Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIKUM COMPONDING DAN DISPENSING

“PROMKES TBC”

DOSEN PENGAMPU:

Vivin Nopiyanti, M.Sc., Apt

KELOMPOK 1 C

Oleh :

1. Tantri Agustia (2020394418)


2. Uli Karti Sibarani (2020394419)

PROGRAM STUDI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar droplet atau percikan dahak yang
menyebar ke udara dari orang yang telah terinfeksi oleh bakteri tuberculosis tersebut
(Kemenkes RI, 2012).
Penyakit tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Risiko
penularan setiap tahun yang dihitung dari indicator Annual Risk of Tuberculosis Infection
(ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Global Report World
Health Organization (WHO) pada tahun 2015 menjelaskan bahwa kematian akibat TB
mencapai 1,1 juta jiwa, HIV/AIDS 800 ribu jiwa, koinfeksi TB-HIV 400 jiwa. Faktor yang
memengaruhi penularan TBC meliputi karakteristik individu, keadaan gizi, perilaku, daya
tahan tubuh rendah, lingkungan rumah, lingkungan kerja, dan sosial ekonomi (Ernawati et. al,
2018).
Promosi kesehatan (promkes) adalah upaya kegiatan untuk membuat prilaku
masyarakat kondusif dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan, sehingga masyarakat “melek kesehatan’ (health literacy), promosi kesehatan tidak
dapat terlepas dan selalu berkaitan dengan perilaku masyarakat (Wasisto, 2003). Masyarakat
Indonesia kebanyakan meninggal disebabkan oleh penyakit sederhana yang dapat dicegah
dan diobati secara mudah, disebabkan keadaan kesehatan lingkungan yang kurang baik,
perilaku kesehatan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang kurang, akhirnya
penyakit yang ringan menjadi lebih berat dan dapat berakibat kematian.
Upaya yang dapat dilakukan seorang apoteker di fasilitas kesehatan dapat berupa
pelayanan kesehatan promotive (promosi kesehatan), preventive (pencegahan penyakit),
curative (pengobatan penyakit), dan rehabilitation. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan
yang optimal dibutuhkan tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan dan sarana
prasarana yang berkualitas (pemulihan kesehatan). Apoteker sebagai salah satu tenaga
kesehatan yang diakui oleh pemerintah, memiliki peran dalam pembangunan kesehatan
terutama kesehatan masyarakat. Apoteker sebagai profesi kesehatan yang memiliki
kompetensi dan keahlian di bidang kefarmasian (sediaan farmasi dan alat kesehatan)
bertanggung jawab dalam penjaminan kualitas dan ketepatan obat pada seluruh proses terkait
sediaan farmasi (IAI, 2010). Melalui pendekatan strategi promosi kesehatan diharapkan
pencegahan terhadap penyakit TB akan lebih mudah dilakukan.

B. Tujuan
Tujuan umum dari promosi kesehatan adalah meningkatkan kemampuan individu,
keluarga, dan kelompok masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan
yang bersumber dari masyarakat serta terciptanya lingkungan yang kondusif untuk
mendorong terbentuknya kemampuan tersebut.
BAB II
ISI

A. Tuberculosis
1) Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri
Tuberculosis (Mycobacterium Tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet muclei)
saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut
terhirup oleh orang lain saat bernafas (Widoyono, 2008). Tuberculosis dapat menyerang pada
berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paru seperti kulit, tulang, persendian,
selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,
2012).
Mycrobacteria termasuk dalam family Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis,
M. africanum, M. microti, dan M. canrttii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis
merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini merupakan bakteri
hasil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini
lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia
(Masrin, 2008).

2) Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Ukuran dari
bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk dari bakteri ini yaitu
batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini
mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari
bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu
bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada
kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bias sampai berbulan-bulan namun
bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar matahari atau aliran udara
(Widoyono, 2011).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Mycobacterium Tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882.
Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering,
tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein basil
tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan
asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel
(FKUI,2005).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari
dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus.
Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita
TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan
TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan
manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat
menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung (Wim de
Jong, 2005).

3) Pathogenesis
1. Tuberkulosis primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier
bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai
saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negative menjadi
positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dorman
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa
inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
sekitar 6 bulan. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis,
yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran nafas
bersangkutan, dengan akibat atelectasis. Kuman tuberculosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelectasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelectasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya
atau tertelan.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah, dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tubekulosis milier, meningitis
tuberculosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberculosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalis,
dan sebagainya.
2. Tuberkulosis post primer
Tuberculosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberculosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberculosis post primer mempunyai nama
yang bermacam-macam yaitu tuberculosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberculosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberculosis inilah yang terutama menjadi masalah
kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberculosis post primer
dimulai dengan serangan dini, yang umumnya terletak di segmen apical lobus superior
maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
a. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan kerja dan menimbulkan kaviti bila jaringan kerja dibatukkan
keluar
c. Seorang pneumonia meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding
tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik) (Werdhani, 2010).

4) Manifestasi klinik
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberculosis, yaitu:
a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Demam persisten
j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat badan
Gejala klinis pasien tuberculosis paru menurut Depkes RI (2008), yaitu:
a. Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih
b. Dahak bercampur darah
c. Batuk berdahak
d. Sesak napas
e. Badan lemas
f. Nafsu makan menurun
g. Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik
h. Demam meriang lebih dari satu bulan
Dengan strategi yang baru Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) gejala
utamanya adalah batuk berdahak dan atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih.
Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala
lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan
mikroskopis (Widoyono, 2011).

5) Klasifikasi
TB paru berdasarkan pemeriksaan dahak menurut Depkes RI (2014), dibagi dalam:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)
hasilnya BTA positif
b. Satu specimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis
c. Satu specimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman tuberculosis
positif
d. Satu atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotic non OAT
2. Tuberculosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi defines pada tuberculosis paru BTA positif. Kriteria
diagnostic tuberculosis paru BTA negative harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negative
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic non OAT
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya menurut Depkes RI (2011)
dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
 Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (relaps)
Pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (default)
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus pindahan (transfer in)
Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA postif
setelah selesai pengobatan ulang.
6) Diagnosis
Ada beberapa cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB yaitu dengan cara
konvensional dan tidak konvensional. Cara konvensional terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik, biakan kuman, uji kepekaan terhadap obat, dan identifikasi keberadaan kuman
isolat serta pemeriksaan histopatologis (Kusuma, 2007).
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Bila hasil rontgen
mendukung TBC, maka penderita didiagnosis menderita TBC BTA positif, namun bila hasil
rontgen tidak mendukung TBC, maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan/kultur.
Pemeriksaan biakan/kultur memerlukan waktu yang cukup lama serta tidak sesuai unit
pelaksana memilikinya, sehingga jarang dilakukan (Depkes RI, 2008).
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu pagi
sewaktu (SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.

7) Pengobatan
Untuk pengobatannya menurut Kemenkes RI (2015), obat tuberculosis dibagi menjadi
dua tahap, yaitu:
1. Tahap awal
Obat diberikan setiap hari, hal ini bertujuan untuk secara efektif menurunkan jumlah
kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir kuman yang sudah resisten sejak
sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan awal ini pada semua pasien baru harus
diberikan selama 2 bulan, pada umumnya apabila dengan pengobatan teratur akan sangat
menurunkan resiko penularan setelah pengobatan 2 minggu.
2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan adalah tahap yang paling penting untuk membunuh sisa-sisa
kuman sehingga pasien dapat sembuh dan tidak terjadi kekambuhan.
Sementara ini ada beberapa kategori untuk panduan obat tuberculosis, yaitu sebagai
berikut (Depkes RI, 2014):
a. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
b. Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
c. Obat sisipan: (HRZE)
d. Kategori anak: 2HRZ/4HR
e. Obat untuk pasien TB resistan: OAT lini ke dua yaitu Kanamisin, Capreomisin,
Levofloksasin, Ethionamide, Sikloserin dan PAS, serta OAT lini pertama yaitu
Pirazinamid dan Etambutol.
f. Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Untuk pemantauan hasil pengobatan pada pasien dewasa dilakukan pemeriksaan
ulang dahak secara mikroskopis, pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan cara radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua
contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negative
bila ke dua contoh uji dahak tersebut negative. Bila salah satu contoh uji dahak
postif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan
positif (Kemenkes RI, 2015).

8) Cara penularan
Penularan penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
ditularkan melalui udara (droplet muclei) saat seorang pasien tuberculosis batuk dan percikan
ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernafas. Sumber penularan
adalah pasien tuberculosis paru BTA positif, bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat
berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang
sehat dan bias menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe atau
langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Masa inkubasinya selama 3-6 bulan (Widoyono, 2011).
Penyakit TB paru ini dapat ditularkan oleh penderita dengan hasil pemeriksaan BTA
positif. Lebih jauh lagi, penularan TB paru dapat terjadi di dalam ruangan gelap dan lembab
karena kuman Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama apabila di kondisi
ruangan yang gelap dan lembab tersebut. Dalam hal ini, makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan, maka orang itu makin berpotensi untuk menularkan kuman tersebut. Selain itu,
factor yang memungkinkan seseorang untuk terpapar yaitu seberapa lama menghirup udara
yang sudah terkontaminasi kuman Mycobacterium tuberculosis tersebut dan konsentrasi
percikan dalam udara itu (Depkes RI, 2008).

9) Pencegahan
Langkah utama untuk mencegah tuberculosis adalah dengan menerima imunisasi
BCG (Bacillus Calmette Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi
wajib dan diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan. Bisa juga mencegah TB dengan
mengenakan masker saat berada di tempat ramai, jika berinteraksi dengan pengidap TB, serta
mencuci tangan secara teratur (khususnya pekerja medis).
Pengidap TB dapat menularkan penyakit ini jika belum menjalani pengobatan dalam
jangka waktu yang ditentukan oleh dokter. Apabila mengidap TB, langkah-langkah berikut
akan sangat berguna untuk mencegah penyebarannya pada keluarga dan orang-orang sekitar.
1. Tutupi mulut anda saat bersin, batuk, dan tertawa. Anda juga bias mengenakan masker.
Apabila anda menggunakan tisu, buanglah segera setelah digunakan.
2. Tidak membuang dahak atau ludah sembarangan.
3. Pastikan rumah anda memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya sering membuka
pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari dapat masuk.
4. Tetaplah di rumah dan jangan tidur sekamar dengan orang lain sampai setidaknya
beberapa minggu setelah menjalani pengobatan.
5. Olahraga rutin dan teratur sangat baik untuk mencegah penularan penyakit TBC, karena
dengan olahraga dapat meningkatkan system kekebalan tubuh.
6. Jaga kesehatan paru-paru dengan menghindari rokok dan minuman beralkohol.
7. Makanlah makanan yang mengandung asam lemak omega 3 yang tinggi seperti ikan
tuna, ikan salmon, dan makarel serta sayur-sayuran karena dapat meningkatkan system
kekebalan tubuh anda.

B. Promosi Kesehatan (Promkes)


1) Pengertian
Promosi kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu
dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan sesuatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan (Azwar,1983 ; Machfoedz, et al., 2005).
Tujuan promosi kesehatan sendiri adalah mengubah perilaku masyarakat ke arah
perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, tentunya perubahan perilaku yang diharapakan
setelah menerima promositidak dapat terjadi sekaligus (Herijulianti, 2002). Menurut
(Machfoedz, et al., 2005), promosi kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan
mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana
melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencakup antara lain pengetahuan, sikap dan
keterampilan melalui proses promosikeseahatan. Adapun tujuan promosi jangka panjang
adalah terciptanya perilaku sehat dan tujuan jangka menengah adalah terciptanya
pengertian, sikap, norma, dan sebagainya. Sedangkan tujuan jangka pendek ialah tentang
jangkauan kelompok sasaran atau bisa juga menyangkut terlaksananya kegiatan-kegiatan
penyuluhan.

2) Sasaran
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 jenis sasaran, yaitu:
1. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Mereka ini
diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku
bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh: sistem nilai dan norma-norma
sosial serta norma-norma hukum yang dapat diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka
masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal.
Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka
formal, dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social
pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion).
Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat
diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan
berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya
pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas
kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa.
Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat
dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan
PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang
kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya PHBS.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka
yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta
dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan
cara:
 Memberlakukan kebijakan/peraturan perundangundangan yang tidak merugikan
kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan
masyarakat.
 Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

3) Metode
Metode promosi kesehatan dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi,
sasaran yang dicapai, dan indera penerima dari sasaran promosi.
1. Berdasarkan teknik komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung
Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan
sasaran. Termasuk di sini antara lain: kunjungan rumah, pertemuan diskusi,
pertemuan di balai desa, pertemuan di posyandu, dll.
b. Metode yang tidak langsung
Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap muka dengan
sasaran, tetapi ia menyampaikan pesannya dengan perantara (media). Umpamanya
publikasi dalam bentuk media cetak, melalui pertunjukan film, dll.
2. Berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai
a. Pendekatan perorangan
Dalam hal ini para penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung
dengan sasaran secara perorangan, antara lain: kunjungan rumah, hubungan
telepon, dan lain-lain.
b. Pendekatan kelompok
Dalam pendekatan ini petugas promosi berhubungan dengan sekolompok sasaran.
Beberapa metode penyuluhan yang masuk dalam ketegori ini antara lain:
pertemuan, demostrasi, diskusi kelompok, dan lain-lain.
c. Pendekatan masal
Petugas promosi kesehatan menyampaikan pesannya secara sekaligus kepada
sasaran yang jumlahnya banyak. Beberapa metode yang masuk dalam golongan ini
adalah: pertemuan umum, pertunjukan kesenian, penyebaran tulisan/poster/media
cetak lainnya, pemutaran film, dll.
3. Berdasarkan indera penerima
a. Metode melihat/memperhatikan
Dalam hal ini pesan diterima sasaran melalui indera penglihatan, seperti:
penempelan poster, pemasangan gambar/foto, pemasangan koran dinding, dan
pemutaran film.
b. Metode pendengaran
Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera pendengar, seperti:
penyuluhan lewat radio, pidato, ceramah, dll.
c. Metode kombinasi
Dalam hal ini termasuk: demonstrasi dengan cara (dilihat, didengar, diraba atau
dicium, dan dicoba).

4) Media
Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu
untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk
memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi. Media promosi kesahatan adalah
semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan
oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronik (TV, radio, komputer, dan lain-
lain) dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya
diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatannya.
Adapun tujuan media promosi kesehatan diantaranya (Notoatmodjo, 2005) :
1. Media dapat mempermudah penyampaian informasi
2. Media dapat menghindari kesalahan persepsi
3. Dapat memperjelas informasi
4. Media dapat mempermudah pengertian
5. Mengurangi komunikasi yang verbalistic
6. Dapat menampilkan obyek yang tidak bisa ditangkap dengan mata
7. Memperlancar komunikasi

5) Jenis Media
1. Berdasarkan bentuk umum penggunaan (Notoatmodjo, 2005)
a. Bahan bacaan: modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet, majalah, buletin, dan
sebagainya.
b. Bahan peragaan: poster tunggal, poster seri, plipchart, tranparan, slide, film, dan
seterusnya.
2. Berdasarkan cara produksinya, media promosi kesehatan dikelompokkan menjadi:
a. Media cetak yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual.
Media cetak pada umumnya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto
dalam tata warna. Fungsi utama media cetak ini adalah memberi informasi dan
menghibur. Adapun macam-macamnya adalah poster, leaflet, brosur, majalah,
surat kabar, lembar balik, sticker, dan pamflet.
 Kelebihan media cetak diantaranya: tahan lama, mencakup banyak orang,
biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa ke mana-mana, dapat
mengungkit rasa keindahan, dan meningkatkan gairah belajar.
 Kelemahan media cetak yaitu: media ini tidak dapat menstimulir efek suara
dan efek gerak, dan mudah terlipat (Notoatmodjo, 2005).
b. Media elektronika yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan
didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika.
Adapun macam-macam media tersebut adalah TV, radio, film, video film, cassete,
CD, dan VCD.
 Kelebihan media elektronika diantaranya: sudah dikenal masyarakat,
mengikutsertakan semua panca indra, lebih mudah dipahami, lebih menarik
karena ada suara dan gambar bergerak, bertatap muka, penyajian dapat
dikendalikan, jangkauan relatif lebih besar, dan sebagai alat diskusi dan dapat
diulang-ulang.
 Kelemahan media elektronika diantaranya: biaya lebih tinggi, sedikit rumit,
perlu listrik, perlu alat canggih untuk produksinya dan persiapan matang,
peralatan selalu berkembang dan berubah serta perlu keterampilan
penyimpanan, dan perlu terampil dalam pengoperasian (Notoatmodjo, 2005).
c. Media luar ruang yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar ruang secara
umum melalui media cetak dan elektronika secara statis, misalnya: papan reklame
yaitu poster dalam ukuran besar yang dapat dilihat secara umum di perjalanan,
spanduk yaitu suatu pesan dalam bentuk tulisan dan disertai gambar yang dibuat
di atas secarik kain dengan ukuran tergantung kebutuhan dan dipasang di suatu
tempat yang strategi agar dapat dilihat oleh semua orang, pameran, banner dan TV
layar lebar (DEPKES RI, 2006).
 Kelebihan media luar ruang diantaranya: sebagai informasi umum dan
hiburan, mengikutsertakan semua panca indra, lebih mudah dipahami, lebih
menarik karena ada suara dan gambar bergerak, bertatap muka, penyajian
dapat dikendalikan, jangkauan relatif lebih besar, dapat menjadi tempat
bertanya lebih detail, dapat menggunakan semua panca indra secara langsung,
dan lain-lain.
 Kelemahan media luar ruang diantaranya: biaya lebih tinggi, sedikit rumit, ada
yang memerlukan listrik, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang
dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan, perlu keterampil dalam
pengoperasian (DEPKES RI, 2006).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai peranan penting dalam
promosi kesehatan dengan tujuan mengubah perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat
sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Strategi promosi kesehatan
yang dapat diakukan diantaranya adalah dengan dilakukanya pemberdayaan, yang didukung
oleh bina suasana dan advokasi, serta dilandasi oleh semangat kemitraan. Diharapkan melalui
promosi kesehatan yang dilakukan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesehatan
masyarakat.
B. Saran
Promosi kesehatan yang dilakukan apoteker dapat dilakukan secara berkala sehingga
masyarakat dapat mengetahui informasi kesehatan yang terbaru. Selain itu, promosi
kesehatan yang dilakukan dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Promosi
kesehatan juga dapat melibatkan organisasi, lembaga maupun perusahaan swasta sehingga
lebih massal dan cepat dalam penyebaran informasi kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai