DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
ZAHRATUL JANNAH
193110200
KELAS: 2B
A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobakterium tuberculosi yang menyerang paru-paru dan bagian tubuh lainnya. Bakteri
ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan serta luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut.
TB dapat menyebar hampir ke setiap bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah
pajanan. Pasien kemudian dapat membentuk penyakit aktif karena respons sistem imun
menurun atau tidak aekuat. Proses aktif dapat berlangsung lama dan karakteristikkan
oleh periode remisi yang panjang ketika penyakit dihentikan, hanya untuk dilanjutkan
dengan periode aktivitas yang diperbarui.
TB ditularkan ketika seorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi. Bakteria
ditransmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan
eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa. Awitan
biasanya mendadak.
Klasifikasi tuberkulosis menurut sistem lama :
1. Pembagian secara patologis
- Tuberkolosis primer (childhood tuberkulosis)
- Tuberkolusis post primer (adult tuberkulosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang menyembuh).
3. Pembagian secara radiologis (lias lesi)
- Tuberkolosis minimal
- Moderately advance tuberkolosis
- Far advanced tuberkulosis
Klasifikasi menurut American Thoracic Society :
1. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negative.
2. Kategori 1 : Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat
kontak positif, tes tuberculin negative.
3. Kategori 2 : Terinfeksi tuberkolusis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif,
radiologi dan sputum negative.
4. Kategori 3 : Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan makro
biologis :
1. Tuberkolusis paru
2. Bekas tuberkolusis paru
3. Tuberkolusis paru tersangka, yang terbagi dalam :
- TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain positif.
- TB tersangka yang tidak diobati : sputum BTA negative dan tanda-tanda lain
juga meragukan.
Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu : (Sudoyo Aru)
1. Kategori 1, ditujukan terhadap :
- Kasus batu dengan sputum positif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2, ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3, ditujukan terhadap :
- Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4. Kategori 4, ditujukan terhadap : TB kronik
B. Etiologi
Penyebab tuberkolosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam mycobacteria tuberkulosis yaitu Tipe Human dan Tipe
Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis
usus. Basil Tipe Human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal
dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim
De Jong)
Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup
dan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-
tahun. (Patrick Davey)
Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase : (Wim de Jong)
1. Fase 1 (Fase Tuberculosis Primer)
Masuk ke dalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan
tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (Fase Laten) : fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup)
dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa
terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak kelenjar limf hilus, leher dan
ginjal.
4. Fase 4 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ
yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru.
C. Faktor Resiko
1. Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.
2. Status gangguan imun (mis., lansia, kanker, terapi kortikosteroi, dan HIV).
3. Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
4. Masyarakat yang kurang mendapat layanan kesehatan yang memadai (mis.,
gelandangan atau penduduk miskin, kalangan minoritas, anak-anak, dan dewasa
muda).
5. Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, dan
malnutrisi.
6. Imigran dari negara dengan insidensi TB yang tinggi (mis., Haiti, Asia tenggara).
7. Institusionalisasi (mis., fasilitas perawatan jangka panjang, penjara).
8. Tinggal di lingkungan padat penduduk dan di bawah standar.
9. Pekerjaan (mis., tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas beresiko
tinggi).
D. Manifestasi Klinis
1. Demam 40-41° C, serta ada batuk/batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Pada anak
- Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
- Batuk kronik ≥ 3 minggu dengan atau tanpa wheeze.
- Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
System skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak
Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak dengan Tidak Laporan keluarga, Kontak dengan
pasien TB jelas kontak dengan pasien BTA
pasien BTA negative positif
atau tidak tahu, atau
BTA tidak jelas.
Uji tuberkulin Negative Positif ( ≥ 10
mm, atau ≥ 5
mm, keadaan
imunosupresi
BB/keadaan gizi Gizi kurang : Gizi buruk : BB/TB
(dengan KMS atau BB/TB < 90% < 70% atau BB/U <
table) atau BB/U < 60%
80%
Demam tanpa ≥ 2 minggu
sebab jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran ≥ 1 cm
kelenjar limfe koli, Jml ≥ 1, tidak
aksila, inguinal nyeri
Pembengkakan Ada
tulang/sendipangg pembengkakan
ul, lutu, falang
Foto dada Normal/tid Sugestif TB
ak jelas
Jumlah skor
Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS
Catatan :
- Diagnosa dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
- Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis
- Berat badan dinilai saat pasien datang
- Demam dan batuk tidak respon terhadap terapi sesuai baku Puskesmas
- Foto dada bukan alat diagnostik utama pada TB anak
- Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
- Anak dengan TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi
lebih lanjut
Tabel frekuensi gejala dan tanda TB paru sesuai kelompok umur
Kelompok umur Bayi Anak Akil balik
Gejala
- Demam Sering Jarang Sering
- Keringat malam Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Batuk Sering Sering Sering
- Batuk produktif Sangat jarang Sangat jarang Sering
- Hemoptitis Tidak pernah Sangat jarang Sangat jarang
- Dispnu Sering Sangat jarang Sangat jarang
Tanda
- Ronki basah Sering Jarang Sangat jarang
- Mengi Sering Jarang Jarang
- Fremitus Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Perkusi pekak Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Suara napas berkurang Sering Sangat jarang jarang
Pemeriksaan penunjang
Menurut Mansyur, dkk(1999) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan
tuberkulosis paru yaitu :
1. Laboratorium darah rutin : LED Normal atau meningkat, limfositosis.
2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi immunoperoxidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB .
4. Tes Mantoux/Tuberculin
5. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
6. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mikobakterium tuberculosis.
7. MYCODOT
Deteksi antibodi memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.
8. Pemeriksaan radiologi : Rontgen thorax Pa dan lateral.
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB yaitu :
a) Bayangan Lesi terletak di lapangan paru atas atau segmen apikal lobus bawah.
b) Bayangan berwarna atau bacak.
c) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
d) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
e) Adanya klasifikasi.
f) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g) Bayangan millie.
Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4 atau 7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah Rifampisin, INH, Pirazinamid.
Streptomisin dan Ethambutol.
b) Kombinasi dosis tetap, terdiri dari :
i. 4 obat anti tuberkulosis dalam satu tablet yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg, pyrazinamide 400 mg dan ethambutol 275 mg
ii. 3 obat anti tuberkulosis dalam satu tablet yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg dan pyrazinamide 400 mg
iii. Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3 sampai 4 tablet sehari selama fase intensif
sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat anti
tuberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan
pedoman pengobatan.
c) Jenis obat tambahan lainnya
i. Kanamisin
ii. Kuinolon
iii. obat lain masih dalam penelitian; makrolid, amoksisilin + asam klavulanat.
iv. Derivat rifampisin dan INH
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun, sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh
karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat
ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
sistematik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Efek samping OAT :
Efek sambing ringan dari OAT
Efek samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan, mual, sakit Rifampisin Obat diminum malam sebelum
perut tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar di INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 100
kaki mg perhari
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi
apa-apa
Efek samping berat dari OAT
Efek samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan pd Semua jenis Beri antihistamin & dievaluasi
kulit OAT ketat
Tuli Streptomisin Sterptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisn Streptomisin dihentikan
Ikterik Hamoir semua Hentikan semua OAT sampai
OAT ikterik menghilang
Bingung dan muntah-muntah Hampir semua Hentikan semua OAT & lakukan
obat uji fungsi hati
Gangguan penglihatan Ethambutanol Hentikan ethambutanol
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan rifampisin
A. Definisi
PPOK/COPD adalah suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat
secara terus menerus. Proses penyakit ini seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi
berikut ini (bronkhitis kronis, emfisema, asthma) dengan suatu penyebab primer dan
yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer. (Enggram, B. 1996)
COPD/PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan
dikaitkan dengan respon inflamasi si paru yang abnormal terhadap partikel atau gas
berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas, hipersekresi mukus, dan
perubahan pada sistem pembuluh darah paru. Penyakit lain seperti kistik Fibrosis,
bronkiektasis, dan asma yang sebelumnya diklasifikasikan ke dalam jenis COPD ini
diklasifikasikan sebagai gangguan paru kronis, meskipun gejala dapat tumpang tindih
dengan yang lain. Merokok sigaret, polusi udara dan pajanan di tempat kerja
(batubara,katun,biji-bijian padi) merupakan faktor risiko penting yang menyebabkan
terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang waktu 20 sampai 30 tahun.
Komplikasi COPD beragam namun mencakup insufisiensi pernapasan dan gagal nafas
(komplikasi utama) serta Pneumonia, atelektasis, dan pneumothoraks.
B. Manifetasi Klinis
1. COPD dicirikan oleh batuk kronis, produksi sputum, dan dipnea saat mengerahkan
tenaga kerap memburuk seiring dengan waktu.
2. Penurunan berat badan sering terjadi.
3. Gejala yang spesifik dengan penyakit. Lihat "manifestasi klinis" pada "asma",
"bronkiektasis", "bronkitis" dan "emfisema".
C. Penyebab dan Patofisiologis
1. Bronkhitis kronis, adalah infeksi pada bronchus.
Patofisiologis :
Merupakan inflamasi pada bronkhus yang menyebabkan peningkatan
produksi mukus dan batuk kronik. Juga terdapat penurunan ratio FEV1/FVC kurang
dari 75 %.
Gangguan ini disebabkan oleh paparan iritan khususnya asap rokok. Klien
akan mengalami :
a. peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar submukosa pada bronkhus (besar),
sehingga meningkatkan produksi mukus;
b. pengentalan mukus;
c. gangguan fungsi ciliary, sehingga menurunkan pembersihan mukus.
Sehingga terjadi gangguan pertahanan mucociliary paru dan mudah terkena
infeksi sekunder. Jika terjadi infeksi sekunder produksi mukus akan bertambah
banyak, dan kental yang akan mengakibatkan obstruksi udara khususnya saat
ekspirasi. Hal ini akan mengakibatkan udara terperangkap pada paru-paru. Obstruksi
ini juga menurunkan ventilasi alveoler dan terjadi hipoksia serta asidosis. Klien
mengalami penurunan oksigenasi jaringan; ratio V/Q (ventilasi – perfusi) abnormal
yang berhubungan dengan penurunan PaO2. Gangguan ventilasi alveoli juga
mengakibatkan peningkatan PaCO2. Sebagai kompensasi dari hioksemia tubuh akan
banyak memproduksi eritrosit (polisetemia).
2. Empisema, yaitu suatu perubahan anatomis parenkhim paru-paru yg ditandai
dengan pembesaran alveolus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveoler.
Patofisiologis :
Gangguan ini akibat dari kerusakan dinding alveoli, sehingga terjadi over
distension ruang udara yang permanen. Obstruksi aliran udara lebih merupakan
akibat dari perubahan ini dari pada produksi mukus yang berlebihan seperti pada
bronkhitis kronis.
Terdapat dua tipe dari emfisema :
a. Centri lobuler emphysema/centriacinar emphysema
i. Terjadi kerusakan pada bronkhiolus respiratorius.
ii. Dinding berlubang, membesar, akhirnya cenderung menjadi satu ruang.
iii. Sering menyerang bagian atas paru-paru.
iv. Dikaitkan dengan bronkhitis kronis dan perokok.
b. Panlobuler emphysema/Panacinar emphysema
i. Alveolus distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta
kerusakan secara merata.
ii. Tersebar merata diseluruh bagian paru terutama bagian basal.
iii. Merupakan emfisema primer.
iv. Familial akibat defisiensi enzim alpha antitripsin (AAT), yang merupakan
inhibitor enzim proteolitik non spesifik. Klien tanpa AAT akan
mengalami peningkatan PPOM sebab dinding paru akan mempunyai
resiko tinggi mengalami kerusakan. Asap rokok akan mengganggu
keseimbangan enzim ini dan kerusakan jaringan paru akan meningkat.
v. Dikaitkan dengan usia tua karena elastisitas paru mengalami penurunan.
3. Asthma, yaitu suatu penyakit pada sistem pernafasan yang menliputi peradangan
dari jalan nafas dan gejala-gejala bronchospasme yang bersifat reversibel (Crockett).
Patofisiologis :
Bachrudin, M dan Moh. Najib. 2016. Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta : PPSDM
Kesehatan.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan :
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta :
Mediaction.
Smeltzer, Susan C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Ed. 12. Yulianti,
Devi dan Amelia Kimin. 2018. Jakarta : EGC.