TB PADA ANAK
A. Pengertian
Orang yang terinfeksi dengan bakteri TB memiliki risiko seumur hidup jatuh sakit
dengan TB sebesar 10%. Namun orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah, seperti orang yang hidup dengan HIV, kekurangan gizi atau diabetes, atau orang
yang menggunakan tembakau, memiliki risiko lebih tinggi jatuh sakit.
B. Etiologi
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi tuberculosis berdasarkan system lama
1. Pembagian secara patologis
Tuberculosis primer (childhood tuberculosis )
Tuberculosis post-primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktifitas radiologis
Tuberculosis paru (koch pulmonum) aktif,
Tuberculosis non aktif dan guescent ( bentuk aktif yang menyenbuh)
3. Pembagian secara radiologis ( luas lesi )
Tuberculosis minimal
Moderately advanced tuberculosis
Far advanced tuberculosis
2. Klasifikasi menurut American thoracic society
TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan
alat kelamin. TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya yaitu :
a. TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB
tulang belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin.
5. Klasifikasi Berdasarkan Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita :
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
b. Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.
c. Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat.
D. Manifestasi Klinis
Gejala sistemik/umum:
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-
50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan
hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
E. Patofisiologi / Pathway
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada
TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru – paru. Jadi, kuman ada di dalam
kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru – paru dan
membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Pada saat batuk, percikan ludahnya
mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak - anak, lalu masuk ke paru –
paru.
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti
saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai
berikut : tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer
sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei,
yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman
tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang
akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar,
keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana
penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang
diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T)
sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada
bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa reaksi
hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar
membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag.
Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat
sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus
dengan bakteri di dalam sel – sel.
Drainase limfatik basil tersebut juga masuk ke kelenjar getah bening regional dan
infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang
disekitarnya pada sel – sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk
jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer
pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang
terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang
sehat.
Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk penegakan diagnosis TB pada anak, berikut pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan :
Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
- S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
- P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
- S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran
kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Test kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer)
Reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra
dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi
tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan
atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
Foto thorax
Pemeriksaan ini dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster : urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
Biopsi jarum pada jarinagn paru
Apabila hasil positif untuk granula TB berarti adanya sel raksasa
menunjukan nekrosis.
Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi seperti
Hyponaremia karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
Pemeriksaan fungsi pada paru
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara
resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas)
Uji Tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
dan sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan
infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak
umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif
100%, umur 1–2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar
usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa
cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian
atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
- Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis :
tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
- Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini
bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
- Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis :
sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksananaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a) Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka
waktu 1 – 3 bulan.
- Streptomisin inj 750 mg.
- Pas 10 mg.
- Ethambutol 1000 mg.
- Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya
adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
- INH.
- Rifampicin.
- Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
A. Pengkajian
1) Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek),
demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
2) Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
3) Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim
paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi
pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
5) Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
6) Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
7) Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola
biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas b.d suplai oksigen kurang
2) Nyeri akut b.d agen cidera biologis
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah
4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
5) Defisit pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi
6) Resiko infeksi b.d penurunan imunitas
C. Intervensi
Diagnosa Tujuan
Keperawatan Intervensi
Kriteria Hasil
Gangguan pertukaran NOC : NIC
Airway manajement
b.d suplai oksigen Respiratory status : gas
1. Buka jalan napas,
exchange
kurang gunakan teknik chin lips
Respiratory status : ventilation atau jaw trust
Vital sign status 2. Posisikan pasien
semifowler untuk
Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
keperawatan selama . . x 24 jam 3. Identifikasi pasien
diharapkan pertukaran gas klien perlunya pemasangan
adekuat. alat jalan napas buatan
4. Lakukan fisioerapi dada
Kriteria Hasil : bila perlu
Mendemonstrasikan 5. Ajarkan pasien batuk
peningkatan ventilasi dan efektif
oksigenasi yang adekuat 6. Auskultasi suara napas
Memelihara kebersihan paru – catat adanya suara
paru dan bebas dari tanda – tambahan
tanda distreess pernapasan 7. Berikan bronkodilator bila
Mendemonstrasikan batuk perlu
efektif dan suara napas yang 8. Monitor respirasi dan
bersih, tidak sianosis, dan spO2
dispneu ( mampu
mengeluarkan sputum, mampu Respiratory Monitoring
bernapas, tidak ada pursed 1. Monitor rata – rata
lips) kedalaman, irama dan
Tanda – tanda vital dalam usaha respirasi
rentang normal 2. Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
supraclavicular dan
intercosta
3. Monitor suara napas
4. Monitor pola napas ;
bradipnea, takipnea,
kussmaul, hiperventilasi
5. Monitor kelalahan otot
diagframa (gerakan
paradoksis)
6. Auskultasi suara napas,
catat area penurunan
atau tidak ventilasi dan
suara tambahan
7. Auskultasi suara napas
setelah tindakan untuk
mengetahui hasil
Nyeri akut b.d agen NOC : NIC :
Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri
cidera biologis
Pain control secara komprehensif
Comfort level termasuk lokasi, durasi,
frekuensi, kualitas, dan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . . x 24 jam faktor presipitasi
diharapkan klien tidak mengalami 2. Observasi reaksi
nyeri/nyeri berkurang. nonverbal dari
ketidaknyamanan
Kriteria Hasil : 3. Anjurkan klien untuk
Mampu mengontrol nyeri meningkatkan istirahat
(mengetahui penyebab nyeri, 4. Ajarkan klien manajemen
mampu menggunakkan teknik
relaksasi napas dalam untuk nyeri nonfarmakologi
mengurangi nyeri, mencari dengan relaksasi napas
bantuan) dalam
Melaporkan bahwa nyeri 5. Kolaborasi dalam
berkurang dengan pemberian analgesik
menggunakan manajemen 6. Monitor vital sign
nyeri sebelum dan sesudah
Mampu mengenali nyeri
pemberian analgesik
(skala, intensitas, frekuensi,
dan tanda nyeri) pertama kali
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal
Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit,
WBC
Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
Berikan perawatan kulit
pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukan cairan
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.
Cetakan I. Yakarta : Penerbit salemba Medika
Nastiti N Rahajoe, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. 2005. Jakarta : UKK
Pulmonologi PP IDAI : 33-50
Noenoeng Rahajoe, dkk. Perkambangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat Ini. 1994.
Jakarta : Fakultas Kedokteran UI : 161-179
Mansjoer, Arif. Dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Suriadi dan Yuliani, R. (2001). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Anak.
Edisi 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.