Anda di halaman 1dari 91

PENEMUAN KASUS DAN

TATALAKSANA TB ANAK
dr. Ditya Arisanti, Sp.A
Mengapa TB pada anak penting ?
 TB anak merupakan 10-15% dari seluruh kasus TB di Indonesia
• Sebagian besar kasus terjadi pada anak umur < 5 tahun
• Sebagian besar penyakit terjadi dalam 2 tahun setelah kontak
dengan sumber penularan
 Anak berisiko tinggi untuk:
• Berkembang menjadi sakit setelah terinfeksi
• Menderita sakit TB berat (meningitis TB, TB milier)
 Infeksi laten TB pada anak
 Jika tidak diobati dengan benar akan menjadi kasus TB di
masa dewasanya, yang merupakan sumber penularan baru.
Tuberkulosis

lymphadenitis

lymphangitis

primary focus
Ghon focus
Kalender Perjalanan Penyakit Tuberkulosis Primer

Komplex Primer
Sebagian besar
sembuh sendiri TB Tulang
(3-24 bulan) Erosi Bronkus
(3-9 bulan) (dalam 3 tahun)

Pleural effusion Meningitis TB Ginjal


(3-6 bulan) TB Milier (setelah 5 tahun)
(dalam 12 bulan)
INFEKSI

HIPERSENSITIVITAS KEKEBALAN DIDAPAT

TES TUBERKULIN POSITIF

2 -12 Minggu 1 tahun


(6-8 minggu)
Risiko tertinggi untuk

Komplikasi Lokal dan Diseminasi Risiko menurun


4
Konsep sakit dan infeksi pada TB

Sehat Terinfeksi Sakit TB


(infeksi laten TB)
•Gejala (-) •Gejala (+)
•PPD (-) •Gejala (-) •PPD (+/-)
•Rontgen (-) •PPD (+) •Rontgen (+/-)
•BTA /kultur (-) •Rontgen (-) •BTA /kultur (+/-)
•BTA /kultur (-)
Diagnosis TB anak
Didasarkan pada 4 hal, yaitu:
1.Konfirmasi bakteriologis TB
2.Gejala klinis yang khas TB
3.Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin
positif atau kontak erat dengan pasien TB)
4.Gambaran foto toraks sugestif TB.
Pendekatan diagnosis TB anak

1. Anamnesis yang teliti


a. gejala TB
b. riwayat kontak dg pasien TB paru dewasa
2. Pemeriksaan fisik
- status gizi
- tanda TB ekstra paru
3. Uji tuberkulin
4. Foto Rontgen dada
5. Konfirmasi bakteriologi jika memungkinkan
6. Pemeriksaan penunjang terkait TB ekstra paru
7. Tes HIV
Rapid assessment of child TB - Indonesia

• Puskesmas  dokter umum


– Jumlah kasus sedikit
– Masalah:
• Fasilitas Mantoux test dan Ro dada tidak ada
• Tenaga kesehatan tidak percaya diri

• RS Daerah/RS Swasta  dokter spesialis anak


– Jumlah kasus banyak
– Kecenderungan overdiagnosis
– Dasar terapi: LED, jumlah limfosit
Anamnesis

a. Gejala TB
 Batuk > 2 minggu, tidak membaik dengan
antibiotika atau anti asma (atau penyebab yg lain)
 Demam > 2 minggu, tidak membaik dengan
antibiotika atau anti malaria (sesuai indikasi)
 Berat badan tidak naik atau turun dalam 2 bulan
terakhir, yang tidak membaik dengan asupan nutrisi
yang optimal
 Lesu dan tidak aktif
b. Riwayat kontak erat dengan pasien TB paru dewasa

Tanyakan hal-hal berikut:


 seberapa erat kontaknya dengan sumber penularan

 BTA sumber penularan: positif/negatif ?

Kapan kontak terjadi ?


 sakit TB biasanya berkembang dlm 2 th setelah
kontak
Jika sumber penularan tidak dapat diidentifikasi, selalu
tanyakan apakah ada yang batuk lama. Jika ya, anjurkan
orang tersebut untuk pelacakan TB
Pemeriksaan fisik
• Tanda utama: suhu dan frekuensi napas

• Tanda distres respirasi

• Pembesaran kelenjar limfonodi cervical

• Perkusi dan auskultasi: biasanya normal


• Pada TB paru berat atau efusi pleura TB  bisa
ditemukan kelainan
PEMERIKSAAN FISIK

TIDAK SPESIFIK
TB PARU

TB EKSTRA PARU
BEBERAPA ADA YANG SPESIFIK

 LIMFADENITIS TB
MENGGEROMBOL, ASIMETRIS, TIDAK NYERI
 SPONDILITIS TB
GIBBUS, TIDAK NYERI
 PERITONITIS TB
ASITES TANPA NYERI
Pemeriksaan penunjang TB anak

• Pemeriksaan bakteriologis
– BTA sputum
– Kultur
– Tes cepat molekular (TCM)
• Uji tuberkulin, IGRA
• Foto toraks
PEMERIKSAAN
BAKTERIOLOGIS
BTA dan biakan TB sputum
• BTA (+) pada anak dengan sakit TB: 10-
15%
• Biakan TB (+) pada anak dengan sakit TB:
30%
• Masalah: pengambilan sputum pada anak
sulit dilakukan.
• Cara: bilas lambung, induksi sputum
Cara mendapatkan
spesimen anak
TB PARU
•Berdahak langsung
•Bilas lambung
•Induksi sputum
 aman untuk anak semua umur

TB EKSTRAPARU
•Aspirasi KGB
•Cairan serebrospinal
Kontra indikasi

• Pasien asma atau pasien dengan wheezing


pada saat akan dilakukan prosedur
• Terpasang intubasi
• Gangguan pernapasan berat
• Perdarahan: hitung trombosit rendah, mudah
berdarah, perdarahan hidung yang berat
• Penurunan kesadaran
• Hipoksia
Induksi
sputum
Alat dan bahan:
- nebulizer
- masker inhalasi
- NaCl3%
- Salbutamol dan
saline
- pulse oximetry
- ekstraktor mukus
- pot dahak
Induksi sputum
• Anak puasa 3-4 jam
• Nebulisasi dengan salbutamol
• Nebulisasi dengan NaCl hipertonik
• “Fisioterapi dada”
• Tampung sputum:
– Anak besar: batukkan sputum ke dalam pot
– Anak kecil: isap lendir dengan mucus extractor
• Segera kirim ke lab untuk pemeriksaan BTA/kultur
Prosedur tindakan

• Sebelum tindakan, jika pasien sudah


besar/kooperatif lakukan pembersihan rongga
mulut dengan berkumur dan sikat gigi.
• Pasien diposisikan dalam kondisi duduk,
dengan postur tubuh yang baik.
• Berikan premedikasi ß2 agonis kerja pendek
untuk mencegah bronkokonstriksi yang
berlebihan.
• Berikan nebulisasi dengan larutan hipertonik 3% selama 15-20
menit untuk merangsang sekresi bronkus.

• Setelah itu, minta pasien menarik napas dalam secara


perlahan, menahan napas selama 2 – 3 detik, lalu bernapas
secara normal sebanyak 10 napas. Lalu lakukan kembali napas
dalam dan ulangi langkah sebelumnya, selama 20 – 30 menit.

• Bernapas dalam dapat menyebabkan penumpukan CO2


(ditandai dengan rasa pusing dan melayang), jika hal ini terjadi
hentikan prosedur dan biarkan pasien bernapas secara
normal. Jika pasien sudah merasa baik, lanjutkan prosedur.
• Instruksikan pasien untuk mengeluarkan sputum dari dalam
dada, bukan untuk mengeluarkan air liur atau post nasal drip.

• Untuk anak yang tidak dapat mengeluarkan sputum (misalnya


anak kecil), dapat dilakukan penghisapan saluran hidung untuk
mengeluarkan sekret hidung, atau apirasi nasofaring untuk
mengumpulkan spesimen yang diperlukan.

• Beri label pada spesimen tersebut (nama pasien, tanggal dan


jam pengambilan sampel) dan dituliskan metode pengambilan
sampelnya.
UJI TUBERKULIN
Tujuan
Untuk mengetahui apakah di dalam tubuh seorang
individu sudah terdapat imunitas spesifik terhadap kuman
Mycobacterium
PRINSIP DASAR

infeksi TB

imunitas seluler

delayed type hypersensitivity

reaksi tuberkulin
Uji Tuberkulin
Inform Concent dari ortu/wali
Prosedur Mantoux
Petugas : Cuci tangan
Desinfeksi : Kapas alkohol
Lokasi : volar lengan bawah 5-10cm dari lipat siku
Cara: 0.1 ml intra kutan PPD RT 23
Pembacaan : 48-72 jam setelah injeksi
Pengukuran : raba-tandai-ukur indurasi transversal
Pencatatan : catat di buku register tuberkulin dan rekam medis beserta
nama-tandatangan pembaca
Pelaporan : dalam mm meskipun ‘0 mm’
26
ERITEM

INDURASI

27 27
METODE PEMBACAAN

METODE PALPASI
•Lakukan palpasi untuk
menentukan tepi indurasi
•garislah dengan ballpoint kedua
tepi indurasi tsb
•hasil adalah diameter
transversal terlebar indurasi ,
diukur dalam milimeter.
METODE PEMBACAAN
• Gunakan ballpoint untuk
menyusuri indurasi, mulai dari
luar indurasi sampai
menemukan tepinya
• Beri tanda pada tepi tsb
• Lakukan juga dari tepi kontra
lateralnya, sehingga didapatkan
kedua tepi indurasi transversal
kemudian diukur dalam
milimeter
Interpretasi
POSITIF:
jika diameter indurasi > 10mm
Anak imunokompromais: diameter indurasi > 5 mm

HASIL TUBERKULIN POSITIF MENUNJUKKAN


ADANYA BUKTI INFEKSI, BUKAN SAKIT
ANAK DENGAN HASIL TUBERKULIN POSITIF TIDAK
SELALU SAKIT TB
HASIL NEGATIF PALSU
Prosedur salah
Pembacaan salah
Larutan tuberkulin rusak
Infeksi HIV
TB berat (meningitis, milier)
Gizi buruk
Infeksi virus (morbili, varicella)
Infeksi bakteri
Penyakit jaringan limfe
Obat-obat imunosupresan (kortikosteroid)
neonatus
Pengulangan Uji Tuberkulin
• Uji tuberkulin sebaiknya dilakukan lagi
(diulang) jika tidak ada catatan/ dokumentasi
hasil pembacaannya.
• Bila hasil negatif, boleh diulang paling cepat 2
minggu setelah prosedur pertama.
Komplikasi
Bisa berupa:
- nekrosis
- blistering (timbul bulla, vesikel)
- ulserasi
- syok anafilaksis

Reaksi hipersensitivitas cepat (kemerahan, edema, gatal,


panas) dapat timbul segera setelah penyuntikan dan
biasanya menghilang dalam 24 jam  tidak dianggap
sebagai hasil yang positif.
37
Kontraindikasi
• Riwayat reaksi kulit yang hebat (bulla, vesikel)
pada uji tuberkulin sebelumnya

• Luka bakar atau kelainan kulit yang luas

• Infeksi virus berat atau vaksinasi virus hidup


satu bulan terakhir
FOTO TORAKS
Foto toraks dada
 Masih merupakan pemeriksaan penunjang yang penting
untuk TB anak
 Gambaran tidak khas
 Yang paling sering: pembesaran kelenjar hilus, biasanya
asimetri
 Masalah:
 Tidak bisa membedakan antara: TB aktif, TB tidak aktif
 kualitas foto kurang baik
 kesepakatan antar pembaca tidak baik
 Foto Lateral tidak dikerjakan

01/07/22 40
Foto Toraks untuk TB Anak

• Foto Toraks tidak dapat digunakan sebagai


satu-satunya dasar diagnosis TB Anak
• Posisi standar: AP dan Lateral kanan
• Lateral  menentukan lokasi abnormalitas
yang terlihat pada posisi AP

41
TUBERKULOSIS PARU
Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis
TB Anak bermacam-macam , dapat berupa:

• Limfadenopati hilus atau paratrakeal


• Atelektasis
• Konsolidasi
• Gambaran Milier
• Lesi Gohn periferal
• Efusi pleura
• Kalsifikasi
• Kavitas
• Emphisema obstruktif
42
Konsolidasi  Pneumoni Lobaris

43
Efusi pleura

44
Atelektasis Lobus Medius

45
Gambaran Milier

46
Kavitas

47
Pemeriksaan laboratorium

• Pemeriksaan LED dan jumlah limfosit


– Tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis
TB pada anak
– Tidak digunakan untuk evaluasi terapi

• Pemeriksaan serologi: TB-DOT, IgG TB, PAP


TB, ICT TB, Mycodot, ELISA, A60, 38kD, dsb
– Tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis
TB pada anak
Sistem Skoring TB Anak IDAI
Catatan untuk Sistem Skoring IDAI
• Diagnosis oleh dokter
• Penilaian BB pada waktu pasien datang
• Demam & batuk yang tidak berrespons terhadap
terapi standar
• CXR bukan instrumen diagnostik utama pada anak
• Semua reaksi BCG yang cepat muncul harus
dievaluasi dengan sistem skoring
• Total skor >6= Diagnosis TB
• Skor 4 pada anak balita atau terduga kuat, dirujuk
ke RS
• Profilaksis INH untuk kontak BTA(+) dengan skor <5
01/07/22 50
Skor > 6

Beri OAT
2 bulan terapi, evaluasi

Respons (+) Respons (-)

Terapi diteruskan
Terapi teruskan
Rujuk ke RS pro evaluasi
Diskusi kasus 1
Ibu Bambang, BTA (+++)
Anak: Sinta, 4 tahun
• Gejala TB (-)
• Status gizi baik
• Pemeriksaan fisik dan Rontgen dada: normal
• Mantoux test: 15 mm
• BTA sputum tidak dilakukan

Berapa skor Sinta ?


Apa diagnosis Sinta ?
Sistem Skoring TB anak
0 1 2 3 Skor
Kontak Tidak jelas - Laporan ortu, BTA (+)
BTA (-)
PPD negatif - - positif
Berat badan - BB/U < 80% BB/U < 60% -

Demam - > 2 minggu, - -


penyebab tidak jelas

Batuk <3minggu >3 minggu - -


Pembesaran - multipel , >1cm, - -
limfonodi nyeri (-)
Sendi - bengkak - -
Rontgen dada normal sugestive - -
Total score
Skor Sinta

• Kontak BTA (+) = 3


• Mantoux (+) = 3 Total skor =6
Diagnosis:
• Gejala klinis (-)
Infeksi Laten TB
• Ro normal
Kasus Rama
Bapak Dewa, pasien TB paru BTA negatif
Anak: Rama, 10 tahun
• Kontak serumah
• Batuk 2 bulan, tidak membaik dg antibiotika
• Lesu, nafsu makan kurang
• BB/U < 80%
• Rontgen dada: sugestif TB
• Mantoux test: 5 mm
• BTA sputum (+/+/-)

 Berapa skor Rama ?


 Apa diagnosis Rama ?
Skor Rama

• Kontak BTA (-) = 2


• Mantoux (-) = 0 Total skor =5
• BB/U = 1 Diagnosis: TB paru
• Batuk > 2 minggu = 1 BTA (+)
• Ro = 1
Petunjuk Praktis

2016

Sistem skoring IDAI


dipadukan dengan
pemeriksaan
bakteriologis
menggunakan uji
cepat molekuler
ALUR
DIAGNOSIS TB
ANAK (BARU)
ALUR Anak dengan satu atau lebih gejala khas TB:
DIAGNOSIS TB  Batuk ≥ 2 minggu
ANAK 2016  Demam ≥ 2 minggu
 BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya
(1)  Malaise ≥ 2 minggu
Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan
terapi yang adekuat
 

Pemeriksaan mikroskopis/
tes cepat molekuler (TCM) TB

Spesimen tidak dapat


Positif Negatif
diambil

Ada akses foto Tidak ada akses foto


TB anak rontgen toraks rontgen toraks dan uji
terkonfirmasi dan/atau uji tuberkulin
bakteriologis tuberkulin*)

Terapi OAT
ALUR
DIAGNOSIS TB
ANAK 2016
Ada akses foto
(II) Tidak ada akses foto
rontgen toraks
rontgen toraks dan uji
dan/atau uji
tuberkulin
tuberkulin*)

Berkontak dengan Tidak ada/ tidak


pasien TB paru jelas berkontak
dewasa dengan pasien TB
paru dewasa

Observasi gejala
selama 2 minggu

Menetap Menghilang

TB anak klinis
Bukan TB

Terapi OAT
ALUR
DIAGNOSIS TB
ANAK 2016
Ada akses foto rontgen Tidak ada akses foto
(III) toraks dan/atau uji rontgen toraks dan uji
tuberkulin tuberkulin

Skoring sistem

Skor ≥6 Skor <6

Uji tuberkulin Uji tuberkulin DAN


ATAU kontak TB paru
kontak TB paru dewasa (-)
dewasa (+)  
  Observasi gejala
selama 2 minggu,

TB anak klinis
Menetap Menghilang
Terapi OAT
Bukan TB
KLASIFIKASI PASIEN TB:
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan LED dan jumlah limfosit
– Tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis TB pada
anak
– Tidak digunakan untuk evaluasi terapi

• Pemeriksaan serologi: TB-DOT, IgG TB, PAP TB, ICT


TB, Mycodot, ELISA, A60, 38kD, dsb
– Tidak digunakan untuk menegakkan diagnosis TB pada
anak
Surat Edaran Direktur Jenderal BUK Kemenkes
bulan Februari 2013 tentang larangan penggunaan
metode serologi untuk penegakan diagnosis TB
TUJUAN
•Menyembuhkan
•Mencegah kematian atau kecacatan
TUJUAN & •Mencegah kekambuhan
PRINSIP •Mencegah terjadinya resistansi obat
TERAPI •Mencegah transmisi TB & reservasi sumber
infeksi

PRINSIP
1.OAT diberikan dalam paduan obat, tidak
boleh monoterapi.
2.Pengobatan setiap hari.
3.Pemberian gizi adekuat.
4.Mencari dan menatalaksana penyakit
penyerta
DOSIS & EFEK SAMPING OBAT
  Dosis harian Dosis  
Nama Obat (mg/kgBB/ maksimal Efek samping
hari)
(mg /hari)
Isoniazid 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
(H) hipersensitivitis
Rifampisin 15 (10-20) 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
(R) trombositopenia, peningkatan enzim
hati, cairan tubuh berwarna oranye
kemerahan
Pirazinamid 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia,
(Z) gastrointestinal
Etambutol 20 (15–25) - Neuritis optik, ketajaman mata
(E) berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitivitas, gastrointestinal
Paduan Kategori Diagnostik
Fase Fase

OAT TB paru BTA negatif


Intensif Lanjutan
2HRZ 4HR
TB Kelenjar
Efusi pleura TB
TB paru BTA positif 2HRZE 4HR
TB paru dengan kerusakan luas
TB ekstraparu (selain TB
Meningitis dan TB
Tulang/sendi)
TB Tulang/sendi 2HRZE 10 HR
TB Millier
TB Meningitis
 Bayi <5 kg pemberian OAT secara terpisah
Kombinasi (bukan KDT)
 Dosis obat menyesuaikan kenaikan BB
Dosis Tetap  Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan
(KDT) Berat Badan ideal (sesuai umur).
 OAT KDT diberikan secara utuh (tidak boleh
Berat 2 bulan 4 bulan dibelah atau digerus)
badan RHZ (RH
 Obat dapat ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(kg) (75/50/1 (75/50) (chewable), atau dimasukkan air dalam sendok
50) (dispersable).
5–7 1 tablet 1 tablet  Obat ditelan saat perut kosong, atau paling cepat
8 – 11 2 tablet 2 tablet 1 jam setelah makan

12 – 16 3 tablet 3 tablet  Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis


INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
17 – 22 4 tablet 4 tablet
 Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer,
23 – 30 5 tablet 5 tablet maka semua obat tidak boleh digerus bersama
dan dicampur dalam satu puyer
>30 OAT  
PEMBERIAN
KORTIKOSTEROID
Pada kondisi :
•TB meningitis,
•sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
•perikarditis TB.
•TB milier dengan gangguan napas yang berat,
•efusi pleura
•TB abdomen dengan ascites.

Sering digunakan:
Prednison dosis 2 mg/kg/ hari, hingga 4 mg/kg/hari pada kasus sakit berat,
dosis maksimal 60 mg/hari selama 4 minggu.

Tappering ­off setelah 2 minggu pemberian, kecuali pada TB meningitis:


tappering off setelah 4 minggu.
Pemantauan pengobatan

• Pasien TB anak sebaiknya dipantau setiap 2 minggu


selama fase intensif, dan sekali sebulan pada fase
lanjutan
• Pada setiap kunjungan dievaluasi respon
pengobatan, kepatuhan, toleransi dan kemungkinan
adanya efek samping obat.
• Pada pasien TB anak BTA positif: pemantauan
sputum harus dilakukan pada akhir bulan ke­2, ke­5
dan ke­6.
• Foto rontgen tidak rutin dilakukan
Evaluasi setelah OAT 6 bulan

• Perbaikan klinis
• Pemeriksaan penunjang: Foto Toraks (tidak
menunjukkanperubahan signifikan)
• PPD tes (uji tuberkulin) tidak dapat digunakan
untuk menilai perbaikan penyakit
• Bila dahak BTA pos  periksa ulang sesuai alur
pemeriksaan pasien BTA pos
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan
penyebab kegagalan terapi.
Jika:
– anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau
> 2 bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB
beri pengobatan kembali mulai dari awal.
– anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau
<2 bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB
lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur, risiko
terjadinya TB resistan obat akan meningkat.
Pengobatan ulang TB pada anak
• Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila
datang kembali dengan gejala TB, perlu dievaluasi apakah
anak tersebut menderita TB.

• Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak


atau sistem skoring. Evaluasi dengan sistem skoring harus
lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan.

• Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil


positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh.

• Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan


TB, tidak perlu untuk dilakukan uji tuberkulin ulang. 
Tuberkulosis Perinatal
TB Neonatal
TB Kongenital :
Tertular saat dalam rahim
Mekanisme penularan :
•Hematogen melalui v umbilikalis
•Persalinan (aspirasi/cairan amnion)
Gejala muncul mingu pertama
Pemeriksaan penunjang : M.tuberculosis vena
umbilikalis/plasenta

TB Neonatal/TB Perinatal :
Terinfeksi setelah lahir
Terpapar kasus BTA (+) (ibu/kontak dekat lain)
Penularan : droplet
Neonatus dengan ibu TB
Ibu suspek/terbukti TB

Tingkat infeksi ibu

Dibuktikan bayi sakit/tidak :


•Sakit : terapi
•Asimptomatik : INH 10 mg/kgbb/hr selama 6 bulan.
Bila asimptomatik sampai 6 bulan, Mtx test bila negatif
dilakukan BCG 2 minggu setelah Mtx test

Tidak perlu memisahkan bayi, tetap ASI, kecuali : ibu


MDR TB

Tunda imunisasi BCG


Tatalaksana TB Perinatal
NEONATUS
Investigasi kontak
& pencegahan
Pencegahan TB

Sehat Infeksi TB Sakit TB


•Gejala (-) •Gejala (-) •Gejala (+)
•TST (-) •TST (+) •TST (+/-)
•Rontgen (-) •Rontgen (-) •Rontgen (+/-)
•BTA /biakan (-) •BTA /biakan (-) •BTA/biakan (+/-)
PROFILAKSI
S INH
Prinsip
Diberikan kepada kontak yang tidak terbukti sakit TB.
Prioritas pemberian pengobatan pencegahan adalah anak
balita dan anak dengan infeksi HIV positif semua usia.

Tujuan
Menurunkan beban TB pada anak.
Efek perlindungan pengobatan pencegahan dengan
pemberian selama 6 bulan dapat menurunkan risiko
TB pada anak tersebut di masa datang.
Pengobatan Pencegahan TB
Pencegahan sakit TB dengan INH pada anak diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1950-an
Profilaksis INH menurunkan angka kematian akibat TB
hingga 72%
Yang perlu profilaksis  kontak terutama dengan pasien
TB aktif
Saat ini padua pengobatan pencegahan bukan hanya 6H
(INH selama 6 bulan), tetapi juga 3RH dan paduan baru 3HP
(Rifapentine dan INH)
Indikasi
Pengobatan pencegahan diberikan kepada anak dengan kontak
TB namun anak tidak terbukti sakit TB dengan kriteria berikut :
Durasi profilaksis

Union againts TB and Lung disease: membandingkan


plasebo dengan INH profilaksis 3,6, dan 12 bulan
– 3 bulan : menurunkan insidens TB 20%
– 6 bulan : menurunkan insidens TB 66%
– 12 bulan : menurunkan insidens TB 75%
ATS / CDC : merekomendasikan 9 bulan terapi INH
(karena di atas 9 bulan dianggap sudah optimal)
Indonesia : 6 bulan
• Untuk kontak pasien TB yang kasus indeksnya sensitif atau tidak
terbukti resistan OAT, digunakan Pengobatan Pencegahan dengan
Isoniazid (PP INH)
• Dosis PP INH 10 mg/kg BB (maks 300 mg/hari).
• Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama
dan saat perut kosong.

• Pada pasien dengan gizi buruk dan infeksi HIV, diberikan


Vitamin B6 10 mg untuk dosis INH ≤200 mg/hari, dan 2x10
mg untuk dosis INH >200 mg/hari
• Lama pemberian 6 bulan (1 bulan = 28 hari pengobatan).

INH tab
• Obat tetap diberikan sampai 6 bulan, walaupun kasus
INH tab 50 mg indeks meninggal atau BTA kasus indeks sudah menjadi
100 mg
negatif.
• Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan BB setiap
bulan.
Alur
Anak berkontak dengan
Investigasi pasienTB sensitif OAT
Kontak TB Gejala TB
Tidak Ada

Umur > 5 thn dan HIV Umur < 5 thn atau HIV (+)
(-)

Tidak perlu PP INH PP INH

Follow up rutin

Timbul gejala atau tanda TB YA Lihat alur diagnosis TB


pada Anak
TIDAK

Observasi Lengkapi pemberian


INH selama 6 bulan
Evaluasi munculnya gejala TB
1. Pantau gejala: Lesu, nafsu makan kurang, demam menetap >2 minggu
dan atau keringat malam, batuk menetap >3 minggu, pembengkakan
di leher, diare menetap > 2 minggu
2. Pantau Berat Badan (BB) sesuai grafik CDC WHO. Waspadai arah garis
pertumbuhan BB pada grafik (tidak ada kenaikan, ada penurunan, atau
naik tidak sesuai arah garis).
3. Periksa apakah ada pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak
dan inguinal, serta gejala TB di organ lain.
Pengobatan Menyelesaikan pengobatan
lengkap pencegahan INH selama 6
bulan
Putus berobat Tidak minum obat INH selama 1
Hasil akhir bulan secara berturut turut atau
lebih
pemberian Gagal Dalam pengobatan PP INH
PP INH menjadi sakit TB
Meninggal meninggal sebelum
menyelesaikan PP INH selama
6 bulan dengan sebab apapun
Kapan Curiga Anak TB RO ?
1. Kontak erat dengan pasien TB RO
2. Kontak erat dengan pasien yang meninggal akibat TB,
gagal pengobatan TB atau tidak patuh dalam pengobatan
TB
3. Tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan
dengan OAT lini pertama selama 2-3 bulan
4. Riwayat pengobatan TB 6-12 bulan sebelumnya
5. Anak dengan TB-HIV yang tidak respons terhadap
pemberian OAT.
Investigasi Kontak pada Anak Kontak dengan Pasien TB RO

1. Kasus indeks adalah pasien TB RO


2. Anak yang berkontak dengan pasien TB RO dirujuk untuk
pemeriksaan lebih lanjut, sbb :
a. Jika kontak bergejala, periksa sputum atau spesimen
lain dengan Tes Cepat Molekuler (TCM).
b. Pengobatan TB sesuai hasil pemeriksaan uji kepekaan
obat anak atau hasil uji kepekaan obat kasus indeks.
c. Jika anak terbukti tidak sakit TB, tentukan  observasi
atau pengobatan pencegahan.
Investigasi Kontak pada Anak Kontak dengan Pasien
TB RO
d. Pengobatan pencegahan untuk anak idealnya berdasarkan resistensi
OAT kasus indeks. Paduan yang dapat diberikan adalah Levofloxacin
dan Etambutol selama 6 bulan
 Levofloxacin 15-20 mg / kgBB/ hari
 Ethambutol 15-25 mg / kgBB / hari
 Obat yang disediakan program LFX tablet 250 mg dan E tablet
400mg
 Obat diminum 1-2 jam sebelum makan.

e. Anak yang tidak bergejala baik yang mendapatkan maupun yang


tidak mendapatkan pengobatan pencegahan harus diobservasi
setiap bulan selama 2 tahun.
Alur Investigasi Kontak dan Pengobatan Pencegahan pada Anak
yang Berkontak dengan Pasien TB RO
Terimakasih

9
1

Anda mungkin juga menyukai