan oleh Sari dkk bahwa salah satu efek samping OAT adanya gejala
pusing/sakit kepala. Adapun efek pusing atau gangguan keseimbangan dapat
disebabkan oleh Streptomisin. Streptomisin setelah diserap dari tempat suntikan,
hampir semuanya berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam
eritrosit. Streptomisin kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Streptomisin
diekskresi melalui filtrasi glomerulus. Masa paruh obat ini pada orang dewasa normal
antara 2-3 jam, dan dapat sangat memanjang pada penderita gagal ginjal.
Studi tentang reaksi obat yang merugikan terhadap OAT lini pertama dalam terapi
DOTS oleh Athira et all menyebutkan menyatakan efek samping pada kulit sebesar
30.48%, asalah kulit berupa gatal dan kemerahan disebabkan oleh rifampisin,
pirazinamid, isoniazid. Semua jenis OAT menimbulkan efek samping gatal. Jika
seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti histamin, sambil meneruskan OAT
dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien menghilang,
namun pada sebagian pasien malah menjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan
seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan tersebut menghilang. Jika
gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
Gatal dikarenakan reaksi alergi ringan pada kulit dari zat aktif obatobataan tersebut.
Untuk mengurangi rasa gatal, dokter akan meresepkan beberapa obat gatal seperti
golongan antihistamin atau antialergi untuk mengurangi rasa gatal. Jika yang dirasakan
gatal yang cukup hebat, maka dokter akan menghentikan sementara pemberian obat-
obatan TB untuk sementara. Hal ini menjadi pengecualian karena untuk mencegah
terjadinya reaksi alergi yang lebih hebat. Jika dengan penghentian obat TB ini sudah
dilakukan namun alergi masih tetap ada, maka perlu dikonsultasikan kembali untuk
dilakukan rujukan ke dokter spesialis kulit.
Hasil studi menunjukkan bahwa efek samping pada gastrointestinal (pencernaan)
sebesar 71.7% berupa tidak nafsu makan, mual, muntah, sakit perut. Sejalan dengan
penelitian penelitian Sinha et al. bahwa efek samping yang dialami pada
gastronintestinal (53,52%). Efek samping pada gastrointestinal disebabkan oleh
Rifampisin. Obat ini merupakan antibiotik semisintetik yang mempunyai efek
bakterisid terhadap mikobakteri dan organisme gram positif. Pada dosis tinggi juga
efektif terhadap organisme gram negatif. Mekanisme kerja Rifampicin dengan
menghambat sintesa RNA dari mikobakterium. Rifampicin memiliki efek samping
gangguan gastrointestinal (saluran cerna) seperti rasa panas pada perut, sakit
epigastrik, mual, muntah, anoreksia, kembung, kejang perut dan diare.
Penatalaksanaan sebaiknya OAT diminum malam sebelum tidur.
Hasil studi menunjukkan bahwa efek samping 67.9% di neuro berupa nyeri sendi dan
kesemutan. Sejalan dengan studi berbasis rumah sakit ffek samping dari OAT lini
pertama yang dilakukan Singh & Pant menyebutkan bahwa efek samping OAT pada
sistem muskuloskeletal (13%) dan sistem saraf pusat (7%).(17) Nyeri sendi disebabkan
oleh Pirazinamid sedangkan kesemutan disebabkan oleh Isoniazid dimana
penatalaksaaanya diberikan aspirin jika terjadi nyeri sendi dan vitamin B6 (piridoxin)
100 mg per hari jika kesemutan.
Pirazinamid mudah diserap di usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Kadar plasma
puncak dalam darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Pirazinamid mengalami
hidrolisis dan hidroksilasi menjadi asam hidropirazinoat yang merupakan metabolit
utama. Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan lambat melalui kemih.
Menurut Tjay dan Rhardja bahwa ketika terjadi reaksi alergi, maka akan meningkatkan
kadar histamin dan konsentrasi asam dalam tubuh, sehingga menjadi faktor munculnya
peradangan/ nyeri pada otot dan sendi penderita tuberkulosis.
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan Isoniazid
diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif yang disebabkan bakteri
yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Isoniazid
dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis lain. Jika
digunakan untuk tujuan terapi, obat ini harus digunakan bersama obat lain. Sedangkan
jika digunakan untuk tujuan pencegahan, obat ini dapat diberikan tunggal. Isoniazid
salah satu efek sampingnya berupa neuritis perifer (radang saraf tepi) berupa
kesemutan sehingga untuk pencegahan harus diberikan suplemen vitamin B6.
Dalam studi ini terdapat 3 orang pasien (9.4%) mengalami gangguan penglihatan. Hal
ini disebabkan oleh obat jenis Ethambutol. Sejalan studi monitoring efek samping obat
antituberkulosis FDC kategori 1 di provinsi banten dan provinsi Jawa Barat yang
dilakukan oleh Sari dkk bahwa salah satu efek samping OAT adanya gangguan pada
penglihatan.Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15
mg/kgBB menimbulkan efek toksik yang minimal. Efek samping dari etambutol yaitu
dapat menyababkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman
pengelihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau, dan penyempitan lapangan
pandang.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyakit tuberkulosis (TB) ialah suatu penyakit infeksi menular yang dapat
disebabkan oleh bakteri TB yaitu Mycobacterium tuberculosis (MTB).
Mycobacterium tuberculosis ini dapat menyerang ke beberapa organ tubuh,
organ tubuh yang sering terkena ialah paru-paru.
2. Bakteri Tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab
penyakit tuberkulosis.
3. Efek samping obat (ESO) merupakan respon terhadap suatu obat yang
merugikan dan keadaan yang tidak diinginkan yang terjadi pada dosis biasanya.
Dosis tersebut digunakan manusia untuk pencegahan, diagnosis, terapi penyakit
dan untuk memodifikasi fungsi fisiologis (BPOM RI, 2012).
4. Monitoring efek samping obat (MESO) adalah suatu kegiatan pemantauan efek
samping obat yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bersifat secara
sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan efek
samping obat (ESO) berwarna kuning, atau dikenal juga dengan sebutan
formulir kuning. Monitoring efek samping obat ini dilakukan terhadap semua
obat yang beredar dan digunakan dalam suatu pelayanan kesehatan.
5. Efek dari OAT setelah dikonsumsi yaitu, antara lain; tidak ada nafsu makan,
mual, muntah, sakit perut, pusing, sakit kepala, gatal-gatal, nyeri sendi,
kesemutan, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, Warna kemerahan
pada air seni (urine).
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2017 [Internet]. 2017.
Availablefrom:https://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr2017_main_text.
pdf
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan indonesia. Jakarta;2016.
3. Kementrian Kesehatan R. RISKESDAS 2018. Jakarta; 2018.
4. RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso. Laporan Rekam Medik. Jakarta; 2017.
5. World Health Organization. A practical handbook on the pharmacovigilance of
medicines used in the treatment of tuberculosis: enhancing the safety of the TB patient.
2012;
6. Kementerian Kesehatan RI. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-
2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
2011.
7. World Health Organization (WHO). A practical handbook on the pharmacovigilance
of medicine used in the treatment of Tubercullosis. Geneva: WHO Press; 2012.

Anda mungkin juga menyukai