DI PUSKESMAS SALUPANGKANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
DISUSUN OLEH :
FAINNA PUTRIANI
PO.76.3.03.18.1.008
DISUSUN OLEH :
FAINNA PUTRIANI
PO.76.3.03.18.1.008
Laporan Praktek Kerja Puskesmas telah disetujui pada tanggal 06 bulan maret
tahun 2021
Pembimbing Lahan
Ilham Wahyudi.AMd.KL ( )
Pembimbing Institusi
1. Ridhayani Adiningsih, M.KKK ( )
2. Siti Rahmah, MPH ( )
Mengetahui
PLT. Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan
b. Faktor host
1) Daya tahan tubuh terhadap penyakit
daya tahan tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh kecukupan gizi.
(Nasrul effendi, 1998:198). Secara umum, kekurangan gizi akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan respon imunologis
terhadap penyakit (soemirat,2000). Data than tubuh yang rendah
merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kemungkinan
seseorang menjadi pasien TB (Depkes RI,2007-5).
Apabila seseorang dapat hidup dengan baik dan memenuhi
kebutuhan gizinya sesuai dengan aturan gizinya makai a akan
memiliki daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit. Terpenuhi
kebutuhan gizinya dapa dilihat dari kebutuhan gizinya tersebut.
2) Jenis kelamin
a) Insiden berbagi penyakit diantar penyakit jenis kelamin
kebanyakan berbeda. Hal ini disebabkan karena papairan agent
setiap jenis kelamin berbeda (soemirat, 2000-56). Pada jenis
kelamin laki laki kejadian penyakit lebih tinggi karena merokok
tembakau dan meminum alcohol sehingga dapat menurunkan
system pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan
agent penyebab TB paru (Helper, 2010-1343). Berdasarkan
penelitian kekambuhan TB paru lebih banyak terjadi pada laki-
laki dibaandinngkan perempuan, yaitu dari 100 orang pasien, 62
pasien laki laki 32 pasien perempuan. Penelitian Kyuk Wook Jo
(2014) juga menunjukkan bahwa factor risiko penyakit TB
dominan pada laki-laki (61,2%).
b) Kebiasaan merokok
Kebiasaan buruk seseorang merupakan ancaman kesehatan bagi
orang tersebut, salah satunya adalah merokok karena gas beracun
yang dikeluarkan dari pembakaran produk tembakau yng
biasanya mengandung polycliy aromatic hydrocarbons yang
berbahaya bagi kesehatan manusia (permenkes RI, 2011), Tb paru
dan merokok merupakan dua masalah kesehatan masyarakat yang
signifikan dan saling berkaitan.
Gardunas Tb mealporkan adanya peningkatan risiko
tentang Tb pada paparan tembakau,baik perokok aktif maupun
pasif. Hal ini didukung oleh badan litbangkes yang menyebabkan
bahwa para perokok mempunyai 3 kali lebih tinggi untuk
terserang Tb dibandingkan bukan perokok (misnadiary,2007).
Meurut penelitian Joanna (2008:841) menyebutkan bahwa ada
hubungan merokok dengan kejadian TB paru orang yang perokok
memiliki risiko untuk mengalami penyakit Tb paru dua kali lebih
besar dibanding orang yang tidak merokok.
c) Kontak dengan penderita lain.
Pasien Tb BTA positif dengan kuman Tb dalam dahaknya
berpotensi menularkan kepada orang orang disekitar (Depkes RI,
2011). Apabila seseorang telah sembuh dari Tb pare terkena
paparan kuman Tb dengan dosis infeksi yang cukup dari
penderita lain (terjadi kontak dengan penderita lain) maka ia bisa
mengalami kekambuhan, terlebih apabila ia masih dalam daya
tahan tubuh yang buruk.
c. factor enviromenth/lingkungan
1) Tingkat kepadatan hunian kamar tidur
Menurut kepmenkes RI No. 829/ MENKES/VII/1999 menyatakan
bahwa luas ruangan tidur minimal 8 m dan tidak dianjurkan
digunakan lebih dari dua orang tidur,satu ruang tidur, kecuali anak
umur dibawah 5 tahun. sebuah penelitian oleh gustafon telah
menunjukkan bahwa hidup dalam sebuah keluarga dengan penghuni
padat merupakan factor risiko terjadinya penyakit Tb dan
penambahan oraang dewasa dalam sebuah rumah meningkatkan
resiko terjadinya Tb sebesar 5%.
2) Ventilasi (pencahayaan)
Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan
udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan
aturan peraturan pembangunan nasional, lubang hawa suatu
bangunan haarus memenuhi aturan sebagi berikut:
a) Luas bersih dari jendela/lubang hawa sekkurang-kurangnya 1/10
dari luas lantai ruangan.
b) Jendela/lubang hawa harus harus meluas ke arah atas sampai
setinggi minimal 1,95m dari permukaan lantai.
c) Adanya lubang hawa yang belokasi dibawah langit-langit
sekurang kurangnya 0,35% luas lantai ruang yang bersangkutan
(Mukono, 2000:156).
d) Jenis lantai. Syarat dari lantai adalah tidak berdebu pada musim
kemarau dan tidak basah pada musim hujan (soekidjo
notoatmodjo,2007:160). Lantai yang sulit dibersihkan akan
menyebabkan penumpukan debu,sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi berkebangbiaknya kuman
mycrobaterium tuberculosis (Prabu,2008). Menurut hasil
penelitian yang dilakukan Khadijah,dkk (2013,penghumi rumah
dengan lantai berupa semen plesteran rusak/papan/tanah
beresiko 1,731 kali lebih besar untuk terkena Tb paru dibanding
dengan rumah berlantai keramik,marmer atau ubin.
e) Tingkat kelembaban udara. Suatu ruangaan dengan suatu
ventilasi yang tidak memenuhi syarat (-10% luas lantai)
menyebabkan tingginya kelembaban dalam ruangan karena
kurang adanya pertukaran udara dari luar rumah sehingga
memberikaan kesempatan kepadaa bakteri Tb untuk dapat
bertahan hidup didalam ruang tersebut karena bakteri Tb yang
mampu bertahan hidup didalam ruangan yang gelap dan lembab
(ayomi,2012). Kelembaban udara yang meningkat merupakan
media yang baik untuk kuman kuman termasuk kumaan
tuberculosis. Kelembaban diatas 60%.
f) Tingkat pencahayaan. Pencahayann yang cukup dalam sebuah
rumah saangat mempengaruhi kesehatan orang orang yang ada
didalamnya. Sebuah rumah dapat dikatakan sebagai rumah yang
sehat apabila mempunyai pencahayan yang cukup. Cahay
matahri mempunyai sifat membunuh bakteri,terutama kuman
Myrobacteium Tuberculosis. Kuman Tb hanya dapat mati oleh
sinar matahari langsung (Depkes RI, 2002). Cahay matahari
mempunyai daya untuk membunuh bakteri Tb minimal 60 lux
(prabu,2008). Pencahayann rumah yang tidak memenuhi syarat
2,5 kali terkena tuberculosis paru. Idealnya, cahay masuk
luasnya sekurang kurangnya adalah 15-20% dari luas lantai
yang terdapat didalam ruangan rumah (wahid Iqbal
Mubarak,dkk,2009).
g) Jenis dinding. Menurut kepmenkes RI
No.829/MENKES/SK/VII/1999, dinding rumah yang memenuhi
kesehatan adalah bahan dinding yang kedap air dan mudah
dibersihkan,misalnya tembok,karena jika dinding tidak terbuat
dari bahan yang kedap air dan ynag mudah dibersihkan seperti
bambu,batu bata,dan batu batuan yang tidak diplester mudah
menjadi lembab dan berdubu (cela-cela) sehingga sangat
potensial untuk tempat berkembangnya bakteri pathogen. Dalam
hal ini adalah bakteri penyebab Tb paru karena penyebabnya
dapat menempel dinding rumah sampai bertahun tahun. dinding
sebaiknya diplester sehingga mudah untuk dibersihkan dari
kedap,serta dilengkapi dengan saran ventilasi untuk pengaturan
sirkulas udara dan cahay matahri untuk mencegah peularan Tb
paru.
5. Upaya pencegahan penyakit tuberculosis (Tb)
a. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
1) Pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat
batuk, dan membuang dahak tidak disembarang tempat.
2) Ventilasi udara atau jendela sering dibuka dan dibersihkan
3) Menjaga lingkungan tetap bersih
4) Menjaga daya tahan tubuh serta makan yang bergizi
5) Pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan tubuh
yaitu memberikan vaksinisasi BCG
6) Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melakukan
desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang bagus,
perhatian terhadap muntahan atau luda anggota keluarga yang
terjangkit penyakit tuberculosis (alat makan,tempat tidur,pakaian)
dan membuka ventilasi rumah agar matahari dapat masuk dengan
cukup.
b. Perawatan
1) Istirahat yang cukup
2) Meningkatkan makanan yang bergizi
3) Menjaga kebersihan rumah dan liingkungan.
B. Tinjauan umum tentang penyakit diare
1. Definisi penyakit diare
Diarrhea berasal dari bahasa Greek, yaitu Dia berarti melalui dan rhien
berarti mengalir, istilah diarrhea digunakan untuk menyatakan buang
kotoran yang frekuensi dan jumlah cairannya abnormal.Untuk pengertian
diare sendiri adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007).
Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (<
2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008). Diare akut
adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang meminum ASI
frekuensi buang air besarnya lebih dari 3- 4 kali per hari, keadaan ini tidak
bisa disebut diare tetapi masih bersifat fisiologis.Sel ama 9 berat bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa karena saluran cerna belum berkembang dengan baik
(IDAI, 2009).
2. Klasifikasi
Menurut Suraatmaja (2007), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.
Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global
Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang
cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit
kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika
dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Diare sekretorik (secretory diarrhea) Disebabkan oleh sekresi air dan
elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorpsi
natrium oleh villus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap
berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan
elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik
ditemukan pada diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri 10 akibat
rangsangan pada mukosa usus oleh toksin, misalnya toksin E. Coli
atau V. Cholera (Kemenkes RI, 2011)
2) Diare Osmotik (osmotic diarrhea) Mukosa usus halus adalah epitel
berpori yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk
mempertahankan tekanan osmotik antara lumen lumen usus dan cairan
ekstrasel. Oleh karena itu, bila di lumen usus terdapat bahan yang
secara osmotik aktif dan sulit diserap akan menyebabkan diare. Bila
bahan tersebut adalah larutan isotonik, air atau bahan yang larut maka
akanmelewati mukosa usus halus tanpa diabsorpsi sehingga terjadi
diare (Kemenkes RI, 2011)
3. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005),
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab :
a. Bakteri Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan diare seperti Shigella,
Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium
perfringens, Staphilococ Usaurfus, Camfylobacter dan Aeromonas.
b.Virus Beberapa virus yang dapat menyebabkan diare yaitu Rotavirus,
Norwalk virus, Adenovirus, Coranovirus dan Astrovirus.
c.Parasit Mikroorganisme parasit yang dapat menyebabkan diare seperti
Protozoa, Entamoeba Histolytica, Giardia Lamblia, Balantidium Coli, 11
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides strercoralis.
d.Non infeksi Adapun penyebab diare secara non infeksi yaitu malabsorpsi,
penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas vili
mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air.
gangguan motilitas juga menyebabkan diare hal ini sering terjadi pada
sindrom kolon iritabel (iritatif). Keracunan makanan, kesulitan makan, dan
imunodefisiensi dapat menyebabkan diare.
4. Gejala
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah – muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang
perut.Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di
badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.Karena kehilangan cairan
seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah
kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak.Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.Selain itu,
gejala bisa berupa tinja bayi encer, berlendir atau berdarah, warna tinja
kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, dan lecet pada anus
(IDAI, 2011).
5. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya diare antara lain :
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu eksklusif, memberikan makanan
pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak
terhadap kuman.
b. Menggunakan botol susu tebukti meningkatkan risiko tekena penyakit
diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
c. Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan
BAB anak.
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis. (Marjuki, 2008).
6. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan diare antara lain :
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai Sarana air bersih adalah
bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menyediakan dan
mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Sarana air bersih harus
memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak mengalami pencemaran
sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar
kesehatan (Marjuki, 2008).
b. Ketersediaan jamban Penggunaan jamban mempunyai dampak yang
besar dalam penularan risiko terhadap penyakit diare. Jamban atau
tempat pembuangan kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang
tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam
tubuh (Notoatmodjo, 2007).
c. Pembuangan air limbah Air limbah atau air kotoran adalah air yang tidak
bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan
kehidupan manusia. Saluran pembuangan air limbah adalah suatu
bangunan yang digunakan untuk membuang air dari kamar mandi,
tempat cuci, dapur, dan lain-lain bukan dari jamban (Notoatmodjo,
2007).
d. Pembuangan sampah Sampah erat kaitanya dengan kesehatan masyarakat
karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme
penyebab penyakit dan juga binatang serangga sebagai
pemindah/penyebar penyakit (vektor). Oleh karena itu sampah harus
dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin, tidak mengganggu atau
mengancam kesehatan masyarakat (Notoadmodjo, 2007).
Di samping faktor risiko tersebut ada beberapa faktor dari
penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara
lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit 14
imunodefisiensi atau imunosupresi dan penderita campak, selain faktor
penderita perananan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak
dengan diare sangatlah penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu
umur ibu, pendidikan, dan pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan
pencegahan terhadap penyakit.Rendahnya pendidikan ibu dan kurangnya
pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak dengan
diare merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan terlambat
mendapatkan pertolongan sehingga berisiko mengalami dehidrasi
(Kemenkes RI, 2011).
7. Penularan
Penularan penyakit diare disebabkan oleh infeksi dari agen penyebab
dimana akan terjadi bila memakan makanan/air minum yang terkontaminasi
tinja/muntahan penderita diare. Akan tetapi, penularan penyakit diare adalah
kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung, seperti:
a. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah
dicemari oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan yang kotor.
b. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering
memasukan tangan/mainan apapun ke dalam mulut. Hal ini dikarenakan
virus ini dapat bertahan di permukaan udara sampai beberapa hari.
c. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air
dengan benar.
d. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih. Tidak mencuci
tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan
tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-
alat yang dipegang (WHO, 2006).
BAB III
HASIL KEGIATAN PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2. Hasil inspeksi
Pada hari Jumat tanggal 23 Februari 2021 sesuai dengan perjanjian
dengan pasien berinisial “PE” umur 75 tahun bertempat tinggal di
Lingkungan tabolanng
Hasil inspeksi pada rumah pasien didapatkan suhu ruangan dan
pencahayaan tidak memenuhi syarat, dan kondisi ventilasi kurang dari 10
% dari luas lantai,
Hasil dugaan sementara dari hasil kegiatan inspeksi bahwa
penyebab penyakit pasien adalah berasal dari lingkungan dan kebiasaan
pasien yaitu menutup pintu, jendela disiang hari sehingga siklus udara
didalam rumah terhambat. Siklus udara yang lambat membuat anggota
keluarga lain dapat menghirup udara yang terdapat didalam rumah.
Pasien mengakui bahwa sering batuk tanpa tutup mulut, dan membuang
dahak di sembarang tempat.
3. Hasil intervensi
a. Menyarankan kepada pasien pada saat batuk untuk menutup mulut agar
tidak terjadi penularan penyakit kepada orang lain.
b. Menyarankan kepada pasien pada saat batuk untuk tidak membuang
dahak ke sembarang tempat.
c. Menyarakan kepada kepala keluarga agar tidak merokok
d. Menyarakan kepada pasien untuk selalu membuka pintu dan jendela
rumah pagi hingga sore hari agar sirkulasi udara didalam rumah baik.
B. Hasil kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan kasus II(DIARE)
Pasien yang di lakukan konseling yaitu pasien yang di diagnosa
menderita penyakit berbasis lingkungan yaitu diare dan siap untuk
dilakukan konseling. Pasien yang di lakukan konseling adalah perempuan
yang berinisal “YY” yang berumur 24 tahun yang bertempat tinggal di
lingkungan topoyo dan pasien menceritakan gejala di rasakan yaitu sakit
perut, BAB cair,lemas. Buang air berturut turut selama 3 hari.
1) Hasil konseling
Tabel II konseling kesehatan lingkkungan
No Pertanyaan Jawaban
1 Sejak kapan sakit perut? 3 hari
2 Sebelum sakit diare makan atau minum Bakso disekitar PKM
apa?
3 Sumber air bersih berasal dari mana? Ledeng/PDAM
4 Apakah air minum yang digunakan sehari Tidak (menggunakan
hari dimasak? air galon)
5 Apakah air yang diminum disimpan Ya (dalam galon)
dalam wadah yang tertutup?
6 Apakah wadah tersebut dalam keadaan Ya
bersih?
7 Apakah dirumah memiliki jamban? Ya
8 Bila memiliki jamban apakah jamban Ya
tersebut memenuhi syarat (mempunyai
tempat penampungan kotoran seperti
septik tang)?
9 Dimanakah anggota keluarga biasanya Kakus/wc sendiri
berak?
10 Apakah anggota keluarga biasa Ya
melakukan cuci tangan dengan sabun
sesudah BAB?
2) Hasil inspeksi
Pada hari Jumat tanggal 20 Februari 2021 sesuai dengan perjanjian
dengan pasien berinisial “YY” umur 24 tahun bertempat tinggal di
Lingkungan topoyo.
Hasil inspeksi dapat dilihat bahwa kondisi rumah dalam keadaan
bersih. Pasien memiliki jamban yang memenuhi syarat. Air yang
digunakan untuk keperluan minum dan keperluan sehari hari dalam
kondisi bersih.
Hasil dugaan sementara dari hasil inspeksi bahwa penyebab
penyakit pasien adalah berasal dari makanan luar atau warung yang
terkontaminnasi oleh vector dan kebiasaan pasien yang tidak
memperhatikan makanan yang dikomsumsi sehingga dapat menyebabkan
diare. Dugaan tersebut diperkuat setelah melakukan inspeksi di lapangan
dimana informasi yang didapatkan pasien mengkomssumsi makanaan
yang tidak diolah seendiri.
3) Hasil intervensi
a. Menyarankan kepada pasien untuk mengkomsumsi makanan yang
diolah sendiri dengan memenuhi persyaratan kesehatan .
b. Menyarankan kepada pasien pada saat makan sebaiknya mencuci
tangan terlebih dahulu.
c. Menyarakan kepada pasien agar lebih memperhatikan personal
hygiene serta makan makanan yang bergizi
4. Kegiatan tambahan
Selain dari target utama praktek kerja puskesmas yang dilaksanakan di
puskesmas adapun kegiatan tambahan yang dilakukan di puskesmas
salupangkang yaitu:
1. Inspeksi rumah sehat
2. Kunjungan rumah
3. Inspeksi rumah makan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan pada kasus I yaitu tuberculosis (Tb)
a. konseling pada kasus 1 yaitu Tuberkulosis (TB)
Berdasarkan hasil konseling penyakit Tuberculosis pada
pasien yang berinisial “PE” disebabkan penyakit berasal dari
lingkungan dan kebiasaan pasien yaitu menutup pintu,
jendela disiang hari sehingga siklus udara didalam rumah
terhambat. Siklus udara yang lambat membuat anggota
keluarga lain dapat menghirup udara yang terdapat didalam
rumah. Pasien mengakui bahwa sering batuk tanpa tutup
mulut, dan membuang dahak di sembarang tempat.
hal ini menunjukkan penyebaran kuman mycrobacterium
melalui udara yang menempel atau bertebaran didalam
rumah saat pasien yang mengeluarkan percikan dahak lalu
terhirup oleh orang lain serta penggunaan alat makan yang
tidak terpisah pakaian dan tidur bersama.
b. Inspeksi pada kasus I yaitu penyakit TB(tuberculosis )
Hasil inspeksi pada rumah pasien didapatkan suhu ruangan dan
pencahayaan tidak memenuhi syarat, dan kondisi ventilasi kurang
dari 10 % dari luas lantai. Dari hasil kegiatan inspeksi bahwa
penyebab penyakit pasien adalah berasal dari lingkungan dan
kebiasaan pasien yaitu menutup pintu, jendela disiang hari
sehingga pertukaran sirkulasi udara kurang baik
c. Intervensi pada kasus I yaitu penyakit TB (tuberculosis)
melakukan penyuluhan kepada keluarga dan pasien penderita
penyakit Tuberkulosis (TB) agar pada saat pasien batuk untuk
menutup mulut, menyarankan agar pasien tidak membuang
dahaknya disembarang tempat, dan menyarankan kepada pasien
untuk selalu membuka jendela pintu serta makan yang teratur dan
selalu menjaga lingkungan setempat.
2. kesimpulan pada kasus II yaitu DIARE
a. Hasil dari konseling pada kasus II Diare
Berdasarkan hasil konseling pada pasien dengan penyakit diare yang
berinisial ‘YY’ penyebab penyakit pasien adalah berasal dari makanan
luar atau warung yang terkontaminnasi oleh vector dan kebiasaan
pasien yang tidak memperhatikan makanan yang dikomsumsi
sehingga dapat menyebabkan diare.
b. Inspeksi pada kasus II yaitu penyakit diare
Hasil inspeksi dapat dilihat bahwa kondisi rumah dalam
keadaan bersih. Pasien memiliki jamban yang memenuhi syarat.
Air yang digunakan untuk keperluan minum dan keperluan sehari
hari dalam kondisi bersih. Namun ditemukan bahwa penyebab
penyakit pasien adalah berasal dari makanan luar atau warung yang
terkontaminnasi oleh vector dan kebiasaan pasien yang tidak
memperhatikan makanan yang dikomsumsi sehingga dapat
menyebabkan diare. Dugaan tersebut diperkuat setelah melakukan
inspeksi di lapangan dimana informasi yang didapatkan pasien
mengkomssumsi makanaan yang tidak diolah sendiri.
c. Intervensi pada kasus II yaitu penyakit diare
Melakukan penyuluhan kepada keluarga dan pasien penderita
penyakit Diare agar mengkomsumsi makanan yang diolah sendiri
dengan memenuhi persyaratan kesehatan, serta menyarankan
pasien pada saat makan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA