Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis ( TB ) merupakan penyebab terbesar penyakit dan
kematian di dunia khususnya di Asia dan Afrika, dan sejak tahun 2005
terdapat peningkatan kasus.Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000
orang yang menderita TB MDR dan 170.000 orang di antaranya meninggal
dunia. Di Indonesia, TB juga masih menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mencatat sebanyak
64.000 orang di wilayah Indonesia meninggal dunia akibat TB selama tahun
2011.Menyikapi hal tersebut dunia telah menempatkan TB sebagai salah satu
indicator keberhasilan pencapaian Millenium Development Goals ( MDGs ),
dan Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara yang menandatangani
kesepakatan pembangunan millennium tersebut.
Untuk mencapai sasaran MDGs, khususnya mengenai pengendalian TB,
strategi yang direkomendasikan adalah DOTS ( Directly Observed Treatment
Shortcourse ). DOTS sangat penting untuk penanggulangan TB dan tetap
menjadi komponen utama dalam strategi penanggulangan TB termasuk
pengelolaan kasus kekebalan obat anti tuberculosis serta TB terkait HIV.
Rumah Sakit PKU Aisyiyah bertekad akan menjalankan DOTS mulai
tahun 2019. Banyak hal yang perlu dilengkapi dan diperbaiki untuk
perkembangan DOTS. Didukung oleh manajemen dan seluruh sivitas
hospitalia, demi peningkatan pelayanan terhadapat masyarakat dan berpean
serta dalam program kesehatan nasional.
B. Tujuan Pedoman
1. Mengetahui standar ketenagaan di pelayanan TB-DOTS di Rumah Sakit
PKU Aisyiyah.
2. Mengetahui standar fasilitas di pelayanan TB-DOTS di Rumah Sakit PKU
Aisyiyah.
3. Mengetahui tata laksana pelayanan TB-DOTS di Rumah Sakit PKU
Aisyiyah.

1
4. Mengetahui penyediaan logistik di pelayanan TB-DOTS di Rumah Sakit
PKU Aisyiyah.
5. Mengetahui keselamatan pasien dalam pelayanan TB-DOTS di Rumah
Sakit PKU Aisyiyah.
6. Mengetahui keselamatan kerja dalam pelayanan TB-DOTS di Rumah
Sakit PKU Aisyiyah.
7. Mengetahui pengendalian mutu pelayanan TB-DOTS di Rumah Sakit
PKU Aisyiyah.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


DOTS merupakan suatu strategi penanganan kasus TB yang terkait
dengan pelayanan pada Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Ruang Rawat
Inap, Instalasi Laboratorium, Instalasi Farmasi, Radiologi, dan Rekam Medis

D. Batasan Operasional
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB ( Mycobacterium tuberculosis ). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse ) adalah pengobatan
penderita TB yang dilakukan dalam jangka pendek, dan dilakukan dengan
pengawasan langsung terhadap penderita TB.
Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat didalam rumah sakit yang
meliputi seluruh unit yang menangani pasien TB. Jejaring eksternal adalah
jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan, rumah sakit, puskesmas dan
UPK lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.

E. Landasan Hukum
1. Undang – undang no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
2. Undang – undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan

2
3. Pedoman penerapan DOTS di rumah sakit, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan tahun 2007
4. Pedoman nasional pengendalian Tuberkulosis, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2011
5. Surat keputusan Rumah Sakit Islam Siti Hajar Sidoarjo nomor……tentang
struktur organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Islam Siti Hajar.
6. Surat Edaran Menteri Kesehatan nomor 884/Menkes/2007 tentang ekspansi
TB strategi DOTS di Rumah Sakit dan balai kesehatan / pengobatan
penyakit paru
7. Surat Edaran Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Nomor …..tentang
Penatalaksanaan Tuberculosis.

3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan pelayanan DOTS Di Rumah Sakit PKU Aisyiyah
Jepara dipimpin oleh Ketua Tim DOTS. Distribusi ketenagaan TB-DOTS
disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Untuk distribusi
ketenagaan TB-DOTS disebutkan dalam tabel ,sesuai dengan tugas masing –
masing .

Tabel Pola ketenagaan TIM TB-DOTS Di Rumah Sakit Islam Siti Hajar
Kualifikasi Jumlah
Nama Tenaga Keteran
Kebutuh
Jabatan Formal Non Formal yang ada gan
an
Ketua Tim Dokter Pelatihan 1 Orang 1 Orang Cukup
DOTS Spesialis Pelayanan
atau Dokter Tuberkulosis
Umum Dengan
strategi DOTS
di rumah sakit
(PPTS
DOTS )
Wakil Doker Pelatihan 1 Orang 1 Orang Cukup
Ketua Tim Umum Pelayanan
DOTS Tuberkulosis
Dengan
strategi DOTS
di rumah sakit
(PPTS
DOTS )
Sekretaris DIII Pelatihan 1 Orang 1 Orang Cukup
Keperawatan Pelayanan
Tuberkulosis
Dengan
strategi DOTS
di rumah sakit
(PPTS
DOTS )
Koordinat Dokter Pelatihan 1 Orang 1 Orang Cukup
or Rawat Umum atau Pelayanan
Inap DIII Tuberkulosis
Keperawatan Dengan

4
strategi DOTS
di rumah sakit
(PPTS DOTS
Koordinat Dokter Pelatihan 1 Orang 1 Orang Cukup
or Umum atau Pelayanan
Unit DIII Tuberkulosis
Rawat Kebidanan Dengan
Jalan strategi DOTS
di rumah sakit
(PPTS DOTS
Koordinat DIII Farmasi - 1 Orang 1 Orang Cukup
or Farmasi atau S1
Farmasi
Koordinat DIII Analis Pelatihan 1 Orang 1 Orang Cukup
or Kesehatan Pelayanan
Laboratori Tuberkulosis
um Dengan
strategi DOTS
di rumah sakit
(PPTS DOTS
Koordinat Akademi - 1 Orang 1 Orang Cukup
or Rekam Rekam
Medis Medis
Total 8 Orang 8 Orang Cukup

B. Distribusi Ketenagaan
Panitia DOTS berjumlah 8 orang dan sesuai dengan struktur organisasi
TIM TB-DOTS terbagi menjadi Ketua Tim TB-DOTS,Wakil ketua,Sekretaris,
Koordinator rawat inap, Koordinator rawat jalan, Koordinator farmasi,
Koordinator laboratorium dan Koordinator Rekam Medis.

C. Pengaturan jaga
1. Pengaturan dinas Petugas Klinik TB-DOTS belum full timer (24 jam).
2. Saat ini petugas Klinik TB-DOTS melayani pasien TB setiap hari kerja.

5
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah ruangan
Rumah Sakit PKU Aisyiyah memiliki ruang khusus untuk Klinik DOTS.
Klinik DOTS terletak di ruang lantai 1 disamping ruang kantor TB Aisyiyah
Jepara.

6
B. Standar Fasilitas
Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat
tercapai tujuan dan fungsi pelayanan DOTS yang optimal bagi pasien TB.
1. Kriteria :
1.1 Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB ( Klinik TB-DOTS )
yang berfungsi sebagai pusat pelayanan TB di Rumah Sakit meliputi
kegiatan diagnostik, pengobatan, pencatatan dan pelaporan , serta
menjadi pusat jejaring internal dan eksternal DOTS.

7
1.2 Ruangan tersebut memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian
infeksi tuberkulosis ( PPI-TB ) di rumah sakit.
1.3 Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB.
1.4 Tersedia ruangan atau sarana bagi penyelenggaraan KIE ( Komunikasi,
Informasi dan Edukasi ) terhadap pasien TB dan keluarga.

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Tata laksana penjaringan suspek TB.


1. Kriteria suspek TB
1.1 Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk
berdahak 2 minggu atau lebih dianggap sebagai seorang tersangka
( suspek ) pasien TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis ( BTA SPS )

8
1.2 Semua kontak dengan pasienTB paru BTA positif yang menunjukkan
gejala yang sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan
dilakukan pemeriksaan dahak .
1.3 Semua keluarga pada penderita TB Anak yang menunjukkan gejala
yang sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan
pemeriksaan dahak.
2. Untuk pasien anak – anak, kriteria suspek TB adalah sebagai berikut :
2.1 Kontak erat dengan penderita TB BTA positif
2.2 Reaksi cepat BCG ( timbul kemerahan dilokasi suntikan dalan 3 – 7
hari setelah imunisasi BCG )
2.3 Anoreksia atau nafsu makan menurun disertai gagal tumbuh, berat
badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang yang tidak
naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi.
2.4 Demam lama ( > 2 minggu ) atau berulang tanpa sebab yang jelas
( singkirkan dulu kemungkinan ISK, Malaria, Demam Typhoid dan
lain –lain
2.5 Batuk lama ( > 3 minggu ) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain
2.6 Pembesaran kalenjar limfe superficial yang spesifik ( leher, axilla,
inguinal )
2.7 Skrofuloderma
2.8 Test tuberculin positif ( > 10 mm )
2.9 Konjungtivitis fliktenularis
Pemeriksaan follow up TB terhadap anak dibawah (5) tahun pada
keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah
diperlukan pengobatan TB atau pengobatan pencegahan.
Semua suspek TB dilaporkan kepada unit DOTS melalui koordinator
instalasi Rawat Inap / Instakasi Rawat Jalan dengan menggunakan
form yang telah disediakan.

B. Tata laksana penegakkan diagnosa TB

9
1. TB paru Dewasa
Penegakkan diagnosa TB paru dilakukan dengan pemeriksaan dahak
mikroskopis atau BTA sewaktu-pagi-sewaktu ( BTA-SPS). Pemeriksaan
penunjang lainnya seperti foto dada,pemeriksaan darah , dan lain-lain dapat
digunakan sebagai penunjang. Tidak dibenarkan menegakkan diagnosa TB
paru hanya berdasarkan foto thorax saja.

2. TB paru anak
Untuk pasien anak yang dapat mengeluarkan dahak , penegakan
diagnosa TB paru tetap menggunakan pemeriksaan dahak BTA-SPS
( sewaktu-pagi-sewaktu). Untuk anak yang tidak dapat mengeluarkan
dahak , diagnosa TB ditegakkan dengan menggunakan system scoring.
Diagnosa TB ditegakkan jika nilai scoring ≥ 6.

3. TB ekstra paru
Metode yang dipakai untuk menegakkan TB ekstra paru bervariasi
tergantung organ yang terkena , misalnya Patologi Anatomi, Radiologi, dan
lain-lain. Semua pasien yang tegak diagnosa TB ekstra paru harus diperiksa
BTA SPS-nya untuk menyingkirkan kemungkinan didapatkan pula TB paru.
Pemeriksaan mikroskopis dahak ( BTA Sewaktu-pagi-sewaktu )
dilakukan untuk mencari kuman Mycobacterium tuberculosis, sebanyak 3
kali pemeriksaan dahak dengan minimal 1 kali dahak bangun tidur pagi.

C. Tata Laksana Pengobatan TB


Sesuai dengan strategi DOTS,maka pengobatan TB dilakukan dengan
pengawasan langsung dan dalam jangka pendek. Prinsip pengobatan TB
adalah sebagai berikut
1. Adanya PMO ( Pengawas Menelan Obat )
PMO merupakan orang yang ditunjuk untuk memastikan pasien TB
menelan OAT ( Obat Anti Tuberkulosis ) secara rutin dan dengan cara yang

10
benar .PMO dapat berasal dari petugas kesehatan ,kader kesehatan atau
keluarga pasien.
2. Kombinasi OAT ( Obat Anti Tuberkulosis )
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam
jumlah cukup dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Tidak diperkenankan menggunakan OAT tunggal ( monoterapi ).
Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap ( OAT-KDT )lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia adalah :
2.1 Kategori 1 : 2( HRZE) / 4( HR)3
2.2 Kategori 2 : 2 (HRZE)S / (HRZE) / 5 (HR)3 E 3
2.3 OAT Anak :2 (HR)Z / 4 HR atau2 HRZA (S)/4-10 HR
2.4 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat terdiri
dari OAT lini ke 2 yaitu
Kanamisin,levofloksasin,etionamide,Sikloserin,Moksifloksasin dan
PAS serta lini -1 yaitu Pirazinamid dan Etambutol
Panduan Obat Anti Tuberculosis (OAT) disediakan dalam bentuk
paket,dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas)pengobatan sampai selesai.Satu(1) paket untuk
satu(1) pasien dalam satu(1) masa pengobatan.

Tabel Obat Anti Tuberculosis (OAT)


OAT Lini Pertama

Jenis Sifat Efek Samping

Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,


gangguan fungsi hati, kejang

11
Rifampisin(R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine berwarna merah,
gangguan fungsi hati, trombositopeni,
demam, skinrash, sesak nafas, anemia
hemolitik

Pirazinamid(Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan


fungsi hati, goutartritis

Streptomisin(S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan


keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik,
anemia,agranulositosis, trombositopeni

Etambutol(E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna,


neuritis perifer

Tabel Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Dosis
OAT
Harian 3 x / Minggu

Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum / hari


( mg/kg BB ) ( mg ) ( mg / kg BB ) ( mg )

Isoniasid 5(4–6) 300 10 ( 8 – 12 ) 900

Rifampisin 10 ( 8 – 12 ) 600 10 ( 8 – 12 ) 600

Pyrazinamid 25 ( 20 – 30 ) - 35 ( 30 – 40 ) -

Etambutol 15 ( 15 – 20 ) - 30 ( 25 – 35 ) -

Streptomisin 15 ( 12 – 18 ) - 15 ( 12 – 18 ) 1000

Catatan :
Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur > 60 tahun atau
pasien dengan berat badan < 50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi
dosis > 500 mg/hari.

12
Jenis Sifat Efek samping

Golongan 1 : OAT lini


pertama oral Bakteri Gangg
Pirazinamid ( Z ) sidal uan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati,
Etambutol ( E ) Bakteriostatik gout arthritis
Gangguan penglihatan,
buta warna, neritis
perifer

Golongan 2 : OAT
suntikan Jnjjjjjjjhjhjjjjhhjhhjhhjhjhj k
Kanamycin ( Km ) Bakterisidal Km, Am, Cm
Amikacin ( Am) Bakterisidal memberikan efek
Capreomycin ( Cm ) bakterisidal samping yang serupa
seperti pada
penggunaan
streptomisin

Golongan 3 :
fluorokuinolon Mual,muntah,sakit
Levofloksasin ( Lfx ) Bakterisidal kepala,pusing, sulit
tidur, ruptur tendon
( jarang )
Moksifloksasin ( Mfx )
Mual, muntah, diare,
sakit kepala, pusing,
Bakterisidal nyeri sendi, rupur
tendon ( jarang )

Golongan 4 : OAT lini


kedua oral N J
Para-aminosalicylic bakteriostatik Gangguan
acid (PAS) gastrointestinal,
gagguan fungsi hati dan
pembekuan darah
( jarang ),hipotiroidisem
yang reversible.o

13
Cyclosrine ( Cs ) Bakteriostatik Gangguan sistem araf
pusat : sulit konsentrasi
dan lemah, depresi,
bunuh diri, psikosis.
Gangguan lain adalah
Ethionamide ( Etio ) Bakterisidal neuropati perifer,
stevens johnson
syndrome.
M
Gangguan
gastrointestinal,
anoreksia, ganguan
fungsi hati, jerawatan,
rambut
rontok,ginekomasti,
impotensi, gangguan
siklus menstruasi,
hipotiroidisme yang
reversible.

Golongan 5 : obat yang masih belum jelas manfaatnya dlm pengobatan TB


resistan obat.
Clofazimine ( CFz ), Linezoid ( Lzd ), Amoxicilin / Clavulanate ( Amx/Clv ),
Thioacetaqzone ( Thz ), Imipenem/Cilastatin ( Lpm/Cln ), Isoniazid dosis
tinggi ( H , Clarithromycin ( Clr ), Bedaquilin ( Bdg ).

Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap ( OAT –KDT) lebih


menguntungkan dan sangat dianjurkan. Dibawah ini adalah panduan dosis OAT
KDT.
3. Kategori 1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
3.1 Pasien baru TB terkonfirmasi bakteriologis
3.2 Pasien TB Paru terdiagnosis klinis
3.3 Pasien TB Ekstra Paru
Dosis paduan OAT KDT Kategori 1:2 ( HRZE ) / 4 ( HR ) 3
Berat Badan Tahap intensif Tahap Lanjutan
tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16

14
RHZE (150/75/400/275 ) minggu
RH ( 150/150 )
30 - 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55 - 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
> 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2 HRZE / 4 H3R3


Tahap Lama Dosis per hari / kali Jumlah hari /
Pengobatan pengobatan kali menelan
Tablet Kaplet Tablet Tablet obat
Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol
a.300 mgr a.450 mgr a.500 mgr a.250 mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

4. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA Positif yang telah diobati
sebelumnya ( pengobatan ulang) :
4.1 Pasien kambuh
4.2 Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT Kategori 1
sebelumnya.
4.3 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up )

Dosis paduan OAT KDT Kategori 2 : 2 ( HRZE ) S / ( HRZE ) /5 ( HR ) 3


E3
Berat Tahap Intensif Tahap lanjutan
Badan Tiap hari 3 kali seminggu
RHZE ( 150/75/400/275 ) + S RH ( 150/150 ) + E ( 400 )
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tab 4 KDT 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT
+ 500 mg Streptomisin Inj + 2 tab Etambutol
38-54kg 3 tab 4 KDT 3 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT
+ 750 mg Streptomisin Inj + 2 tab Etambutol
55-70 kg 4 tab 4 KDT 4 tab 4 KDT 4 tab 2 KDT
+ 1000 mg Streptomisin Inj + 4 tab Etambutol
≥ 71 kg 5 tab 4 KDT 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT
+1000 mg Streptomisin Inj + 5 tab Etambutol

Dosis panduan OAT Kombipak kategori 2 :2 HRZES/HRZE/5 H3R3E3

15
Tablet Kaplet Tablet Etambutol Strepto Jumlah
Tahap Lama Isoniasi Rifampic Pirazinami misin hari/kali
pengobatan Pengobatan d@300 in@ 450 de@ 500 tablet Tablet injeksi menelan
@ 250 @400 obat
mgr mgr mgr
mgr mgr
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
intensif 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
(dosis
harian)
Tahap 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
( dosis 3 x
seminggu
Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk sreptomisin
adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gr yaitu dengan menambahkan aquabides
sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. ( 1 ml = 250 mg )
OAT Anak yang biasa dipakai dan dosisnya
Nama Obat Dosis harian Dosis Efek Samping
(mg/kgBB/har maksimal
i) (mg/hari)
Isoniazid(H) 10(7-15) 300 Hepatitis,neuritis
perifer,hipersensitivitas
Rifampisin(R) 15(10-20) 600 Gastrointestinal,reaksi
kulit,hepatitis,trombositopenia,peni
ngkatan enzim hati,cairan tubuh
berwarna orange kemerahan
Pirazinamid(P) 35(30-40) - Toksisitas
hepar,artralgia,gastrointestinal
Etambutol(E) 20(15-25) - Neuritis optik,ketajaman mata
berkurang,buta warna merah hijau
hipersensitivitas,gastrointestinal.
Streptomisin(S) 15-40 1000 Ototoksik,nefrotoksik

OAT Kategori Anak dan Peruntukannya

16
OAT
OAT Tahap Lama
Jenis TB Tahap Prednison
Awal Pengobatan
Lanjutan
TB Ringan -
2 mgg dosis
2HRZ 4HR
Afusi Pleura TB penuh, kemudian 6 bulan
tappering off.
TB BTA Positif 2HRZE 4HR -
TB paru dengan
tanda-tanda
4 mgg dosis
kerusakan luas :
7-10HR penuh, kemudian 9-12
 TB milier
tappering off.
 TB+destroyed
lung
4 mgg dosis
Meningitis TB penuh, kemudian
2HRZ+E tappering off.
atau S
2 mgg dosis
Peritonitis TB penuh, kemudian
10HR tappering off. 12 bulan
2 mgg dosis
Perikardistis TB penuh, kemudian
tappering off.
Skeletal TB -

5. OAT Kategori Anak Kemasan Kombinasi Dosis tetap (KDT)OAT(FDC=


Fixed Dose Combination)
Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan
keteraturan minum obat,paduan OAT disediakan dalam bentuk paket
KDT/FDC.Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan.
Dosis Kombinasi OAT TB pada Anak

Berat Badan(kg) 2 bulan RHZ(75/50/150) 4 bulan RH(75/50)


5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet

17
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
Keterangan :
BB> 30 Kg diberikan 6 tablet atau mengguanakan KDT Dewasa
OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah dan tidak
boleh digerus)
Obat diberikan pada saat perut kosong atau 1 jam setelah makan

D. Tata Laksana Follow up Pasien TB


Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB paru dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis
dilakukan dengan memeriksa specimen dahak sebanyak 2 kali ( sewaktu dan
pagi ). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif.
Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif , hasil pemeriksaan ulang
dahak tersebut dinyatakan positif.
1. Pada TB paru BTA positif follow up BTA s-P dilakukan pada akhir
intensif, akhir sisipan (jika ada), 1 bulan sebelum akhir pengobatan , dan
akhir pengobatan.
2. Pada TB paru BTA negative follow up BTA s-p dilakukan pada akhit
intensif saja
3. Pada TB Ekstra paru dan TB anak ( tanpa pemeriksaan BTA SPS ),follow
up dilakukan dengan pengamatan keluhan dan kondisi klinis.
Untuk menjaga agar pasien TB rutin berobat, disepakati waktu
control pasien TB adalah 1 – 2 minggu sekali dalam fase intensif dan 1
bulan sekali dalam fase lanjutan. Apabila pasien tidak datang control
( mangkir ) 2 hari dalam fase intensif dan satu minggu dalam fase lanjutan,
petugas DOTS harus berkoordinasi dengan puskesmas wilayah dan atau
dinas kesehatan untuk pelacakan pasien. Hubungan dengan puskesmas
maupun dinas kesehatan dapat dilakukan melalui telepon ( HP / Telepon
Rumah Sakit Islam Siti Hajar)

18
E. Tata laksana Screening Faktor Risiko HIV-AIDS Dan TB MDR
1. Screening HIV
Epidemi HIV sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kasus TB, dan
begitu pula sebaliknya pengendalian TB tidak akan berhasil baik tanpa
keberhasilan pengendalian HIV. Oleh karena itu, setiap pasien TB yang
baru diobati harus di evaluasi factor risiko HIV-nya. Apabila seorang pasien
TB dinilai berisiko terhadap kemungkinan HIV-AIDS, pasien tersebut harus
dirujuk kelayanan VCT
2. Screening TB MDR
TB MDR adalah kasus TB yang disebabkan oleh basil Mycobacterium
tuberculosis yang telah resisten terhadap INH dan rifampicin secara
bersamaan , dengan atau tanpa resistensi OAT ini pertama lainnya. Kegiatan
penemuan pasien TB MDR diawali dengan penemuan suspek TB MDR.
Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dan
memenuhi salah satu criteria TB MDR. Apabila ditemukan suspek TB
MDR, Untuk pemeriksaan lebih lanjut . Rujukan mengunakan form khusus
rujukan suspek TB MDR, dan dicatat dibuku daftar suspek TB MDR.

F. Tata Laksana Rujukan Pasien TB


Merujuk pasien TB berarti memindahkan pengobatan TB ke UPK lain,
Ada 2 jenis rujukan pengobatan TB, yaitu :
1. Rujukan Awal : Rumah Sakit Islam Siti Hajar hanya menegakkan diagnose
tB, seluruh pengobatan dilakukan di UPK lain mulai dari awal.
2. Rujukan Tengah Pengobatan : Rumah Sakit Islam Siti Hajar menegakkan
diagnose TB, meregister sebagai pasien TB di Rumah Sakit Islam Siti Hajar,
memulai pengobatan , dan ditengah pengobatan memindah pasien TB ke
UPK lain.

19
Ruang instalasi Rawat Inap atau poliklinik yang akan merujuk pasien TB
harus berkoordinasi dengan unit DOTS melalui coordinator rawat jalan. Form
yang dipakai untuk merujuk pasien TB adalah TB09, dan data pasien yang
dirujuk harus dicatat di buku rujukan TB.

G. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( PPI ) TB


Tuberkulosis disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.
Apabila seseorang menderita sakit TB di paru-paru dan atau laring, maka
orang tersebut dapat menularkan kuman TB ke lingkungan sekitarnya. Pasien
TB dapat mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet infeksius pada waktu
batuk, bersin, berteriak, berbicara, dan menyanyi. Pada umumnya droplet
infeksius ini dapat bertahan dalam ruangan dan bersifat melayang ( airbone )
dalam waktuyang lama berkisar dari beberapa jam sampai 2 – 3 hari. Pada
keadaan lembab dan gelap kuman TB dapat hidup lebih lama, sedangkan jika
terkena sinar matahari langsung ( sinar ultraviolet) maka kuman TB akan
cepat mati.
Tindakan PPI merupakan kewaspadaan untuk memutus rantai penularan,
yang meliputi kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi
airbone.
1. Kewaspadaan standar.
Kewaspadaan standart adalah kewaspadaan yang diterapkan pada
semua orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan, dengan tujuan
mencegah penularan penyakit yang ditransmisikan melalui darah atau cairan
tubuh.. Komponen Kewaspadaan Standar meliputi : Kebersihan Tangan
( Hand Hygiene), Alat Pelindung Diri ( Sarung Tangan, Masker, Kacamata
dan Pelindung Wajah, Gaun / apron ), Pengelolaan Linen, Pengelolaan
Peralatan Perawatan Bloodborne, Etika batuk, serta pengelolaan makanan,
Gelas, cangkir, dan peralatan makan ( Infection Control Guidelines
CIX,Australia)
2. Kewaspadaan berdasarkan Transmisi Airbone

20
Merupakan kewaspadaan terhadap transmisi airbone, jika partikel,<
5µm mengandung mikroba melayang atau menetap di udara beberapa jam,
ditransfer sebagai aerosol melalui aliran udara dalam ruangan / jarak lebih
jauh dari 1 meter.
Rumah Sakit menurunkan risiko penularan TB melalui 3 pilar utama
yaitu pilar pengendalian administrative, pilar pengendalian lingkungan dan
pilar perlindungan perorangan.
2.1 Pilar Pengendalian Administratif, meliputi :
2.1.1 Rencana pengendalian infeksi
a. Memastikan penegakan diagnosis secara dini pada pasien dan
petugas yang diduga TB
b. Memberikan edukasi / informasi mengenai etika batuk /
Hygiene Respirasi
c. Membatasi aktivitas pasien. Dokter konsultan sebaiknya
datang ke ruangan pasien, dan jika pasien harus keluar
ruangan, pasien harus menggunakan masker
d. Pasien TB harus dipisahkan dengan pasien lain ( terutama
pasien immune compromised ) di unit rawat jalan dan rawat
inap, sesui ketentuan yang ada di Rumah Sakit Islam Siti
Hajar.
e. Ruang pasien TB harus memiliki ventilasi yang baik, dan
terpisah dari pasien lain, jika tidak memungkinkan1 kamar
untuk 1 pasien..
2.1.2 Pendidikan dan pelatihan petugas untuk meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam pengendalian
infeksi TB.
2.1.3 Penyuluhan kepada pasien, pengunjung dan masyarakat tentang
pentingnya pencegahan dan pengendalian infeksi TB.
2.2 Pilar Pengendalian Lingkungan
2.2.1 Pengendalian lingkungan yang bias dilakukan di Rumah Sakit
Islam Siti Hajar meliputi pengaturan ventilasidiruang isolasi,

21
dengan menggunakan ventilasi campuran yaitu exhaust fan dan
ventilasi alami.
2.2.2 Radiasi sinar ultraviolet ( Ultra Violet Germical Irradiation =
UVGI ) digunakan untuk memperoleh surface sterilisasi, pada
ruangan yang digunakan oleh pasien TB atau pada ruang tunggu
dan ruang pemeriksaan pasien TB di poliklinik.
2.3 Perlindungan Perorangan
2.3.1 Perlindungan perorangan yang digunakan mengacu pada
kewaspadaan standar, yaitu : sarung tangan , masker , kaca mata,
topi / penutup kepala, baju kerja dan sepatu boot.
2.3.2 Sepatu pelindung harus digunakan selama berada di dalam ruang
laboratorium, dan sepatu terbuka / sandal/ tidak di
rekomendasikan untuk digunakan.
2.3.3 Penggunaan APD yang mengacu pada kewaspadaan Isolasi yaitu:
a. Penggunaan masker N 95 bagi petugas yang melayani pasien
TB
b. Masker bedah bagi pasien TB mengurangikemungkinan
pajanan kepada orang laindan lingkungan sekitarnya.
c. Pelaksanaan edukasi etika batukdengan benar, baik bagi
pasien TB maupun pasien batuk lainnya. Hindari batuk di
tempat banyak orang, hindari menyentuh muka setelah
batuk / bersin, dan jangan bertukar saoputangan dengan orang
lain.
d. Penanganan sputum jika terjadi terjadi kecelakaan , jika
terjadi tumpahan sputum, gunakan handuk / kain yang telah
dibasahi desinfektan untuk menutup tumpahan tersebut
hingga terserap kemudian lantai dibersihkan dengan
desinfektan . Direkomendasikan untuk menutup ruangan
tersebut selamajam sebelum digunakan kembali.Petugas
hendaknya menggunakan APD yang sesuai saat
membersihkan sputum tersebut.

22
e. Penyediaan sarana cuci tangan di area pasien / pengunjung
f. Perlindungan Transportasi pasien
3. Penanganan TB MDR di Rumah Sakit PKU Aisyiyah Jepara.
PasienTB MDR tidak dapat ditangani oleh Rumah Sakit PKU
Aisyiyah, jika ditemukan pasien diduga menderita TB MDR, pasien dirujuk
ke Rumah Sakit Umum Daerah Jepara untuk mendapatkan pemeriksaan dan
pengobatan sesuai dengan kebijakan pengobatan TB yang dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.
4. Penempatan pasien TB di ruang rawat inap
4.1 Pasien TB di tempatkan pada ruang perawatan khusus / isolasi yang
dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi, untuk mengurangi
kemungkinan transmisi mokroorganisme.
4.2 Jika ruang perawatan khusus tidak tersedia, pasien TB ditempatkan
dengan pasien yang sejenis ( kohorting ). Pasien yang terinfeksi oleh
mikroba yang sama, dapat di tempatkan dalam ruang perawatan yang
sama, untuk mencegah agar mereka tidak terinfeksi oleh
mikroorganisme pathogen yang lain, dan kemungkinjan terjadi
terinfeksi oleh mokroorganisme yang sama menjadi minimal.
4.3 Apabila keduanya tidak memungkinkan dilakasanakan
(isolasi/kohorting), sangat penting untuk mendiskusikan epidemiologi
penyakit dan mode transmisi penyakit dengan Tim PPIRS.

BAB V
LOGISTIK

Pengadaan logistik untuk pelayanan DOTS dilakukan dengan mengajukan


permintaan secara berkala kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara sesuai
kebutuhan.
A. Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) Paket

23
Pengadaan, pengelolaan dan pengawasan OAT paket merupakan tanggung
jawab Instalasi Farmnasi Rumah Sakit PKU Aisyiyah Jepara dibawah
Koordinator Farmasi DOTS.OAT paket terdiri dari :
1. OAT KDT kategori 1
2. OAT KDT kategori 2
3. OAT kombipak anak
4. OAT kombipak kategori 1
B. Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) Non Paket
Instalasi Farmasi juga menyediakan OAT non paket (generik atau paten), yang
pengadaannya sesuai dengan belanja farmasi
Koordinator Farmasi mengajukan pemesanan OAT paket kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten Jepara melaui Koordinator Rawat Jalan atau
Koordinator DOTS
1. Logistik Laboratorium
Pengadaan dan pengelolaan logistik Laboratorium berkaitan dengan
DOTS (pemeriksaan BTA SPS) merupakan tanggung jawab Instalasi
Laboratorium di bawah Koordinator laboratorium.
Kebutuhan Logistik Laboratorium terkait DOTS terdiri dari :
1.1 Objek glass
1.2 Cat Ziehl Nieelson
1.3 Pot sputum
1.4 Box penyimpanan objek glass ( slide box )
1.5 TB 04
1.6 TB 06
1.7 Mikroskop binokuler*
1.8 Laminar pemeriksaan*
1.9 Lampu spiritus /Bunsen*
1.10 Lidi
1.11 Tempat Limbah*
Catatan : *
Inventaris rumah sakit ( pengadaan oleh Rumah Sakit PKU
Aisyiyah )

24
Koordinator laboratorium mengajukan pemesanan logistik laboratorium
berupa cat, pot sputum, objek glass, slide box, TB04, TB12 kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten Jepara
2. Logistik Dokumentasi
Logistik Dokumentasi DOTS berkaitan pencatatan dan rekam medis
pasien TB. Meliputi :TB01 ( status pasien TB )
2.1 TB 02 ( kartu kontrol pasien)
2.2 TB03 ( buku besar DOTS rumah sakit )
2.3 TB04 ( data pemeriksaan BTA – laboratorium )
2.4 TB05 ( formulir permintaan pemeriksaan BTA )
2.5 TB06 (buku data suspek TB )
2.6 TB09 ( form rujukan )
2.7 TB10
2.8 TB12 ( from cross check slide BTA- laboratorium)
2.9 Buku data pasien pindah ( rujukan HDL )
2.10 Buku data pasien mangkir
2.11 Buku suspek TB MDR
2.12 Form rujukan TB MDR
2.13 Form screening factor risiko HIV
Koordinator laboratorium mengajukan pemesanan logistik laboratorium
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu system dimana Rumah Sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

25
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi
yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm ( penyakit ,
cidera, cacat, kematian dan lain-lain ) yang tidak seharusnya terjadi.

B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya di ambil. Selain itu sistem keselamatan
pasien ini mempunyai tujuan agar tercipta budaya keselamatan pasien di
rumah sakit , meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit, dan
terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.

C. Tata laksana keselamatan pasien


1. Dalam melaksanakan keselamatan pasien terdapat tujuh langkah menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Adapun tujuh langkah tersebut
adalah:
1.1 Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.
Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
1.2 Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan
focus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien.
1.3 Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Mengembangkan
system dan proses pengelolaan risiko, serta identifikasi dan
asesmen hal potensial bermasalah.
1.4 Mengembangkan sistem pelaporan, memastikan karyawan agar
dengan mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden, rumah
sakit mengatur pelaporan kepada KKP-RS (Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit)

26
1.5 Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan
cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
1.6 Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.
Mendorong karyawan untuk melakukan analisis akar masalah
untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
1.7 Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah
untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
2. Dalam melaksanakan keselamatan pasien standar keselamatan pasien
harus diterapkan. Standar tersebut sebagai berikut :
2.1 Hak pasien
2.2 Mendidik pasien dan keluarga
2.3 Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
2.4 Penggunaan metode – metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
2.5 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
2.6 Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien.
2.7 Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai
keselamatan pasien.
3. Langkah – langkah penerapan keselamatan pasien rumah sakit :
3.1 Menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola
program keselamatan pasien Rumah Sakit.
3.2 Menyusun program keselamatan pasien Rumah Sakit jangka
pendek 1 – 2 th
3.3 Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien rumah
sakit
3.4 Mengadakan keselamatan pasien rumah sakit bagi jajaran
manajemen dan karyawan
3.5 Menetapkan system pelaporan pasien insiden (peristiwa
keselamatan pasien)

27
3.6 Menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit
tersebut diatas.
3.7 Menerapkan standart keselamatan pasien rumah sakit ( seperti
tersebut diatas )dan melakukan self assessment dengan instrument
akreditasi pelayanan keselamatan pasien rumah sakit.
3.8 Program khusus Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
3.9 Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program Keselamatan
Pasien Rumah Sakit dan kejadian tidak diharapkan.
4. Sasaran keselamatan pasien TB di Rumah Sakit PKU Aisyiyah Jepara
4.1 Ketepatan identifikasi pasien
Ketepatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas
pasien sejak awal pasien masuk sampai dengan pasien keluar
terhadap semua pelayanan yang diterima oleh pasien . setiap pasien
TB yang datang ke RS PKU Aisyiyah harus diverifikasi
identitasnya dengan menggunakan nama dan alamat atau nama dan
tanggal lahir. Untuk kepentingan rekam medis TB dan
memudahkan pelacakan jika diperlukan, alamat penderita TB harus
lengkap ( kecamatan / kelurahan / RT / RW) dan menyertakan
fotokopi kartu indentitas resmi ( KTP/ SIM ).
4.2 Peningkatan komunikasi yang efektif
Peningkatan komunikasi yang efektif adalah Komunikasi lisan
yang menggunakan prosedur “SBAR” Write, Read dan Repeat
Back ( Reconfirm)
4.4 Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai ( high
alert )
Obat-obatan yang perlu diwaspadai ( high alert medication ) adalah
obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan
serius (sentinel event),dan obat yang beresiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan ( adverse outcome ), Untuk OAT
yang waktu penggunaannya jangka panjang, harus diwaspadai juga
masa / tanggal kadaluarsanya.

28
4.5 Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan
terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan. Infeksi biasa dijumpai
dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran
kemih, infeksi pada aliran darah, pneumonia yang sering
berhubungan dengan ventilasi mekanis. Pokok eliminasi infeksi ini
maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan ( hand hygiene )
yang tepat.
4.6 Pengurangan risiko pasien jatuh
Pengurangan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk
terjadinya jatuh. Suatu kejadian jatuh yang tidak disengaja pada
seseorang pada saat istirahat yang dapat dilihat / dirasakan , atau
kejadian jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi
tertentu seperti stroke, pingsan, dan lainnya. Untuk pasien-pasien
TB yang rawat inap, dikaji pula risiko jatuhnya. Apabila termasuk
beresiko ,pasien tersebut dipasang gelang kuning.

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Keselamatan Kerja
Undang – undang No.36 tahun 2009 pasal 164 ayat 1 menyatakan bahwa
Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat

29
dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan
oleh pekerjaan. Rumah sakit adalah tempat kerja yang termasuk dalam
kategori disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga bertujuan melindungi
karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan didalam dan diluar rumah
sakit.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa :
Setiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang
bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat
dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat
hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral
dari perlindungan terhadap pekerja dalam hal ini TIM TB-DOTS dan
perlindungan terhadap Rumah Sakit . Pegawai adalah bagian integral dari
rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja akan meningkatkan
produktivitas pegawai dan meningkatkan produktivitas rumah sakit. Undang-
undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dimaksudkan untuk
menjamin :
1. Agar pegawai dan setiap orang yang berada ditempat kerja selalu berada
dalam keadaan sehat dan selamat.
2. Agar faktor – factor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien
3. Agar proses produksi dapat berjalan lancar tanpa hambatan.

B. Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat


kerja dapat digolongkanpada tiga kelompok,yaitu :
1. Kondisi dan lingkungan kerja
2. Kesadaran dan kualitas pekerja

30
3. Peranan dan kualitas manajemen
C. Dalam kaitannya kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dapat terjadi bila :
1. Peralatan tidak memenuhi kualitas atau bila sudah aus
2. Alat – alat produksi tidak disususn secara teratur menurut tahapan proses
produksi.
3. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai , ruangan
terlalu panas atau terlalu dingin.
4. Tidak tersedia alat – alat pengaman.
5. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran,
dll
D. Perlindungan Keselamatan Kerja Dan Kesehatan Petugas Kesehatan.
1. Petugas kesehatan yang merawat pasien TB harus mendapatkan
pelatihan / sosialisasi mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit,
tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai dengan
protocol.
2. Petugas yang terlihat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan
umum mengenai penyakit tersebut.
3. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui
udara harus menjaga fungsi saluran pernafasan ( tidak merokok, tidak
minum dingin) dengan baik dan menjaga kebersihan tangan.
E. Petunjuk Pencegahan Infeksi untuk Petugas Kesehatan
1. Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan
kesehatan, petugas harus menggunakan APD yang sesui untuk
kewaspadaan standard an kewaspadaan isolasi ( berdasarkan penularan
kontak, droplet, atau udara ) sesuai dengan penyebaran penyakit. APD
untuk pelayanan pasien TB adalah masker, juga baju kerja serta sarung
tangan untuk petugas laboratorium
2. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan / sosialisasi
tentang gejala TB

31
3. Semua petugas kesehatan dengan gejala mencurigakan TB dievaluasi
untuk memastikan langsung dengan pasien, terutama mereka yang
bertugas di instalasi perawatan intensif ( IPI ), ruang rawat anak, dan
ruang bayi.
4. Jika petugas kesehatan mengalami gejala batuk lebih dari 2 minggu,
cek BTA SPS.
5. Pasien TB BTA positif harus menggunakan masker jika berada di
ruang tertutup dan bersama orang lain.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Pengendalian Mutu TB

32
Pimpinan Rumah Sakit harus melaksanakan evaluasi pelayanan dan
pengendalian mutu TB. Adapun kriteria pengendalian mutu TIM TB-DOTS,
sebagai berikut :
1. Ada pertemuan berkala antara pimpinan rumah sakit dan komite medik
atau Tim DOTS untuk membahas, merencanakan, dan mengevaluasi
pelayanan medis serta peningkatan mutu pelayanan medis TB.
2. Ada laporan data atau statistic serta hasil analisa pelayanan medis TB
rumah sakit.
3. Ada laporan data dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring internal.
4. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring eksternal
5. Ada rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi.
B. Menilai Kemajuan atau Keberhasilan TB
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan pengendalian TB, digunakan
beberapa indikator selain indikator mutu diatas, sebagai berikut :
Indikator Keberhasilan Pengendalian TB
NO Iidikator Sumber Data Waktu
1 Proporsi pasien TB paru BTA  Daftar supek (TB06) Triwulan
positif diantara suspek yang  Register TB kab/kota ( TB03)
diperiksa dahaknya.
2 Proporsi pasien TB paru BTA  Kartu pengobatan ( TB01) Triwulan
positif diantara seluruh pasien  Register TB kab/kota ( TB03)
TB paru.
3 Proporsi pasien TB anak  Kartu pengobatan ( TB01) Triwulan
diantara seluruh pasien TB  Register TB kab/kota ( TB03)
4 Angka Konversi  Kartu pengobatan ( TB01) Triwulan
 Register TB kab/kota ( TB03)
5 Angka Kesembuhan  Kartu pengobatan ( TB01) Triwulan
 Register TB kab/kota ( TB03)
6 Angka Keberhasilan  Kartu pengobatan ( TB01) Triwulan
Pengobatan  Register TB kab/kota ( TB03)

33
7 Angka Kesalahan Laboratorium Laporan hasil uji silang ( Umpan Triwulan
balik dari Dinas Kesehatan )

1. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek

Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara


seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan
mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien ,serta kepekaan
menetapkan kriteris suspek
Rumus :

Angka ini sekitar 5 – 15 %. Bila angka ini terlalu kecil (< 5 %)


kemungkinan disebabkan :
a. Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak
memenuhi criteria suspek , atau
b. Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( Negatif palsu )
a. Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan :
c. Penjaringan terlalu ketat, atau
d. Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( Positif palsu )
2. Proporsi pasien TB paru BTA positif Diantara semua pasien TB
paru tercatat /diobati
Adalah prosentase pasien tuberculosis paru BTA positif diantara
semua pasien tuberculosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan
prioritas penemuan pasien Tuberculosis paru yang diobati:

Rumus :

34
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65 %. Bila angka ini jauh
lebih rendah , itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang
memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular ( pasien
BTA positif )
4. Proporsi Pasien TB anak diantara seluruh pasien TB
Angka prosentase pasien TB anak ( < 15 tahun ) diantara seluruh
pasien TB yang tercatat :
Rumus:

Angka ini sebagai salah satu indicator untuk menggambarkan


ketepatan dalam mendiagnosis TB anak . Angka ini berkisar 15 %.
Bila angka ini terlalu besar dari 15 %, kemungkinan terjadi
overdiagnosis.

5. Angka Konversi ( Conversation Rate )


Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif
yang mengalami perubahahan menjadi BTA negative setelah
menjalani masa pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan
langsung menelan obat dilakukan dengan benar.
Rumus :

Angka minimal yang harus dicapai adalah 80 %

6. Angka Kesembuhan ( Cure Rate )

35
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase
pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa
pengobatan,diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat :
Rumus :

Angka minimal yang harus dicapai 85 %

7. Angka Keberhasilan Pengobatan


Angka keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan
prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan
pengobatan ( baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap )
diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat :
Rumus :

8. Angka Kesalahan Laboratorium


Error Rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan
laboratorium yang menyatakan prosentase keslaahan pembacaan
slide /sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksapertama
setelah diuji silang ( cross check )oleh BLK atau laboratorium rujukan
lain
Nilai error rate yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara
Angka kesalahan baca sediaan ( error rate ) maksimal 5 %

BAB IX

36
PENUTUP

Pedoman pelayanan TB dengan strategi DOTS merupakan bahan rujukan


bagi pimpinan rumah sakit dalam rangka pelayanan TB, juga sebagai bahan
rujukan akreditasi rumah sakit. Keberhasilan pelaksanaan strategi DOTS di rumah
sakit sangat bergantung pada komitmen dan kemampuan para penyelenggara
pelayanan kesehatan serta dukungan stake holder terkait untuk mencapai hasil
yang optimal.
Pedoman pelayanan ini senantiasa akan disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi serta kebijakan dan peraturan program pengendalian TB
Nasional yang berlaku.

37

Anda mungkin juga menyukai