Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TENTANG TUBERKOLOSIS PARU

Di Susun Oleh :

Kurniawan 161211212

Moh Fajri 161211258

Muda Reski 161211215

Satria Akbar 161211233

Dosen Pembimbing :

Ns.NURLENY.M.Kep

STIkes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan tanggung jawab bersama dari setiap
individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Perilaku masyarakat adalah perilaku
proakftif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat melalui usaha kesehatan yang bersifat promotif, preventif yang
didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif diharapkan dapat mengurangi angka
morbiditas, mortalitas dan kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009).
Masalah kesehatan yang semakin kompleks, menuntut asuhan keperawatan
keluarga pada setiap keluarga dan pada berbagai tingkat usia yang membutuhkan bantuan
perawatan kesehatan. Keluarga merupakan sebagai sebuah sistem sosial kecil yang
terbuka yang terdiri atas suatu rangkaian bagian yang sangat saling bergantung dan
dipengaruhi baik oleh struktur internal maupun lingkungan eksternalnya. (Dunphy,
2011). Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan pasien TB Paru
dengan cara selalu mengingatkan penderita agar makan obat. Dan diperlukan untuk
mendorong pasien TB Paru dengan menunjukkan kepedulian, simpati dan merawat
pasien. Serta dukungan keluarga yang melibatkan keprihatinan emosional, bantuan dan
penegasan akan membuat pasien TB Paru tidak kesepian dalam menghadapi situasi serta
dukungan keluarga dapat memberdayakan pasien TB Paru selama masa pengobatan
dengan mendukung terus menerus, seperti mengingatkan pasien untuk mengambil obat-
obatan dan menjadi peka terhadap penderita TB Paru jika mereka mengalami efek
samping dari obat TB (Zahara, 2017).
Tuberkulosis (TB) paru termasuk salah satu penyakit infeksi menular yang masih
menjadi masalah kesehatan di dunia. Menurut laporan WHO pada tahun 2013, angka
kejadian TB paru di Amerika sebanyak 330.000 kasus, Afrika sebanyak 2.800.000 kasus,
Eropa sebanyak 560.000 kasus, dan Asia tenggara 5.500.000 kasus. Jumlah pasien TB
paru di Indonesia merupakan kelima terbanyak di dunia setelah India, Cina, Afrika
Selatan, dan Nigeria dengan jumlah pasien sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB paru
di dunia.
Kepatuhan pasien dalam pengobatan TB Paru sangat berarti bahwa dunia berada
di trek untuk mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) untuk
membalikkan penyebaran TB pada tahun 2015 dan angka kematian yang disebabkan oleh
TB Paru menurun 45% dan diperkirakan sekitar 22 juta jiwa di dunia diselamatkan oleh
program tersebut (WHO, 2018).
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Penanggulangan TB Paru di Indonesia
mengalami banyak kemajuan, bahkan hampir mendekati target MDGs karena prevalensi
penderita TB Paru di Indonesia menunjukkan angka keberhasilan pengobatan dengan
penggunaan DOTS dan strategi stop TB. Persentase untuk keberhasilan pengobatan
tersebut dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 yaitu, tahun 2003 (87%), tahun 2004
(90%), tahun 2005 sampai 2013 semuanya sama (91%) dengan prevalensi beban TB Paru
297 kasus per 100.000 populasi penduduk Indonesia. Secara keseluruhan kasus TB di
Indonesia saat ini sebanyak 331.424 kasus.
Sedangkan menurut Riskesdas (2018), prevalensi penduduk Indonesia yang
didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun 2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%). Lima
provinsi dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat, Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten,
dan Papua Barat. Penduduk yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan, 44,4 persen
diobati dengan obat program. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan
TB, yaitu resisten obat (multi drug resistance/ MDR).
Berdasarkan uraian diatas bahwa angka kematian dan kesakitan TB paru yang
masih tinggi maka dibutuhkan peran perawat sebagai edukator, advokat, kordinator,
kolaborator, dan fasilitator. Perawat yang merupakan salah satu tim kesehatan di garis
depan mempunyai andil yang cukup besar dalam pelaksanaan penyakit ini. Dan upaya-
upaya pelayanan kesehatan medis seperti promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Upaya promotif dilakukan dengan cara memberikan informasi yang menyeluruh tentang
Tb Paru, meliputi pengertian, tanda gejala, pencegahan, komplikasi, perawatan di rumah.
Upaya preventif dengan cara mengenalkan pada masyarakat tentang pola hidup yang
beresiko, seperti memakai masker apabila kontak dengan penderita TB Paru, merokok,
batuk-batuk yang tak kunjung diobati, lebih dan kurangnya olah raga serta memelihara
lingkungan yang bersih dan sehat. Upaya kuratif perawat dapat mengajarkan cara
perawatan mandiri dirumah dengan pengobatan sederhana menggunakan bahan – bahan
yang tersedia di lingkungan rumah. Serta upaya rehabilitatif dilakukan cara pemeliharaan
kesehatan dan upaya untuk mencegah dan mengendalikan penyakit berulang.
Berdasarkan data tersebut diatas serta pentingnya peran perawat dalam mengatasi
penyakit TB Paru maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Keluarga dengan TB Paru di Puskesmas Nanggalo Padang” secara
komprehensif
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep TB Paru
1. Pengertian
Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama
dikenal manusia yang dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban. Lingkungan yang
padat, kuman penyebabnya semacam bakteri berbentuk batang. (Sudoyo, W Aru.2015)
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen. (Silvia A Price. 2015). Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit akibat infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh.
(Masjoer, Arief. 2014).
2. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobactreium Tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-5/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. Yang tergolong dalam kuman
Mycobacterium Tubercolosis. (Brunner & Suddart. 2013)
3. Patofisiologi
Penyakit ini di sebabkan oleh Microbacterium Tuberculosis yakni sejenis bakteri tahan
asam aerob yang partikel kumannya cukup kecil sekitar 1-5 mm. Tuberculosis ditularkan dari
orang ke orang melalui transmisi udara melepaskan droplet besar melalui berbicara, batuk,
bersin, tertawa. Droplet mungkin terhirup oleh individu yang rentan. Tempat masuk kuman
mycobacterium tuberculosa adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit. Bila kuman dibatukkan dan dibersinkan keluar menjadi droplet nuklei dalam udara selama
1-2 jam jika partikel infeksi terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau
jaringan paru. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli tempat dimana mereka
terkumpul dan mulai memperbanyak diri, partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel
kurang dari 5 um. Infeksi primer adalah waktu pertama kali terinfeksi TB. Infeksi TB biasanya
menyerang apeks dari paru- paru atau dekat pleura dari lobus bawah. Walaupun infeksi primer,
dapat berupa mikroskopik (sehingga tidak muncul pada rontgen dada), namun kelanjutan
penyakit seperti di bawah ini sering ditemui. Muncul suatu bagian kecil yang terserang
bronkopneumonia pada jaringan paru. TB banyak menginfeksi secara fagositosis (di pencernaan)
oleh makrofag yang beredar. Namun, sebelum berkembangnya hipersensitivitas dan imunitas,
banyak dapat menyebar ke seluruh tubuh. Walaupun infeksi kecil tapi penyebarannya sangat
cepat, lokasi infeksi primer dapat atau tidak dapat mengalami proses degenerasi nekrotik, yang
disebut kaseasi karena menghasilkan rongga yang terisi nekrotik. Seiring waktu, material ini
mencair, dan keluar dalam saluran trakeobronkial, dan dapat dibatukkan keluar. Kebanyakan TB
primer dapat sembuh dalam periode beberapa bulan dengan membentuk jaringan parut dan
kemudian lesi klasifikasi yang disebut sebagai kompleks Ghon. Lesi-lesi tersebut dapat
mengandung vasilus hidup yang dapat mengalami reaktivitas, terutama jika klien mengalami
reaktivita, terutama jika klien mengalami masalah imunitas, bahkan setelah bertahun-tahun dan
menyebabkan infeksi sekunder.
Infeksi TB sekunder akan menyebabkan tubuh mengembangkan reaksi alergi terhadap
basilus tuberkel atau proteinnya. Respons imunitas dimediasi sel ini muncul dalam bentuk sel-T
tersensitasi dan dapat dideteksi sebagai reaksi positif pada uji kulit tuberkulin. Munculnya
sensitivitas tuberkulin ini terjadi pada semua sel tubuh 2 hingga 6 minggu setelah infeksi primer,
sensitivitas ini ada selama basilus hidup masih berada dalam tubuh. Kekebalan yang didapat ini
bisa menghambat pertumbuhan lebih lanjut dari basil dan perkembangan infeksi aktif.
Selain penyakit primer progesif, terinfeksi ulang juga dapat menyebabkan bentuk klinis
TB aktif, atau infeksi sekunder, lokasi infeksi primer yang mengandung basilus TB mungkin
tetap laten bertahun-tahun dan dapat mengalami reaktivasi jika resistensi klien turun. Oleh
karena dimungkinkan terjadinya infeksi ulang karena lesi dorman dapat mengalami reaktivasi,
maka penting bagi klien dengan infeksi TB untuk dikaji secara periodik terhadap bukti-bukti
adanya penyakit aktif. Manifestasi klinis yang dirasakan pasien dengan TB Paru yaitu: Demam
biasanya disertai dengan keringat, rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang,
badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah, batuk, batuk produktif disertai dahak, batuk darah,
sesak nafas, nyeri dada. Komplikasi yang terjadi pada pasien TB Paru yaitu seperti pleuritis,
efusi pleura, empyema, laringitis, obstruksi jalan napas, karsinoma paru, sindrom gagal napas.
(Joyce.Black 2009).
4. Penatalaksanaan Medis
a.Konservatif
1) Farmakoterapi
a) Isoniazid, dosis 5 mg/kg/hari (maksimum 300 mg/hari). Setiap 8 minggu, diikuti 16
minggu dan setiap hari 2-3 hari.
b) Rimpamfisin, dosis 10 mg/kg/hari (maksimum 600 mg/hari) diberikan sebelum
makan setiap 8 minggu diikuti 2 minggu , diikuti 6 minggu dan setiap 1 dan setiap hari 2-
3 kali perminggu..
c) Pyrazinamid: 15-30 mg/kg max 29 dosis setiap 8 minggu diikuti 16 minggu.
d) Ethambutol, dosis 15-25 mg/kg/hari (maksimum gram) harus diberikan 1minggu.
e) OAT ( obat anti tuberculosis) sekunder:
Merupakan obat pilihan kedua adalah kombinasi isoniazid, rifampision, pirazinamd, dan
sterptomisin atau etambutol setiap hari selama 2 minggu, kemudian diobservasi langsung 2 kali
perminggu dengan pemberian obat yang sama selama 6 minggu bila diketahui adanya kepekaan
terhadap obat ini, obat pilihan ketiga adalah pengawasan langsung 3 kali perminggu dengan
pemberian obat isoniazid, rintampiaan, pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin selama 6
bulan. Obat sisipan untuk penderita dengan kategori I & II pada akhir tahap intensif pengobatan
dengan hasil tes bakteri tahan asam (BTA) masih positif. Obat anti tuberkulosis (OAT) diberikan
dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.Tahap intensif obat anti tuberkulosis
(OAT) diberikan selama 2 bulan. Jika bakteri tahan asam (BTA) sudah negatif pada akhir tahap
intensif maka terapi diteruskan pada tahap lanjutan. Bila bakteri tahan asam (BTA) masih positif
pada akhir tahap intensif maka lebih dahulu diberikan obat sisipan sebelum terapi diteruskan
pada tahap lanjutan. Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I dengan
memberikan isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari
selama 2 bulan. Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I dengan
memberikan isoniazid (H) dan rifampisin (R) 3 kali seminggu selama 4 bulan.
Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori II dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), ethambutol (E), dan streptomisin (S) setiap hari
selama 2 bulan kemudian dilanjutkan dengan memberikan isoniazid (H), rifampisin
(R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori II dengan memberikan isoniazid
(H), rifampisin (R), dan ethambutol (E) 3 kali seminggu selama 5 bulan.
Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori III dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z) setiap hari selama 2 bulan.
Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori III dengan memberikan isoniazid
(H) dan rifampisin (R) 3 kali seminggu selama 4 bulan. Obat sisipan pemberian obat anti
tuberkulosis (OAT) dengan memberikan isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan
ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan. (Lawrence M.,dkk. 2012)
2) Non Farmakoterapi
1) diit tinggi kalori tinggi protein (tktp)
Energi tinggi 2500-3000 kal/hari
Protein tinggi 75-100 g/hari
Karbohidrat cukup 60-70% dari total energi
2) Hindari merokok dan minum alcohol
3) Minta pasien saat batuk dan bersin dengan tisu atau menutup mulut dengan masker dan
membuang semua sekret ditempat yang terdapat karbol, atau larutan lisol.
4) Mengajarkan batuk efektif
5) Ingatkan pasien untuk banyak beristirahat dan mengkonsumsi makanan seimbang.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur sputum : positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
b. ELISA-nelssen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah): positif
untuk basil asam cepat
c. Test kulit (PPD, mantoux, potongan vollmer) reaksi (area indurasi 10mm atau lebih besar
terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan reaksi masa lalu dan
adanya anti bodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat dirunkan atau infeksi
disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda.
d. ELISA /Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorax : dapat menunjukan infiltrasi lesi awal primer atau effusi cairan. Perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga area fibrosa.
f. Biopsi jarum pada jaringan paru : positif untuk granula TB adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
g. Elektrolit : dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi, contoh
hiponatremia, disebabkan oleh tidak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB Paru
kronis.
h. GDA : dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
i. Pemeriksaan fungi paru : penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksogen
sekunder terhadap iniltrasi prenkim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB Paru kronis luas).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Konsep Keluarga
a. Definisi
Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain di dalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan (Bailon & Maglaya, 2015).
Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada
hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah (Friedman, 2015).
Keluarga adalah satu atau kebih individu yang tinggal bersama, sehinnga mempunyai ikatan
emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran, dan tugas (Allender & Spradley,
2011).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih
yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta mengidentifikasi dirinya
sebagai bagian dari keluarga.
b. Jenis / Tipe Keluarga
Menurut Friedman, Bowden & Jones (2010), tipe keluarga dibagi sesuai dengan perkembangan
sosialnya, yaitu sebagai berikut:
1) Tradisional
a) Keluarga Inti
Keluarga yang terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah, seorang ibu yang
mengurusi rumah tangga, dan anak yang merupakan keluarga.
b) Keluarga tanpa anak
Terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
c) Keluarga adopsi
Pasangan yang tidak dapat memiliki anak kandung, tetapi tetap mempunyai
keinginan menjadi orang tua, sehingga memutuskan mengadopsi seorang anak untuk
berbagai alasan, seperti : agama, moral, keluarga atau pribadi.
d) Keluarga asuh
Yaitu penempatan anak dirumah yang terpisah dari kedua orang tua kandung
untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan fisik serta emosional mereka.
e) Keluarga usila
Terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah memisahkan diri.
f) The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak
terlambat waktunya yang disebabkan mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.
g) The extended family
Terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear
family disertai paman, tante, orangtua (kakek-nenek), keponakan.
h) The single-parent family
Terdiri dari satu orangtua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya
karena proses perceraian, kematian atau ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan).
i) Commuter family
Kedua orangtua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut
sebagai tempat tinggal dan orangtua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada
anggota keluarga pada saat weekend atau pada waktu-waktu tertentu.
j) Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama
dalam satu rumah.
k) Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan
saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (dapur, kamar mandi,
televisi, telepon, dan lain-lain).
l) Blended family
Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan
anak dari hasil perkawinan atau dari perkawinan sebelumnya.
m) The single adult living alone/single-adult family
Terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan
(separasi) seperti perceraian atau ditinggal mati.
2) Non Tradisional
a) The unmarried teenage mother
Terdiri dari orangtua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa menikah.
b) The stepparent family
Keluarga dengan orangtua tiri.
c) Commune family
Beberapa pasang keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara
yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang
sama; sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan anak bersama.
d) The nonmarital heterosexual cohabiting family
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e) Gay and lesbian family
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana “marital
partners”.
f) Cohabitating family
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa
alasan tertentu.
g) Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang
merasa saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk seksual dan
membesarkan anaknya.
h) Group network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama
lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan
bertanggung jawab membesarkan anaknya.
i) Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam
waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
j) Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan permanen karena
krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan
mental.
k) Gay
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan keluarga mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan
dan kriminal dalam kehidupannya.
c. Struktur Keluarga
1) Elemen Struktur Keluarga menurut Friedman (2010)
a) Struktur peran keluarga
Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga baik didalam keluarganya sendiri
maupun peran dilingkungan masyarakat.
b) Nilai atau norma keluarga
Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini dalam keluarga.
c) Pola komunikasi keluarga
Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi diantara orangtua, orangtua dan anak,
diantara anggota keluarga ataupun dalam keluarga besar.
d) Struktur kekuatan keluarga
Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mengendalikan atau mempengaruhi
orang lain dalam perubahan perilaku ke arah positif.

2) Ciri-ciri Struktur Keluarga


a) Terorganisasi
Keluarga adalah cerminan organisasi, dimana masing-masing anggota keluarga memiliki
peran dan fungsi masing-masing sehingga tujuan keluarga dapat tercapai. Organisasi yang
baik ditandai dengan adanya hubungan yang kuat antara anggota sebagai bentuk saling
ketergantungan dalam mencapai tujuan.
b) Keterbatasan
Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya
masing-masing sehingga dalam interaksi setiap anggota tidak bisa semena-mena, tetapi
mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh tanggung jawab masing-masing anggota
keluarga.
c) Perbedaan dan kekhususan
Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing-masing anggota keluarga
mempunyai peran dan fungsi yang berebda dan khas seperti halnya peran ayah sebagai
pencari nafkah utama, peran ibu yang merawat anak-anak.
3) Dominasi Struktur Keluarga
a) Dominasi Jalur Hubungan Darah
(1) Patrilineal
Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ayah. Suku-suku di Indonesia
rata-rata menggunakan struktur keluarga patrilineal.
(2) Matrilineal
Kelurag yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ibu. Suku padang salah satu suku
yang menggunakan struktur keluarga matrilineal.
b) Dominasi Keberadaan Tempat Tinggal
(1) Patrilokal
Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga sedarah dari pihak
suami.
(2) Matrilokal
Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga sedarah dari pihak
istri.
c) Dominasi Pengambilan Keputusan
(1) Patriakal
Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak suami.
(2) Matriakal
Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak istri.
d. Peran Keluarga
Berbagai peran yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1) Peranan Ayah
Sebagai suami dari istri dan anak – anak. Ayah berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai masyarakat dari lingkungan.
2) Peranan Ibu
Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya, mempunyai peranan untuk mengurus rumah
tangga. Sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
3) Peranan Anak
Anak – anak melaksanakan peranan psiko – sosial sesuai dengan tingkat perkembangan baik
fisik, mental, sosial dan spiritual.
e. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2010) :
1) Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga.
Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung, dan saling menghargai antar
anggota keluarga.
2) Fungsi Sosialisasi dan status sosial adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi
dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu
untuk belajar bersosialisasi.
3) Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah
kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
4) Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah sumber daya manusia.
5) Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarganya yaitu pangan, sandang, dan papan.

f. Tahap – Tahap Perkembangan Keluarga


Tahap-tahap perkembangan keluarga menurut Friedman (2010), yaitu sebagai berikut:
1) Tahap I : Keluarga Pasangan Baru
Dimulai saat dua orang dewasa mengikat janji melalui pernikahan. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini yaitu membentuk pernikahan yang memuaskan bagi kedua belah
pihak, berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan, merencanakan sebuah
keluarga.

2) Tahap II : Childbearing Family


Dimulai saat ibu hamil sampai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai dengan
anak pertama nerusia 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu persiapan
menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan anggota keluarga (peran, interaksi, hubungan,
seksual, dan kegiatan), dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

3) Tahap III : Keluarga dengan anak prasekolah


Dimulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5
tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu memenuhi kebutuhan anggota
keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman; membantu anak untuk
bersosialisasi, beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain
juga harus terpenuhi; mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar
keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar); pembagian waktu untuk individu, pasangan,
dan anak; pembagian tanggung jawab anggota keluarga; serta kegiatan dan waktu untuk
stimulasi tumbuh kembang anak.

4) Tahap IV : Keluarga dengan anak sekolah


Dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun sampai berakhir pada usia 12 tahun. Pada
umumnya keluarga mencapai jumlah keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu membantu sosialisasi anak, tetangga,
sekolah, dan lingkungan; mempertahankan keintiman pasangan; memnuhi kebutuhan dan
biaya kehidupan yang semakin meningkat termasuk kebutuhan untuk mengingkatkan
kesehatan anggota keluarga.

5) Tahap V : Keluarga dengan anak remaja


Dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan berakhir setelah 6 – 7 tahun kemudian, yaitu
saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
yaitu memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja
sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya, mempertahankan hubungan yang intim
dalam keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua (hindari
perdebatan, permusuhan, dan kecurigaan), perubahan sistem peran dan peraturan untuk
tumbuh kembang keluarga.

6) Tahanp VI : Keluarga dengan anak dewasa


Dimulai pada saat yang terkahir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir
meninggalkan rumah. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu memperluas
keluarga inti menjadi keluarga besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu
orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua, membantu anak untuk
mandiri di masyarakat, penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

7) Tahap VII : Keluarga usia pertengahan


Dimulai pada saat anak yang terkahir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiunan atau
salah satu pasangan meninggal. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu mepertahankan
kesehatan, mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak, serta , meningkatkan keakraban pasangan.

8) Tahap VIII : Keluarga Lansia


Dimulai saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal
sampai keduanya meninggal. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu mempertahankan
suasana rumah yang menyenangkan; adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan,
teman, kekuatan fisik dan pendapatan; mempertahankan keakraban suami istri dan saling
merawat; mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat; serta melakukan
life review.
2. Konsep Proses Keperawatan Keluarga
a. Pengkajian Keperawatan
1) Definisi
Pengkajian merupakan tindakan pemantauan secara langsung pada manusia untuk
memperoleh data tentang klien dengan maksud menegaskan kondisi penyakit dan masalah
kesehatan.
2) Model Pengkajian Friedman
Friedman memberikan batasan 6 kategori dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan saat
melakukan pengkajian, diantaranya yaitu:
a) Data pengenalan keluarga
b) Riwayat dan tahapan perkembangan keluarga
c) Data lingkungan
d) Struktur keluarga
e) Fungsi keluarga
f) Koping keluarga
3) Tahapan-tahapan Pengkajian
a) Penjajakan I
Data-data yang dikumpulkan pada penjajakan tahap I antara lain:
(1) Data Umum
(2) Riwayat dan tahapan perkembangan
(3) Lingkungan
(4) Struktur keluarga
(5) Fungsi keluarga
(6) Stress dan koping keluarga
(7) Harapan keluarga
(8) Data tambahan
(9) Pemeriksaan fisik
b) Penjajakan II
Pengkajian yang tergolong dalam penjajakan II diantaranya pengumpulan data-data yang
berkaitan dengan ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan sehingga
dapat ditegakkan diagnosa keperawatan keluarga.
Adapun ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah diantaranya:
(1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
(2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan.
(3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
(4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan.
(5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Definisi
Diagnosa Keperawatan merupakan kumpulan pernyataan, uraian dari hasil wawancara,
pengamatan langsung dan pengukuran dengan menunjukkan status kesehatan mulai dari
potensial, resiko tinggi, sampai masalah aktual.
2) Struktur Diagnosa Keperawatan
a) Problem / masalah
b) Etiologi / penyebab
c) Sign dan Symptom / tanda dan gejala
3) Tipe dan Komponen Diagnosa Keperawatan
a) Aktual
Masalah ini memberikan gambaran berupa tanda dan gejala yang jelas mendukung bahwa
masalah benar-benar terjadi.
b) Resiko tinggi
Masalah ini sudah ditunjang dengan data yang akan mengarah pada timbulnya masalah
kesehatan bilatidak segera ditangani.
c) Potensial
Status kesehatan berada pada kondisi sehat dan ingin meningkat lebih optimal.

4) Menetapkan etiologi
Menentukan etiologi dalam perumusan diagnosa keperawatan dengan model single diagnosis
diangkat dari 5 tugas keluarga.

5) Prioritas Masalah
Prioritas masalah didasari atas 3 komponen, yaitu kriteria, bobot, dan pembenaran.
6) Kriteria Penilaian
a) Sifat masalah (bobot 1) yaitu aktual dengan nilai 3, resiko tinggi dengan nilai 2, potensial
dengan nilai 1. Pembenaran mengacu pada masalah yang sedang terjadi, baru menunjukan
tanda dan gejala atau bahkan dalam kondisi sehat.
b) Kemungkinan masalah untuk diubah (bobot 2) yaitu mudah dengan nilai 2, sebagian
dengan nilai 1, dan tidak dapat diubah dengan nilai 0. Pembenaran mengacu pada: masalah,
sumber daya keluarga, sumber daya perawat, dan sumber daya lingkungan.
c) Potensial masalah untuk dicegah (bobot 1) yaitu tinggi dengan 3, cukup dengan nilai 2,
rendah dengan nilai 1. Pembenaran mengacu pada berat ringannya masalah, jangka waktu
terjadinya masalah, tindakan yang akan dilakukan, kelompok resiko tinggi yang bisa dicegah.
d) Menonjolnya masalah (bobot 1) yaitu segera diatasi dengan nilai 2, tidak segera diatasi
dengan nilai 1, dan tidak dirasakan ada masalah dengan nilai 0. Pembenaran mengacu pada
persepsi keluarga terhadap masalah.

7) Pembenaran
a) Alasan penentuan subkriteria.
b) Dampak terhadap kesehatan keluarga.
c) Ditunjang dari data hasil pengkajian.
c. Perencanaan / Intervensi Keperawatan
1) Definisi
Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan perawat yang dibuat untuk kepentingan klien
dan keluarga.

2) Menurut Friedman (2010), intervensi keperawatan keluarga dapat dilakukan pada:


a) Keluarga dengan satu masalah yang mempengaruhi anggota keluarga lainnya.
b) Keluarga dengan anggota keluarga berpenyakit yang berdampak pada anggota keluarga
lainnya.
c) Anggota keluarga yang mendukung permasalahan kesehatan yang muncul.
d) Salah satu anggota keluarga menunjukkan perbaikan atau kemunduran dalam status
kesehatan.
e) Anggota keluarga yang didiagnosis penyakit pertama kali.
f) Perkembangan anak atau remaja secara emosional.
g) Keluarga dengan penyakit kronik.
h) Keluarga dengan penyakit mematikan.
3) Friedman (2010) memberikan gambaran berkaitan dengan klasifikasi intervensi antara lain:
a) Suplemental
Intervensi yang terkait dengan rencana pemberian pelayanan secara langsungpada
keluarga sebagai sasaran.
b) Fasilitatif
Intervensi ini terkait dengan rencana dalam membantu mengatasi hambatan dari keluarga
dalam memperoleh pelayanan medis, kesejahteraan sosial dan transportasi.
c) Development
Intervensi ini terkait dengan rencana perawat dalam memmbantu keluarga dalam
kapasitasnya untuk menolong dirinya sendiri (membuat keluarga belajar mandiri) dengan
kekuatan dan sumber pendukung yang terdapat pada keluarga.
4) Menetapkan Tujuan Intervensi
a) Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan tujuan yang lebih menekankan pada pencapaian akhir sebuah
masalah, dimana perubahan perilaku dari yang merugikan kesehatan kearah perilaku yang
menguntungkan kesehatan.Tujuan umum ini lebih mengarah kepada kemandirian klien dan
keluarga sebagai sasaran asuhan keperawatan keluarga.
b) Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam rencana perawatan lebih menekankan pada pencapaian hasil dari
masing-masing kegiatan.
5) Menetapkan Intervensi
a) Rencana tindakan yang disusun harus berorientasi pada pemecahan masalah.
b) Rencana tindakan yang dibuat dapat dilakukan mandiri oleh keluarga.
c) Rencana tindakan yang dibuat berdasarkan masalah kesehatan.
d) Rencana tindakan sederhana dan mudah dilakukan.
e) Rencana tindakan perawatan dapat dilakukan secara terus-menerus oleh keluarga.
6) Domain Intervensi
a) Domain Kognitif
Ditujukan untuk memberikan informasi, gagasan, motivasi, dan saran kepada keluarga
sebagai target asuhan keperawatan keluarga.
b) Domain Afektif
Ditujukan membantu keluarga dalam berespon emosional, sehingga dalam keluarga terdapat
perubahan sikap terhadap masalah yang dihadapi.
c) Domain Psikomotor
Ditujukan untuk membantu anggota keluarga dalam perubahan perilaku yang merugikan ke
perilaku yang menguntungkan
d. Pelaksanaan / Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan aktualisasi dari perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Prinsip
yang mendasari implementasi keperawatan keluarga antara lain:
1) Implementasi mengacu pada rencana perawatan yang dibuat.
2) Implementasi dilakukan dengan tetap memperhatikan prioritas masalah.
3) Kekuatan-kekuatan keluarga berupa finansial, motivasi, dan sumber-sumber pendukung
lainnya tidak boleh diabaikan.
4) Pendokumentasian implementasi keperawatan keluarga janganlah terlupakan dengan
menyertakan tanda tangan petugas sebagai bentuk tanggung gugat dan tanggung jawab
profesi.

e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahapan yang menentukan apakah tujuan dapat tercapai sesuai yang
ditetapkan dalam tujuan di rencana keperawatan.
1) Evaluasi Kuantitatif
Evaluasi kuantitatif menekankan pada jumlah pelayanan atau kegiatan yang telah diberikan.
2) Evaluasi Kualitatif
a) Evaluasi struktur, berhubungan dengan tenaga atau bahan yang diperlukan dalam suatu
kegiatan.
b) Evaluasi proses, dilakukan selama kegiatan berlangsung.
c) Evaluasi hasil, hasil dari pemberian asuhan keperawatan.
3) Metode Evaluasi
a) Observasi langsung
b) Memeriksa laporan atau dokumentasi
c) Wawancara atau angket
d) Latihan simulasi
4) Catatan Perkembangan
Catatan perkembangan keperawatab keluarga merupakan indikator keberhasilan tindakan
keperawatan yang diberikan pada keluarga oleh petugas kesehatan.
a) Subjektif
Pernyataan atau uraian keluarga, klien atau sumber lain tentang perubahan yang dirasakan
baik kemajuan ataupun kemunduran setelah diberikan tindakan keperawatan.
sehingga dapat dilihat kemajuan atau kemunduran pada sasaran perawatan sebelum dan
setelah diberikan tindakan keperawatan.
c) Analisa
Pernyataan yang menunjukkan sejauh mana masalah keperawatan dapat tertanggulangi.
d) Planning
Rencana yang ada dalam catatan perkembangan merupakan rencana tindakan hasil evaluasi
tentang dilanjutkan atau tidak rencana tidak rencana tersebut sehingga diperlukan inovasi dan
modifikasi bagi perawat.
Daftar Pustaka

Kusnidar, 1990. Masalah penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia.


Cermin Dunia Kedokteran , no.63 hal 8-12

Depkes RI, 2001. Faktor budaya malu hambat pencegahan penyakit tuberkulosis, Media
Indonesia, Jakarta.

Depkes, RI. 1997. Pedoman penyakit tuberkulosis dan penanggulangannya. Dirjen P2M
dan PLP, Jakarta.

Arifin, N.1990. diagnostik tuberkulosis paru dan penanggulangannya , Universitas


Indonesia , Jakarta

Tjandra Y, A, 1994. Masalah tuberkulosis paru dan penanggulangannya, Universitas


Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai