Anda di halaman 1dari 5

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

KSM NON BEDAH

JUDUL TB PARU ANAK


Tuberkulosis anak adalah penyakit pada anak-anak (usia<18 tahun) yang disebabkan oleh kuman
A. Pengertian
mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini yang dapat menyerang semua bagian tubuh manusia dan
(Definisi)
yang paling sering adalah organ paru (90%)
1. Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
B. Anamnesis
tumbuh
2. Demam tanpa sebab yang jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
3. Batuk kronik ≥ 3 minggu. Tanpa wheeze
4. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
5. Pembesaran kelenjar getah bening (leher, ingunal, aksila)
1. Keadaan umum, tanda vital (tekanan darah, frekuensi napas, suhu)
C. Pemeriksaan
2. Status gizi
Fisik
3. Pembesaran kelanjar limfe leher, aksila, inguinal
4. Pembengkakkan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang
5. Pengukuran berat badan menurut umun dan atau pengukuran berat menurut panjang
atau tinggi badan
6. Uji tuberkulin. Biasa nya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada anak
dengan TB Milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, Gizi buruk atau baru menderita
campak
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter :
D. Kriteria
a. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya
Diagnosis
seperti asma, sinusitis dan lain-lain
b. Jika dijumpai ”skrofuloderma” (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung di
diagnosis TB
c. Berat badan di nilai saat pasien datang
d. Foto thoraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
e. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikkan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
2. Anak di diagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maximal 13)
3. Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB
parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak Laporan BTA positif
jelas keluarga
BTA negatif
atau tidak
tahu, BTA
tidak jelas
Uji tuberkulin Negatif Positif ≥ 10
mm atau ≥ 5
mm pada
keadaan
imunosupresi

Berat Bawah garis Klinis gizi


badan/keadaa merah (KMS) buruk
n gizi atau BB/u < (BB/U<60%)
80%
Demam tanpa ≥ 2 minggu
sebab jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran ≥ 1 cm, jumlah
kelanjar limfe > 1 tidak nyeri
koli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang / sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto thoraks Normal
4. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke rumah sakit oleh karena
memerlukan evaluasi lanjut, disarankan ke dokter spesialis anak
 Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti asma, sinusitis, refluks gastroesofagel dan lainnya
 Skrofuloderma adalah satu bentuk reaktivasi infeksi TB, diawali oleh suatu
limfadenitis atau osteomielitis yang membentuk abses dingin dan melibatkan
kulit diatasnya, kemudian pecah dan membentuk sinus di permukaan kulit.
Skrofuloderma di tandai oleh massa yang padat atau fluktuatif. Sinus yang
mengeluarkan cairan ulkus dengan kasar bergranulasi dan tidak beraturan serta
tepi bergaung, serta sikatriks yang menyerupai jembatan. Biasa di temukan di
daerah leher atau wajah, tetapi dapat juga di jumpai di extremitas atau trunkus.
Perlu diperhatikan khusus jika ditemukan salah satu keadaan dibawah ini :
a. Kejang, kaku kudung
b. Penurunan kesadaran
c. Kegawatan lain, misal sesak nafas
d. Foto thorak menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura
e. Gibbus, koksitis

TB Paru anak
E. Diagnosis
1. bronkietaksis
F. Diagnosis
Banding 2. bronkopneumoni
1. Uji tuberculin : dengan cara Mantoux test yaitu penyuntikkan 0,1 ml tuberculin PPD
G. Pemeriksaan
secara intrakutan di bagian volar lengan. Reaksi diukur 48 – 72 jam setelah
Penunjang
penyuntikkan :
a. Indurasi : tidak ada = 0 mm
b. Indurasi : ≥ 10 mm, dinyatakan (+)
c. Indurasi : 5 – 9 mm : meragukan, perlu diulang
Uji tuberculin (+), menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan TB aktif (sakit
TB) pada anak
2. Foto thoraks antera-posterior (AP) dan lateral kanan. Gambaran radiologis yang sugestif
TB di antaranya pembesaran kelenjar hilur atau paratrakeal, konsolidasi segmen / lobus
paru, milier, kavitas, efusi pleura, atelectasis, atau klasifikasi
3. Pemeriksaan mikrobiologi dari bahan bilasan lambung atau sputum, untuk mencari BTA
pada pemeriksaan langsung
4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA) dari biopsy kelenjar, kulit atau jaringan yang dicurigai
TB, dilakukan atas indikasi
5. Funduskopi perlu dilakukan pada TB milier dan meningitis TB
6. Pungsi lumbal harus dilakukan pada TB miler untuk mengetahui ada tidaknya meningitis
TB
7. Foto tulang dan pungsi pleura dilakukan atas indikasi
8. Pemeriksaan darah tepi, LED, Urine dan feses rutin sebagai pelengkap
OAT KATEGORI ANAK
H. Terapi
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 (tiga) macam obat dan diberikan dalam waktu 6
bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan
dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis yang digunakan untuk panduan OAT – KDT pada anak : 2 RHZ (rifampicin, isoniasid,
pyrazynamid) / 4 RH (Rifampicin, isoniasid) sebagaimana dalam tabel di bawah ini :
Berat badan 2 bulan tiap hari RHZ 4 bulan tiap hari RH
(75 / 50/ /150) (75 / 50)
5–9 1 tablet 1 tablet
10 – 14 2 tablet 2 tablet
15 – 19 3 tablet 3 tablet
20 – 32 4 tablet 4 tablet
≥ 33 sama dengan dosis dewasa
Berat badan < 5 kg tidak boleh menggunakan OAT KDT

Dosis harian dan maximal yang digunakan pada anak sebagaimana dalam tabel berikut :
Nama obat Dosis harian Dosis maximal Efek samping
(mg/kgBB/hari) (mg per hari)
Isoniazid 5 – 15 300 Hepatitis, neuritis
ferifer,
hipersensitivitas
Rifampisin 10 – 20 600 Gatrointestinal, reaksi
kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna orange
kemerahan
Pirazinamid 15 -30 2000 Toksisitas hati,
artralgia,
gatrointestinal
Etambutol 15 – 20 1250 Neuritis optik,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah, hijau
penyempitan lapang
pandang
Streptomisin 15 -40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.
 Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bio availabilitas rifampisin (kecuali dalam teknik tertentu)
 Rifampisin diabsorsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut
kosong (1 jam sebelum makan)
Pada tahap tb berat, baik pulmonal maupun estrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB
sendi dan tulang dan lain-lain :
a. Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Etambutol atau Streptomysin)
b. Pada tahap lanjutan diberikan INH dan rifampisin selama 10 bulan
c. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, Perikarditis TB, TB endobronkial,
meningitis TB dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1 – 2
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2 – 6 minggu.
Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi
perlengketan jaringan.

Pengobatan pencegahan (profilaksis) untuk anak


Pada semua anak, terutama balita tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB dengan
BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan
skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan isoniazid (INH) dengan dosis 5 –
10 mg/kgBB/hari selama 6 (enam) bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi
BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.
1. Edukasi tentang TB pada anak
I. Edukasi
2. Edukasi tentang kepatuhan minum obat untuk mencegah kekambuhan dan kasus MDR
TB
3. Edukasi tentang kepatuhan control untuk mencegah kasus drop out
Bervariasi bergantung pada derajat komplikasi
J. Prognosis

I/II/III/IV
K. Tingkat Evidens
A/B/C
L. Tingkat
Rekomendasi

SMF ANAK
M. Penelaah Kritis
1. Keluhan Berkurang
N. Indikator
2. Lama hari rawat : 3 hari
Medis
3. Tidak Ditemukan tanda-tanda komplikasi
1. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2011
O. Kepustakaan
2. Pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit, cetakan pertama, 2009
3. IDAI, tuberkulosis dalam : standar pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia, edisi 1,
Jakarta, 2010, Hal. 33 - 327

Anda mungkin juga menyukai