Anda di halaman 1dari 39

TUGAS MAKALAH

DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS KOMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN PENYAKIT INFEKSI:

TB PARU

Disusun oleh :

Eka Endah Yullianti (2107006)

Shinta Dewi Kusuma (2107015)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KARYA HUSADA

SEMARANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional yang
ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok risiko tinggi dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan.

Keperawatan sebagai bentuk komphrensif melakukan penekanan tujuan untuk


menekan stressor atau meningkatkan kemampuan komunitas mengatasi stressor
melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Peningkatan kesehatan berupa
pencegahan penyakit ini bisa melalui pelayanan keperawatan langsung dan perhatian
langsung terhadap seluruh masyarakat dengan mempertimbangkan bagaimana
masalah kesehatan masyarakat mempengaruhi kesehatan individu, keluarga dan
kelompok. Peningkatan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan merupakan
suatu proses dalam upaya meningkatkan kesehatan.

Asuhan keperawatan komunitas dilakukan dengan pendekatan proses


keperawatan. Penerapan dari proses perawatan bervariasi pada setiap situasi, tetapi
prosesnya memiliki kesamaan. Dalam melaksanakan keperawatan kesehatan
masyarakat, seorang perawat kesehatan komunitas harus mampu memberi perhatian
terhadap elemen-elemen tersebut yang akan tampak pada rangkaian kegiatan dalam
proses keperawatan yang berjalan berkesinambungan secara dinamis dalam suatu
siklus melalui tahap pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. (R. Fallen & R. Budi Dwi K, 2010).

Masyarakat atau komunitas sebagai bagian dari subyek dan obyek pelayanan
kesehatan dan dalam seluruh proses perubahan hendaknya perlu dilibatkan secara
lebih aktif dalam usaha peningkatan status kesehatannya dan mengikuti seluruh
kegiatan keperawatan komunitas. Hal ini dimulai dari pengenalan masalah
keperawatan sampai penanggulangan masalah dengan melibatkan individu, keluarga,
dan kelompok dalam masyarakat.
Pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas yang dilakukan menggunakan
empat pendekatan yaitu pendekatan individu, pendekatan keluarga, kelompok dan
masyarakat. Pendekatan yang dilakukan oleh mahasiswa terkait empat pendekatan
yaitu pendekatan individu, keluarga,dan kelompok masyarakat dilakukan dengan
cara masing-masing mahasiswa mengelola satu keluarga dengan resiko penyakit
tertentu dan keluarga binaan. Pendekatan masyarakat dilakukan secara bersamasama
oleh mahasiswa melalui pengkajian data kesehatan masyarakat dan lingkuingan
pedukuhan Patuk sampai kegiatan evaluasi terhadap program yang dilakukan terkait
masalah yang muncul.

Pembangunan kesehatan di Indonesia selama beberapa dekade yang lalu


harus diakui relatif berhasil, terutama pembangunan infra struktur pelayanan
kesehatan yang telah menyentuh sebagian besar wilayah kecamatan dan pedesaan.
Namun keberhasilan yang sudah dicapai belum dapat menuntaskan.problem
kesehatan masyarakat secara menyeluruh, bahkan sebaliknya tantangan sektor
kesehatan cenderung semakin meningkat.

Transisi epidemiologis, yang di tandai dengan semakin berkembangnya


penyakit degeneratif dan penyakit tertentu yang belum dapat diatasi sepenuhnya
(seperti TBC, DHF dan malaria); hal ini merupakan sebagian tantangan kesehatan di
masa depan. Tantangan lainnya yang harus ditanggulangi antara lain adalah
meningkatnya masalah kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, masalah obatobatan;
dan perubahan dalam bidang ekonomi, kependudukan, pendidikan, sosial budaya;
dan dampak globalisasi yang akan memberikan pergaruh terhadap perkembangan
keadaan kesehatan masyarakat.

Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya menyerang
paru-paru namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini berbentuk batang
dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).
Penyakit ini dapat menyerang pada semua orang, baik anak-anak maunpun orang
dewasa. Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada orang lain, bakteri
Microbacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara
pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari paru-paru
ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas
(bronkus) atau menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya.
TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80%
dari semua penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan satusatunya
bentuk dari TB yang dapat menular. TB merupakan salah satu masalah kesehatan
penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan
jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB
di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia.

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru


dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun
2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia
produktif. Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari
2008, 2009, 2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC Indonesia mencapai 189 per
100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus kejadian TBC 128 per
100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus TBC berada di sekitar kita.

Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman


yang terdapat dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman tersebut dalam
udara serta yang dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan berada diudara
disekitar penderita TB. Untuk membatasi terjadinya penyakit TB paru pemerintah
mengupayakan strategi untuk menanggulanginya seperti dengan mencanangkan
program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) yang mana fokus utama
dari program ini adalah penemuan dan penyembuhan pasien, dengan prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular.

Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya upaya untuk
menambahkan pengetahuan pada masyarakat mengenai pemahaman anatomi sistem
respirasi yang terkait erat dengan penyakit TB paru, pengertian tentang, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan
penatalaksanaan (medis, keperawatan, diet) serta asuhan keperawatan bagi penderita
TB paru

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dan proses pengkajian komunitas dengan
masalah TB Paru.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi TB paru
2. Untuk mengetahui Etiologi TB Paru
3. Untuk mengetahui klasifikasi TB Paru
4. Untuk mengetahui Patofisiologi TB paru
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala TB paru
6. Untuk mengetahui cara penularan TB Paru
7. Untuk mengetahui Penegakan Diagnostik
8. Untuk mengetahui Pengobatan TB Paru
9. Untuk mengetahui Komplikasi TB Paru
10. Untuk mengetahui Pencegahan TB Paru
11. Untuk mengetahui Prognosis TB Paru
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
infeksi mycrobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. TB dapat menyebar dari
satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet, dahak pasien TB). Pasien
yang terinfeksi TB akan memproduksi droplet yang mengandung sejumlah basil
kuman TB ketika mereka batuk, bersin atau berbicara. Orang yang menghirup basil
kuman TB tersebut dapat menjadi terinfeksi TB. Bersama dengan malaria dan
HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen
global dalam MDG’s. (Kemenkes, 2015)
Tuberculosis adalah penyakit disebabkan mycobacterium tuberculosa yang
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi paling banyak adalah paru-
paru.

B. Etiologi

TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat


ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.Bakteria di
transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi inflamasi menghasilkan
eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa
(Smeltzer&Bare, 2015).Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai,
atau tempat lainnya.

Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuklei
tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena
bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).

Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk tertular virus
tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan
HIV).

c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.


d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik dan
ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara
yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.

C. Klasifikasi

TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161 yaitu:

a. Pembagian secara patologis


1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua
paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

2) Moderately advanced tuberculosis


Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan
halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih dari
sepertiga bagian 1 paru
3) Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberkulosis.
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik, dan
riwayat pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu
faktor determinan untuk menentukan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional

Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1) Dengan atau tanpa gejala klinik

2) BTA positif:

mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif


satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.

2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:

1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto


yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung).

D. Patofisologi
Bakteri juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tetapi jarang
sekali terjadi. Bila bakteri menetap di jaringan paru, akan tumbuh dan berkembang
biak dalam sitoplasma makrofag. Bakteri terbawa masuk ke organ lainnya. Bakteri
yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau efek efek primer. Sarang primer ini dapat terjadi di
bagian-bagian jaringan paru. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluran
getah bening hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limfadenitis hilus). Sarang primer, limfangitis local, limfadenitis regional
disebut sebagai kompleks primer (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh dengan meninggalkan
cacat atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon, ataupun bisa berkomplikasi dan
menyebar secara perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, secara bronkhogen
pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara limfogen, secara
hematogen, ke organ lainnya (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
E. Tanda dan Gejala

Gejala-gejala klinis yang muncul pada klien TBC paru adalah sebagai berikut :

1. Demam yang terjadi biasanya menyerupai demam pada influenza, terkadang


sampai 40-410 C.
2. Batuk terjadi karena iritasi bronchus, sifat batuk dimulai dari batuk non produktif
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif. Keadaan lanjut
dapat terjadi hemoptoe karena pecahnya pembuluh darah. Ini terjadi karena
kavitas, tapi dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus.
3. Sesak nafas terjadi pada kondisi lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru.
4. Nyeri dada timbul bila sudah terjadi infiltrasi ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5. Malaise dengan gejala yang dapat ditemukan adalah anorexia, berat
badanmenurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam hari (Soeparman, 1990;
Heitkemper, 2000).
F. Cara Penularan
1. Penyakit TBC menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan
pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
2. Bacteri bia masuk dan terkumpul dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itu infeksi TBC
menginfeksi hamper seluruh organ tubuh sesperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening.
3. Factor lain adalah kondisi rumah lembab karena cahaya matahari dan udara tidak
bersirkulasi dengan baik sehingga bakteri tuberculosis berkembang dengan baik
dan membahayakan orang yang tinggal didalam rumah.
G. Penegakan Diagnistic TB Paru
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, foto thoraks, uji tuberkulin, laboratorium, dan pemerikasaan
patologi anatomi (PA). Di Indonesia sebagai standar untuk penegakan diagnosis
tuberkulosis paru adalah pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis sangat
cocok dengan kondisi Puskesmas dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis paru
(Depkes RI, 2002). Oleh karena itu untuk deteksi kuman TBC digunakan pemeriksaan
mikroskopis dalam menetapkan diagnosis dan pengobatan.
H. Pengobatan Penatalaksanaan Medis

Pengobatan Tuberkulosis Paru mempunyai tujuan :

1. Menyembuhkan klien dengan gangguan seminimal mungkin;


2. Mencegah kematian klien yang sakit sangat berat
3. Mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait
4. Mencegah kambuhnya penyakit
5. Mencegah kuman TBC menjadi resisten
6. Melindungi keluarga dan masyarakat terhadap infeksi
(Crofton, Norman & Miller, 2002).
Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek selama enam
bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E), dan Streptomisin (Soeparman, 1990). Paduan obat anti tuberkulosis
tabel 1 adalah paduan yang digunakan dalam program nasional penanggulangan
tuberkulosis dan dikemas dalam bentuk paket kombipak (Depkes RI, 2002). Paduan
pengobatan terbaru dengan menggunakan FDCs (Fix Dose Combinations) yaitu
kombinasi dari obat anti tuberkulosis dalam satu kemasan (WHO, 2002)
Paduan Obat
Kategori Tahap Intensif Tahap lanjutan Untuk Klien TUberculosis
I 2HRZE 4H3R3 TBC Paru baru BTA (+)
TBC Paru BTA (-) Ro (+)
dengan kerusakan jaringan
paru yang luas
TBC ekstra paru sakit berat
II 2HRZES atau 5H3R3E3
TBC paru BTA (+), kambuh
1HRZE
TBC paru BTA (+), gagal
TBC paru BTA (+),
pengobatan ulang karena lalai
berobat

III 2HRZ 4H3R3 TBC paru BTA (-) Ro (+)


TBC ekstra paru

Keterangan :

H : INH; R : Rifampicin; E : Etambutol; Z : Pirasinamid; S : Streptomisin

(Depkes, RI, 2002)

Angka yang berada di depan menunjukkan lamanya minum obat dalam


bulan, sedangkan angka di belakang huruf menunjukkan berapa kali dalam seminggu
obat tersebut diminum. Sebagai contoh 2HRZ artinya INH, Rifampicin dan
Pirasinamid diminum dalam jangka waktu 2 bulan dan minumnya setiap hari. 4H3R3
artinya INH, Rifampicin diminum selama 4 bulan dan diminum 3 kali dalam
seminggu (Depkes RI, 2002).

Efek samping yang ditimbulkan dari obat-obat tersebut adalah : INH :


Hepatotoksik. Rifampicin dapat terjadi sindrom flu dan hepatotoksik. Pada
Streptomisin dapat mengakibatkan nefrotoksik, gangguan nervus VIII cranial.
Pirazinamid dapat mengakibatkan hepatotoksik dan hiperurisemia. Etambutol dapat
mengakibatkan neurosis optika, nefrotoksik, skin rash atau dermatitis. Efek samping
dari obat anti tuberkulosis yang tersering terjadi pada klien adalah pusing, mual,
muntah-muntah, gatal-gatal, mata kabur dan nyeri otot atau tulang (Depkes RI,
2002). Agar pengobatan berhasil, efek samping dapat terdeteksi secara dini dan dapat
segera dirujuk ke fasilitas pelayanan terdekat, maka diperlukan pengawas minum
obat karena ketidakteraturan minum obat dapat menyebabkan resistensi terhadap
obat.

Upaya untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi tuberkulosis paru


dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya 2 macam obat yang bakterisid.
Dengan memakai obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena
jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih, dan pola resistensi
yang terbanyak ditemukan ialah INH (Soeparman, 1990; Depkes RI, 2001). Peran
perawat komunitas untuk menghindari terjadinya resistensi obat adalah dengan selalu
memantau pengobatan dengan kunjungan rumah dan memberikan penyuluhan akibat
ketidakteraturan minum obat.

Selain menggunakan OATS ada metode lain yang dapat digunakan yaitu:
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Adalah nama suatu strategi yang
dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan
menyembuhkan pasien TB paru. Strategi ini terdiri dari lima komponen yaitu:

1. Dukungan politik para pemimpin disetiap jenjang sehongga program ini menjadi
salah satu prioritas dan pendanaan oun akan tersedia.
2. Mikroskop sebagai komponene utama untuk mendiagnosa TB paru melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif.
3. Pengawasan minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik
oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum
obat seluruh obatnya sehngga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum
seluruh obat dan diharapkan keswembuhan pada akhir masa pengobatannya
4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sistem
surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
Panduan obat anti TB paru jangka pendek yang benar, termasuk dosis, dan jangka
waktu yang tepat sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.

I. Komplikasi

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :

1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
J. Pencegahan
1. Vaksinasi BCG
Pembrian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberculosis yang virulen. Imunitas timbul enam sampai delapan minggu setelah
pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin
terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbukan
komplikasi yang berat.

2. Mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal dengan sedapat


mungkin menghindarkan faktor-faktor yang dapat melemahkan seperti
kortikosteroid dan kurang gizi.
3. Menghindari kontak dengan penderita aktif TB
4. Menggunakan obat obatan sebagai langkah pencegahan pada kasus beresiko
tinggi.
5. Menjaga stándar hidup yang baik, kasus baru dan pasien yang berpotensi tertular
interprestasi melalui penggunaan dan interprestasi tes kulit tuberculin yang tepat
imunisasi BCG.
K. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas


penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru


a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang
(gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks
dan lain-lain.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Pengkajian
1. Inti Komunitas
a. History

Histori merupakan suatu gambaran terkait sejarah yang berkaitan dengan


kondisi perkembangan suatu wilayah tertentu yang mencakup semua
komponen yang terdapat dalam wilayah tersebut termasuk di dalamnya adalah
perbatasan wilayah.

b. Demographic

Demografi berasal dari kata demos yang berarti rakyat atau penduduk
dan grafein yang berarti menulia. Jadi, demografi adalah tulisan-tulisan atau
karangan-karangan mengenai penduduk.(Mubarak Wahit dan Nurul Chayatin
2009).

Menurut A. Guillard (1985), demografi adalah elements de statistique humaine


on demographic compares. Defenisi demografi antara lain.

1) Demografi merupakan studi ilmiah yang menyangkut masalah


kependudukan, terutama dalam kaitannya dengan jumlah, struktur dan
perkembangan suatu penduduk.
2) Demografi merupakan studi statistik dan matematis tentang besar,
komposisi, dan distribusi penduduk, serta peruban-perubahannya
sepanjang masa melalui komponen demografi, yaitu kelahiran, kematian,
perkawinan, dan mobilitas sosial.
3) Demografi merupakan studi tentang jumlah, penyebaran teritorial dan
komponen penduduk, serta perubahan-perubahan dan sebab-sebabnya.
c. Etnicthic

Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok


tertentu (kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang
mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya kepada
generasi berikutnya. Etnik berbeda dengan ras. Ras merupakan sistim
pengklasifikasian manusia berdasarkan karakteristik visik, pegmentasi, bentuk
tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh, dan bentuk kepala. Sedangkan budaya
merupakan keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau yang diajarkan
manusia kepada generasi berikutnya. (Efendi ferry dan Makhfudli ,2009).

d. Values and beliefs

Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenal


apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai budaya adalah
sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya baik atau
buruk. Sedangkan, norma budaya adalah aturan sosial atau patokan perilaku
yang dianggap pantas. Norma budaya merupakan sesuatu kaidah yang
memiliki sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Nilai dan
norma yang diyakini oleh individu tampak di dalam masyarakat sebagai gaya
hidup sehari-hari. (Efendi ferry dan Makhfudli ,2009).

2. Sub Sistem
a. Lingkungan Fisik

Perumahan : rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi, dan


kepadatan.

b. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan


atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi

c. Ekonomi

Tingkat social ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah sesuai dengan


upah minimum regional (UMR), dibawah UMR atau diatas UMR sehingga
upaya kesehatan yang diberikan dapat terjangkau, misalnya anjuaran untuk
konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.

d. Transportasi dan Keamanan

Keamanan dan keselamatan lingkungan tempat tinggal : apakah tidak


menimbulkan stress.

e. Politik dan Pemerintahan


Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan : apakah cukup
menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan
diberbagai bidang termasuk kesehatan.

f. Komunikasi

Sarana komunikasi apa saja yang dimanfaatkan di komuitas tersebut untuk


meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi misalnya televisi,
radio, koran atau leaf let yang diberikan kepada komunitas.

g. Education

Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meingkatkan


pengetahuan?

h. Rekreasi

Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka dan apakah biayanya


terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan
komunitas untuk megurangi stress. ( R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010 ).

B. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, maka
kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang mengancam
masyarakat dan seberapa berat reaksi yang imbul pada masyarakat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disusun diagnose keperawatan komunitas
dimana terdiri dari : masalah kesehatan, karakteristik populasi, dan karakteristik
lingkungan. ( R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010 ).

C. Rencana Keperawatan

Tahap kedua dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa


yang harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap perencanaan adalah
menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang telah
ditetapkan sesuai dengan diagnose keperawatan. Dalam menentukan tahap
berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada 2 faktor yang
mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat
masalah dan sumber atau potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang
tersedia.

Dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan


sebagai berikut :

a. Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan cara
untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari dan bekerjasama dengan
masyarakat.

b. Tahap pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk menumbuhkan
kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat. Kelompok kerja kesehatan
(Pokjakes) adalah suatu wadah kegiatan yang dibentuk oleh masyarakat secara
bergotong royong untuk menolong diri mereka sendiri dalam mengenal dan
memecahkan masalah atau kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan,
meningkatkan kemampuan masyarakat berperan serta dalam pembangunan
kesehatan di wilayahya.

c. Tahap pendidikan dan latihan


1) Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
2) Melakukan pengkajian
3) Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose keperawatan 4)
Melatih kader
5) Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga, dan masyarakat

d. Tahap formasi dan kepemimpinan


e. Tahap koordinasi intersektoral
f. Tahap ahkir
Dengan melakukan supervise atau kunjungan bertahap untuk mengevaluasi serta
memberikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja kesehatan
lebih lanjut. Untuk lebih singkatnya perencanaan dapat diperoleh dengan tahapan
sebagai berikut :

1) Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi


2) Demonstrasi pengolahan dan pemilihan yang baik
3) Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium
4) Bekerja dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan lingkungan atau
komunitas bila stressor dari lingkungan.
5) Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan

D. Implementasi

Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi masalah
kesehatan dan keperawat yang dihadapi. Hal-hal yang yang perlu dipertimbangkan
dalam pelaksaan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat adalah:

a. Melaksanakan kerja sama lintas program dan linytas sektoral dengan instansi
terkait
b. Mengikut sertakan partisipasi aktif individu, keluarga, masyarakat dan kelompok
dan kelompok masyarakat dalam menghatasi masalah kesehatannya.
c. Memanfaatkan potensi dan sumbar daya yang ada di masyarakat
Level pencagahan dalam pelaksanaan praktek keperawatan komunitas terdiri atas:

1) Pencegahan primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsian dan
diaplikasikannya kedalam populasi sehat pada umumnya dan perlindungan
khusus terhadap penyakit
2) Pencegahan sekunder
Pencagahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi yang tepat
untuk menghambat proses patologis, sehingga memperpendek waktu sakit dan
tingkatb keparahan.

3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau terjadi ketidak mampuan
sambil stabil atau menetap, atau tidak dapat diperbaiki sama sekali.
Rehabilitasi sebagai pencegahan primer lebih dari upaya penghambat proses
penyakit sendiri, yaitu mengembalikan individu pada tingkat berfungsi yang
optoimal dari ketidak mampuannya.
E. Evaluasi

Evaluasi di dilakukan atas respons komunitas terhadap program kesehatan.


Hal-hal yang dievaluasi adalah masukan (input),pelaksanaan (proses),dan akhir
akhir (output).

Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun semula .Ada 4 deminsi yang perlu
dipertimbangkan dalam melaksanakan penilaian ,yaitu :Daya guna ,hasil guna ,
kelayakan ,kecukupan

Adapun dalam evaluasi difokuskan dalam :

a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan pelaksanaan


b. Perkembangan atau kemajuan proses
c. Efensiensi biaya
d. Efektifitas kerja
e. Dampak : apakah status kesehatan meningkat/ menurun , dalam rangka waktu
berapa ?
Perubahan ini dapat diamati seperti gambar dibawah ini :

Keterangan:

= peran dari masyarakat

= Peran perawat

Pada gambar diatas dapat dijelaskan alih peran untuk mendirikan klien dalam
menanggulangi masalah kesehatan ,pada awalnya peran perawat lebih beser dari
pada klien dan berangsur-angsur peran klien lebih besar dari pada perawat.
Tujuan akhir perawat komunitas adalah kemandirian keluarga yang terkait
lima tugas kesehatan yaitu :mengenal masalah kesehatan ,mengambil keputusan
tindakan kesehatan ,merawat anggota keluarga ,menciptakan lingkungan yang
dapat mendukung upaya peningkatan kesehatan keluarga serta menfaatkan fasilitas
pelayanaan kesehatan yang tersedia ,sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
pemecahan masalah keperawatan yaitu melalui proses keperawatan .
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN TB PARU

Asuhan keperawatan yang dilakukan di wilayah Kab. Semarang kelurahan Kalongan,


Kecamatan Ungaran Timur menggunakan pendekatan proses keperawatan community as
partner yang meliputi pengkajian status kesehatan masyarakat, perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pemberian asuhan keperawatan
melibatakan kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, pimpinan wilayah tersebut.

A. PENGKAJIAN

Data inti komunitas meliputi

1. Data Geografi

a. Lokasi
Propinsi : Jawa Tengah

Kabupaten / kotamadya : Kab. Semarang

Kecamatan : Ungaran Timur

Kelurahan : Kalongan

b. Luas Wilayah : ±1700m2


c. Keadaan tanah menurut pemanfaatannya
Semua tanah digunakan untuk pemukiman

2. Data Demograsi penduduk : 529 jiwa


a. Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Bilalang 2 %


1 Laki-laki 258 49
2 Perempuan 271 51
Total 529 100
Berdasarkan tabel diatas distribusi jenis kelamin, menunjukan bahwa
sebagian besar penduduk berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 271
orang (51%), dan laki-laki 258 0rang ( 49%). Hal ini dikarenakan banyak laki-
laki yang bekerja diluar daerah.
b. Berdasarkan kelompok usia

No Umur/ tahun Jumlah %


1 Bayi / balita (0-5) 19 4
2 Anak – anak 60 11
3 Remaja 69 13
4 Dewasa 343 65
5 Lansia 38 7
Total 529 100

Berdasarkan tabel distribusi umur, menunjukkan bahwa kelompok


umur tertinggi yaitu dewasa berjumlah 343 orang (65%) , sedangkan
kelompok umur yang terendah adalah kelompok umur 0-5 tahun berjumlah 19
orang (4%).

3. Etnicity

Distribusi keluarga berdasarkan ethnicity atau suku

No Suku Jumlah %
1 Jawa 478 90.
2 Sunda 34 6.42
35
3 Madura 17 23.21
Total 529 100

Berdasarkan hasil wawancara masyarakat sidomulyo menunjukkan bahwa


suku Jawa 478 orang (90.35%), Sunda 34 orang (6.42%), Madura 17 orang
(3.21%)

4. Berdasarkan Agama

Distribusi penduduk berdasarkan agama


No Agama Jumlah %
1 Islam 465 88
2 Kristen 35 7
3 Katolik 29 5
4 Hindu 0 0
5 Budha 0 0
Total 529 100

Berdasarkan hasil wawancara penduduk berdasarkan agama, menunjukkan


bahwa yang beragama islam yaitu 465 orang (88%) sedangkan yang beragama
katolik 29 orang (5%), Kristen 35 0rang (7%) , hindu, budha tidak ada.
5. Pendidikan
No Pendidikan Frekuensi Persen
%
1 Tidak tamat SD 80 15
2 SD 180 34
3 SMP 100 19
4 SMA 115 22
5 Tamat D1,D2,D3 10 1,8
6 Tamat S1 24 4,5
7 >S1 1 0,1
8 Belum sekolah 19 3,5
Total 529 100

Berdasarkan table distribusi tingkat pendidikan terakhir diketahui bahwa


tingkat pendidikan terakhir tertinggi yaitu SD sebanyak 180 orang (32%), sedangkan
yang terendah yaitu >S1 sebanyak 1 orang (0,1%).

DS= dari hasil wawancara ternyata warga masyarakat belum pernah mendapatkan
informasi tentang penyakit TB paru baik dari tenaga kesehatan maupun melalui
leaflet. Pada daerah tersebut belum pernah diadakan penyuluhan kesehatan tentang
penyakit TB Paru.

5. Data Status Kesehatan


a. Kesehatan ibu dan anak
Jumlah ibu hamil : 3 orang

1) Pemeriksaan kehamilan
Teratur : 3 orang (100%)

Tidak teratur : 0 orang (0%)

 Kelengkapan imunisasi TT
Lengkap : 18 orang ( 94,74%)

Belum lengkap : 1 orang (5,26 %)

Jumlah balita : 19 orang

 Pemeriksaan balita ke posyandu/puskesmas


Teratur :16 orang (84,2 %)

Tidak teratur : 3 orang (15,8 %)


 Kelengkapan imunisasi sesuai usia balita
Lengkap : 16 orang (84,2%)

Belum lengkap : 3 orang (15,8 %)

DS: Hasil wawancara dengan orang tua balita menyatakan imunisasi


anaknya belum lengkap (pada usia yang seharusnya sudah lengkap) dan
tidak teratur karena takut dengan efek imunisasi yaitu demam dan merasa
rumit untuk mengurus semuanya

 Status gizi balita berdasark KMS


Garis hijau : 10orang (52,6 %)

Garis kuning : 9 orang (47,3 %)

Garis merah : - orang (0%)

DS=Dari hasil wawancara dengan orang tua balita , mengatakan tidak ada
balita yang pernah berada di garis merah pada status gizinya

b. Keluarga berencana
2) Jumlah PUS : 69 orang
3) Keikutsertaan PUS pada program KB
Ikut program KB : 48 orang (69,5%)

Belum ikut program KB : 21 orang (30,4%)

4) Jenis kontrasepsi yang diikuti


IUD : 1 orang (1,4%)

PIL : 7 orang (10,1%)

Kondom : 6 orang (8,7%)

Suntik : 34 orang (49,3%)

Tdak KB : 21 orang (30,4%)

DS= dari hasil wawancara dengan warga, mayoritas dari PUS tidak ikut
KB karena takut dengn efek/dampak dari kontrasepsi itu sendiri. Alasan
lain karena ingin memiliki anak lagi, serta malas melakukn KB karena
merasa rumit

DO= Dari jumlah PUS tersebut 67 % kurang mengerti tentang KB dan


33 % cukup mengerti tentang KB

c. Kesehatan remaja
1) Jumlah penduduk remaja : 69 orang (13
%) 2) Jenis kegiatan penduduk remaja mengisi waktu luang
Kumpul-kumpul : 34 orang ( 49,3 %)
Kursus : 2 orang ( 2,9 %)

Olahraga : 15 orang ( 21,7%)

Remaja masjid/gereja : 8 orang (11,6 %)

Lain-lain { di rumah } : 10 orang ( 14,5 %)

d. Kesehatan lansia
1) Jumlah penduduk lansia :38 orang (2,07 %) 2)
Keadaan kesehatan lansia
Ada masalah : 17orang (44,7%)

HT,Gout Atritis,Jantung,

RPD : Strok,Paru-Paru

Tidak ada masalah :21orang (55,26%)

e. Distribusi penyakit di masyarakat


1) TB Paru : 23 orang (43,5%)
2) ISPA : 5 orang (11,3%)
3) Hipertensi : 21 orang (47,7%)
4) DM : 8 orang
(18,18%)
5) Asma : 2 orang (4,5%)
6) Vertigo : 1 orang (2,27%)
7) Gastritis : 2 orang (4,5%)
8) Otot Dan Tulang : 11 orang (25%)
9) Hipotensi : 1 Orang (2,27%)
10) Faringitis : 1 Orang (2,27%)
11) Batu Ginjal : 2 orang (4,5%)
DS: Masyarakat yang menderita TB Paru tidak memeriksakan / mengontrol
kesehatannya ke puskesmas. Dan bahkan mereka tidak rutin mengambil obat
TB ke Puskesmas sehingga sebagian warga banyak yang mengalami putus
obat dan kambuh akibat pengobatan yang tidak tuntas atau juga karena bosan/
lupa tidak minum obat TB akibat kesibukan kerja. Mayoritas masyarakat tidak
tahu tentang perawatan TB Paru sehingga mereka kadang-kadang meludah/
berdahak di sembarang tempat (kadang di got, di jalan umum), Tidak ada
pengkhususan alat tenun dan alat makan antara penderita dengan orang yang
sehat.

D0: Warga yang memiliki pengetahuan tentang TB paru sebanyak 43%

Warga yang tidak memilki cukup pengetahuan TB paru sebanyak 57%

Data Subsystem meliputi

1. Lingkungan Fisik
a. Sumber air dan air minum
Penyediaan air bersih

 PAM : 136 KK(99,3%)


 Sumur : 1 KK(0,7%)
Penyediaan air minum
 PAM : 75 KK(54,7%)
 Aqua : 62 KK(45,3%)
Pemanfaatan air minum
 PAM : 75KK (54,7%)
 Air minum steril : 62 KK (45,3%)
Pengelolaan air minum
 Selalu dimasak : 118 KK (86,1%)
 Kadang dimasak dimasak :14 KK (10,2%)
 Tidak pernah dimasak : 5 KK (3,6%)
b. Saluran pembuangan air/ sampah
1) Kebiasaan membuang sampah
Diangkut petugas : 137 KK (100%)

2) Pembuangan air limbah


Got :137 KK (100%)

3) Keadaan pembuangan air limbah


a) Meluber kemana – mana : 1 KK (0,73%)
b) Lancar : 136 KK (99,27%)
c. Kandang ternak
a) Kepemilikan kandang ternak
 Ya : 7 KK (5,1%)
 Tidak : 130 KK (94,9%)
b) Letak kandang ternak
 Diluar rumah : 7 KK (100%)
d. Jamban
a) Kepemilikan jamban
 Memiliki jamban : 137 KK (100%)
b) Macam jamban yang dimiliki
 Septi tank :129 KK (94,2%)
 Sumur cemplung :8 KK(5,9%)
c) Keadaan jamban
 Bersih : 132 KK (96,4%)
 Kotor : 5 KK (3,6%)
DS: sebagian warga membersihkan jambannya tiap seminggu sekali 4 kali Bila
tidak mempunyai jamban berak di rumah

a) WC umum : -KK
(%)
b) Jamban tetangga : -KK
(%)
c) Sungai : -KK
(%)
d) Sawah : -KK
(%)
e. Keadaan rumah
Type rumah
c) Type A (tembok) : 134 KK (97,8%)
d) Type B ( ½ tembok) : 3 KK (2,2%)
4) Status rumah
a) MIlik Rumah sendiri : 135 KK (98,5%)
b) Kontrak : 2 KK (1,5%)
5) Lantai Rumah
Tegel / semen : 137 KK (100%)

6) Ventilasi
a) Ada : 90 KK (65,69%)
b) Tidak ada : 47 KK (34,31%)

DS=hasil wawancara menunjukan bahwa sebanyak 60 % dari warga yang


memiliki ventilasi, tidak pernah membuka jendela nya

5) Luas kamar tidur

a) Memenuhi syarat :115 KK (83,9%)


b) Tidak memenuhi syarat :22 KK (16,1%)
6) Penerangan rumah oleh matahari

a) Baik : 70 KK (51,1%)
b) Cukup : 23 KK (16,79%)
c) Kurang : 44 KK (32,10%)
DO= hasil survey menunjukan bahwa sekitar 32% rumah warga
kurang pencahayaan sehingga tampak gelap dn ruangan di dalam
rumah tampak gelap

7) Halaman rumah

a) Kepemilikan pekarangan
1. Memiliki : 18 KK(13,1%)
2. Tidak memiliki : 119 KK(86,9%)
b) Pemanfaatan pekarangan
Ya : 18 KK(100%)

c) Jenis pemanfaatan pekarangan rumah


Tanaman : 18 KK(100%)

d) Keadaan pekarangan
Bersih :18 KK (100%)
3. Fasilitas Umum Dan Kesehatan

a. Fasilitas umum
1) Sarana Pendidikan Formal

a) jumlah TK : 1 Buah
b) Jumlah SD/sederajat : 1 Buah
c) Jumlah SLTP/sederajat : 1 Buah
d) Jumlah SMU/sederajat : - Buah

e) Jumlah PT/sederajat :- Buah

b. Fasilitas kegiatan kelompok

1) Karang taruna : 1 Kelompok

2) Pengajian : 1 Kelompok

3) Ceramah Agama : 2 X/Bulan

4) PKK : 2 X / Bulan

c. Sarana ibadah

1) Jumlah masjid :2 Buah

2) Mushola :1 Buah

3) Gereja : 1 Buah

4) Pura/vihara : - Buah

d. Sarana olahraga

1) Lapangan sepak bola : 1 Buah

2) Lapangan bola voli : - Buah

3) Lapangan bulu tangkis : - Buah

4) Lain-lain : - Buah

f. Fasilitas kesehatan
Jenis fasilitas kesehatan

1) Puskesmas pembantu :1 buah

Jarak dari desa : 1 Km

Puskesmas : - Buah

Jarak dari desa : - Km

Rumah sakit : - buah

Jarak dari desa : - Km

Praktek Dokter Swasta : - Buah

Praktek Bidan : 1 Buah

Praktek Kesehtan Lain : - Buah

Tukang gigi : - Buah

2) Pemanfaatan fasilitas kesehatan

Puskesmas pembantu :1 Buah

Puskesmas :Buah

Rumah Sakit :Buah

Praktek Dokterwasta :Buah

Praktek Bidan :Buah

Praktek Kesehtan Lain :Buah

Tukang Gigi :Buah

3. Sosial ekonomi
a. Karakteristik pekerjaan 1)
Jenis pekerjaan
a) PNS / ABRI : 9 jiwa (4,1%)

b) Pegawai swasta : 28 jiwa (12,8%)

c) Wiraswasta : 17 jiwa (7,8%)


d) Buruh tani/ pabrik : 162 jiwa
(74,3%)
e) Pensiun : 2 jiwa (0,9%)

2) Status pekerjaan penduduk > 18 tahun < 65 tahun

a) Penduduk bekerja : 218 jiwa (52,9%)

b) Penduduk tidak bekerja : 194 jiwa


(47,08%)
3) Pusat kegiatan ekonomi

a) pasar tradisional : -buah

b) Pasar swalayan : - buah

c) Pasar kelontong : - buah

4) Penghasilan rata – rata perbulan


a) < dari 450.000/bulan :7 KK(4,8%)
b) Rp450.000-Rp 600.000 :28 KK(19,0%)
c) Rp 600.000-Rp 800.000 :60 KK(40,8%)
d) >Rp 800.000/bulan :52 KK(35,4%)
5) Pengeluaran rata – rata perbulan
a) Rp150.000-Rp 300.000 :6 KK(4,5%)

b) 300.000-500.000 :23 KK(17,3%)

c) >Rp 500.000/bulan :104 KK(78,2%)

b. Kepemilikian industry
Ada
c. Jenis industri kecil Makanan

4. Keamanan dan transportrasi


a. Keamanan
1) Sarana keamanan
a) Poskamling : 1 Buah
b) Pemadam Kebakaran : Buah
c) Instansi Polisi : Buah
b. Transportasi
1) Fasilitas Tranportasi
a) Jalan raya :500 m
b) Jalan tol :-m
c) Jalan setapak : 300 m
2) Alat transportasi yang dimiliki
a) Tidak Punya : 13jiwa (9%)
b) Sepeda Pancal : 31 Jiwa (21,7%)
c) Mobil : 10 Jiwa (6,9%)
d) Sepeda Motor : 85 Jiwa (59,4 % )
e) Becak : 4 Jiwa (2,8%)
3) Penggunaan sarana transportasi oleh masyarakat
a) Angkutan / kendaraan umum : 13 jiwa (9,5%)
b) Kendaraan pribadi : 124 jiwa (90,5%)

5. Politik dan Pemerintahan


a. Stuktur organisasi pemerintahan
Ada

b. Kelompok pelayanan kepada masyarakat ( PKK, karang taruna, panti,

LKMD, posyandu)

Ada

c. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan


Ada

d. Peran serta partai politik dalam pelayanan kesehatan Tidak ada

6. Komunikasi
a. Fasilitas komunikasi yang ada di masyarakat
1) Radio : 54 jiwa (39,4%)
2) TV : 129 jiwa (94,2%)
3) Telepon :137 jiwa (100%)
4) Majalah / Koran : 31 jiwa (22,6%)
b. Teknik penyampaian komunikasi kepada masyarakat
Papan pengumuman (100%)

7. Rekreasi
a. Tempat Wisata Alam :- Buah
b. Kolam Renang :- Buah

c. Taman Kota :-
Buah
d. Bioskop :-
Buah
NO DATA ANALISA PROBLEM

1 DS:
Dari hasil wawancara dengan Kurang pengetahuan Manajemen Penyakit
warga: tentang perawatan TB Paru
1. Mayoritas masyarakat yang penyakit TB Paru
menderita Tb Paru tidak
memeriksakan / mengontrol
kesehatannya di Puskesmas
2. Masyarakat tidak rutin
mengambil obat TB Par uke
Puskesmas
3. Masyarakat banyak yang
mengalami putus obat dan
kambuh akibat pengobatan
yang tidak tuntas atau karena
bosan / lupa minum obat TB
akibat kesibukan kerja
4. Masyarakat yang memiliki
ventilasi tidak pernah
membuka jendelanya
5. Masyarakat belum pernah
mendapatkan informasi
tentang penyakit TB Paru baik
dari tenaga kesehatan atau
melalui leaflet
6. Masyarakat belum pernah di
adakan penyuluhan tentang
penyakit TB Paru

DO:

1. Warga yang memiliki


pengetahuan sedikit tentang
TB Paru sebanyak 43%
sedangkan yang tidak
memiliki pengetahuan
sebanyak 57%
2. Penerangan rumah oleh
matahari yang kurang (rumah
tampakk gelap) sebanyak
sebanyak 44 KK (32%)
3. Hanya terdapat 1 Puskesmas
pembantu

3 DS: Cemas Resiko penularan TB


Dari hasil wawancara dengan Paru
warga
a. Masyarakat tidak tahu tentang
Perawatan TB Paru sehingga
mereka kadang-kadang
meludah/ berdahak di
sembarangan tempat (di got, di
jalan umum)
b. Tidak ada pemisahan alat
makan antar penderita denga
orang yang sehat

DO:

1. Jumlah penderita TB Paru


sebanyak 23 orang (43.5%)
2. Jumlah penderita TB Paru
sebanyak 23 orang (43.5%)
3. Pendidikan warga yang lulus
SD sebanyak 180 KK (47.2%)
4. Warga yang tidak bersekolah
sebanyak 24 KK (6.3%)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang


penyakit TB Paru
2. Cemas berhubungan dengan Resiko penularan penyakit TB paru

C. Penapisan Masalah

Masalah Perhatian Poin Tingkat Kemungkinan Skor


Kesehatan Masyarakat Prevalensi bahaya untuk dikelola

4 3 4 3 14
Kurang pengetahuan
tentang perawatan
penyakit TB Paru

Cemas 4 4 4 3 15

D. Perencanaan

Diagnosa Perencanaan

Tujuan Kriteria Hasil Perencanaan


Dx. 1 Setelah □ Pasien dan keluarga Observasi
Defisit pengetahuan dilakukan secara verbal dapat
adalah defisit tindakan memahami tentang □ Identifikasi pengetahuan pasien dan keluarga
pengetahuan adalah keperawatan penyakit, prognosa □ Identifikasi kemungkinan penyebab
ketiadaan atau selama 3 x 24 dan kebutuhan ketidaktahuan
kurangnya jam pengobatan Terapeutik
informasi koqnitif tingkat □ Pasien dan keluarga
yang berkaitan □ Berikan kesempatan kepada pasien dan
pengetahuan kooperatif dalam
dengan topik meningkat menjalani program keluarga untuk bertanya
tertentu b.d : perawatan □ Berikan gambaran tanda dan gejala yang biasa
Ditandai dengan : □ Pasien dan keluarga muncul dengan cara yang tepat
mampu melaksanakan □ Diskusikan pilihan perawatan dengan cara
 Kurang terpapar
prosedur yang yang tepat
informasi dijelaskan secara □ Libatkan keluarga dan pasien dalam proses
benar perawatan
□ Pasien dan keluarga Edukasi
mampu menjelaskan
kembali apa yang □ Jelaskan tentang rencana perawatan yang akan
telah disampaikan dilakukan
oleh perawat/tim □ Berikan leaflet tentang penyuluhan yang akan
kesehatan lain diberikan
Kolaborasi
□ Kolaborasi dengan Puskesmas untuk
memberikan penyuluhan berkala
Dx. 2 Setelah □ Gelisah menurun Observasi
Ansietas adalah dilakukan □ Perilaku tegang □ Identifikasi tingkat ansietas pasien
Kondisi emosi dan tindakan menurun □ Identifikasi faktor penyebab dan faktor yang
pengalaman keperawatan mempengaruhi ansietas
subyektif individu selama 1 x 24 Terapeutik
terhadap objek jam ansietas □ Ciptakan lingkungan yang tenang dan kurangi
yang tidak jelas menurun kebisingan
dan spesifik akibat □ Pahami situasi yang membuat ansietas
antisipasi bahaya Edukasi
yang □ Beri penjelasan tentang perawatan TB Paru
memungkinkan Kolaborasi
individu melakukan □ Kolaborasi dengan Puskesmas untuk
tindakan untuk memberikan penyuluhan berkala
menghadapi
ancaman b.d:
□ Kurang terpapar
informasi
DAFTAR PUSTAKA

Efendi Ferry, Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Salemba


Medika : Jakarta

Fallen R., Dwi Budi R. (2010). Keperawatan Kommunitas. Nuha Medika :

Yogyakarta

Mubarak

Faisalado Candra widyanto (2014) Keperawatan komunitas dengan pendekatan


praktis Nuha medika : Yogyakarta

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai