Anda di halaman 1dari 57

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGGUAN SISTEM PERNAFASAN


TBC

Pembimbing:

Fransisca Anjar Rina S., M.Kep., Ns.Sp.Kep.M.B

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TRANSFER SEKOLAH TINGGI ILMU

KESEHATAN PANTI RAPIH YOGYAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pasien dengan TBC” tepat pada waktu. Tujuan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Makalah tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan TBC ini
dapat terwujud dan terlaksana atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Fransisca Anjar Rina S., M.Kep., Ns.Sp.Kep.M.B. selaku koordinator dan
dosen Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1.
2. Teman - teman kelompok 8 yang bekerjasama, saling mendukung, memotivasi
dalam menyelesaikan tugas pembuatan makalah.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.

Yogyakarta, 20 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2

1.1 Latar Belakang....................................................................................................2


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................3
1.3 Tujuan.................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................4

2.1 Konsep Penyakit..................................................................................................4


2.1.1 Pengertian.................................................................................................4
2.1.2 Klasifikasi Penyakit..................................................................................4

2.1.3 Faktor Resiko............................................................................................6


2.1.4 Etiologi.....................................................................................................8
2.1.5 Tanda dan Gejala......................................................................................9
2.1.6 Patofisiologi..............................................................................................11
2.1.7 Penulan TBC.............................................................................................12
2.1.8 Komplikasi................................................................................................13
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Medis.................................................................13
2.1.10 Penatalaksanaan Medis...........................................................................15
2.1.11Penatalaksanaan Keperawatan.................................................................16
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................................17
2.2.1 Pengkajian..................................................................................................17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................23
2.2.3 Rencana Keperawatan...............................................................................24
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................................38

BAB III KESIMPULAN............................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) adalah salah satu penyakit menular yang dapat


menginfeksi semua kalangan mulai dari bayi, anak-anak, remaja sampai
lansia. Menurut World Health Organization (WHO tahun 2018)
mengemukakan bahwa Tuberkulosis menjadi penyebab utama kematian di
antara semua penyakit menular lainnya di dunia dan WHO melaporkan
bahwa pada tahun 2010 terdapat 1,1 juta kematian karena TBC. Tahun
2016 jumlah kasus insiden TBC secara global sebanyak 10,4 juta dan
terdapat lima negara memiliki kasus tertinggi seperti India, china,
Philipina dan Pakistan. Sedangkan negara Indonesia menduduki nomor
tiga dengan angka kejadian TBC paling tinggi di dunia, pada tahun 2017
ditemukan sekitar 420.994 kejadian TBC dengan laki laki tiga kali lebih
banyak dibanding perempuan (Depkes RI, 2018).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
mycobacterium tuberculosis. Penderita tuberculosis dengan BTA positif
dapat menularkan pada orang sekelilingnya, terutama yang melakukan
kontak erat. Penularan utama penyakit Tuberculosis oleh bakteri yang
terdapat dalam droplet yang dikeluarkan penderita sewaktu bersin dan
batuk. Penderita tuberculosis dapat disembuhkan dengan melakukan
pengobatan menggunakan beberapa antibiotic selama kurang lebih 6
bulan, penderita TBC dapat sembuh dengan cara meminum obat secara
teratur dalam waktu yang ditentukan. Factor yang berpengaruh terhadap
penyakit TBC berupa factor individu, kuman dan factor lingkungan (luas,
ventilasi, kepadatan hunian, intensitas pencahayaan, lantai,
dinding).Pencegahan tuberculosis harus dilakukan dengan berbagai cara
agar dapat memutus rantai penularan, menegakkan diagnosis cepat,
mengendalikan infeksi dengan baik, dan pengobatan yang efektif
merupakan hal yang sangat penting dalam memberantas TBC di

2
masyarakat (Wahdi dan Puspitosari,2021).

3
Melihat angka kejadian penderita Tuberculosis yang cukup tinggi
seperti yang telah dijelaskan diatas maka perawat perlu untuk bertindak
secara professional dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
kompetensi. Peran perawat sangat penting dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis yang dalam pelaksanaannya
tidak telepas dari memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.
Oleh sebab itulah pada laporan ini akan dipaparkan tentang pemberian
asuhan keperawatan pada penyakit TBC .

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem
Pernafasan: Tuberculosis

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan system pernafasan: Tuberculosis
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui konsep teori penyakit tuberculosis
1.3.2.2 Dapat menyusun pengkajian keperawatan pada pasien
dengan tuberculosis
1.3.2.3 Dapat menyusun diagnosa keperawatan pada pasien
dengan tuberculosis
1.3.2.4 Dapat menyusun rencana keperawatan pada
pasien dengan tuberculosis

4
BAB II

PEMBAHASA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Pengertian
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri TB ini berbentuk
batang dan mempunyai sifat tahan terhadap asam pada
pewarnaan sehingga dikenal juga sebagai bakteri tahan asam
(BTA). Paru merupakan tempat utama penyakit ini meskipun
berbagai organ lainnya juga dapat terkena.Tuberkulosis adalah
suatu penyakit kronik yang salah satu kunci keberhasilan
pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita (Afiah & Husen,
2020)
Sedangkan menurut Chomaerah, (2020) dalam jurnal
Alviani dan Rahayu tahun 2021 menjelaskan bahwa Tuberkulosis
(TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyebaran dan
penularan penyakit TBC yaitu melalui udara dari percikan dahak
(droplet nuclei) atau lendir dari penderita TBC sehingga penularan
melalui udara sangat mudah menularkan kepada orang lain.
Penderita TBC akan terinfeksi kuman di saluran pernafasan yaitu
organ paru-paru. Selain itu, kuman TBC tidak hanya menyerang
pada sistem pernafasan tetapi dapat menginfeksi pada bagian tubuh
yang lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran nafas, atau bagian tubuh lainnya. Penyakit TBC disebabkan
karena lingkungan yang kotor dan daerah yang lembab.

2.1.2 Klasifikasi Penyakit TBC


1. Klasifikasi Berdasarkan Organ tubuh yang Terkena Dibagi
menjadi dua yaitu:

5
a. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan parenkim paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang
menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, alat kelamin dan lain-lain.
2. Klasifikasi Berdasrkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Berdasarkan klasifikasi ini TB paru dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tuberkulosis BTA positif
1) sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif,
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis,
3) 1 dari spesimen dahak hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif,
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif Khusus bagi penderita yang
tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnositik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT d. Ditentukan oleh dokter untuk di beri
pengobatan
3. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

6
a. Baru, adalah pasien yang belum pernah di obati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (4 minggu).
b. Kambuh (relaps), adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di
diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
c. Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang
mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah.
d. Pengobatan setelah putus berobat (default) adalah pasien
yang telah berobat dan putus berobat dua (2) bulan atau
lebih dengan BTA positif.
e. Gagal (failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima (5) atau lebih selama pengobatan.
f. Lain-lain, adalah semua kasus yang tidak memenuhi
ketentuan di atas, dalam kelompok ini termsauk kasus
kronik yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan. (Rahmani, 2020)

2.1.3 Faktor resiko


Menurut Irianti,dkk (2016) menjelaskan bahwa Faktor
resiko yang mempengaruhi seseorang menderita penyakit TB paru
ada banyak .Adapun faktor tersebut dapat berupa faktor individu,
faktor kuman, dan faktor lingkungan.
a. Faktor Individu dapat berupa berbagai hal yang
mempengaruhi daya tahan tubuh individu tersebut,seperti :
1) Orang yang menderita HIV/AIDS, pada orang yang
menderita penyakit ini sering mengalami penurunan
kekebalan tubuh sehingga sering sekali menybabkan
komplikasi penyakit TBC
7
2) Malnutrisi,
Malnutrisi baik defisiensi mikro maupun makro
meningkatkan resiko TB karena melemahnya respon
imun. Penyakit TB dapat memicu kekurangan gizi
karena penurunan nafsu makan dan perubahan proses
metabolik
3) Diabetes Melitus (DM),
Diabetes meningkatan risiko penyakit TB aktif. Bukti
biologi mendukung teori bahwa diabetes melemahkan
secara langsung respon imun intrinsic dan adaptif
sehingga mempercepat proliferasi TB.

4) Usia Muda
Anak-anak berada pada risiko lebih tinggi untuk terkena
infeksi dan penyakit TB. Kebanyakan anak-anak kurang
dari 2 tahun terinfeksi dari sumber rumah tangga
sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun lebih
banyak terinfeksi dari sumber komunitas (lingkungan
bermain)
5) Petugas kesehatan
Petugas kesehatan mengalami peningkatan risiko
terpapar MTB
b. Faktor kuman dapat berupa
1) Konsentrasi kuman
Studi epidemologi pada pertengahan abad ke-20
menunjukkan bahwa kasus smear positive (BTA
positif) bersifat lebih menular dibandingkan kasus
lainnya. Kadar bacilli di dalam dahak pasien
berhubungan positif dengan tingkat penularan pasien
tersebut. Semakin tinggi kandungan bacilli pada dahak
maka kecenderungan penularan juga tinggi. Pasien
smear negative memiliki jumlah bacilli lebih sedikit
dari

8
pasien smear positive tetapi infeksi masih dapat
ditularkan
2) Kedekatan dan Lama kontak dengan kuman.
Kontak yang dekat dengan kasus TB menular meliputi
kontak di dalam rumah tangga dan dengan petugas
pelayanan kesehatan.
c. Faktor lingkungan dapat berupa
1) Ventilasi,
2) Kepadatan, serta
3) Pencahayaan dalam ruangan

2.1.4 Etiologi

Tuberkulosis (TBC) disebabkan oleh sejenis bakteri yang


disebut mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat
penderita TB batuk atau bersin dan orang lain menghirup droplet
yang dikeluarkan yang 5 mengandung bakteri TB. Meskipun TB
menyebar dengan cara yang sama dengan flu, penyakit ini tidak
menular dengan mudah. Seseorang harus kontak waktu dalam
beberapa jam dengan orang yang terinfeksi. Misalnya, infeksi TBC
biasanya menyebar antara anggota keluarga yang tinggal di rumah
yang sama. Akan sangat tidak mungkin bagi seseorang untuk
terinfeksi dengan duduk di samping orang yang terinfeksi di bus
atau kereta api. Selain itu, tidak semua orang dengan TB dapat
menularkan TB. Anak dengan TB atau orang dengan infeksi TB
yang terjadi di luar paru-paru (TB ekstrapulmoner) tidak
menyebabkan infeksi (Puspasari, 2019 yang disitasi oleh Wahdi
dan Puspitosari,2021).
Menurut Wahdi dan Puspitosari (2021) Penyakit ini
menginfeksi dengan cara menyebar dengan rute naik di udara.
Infeksi disebabkan oleh penghisapan air liur yang berisi bakteri
tuberculosis mycobacterium tuberculosis. Seseorang yang terkena
infeksi dapat menyebabkan partikel kecil melalu batuk, bersin,
atau

9
berbicara. Berhubungan dekat dengan mereka yang terinfeksi
meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Begitu terhisap,
organisme secara khas diam didalam paru-paru, tetapi dapat
menginfeksi organ tubuh yang lainnya.
TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
saluran pernafasan. Dimana kuman ini memiliki sifat yaitu aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang kaya oksigen, dalam hal ini tekanan bagian apical paru-paru
lebih tinggi daripada jaringan lainnya sehingga bagian tersebut
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkolosis. Prosesnya
infeksinya adalah basil mikrobakterium tersebut akan masuk
kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, sehingga terjadi infeksi primer (ghon) yang dapat
menyebar ke kelenjar getah bening dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). Keduanya dinamakan tubercolosis primer, yang
dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tubercolosis paru primer adalah terjadinya
peradangan sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikrobakterium, sedangkan tubercolosis post
primer (reinfection) adalah peradangan bagian paru oleh karena
terjadi penularan ulang pada tubuh sehingga terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil tersebut (Darlina, 2011)

2.1.5. Tanda Dan Gejala

Menurut Rita,dkk (2020), Penyakit TBC itu memiliki bebrapa ciri


khas, anatara lain adalah :
a. Gejala Utama:
Batuk berdahak terus-menerus lebih dari 2 minggu
b. Gejala Tambahan :
1) Demam bertingkat yang dimulai dari rendah,
2) Keletihan,
3) Anoreksia,

10
4) Penurunan berat badan secara cepat dalam kurun waktu
sabulan dapat turun 10 -15 kg
5) Keringat dingin setiap malam tanpa aktivitas
6) Nyeri dada, dan
7) Batuk menetap bahkan sampai dapat batuk darah . (Batuk,
non-produktif pada awalnya, dapat berlanjut sampai sputum
mukopurulen dengan hemoptysis)

11
2.1.6 Patofisiologi

Mycobacterium

inhalasi droplet

saluran pernapasan

saluran
pernafasan atas salurann
pernapasan
bawah

bakteri yang
besar bertahan di
bronkus Paru-paru

peradangan
bronkus Alveolus

alveolus penyebaran infeksi


penumpukan mengalami secara limfa perjalanan penyakit
sekret konsolidasi dan hematogen TB
edukasi

alveolus demam Hipertermi


mengalami muncul respon tubuh berupa
efektif tidak efektif konsolidasi dan gejala yang mengganggu
eksudasi aktivitas
tubuh

PERTUKARAN
saat batuk keluar saat GAS stressor keluarga
batuk
keletihan

menerus Kebersiha khawatir


n jalan
nafas tidak INTOLERANSI
efektif AKTIVITAS
terhirup orang yang sehat
kurang
pengetahuan

mual, muntah ANSIETAS

proses disfungsi
O2
DEFISITNUTRISI

kompensasi tubuh
meningkatkan
gerakan pernafasan

sesak

POLA NAFAS
TIDAK
EFEKTIF

12
2.1.7 Penularan Penyakit TBC
Tuberkulosis ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif
mengeluarkan oragnisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan
akan menjadi terinfeksi. Bakteri ditransmisikan ke alveoli dan
memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa. Awitan biasanya
mendadak. Penularan biasanya melalui paparan basil tuberkulosis melalui
cairan dari orang yang terkena TB paru selama berbicara, batuk, atau
bersin. Gejala umum adalah batuk, demam, hemoptisis, nyeri dada,
kelelahan, dan penurunan berat badan. Masa inkubasi adalah 4 hingga 12
minggu (Wahdi dan Puspitosari,2021)

2.1.8 Komplikasi Penyakit TBC


Menurut Puspasari (2019) yang disitasi oleh Wahdi dan Puspitosari,(2021)
menjelaskan bahwa penyakit TBC tanpa pengobatan bisa berakibat fatal.
Penyakit aktif yang tidak diobati biasanya menyerang paru-paru, namun
bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah. Komplikasi
tuberkulosis meliputi:
1) Nyeri tulang belakang. Nyeri punggung dan kekakuab adalah
komplikasi tuberkulosis yang umum
2) Kerusakan sendi. Atritis tuberkulosis biasanya menyerang pinggul dan
lutut.
3) Infeksi pada meningen (meningitis). Hal ini dapat menyebabkan sakit
kepala yang berlangsung lama atau intermiten yang terjadi selama
berminggu-minggu.
13
4) Masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal membantu menyaring limbah
dan kotoran dari aliran darah. Fungsi ini menjadi terganggu jika hati
atau ginjal terkena tuberkulosis.
5) Gangguan jantung. Meskipun jarang terjadi, tuberkulosis dapat
mengidentifikasi jaringan yang mengelilingi jantung, menyebabkan
pembengkakan kemampuan jantung untuk memompa secara efektif

2.1.9 Pemeriksaan penunjang Medis


a. Pemeriksaan Dahak/ sputum
Menurut Lemone, Burke, & Bauldof (2016) menjelaskan bahwa
pemeriksaan dahak atau sputum itu ada 2 cara , yaitu:
1) Apusan Sputum adalah pemeriksaan sputum secara mikroskopik
untuk basil tahan asam. M. tuberculosis yang menahan zat kimia
perubah warna setelah pewarnaan. Sifat ini disebut “tahan asam”.
Apusan tahan asam memberi indicator yang cepat.
2) Kultur sputum positif memberi diagnosis definitive. Tetapi, M.
tuberculosis tumbuh lambat, memerlukan waktu 4-8 minggu
sebelum dapat diseleksi menggunakan teknik kultur tradisional.
Sedangkan untuk waktu pengumpulan spesimen dibutuhkan tiga
spesimen sputum untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis.
Spesimen sputum paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari
berturut-turut (pagi- pagi- pagi), tetapi untuk kenyamanan penderita
pengumpulan sputum dilakukan adalah Sewaktu – Pagi – Sewaktu
(SPS) dalam jangka waktu 2 hari.
a) Sewaktu hari -1 (sputum sewaktu pertama = A)
 Kumpulkan sputum spesimen pertama pada saat pasien
berkunjung ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)
 Beri pot sputum pada saat pasien pulang untuk
keperluan pengumpulan sputum pada hari berikutnya.
b) Pagi hari -2 (sputum pagi = B)
 Pasien mengeluarkan sputum spesimen kedua pada pagi
hari kedua setelah bangun tidur dan membawa
spesimen ke laboratorium.

14
c) Sewaktu hari -2 (sputum sewaktu kedua = C)
 Kumpulkan sputum spesimen ketiga di laboratorium
pada saat pasien kembali ke laboratorium pada hari
kedua saat membawa sputum pagi (B).

b. Pemeriksaan Radiologis
Menurut jurnal yang ditulis oleh Wulandari (2019) menjelaskan
bahwa pemeriksaan radilogi yang dapt dilakukan pada penderita TBC
sebagai berikut: .
1) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Sebelum ditemukannya suatu gejala subjektif serta kelainan pada
paru, sering didapatkannya suatu lesi pada pemeriksaan rontgen
thorak. Apabila terjadi suatu kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan rontgen, tidak terdapat paparan untuk tuberculosis
awal, biasanya terdapat lobus bawah dan disekitar hilus. Bentuk
kelainan tersebut tampak seperti garis-garis opaque dengan ukuran
yang bermacam-macam.
2) Pemeriksaan CT Scan
Dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif /stabil
yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul, dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler, bronkhiektasis,
dan emfisema perisikatriksial.
c. Pemeriksaan PPD Intradermal (Mantoux)
0,1 mL PPD (5 unit tuberculin, atau TU) diinjeksikan secara
intradermal ke dalam aspek dorsal lengan bawah.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Tuberkulin
Area Indurasi Signifikasi
0 - 4 mm Tidak dianggap signifikan
5 mm atau lebih luas Mungkin signifikan

10 mm atau lebih luas Dianggap signifikan

15
Reaksi signifikan (positif) tidak selalu berarti bahwa terdapat
penyakit aktif dalam tubuh. Kebanyakan orang yang menunjukkan
reaksi tuberculin signifikan tidak mengalami tuberculosis klinis.
Namun makin kuat reaksi, makin besar kecenderungan infeksi aktif.
Pada lansia reaksi dapat tidak menunjukkan atau reaksi
lambat hamper seminggu. Ini dikenal dengan fenomena recall
sehingga tes kulit kedua diulang 1-2 minggu (Lemone, Burke &
Bauldof, 2016)

d. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB
baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih dibawah normal. Laju endap darah juga mulai meningkat. Bisa
juga didapatkan anemia ringan. (Wulandari ,2019)

2.1.10 Penatalaksanaan medis (farmakologi)


Pengobatan TBC bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah relaps, mencegah terjadinya resistensi terhadap obat.
Pengobatan membutuhkan waktu yang lama 6-8 bulan untuk membunuh
kuman Dorman. Terdapat 3 aktifitas anti TBC, yaitu:
a. Obat bacterisidal: Isoniasid (INH), rifampisin, pirasinamid
b. Obat dengan kemampuan sterilisasi: rifampisin, PZA
c. Obat dengan kemampuan mencegah resistensi: refampisin dan INH,
sedangkan etambutol dengan streptomisin kurang efektif

Cara pengobatan terdiri dari 2 fase:

a. Fase initial/fase intensif (2 bulan)


Fase ini membunuh kuman dengan cepat, dalam waktu 2 minggu
pasien infeksius menjadi tidak infeksi dan gejala klinis membaik
BTA positif akan menjadi negative dalam waktu 2 bulan
b. Fase lanjutan (4-6 bulan)

16
Fase ini membunuh kuman persisten dan mencegah relaps. Pada
pengobatan ini (fase I dan II) membutuhkan pengawas minum obat
(PMO) .
1) Fase initial obatnya adalah 2 (HRZE), lama pengobatan 2 bulan
dengan oat INH rifampisin, prazinamid dan etambutol diminum
tiap hari
2) Fase lanjutan 4(HR)3, adalah lama pengobatan 4 bulan, dengan
INH dan rifampisin diminum 3 kali sehari .(Kemenkes,2019)

2.1.11 Penatalaksanaan keperawatan

1. Memberi edukasi pada pasien cara mengurangi penyebaran TB


dengan menutup mulut ketika batuk atau bersin mengunakan tissue
atau masker, dan membuang sputum secara tepat,mencuci tangan.
2. Menjelaskan manfaat program skrining unuk mengidentifikasi orang
yang terinfeksi (meskipun tidak dianggap infeksi )
3. Menganjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi diit seimbang,tinggi
protein,tinggi karbohidrat.
4. Menganjurkan pasien untuk menghindari kerumunan dan orang yang
mengalami infeksi pernafasan atas.
5. Menjelaskan pada pasien tentang pemahaman yang baik mengenai
penyakit,terapi ,dan kemungkinana efek samping terapi.
(LeMone, Burke & Bauldoff, 2016)

17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Menurut Cox (2019) menjelaskan bahwa Pengkajian focus pada pasien
dengan gangguan system pernafasan khususnya pada penyakit TBC itu ada
beberapa antara lain adalah:

2.2.1.1 Identitas
a. Umur
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari
umur anak sampai dewasa.Namun anak-anak di bawah usia 15
thn, dewasa antara berusia 15-44 tahun dan lansia lebih rentan
terkena penyakit ini.
b. Tingkat ekonomi : Pendapatan yang rendah lebih resiko untuk
menderita TBC dari pada mereka yang mempunyai pendapatan
yang lebih tinggi.
c. Daerah/lingkungan tempat tinggal, tingkat kepadatan tinggi,
bagaimana pencahayaan alami dan ventilasi di rumah, akses
untuk mendapatkan air bersih, fasilitas memasak.
d. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
2.2.1.2 Keluhan
a. Kelemahan dan keletihan
b. Penurunan berat badan
c. Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore
atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan
semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa
bebas serangan semakin pendek.
d. Anoreksia
e. Berkeringat malam hari
f. Sesak nafas
g. Batuk ( produktif atau non produktif)

18
h. Sputum berdarah/batuk berdarah, seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau
bercak- bercak darah.

i. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritic ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem pernafasan di pleura terkena
TB.
2.2.1.3 Riwayat penyakit
a. Diabetes Mellitus
b. Batuk lama pada masa kecil
c. Tuberkulosis dari organ lain
d. Pembesaran getah bening
e. Penyakit imunosupresif ( HIV, Ca yang sedang mendapatkan
terapi kortikosteroid)
f. Status kesehatan umum dan nutrisi
g. Kebiasaan minum alkhohol
h. Riwayat pengobatan
2.2.1.4 Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai factor predisposisi penularan di dalam
rumah.

19
2.2.1.5 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemeriksaan
fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, B1(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), B6 (Bone), serta pemeriksaan yang focus
pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh sistem pernafasan.
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kesadaran pasien,pengukuran GCS.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi nafas meningkat apabila disertai sesak nafas, denyut
nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu
tubuh dan frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasnaya
sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
b. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
a) Bentuk dada dan gerakan pernafasan.
Pasien dengan TB paru biasanya tampak kurus
sehingga pada bentuk dada terlihat adanya penurunan
proporsi diameter antero-posterior banding proporsi
diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB seperti
adanya efusi pleura yang masif maka terlihat adanya
ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal
spare (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai
atelectasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris dimana didapatkan penyempitan ICS pada sisi
yang sakit.

20
b) Batuk dan sputum

Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB


paru disertai adanya bronkhictasis yang membuat klien
akan mengalami peningkatan produksi sputum yang
sangat banyak.
2) Palpasi
a. Palpasi trachea.
Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura masif
dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea
kearah berlawanan dari sisi sakit.
b. Gerakan dinding thoraks anterior.ekskrusi
pernafasan.
TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan
palpasi, gerakan dada saat bernafas biasanya normal
dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya
penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya
ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
c. Getaran suara (fremitus vocal).
Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada
disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil
fremitus pada klien dengan TB paru biasanya
ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi
pleura massif, sehingga hantaran suara menurun karena
transmisi getaran suara harus melewati cairan yang
berakumulasi di rongga pleura

21
.
3) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi,
biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan
bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila
disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi
hiperresonan.
4) Auskultasi
Pada pasien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.
Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika pasien
berbicara disebut sebagai resonan vocal. Klien dengan TB
paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan
pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal
pada sisi yang sakit.
c. B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa
untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui
stetoskop Ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vocal.
Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi
pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan
vocal pada sisi yang sakit.

22
d. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis,
menangis,merintih,meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan kronis, dan
sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
e. B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dnegan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Klien diinformaiskan agar terbiasa dengan urine yng berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih
normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
rifampisin.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
g. B6 (Bone)
Aktifitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB
paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan,kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi
tak teratur. (Muttaqin, 2012)

23
2.2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang bisa jadi muncul pada klien Tuberkulosis Paru
Doenges,dkk (1999) yaitu :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan berhubungan
dengan hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernafas, kelemahan
otot pernafasan).
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi
secret yang meningkat.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus/ kapiler.
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan proses infeksi .
5. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian

24
2.2.3 Rencana asuhan keperawatan

No Diagnosis Etiologi Kriteria Hasil Intervensi


1. Pola nafas tidak Hambatan upaya Setelah dilakukan asuhan perawatan selama …x.., 1. Manajemen jalan nafas
efektif nafas pola nafas pasien membaik dengan kriteria hasil: a. Monitor pola napas (frekuensi , kedalaman , usaha
- Ventilasi semenit (meningkat) napas)
- Kapasitas vital (meningkat) b. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling ,
- Diameter thorax anterior-posterior (meningkat) mengi, wheezing , ronkhi kering)
- Tekanan ekspirasi (meningkat) c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Tekanan inspirasi (meningkat) d. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
- Dyspnea (menurun) dan chin-lift (jaw-trust jika curiga trauma servikal )
- Penggunaan otot bantu nafas (menurun) e. Posisikan semi -fowler atau fowler
- Pemanjangan fase ekspirasi (menurun) f. Berikan minum hangat
- Ortopnea (menurun) g. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Pernafasan pursed-lip (menurun) h. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Pernafasan cuping hidung (menurun) i. Berikan oksigen ,jika perlu
- Frekuensi nafas (membaik) j. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak
- Kedalaman nafas (membaik) kontraindikasi
- Ekskursi nafas (membaik) k. Ajarkan teknik batuk efektif
l. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukoliti, jika perlu

24
2. Pantauan respirasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-stokes, biot,
ataksik )
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor Saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
k. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
l. Dokumentasikan hasil pemantauan
m. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
n. Informasikan hasil pemantauan ,jika perlu

25
3. Pengaturan posisi
a. Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
mengubah posisi
b. Tempatkan pada matras/tempat tidur teraupetik
yang tepat
c. Tempatkan pada posisi teraupetik
d. Tempatkan objek yang sering digunakan dalam
jangkauan
e. Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam
jangkauan
f. Atur posisi yang mengurangi sesak (misal: semi
fowler)
g. Aturkan posisi yang disukai, jika tidak
kontraindikasi
h. Atur posisi yang meningkatkan drainage
i. Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
j. Tingkatkan tempat tidur bagian kepala
k. Berikan bantal yang tepat pada leher
l. Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif

26
m. Motivasi terlibat dalam perubahan posisi, sesuai
kebutuhan
4. Pemberian obat inhalasi
a. Identifikasi kemungkinan alergi , interaksi dan
kontraindikasi obat
b. Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
c. Periksa tanggal kadaluarsa obat
d. Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum
pemberian obat ,jika perlu
e. Monitor efek terapeutik
f. Monitor efek samping, toksisitas dan interaksi obat
g. Lakukan prinsip enam benar ( pasien , obat, dosis,
waktu, rute, dokumentasi )
h. Posisikan inhaler di dalam mulut mengarah ke
tenggorokan dengan bibir ditutup rapat
i. Anjurkan bernapas lambat dan dalam selama
penggunaan nebulizer
j. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan
yang diharapkan dan efek samping obat

27
k. Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan efektitifitas obat
2. Bersihan jalan Hipersekresi jalan Setelah dilakukan asuhan perawatan, diharapkan 1. Manajemen jalan nafas
nafas tidak nafas bersihan jalan nafas meningkat dengan kriteria a. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
efektif hasil: nafas)
- Batuk efektif (meningkat) b. Monitor bunyi nafas tambahan (misalnya:
- Produksi sputum (menurun) gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Dyspnea (menurun) c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Ortopnea (menurun) 2. Latihan batuk efektif
- Sianosis (menurun) a. Observasi: identifikasi kemampuan batuk
- Gelisah (menurun) b. Monitor adanya retensi sputum
- Frekuensi nafas (membaik) c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Pola nafas (membaik) d. Monitor input dan output cairan, misalnya: jumlah dan
karakteristik
3. Pemantauan respirasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas

b. Monitor pola nafas (seperti: bradipnea, takipnea,


hiperventilasi, kussmaul, ceynestokes, biot, kusmaul,
atasik)
c. Monitor kemampuan batuk efektif

28
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan
f. nafas Palpasi kesimetrisan ekspansi
g. paru Auskultasi bunyi nafas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor hasil x-ray
thoraks
3. Gangguan Perubahan Setelah dilakukan asuhan perawatan, diharapkan 1. Pemantauan respirasi
pertukaran gas membrane pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil: a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
alveolus-kapiler - Tingkat kesadaran (meningkat) Nafas
- Dyspnea (menurun) b. Monitor pola nafas (seperti: bradipnea,
- Bunyi nafas tambahan (menurun) takipnea, hiperventilasi, kussmaul, ceynestokes,
- Pusing (menurun) biot, kusmaul, atasik)
- Diaphoresis (menurun) c. Monitor kemampuan batuk efektif
- Gelisah (menurun) d. Monitor adanya produksi sputum
- Nafas cuping hidung (menurun) e. Monitor adanya sumbatan jalan
- PCO2 (membaik) f. nafas Palpasi kesimetrisan ekspansi
- PO2 (membaik) g. paru Auskultasi bunyi nafas
- Takikardia (membaik) h. Monitor saturasi
- Sianosis (membaik) i. oksigen Monitor nilai
AGD

29
- Pola nafas (membaik) j. Monitor hasil x-ray thoraks
- Warna kulit (membaik) 2. Terapi oksigen
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan faksi yang diberikan cukup
d. Monitor efektivitas terapi oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah), jika perlu
e. Monitor kemampuan melepas oksigen saat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelectasis
h. Monitor tinggkat kecemasan akibat terapi oksigen
i. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan terapi oksigen
j. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, takea, jika
perlu
k. Pertahankan kepatenan jalan nafas
l. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
m. Berikan oksigen tambahan, jika perlu

30
n. Tetap gunakan oksigen saat pasien transportasi
o. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
p. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengunakan
oksigen di rumah
q. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
r. Kolaborasi pengunaan oksigen saat aktivitas atau
tidur
3. Pemberian obat inhalasi
a. Identifikasi kemungkinan alergi , interaksi dan
kontraindikasi obat
b. Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
c. Periksa tanggal kadaluarsa obat
d. Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum
pemberian obat ,jika perlu
e. Monitor efek terapeutik
f. Monitor efek samping, toksisitas dan interaksi obat
g. Lakukan prinsip enam benar ( pasien , obat, dosis,
waktu, rute, dokumentasi )

31
h. Posisikan inhaler di dalam mulut mengarah ke
tenggorokan dengan bibir ditutup rapat
i. Anjurkan bernapas lambat dan dalam
selama penggunaan nebulizer
j. Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,
tindakan yang diharapkan dan efek samping
k. obat Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan
dan menurunkan efektitifitas obat

4. Deficit Proses Infeksi Setelah dilakukan asuhan perawatan, diharapkan 1. Manajemen nutrisi
nutrisi status nutrisi membaik dengan kriteria hasil: a. Identifikasi indikasi pemberian nutrisi parenteral
- Porsi makan yang dihabiskan (meningkat) b. Identifikasi jenis akses parenteral yang diperlukan
- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan c. Monitor reaksi alergi pemberian nutrisi parenteral
nutrisi (meningkat) d. Monitor kepatenan akses intravena
- Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi e. Monitor asupan nutrisi
yang tepat (meningkat) f. Hitung kebutuhan kalori
- Frekuensi makan (meningkat) g. Berikan nutrisi parenteral sesuai indikasi
- Nafsu makan (meningkat) h. Atur kecepatan pemberian infus dengan tepat
i. Gunakan infuspump jika tersedia

32
j. Hindari pengambilan sample darah dan pemberian
obat pada jalur nutrisi parenteral
k. Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian nutrisi
parenteral
2. Promosi berat badan
a. Identifikasi kemungkinan penyebab Berat badan
kurang
b. Monitor adanya mual dan muntah
c. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari –
hari
d. Monitor berat badan
e. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
f. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
makan, jika perlu
g. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT, atau Gastrostomi, total
parenteral nutrition sesuai indikasi)
h. Hidangkan makanan secara menarik

33
i. Berikan suplemen, jika perlu
j. Berikan pujian kepada pasien atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
k. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,
namun tetap terjangkau
l. Jelaskan peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan

5. Hipertemi Peningkatan laju Setelah dilakukan asuhan selama 1. Manajemen hipertermi


perawatan
metabolisme a. Identifikasi penyebab hipertermia
..x…jam,diharapkan suhu tubuh pasien membaik
dengan kriteria hasil: b. Monitor suhu tubuh
.
1. -Suhu tubuh membaik c. Monitor kadar elektrolit

2. -Suhu kulit membaik d. Monitor haluaran urine


.
3. -Kadar glukosa darah membaik e. Monitor komplikasi akibat hipertermia

4. -Pengisian kapiler membaik f. Sediakan lingkungan yang dingin

5. -Ventilasi membaik g. Longgarkan atau lepaskan pakaian

6. -Tekanan darah membaik h. Berikan cairan oral

7. -Tekanan darah membaik i. Lakukan pendinginan eksternal


j. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
k. Berikan oksigenasi, jika perlu
l. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena,

34
2. Regulasi temperatur
a. Monitor tekanan darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
.
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
.
d. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
e. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
f. Gunakan matras penghangat, selimut
hangat, dan penghangat ruangan untuk
menaikkan suhu tubuh
g. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan

35
6. Ansietas Ancaman Setelah dilakukan asuhan perawatan, diharapkan 1. Reduksi ansietas
kematian tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil: a. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
- Verbalisasi kebingungan (menurun) b. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang c. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
dihadapi (menurun) d. Ciptakan suasana terpeutik untuk menumbuhkan
- Perilaku gelisah (menurun) kepercayaan
- Perilaku tegang (menurun) e. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Tekanan darah (menurun) f. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
- Frekuensi nadi (menurun) kecemasan
- Diaphoresis (menurun) g. Dengarkan dengan penuh perhatian
- Pola tidur (membaik) h. Diskusikan perencanaan realistis tentang
- Kontak mata (membaik) peristiwa yang akan dating
- Orientasi (membaik) i. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
j. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
k. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
l. Latih teknik relaksasi
m. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan

36
2. Teknik relaksasi
a. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
b. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
teknik relaksasi
c. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.
Nafas dalam, peregangan atau imajinasi
terbimbing)
d. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, jenis relaksasi
yang tersedia (mis. musik, meditasi, nafas dalam,
relaksasi oto progresif)

(PPNI T. P., 2018)

37
BAB III
Pembahasan Kasus
KASUS TBC

Anda akan melakukan perawatan pada pasien :


IDENTITAS :
Nama : Nn. R
Usia : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Mahasiswa
Suku : Flores
Agama : Katholik
Pendidikan : Tamat SLTA
Alamat : Surabaya
Penanggung jawab : Sendiri
KELUHAN UTAMA
Pasien mengungkapkan nafas terasa sesak.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien mengungkapkan selama ± 3 bulan panas naik turun ( panas pada malam hari ),
batuk – batuk ( batuk berdahak , dahak sulit keluar ), nafsu makan menurun, Berat badan
menurun, badan terasa lemas, kencing seperti teh,± 2 minggu terasa mual saat makan dan
muntah tiap kali makan. Pasien mengungkapkan sudah berobat ke dokter dan mendapat
obat ( pasien lupa nama obatnya ), namun sakitnya tidak sembuh. Akhirnya pasien
dibawa ke IGD RSPR (Rumah Sakit Panti Rapih) oleh keluarga. Saat di IGD keadaan
umum waktu datang lemah, TTV : TD : 103 / 71 mm Hg ; Nadi : 109 x/ mnt ; Suhu :
36,8 oC ; GCS : 4– 5-6. Saat di IGD dilakukan pemeriksaan SGOT , SGPT, DL, BJ
Plasma, Malaria. Hasil pemeriksaan laboratorium, SGOT: 149, 1 U/L ; SGPT: 25,2 U/L ;
Hb : 7,2 gr/ dl ; Lekosit
: 5,97 x 10 9 / L ; PCV: 22,6 % ; Thrombo : 230 x 10 9 /L; BJ Plasma: 1. 029.Saat di IGD ,
pasien mendapatka terapi ondansentron 4 mg IV dan infuse RL 1 flesh/ 1 jam dan infuse
RL ( Life Line ). Pasien dianjurkan untuk MRS. Pasien dirawat di EG2 Kamr isolasi.
Keadaan umum waktu datang di EG 2 : lemah . TTV : TD : 110 / 70 mm Hg ; Nadi : 108
38
x/ mnt ; Suhu : 38,8 oC. Saat di paviliun 12 pasien mendapat terapi: Infus RL 1000 cc dan
RD 1000 cc, Tomit 3 x 1 amp IV, OMZ 1 x 1 amp IV, Magalat 3 x 1 C, dumin 3 x 1 k/p.

Riwayat Keperawatan di Ruang Perawatan :


Hari 1 perawatan:
KU pasien lemah, badan pasien meriang, keluar keringat dingin, anemis dan icterus.
Pasien mendapat terapi Oksigen nasal 3 lpm dan dilakukan pemeriksaan Laboratorium
DL, malaria 3 kali, CRP titer, Ig M anti salmonella dan thorax foto dengan hasil : DL: Hb
: 6,4, LED : 30 – 65 ( hasil pemeriksaan lain dalam batas normal ); malaria:negatif, CRP
titer: negatif, Ig M anti salmonella: negatif dan thorax foto: terdapat pleura effusion kiri
setinggi ICS 2 kiri depan.
Karena suhu tubuh meningkat, pasien mendapat tambahan terapi : rycef 2 x 1 gr IV.
Pasien juga mendapatkan trnfusi 4 bag PRC selama 2 hari ( 2 bag / hari ) dengan premed
oradexon 1 amp IV karena Hb rendah. Pada saat dilakukan tranfusi, pasien panas 
pasien mendapat terapi Xillo : Della = 2 : 1 cc IM.
Pada malam hari pasien teriak – teriak dan gelisah, kesadaran menurun, GCS: 3 – 4 – 5,
sehingga pasien mendapatkan tambahan terapi activan 0,5 mg 1 tab ( malam hari ).

Hari 2 perawatan:
Dilakukan pemeriksaan albumin, bilirubin, Na , K, dan BSN. Hasil pemeriksaan:
albumin: 3,0 gr/dl, bilirubin direc: 0,46 mg/dl,bil total: 0,74 mg/dl, Na dan K dalam batas
normal, dan BSN : 142 mg/dl. Pasien mendapatkan tambahan terapi risperdal 1 mg ( ½- 0
– ½ ). Pasien juga dilakukan tranfusi 2 bag PRC ( hari ke dua ) dengan premed
oradexon 1 mp
IV. Pasien tidak bisa kencing sehingga dilakukan nelathon catheter keluar 50 cc namun
karena beberapa kali pesien tidak bisa kencing dan balance cairan (+) > 500 cc maka
dilakukan pemasangan cateter urine tetap. Balance cairan ( + ) 1625.

Hari 3 perawatan:
Pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium: ICT TB, DL, Mantoux test. Hasil
pemeriksaan
: ICT TB: positif, DL: Hb: 3,4 ; LED : 13-25 ( hasil lain dalam batas normal), Mantoux
test
:belum ada hasil.Karena dari hasil pemeriksaan thorax foto : terdapat pleura effusion kiri
39
setinggi ICS 2 kiri depan, maka dilakukan pruf pungsi  keluar cairan minimal, sehingga

40
dokter menghendaki dilakukan pemeriksaan USG thorax, hasil: pleura effusion kanan
banyak sekali septa ( + ).
Hari 4 perawatan:
Pasien panas sehingga terapi rycef diganti ciprofloxacin 3x 200 mg/ drip, pasien juga
mendapat terapi tambahan diflucan 1 x / drip, Rifampicin 450 mg 1 x 1, INH 300 mg 1 x
1, PZA 1x 3. Karena dari hasil pemeriksaan USG thorax didapatkan adanya efusi pleura
maka dokter melakukan pungsi pleura dan keluar cairan 650cc dan dilakukan
pemeriksaan BTA dari cairan pleura , hasil : BTA positif.

Pola Pemenuhan KDM:


 Pasien mengungkapkan nafsu makan menurun sejak ± 3 bulan yang lalu. Saat di
kaji pasien menghabiskan ½ dari porsi makan yang di hidangkan karena pasien
mual saat makan. Saat makan pasien terlihat tidak ada nafsu makan.
 Saat melakukan aktivitas sehari – hari , pasien mengungkapkan tidak ada keluhan
sesak. Pasien mengungkapkan malam hari bisa tidur, hanya 2 minggu terakhir
sulit tidur karena malam harinya merasa panas.
Penatalaksanaan Terapi:
1. Diflucan 200 mg 1x / drip
2. Ciprofloxacin 200 mg 2x /drip
3. Dumin 3 x 1 tab
4. Magalat 3 x 1C
5. Pirazinamid 1 x 3 tab
6. Rifampicin 450 mg 1 x 1 caps
7. INH 300 mg 1 x 1

41
1. Pengelompokan
Data Hari perawatan
ke-1
Data Subjektif :
1. Pasien mengungkapkan nafas terasa sesak.
2. Pasien mengungkapkan selama ± 3 bulan panas naik turun ( panas pada
malam hari )
3. Pasien juga mengeluh batuk – batuk ( batuk berdahak , dahak sulit keluar )
4. Pasien juga mengatakan nafsu makan menurun sejak 3 bulan yang lalu dan
berat badan menurun
5. Pasien juga mengatakan badan terasa lemas
6. Pasien juga mengatakan terasa mual saat makan dan muntah tiap kali makan

Data Objektif :
1. Saat makan pasien terlihat tidak ada nafsu makan.
2. Pada malam hari pasien teriak – teriak dan gelisah, kesadaran menurun,
GCS: 3 – 4 – 5
3. TTV : TD : 110 / 70 mm Hg ; Nadi : 108 x/ mnt ; Suhu : 38,8 oC
4. Hb : 6,4, LED : 30 – 65 (hari perawatan pertama)
5. Thorax foto: terdapat pleura effusion kiri setinggi ICS 2 kiri depan.
6. Hasil lab di IGD SGOT: 149, 1 U/L ; SGPT: 25,2 U/L ; Hb : 7,2 gr/ dl ; Lekosit
: 5,97 x 10 9 / L ; PCV: 22,6 % ; Thrombo : 230 x 10 9 /L; BJ Plasma:1. 029

Hari Perawatan ke-


2 Data Subjektif :
1. Pasien mengatakan beberapa kali tidak bisa
kencing Data objektif :
2. Balance cairan (+) > 500 cc maka dilakukan pemasangan cateter urine tetap.
Balance cairan ( + ) 1625

Hari Perawatan ke-


4 Data subjektif :-
Data objektif :
1. Dilakukan pungsi pleura dan keluar cairan 650cc
42
2. Pemeriksaan BTA dari cairan pleura , hasil : BTA positif.

43
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perfusi jaringan perifer yang tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
dibuktikan dengan Pasien juga mengatakan badan terasa lemas, HB : 7,2 gr/dl
turun menjadi 6,4 gr/dl ( hari perawatan ke-1 ), Pada malam hari pasien teriak –
teriak dan gelisah, kesadaran menurun, GCS: 3 – 4 – 5.
2) Hipertemi b.d proses infeksi penyakit dibuktikan dengan Pasien mengungkapkan
selama ± 3 bulan panas naik turun ( panas pada malam hari), TTV : TD : 110 / 70
mm Hg ; Nadi : 108 x/ mnt ; Suhu : 38,8 oC, hasil lab : Lekosit : 5,97 x 10 9 / L ;
PCV: 22,6 % ; Thrombo : 230 x 10 9 /L dan Pemeriksaan BTA dari cairan pleura ,
hasil : BTA positif ( hari perawatan ke-4)
3) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi secret yang
meningkat dibuktikan dengan Pasien mengungkapkan nafas terasa sesak, Pasien
juga mengeluh batuk – batuk ( batuk berdahak , dahak sulit keluar ), Thorax foto:
terdapat pleura effusion kiri setinggi ICS 2 kiri depan
4) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi dibuktikan dengan pada hari
perawatan yang ke-2 Pasien mengatakan beberapa kali tidak bisa kencing,
Balance cairan (+) > 500 cc maka dilakukan pemasangan cateter urine tetap serta
balance cairan ( + ) 1625 dan dilakukan pungsi pleura keluar cairan 650cc,
pemeriksaan USG thorax, hasil: pleura effusion kanan banyak sekali septa ( + ).
5) Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan dibuktikan dengan
pasien juga mengatakan nafsu makan menurun sejak 3 bulan yang lalu dan berat
badan menurun, pasien juga mengatakan terasa mual saat makan dan muntah tiap
kali makan dan saat makan pasien terlihat tidak ada nafsu makan, pasien
menghabiskan
½ dari porsi makan yang di hidangkan.
6) Resiko jatuh didukung dengan faktor resiko pada malam hari pasien teriak –
teriak dan gelisah, kesadaran menurun, GCS: 3 – 4 – 5 dan anemia ( hb 6,4 gr/dl)

44
3. Intervensi Keperawatan

1.) Perfusi jaringan perifer yang tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan

1) Perfusi jaringan perifer yang Tujuan: Perawatan sirkulasi


tidak efektif b.d penurunan Perfusi perifer meningkat setelah dilakukan Observasi
konsentrasi hemoglobin tindakan keperawatan selama 5x24 jam 1. Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi, pengisian perifer ,
dibuktikan dengan Pasien dengan kriterua hasil: warna kulit , konjungtiva dan suhu)
juga mengatakan badan 1. kekuatan nadi perifer meningkat (60- 2. Monitor terjadinya perdarahan spontan ( mis: bab
terasa lemas, HB : 7,2 gr/dl 100 x/menit) merah atau hitam )
turun menjadi 6,4 gr/dl ( 2. warna kulit pucat menurun (5) 3. Observasi tanda-tanda vital
hari perawatan ke-1 ), Pada 3. pengisian perifer membaik (5) Terapautik
malam hari pasien teriak – 4. tekanan darah membaik (90/60 – 4. Anjurkan pasien untuk tidak menggosok gigi terlebih
teriak dan gelisah, 120/90 mmhg) dahulu
kesadaran menurun, GCS: 3 Edukasi
– 4 – 5. 5. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis:
rendah lemak,rendah minyak ikan dan omega 3)
Kolaborasi
6. Lanjutkan kolaborasi dokter dalam pemberian tranfusi

45
2) Hipertemi b.d proses infeksi penyakit

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan

Termoregulasi
2) Hipertemi b.d proses infeksi
Tujuan : Observasi
penyakit dibuktikan dengan
Pasien suhu tubuhnya dapat menurun atau 1. Observasi suhu tubuh pasien setiap 4 jam sekali
Pasien mengungkapkan selama ±
stabil dalam batas normal setelah dilakukan 2. Berikan kompres hangat pada bagian leher dan ketiak
3 bulan panas naik turun ( panas
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam Teraupetik
pada malam hari), TTV : TD : 110
dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan kepada pasien untuk memakai baju yang
/ 70 mm Hg ; Nadi : 108 x/ mnt ;
1. Suhu tubuh membaik (36-37,20 C) longgar dan tipis
Suhu
2. Keluhan menggigil pasien menurun Edukasi
o
: 38,8 C, hasil lab : Lekosit : 5,97
3. Akral dingin pasien menurun 4. Edukasi pasien untuk tirah baring
9
x 10 / L ; PCV: 22,6 % ;
4. Keluarga mampu menerapkan terapi non Kolaborasi
Thrombo
farmakologi untuk menurunkan suhu 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
9
: 230 x 10 /L dan Pemeriksaan
tubuh pasien paracetamol 500mg
BTA dari cairan pleura , hasil :
BTA positif ( hari perawatan ke-
4)

46
3) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi secret yang meningkat

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Latihan batuk efektif
3) Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan : Observasi :
berhubungan dengan produksi secret
Bersihan jalan nafas pasien dapat meningkat 1. Idenifikasi kemampuan batuk
yang meningkat dibuktikan dengan
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor adanya retensi
Pasien mengungkapkan nafas terasa
selama 5x24 jam, dengan kriteria hasil : sputum Terapeutik :
sesak, Pasien juga mengeluh batuk –
1. produksi sputum menurun (5) 1. Atur posisi semi-fowler
batuk ( batuk berdahak , dahak sulit
2. dyspnea menurun (5) Edukasi :
keluar ), Thorax foto: terdapat pleura
3. batuk efektid meningkat (5) 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
effusion kiri setinggi ICS 2 kiri depan
2. Anjurkan Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik
nafas yang ke 3
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian nebulizer

47
4) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Manajemen hipervolemi
4) Hipervolemia b.d gangguan
Tujuan : Observasi :
mekanisme regulasi dibuktikan
Hipervolemia pada pasien dapat menurun 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemi
dengan pada hari perawatan yang ke-
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor status hemodinamik
2 Pasien mengatakan beberapa kali
selama 5x24 jam, dengan kriteria hasil : 3. Monitor intake dan output
tidak bisa kencing, Balance cairan
1. Kongesti paru menurun (5) cairan Terapetik :
(+)
2. Oliguria membaik (5) 1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
> 500 cc maka dilakukan
3. Intake cairan membaik (5) 2. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
pemasangan cateter urine tetap serta
Edukasi :
balance cairan ( + ) 1625 dan
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 ml/kg/jam
dilakukan pungsi pleura keluar
dalam 6 jam
cairan 650cc, pemeriksaan USG
Kolaborasi :
thorax, hasil: pleura effusion kanan
1. Kolaborasi pemberian diuretic
banyak sekali septa ( + ).
2. Kolaborasi dengan dokter pungsi pleura

48
5) Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan

5) Defisit Nutrisi b.d ketidak Manajemen nutrisi:


Tujuan :
mampuan mencerna makanan Observasi:
Nutrisi pasien meningkat setelah dilakukan
dibuktikan dengan pasien juga 1. Monitor asupan makanan pada pasien
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
mengatakan nafsu makan menurun 2. Monitor berat
dengan kriteria hasil :
sejak 3 bulan yang lalu dan berat badan Terapeutik:
1. Nafus makan pasien membaik (5)
badan menurun, pasien juga 3. Fasilitasi pasien untuk menentukan pedoman diet
2. Frekuensi makan pasien membaik (5)
mengatakan terasa mual saat 4. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis.
3. Porsi makanan yang dihabiskan pasien
makan dan muntah tiap kali makan Makanan dengan tekstur halus, makanan yang diblender,
meningkat (5)
dan saat makan pasien terlihat tidak makanan cair yang diberikan melalui NGT, atau Gastrostomi,
4. Perasaan cepat kenyang pasien menurun
ada nafsu makan, pasien total parenteral nutrition sesuai indikasi)
(5)
menghabiskan Edukasi :
½ dari porsi makan yang di 5. Anjurkan pada pasien posisi duduk saat makan
hidangkan 6. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun
tetap terjangkau
Kolaborasi:
7.Kolaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan
pemilihan makanan

49
6) Resiko jatuh
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan

Pencegahan jatuh
6) Resiko jatuh didukung dengan faktor Obeservasi:
Tujuan: 1. Identifikasi factor lingkungan yang meningkatkan resiko
resiko pada malam hari pasien teriak
Tingkat jatuh pasien menurun setelah jatuh
– teriak dan gelisah, kesadaran
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 2. Identifikasi resiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
menurun, GCS: 3 – 4 – 5 dan anemia
24 jam dengan kriteria hasil : atau sesuai dengan kebijaksanaan institusi
( hb 6,4 gr/dl)
1. Jatuh dari tempat tidur menurun(5) Teraupetik:
2. Jatuh dari berdiri menurun (5) 3. Hitung skala jatuh dengan menggunakan skala fall
3. Jatuh dari duduk menurun (5) morse scale
4. Jatuh dari kamar mandi menurun (5) 4. Pasang handrail tempat tidur
5. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah posisi

50
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang paru-paru. Mycobacterium ini mulai
menyebar ke berbagai belahan dunia, salah satunya di Indonesia. Dimana
Indonesia merupakan Negara ketiga setelah India, China, Philipina dan
Pakistan yang memiliki presentase penderita TB terbesar didunia. negara
Indonesia menduduki nomor tiga dengan angka kejadian TBC paling
tinggi di dunia, pada tahun 2017 ditemukan sekitar 420.994 kejadian TBC
dengan laki laki tiga kali lebih banyak dibanding perempuan Tuberculosis
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan mycobacterium tuberculosis.
Penderita tuberculosis dengan BTA positif dapat menularkan pada orang
sekelilingnya, terutama yang melakukan kontak erat. Penularan utama
penyakit Tuberculosis oleh bakteri yang terdapat dalam droplet yang
dikeluarkan penderita sewaktu bersin dan batuk. Penderita tuberculosis
dapat disembuhkan dengan melakukan pengobatan menggunakan beberapa
antibiotic selama kurang lebih 6 bulan, penderita TBC dapat sembuh
dengan cara meminum obat secara teratur dalam waktu yang ditentukan.
Faktor yang berpengaruh terhadap penyakit TBC berupa faktor individu,
kuman dan faktor lingkungan (luas, ventilasi, kepadatan hunian, intensitas
pencahayaan, lantai, dinding). Pencegahan tuberculosis harus dilakukan
dengan berbagai cara agar dapat memutus rantai penularan, menegakkan
diagnosis cepat, mengendalikan infeksi dengan baik, dan pengobatan yang
efektif merupakan hal yang sangat penting dalam memberantas TBC di
masyarakat.

4.2 Saran
4.2.1Bagi Pasien
TBC hendaknya meningkatkan motivasinya dalam pengobatan TB, seperti
selalu meningkatkan pasien agar patuh berobat. Hal ini dikarenakan proses

51
pengobatan TB berjalan lama dan dapat menyebabkan kebosanan pada
pasien TB.

4.2.2 Bagi Masyarakat


Masyarakat hendaknya senantiasa memperhatikan kondisi lingkungan
sekitar, baik terhadap informasi adanya warga masyarakat yang mengalami
tanda dan gejala TB, sehingga deteksi pasien TB dapat ditemukan dan
pengobatan segera dilaksanakan.

4.2.3 Bagi Petugas Kesehatan


Petugas kesehatan dapat melakukan upaya-upaya seperti meningkatkan
pengetahuann pasien mengenai pencegahann, penularan tuberculosis
secara maksimal untuk meningkatkan kesadaran pasien TB dalam
mematuhi pengobatan TB.

52
DAFTAR PUSTAKA

Afiah, A. S., & Husen, A. H. (2020). Menumbuhkan literasi informasi


penyakit tuberculosis (TBC) dengan penyuluhan kesehatan di wilayah
kerja puskesmas gambesi. Jurnal abidas , 1(6), 534.Retrived from
https://www.abdidas.org/index.php/abdidas/article/view/116
Alviana,F., dan Rahayu,C,D.(2021).Pencegahan dan Pengendalian Tbc Paru
Melalui Sosialisasi, Screening, dan Demonstrasi. Jurnal Peduli
Masyarakat : 2 (4). Retrived from:
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM
Cox, C. L. (2019). Third Edition: Physical Assesment for Nurses and
Healthcare Professionals. London, UK: Willey Blackwell.

Darlina, D. (2011). Manajemen pasien tuberculosis paru. Idea nursing jurnal,


2(1), 27-29. Retriverd From
http://jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/download/6356/5222
Doenges,M.E., Moorhouse,M.D., dan Geisersler,A.C.(1999).Rencana Asuhan
Keperawatan (Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta:EGC
Depkes RI.(2018). InfoDatin Tuberculosis. Kementeri Kesehat RI. Retreived
from:https://www.depkes.go.id/article/view/18030500005/waspadai-
peningkatanpenyakitmenular.

Irianti, T.,dkk.(2016) . Mengenal Anti Tubercolusis. Retrived from:


https://repository.ugm.ac.id/273526/1/Draft%20Buku%20Antituberkulosis
%2014%20Desember.pdf
Kemenkes . (2019). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis. Retreived from:
https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan1610422577_801904.pdf
Lemone, P, Burke, K.M., & Bauldof, G. (2016). Keperawatan Mdikal Bedah. Ed.
5. Jakarta: EGC.
M.Bachrudin., & Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah I .Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

53
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
SistemPernapasan . Jakarta: Salemba Medika.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Rahmani,M.Z.(2020). Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Bara-


Barayya Makassar. Retreived From:
Http://Repository.Unhas.Ac.Id/Id/Eprint/1740/2/C011171566_Skripsi%20
%201-2.Pdf
Rita,E., dkk.2020. Modul Tuberkulosis pada Kader TB. Jakarta : Fakultas Ilmu
Keperawatan. Retrieved from: http://repository.umj.ac.id/4018/1/Oke
%20MODUL%20PENGMAS%20T B%20PARU%202020.pdf

Wahdi,A., dan Puspitosari,R,W. (2021). Mengenal Tuberkulosis .Jawa Tengah:


CV. Pena Persada. Retrived from : https://thesiscommons.org/h9asb/download
Wulandari,S.(2019) . BAB II (Pembahasan Penyakit TBC).Retreived from:
http://eprints.umpo.ac.id/5380/3/BAB%202.pdf
WHO. (2018). Global Tuberculosis Report 2018. WHO Library Cataloguing in
Publication Data.

54

Anda mungkin juga menyukai