Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TERAPI OBAT PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS (TBC)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakologi
Dosen Pengampu : Apri Nur W.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

KELAS 1A

Disusun Oleh : Kelompok 4


Arif Danang Prasetyo (2820173000)
Dwian Prasetyo Nurhadi (2820173010)
Gita Novita Sari (2820173017)
Menik Lansiatun (2820173022)
Phita Indrianingsih (2820173030)
Selli Kartikayani (2820173034)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena anugerah dari-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “TERAPI OBAT PADA PASIEN DENGAN
TUBERKULOSIS (TBC)” ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi
anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas perkuliahan dengan mata kuliah Farmakologi. Disamping itu, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terselesaikan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini kedepannya.
Waalaikumsalam Wr.Wb

Yogyakarta, 23 maret 2018

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................3
C. Tujuan..................................................................................................................3
BABII PEMBAHASAN................................................................................................4
A. Pengertian Penyakit TBC....................................................................................4
B. Patofisiologi........................................................................................................4
C. Gejala-Gejala Klinis Tuberkulosis.....................................................................5
D. Proses Penularan Dan Pencegahan penyakit TBC..............................................6
E. Strategi Terapi dan Obat TBC.............................................................................8
F. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT)..................................................11
G. Peran Perawat Dalam Terapi Obat TBC............................................................12
BABIII PENUTUP.......................................................................................................14
A. KESIMPULAN.................................................................................................14
B. SARAN.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi pernapasan yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis, tuberkulosis juga
menjadi penyakit menular terbesar di dunia yang dapat membunuh ribuan
orang, penyakit ini bisa disembuhkan jika dilakukan terapi obat secara rutin
dan penyebaran penyakit nya belum menyerang organ lain (Nurkhasanah,
2017).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization), jumlah kasus baru
TBC pada tahun 2015 mencapai 10,4 juta jiwa, meningkat dari sebelumnya
hanya 9,6 juta jiwa. Adapun jumlah temuan kasus TBC terbesar adalah di
India sebanyak 2,8 kasus, diikuti Indonesia sebanyak 1,02 juta kasus dan
Tiongkok sebanyak 918 ribu kasus. Pada Global Tuberkulosis Report 2016
angka kematian akibat TBC di Indonesia mencapai 100 ribu jiwa dalam
setahun, ditambah 26 ribu penderita TBC yang terindikasi HIV positif.
Di Indonesia, TBC adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit
menular dan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan
penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Penyakit TBC di
Indonesia memburuk atau mencapai kenaikan yang drastis. Menurut Data
(WHO 2010), peringkat indonesia berada pada urutan 5 dunia. Akan tetapi
indonesia saat ini menduduki peringkat 2 dunia setelah India. Faktor
penyebab kenaikan penderita ini datang dari gaya hidup yang kurang sehat,
makanan serba instan dan kurangnya kesadaran masyrakat akan PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
DI Daerah Istimewa Yogyakarta juga tidak lepas dari kasus penyakit TB
dimana terdapat kasus TB suspek mencapai 3855 jiwa. Menurut data dari
laporan tahunan Balai Pengobatan Paru-Paru tahun 2011, kasus terbanyak
terdapat di kabupaten Minggiran dengan jumlah suspek 1312 jiwa, kabupaten
Bantul dengan jumlah suspek 768 jiwa, Wates 238 jiwa, Kota Gede 949 jiwa,
dan terakhir kabupaten Kalasan 588 jiwa. DIY merupakan salah satu dari
enam provinsi yang belum mencapai target keberhasilan pengobatan yang
telah ditetapkan oleh (WHO) dan MDG’s. Angka keberhasilan pengobatan
TB di DIY baru mencapai 84,2%, sedangkan standar WHO sebesar 85% dan
standar MDGs sebesar 95%. (Depkes, 2010).
Ketidakpatuhan penderita TB dalam minum obat menyebabkan angka
kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan kekambuhan
meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap
beberapa obat anti tuberkulosis atau multi drug resistence, sehingga penyakit
TB paru sangat sulit disembuhkan. Pengetahuan dan sikap menjadi faktor
kepatuhan seseorang dalam minum obat. (Depkes RI, 2009).
WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek
dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Strategi DOTS ini pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara
meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai tahun 2001,
98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di
puskesmas. Di indonesia sendiri strategi ini dikenal dengan (PMO) Pengawas
Menelan Obat (Anggraeni, 2011).
Sebagai perawat harus mampu memahami pengobatan TBC. Maka dari
itu dalam makalah ini akan dipaparkan tentang pengobatan TBC dan peran
perawat yang harus dilakukan dalam menunjang pengobatan pada pasien
TBC.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana terapi obat yang diterapkan untuk pasien TBC?
2. Bagaimana Peran Perawat Dalam Terapi Obat Pasien TBC?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui terapi obat pada penderita TBC.

b. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari penyakit TBC.
b. Mengetahui jalannya penyakit TBC.
c. Gejala-gejala penyakit, Proses penularan dan Cara pencegahan
penularan penyakit TBC.
d. Mengetahui jenis obat dan jangka waktu untuk terapi pada pasien
TBC.
e. Mengetahui efek samping terapi pengobatan pada pasien TBC.
f. Mengetahui peran perawat dalam terapi obat pada pasien TBC.
BABII
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit TBC.


Penyakit TBC ( Tuberkulosis ) adalah sebuah penyakit infeksi yang
terjadi pada saluran pernafasan manusia yang disebabkan oleh bakteri
microbacterium tuberculosis. Bakteri penyebab penyakit TBC ini merupakan
jenis bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang cukup
lama untuk mengobati penyakit TBC ini. Secara umum, bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ pernapasan paru-paru (90%) dibandingkan dengan
bagian lain pada tubuh manusia. Penyakit TBC adalah jenis penyakit menular.
Oleh karena itu, jika ada penderita TBC yang sedang batuk atau bersin, lebih
baik anda menghindar dahulu (Nurkhasana, 2017).
Upaya pencegahan bisa dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke
rumah masyarakat guna memastikan bahwa mereka memiliki potensi TBC
atau tidak. Jika memang memiliki penyakit ini pasien bisa disembuhkan
dengan disiplin dalam melakukan pengobatan (Anggraeni, 2011).

B. Patofisiologi
Port De’ entri kuman microbacterium tuberculosis adalah saluran
pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, basil ini
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi, terdiri dari satu sampai
tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang bronkus yang tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruang alveolus, basil ini membangkitkan reaksi peradangan. Leokosit nampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteri, namun tidak membunuh
organisme tersebut. Sesudah hari pertama maka leokosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga
berjalan terus, dan bakteri difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil
juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang dikelilingi foist.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Wahid dan
Suprapto, 2013).

C. Gejala-Gejala Klinis Tuberkulosis


Keluhan yang dirasakan pasien penderita tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan kesehatan yang terbanayak
adalah :
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-41˚C. serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar, tetapi timbul kembali, dan begitu seterusnya.
Hingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari influenza.
2. Batuk/batuk darah
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini membuang
produk radang radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif), kemudian setelah ada peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan lebih lanjut adalah batuk berdarah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyak batuk berdarah
pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
3. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan/ baru tumbuh belum dirasakan sesk
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang lebih lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini umumnya agak jarang ditemui. Terjadi bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sewaktu pasien menarik/ melepaskan
napas.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis berupa penyakit yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan
yang semakin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll. Gejala ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul yang tidak teratur.

Gejala klinis tergantung dari tipe infeksinya. Pada tipe infeksi yang
primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala
pneumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala tuberkulosis postprimer
dapat juga terdapat dalam bentuk pleuritis dengan defusi pleura atau dalam
bentuk yang lebih berat lagi, berupa nyeri pleura dan sesak napas. Pada
tuberkulosis primer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat dingi
pada malam hari, batuk berdahak lebih dari dua minggu, sesak napas,
sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke batuk
darah yang masif. Tuberkulosis postprimer dapat menyebar ke berbagai organ
sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti meningitis, tuberlosis miliar,
peritonitis dengan fenomena papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi, dan
tuberkulosis pada kelenjar limfe di leher, yakni berupa skrofuloderma.

D. Proses Penularan Dan Pencegahan penyakit TBC


1. Penularan
Tuberculosis tergolong airbone diase yakni penularan melalui droplet
nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinferksi dalam fase
aktif.setiap kali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet
nuclei.penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet
nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama.disamping
penularan melalui saluran pernapasan tuberkolosis juga dapat masuk
kedalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Resiko penularan TB juga berpotensi meningkat bagi kelompok-
kelompok orang tertentu, di antaranya adalah:
a. Orang yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh.
b. Petugas medis yang sering berhubungan dengan pengidap TB.
c. Manula serta anak-anak.
d. Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya pengi
e. HIV, diabetes, kanker, serta orang yang kekurangan gizi.
f. Pengguna obat-obatan terlarang.
g. Orang yang kecanduan minuman keras.
h. Pengguna tembakau, misalnya dalam bentuk rokok. Hampir 20
persen kasus TB dipicu oleh merokok.
2. Pencegahan Penularan TBC
a. Pencegahan penularan di RS
Infeksi nosocomial merupakan kuman-kuman dari orang sakit
dirumah sakit yang dapat menular pada orang yang ada dirumah sakit
baik dokter,perawat dan pengunjung.agar tercegah dari infeksi
nosocomial ketikaberkunjung kerumah sakit sebaiknya mengikuti
peraturan tetap rumah sakit sebagai pencegahan ,misalnya mengikuti
jam berkunjung.
b. Pencegahan penularan dirumah :
1) Jika berbicara tidak berhadapan
2) Bila batuk mulut ditutup dan tidak meludah sembarangan tempat
3) Peralatan makan harus disendirikan
4) Ventilasi dan pencahayaan harus memenuhi syarat
5) Dan untuk penderita penyakit TBC, gunakanlah masker, sehingga
ketika anda batuk atau bersin udara yang keluar (bercampur
dengan bakteri) dapat terserap oleh masker tersebut, sehingga
mengurangi resiko terjadinya proses penularan penyakit TBC,
pengidap TBC dapat diketahui melalui pemeriksaan darah,
sputum, test tuberculin dan foto thoraks semua ini dilakukan
melalui pemeriksaan laboratorium (Nurkhasana, 2017).

E. Strategi Terapi dan Obat TBC


Menurut Anggraeni (2011), Dalam kasus TBC yang menjadi penyebar
adalah penderita itu sendiri, pengontrolan efektif dalam penyebaran penyakit
ini adalah mengurangi jumlah penderita. Tujuan utama pengobatan TBC
adalah untuk memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah
kambuhnya penyakit. Adapun tujuan-tujuan lain antara lain untuk
menyembuhkan penderita, untuk mencegah kematian, untuk mencegah
kekambuhan, menurunkan resiko penularan. Ada dua cara yang dapat
dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan
imunisasi.
Untuk terapi WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka
pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Strategi DOTS ini
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan
secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai tahun
2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di
puskesmas. Di indonesia sendiri strategi ini dikenal dengan PMO (Pengawas
Menelan Obat).
Ada tiga tahapan penting dalam strategi ini, yaitu mendeteksi pasien,
melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Mendeteksi
atau mendiagnosis pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari
deteksi akan menjadi sumber penyebaran penyakit berikutntya. Jika pasien
sudah teridentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan
komposisi dan dosis sesuai kondisi pasien. Obat yang sering diberikan pada
penderita TBC yaitu, isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan
ethambutol. Untuk menghidari munculnya bakteri TBC yang resisten,
biasanya pasien diberikan obat kombinasi 3-4 macam obat ini. Tenaga
kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat dan juga
perkembangan pasien, proses ini sangat penting karena ada kecenderungan
pasien berhenti meminum obat ketika gejalanya hilang. Obat TBC dapat
menghilangkan gejalanya dalam waktu 2-4 minggu, akan tetapi jika pasien
berhenti minum obat maka akan muncul bakteri TBC yang resisten terhadap
obat, jika ini terjadi kuman akan menyebar dan pengendalian TBC akan
semakin sulit dilakukan (Anggraeni, 2011).
Obat TBC dikenal dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Obat anti
tuberkulosis harus diminum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai
dengan dosisnya. Jadi, penggunaan dan penghentian obat TBC harus
dilakukan seizin dokter. Obat anti tuberkulosis yang diberikan adalah obat
kombinasi dari beberapa jenis obat diantaranya isoniazid, rifampisin,
pirasinamid, dan etambutol pada tahap intensif. Sedangkan pada tahap
lanjutan OAT merupakan kombinasi dari isoniazid dan rifampisin. Pada kasus
tertentu atau khusus ditambahkan suntikan streptomisin (Suprapto dan Wahid,
2013).
1. Macam-macam Obat TBC dan Dosisnya
a. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat Bakterisid, obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif, yaitu kuman yang
sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg, sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis
10 mg/kg BB.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisisd, dapat membunuh kuman persistent yang tidak
dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama
untuk pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
c. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membuuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan
dosis 35 mg/kg BB.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan
dosis yang sama. Untuk penderita umur 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari,
sedangkan untuk umur lebih dari 60 tahun diberikan dosis 0,50 gr/hari.
e. Etambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan
dosis 30 mg/kg BB.
2. Jenis Obat
Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang
akan kita bahas ini adal obat TBC paru-paru. Obat yang digunakan
digolongkan atas dua kelompok yaitu:
a. Obat Primer
Obat primer terdiri dari, Isoniasid atau lebih dikenal INH,
Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, dan Pirazinamid. Obat primer
memperlihatkan efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih
dapat ditolelir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan
obat-obat ini. INH bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan
bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri). Efek samping INH
adalah dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk
mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin
B6).
b. Obat Sekunder
Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin
dan Kanamisin.
Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu
menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin, pirazinamid pada bulan
pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer
ini.
3. Jangka Waktu Pengobatan OAT Indonesia.
Pengobatan TBC akan slesai pada jangka waktu 6 bulan. 2 bulan
pertama dilakukan pengobatan intensif setiap hari, kemudian dilanjutkan
dengan pengobatan yang dilakukan selama 3 kali dalam seminggu selama
4 bulan ( pengobatan tahapan lanjutan). Pada kasus tertentu pasien bisa
minum obat setiap hari selama 3 bulan, kemudian dilamjutkan 3 kali
seminggu selama 4 bulan. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara
tepat, penderita menular akan menjadi tidak menular dalam jangka waktu
2 minggu.
4. Resistensi.
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan
TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat
tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi (obat yang tidak berefek).
Resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam minum obat,
waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6-9 bulan sehingga pasien
banyak yang tidak patuh minum obat selama terapi.
5. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam Fase Pengobatan TBC.
Pada penderita TBC yang harus diperhatikan, dilakukan dan
dilaksanakan yaitu keteraturan minum obat TBC sampai dinyatakan
sembuh. Jangka waktu penderita TBC sampai dinyatakan sembuh adalah
selama 6-8 bulan. Apabila hal ini tidak di patuhi dan di laksanakan maka
akan terjadi beberapa hal sebagai berikut :
a. Kuman penyakit TBC kebal sehingga sulit diobati.
b. Kuman berkembang lebih banyak dan dapat menyerang organ lain.
c. Penderita akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh.
d. Biaya pengobatan akan semakin mahal.

F. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Efek samping OAT (Anggraeni, 2011) .

1. Efek Samping Ringan


a. Nafsu makan menurun, mual, dan sakit perut.
b. Nyeri sendi, kesemutan sampai rasa terbakar yang rasa di kaki.
c. Warna kemerahan pada air seni.
2. Efek Samping Berat
a. Gatal-gatal dan menimbulkan kemerahan di kulit.
b. Tulia atau gangguan pada pendengaran.
c. Gangguan keseimbangan.
d. Kulit menjadi kekuning-kuningan.
e. Muntah-muntah.
f. Gangguan penglihatan.

G. Peran Perawat Dalam Terapi Obat TBC


Peran perawat dalam terapi obat TBC menurut (Rejeki, 2011).
1. Sebagai pendidik
Yaitu perawat memberikan informasi kepada individu, keluarga dan
masyarakat melalui promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan. Proses
pendidikan kesehatan dengan mengajarkan pada individu, keluarga dan
masyarakat tentang perilaku hidup sehat dan pilihan gaya hidup. Perawat
dalam menjalankan perannya sebagai pendidik pada klien TB dengan
memberikan penyuluhan secara berkala pada masyarakat luas melalui
tatap muka, ceramah dan media yang tersedia diwilayahnya. Materi
pendidikan kesehatan yang diberikan kepada individu, keluarga dan
masyarakat meliputi penularan, pencegahan penyakit TB. bagi yang sudah
terkena penyakit TB untuk beobat secara teratur sampai sembuh.
Menganjurkan masyarakat untuk melapor bila ada warganya yang
mempunyai gejala-gejala TB.
2. Sebagai konselor
Perawat juga berperan perawat sebagai konselor dengan membantu
klien memilih solusi terbaik dari masalah yang dialami. Konseling yang
diberikan kepada klien dan keluarga dalam pengobatan untuk menghindari
terjadinya ketidakpatuhan klien dalam berobat. Memotivasi keluarga untuk
memberi dukungan kepada klien dalam menjalani pemngobatan.
Konseling tidak berarti memberitahu klien apa yang harus dilakukan tetapi
mendampingi klien menggunakan kemampuan untuk memecahkan
masalah yang dimiliki sehingga dapat memutuskan tindakan yang terbaik.
Perawat membantu klien TB untuk memilih solusi yang terbaik dari
masalah yang dialami oleh klien misalnya dalam pengobatan TB.
3. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Yaitu dengan melakukan pengkajian, perencanaan, implementasi dan
evaluasi keperawatan pada klien berdasarkan epidemiologi dan prinsip
intervensi pencegahan. Peran ini dilakukan pada area seperti rumah,
sekolah, tempat kerja atau klinik.
4. Sebagai advocade
Yaitu perawat memfasilitasi kebutuhan individu, keluarga dan
masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Perawat
memfasilitasi klien TB dalam mendapatkan layanan kesehatan yang
maksimal dengan memberikan informasi yang luas melalui kemitraan
yang di bangun bersama masyarakat dan LSM.
5. Sebagai collaborator/kolaborasi
Yaitu suatu bentuk kerjasama dengan orang lain dalam mencapai
tujuan tertentu. Kolaborasi dilakukan dengan interaksi antara perawat
dengan klien dalam menjalanka tugas dan tanggung jawabnya atau dalam
melakukan asuhan keperawatan. Peran perawat sebagai kolaborasi bagi
klien TB adalah melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain, LSM
dan masyarakat dalam penemuan kasus dini dan penanggulangan TB.
BABIII
PENUTUP

A. KESIMPULAN
TBC merupakan penyakit yang berbahaya yang bersifat menular. Di
Indonesia sendiri, penyakit ini merupakan penyakit mematikan nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit gangguan pernapasan akut. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis. Ada berbagai sebab
yang memicu timbulnya penyakit ini diantaranya adalah faktor lingkungan.
Ada cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi penderita TBC yang
saat ini terjadi yaitu dengan terapi dan imunisasi. WHO merekomendasikan
pengobatan TBC dengan strategi penyembuhan jangka pendek dengan
pengawasan langsung yang dikenel dengan istilah DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dengan tiga tahapan penting
diantaranya yaitu, mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan
pengawasan langsung. Obat TBC dikenal dengan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) yang diminum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai
dengan dosisnya.
Macam-macam obat TBC diantaranya, Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. Adapun jenis obat-obatan untuk
TBC yaitu obat primer dan sekunder. Jangka waktu pengobatan TBC akan
selesei pada 6 bulan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi
obat. Aturan ini harus ditaati karena apabila tidak dipatuhi akan terjadi
kekebalan pada kuman penyakit TBC, kuman dapat berkembang lebih banyak
dan dapat menyerang organ lain, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
sembuh, dan biaya pengobatan akan semakin mahal.

B. SARAN
Adapun saran bagi pembaca dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi pasien penderita TBC:
a. Selalu berhati-hati dalam menjaga pola hidup sehat.
b. Lebih berhati-hati apabila mulai timbul gejala-gejala TBC.
c. Patuhilah aturan minum obat atau pengobatan TBC sampai
dinyatakan sembuh.
2. Bagi perawat:
a. Perawat dapat memberikan arahan dan anjuran kepada penderita
TBC dalam hal terapi dan pengobatannya terutama kepatuhan untuk
minum obat.
b. Memotivasi pasien penderita TBC, agar tetap semangat dan
rutin/disiplin dalam melakukan pengobatan.
c. Perawat mampu memberikan edukasi kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Dini Siti. 2011. Stop Tuberkulosis. Bogor: Cita Insani Madani.

Departemen Kesehatan RI. 2010. “Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis”. (www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMKNo.812)
diunduh tanggal 10 April 2018.

Departemen Kesehatan RI. 2009. “Profil Kesehatan Indonesia”.


(http://www.depkes.go.id) diunduh tanggal 8 April 2018.

Nurkhasanah, Ana. 2017. “TB Paru – Penyebab, Gejala dan Penatalaksanaannya”.


(http//askepkeperawatan.com,) diunduh tanggal 23 Maret 2018.

Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media.

Rejeki, Herni. 2011. “Pengalaman Menjalani Pengobatan TB Kategori II Di


Wilayah Kabupaten Pekalongan”. Tesis. Depok: FIK UI.

Setiasi, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Suprapto, Imam dan wahid. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai