Anda di halaman 1dari 7

Dosen Pengampu:

Drs. Partana Budihardja, M.H., M.P.H.,Apt.

KELAS C

Oleh :
Tantri Agustia
NIM: 20203944118

PROGRAM STUDI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAGIAN 2
Syarat-syarat Terjadinya Suatu Persetujuan yang Sah

Pasal 1320
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
1. kesepakatan mereka yang meningkatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. suatu pokok persoalan tertentu
4. suatu sebab yang tidak terlarang
 Persetujuan adalah jawaban yang sependapat dengan orang lain serta menerima keputusan
orang tersebut. Terjadinya persetujuan yang sah, dengan empat syarat yaitu:
1. pihak yang membuat persetujuan harus sepakat mengenai hal-hal yang disetujui,
kesepakatan tanpa adanya paksaan.
2. kecakapan adalah kemampuan atau kesanggupan. Cakap dibagi menjadi dua yaitu: tak
cakap dan cakap. Orang yang belum dewasa, orang dibawah pengampuan (cacat, gila,
boros), dan seorang istri termasuk dalam tak cakap. Sedangkan cakap ialah orang yang
sudah dewasa yaitu sudah berumur 21 tahun dan orang yang tidak dibawah
pengampuan. Jadi dalam persetujuan yang diperbolehkan atau yang memiliki
kemampuan ialah yang cakap.
3. kesepakatan dengan apa yang diperjanjikan harus jelas
4. kesepakatan dengan sesuatu yang tidak dilarang oleh undang-undang atau hukum
Jadi, tidak terpenuhinya empat syarat tersebut maka persetujuan menjadi tidak sah.

Pasal 1321
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
 Tidak adanya suatu persetujuan dengan dasar kesalahan yang tidak sengaja atau dengan
paksaan atau penipuan.

Pasal 1322
Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi
mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak mengakibatkan
kebatalan, jika kekhilafan itu hanya tejadi mengenai diri orang yang dengannya sesoarang
bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan terutama
karena diri orang yang bersangkutan.
 Kekhilafan yang batal, dapat terjadi jika pada suatu objek/benda. Sedangkan kekhilafan
yang tidak dapat dibatalkan, jika kekhilafan kepada orang dalam kesepakatan.

Pasal 1323
Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan
batalnya persetujuan yang bersangkutan juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang
tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu.
 Adanya paksaan dari orang ketiga yang tidak mempunyai kepentingan dalam
persetujuannya, mengakibatkan batalnya persetujuan.

Pasal 1324
Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat
menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau
kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus
diperhatikan usia, jenis kelamin, dan kedudukan orang yang bersangkutan.
 Terjadinya paksaan pada kesepakatan antar dua belah pihak yang berdampak buruk atau
merugikan pada orang dalam kesepakatan tersebut, kekayaan, serta dapat terancam rugi
besar. Pertimbangan hal tersebut tercantum dalam pihak-pihak yang termasuk tak cakap,
memperhatikan usia, jenis kelamin, dan kedudukannya orang yang bersangkutan. Usia
harus dewasa, jenis kelamin harus seoarang suami, dan kedudukan tidak dibawah
pengampuan.

Pasal 1325
Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu
pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau
keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah.
 Paksaan juga dapat membatalkan persetujuan, tidak hanya kepada salah satu pihak yang
membuat persetujuan, tetapi terhadap suami atau istri atau keluarganya.
Pasal 1326
Rasa takut karena hormat kepada bapak, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas, tanpa
disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan.
 Dalam persetujuan karena adanya rasa hormat kepada orangtua atau keluarga lain yang
lebih tua, tidak disertai dengan kekerasan, maka tidak dapat membatalkan persetujuan.

Pasal 1327
Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lagi, bila setelah
paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun secara diam-diam, atau
jika telah dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan
seluruhnya ke keadaan sebelumnya.
 Persetujuan yang batal karena adanya paksaan tidak dapat dituntut kembali, tetapi setelah
paksaan berhenti persetujuan tersebut dapat benar, secara tegas maupun diam-diam atau
jika telah lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang dapat dipulihkan seluruhnya
ke keadaan sebelumnya.

Pasal 1328
Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang
dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain
tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya
dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.
 Penipuan adalah hal yang tidak baik yang dapat membatalkan persetujuan, jika penipuan
dilakukan oleh salah satu pihak makan pihak lain tidak akan mengadakan perjanjian itu
tanpa adanya tipu muslihat (tipu yang dilakukan dengan cara yang kelihatan baiknya
padahal itu jahat). Penipuan harus selalu dibuktikan.

Pasal 1329
Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk
hal itu.
 Setiap orang mempunyai kewenangan dalam membuat suatu perikatan atau perijinan,
kecuali orang tersebut termasuk dalam tidak cakap.
Pasal 1330
Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah:
1. anak yang belum dewasa
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada
umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan
tertentu.
 Tak cakap dalam melakukan persetujuan adalah:
1. anak yang masih dibawah umur dan belum mempunyai pemahaman yang lebih
mengenai undang-undang
2. orang yang termasuk dibawah pengampuan yaitu orang gila, orang yang boros, dan
orang cacat telah dinyatakan gagal dalam bersetujuan
3. seorang istri dalam persetujuan ditentukan dalam undang-undang dan dalam undang-
undang semua orang dilarang membuat persetujuan tertentu.

Pasal 1331
Oleh karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk
membuat persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam hal
kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-orang yang cakap untuk
mengakibatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas dasar
ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah
pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami.
 Dalam persetujuan orang-orang yang termasuk tak cakap, dalam undang-undang tidak
adanya pengecualin untuk menuntut pembatalan perikatan yang telah dibuatnya. Orang-
orang yang termasuk dalam cakap sama sekali tidak dapat mengemukakan pendapat atas
dasar ketidakcakapan seorang anak yang belum dewasa, orang dibawah pengampuan, dan
seorang istri.

Pasal 1332
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.
 Barang-barang yang dapat diperdagangkan yang tercantum dalam undang-undang, dapat
digunakan sebagai bahan pesetujuan.
Pasal 1333
Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya
ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dihitung.
 Dalam persetujuan harus memiliki dasar berupa barang yang ditentukan jenisnya, dengan
jumlah yang tidak terbatas asalkan jumlah tersebut dapat ditentukan atau diperhitungkan.

Pasal 1334
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan.
Akan tetapi seseorang tidak diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum
terbuka, ataupun untuk menentukan suatu syarat dalam perjanjian mengenai warisan itu,
sekalipun dengan persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok
persetujuan itu, hal ini tidak mengurangi ketentuan pasal-pasal 169, 176, dan 178.
 Adanya barang dapat menjadi dasar persetujuan (jaminan). Tetapi tidak diperbolehkan
warisan yang belum pasti dijadikan sebagai jaminannya. Walaupun adanya persetujuan
dari orang yang mempunyai warisan itu. Hal ini sudah ditentukan dalam pasal 169, 176,
dan 178.

Pasal 1335
Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang
terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.
 Persetujuan harus didasarkan dengan sebab yang kuat, jika tidak kuat akan merugikan
salah satu pihak.

Pasal 1336
Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada
sebab lain yang tidak terlarang selain dan yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah.
 Sebuah persetujuan berdasarkan dengan sebab. Jika sebab tidak terlarang dalam undang-
undang sebagai persetujuan maka persetujuan tersebut dianggap sah.

Pasal 1337
Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusialaan atau dengan ketertiban umum.
 Terdapat sebab yang dilarang, jika sebab bertentangan dengan undang-undang kesusialaan
atau ketertiban umum yang berlaku.

BAGIAN 3
Akibat Persetujuan
Pasal 1338
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-
undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
 Persetujuan semestinya tidak melanggar undang-undang yang telah ditetapkan.
Persetujuan dapat di tarik kembali, jika adanya jalan tengah dari kedua belah pihak yang
tidak ada kerugian dari salah satu pihak dan itu berdasarkan dengan undang-undang.

Pasal 1339
Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan
juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntu berdasarkan keadilan, kebiasaan,
atau undang-undang.
 Sebuah persetujuan tidak menuntut dasar pokok/sebab dari persetujuan tersebut. Tetapi
mengutamakan suatu rasa keadilan (tidak adanya pihak yang dirugikan), kebiasan (sesuatu
yang biasa dikerjakan dengan baik) atau undang-undang (sesuai dengan undang-undang
yang berlaku).

Anda mungkin juga menyukai