Pembimbing:
Disusun Oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pasien dengan TBC” tepat pada waktu. Tujuan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Makalah tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan TBC ini
dapat terwujud dan terlaksana atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Fransisca Anjar Rina S., M.Kep., Ns.Sp.Kep.M.B. selaku koordinator dan
dosen Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1.
2. Teman - teman kelompok 8 yang bekerjasama, saling mendukung, memotivasi
dalam menyelesaikan tugas pembuatan makalah.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUA
2
masyarakat (Wahdi dan Puspitosari,2021).
3
Melihat angka kejadian penderita Tuberculosis yang cukup tinggi
seperti yang telah dijelaskan diatas maka perawat perlu untuk bertindak
secara professional dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
kompetensi. Peran perawat sangat penting dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis yang dalam pelaksanaannya
tidak telepas dari memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.
Oleh sebab itulah pada laporan ini akan dipaparkan tentang pemberian
asuhan keperawatan pada penyakit TBC .
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan system pernafasan: Tuberculosis
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui konsep teori penyakit tuberculosis
1.3.2.2 Dapat menyusun pengkajian keperawatan pada pasien
dengan tuberculosis
1.3.2.3 Dapat menyusun diagnosa keperawatan pada pasien
dengan tuberculosis
1.3.2.4 Dapat menyusun rencana keperawatan pada
pasien dengan tuberculosis
4
BAB II
PEMBAHASA
5
a. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan parenkim paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang
menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, alat kelamin dan lain-lain.
2. Klasifikasi Berdasrkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Berdasarkan klasifikasi ini TB paru dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tuberkulosis BTA positif
1) sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif,
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis,
3) 1 dari spesimen dahak hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif,
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif Khusus bagi penderita yang
tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnositik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT d. Ditentukan oleh dokter untuk di beri
pengobatan
3. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
6
a. Baru, adalah pasien yang belum pernah di obati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (4 minggu).
b. Kambuh (relaps), adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di
diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
c. Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang
mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah.
d. Pengobatan setelah putus berobat (default) adalah pasien
yang telah berobat dan putus berobat dua (2) bulan atau
lebih dengan BTA positif.
e. Gagal (failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima (5) atau lebih selama pengobatan.
f. Lain-lain, adalah semua kasus yang tidak memenuhi
ketentuan di atas, dalam kelompok ini termsauk kasus
kronik yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan. (Rahmani, 2020)
4) Usia Muda
Anak-anak berada pada risiko lebih tinggi untuk terkena
infeksi dan penyakit TB. Kebanyakan anak-anak kurang
dari 2 tahun terinfeksi dari sumber rumah tangga
sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun lebih
banyak terinfeksi dari sumber komunitas (lingkungan
bermain)
5) Petugas kesehatan
Petugas kesehatan mengalami peningkatan risiko
terpapar MTB
b. Faktor kuman dapat berupa
1) Konsentrasi kuman
Studi epidemologi pada pertengahan abad ke-20
menunjukkan bahwa kasus smear positive (BTA
positif) bersifat lebih menular dibandingkan kasus
lainnya. Kadar bacilli di dalam dahak pasien
berhubungan positif dengan tingkat penularan pasien
tersebut. Semakin tinggi kandungan bacilli pada dahak
maka kecenderungan penularan juga tinggi. Pasien
smear negative memiliki jumlah bacilli lebih sedikit
dari
8
pasien smear positive tetapi infeksi masih dapat
ditularkan
2) Kedekatan dan Lama kontak dengan kuman.
Kontak yang dekat dengan kasus TB menular meliputi
kontak di dalam rumah tangga dan dengan petugas
pelayanan kesehatan.
c. Faktor lingkungan dapat berupa
1) Ventilasi,
2) Kepadatan, serta
3) Pencahayaan dalam ruangan
2.1.4 Etiologi
9
berbicara. Berhubungan dekat dengan mereka yang terinfeksi
meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Begitu terhisap,
organisme secara khas diam didalam paru-paru, tetapi dapat
menginfeksi organ tubuh yang lainnya.
TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
saluran pernafasan. Dimana kuman ini memiliki sifat yaitu aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang kaya oksigen, dalam hal ini tekanan bagian apical paru-paru
lebih tinggi daripada jaringan lainnya sehingga bagian tersebut
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkolosis. Prosesnya
infeksinya adalah basil mikrobakterium tersebut akan masuk
kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, sehingga terjadi infeksi primer (ghon) yang dapat
menyebar ke kelenjar getah bening dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). Keduanya dinamakan tubercolosis primer, yang
dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tubercolosis paru primer adalah terjadinya
peradangan sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikrobakterium, sedangkan tubercolosis post
primer (reinfection) adalah peradangan bagian paru oleh karena
terjadi penularan ulang pada tubuh sehingga terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil tersebut (Darlina, 2011)
10
4) Penurunan berat badan secara cepat dalam kurun waktu
sabulan dapat turun 10 -15 kg
5) Keringat dingin setiap malam tanpa aktivitas
6) Nyeri dada, dan
7) Batuk menetap bahkan sampai dapat batuk darah . (Batuk,
non-produktif pada awalnya, dapat berlanjut sampai sputum
mukopurulen dengan hemoptysis)
11
2.1.6 Patofisiologi
Mycobacterium
inhalasi droplet
saluran pernapasan
saluran
pernafasan atas salurann
pernapasan
bawah
bakteri yang
besar bertahan di
bronkus Paru-paru
peradangan
bronkus Alveolus
PERTUKARAN
saat batuk keluar saat GAS stressor keluarga
batuk
keletihan
proses disfungsi
O2
DEFISITNUTRISI
kompensasi tubuh
meningkatkan
gerakan pernafasan
sesak
POLA NAFAS
TIDAK
EFEKTIF
12
2.1.7 Penularan Penyakit TBC
Tuberkulosis ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif
mengeluarkan oragnisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan
akan menjadi terinfeksi. Bakteri ditransmisikan ke alveoli dan
memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa. Awitan biasanya
mendadak. Penularan biasanya melalui paparan basil tuberkulosis melalui
cairan dari orang yang terkena TB paru selama berbicara, batuk, atau
bersin. Gejala umum adalah batuk, demam, hemoptisis, nyeri dada,
kelelahan, dan penurunan berat badan. Masa inkubasi adalah 4 hingga 12
minggu (Wahdi dan Puspitosari,2021)
14
c) Sewaktu hari -2 (sputum sewaktu kedua = C)
Kumpulkan sputum spesimen ketiga di laboratorium
pada saat pasien kembali ke laboratorium pada hari
kedua saat membawa sputum pagi (B).
b. Pemeriksaan Radiologis
Menurut jurnal yang ditulis oleh Wulandari (2019) menjelaskan
bahwa pemeriksaan radilogi yang dapt dilakukan pada penderita TBC
sebagai berikut: .
1) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Sebelum ditemukannya suatu gejala subjektif serta kelainan pada
paru, sering didapatkannya suatu lesi pada pemeriksaan rontgen
thorak. Apabila terjadi suatu kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan rontgen, tidak terdapat paparan untuk tuberculosis
awal, biasanya terdapat lobus bawah dan disekitar hilus. Bentuk
kelainan tersebut tampak seperti garis-garis opaque dengan ukuran
yang bermacam-macam.
2) Pemeriksaan CT Scan
Dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif /stabil
yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul, dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler, bronkhiektasis,
dan emfisema perisikatriksial.
c. Pemeriksaan PPD Intradermal (Mantoux)
0,1 mL PPD (5 unit tuberculin, atau TU) diinjeksikan secara
intradermal ke dalam aspek dorsal lengan bawah.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Tuberkulin
Area Indurasi Signifikasi
0 - 4 mm Tidak dianggap signifikan
5 mm atau lebih luas Mungkin signifikan
15
Reaksi signifikan (positif) tidak selalu berarti bahwa terdapat
penyakit aktif dalam tubuh. Kebanyakan orang yang menunjukkan
reaksi tuberculin signifikan tidak mengalami tuberculosis klinis.
Namun makin kuat reaksi, makin besar kecenderungan infeksi aktif.
Pada lansia reaksi dapat tidak menunjukkan atau reaksi
lambat hamper seminggu. Ini dikenal dengan fenomena recall
sehingga tes kulit kedua diulang 1-2 minggu (Lemone, Burke &
Bauldof, 2016)
d. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB
baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih dibawah normal. Laju endap darah juga mulai meningkat. Bisa
juga didapatkan anemia ringan. (Wulandari ,2019)
16
Fase ini membunuh kuman persisten dan mencegah relaps. Pada
pengobatan ini (fase I dan II) membutuhkan pengawas minum obat
(PMO) .
1) Fase initial obatnya adalah 2 (HRZE), lama pengobatan 2 bulan
dengan oat INH rifampisin, prazinamid dan etambutol diminum
tiap hari
2) Fase lanjutan 4(HR)3, adalah lama pengobatan 4 bulan, dengan
INH dan rifampisin diminum 3 kali sehari .(Kemenkes,2019)
17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Menurut Cox (2019) menjelaskan bahwa Pengkajian focus pada pasien
dengan gangguan system pernafasan khususnya pada penyakit TBC itu ada
beberapa antara lain adalah:
2.2.1.1 Identitas
a. Umur
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari
umur anak sampai dewasa.Namun anak-anak di bawah usia 15
thn, dewasa antara berusia 15-44 tahun dan lansia lebih rentan
terkena penyakit ini.
b. Tingkat ekonomi : Pendapatan yang rendah lebih resiko untuk
menderita TBC dari pada mereka yang mempunyai pendapatan
yang lebih tinggi.
c. Daerah/lingkungan tempat tinggal, tingkat kepadatan tinggi,
bagaimana pencahayaan alami dan ventilasi di rumah, akses
untuk mendapatkan air bersih, fasilitas memasak.
d. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
2.2.1.2 Keluhan
a. Kelemahan dan keletihan
b. Penurunan berat badan
c. Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore
atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan
semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa
bebas serangan semakin pendek.
d. Anoreksia
e. Berkeringat malam hari
f. Sesak nafas
g. Batuk ( produktif atau non produktif)
18
h. Sputum berdarah/batuk berdarah, seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau
bercak- bercak darah.
i. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritic ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem pernafasan di pleura terkena
TB.
2.2.1.3 Riwayat penyakit
a. Diabetes Mellitus
b. Batuk lama pada masa kecil
c. Tuberkulosis dari organ lain
d. Pembesaran getah bening
e. Penyakit imunosupresif ( HIV, Ca yang sedang mendapatkan
terapi kortikosteroid)
f. Status kesehatan umum dan nutrisi
g. Kebiasaan minum alkhohol
h. Riwayat pengobatan
2.2.1.4 Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai factor predisposisi penularan di dalam
rumah.
19
2.2.1.5 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemeriksaan
fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, B1(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), B6 (Bone), serta pemeriksaan yang focus
pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh sistem pernafasan.
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kesadaran pasien,pengukuran GCS.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi nafas meningkat apabila disertai sesak nafas, denyut
nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu
tubuh dan frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasnaya
sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
b. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
a) Bentuk dada dan gerakan pernafasan.
Pasien dengan TB paru biasanya tampak kurus
sehingga pada bentuk dada terlihat adanya penurunan
proporsi diameter antero-posterior banding proporsi
diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB seperti
adanya efusi pleura yang masif maka terlihat adanya
ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal
spare (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai
atelectasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris dimana didapatkan penyempitan ICS pada sisi
yang sakit.
20
b) Batuk dan sputum
21
.
3) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi,
biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan
bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila
disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi
hiperresonan.
4) Auskultasi
Pada pasien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.
Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika pasien
berbicara disebut sebagai resonan vocal. Klien dengan TB
paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan
pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal
pada sisi yang sakit.
c. B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa
untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui
stetoskop Ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vocal.
Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi
pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan
vocal pada sisi yang sakit.
22
d. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis,
menangis,merintih,meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan kronis, dan
sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
e. B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dnegan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Klien diinformaiskan agar terbiasa dengan urine yng berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih
normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
rifampisin.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
g. B6 (Bone)
Aktifitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB
paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan,kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi
tak teratur. (Muttaqin, 2012)
23
2.2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang bisa jadi muncul pada klien Tuberkulosis Paru
Doenges,dkk (1999) yaitu :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan berhubungan
dengan hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernafas, kelemahan
otot pernafasan).
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi
secret yang meningkat.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus/ kapiler.
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan proses infeksi .
5. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
24
2.2.3 Rencana asuhan keperawatan
24
2. Pantauan respirasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-stokes, biot,
ataksik )
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor Saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
k. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
l. Dokumentasikan hasil pemantauan
m. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
n. Informasikan hasil pemantauan ,jika perlu
25
3. Pengaturan posisi
a. Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
mengubah posisi
b. Tempatkan pada matras/tempat tidur teraupetik
yang tepat
c. Tempatkan pada posisi teraupetik
d. Tempatkan objek yang sering digunakan dalam
jangkauan
e. Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam
jangkauan
f. Atur posisi yang mengurangi sesak (misal: semi
fowler)
g. Aturkan posisi yang disukai, jika tidak
kontraindikasi
h. Atur posisi yang meningkatkan drainage
i. Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
j. Tingkatkan tempat tidur bagian kepala
k. Berikan bantal yang tepat pada leher
l. Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
26
m. Motivasi terlibat dalam perubahan posisi, sesuai
kebutuhan
4. Pemberian obat inhalasi
a. Identifikasi kemungkinan alergi , interaksi dan
kontraindikasi obat
b. Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
c. Periksa tanggal kadaluarsa obat
d. Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum
pemberian obat ,jika perlu
e. Monitor efek terapeutik
f. Monitor efek samping, toksisitas dan interaksi obat
g. Lakukan prinsip enam benar ( pasien , obat, dosis,
waktu, rute, dokumentasi )
h. Posisikan inhaler di dalam mulut mengarah ke
tenggorokan dengan bibir ditutup rapat
i. Anjurkan bernapas lambat dan dalam selama
penggunaan nebulizer
j. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan
yang diharapkan dan efek samping obat
27
k. Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan efektitifitas obat
2. Bersihan jalan Hipersekresi jalan Setelah dilakukan asuhan perawatan, diharapkan 1. Manajemen jalan nafas
nafas tidak nafas bersihan jalan nafas meningkat dengan kriteria a. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
efektif hasil: nafas)
- Batuk efektif (meningkat) b. Monitor bunyi nafas tambahan (misalnya:
- Produksi sputum (menurun) gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Dyspnea (menurun) c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Ortopnea (menurun) 2. Latihan batuk efektif
- Sianosis (menurun) a. Observasi: identifikasi kemampuan batuk
- Gelisah (menurun) b. Monitor adanya retensi sputum
- Frekuensi nafas (membaik) c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Pola nafas (membaik) d. Monitor input dan output cairan, misalnya: jumlah dan
karakteristik
3. Pemantauan respirasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
28
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan
f. nafas Palpasi kesimetrisan ekspansi
g. paru Auskultasi bunyi nafas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor hasil x-ray
thoraks
3. Gangguan Perubahan Setelah dilakukan asuhan perawatan, diharapkan 1. Pemantauan respirasi
pertukaran gas membrane pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil: a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
alveolus-kapiler - Tingkat kesadaran (meningkat) Nafas
- Dyspnea (menurun) b. Monitor pola nafas (seperti: bradipnea,
- Bunyi nafas tambahan (menurun) takipnea, hiperventilasi, kussmaul, ceynestokes,
- Pusing (menurun) biot, kusmaul, atasik)
- Diaphoresis (menurun) c. Monitor kemampuan batuk efektif
- Gelisah (menurun) d. Monitor adanya produksi sputum
- Nafas cuping hidung (menurun) e. Monitor adanya sumbatan jalan
- PCO2 (membaik) f. nafas Palpasi kesimetrisan ekspansi
- PO2 (membaik) g. paru Auskultasi bunyi nafas
- Takikardia (membaik) h. Monitor saturasi
- Sianosis (membaik) i. oksigen Monitor nilai
AGD
29
- Pola nafas (membaik) j. Monitor hasil x-ray thoraks
- Warna kulit (membaik) 2. Terapi oksigen
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan faksi yang diberikan cukup
d. Monitor efektivitas terapi oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah), jika perlu
e. Monitor kemampuan melepas oksigen saat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelectasis
h. Monitor tinggkat kecemasan akibat terapi oksigen
i. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan terapi oksigen
j. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, takea, jika
perlu
k. Pertahankan kepatenan jalan nafas
l. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
m. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
30
n. Tetap gunakan oksigen saat pasien transportasi
o. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
p. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengunakan
oksigen di rumah
q. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
r. Kolaborasi pengunaan oksigen saat aktivitas atau
tidur
3. Pemberian obat inhalasi
a. Identifikasi kemungkinan alergi , interaksi dan
kontraindikasi obat
b. Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
c. Periksa tanggal kadaluarsa obat
d. Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum
pemberian obat ,jika perlu
e. Monitor efek terapeutik
f. Monitor efek samping, toksisitas dan interaksi obat
g. Lakukan prinsip enam benar ( pasien , obat, dosis,
waktu, rute, dokumentasi )
31
h. Posisikan inhaler di dalam mulut mengarah ke
tenggorokan dengan bibir ditutup rapat
i. Anjurkan bernapas lambat dan dalam
selama penggunaan nebulizer
j. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,
tindakan yang diharapkan dan efek samping
k. obat Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan
dan menurunkan efektitifitas obat
4. Deficit Proses Infeksi Setelah dilakukan asuhan perawatan, diharapkan 1. Manajemen nutrisi
nutrisi status nutrisi membaik dengan kriteria hasil: a. Identifikasi indikasi pemberian nutrisi parenteral
- Porsi makan yang dihabiskan (meningkat) b. Identifikasi jenis akses parenteral yang diperlukan
- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan c. Monitor reaksi alergi pemberian nutrisi parenteral
nutrisi (meningkat) d. Monitor kepatenan akses intravena
- Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi e. Monitor asupan nutrisi
yang tepat (meningkat) f. Hitung kebutuhan kalori
- Frekuensi makan (meningkat) g. Berikan nutrisi parenteral sesuai indikasi
- Nafsu makan (meningkat) h. Atur kecepatan pemberian infus dengan tepat
i. Gunakan infuspump jika tersedia
32
j. Hindari pengambilan sample darah dan pemberian
obat pada jalur nutrisi parenteral
k. Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian nutrisi
parenteral
2. Promosi berat badan
a. Identifikasi kemungkinan penyebab Berat badan
kurang
b. Monitor adanya mual dan muntah
c. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari –
hari
d. Monitor berat badan
e. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
f. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
makan, jika perlu
g. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT, atau Gastrostomi, total
parenteral nutrition sesuai indikasi)
h. Hidangkan makanan secara menarik
33
i. Berikan suplemen, jika perlu
j. Berikan pujian kepada pasien atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
k. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,
namun tetap terjangkau
l. Jelaskan peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan
34
2. Regulasi temperatur
a. Monitor tekanan darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
.
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
.
d. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
e. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
f. Gunakan matras penghangat, selimut
hangat, dan penghangat ruangan untuk
menaikkan suhu tubuh
g. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan
35
6. Ansietas Ancaman Setelah dilakukan asuhan perawatan, diharapkan 1. Reduksi ansietas
kematian tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil: a. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
- Verbalisasi kebingungan (menurun) b. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang c. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
dihadapi (menurun) d. Ciptakan suasana terpeutik untuk menumbuhkan
- Perilaku gelisah (menurun) kepercayaan
- Perilaku tegang (menurun) e. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Tekanan darah (menurun) f. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
- Frekuensi nadi (menurun) kecemasan
- Diaphoresis (menurun) g. Dengarkan dengan penuh perhatian
- Pola tidur (membaik) h. Diskusikan perencanaan realistis tentang
- Kontak mata (membaik) peristiwa yang akan dating
- Orientasi (membaik) i. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
j. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
k. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
l. Latih teknik relaksasi
m. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
36
2. Teknik relaksasi
a. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
b. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
teknik relaksasi
c. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.
Nafas dalam, peregangan atau imajinasi
terbimbing)
d. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, jenis relaksasi
yang tersedia (mis. musik, meditasi, nafas dalam,
relaksasi oto progresif)
37
BAB III
Pembahasan Kasus
KASUS TBC
Hari 2 perawatan:
Dilakukan pemeriksaan albumin, bilirubin, Na , K, dan BSN. Hasil pemeriksaan:
albumin: 3,0 gr/dl, bilirubin direc: 0,46 mg/dl,bil total: 0,74 mg/dl, Na dan K dalam batas
normal, dan BSN : 142 mg/dl. Pasien mendapatkan tambahan terapi risperdal 1 mg ( ½- 0
– ½ ). Pasien juga dilakukan tranfusi 2 bag PRC ( hari ke dua ) dengan premed
oradexon 1 mp
IV. Pasien tidak bisa kencing sehingga dilakukan nelathon catheter keluar 50 cc namun
karena beberapa kali pesien tidak bisa kencing dan balance cairan (+) > 500 cc maka
dilakukan pemasangan cateter urine tetap. Balance cairan ( + ) 1625.
Hari 3 perawatan:
Pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium: ICT TB, DL, Mantoux test. Hasil
pemeriksaan
: ICT TB: positif, DL: Hb: 3,4 ; LED : 13-25 ( hasil lain dalam batas normal), Mantoux
test
:belum ada hasil.Karena dari hasil pemeriksaan thorax foto : terdapat pleura effusion kiri
39
setinggi ICS 2 kiri depan, maka dilakukan pruf pungsi keluar cairan minimal, sehingga
40
dokter menghendaki dilakukan pemeriksaan USG thorax, hasil: pleura effusion kanan
banyak sekali septa ( + ).
Hari 4 perawatan:
Pasien panas sehingga terapi rycef diganti ciprofloxacin 3x 200 mg/ drip, pasien juga
mendapat terapi tambahan diflucan 1 x / drip, Rifampicin 450 mg 1 x 1, INH 300 mg 1 x
1, PZA 1x 3. Karena dari hasil pemeriksaan USG thorax didapatkan adanya efusi pleura
maka dokter melakukan pungsi pleura dan keluar cairan 650cc dan dilakukan
pemeriksaan BTA dari cairan pleura , hasil : BTA positif.
41
1. Pengelompokan
Data Hari perawatan
ke-1
Data Subjektif :
1. Pasien mengungkapkan nafas terasa sesak.
2. Pasien mengungkapkan selama ± 3 bulan panas naik turun ( panas pada
malam hari )
3. Pasien juga mengeluh batuk – batuk ( batuk berdahak , dahak sulit keluar )
4. Pasien juga mengatakan nafsu makan menurun sejak 3 bulan yang lalu dan
berat badan menurun
5. Pasien juga mengatakan badan terasa lemas
6. Pasien juga mengatakan terasa mual saat makan dan muntah tiap kali makan
Data Objektif :
1. Saat makan pasien terlihat tidak ada nafsu makan.
2. Pada malam hari pasien teriak – teriak dan gelisah, kesadaran menurun,
GCS: 3 – 4 – 5
3. TTV : TD : 110 / 70 mm Hg ; Nadi : 108 x/ mnt ; Suhu : 38,8 oC
4. Hb : 6,4, LED : 30 – 65 (hari perawatan pertama)
5. Thorax foto: terdapat pleura effusion kiri setinggi ICS 2 kiri depan.
6. Hasil lab di IGD SGOT: 149, 1 U/L ; SGPT: 25,2 U/L ; Hb : 7,2 gr/ dl ; Lekosit
: 5,97 x 10 9 / L ; PCV: 22,6 % ; Thrombo : 230 x 10 9 /L; BJ Plasma:1. 029
43
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perfusi jaringan perifer yang tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
dibuktikan dengan Pasien juga mengatakan badan terasa lemas, HB : 7,2 gr/dl
turun menjadi 6,4 gr/dl ( hari perawatan ke-1 ), Pada malam hari pasien teriak –
teriak dan gelisah, kesadaran menurun, GCS: 3 – 4 – 5.
2) Hipertemi b.d proses infeksi penyakit dibuktikan dengan Pasien mengungkapkan
selama ± 3 bulan panas naik turun ( panas pada malam hari), TTV : TD : 110 / 70
mm Hg ; Nadi : 108 x/ mnt ; Suhu : 38,8 oC, hasil lab : Lekosit : 5,97 x 10 9 / L ;
PCV: 22,6 % ; Thrombo : 230 x 10 9 /L dan Pemeriksaan BTA dari cairan pleura ,
hasil : BTA positif ( hari perawatan ke-4)
3) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi secret yang
meningkat dibuktikan dengan Pasien mengungkapkan nafas terasa sesak, Pasien
juga mengeluh batuk – batuk ( batuk berdahak , dahak sulit keluar ), Thorax foto:
terdapat pleura effusion kiri setinggi ICS 2 kiri depan
4) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi dibuktikan dengan pada hari
perawatan yang ke-2 Pasien mengatakan beberapa kali tidak bisa kencing,
Balance cairan (+) > 500 cc maka dilakukan pemasangan cateter urine tetap serta
balance cairan ( + ) 1625 dan dilakukan pungsi pleura keluar cairan 650cc,
pemeriksaan USG thorax, hasil: pleura effusion kanan banyak sekali septa ( + ).
5) Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan dibuktikan dengan
pasien juga mengatakan nafsu makan menurun sejak 3 bulan yang lalu dan berat
badan menurun, pasien juga mengatakan terasa mual saat makan dan muntah tiap
kali makan dan saat makan pasien terlihat tidak ada nafsu makan, pasien
menghabiskan
½ dari porsi makan yang di hidangkan.
6) Resiko jatuh didukung dengan faktor resiko pada malam hari pasien teriak –
teriak dan gelisah, kesadaran menurun, GCS: 3 – 4 – 5 dan anemia ( hb 6,4 gr/dl)
44
3. Intervensi Keperawatan
1.) Perfusi jaringan perifer yang tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
45
2) Hipertemi b.d proses infeksi penyakit
Termoregulasi
2) Hipertemi b.d proses infeksi
Tujuan : Observasi
penyakit dibuktikan dengan
Pasien suhu tubuhnya dapat menurun atau 1. Observasi suhu tubuh pasien setiap 4 jam sekali
Pasien mengungkapkan selama ±
stabil dalam batas normal setelah dilakukan 2. Berikan kompres hangat pada bagian leher dan ketiak
3 bulan panas naik turun ( panas
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam Teraupetik
pada malam hari), TTV : TD : 110
dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan kepada pasien untuk memakai baju yang
/ 70 mm Hg ; Nadi : 108 x/ mnt ;
1. Suhu tubuh membaik (36-37,20 C) longgar dan tipis
Suhu
2. Keluhan menggigil pasien menurun Edukasi
o
: 38,8 C, hasil lab : Lekosit : 5,97
3. Akral dingin pasien menurun 4. Edukasi pasien untuk tirah baring
9
x 10 / L ; PCV: 22,6 % ;
4. Keluarga mampu menerapkan terapi non Kolaborasi
Thrombo
farmakologi untuk menurunkan suhu 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
9
: 230 x 10 /L dan Pemeriksaan
tubuh pasien paracetamol 500mg
BTA dari cairan pleura , hasil :
BTA positif ( hari perawatan ke-
4)
46
3) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi secret yang meningkat
47
4) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Manajemen hipervolemi
4) Hipervolemia b.d gangguan
Tujuan : Observasi :
mekanisme regulasi dibuktikan
Hipervolemia pada pasien dapat menurun 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemi
dengan pada hari perawatan yang ke-
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor status hemodinamik
2 Pasien mengatakan beberapa kali
selama 5x24 jam, dengan kriteria hasil : 3. Monitor intake dan output
tidak bisa kencing, Balance cairan
1. Kongesti paru menurun (5) cairan Terapetik :
(+)
2. Oliguria membaik (5) 1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
> 500 cc maka dilakukan
3. Intake cairan membaik (5) 2. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
pemasangan cateter urine tetap serta
Edukasi :
balance cairan ( + ) 1625 dan
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 ml/kg/jam
dilakukan pungsi pleura keluar
dalam 6 jam
cairan 650cc, pemeriksaan USG
Kolaborasi :
thorax, hasil: pleura effusion kanan
1. Kolaborasi pemberian diuretic
banyak sekali septa ( + ).
2. Kolaborasi dengan dokter pungsi pleura
48
5) Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
49
6) Resiko jatuh
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Pencegahan jatuh
6) Resiko jatuh didukung dengan faktor Obeservasi:
Tujuan: 1. Identifikasi factor lingkungan yang meningkatkan resiko
resiko pada malam hari pasien teriak
Tingkat jatuh pasien menurun setelah jatuh
– teriak dan gelisah, kesadaran
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 2. Identifikasi resiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
menurun, GCS: 3 – 4 – 5 dan anemia
24 jam dengan kriteria hasil : atau sesuai dengan kebijaksanaan institusi
( hb 6,4 gr/dl)
1. Jatuh dari tempat tidur menurun(5) Teraupetik:
2. Jatuh dari berdiri menurun (5) 3. Hitung skala jatuh dengan menggunakan skala fall
3. Jatuh dari duduk menurun (5) morse scale
4. Jatuh dari kamar mandi menurun (5) 4. Pasang handrail tempat tidur
5. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah posisi
50
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang paru-paru. Mycobacterium ini mulai
menyebar ke berbagai belahan dunia, salah satunya di Indonesia. Dimana
Indonesia merupakan Negara ketiga setelah India, China, Philipina dan
Pakistan yang memiliki presentase penderita TB terbesar didunia. negara
Indonesia menduduki nomor tiga dengan angka kejadian TBC paling
tinggi di dunia, pada tahun 2017 ditemukan sekitar 420.994 kejadian TBC
dengan laki laki tiga kali lebih banyak dibanding perempuan Tuberculosis
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan mycobacterium tuberculosis.
Penderita tuberculosis dengan BTA positif dapat menularkan pada orang
sekelilingnya, terutama yang melakukan kontak erat. Penularan utama
penyakit Tuberculosis oleh bakteri yang terdapat dalam droplet yang
dikeluarkan penderita sewaktu bersin dan batuk. Penderita tuberculosis
dapat disembuhkan dengan melakukan pengobatan menggunakan beberapa
antibiotic selama kurang lebih 6 bulan, penderita TBC dapat sembuh
dengan cara meminum obat secara teratur dalam waktu yang ditentukan.
Faktor yang berpengaruh terhadap penyakit TBC berupa faktor individu,
kuman dan faktor lingkungan (luas, ventilasi, kepadatan hunian, intensitas
pencahayaan, lantai, dinding). Pencegahan tuberculosis harus dilakukan
dengan berbagai cara agar dapat memutus rantai penularan, menegakkan
diagnosis cepat, mengendalikan infeksi dengan baik, dan pengobatan yang
efektif merupakan hal yang sangat penting dalam memberantas TBC di
masyarakat.
4.2 Saran
4.2.1Bagi Pasien
TBC hendaknya meningkatkan motivasinya dalam pengobatan TB, seperti
selalu meningkatkan pasien agar patuh berobat. Hal ini dikarenakan proses
51
pengobatan TB berjalan lama dan dapat menyebabkan kebosanan pada
pasien TB.
52
DAFTAR PUSTAKA
53
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
SistemPernapasan . Jakarta: Salemba Medika.
54