Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TBC

DisusunUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

DosenPengampuh : Anggia Riske Wijayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep

OLEH

Kelompok 1

1. Ester Tia : 011221095


2. Maria Kristina Susiana Tuti Wati : 011221098
3. YohanitaFirmina Da Ate : 011221099
4. Elisabeth Emifindi Ratna : 011221102

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NUSA NIPA

INDONESIA

i
2022

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESa karena
atas berkat, rahmat, serta petunjuknya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul’’Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan TBC’’ tepat waktu.

Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar, karena adanya dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui

1. Ibu Anggie Riske Wijayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep sebagai dosen mata kuliah dan
dosen pembimbing pembuatan makalah ini
2. Teman-teman seangkatan mahasiswa lintas jalur Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Nusa Nipa Angkatan 2022 yang telah mendukung
penyelesaian makalah ini

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan untuk kesempurnaan
penulisan makalah ini.

Dengan adanya makalah ini, dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih

Maumere, 19 Oktober 2022

Penulis,

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis, yakni kuman anaerob yang dapat hidup terutama

diparu atau diberbagai organ tubuh lainnya. Pertama kali ditemukan pada tahun

1882 oleh Robert Koch. Berdasarkan klasifikasinya ada 2 yaitu TBC Paru dan

Ekstra paru seperti meningen, ginjal, tulang, usus, kulit dan nodus limfe dan

lainnya. ( Permenkes No 67 Tahun 2016).

Di Indonesia Jumlah kasus TBC tahun 2021 sebanyak 824 ribu dengan

kematian 93 ribu pertahun atau setara dengan 11 kematian perjam. Dari estimasi

824 ribupasien TBC di Indonesia penemuan danpengobatanbaru 49 % sehingga

terdapat 500 ribuan orang yang belum diobati dan beresiko menjadi sumber

penularan. Untuk itu upaya penemuan kasus sedini mungkin, pengobatan secara

tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya terpenting dalam

memutuskan penularan TBC di masyarakat atau dikenal dengan semboyan

TOSS TBC. Sumber Data Kemenkes RI, maret 2022. Dari data diatas penemuan

di Indonesia sebanyak 91 % dalah TBC Paru yang berpotensi tinggi menularkan

kepada orang yang sehat disekitarnya. Penularan TBC Paru melalui udara saat

penderita batuk, bersin, berbicara, bernyanyi.

i
Gejala-gejala TBC pada seseorang dapat berupa batuk karena menyerang

saluran pernafasan dan organ pernafasan , batuk berdahak secara terus–menerus

selama 2 sampai 3 minggu atau lebih kadang disertai dengan sesak nafas, nyeri

pada dada, badan lemas, dan rasa kurang enak badan, nafsu makan menurun,

berat badan menurun, dan biasanya muncul keringat dingin dimalam hari

meskipun tidak melakukan kegiatan. Dalam upaya penemuan kasus TBC paru

secara dini penegakan diagnostic gold standart adalah

denganmelakukanpemeriksaan TCM (Tes Cepat Molekuler) dengan

menggunkan sample dahak terutama dahak yang berkualitas adalah dahak pagi

hari. Dahak yang berkualiata memiliki ciri berwarna muko purulen dengan

volume 3-5 ml. Dengan TCM kita dapat mengetahui secara dini adanya TBC

Resistens iObat. (SE dirjen P2P No. 369 Tahun 2021 tentang Perubahan Alur

Pengobatan Tuberkolosis di Indonesia) dan sebelumnya telah direkomendasikan

oleh WHO tahun 2020 dalam buku operational handbook on Tuberculosis-

Modul 3 rapid diagnostic for Tuberkolosis.

Pengobatan TBC membutuhkan waktu yang minimal adalah enam (6)

bulan sehingga dibutuhkan peran PMO (Pengawas Menelan Obat ) adalah

seseorang yang dipercaya untuk memantau penderita TBC untuk minum obat

secara teratur dan mengingatkan untuk kontrol secara teratur .Hal ini bisa

dilakukan oleh keluarga, sahabat, perawat , atau kader yang sudah terlatih.

Selain itu perlu dukunga lingkungan yang bersih dan sehat seperti rumah yang

ventilasinya bagus ada sirkulasi udara dan ada sinar matahari. Pengobatan TBC

i
yang tidak teratur dapat menyebabkan terjadinya TBC Resistensi Obat atau TBC

RO. TBC resistensi obat dapat menularkan TBC Resistensi Obat Juga. Ini yang

menjadi tantangan kita saat ini apalagi kalau ada faktor penyakit lain seperti

TBC dengan DM, TBC dengan HIV atau TBC dengan Covid 19.

Dalam penanggulangan program TBC sedang digalakan juga

pengendalian infeksi dan optimalisasi pemberian pengobatan pencegahan

Tuberkolosis yaitu dengan istilah TPT (Terapi Pencegahan TBC). Selain Teknik

pencegahan lainya seperti Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ),

PemberianVaksinasi BCG, Promosi Etika Batuk contohnya pemakain masker,

Pola Hidup Sehat dengan tidak merokok .

Sebagaimana peranperawat di dalam masyarakat meliputi aspek promotif,


preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sehingga perawat melakukan pengontrolan
pemberian OAT pada pasien penderita Tuberculosis, selain itu perawat
memberikan edukasi mengenai faktor pemicu Tuberculosis dan menjauhi faktor
resiko Tuberculosis serta perawat memberikan dukungan moril dan motivasi
untuk kesembuhan pasien Tuberculosis. Pasien Tuberculosis paru bukan hanya
membutuhkan perawatan secara fisik akan tetapi juga membutuhkan perawatan
secara psikososial karena pasien Tuberculosis cenderung mengalami harga diri
rendah serta isolasi sosial yang dikarenakan Tuberculosis dapat menginfeksi
siapapun sehingga orang lain cenderung menjauhi atau membatasi aktivitasnya
dengan penderita Tuberculosis. Maka dari itu pentingnya tenaga perawat untuk
melakukan asuhan keperawatan sebagai edukator, motivator dan fasilitator pada
pasien dengan Tuberculosis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar teori pada klien dengan TBC?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan TBC?

i
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar teori pada klien dengan TBC
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan TBC

i
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori TBC


1. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat

kuman mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai

semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya

merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000).

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksius yang terutama

menyerang parenkimparu. Tuberculosis dapat juga ditularkan kebagian

tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe

(Suddarth, 2003). Tuberkulosis paru adalah penyaki tinfeksi yang

menyerang pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu

mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002). Dapat  disimpulkan bahwa,

TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama

parenkim paru.

i
2. Etiologi
Penyebab penyakit tuberculosis adalah bakteri mycobacterium
tuberculosis dan mycobacterium boxis. Kuman tersebut mempunyai ukuran
0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk benang tipis lurus atau agak
bengkok tidak mempunyai selubung tetapi mempunyai lapisan luar tebal
terdiri dari lipoid (terutama asam mikrolat). Bakteri ini mempunyai sifat
istimewah yaitu bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan
alkohol .Sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA) serta tahan
terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan
kering dan dingin bersifat dorman aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 30 menit. Dan
dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik, bakteri ini tahan selama 1-2 jam
diudara terutama di tempat lembab dan gelap(bisa bertahan) namun tidak
tahan terhadap sinar atau aliran di udara. Data tahun 1993 melaporkan bahwa
untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan
40 x pertukaran udara perjam.
Agent, Host dan Environment Penular Penyakit Tuberculosis. Teori
Jhon Gordon, mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host), dan
lingkungan (environment). Ketiga faktor penting ini disebut segi tiga
epidemiologi (Epidemiologi Triangle), hubungan ketiga faktor tersebut
digambarkan secara sederhana sebagai timbangan yaitu agent penyebab
penyakit pada satu sisi dan penjamu pada sisi yang lain dengan lingkungan
sebagai penumpunya. Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada
dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat,
perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit,
penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agent penyebab
menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit, demikian pula bila
agent penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor penjamu
tetap, maka bobot agent penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya bila daya

i
tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat.
Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan
agent penyebab penyakit, maka orang akan sakit, pada prakteknya seseorang
menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor berikut :
a. Agent
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu anggota dari famili
Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis.
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah penyakit berat pada
manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering.Di luar tubuh
manusia, kuman Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada
lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari.
Mycobacterium tuberculosis mempunyai panjang 1-4 mikron dan lebar
0,2- 0,8 mikron. Kuman ini melayang diudara dan disebut droplet nuclei.
Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk,
lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya.
Tetapi kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun,
lisol, karbol dan panas api.
Agent adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit
timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak memenuhi syarat untuk
menimbulkan penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu
agar penyakit dapat manifest. Agent yang mempengaruhi penularan
penyakit tuberkulosis paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.
Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas,
infektifitas dan virulensi. 
Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan
penyakit pada host. Pathogenitas agent dapat berubah dan tidak sama
derajatnya bagi berbagai host. Berdasarkan sumber yang sama
pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.
Infektifitas adalah kemampuan suatu mikroba untuk masuk ke dalam
tubuh host dan berkembang biak didalamnya. Berdasarkan sumber yang

i
sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat
menengah.
Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan
sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis paru termasuk tingkat
tinggi, jadi kuman ini tidak dapat dianggapremeh begitu saja.
b. Host
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium
tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei.
Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang pusat
ekologi menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan
keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata
dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah
dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan
lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara
yang bisa menangkap kuman TB.Hal yang perlu diketahui tentang host
atau penjamu meliputi karakteristik; gizi atau daya tahan tubuh,
pertahanan tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan
pengobatan. Karakteristik host dapat dibedakan antara lain; Umur, jenis
kelamin, pekerjaan, keturunan, pekerjaan, keturunan, ras dan gaya hidup.
Host atau penjamu; manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan
anthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal atau kehidupan untuk
agent menular dalam kondisi alam (lawan dari percobaan). Host untuk
kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang
dimaksud dalam penelitia ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang
mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah; kekebalan
tubuh (alami dan buatan), status gizi, pengaruh infeksi HIV/AIDS.
c. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda
mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk
akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain.
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik

i
terdiri dari; keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah, persawahan
dan lain-lain), kelembaban udara, temperatur atau suhu, lingkungan
tempat tinggal. Adapun lingkungan non fisik meliputi; sosial, budaya,
ekonomi dan politik yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan
penanggulangan suatu penyakit.

3. Manifestasi Klinis
a. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif,
(menghasilkan sputum).
b. Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak nafas (Dyspnea): sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang
sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru. 
d. Nyeri dada:  timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
(menimbulkan pleuritis)
e. Demam : biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya
infeksi kuman yang masuk. 
f. Malaise (keadaan lesu):  dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan),
berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

4. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi Tuberkulosis menurut Permenkes No.67
tahun 2016, yaitu :
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena
1) Tuberculosis paru
Tuberkuosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.

i
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
3) Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai
TB paru. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak

mikroskopis, keadaan ini terutama ditujukan pada TB paru.


b. Berdasarkan diagnostik TB terdiri dari :

i
1) Tuberkulosis paru yang terkonfirmasi bakteriologis yang ditegakan
dengan pemeriksaan TCM (Tes Cepat Molekuler) atau BTA (Basil
Tahan Asam)
a) TCM dan BTA menggunakan 2 sample dahak pagi – pagi atau
sewaktu – pagi atau sewaktu – sewaktu dengan jarak minimal 2
jam
b) Sampe dahak mukopurulen
c) Volume 3-5 ml
d) Sebaiknya dahak berkualitas dahak pagi hari
e) Bila salah satu hasil pemeriksaan BTA positif maka dikatakan
pasien positif TBC
f) Bila penegakan diagnostik menggunakan TCM, maka
pemeriksaan BTA hanya digunakan untuk follow up saja.
2) Pasien TB terdiagnosis klinis
Kriteria diagnostik harus meliputi :
a) Foto thoraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberculosis
b) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT, dan
mempunyai faktor resiko TB
c) Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratorium dan hispatologis tanpa konfirmasi bacteriologis
d) TB anak yang terdiagnostik berdasarkan system scoring
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai tipe pasien,
yaitu :
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
2) Kasus yang sebelumnya diobati

i
Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
atau TCM positif atau kultur.
3) Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
4) Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan ke
register lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas, seperti :
a) Dengan tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
b) Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya
c) Kembali diobati BTA negatif
d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah
pasien TB dengan :
a) Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART,
atau
b) Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
2) Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien TB dengan
a) Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau
b) Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB
Catatan :
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi
positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai
pasien TB dengan HIV positif
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adaah pasien TB tanpa
ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.

i
Catatan :
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV
pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan
hasil tes HIV terakhir.
4) Bila pasien dengan diagnosa positif TB duluan dan positif HIV
kemudian maka pengobatan TBC didahulukan 2 minggu dan
dilanjutkan dengan pengobatan HIV nya.
e. Penentuan klasifikasi berdasarkan pemeriksaan uji kepekatan obat
1) Monoresistensi (Resisten terhadap satu jenis obat TB)
2) Poli Resistensi TBC (Resisten terhadap lebih dari satu OAT lini
pertama selain INH dan Rimfampisin secara bersamaan)
3) Multi Drug Resistan (TB MDR) : Mycobacterium tuberkolosis
resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rimfampisin (R) secara
bersamaan, dengan atau tanpa diikuti resistan OAT lini pertama
lainnya.
4) Extensive Drug Resistan (TB XDR) : adalah TB MDR yang
sekaligus juga mycobacterium tuberkolosis resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT
lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin dan amikasin)
5) Resistan Rimfapisin (TB RR) : Mycobacterium tuberkolosis resistan
terhadap rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain
yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler)
atau metode fenotip konvension.

5. Patofisiologi
Terinfeksinya dari awal di karena seseorang yang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menyebar dari jalan napas menuju
alveoli lalu berkembangbiak dengan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai kearea lain dari
paru (lobus atas). Basil juga bisa menyebar melalui sistem limfe danaliran
darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area

i
laindari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan daya tubuh
memberikan suatu respon dengan cara reaksi inflamasi. Neutrofil dan
makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit
spesifik-tuberkulosis menghancurkan basil dan jaringannya normal. Infeksi
dari awal biasanya timbul sekitar 2-10 minggu setelah itu terpapar bakteri.
Interaksiantara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada penderitaawalnya infeksi membentuk seuatu massa jaringan baru yang
disebut granuloma.
Granuloma terbagi atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghontubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang bentuknya seperti keju
(necrotizing caseosa). Hal iniakan menjadi kalsifikasi dan jugadapat
membentuk jaringan kolagen, kemuadian bakteri itu menjadi non aktif.
Setelah terinfeksi awal jika respon sistemnya imun tidak adekuat maka
penyakitnya akan semakin parah. Penyakit semakin parah akan
menimbulkan infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif lagi. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi
sehingga dapat menghasilkan necrotizing caseosa di dalambronkus.
Tuberkelosis yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya broncopneumonia, membentuk tuberkelosis, dan
seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses
ini berjalan terus dan basil difagosit atau berkembangbiak didalam sel
makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan memberikan
respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang
dikelilingi oleh tuberkulosis.

i
6. Pemeriksaan Penunjang
Klien TBC paru juga dilakukan pemeriksaan penunjang, sebagai berikut :
a. Laboratorium darah rutin leukositosis, laju endap darah (LED) yang
meningkat
b. Pemeriksaan sputum BTA
c. Pemeriksaan TCM TB
d. Pemeriksaan biakan

e. Tes teroksidase anti peroksidase (PAP)


Menentukan adanya antibody IgG yang spesifik terhadap antigen
tuberculose. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila ada titer
1 : 1000 didapatkan hasil uji positif. Menentukan adanya munoglobulin
G yang spesifik terhadap antigen M tuberculosis. Sebagai antigen
dipakai polimer sitoplasma M. Tuberculosis var bovis BCG yang
dihancurkan secara ultrasonic dan dipisahkan secara ultrasentrifus, hasil
uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1 : 10.000 didapatkan
hasil uji PAP-TB positif, hasil positif palsu kadang-kadang masih
didapatkan pada pasien reumatik.
f. Tes mentoux tuberculin
Purified protein derivative (PPD) tuberculin yaitu untuk melakukan tes
pada kulit lengan dengan menyuntikkan zat kecil cairan. Pada daerah
penyuntikan akan timbul benjolan kecil di permukaan kulit dengan
ukuran sejumlah 5-9 mm, hasilnya terlihat seperti peradangan. Pasien
yang sudah atau sedang terpapar kuman tuberculosis dapat dilihat dari tes
Mantoux yang menunjukkan hasil positif.

i
g. Teknik polymerase chain reation hanya satu mikroorganisme didalam
spesimen yang bisa mendeteksi adanya resisten untuk mendeteksi DNA
kuman secara spesifik
h. Becton Dickinson diagnostic instrument istem (BACTEC)
mendeteksi growth indeks berlandaskan deteksi growth indeks
berdasarkan karbondioksida yang didapatkan dari metabolism asam
lemak akibat mycobacterium tuberkulosis
i. MYCODOT
Mendetekasi antibody dengan antigen liporabinomanan yang
direkatkan pada alat yang berbentuk seperti sisir plastic, selanjutnya
dimasukkan secukupnya dan warna sisir akan berubah. Sisir ini
dimasukan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam
serum bisa terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang
intensitasnya sesuai dengan jumlah antibody.
j. Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan pada rontgen thorax PA dan lateral untuk
menunjang diagnosa TB, sebagai berikut:
1) Terdapat adanya bayanganl esi di lapang paru atau segment apical
lobus bawah.
2) Terdapat bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
3) Terdapat kavitas bisa tunggal/ganda, adanya kelainan bilateral
terutama di lapangan bagian atas paru.
4) Terdapat klasifikasi setelah dilakukan foto ulang beberapa minggu
kemudian bayangan masih sama pada tempatnya adanya gambaran
milier
k. Pemeriksaan CT Scan thoraks
l. Pemeriksaan IAGRA/IFN – Gamma Release Assay
Yang diambil adalah sampel darah, fungsinya lebih akurat dari mantaux
tes
m. Untuk pemeriksaan TBC ekstra paru dilakukan pemeriksaan histologist
n. Pemeriksaan serologis

i
o. Pemeriksaan uji kepekatan obat

7. Penatalaksanaan
a. Tujuan pengobatan
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas
hidup
2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TBC atau dampak buruk
selanjutnya
3) Mencegah terjadinya kekambuhan TBC
4) Menurunkan risiko penularan TBC
5) Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan pengobatan TBC

b. Prinsip pengobatan TBC


Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip :
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
2) Diberikan dalam dosis yang tepat
3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam
dua (2) tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai
pengobatan yang adekuat untuk mencegah kekambuhan.
c. Pengobatan TB
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan
1) Tahap Intensif

i
Pada tahap intensif, klien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mncegah terjadinya resistensi obat bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tetap, biasanya
klien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu minggu,
sebagian besar klien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan, klien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang tidak lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
d. Panduan OAT di Indonesia
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia tahun 2016 yang ditegaskan dengan surat
edaran dirjen P2P No.936 tahun 2021 yaitu :
1) Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR) 3 atau 2 (HRZE)/4 (HR)
Digunakan untuk semua kasus TBC baik kasus baru maupun kasus
kambuh atau kasus TBC paru maupun ekstraparu, dengan hasil TCM
tetap, masih sensitif terhadap rimfampicin.
Untuk penegakan diagnostik kasus kambuh wajib dengan TCM TBC.

Tabel 1. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)

TahapIntensiftiapharisela TahapLanjutan 3
Berat ma56hariRHZE xsemingguselama16
Badan (150/75/400/275) mingguRH(150/150)
30-37kg 2 table4KDT 2 table2KDT
38-54kg 3 table4KDT 3 table2KDT
55-70kg 4 table4KDT 4 table2KDT
≥71 kg 5 table4KDT 5 table2KDT

Contoh gambar KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)

i
Tahun 2021 dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sudah
menggunakan juga OAT kategori 1 dengan dosis harian dengan fase
awal sama yaitu : 2(HRZE)/4(HR)
Fase Lanjutan diberikan setiap hari senin – minggu selama 112 dosis
atau 4 bulan.

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau


2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)
Diperuntukan untuk kasus kambuh hanya menghabiskan sisa stok
program TBC Nasional sampai dengan tahun 2023.

Tabel2.Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori2

i
TahapLanjutan3x
Berat TahapIntensiftiaphariRHZE(150/ semingguRH(150/
Badan 75/400/275)+ S 150) + E(275)

Selama56hari Selama28 Selama20


hari Minggu
30-37kg 2 tab 4KDT + 500 2 tab4KDT 2tab2KDT+2tab
mgStreptomisininj. Etambutol3tab2
38-54kg 3 tab 4KDT + 750 3 tab4KDT KDT+3tabEtam
mgStreptomisininj. butol4tab2KDT+
55-70kg 4 tab4KDT+1000 4 tab4KDT 4tabEtambutol5t
mg Streptomisin ab2KDT+5
≥71 kg inj.5tab 4KDT+1000 5 tab4KDT tabEtambutol
mgStreptomisininj.

3) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR

Berat Badan 2 bulan HRZE/(75 /50/150 Mg) 4 bulan ( RH 75/50Mg


( Kg )
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
 30 OAT DEWASA

4) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat : terdiri dari OAT lini
ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide,
Sikloserin, Moksifloksasin, PAS,Clofazimin, Linezolid, Delamanid
dan obat

i
TBC baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.
Catatan : Pengobatab TB dengan paduan OAT lini pertama yang
digunakan di Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun
dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan mengacu pada
dosis terapi yang telah direkomendasikan.
e. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB paru
Pemantauan dan hasil pengobatan TB Parumenurut Kemenkes RI (2016),
yaitu:
1) Pemantauan kemajuan Pengobatan TBC
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada kasus TBC dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Untuk mamantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
specimen sebanyak kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negative bila kedua specimen tersebut negative. Bila
salah satu specimen atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang
dahak tersebut dinyatakan positif. TCM atau Tes Cepat Molekuler
TBC tidak diperbolehkan untuk follow up TBC. Pemantauan
pengobatan untuk pemakaian OAT KDT 1 adalah pada bulan kedua,
kelima dan akhir pengobatan. Begitupun untuk pemakaian OAT pada
anak. Untuk penggunaan OAT KDT 2 di follow up dilakukan pada
bulan ke 3, ke 5 dan akhir pengobatan.
2) Hasil pengobatan TB Paru
a) Sembuh
Klien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaa nulang dahak (follow up) hasilnya negative akhir
pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up
sebelumnya negatif.
b) Pengobatan lengkap
Adalah klien yang telah menyelesaikan pengobatan secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
c) Meninggal

i
Adalah klien yang meninggal dalam masa pengobatan karena
sebab apapun.
d) Pindah
Adalah klien yang pindah berobat keunit dengan register TB Paru
yang lain dan hasil pengobatan tidak diketahui.
e) Default (putus berobat)
Adalah Klien yang tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatan selesai.
f) Gagal
Klien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
f. Perjalanan alamiah TB paru yang tidak diobati
Tanpa pengobatan setelah 5 tahun 50 % dari klien TB paru akan
meningga, 25 % sembuh sendiri dengan daya tahan tinggi, dan 25 %
sebagai kasus kronik yang dapat menular
(Permenkes No. No 67 Tahun 2016)
g. Dalam pengobatan pasien TBC dibutuhkan pengawas menelan minum
obat (PMO)
1) Dengan syarat berdasarkan Permenkes No.67 Tahun 2016
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh
petugaskesehatanmaupunpasien, selainituharusdisegani dan
dihormati oleh pasien
b) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien.
2) Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain lain. Bila tidak
ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapa tberasal dari

i
kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat
lainnya atau anggota keluarga.
3) Tugas seorang PMO
a) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
b) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
d) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit PelayananKesehan.

8. Pemberian Kekebalan dan Penegahan TBC


Selain Tindakan promotif dengan sosialisasi dan Kie TBC di masyarakat
dengan sosialisasi Etika Batuk , Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Makan
makanan yang bergizi , dalam program penanggulangan TBC juga
menggalakan :
a. Promosi kesehatan
b. Surveilans TBC
c. Pengendalian faktor resiko
d. Penemuan dan penanganan kasus TBC
e. Pemberian kekebalan
f. Pemberian obat pencegahan

i
9. Pathway

i
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan informasi atau data tentang pasien
untuk mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Tujuan
dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan pasien,
menentukan masalah keperawatan pasien dan kesehatan pasien, menilai
keadaan kesehatan pasien, membuat keputusan yang tepat dalam
menentukan langkah-langkah berikutnya(Dermawan, 2012).
a. Identitas Klien
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dewasa penderita TB Paru
dengan masalah keperawatan kurangnya informasi yang adekuat tentang
program pengobatan (Muttaqin, 2012) adalah:
1) Jenis kelamin

i
Komposisi antara laki-laki dan perempuan terhadap penyerangan
infeksivirus TB Paru hampir sama. Pada perokok aktif kasusnya
lebih banyak terjadi dibanding dengan yang tidak merokok.
2) Umur
TB Paru dapat menyerang segala usia, tetapi lebih sering dijumpai
pada anak usia antara1 sampai 2 tahun.
3) Alamat
Lingkungan dengan penderita TB Paru yang cukup banyak dapat
memicupenyebaran infeksi dan kualitas kebersihan lingkungan yang
buruk juga dapat menjadi faktor penularan TB Paru.
4) Pekerjaan
Penderita TB Paru sering dijumpai pada orang yang golongan

ekonominya menengah kebawah. Dan juga berhubungan dengan

jenis pekerjaan yang berada di lingkungan yang banyak terpajan

polusi udara setiap harinya. Polusi udara dapat menurunkan

efektivitas kerja paru dan menurunkan sistem imunitas tubuh.

b. Keluhan Utama
Keluhan yang sering muncul menurut Somantri(2009), antara lain:
1) Demam:subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.
2) Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi
untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari
batuk kering sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai kepleura sehingga menimbulkan pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.

i
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps : merupakan gejala atelektasis. Bagian
dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong
ke sisiyang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak
bayangan hitam dan diagfragma menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakitini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit infeksi menular.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Menurut Somantri (2009), riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan
atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang dirasakan saat
ini. Dengan adanya sesak nafas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu
makan menurun, dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
melakukan pengobatan.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu


Menurut Somantri (2009), keadaan atau penyakit yang pernah diderita
olehpenderita yang mungkin sehubungan dengan TB Paru antara lain
ISPA, efusi pleura serta TB Paru yangkembali aktif,selain itu bisa juga
karena:
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT
e. Riwayat Kesehatan Keluarga

i
Mencari anggota keluarganya yang menderita TB Paru sehingga bisa
terputus atau tidak diteruskan penularannya (Somantri, 2009).
f. Riwayat Psikososial
Menurut Asmadi (2008) riwayat psiko sosial lebih sering terjadi pada
penderita yang ekonominya menengah kebawah dan sanitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB paru yang lain.
1) Persepsi dan harapan klien terhadap masalahnya
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah
dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien.
2) Pola interaksi dan komunikasi
Gejala TB paru sangat membatasi pasien untuk menjalankan
kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya
berhubungan dengan orang lain.

3) Pola nilai dan kepercayaan


Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya
dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien
terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.
g. Pola Kesehatan Sehari-hari
Tabel Pola Kesehatan Sehari-hari

Pola-pola Saat Sakit


Nutrisi Pada klien dengan TB Paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun. Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi,
jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya
Eliminasi Penderita TB Paru dilarang menahan buang air kecildan buang air
besar, kebiasaan menahan buang airkecil dan buang air besar akan

i
menyebabkan feses menghasilkan radikal bebas yang bersifat
meracuni tubuh, menyebabkan sembelit, dan semakin
mempersulit pernafasan.
Istirahat Dengan adanya sesak nafas dan nyeri dada pada penderita TB Paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
Personal Perlu dikaji personal hygiene pada pasien yangmengalami TB
Hygien paru. Terkadang ada hambatan dalam personal hygiene.
Aktivitas Perlu dikaji tentang aktivitas keseharian pasien seperti pekerjaan,
dan aktivitas lainnya. Dengan adanya batuk, sesak nafas dan nyeri
dada akan mempengaruhi menurunnya toleransi tubuh terhadap
aktivitas.
Sumber:Asmadi,2008

h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum klien
Keadaan umum pada pasien TB paru yaitu composmentis, terlihat
pucat, lemah, lemas dan sesak nafas.
2) Pemeriksaan kepala dan muka
Simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam atau putih, tidak
ada lesi. Biasanaya pada pasienTB paru muka pucat.

3) Pemeriksaan telinga
Simestris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, ada serumen atau
tidak.
4) Pemeriksaan mata
Simestris, konjungtiva merah mudah, sklera putih, tidak ada nyeri
tekan,tidak ada benjolan.
5) Pemeriksaan hidung
Simetris, terdapat rambut hidung, terdapat kotoran atau tidak, tidak
ada nyeri tekan, pada pasien TB paru biasanya terdapat pernapasan
cuping hidung.
6) Pemeriksaan mulut dan faring
Mukosa bibir lembab, pada penderita TB paru biasanya tidak ada
nyeri tekan, tidak ada lesi, biasanya ada kesulitan untuk menelan.

i
7) Pemeriksaan leher
Simetris, ada pembesaran vena jugularis atau tidak, ada nyeri tekan
atau tidak, ada benjolan atau tidak.
8) Pemeriksaan payudara dan ketiak
Ketiak tumbuh rambut atau tidak, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,
payudara simetris.
9) Pemeriksaan thoraks
a) Pemeriksaan paru
(1) Inspeksi
Menurut Somantri (2009), batuk produktif/nonproduktif,
terdapat sputum yang kental dan sulit dikeluarkan,bernafas
dengan menggunakan otot-otot tambahan, sianosis. Mekanika
bernafas, pernafasan cuping hidung, penggunaan oksigen, dan
sulit bicara karena sesak nafas.
(2) Palpasi
Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan. Takikardi
akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti sianosis
sentral.
(3) Perkusi
Lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
(4) Auskultasi
Pada saat ekspirasi terdengar suara gaduh yang
dalam(Ronchi), disebabkan gerakan udara yang melewati
jalan napas menyempit akibat obstruksi napas (sumbatan
akibat odema, tumor, atau sekresi).
b) Pemeriksaan jantung
(1) Inspeksi
Ictus cordis tidak tampak
(2) Palpasi
Ictus cordis terletak di ICS V midclavikula sinistra
(3) Auskultasi

i
Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 terdengar tunggal
(4) Perkusi
Suara pekak
10) Pengkajian abdomen dan pelvis
a) Inspeksi
Pada inspeksi perlu diperhatikan apakah abdomen membusung
atau membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena,
amati juga apakah di daerah abdomen tampak benjolan/massa.
Laporkan bentuk dan letaknya.
b) Auskultasi
Mendengar suara peristaltic usus, normal berkisar
5-35kali/menit, bunyi peristaltic yang keras dan panjang ditemui
pada gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal.
Peristaltik yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila
setelah 5 menit tidak terdengar suara peristaltik maka kita
lakukan peristaltik negatif (pada pasien post operasi).

c) Palpasi
Sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada
pasien adakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus
dipalpasi terakhir, palpasi umum terhadap keseluruhan dinding
abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri umum
(peritonitis,pancreatitis). Kemudian mencari dengan perabaan
ada atau tidaknya massa/benjolan (tumor). Periksa juga turgor
kulit perut untuk menilai hidrasi pasien. Setelah itu periksalah
dengan tekanan region suprapubika(cystitis), titik
mcburney(appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region
iliaca (adnexitis) barulah secara khusus kita melakukan palpasi
hepar. Palpasi hepar dilakukan dengan telapak tangan dan jari
kanan dimulai dari kuadran kanan bawah berangsur-angsur naik

i
mengikuti irama nafas dan cembungan perut. Rasakan apakah ada
pembesaran hepar atau tidak, hepar membesar padakeadaan :
malnutrisi, gangguan fungsi hati/radang hati (hepatitis, tyfoid
fever, malaria, dengue, tumor hepar), bendungan karena
dekompensasi cordis.
d) Perkusi
(1) Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada
lambung dan usus (tympani atau redup)
(2) Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau
massa dalam perut. Bunyi perkusi pada perut yang normal
adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan
tertentu misalnya apabila hepar dan limpa membesar, maka
bunyi perkusi akan menjadi redup, khusunya perkusi di
daerah bawah kosta kanan dan kiri.
11) Pemeriksaan integumen
Adanya nyeri tekan atau tidak, struktur kulit halus, warna kulit
sawomatang, tidak ada benjolan.

12) Pemeriksaan ekstremitas


Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan
ekstermitas yaitu:
a) Tanda-tanda injuri eksternal
b) Nyeri
c) Pergerakan
d) Oedema
e) Fraktur

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut SDKI (2016), yaitu :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
1) Definisi

i
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
2) Penyebab
a) Fisiologis
(1) Spasme jalan napas
(2) Hipersekresi jalan napas
(3) Disfungsi neuromuskuler
(4) Benda asing dalam jalan napas
(5) Sekresi yang tertahan
(6) Hyperplasia dinding jalan napas
(7) Proses infeksi
(8) Respon alergi
(9) Efek agen farmakologis (Mis. anastesi)
b) Situasional
(1) Merokok aktif
(2) Merokok pasif
(3) Terpajan polutan

3) Gejala dan tanda mayor


a) Subjektif
Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Batuk tidak efektif
(2) Tidak mampu batuk
(3) Sputum berlebih
(4) Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
(5) Mekonium dijalan napas (pada neonates)
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(1) Dispnea
(2) Sulit bicara

i
(3) Ortopnea
b) Objektif
(1) Gelisah
(2) Sianosis
(3) Bunyi napas menurun
(4) Frekuensi napas berubah
(5) Pola napas berubah
b. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
1) Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi
karbondioksida pada membrane alveolus – kapiler.
2) Penyebab
a) Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
b) Perubahan membrane alveolus - kapiler
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
(1) Dispnea

b) Objektif
(1) PCO2 meningkat/menurun
(2) PO2 menurun
(3) Takikardia
(4) pH arteri meningkat/menurun
(5) Bunyi napas tambahan
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(1) Pusing
(2) Penglihatan kabur
b) Objektif
(1) Sianosis
(2) Diaforesis

i
(3) Gelisah
(4) Napas cuping hidung
(5) Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal)
(6) Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan)
(7) Kesadaran menurun
c. Hipertermi (D.0130)
1) Definisi
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
2) Penyebab
a) Dehidrasi
b) Terpapar lingkungan panas
c) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
e) Peningkatan laju metabolisme
f) Respon trauma
g) Aktivitas berlebihan
h) Penggunaan inkubator
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Suhu tubuh diatas nilai normal
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Kulit merah
(2) Kejang
(3) Takikardi
(4) Takipnea

i
(5) Kulit terasa hangat
d. Defisit Nutrisi (D.0019)
1) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
2) Penyebab
a) Ketidakmampuan menelan makanan
b) Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d) Peningkatan kebutuhan metabolism
e) Faktor ekonomi (mis. financial tidak mencukupi)
f) Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan)
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Berat badan menurun minimal 10 % di bawah rentang ideal

4) Gejala dan tanda minor


a) Subjektif
(1) Cepat kenyang setelah makan
(2) Kram/nyeri abdomen
(3) Nafsu makan menurun
b) Objektif
(1) Bising usus hiperaktif
(2) Otot pengunyah lemah
(3) Otot menelan lemah
(4) Membran mukosa pucat
(5) Sariawan
(6) Serum albumin turun
(7) Rambut rontok berlebihan

i
(8) Diare
e. Defisit pengetahuan (D.0111)
1) Definisi
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan
topik tertentu
2) Penyebab
a) Keteratasan kognitif
b) Gangguan fungsi kognitif
c) Kekeliruan mengikuti anjuran
d) Kurang terpapar informasi
e) Kurang minat dalam belajar
f) Kurang mampu mengingat
g) Ketidaktahuan menentukan sumber informasi
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
(1) Menanyakan masalah yang dihadapi

b) Objektif
(1) Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
(2) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
(2) Menunjukkan perilaku berlebihan (mis. apatis, bermusuhan,
agitasi, histeria)

3. Intervensi Keperawatan

i
Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas Latihan batuk efektif
efektif (D.0001) (L.01001) Tindakan :
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
hipersekresi jalan napas, intervensi keperawatan 1. Identifikasi kemampuan
sekresi yang tertahan, selama…….. bersihan batuk
proses infeksi dibuktikan jalan napas meningkat 2. Monitor adanya retensi
dengan : dengan kriteria hasil : sputum
DS : a. Batuk efektif 3. Monitor tanda dan
a. Dispnea meningkat gejala infeksi saluran
b. Sulit bicara b. Produksi sputum napas
c. Ortopnea menurun 4. Monitor input dan
DO : c. Mengi menurun output cairan (mis.
a. Batuk tidak efektif d. Wheezing menurun jumlah dan karakteristik
b. Tidak mampu batuk e. Dispnea menurun
c. Sputum berlebih f. Ortopnea menurun

d. Mengi, wheezing g. Sulit bicara Terapeutik

dan/atau ronkhi menurun 1. Atur posisi semi –

kering h. Sianosis menurun fowler atau fowler

e. Gelisah i. Gelisah menurun 2. Pasang perlak dan

f. Sianosis j. Frekuensi napas bengkok di pangkuan

g. Bunyi napas membaik pasien

menurun k. Pola napas 3. Buang sekret pada

h. Frekuensi napas membaik tempat sputum

berubah Edukasi

i. Pola napas be 1. Jelaskan tujuan dan

j. Rubah prosedur batuk efektif


2. Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung

i
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
3. Anjurkan mengulang
tarik napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik napas setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

Gangguan Pertukaran Gas Pertukaran Gas (L.01003) Pemantauan Respirasi


(D.0003) berhubungan Setelah dilakukan Tindakan
dengan ketidakseimbangan intervensi keperawatan Observasi
ventilasi – perfusi, selama……. Pertukaran 1. Monitor frekuensi,
perubahan membran gas meningkat dengan irama, kedalaman dan
alveolus – kapiler kriteria hasil : upaya napas
dibuktikan dengan a. Tingkat kesadaran 2. Monitor pola napas
DS : meningkat (seperti bradipnea,
a. Dispnea b. Dispnea menurun takipnea, hiperventilasi,
b. Pusing c. Bunyi napas kussmaul. Cheyne-
c. Pengihatan kabur tambahan menurun stokes, biot, ataksik)
DO : d. Pusing menurun 3. Monitor kemampuan
a. PCO2 e. Penglihatan kabur batuk efektif

i
meningkat/menurun menurun 4. Monitor adanya
b. PO2 menurun f. Diaforesis menurun produksi sputum
c. Takikardia g. Gelisah menurun 5. Monitor adanya
d. pH arteri meningkat/ h. Napas cuping sumbatan jalan napas
menurun hidung menurun 6. Palpasi kesimetrisan
e. Bunyi napas i. PCO2 membaik ekspansi paru
tambahan j. PO2 membaik 7. Auskultasi bunyi napas
f. Sianosis k. Takikardia 8. Monitor saturasi oksigen
g. Diaforesis membaik 9. Monitor nilai AGD
h. Gelisah l. pH arteri membaik 10. Monitor hasil x-ray
i. Napas cuping m. Sianosis membaik toraks
hidung n. Pola napas Terapeutik
j. Pola napas abnormal membaik 1. Atur interval
(cepat/lambat, o. Warna kulit pemantauan respirasi
regular/ireguler, membaik sesuai kondisi pasien
dalam/dangkal) 2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

k. Warna kulit Edukasi


abnormal (mis. 1. Jelaskan tujuan dan
pucat, kebiruan) prosedur pemantauan
l. Kesadaran menurun 2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Hipertermi (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Tindakan
dehidrasi, proses penyakit keperawatan selama …… Observasi
(mis. infeksi, kanker) termoregulasi membaik 1. Identifikasi penyebab
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil : hipertermia (mis.
DS : tidak tersedia a. Menggigil menurun dehidrasi, terpapar
DO : b. Kulit merah lingkungan panas,

i
a. Suhu tubuh diatas menurun penggunaan inkubator)
nilai normal c. Kejang menurun 2. Monitor suhu tubuh
b. Kulit merah d. Suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit
c. Kejang membaik 4. Monitor haluaran urine
d. Takikardi e. Suhu kulit 5. Monitor komplikasi
e. Takipnea membaik akibat hipertermia
f. Kulit terasa hangat Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
pernukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian

i
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan
ketidakmampuan menelan intervensi keperawatan Observasi
makanan dibuktikan dengan selama…… status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
DS : membaik dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan
a. Cepat kenyang hasil : intoleransi makanan
setelah makan a. Porsi makanan 3. Identifikasi makanan
b. Kram/nyeri yang dihabiskan disukai
abdomen meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
c. Nafsu makan b. Kekuatan otot kalori dan jenis nutrien
menurun pengunyah 5. Identifikasi perlunya
meningkat selang nasogastrik
c. Kekuatan otot 6. Monitor asupan
menelan meningkat makanan
7. Monitor berat badan
DO : d. Serum albumin 8. Monitor hasil
a. Berat badan meningkat pemeriksaan
menurun minimal 10 e. Berat badan laboratorium
% dibawah rentang mambaik Terapeutik
ideal f. Frekuensi makan 1. Lakukan oral hygiene
b. Bising usus membaik sebelum makan, jika
hiperaktif g. Nafsu makan perlu
c. Otot pengunyah membaik 2. Fasilitasi menentukan
lemah
pedoman diet (mis.
d. Otot menelan lemah
piramida makanan)
e. Membran mukosa
3. Sajikan makanan secara
pucat
menarik dan suhu yang
f. Sariawan
sesuai

i
g. Serum albumin 4. Berikan makanan tinggi
turun serat untuk mencegah
h. Rambut rontok konstipasi
berlebihan 5. Berikan makanan tinggi
i. Diare kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan

i
(D.0111) berhubungan (L.12111) Tindakan
dengan keterbatasan Setelah dilakukan Observasi
kognitif, gangguan fungsi intervensi keperawatan 1. Identifikasi kesiapan
kognitif, kurang terpapar selama…….. tingkat dan kemampuan
informasi dibuktikan pengetahuan membaik menerima informasi
dengan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor-faktor
DS : a. Perilaku sesuai yang dapat
a. Menanyakan anjuran meningkat meningkatkan dan
masalah yang b. Verbalisasi minat menurunkan motivasi
dihadapi dalam belajar perilaku hidup bersih
DO : meningkat dan sehat
a. Menunjukkan c. Kemampuan Terapeutik
perilaku tidak sesuai menjelaskan 1. Sediakan materi dan
anjuran pengetahuan media pendidikan
b. Menunjukkan tentang suatu topik kesehatan
persepsi yang keliru meningkat 2. Jadwalkan pendidikan
terhadap masalah kesehatan sesuai
kesepakatan
c. Menjalani d. Kemampuan 3. Berikan kesempatan
pemeriksaan yang menggambarkan untuk berkarya
tidak tepat pengalaman Edukasi
d. Menunjukkan sebelumnya yang 1. Jelaskan faktor risiko
perilaku berlebihan sesuai dengan topik yang dapat
(mis. apatis, meningkat mempengaruhi
bermusuhan, agitasi, e. Perilaku sesuai kesehatan
histeria) dengan 2. Ajarkan perilaku hidup
pengetahuan bersih dan sehat
meningkat 3. Ajarkan strategi yang
f. Pertanyaan tentang dapat digunakan untuk
masalah yang meningkatkan perilaku
dihadapi menurun hidup bersih dan sehat

i
g. Persepsi yang
keliru terhadap
masalah menurun
h. Menjalani
pemeriksaan yang
tidak tepat menurun
i. Perilaku membaik

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan


dimana rencana keperawatan dilaksanakan, melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan. Pada tahap ini, perawat siap untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan klien. Agar impementasi perencanaan dapat tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas
perawatan klien. Kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau
dan menatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya.
Kemudian dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dlam tahap proses keperawatan berikutnya
(Wilkinson, 2012). Komponen tahap implementasi antara lain :
a. Tindakan keperawatan mandiri

i
b. Tindakan keperawatan edukatif
c. Tindakan keperawatan kolaboratif
d. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan, tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Terdapat dua jenis evaluasi :
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evalusai formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan
perencanaan.
1) S (Subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia
2) O (Objektif) : Data objektif dari hasil observasi yang dilakukan oleh
perawat
3) A (Assesmen) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif
4) P (Perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan dating
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

i
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan (Setiadi 2012), yaitu :
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukkan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien
masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan
perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis, yakni kuman anaerob yang dapat hidup terutama
di paru atau diberbagai organ tubuh lainnya. Dimana tanda dan gejala dari TBC
ini adalah batuk, pada keadaan lanjut berupa batuk darah, sesak nafas, nyeri
dada, demam dan malaise.
Penderita TBC semakin meningkat pertahunnya. Ada beberapa sebab yang
berhubungan dengan peningkatan penderita TBC paru antara lain : minimnya

i
kesadaran masyarakat dalam melakukan suspek sputum, kurangnya
pengetahuan/informasi pada masyarakat tentang penularan Tuberculosis Paru,
kelalaian dalam berobat. Sehingga sebagai tenaga kesehatan harus memberikan
perhatian khusus pada masyarakat yang terpapar dengan micobakterium
tuberculosis sehingga penderita TB dapat diminimalisasi jumlah penderitanya.

B. Saran
Saran kami sebagai penulis kepada seluruh pembaca : dapat memahami
definisi, etiologi, tanda dan gejala, serta klasifikasi TB dan pencegahannya.
Kritik dan sarannya sangat kami harapkan yang bersifat konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai