Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TBC

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas penyakit tropis dan degeneratif

Dosen Pengajar : Mawar Eka Putri ,S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun oleh :

FINA OKTARIDA 212113011

PERI SAPUTRA 212113025

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PENGETAHUAN HANGTUAH

TANJUNGPINANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Dan Asuhan
Keperawatan Pada TBC” dengan tepat waktu.Makalah disusun untuk memenuhi
tugas Mata Pelajaran Penyakit Tropis dan Degeneratif . Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang penyakit tropis dan degeneratif bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang , 27 Agustus 2023

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1. Latar Belakang .......................................................................................................... 1


2. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3
3. Tujuan Penelitisn ...................................................................................................... 3
Tujuan Umum ........................................................................................................... 3
Tujuan Khusus .......................................................................................................... 3
4. Manfaat ..................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI .......................................................................................... 6

I. Konsep Dasar Demam Typoid .................................................................................. 6


a. Definisi ................................................................................................................. 6
b. Etiologi .................................................................................................................. 6
c. Manifestasi Klinis ................................................................................................. 7
d. Patofisiologi .......................................................................................................... 7
e. Pathway ................................................................................................................. 8
f. Komplikasi ........................................................................................................... 9
g. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 9
h. Penantalaksanaan ............................................................................................... 10
i. Cara Penularan ................................................................................................... 10
j. Pencegahan ......................................................................................................... 11
II. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................................. 12
a. Pengkajian ........................................................................................................... 12
b. Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa banding ................................................... 13
c. Intervensi Keperawatan ....................................................................................... 14
d. Implementasi Keperawatan ................................................................................ 25
e. Evaluasi Keperawatan ....................................................................................... 25
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 24

1. Kesimpulan .............................................................................................................. 24
2. Saran ....................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 25
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru atau biasa disebut TBC) merupakan salah satu
penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. TB paru merupakan
penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan
lingkungan dan prilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat menularka
nmelalui percikan ludah, bersin dan batuk yang ditularkan melalui udara. Penyakit
TB paru biasanya menyerang paru akan tetapi dapat pula menyerang organ tubuh
lain (Depkes RI, 2018).
Penyakit Tubercolusis bila tidak diobati akan menjadi sumber penularan, bagi
keluarga, masyarakat, terutama anak-anak yang sangat rentan terjadi penularan
berkaitan dengan daya tahan tubuh, bagi klien akan berdampak seperti Batuk
Darah (=Hemoptysis, Hemoptoe), TB Larings, Pleuritis Eksudatif, Pnemotoraks,
Hidropnemotoraks, Empiema/Piotoraks, dan Pnemotoraks, Abses Paru, Cor
Pulmonale (Danusantoso, 2000). Gejala Tubercolusis yaitu batuk berdahak lebih
dari 2 minggu, batuk darah, nyeri dada, badan panas sampai menggigil, keringat
malam hari tanpa aktifitas, gangguan mentruasi, anoreksia dan lemah badan
(Mukty, 2014)
Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien TB antara lain bersihan
jalan napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
dan hipertermia (Nurarif, 2015). Peran perawat dalam mengatasi hal tersebut
antara lain membersihkan jalan napas dengan mengajarkan batuk efektif,
membersihkan secret, mengatur kebutuhan kalori yang dibutuhkan pasien, dan
kolaborasi dalam pemberian terapi obat-obatan (Soemantri, 2014). Keberhasilan
pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan klien dan dukungan dari
keluarga. Dampak yang akan muncul bila tidak segera tertangani adalah
meningkatnya angka kematian akibat penyakit tuberculosis (Amin dan Bahar,
2015).
Berdasarkan uraian tersebut kelompok tertarik untuk membuat makalah
dengan tujuan memahami gambaran judul Asuhan Keperawatan pada Klien
Tuberculosis secara lebih mendalam.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam studi
kasus ini adalah bagaimana asusuhan keperawatan dengan TBC.
3. Tujuan Penelitisan
a. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada TBC.
b. Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien TBC


2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien TBC
3. Menyusun Perencanaan keperawatan pada klien TBC
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien TBC
5. Melakukan evaluasai keperawatan pada klien TBC
4. Manfaat
Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam melaksanakan
studi kasus, khususnya dalam melakakukan asuhan keperawatan pada TBC.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Dasar TBC
A. Definisi

TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB


(mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru- paru ke organ tubuh yang lain
melalui peredaran darah seperti kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran
langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian, 2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan di
tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah urban, yang
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan terhadap
peningkatan jumlah kasus TB (Ganis indriati, 2015).
Secara umum sifat Kuman Bakteri Mycobacterium Tuberculosis antara lain
sebagai berikut : Berbentuk Batang dengan panjang 1-10 mikron, Lebar 0,2 – 0,6
mikron, Bersifat tahan asam dalam perwarnaan, Memerlukan media khusus untuk
biakan, Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan
dibawah mikroskop, Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu lama pada suhu antara 4 derajat celcius sampai 70 derajat celcius.
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati,
dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30 – 37 derajat celcius
akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu, Kuman dapat bersifat dormant
(tidur/tidak berkembang) (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).
Penyakit ini lebih sering menyerang paru daripada organ tubuh lainnya yang
ditandai dengan pembentukan granuloma dan menyebabkan timbulnya nekrosis
jaringan. Terdapat dua macam virus Mycobacterium Tuberculosis, yaitu tipe human
dan tipe bovin biasanya berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis
usus, sedangkan pada tipe human biasanya berada di bercak ludah yang terbang di
udara berasal dari ludah penderita TBC terbuka, orang akan mudah terinveksi TBC
apabilamenghirup bercak ludah ini (Wim de Jong et al, 2005 dalam Huda A, 2018).
Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI)
dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal
dari orang yang terinfeksi bekteri tersebut.
B. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak
ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker,lansia,
HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggimisal
Asia Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya
tunawisma atau miskin.
C. Maninfestasi Klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada,
malaise, sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi
menjadi 2 bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik(Padila,2013).

Gejala sistemik yaitu :

 Demam

Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul gejala

demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan

menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi

peradangan (inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh

meningkat dan terjadilah demam.

 Malaise

Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal,

penurunan berat badan dan mudah lelah.


Gejala respiratorik yaitu :
 Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul
peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi
lebih dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
 Batuk Berdarah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari
pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi,
berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah yang banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
 Sesak napas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika
penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena
adanya hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
 Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan
berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain
seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang
dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-
tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013)
D. Patway

Bakteri Mycrobacterium
tuberulosis
Daya tahan tubuh
lemah
Masuk ke paru paru
Melalui udara melalui
udara
Bakteri akan
Imun tubuh lemah menyebabkan histosis
menjadi parah

Reaksi inflamasi/ peradangan


Metabolisme
dan merusak parenkim paru
meningkat

Produksi sekret Kerusakan Perubahan cairan Reaksi sistematis Suhu tubuh


meningkat membrane intrapleura meningkat
Pada bagis
alveolar, kapilar
merusak pleura,
Deman
atelaktasis Sesak, sianosis, anoreksia
Batuk produktif/
penggunaan otot
berdarah bantu nafas
HIPERTERMIA
Sesak napas
Ketidakefektifan
bersihan jalan
Ketidak
nafas
efektifan
pola nafas

Gambar 2.1 Pathway TB paru sumber (Somantri, 2018).


E. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2017), komplikasi yang muncul pada TB paru yaitu :
1) Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
2) Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3) Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
4) Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5) Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang
mengakibatkan kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan pernafasan.
F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
 Tujuan pengobatan
Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan,
mencegah kematian, memutuskan rantai penularan serta mencegah resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.
 Prinsip pengobatan
Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai berikut: OAT
yang diberikan mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah
resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat ditelan secara teratur dan
diawasi oleh PMO sampai selesai.
 Tahapan pengobatan
pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal (intensif) dan
tahap lanjutan.
1) Tahap awal
Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung guna mencegah terjadinya resisten obat berlangsung sejak
memulai pengobatan hingga 2 bulan, dimana pasien TBC diwajibkan
meminum obat setiap hari.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit
tetapi dalam jangka waktu lebih lama. sejak bulan ke-2 hingga bulan ke-6 atau
lebih. Pada tahap ini, pasien hanya diwajibkan meminum obat 3x seminggu.
 Obat anti tuberkulosis
1) Isoniazid (H)
Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat ini memiliki dua
pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan hepatotoksik. Tanda dari
neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa gatal pada tangan dan kaki.
Sedangkan hepatotoksik jarang terjadi, mungkin terjadi pada anak dengan
TB berat dan remaja (Astuti,2016).
2) Rifampisin (R)
Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange pada urine dan
air mata dan gangguan saluran pencernaan.
3) Etambutol (E)
Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat yang lain.
4) Pirazinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa mual yang
disertai nyeri ulu hati dan muntah.
5) Streptomisin
Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan didaerah mulut
dan muka setelah obat disuntikan.
2. Panduan OAT di Indonesia
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R3
Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian dilanjutkan pada
tahap lanjutan yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3). Tabel 2.1 Panduan dosis OAT untuk kategori 1
:2(HRZE)/4H3R3

Tahap lanjutan 3kali


Tahap intensif tiap hari selama seminggu selama 16
Berat mingguRH
50 hari RHZE
badan
(150mg/75mg/400mg/275mg) ( 150mg/150mg)

30-37kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Keterangan :H = Isoniasid
 R =Rifampin
 Z =Pirasinamid
 E = Etambutol
 S =Streptomisin
 Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan pada pasien BTA positif yang pernah diobat
sebelumnya.

Tahap lanjutan 3
Tahap intensif tiap hari RHZE
Berat kali seminggu RH
(150/75/400/275)+S
(150/150)+ E (400)
Badan
56 hari 28 hari 20 minggu

2tab 4KDT + 500 mg 2tab 2tab 2KDT + 2 tab


30-37 kg
streptomisin inj. 4KDT Etambutol

3tab 4KDT+750 mg 3tab 3tab 2KDT + 3 tab


38-54 kg
streptomisin inj. 4KDT Etambutol

4tab 4KDT+1000 mg 4tab 4 tab 2KDT + 4 tab


55-70 kg
streptomisin inj. 4KDT Etambutol

5 tab 4KDT+1000 5tab 5 tab 2KDT + 5 tab


71 kg
mg streptomisin inj. 4KDT Etambutol

 Obat sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT merupakan paduan paket tahap intensif ataukategori
1 yang diberikan selama 28 hari (Kemenkes,2018).
Tabel 2.3 KDT sisipan

Tahap intensif tiap hari selama 28 hari


Berat badan RHZE

(150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT

71 kg 5 tablet 4KDT

3. Hasil pengobatan TB paru.


a) Sembuh
Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan pemeriksaan dahak ulang
hasilnya negatif pada AP ( akhir pengobatan ) dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya.
b) Pengobatan lengkap
Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada
hasil pada pemeriksaan dahak ulang di akhir pengobatan
c) Meninggal
Penderita yang meninggal saat masa pengobatan.
d) Pindah
penderita yang dipindah ke unit pencatatan & pelaporan lain danhasil
pengobatannya tidak diketahui.
e) Putus berobat
penderita TB yang tidak berobat selama 2 bulan atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
f) Gagal
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif atau kembali menjadi
positif pada bulan ke lima atau lebih saat masa pengobatan.
g) Keberhasilan pengobatan (Treatment succes) Penderita yang sembuh dan
sudah menyelesaikan pengobatanlengkap.
4. Penatalaksanaan Non Farmakologi
 Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan vibrasi dada.
Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan sekresi bronkhial,
memperbaiki fungsi ventilasi, dan meningkatkan efisiensi dari otot-otot
sistem pernafasan agar berfungsi secara normal (Smeltzer &
Bare,2018).Drainase postural adalah posisi yang spesifik dengan gaya
gravitasi untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi bronkial. Perkusi
adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada telapak tangan dengan
menepuk ringan pada dinding dada dalam. Gerakan menepuk dilakukan
berirama diatas segmen paru yang akan dialirkan (Smeltzer &
Bare,2018).Vibrasi dada adalah tindakan meletakkan tangan berdampingan
dengan jari-jari tangan dalam posisi ekstensi diatas area dada
(Somantri,2019).
 Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan agar mudah
membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga dapat
mempertahankan jalan nafas yang paten (Smeltzer & Bare,2018).
 Penghisapan Lendir
Penghisapan lendir atau suction merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan nafas. Penghisapan lendir
bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
G. Pemeriksaan penunjang

Menurut Kemenkes (2018) pemeriksaan pada penderita TB paru yangperlu


diperhatikan adalah sebagai berikut
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
 Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung,penderita
TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktupagi-sewaktu).
 Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan
hasilnya BTA positif.
2. Pemeriksaan dahak
 Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa Sewaktu-Pagi- Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung pertama kali ke
pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua. P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari
kedua,setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan
kesehatan.S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat menyerahkan
dahak pagi.
 Pemeriksaan biakan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycbacteriumtuberculosis.

 Pemeriksaan uji kepekaan obat

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi


mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan obat
harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu
atau quality assurance. (Kemenkes,2014).
Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada
TB paru meliputi :
a. Laboratorium darah rutin LED normal/meningkat, limfositosis
b. Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini spesifikasi karena klien
dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux/Tuberkulin
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil tb
e. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen dapat mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC) Deteksi Growth
Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
kuman TB.
g. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran foto thorak yang menunjang didiagnostis TB paru yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apicallobus
bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
3) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
4) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
5) Bayangan millie
H. Cara Penularan
Penularan TBC terjadi jika kuman TB keluar ke udara pada saat penderita TB batuk,
bersin, berbicara. Kemudian kuman TB terhirup oleh orang lain melalui saluran
pernafasan menuju paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya. Ketika di
dalam tubuh, kuman TB dilawan oleh daya tahan tubuh. Jika daya tahan tubuh kuat,
orang tersebut tetap sehat. Jika daya tahan tubuh lemah, orang tersebut menjadi sakit TB.
Penularan TBC diantaranya melalui:
1. Doplet
2. Bersin
3. Udara yang tercemar virus
I. Pencegahan TBC
Salah satu langkah pencegahan TBC adalah dengan menerima vaksin BCG (Bacillus
Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi wajib dan
diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan. Bagi yang belum pernah menerima vaksin BCG,
disarankan untuk melakukan vaksinasi jika ada anggota keluarga yang menderita TBC.
Beberapa upaya yang dilakukan untuk mencegah penularan TBC adalah:
a. Menggunakan masker saat berada di tempat umum dan berinteraksi dengan
penderita TBC, serta mencuci tangan.
b. Menutup mulut saat bersin, batuk, dan tertawa atau menggunakan tisu tutup mulut,
masukkan tisu bekas ke dalam kantong plastik dan buang ke tempat sampah.
c. Jangan membuang dahak atau meludah sembarangan.
d. Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan sering
membuka pintu dan jendela agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk.
e. Jangan tidur satu ruangan dengan orang lain, sampai dokter menyatakan bahwa
TBC yang diderita sudah tidak menular lagi.
f. Khusus bagi penderita TBC agar menggunakan masker saat berada di sekitar
orang, terutama pada tiga minggu pertama pengobatan, upaya ini dapat membantu
mengurangi risiko penularan.
II. Konsep dasar Asuhan Keperawatan

Dalam asuhan keperawatan dalam lima langkah pengkajian, diagnosa


keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi yang ada
pengkajian menurut model keperawatan Virginia Henderson berfokus pada
keseimbangan fisiologis dengan membantu pasien dalam keadaan sehat maupun
sakit sehingga dapat menigkatkan kualitas hidup pasien yang bertjuan
mengembalikan kemandirian, kemampuan dan pengetahuan terhadap kondisi yang
dialami (Desmawati, 2019).
A. Pengkajian
a. Anamnesis
 Identitas Diri Pasien
Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lain-lain
 Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru meminta
pertolongan pada tenaga medis dibagi menjadi 4 keluhan, yaitu :
A. Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan, apakah
betuk bersifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur darah
B. Batuk Berdahak
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak, berupa
garis atau bercak-bercak darah
C. Sesak Nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal menyertai seperti efusi pleura, pneumotoraks,
anemia, dll.
D. Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural terkena TB
 Keluhan Sistematis
a. Demam
keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada sore hari atau
pada malam hari mirip dengan influenza
b. Keluhan Sistematis Lain
keluhan yang timbul antara lain : keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan dan malaise
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang :
a) Keadaan pernapasan (napas pendek)
b) Nyeri dada
c) Batuk, dan
d) Sputum
2) Kesehatan Dahulu :
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan
pembedahan
3) Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan
TB
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
disertai sesak napas, denyut nadi meningkat seirama dengan peningkatan
suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan tekanan darah biasanya sesuai
dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
2) Breathing
Inspeksi :
a) Bentuk dada dan gerakan pernapasan klien dengan TB Paru
biasanya terlihat kurus sehingga pada bentuk dada terlihat adanya
penurunan proporsi anterior-posterior bading proporsi diameter
lateral
b) Batuk dan sputum
Batuk produktif disertai adanya peningkatan produksi sekret dan
sekresi sputum yang purulen
Palpasi :
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB Paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada biasanya normal
dan seimbang bagian kiri dan kanan. Adanya penurunan gerakan dinding
pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB Paru dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
Perkusi :
Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan resonan ataum
sonor pada seluruh lapang paru. pada klien dengan komplikasi efusi pleura
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai dengan
akumulasi cairan
Aukultasi :
Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada sisi yang sakit
1) Brain
Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif, klien tampak
wajah meringis, menangis, merintih. Pada saat dilakukan pengkajian pada
mata, biasanya didapatkan konjungtiva anemis pada TB Paru yang
hemaptu, dan ikterik pada pasien TB Paru dengan gangguan fungsi hati.
2) Bledder
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan.
Memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awa syok.
3) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan
4) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru. gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap.
5) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
(a) Kepala
Kaji keadaan Kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak,
simetris/tidak
(b) Rambut
Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut
(c) wajah
Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak
(d) Sistem Penglihatan
Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemia/tidak, sclera ikterik/tidak )
(e) Wicara dan THT
1. Wicara
Kaji fungsi wicara, perubahan suara,afasia, dysfonia
2. THT
o Inspeksi hidung : kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak,ada
secret/tidak
o Telinga : Kaji Telinga Luar bersih/tidak, membran tympani, ada
secret/tidak
o Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran
2. Diagnosa keperawatan

Menurut model keperawatan Virginia Henderson berfokus pada keseimbangan

fisiologis dengan membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat

menigkatkan kualitas hidup pasien yang bertjuan mengembalikan kemandirian,

kemampuan dan pengetahuan terhadap kondisi yang dialami (Desmawati, 2019).

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) dan (Nurarif, Hardhi Kusuma

2016) diagnosa keperawatan pada Pasien dengan tb paru :

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit


2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi sputum.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membran alveolus-kapiler
5. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding TB paru cukup banyak karena gejala dan tandanya menyerupai banyak
penyakit sistemik lain. Beberapa diagnosis banding tuberkulosis paru meliputi pneumonia,
keganasan, infeksi jamur paru, sarkoidosis, dan abses paru
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan Rasional
keperawatan Kriteria Hasil
Hipertermia Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia (I.15506) Manajemen Hipertermia (I.15506)
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi Observasi
dengan proses maka termoregulasi membaik,  Identifikasi penyebab hipertermia (mis:  Mengetahui penyebab hipertemia
penyakit dengan kriteria hasil: dehidrasi, terpapar lingkungan panas,  Mengetahui suhu tubuh klien
(D.0130) 1. Suhu tubuh membaik penggunaan inkubator)  Mengetahui tanda tanda dehidrasi
2. Menggigil menurun  Monitor suhu tubuh Terapeutik
3. Suhu kulit membaik  Monitor keluaran urin  Membantu menurunkan suhu
Terapeutik tubuh melalui lingkungan
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Mencegah panas tertahan didalam
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
tubuh
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Mencegah dehidrasi akibat
 Berikan cairan oral
hipertermi
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
 Meningkatkan kenyamanan
mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
Edukasi
Edukasi
 Mencegah risiko jatuh
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
 Mempercepat penyembuhan
intravena, jika perlu hipertermia melalui cairan
intravena
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi Observasi
berhubungan maka bersihan jalan nafas  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,  Mengetahui karakteristik
dengan obstruksi meningkat, dengan kriteria hasil: usaha napas, bunyi napas tambahan) pernapasan klien
sputum. 1. Batuk efektif meningkat  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)  Mengetahui adanya sumbatan
Hipersekresi jalan 2. Produksi sputum Terapeutik jalan napas klien
napas menurun  Pertahankan kepatenan jalan napas Terapeutik
(D.0001) 3. Mengi menurun dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika  Mencegah kehilangan kesadaran
4. Wheezing menurun curiga trauma fraktur servikal) akibat kekurangan oksigen
 Posisikan semi-fowler atau fowler  Untuk mempermudah proses
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 pernapasan klien
detik  Membuka jalan napas akibat
 Berikan oksigen, jika perlu sumbatan
Edukasi  Mencukupi kebutuhan oksigen
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika Edukasi
tidak ada kontraindikasi  Mempercepat pengenceran
 Ajarkan Teknik batuk efektif sputum
Kolaborasi  Mengeluarkan sputum melalui
 Kolaborasi batuk
pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukol Kolaborasi
itik, jika perlu. Pempercepat proses penyembuhan
 gangguan bersihan jalan napas.
Pola napas tidak Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi (I.01014) Pemantauan Respirasi (I.01014)
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi Observasi
dengan hambatan maka pola napas membaik, 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan  Mengetahui karakteristik
upaya napas (mis. dengan kriteria hasil: upaya napas pernapasan klien
nyeri saat bernapas, 1. Penggunaan otot bantu 2. Monitor pola napas (seperti bradypnea,  Mengetahui pola napas klien
kelemahan otot napas menurun takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-  Mengetahui adanya bunyi napas
pernapasan) 2. Pemanjangan fase stokes, biot, ataksik) tambahan
D.0005 ekspirasi menurun 3. Auskultasi bunyi napas  Mencegah kehilangan kesadaran
3. Frekuensi napas 4. Monitor saturasi oksigen tiba tiba
membaik Terapeutik Terapeutik
4. Kedalaman napas 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai  Mencegah kondisi tidak
membaik kondisi pasien diharapkan
2. Dokumentasikan hasil pemantauan  Mencegah terjadinya lupa/tidak
Edukasi terdokumentasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Edukasi
 Meningkatkan pengetahuan
tentang intervensi yang diberikan
Gangguan Terapi Oksigen (I.01026) Terapi Oksigen (I.01026)
Setelah dilakukan intervensi Observasi
pertukaran gas Observasi
keperawatan selama 3 x 24 jam,
berhubungan 1. Monitor kecepatan aliran oksigen  Mencegah oksigen kosong
maka pertukaran gas meningkat,
dengan Perubahan 2. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.  Untuk mengetahui efektifitas
dengan kriteria hasil: Oksimetri, Analisa gas darah), jika perlu
membran alveolus- terapi kepada klien
kapiler 1. Sesak napas menurun
3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi  Mencegahadanya tanda
(D.0003) 4. Monitor integritas mukosa hidung akibat kekurangan oksigen
2. Wheezing menurun
pemasangan oksigen  Mengetahui reaksi setelah
3. Takikardia menurun
Terapeutik pemasangan terapi
4. PCO2 membaik
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan Terapeutik
5. PO2 membaik
trakea, jika perlu  Untuk mencegah adanya
2. Pertahankan kepatenan jalan napas sumbatan jalan napas
3. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
 Untuk menciptakan respon baik
dengan tingkat mobilitas pasien terkait pernapasan klien
Edukasi
 Untuk mempermudah mobilisasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
klien
menggunakan oksigen dirumah
Edukasi
 Untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai penggunaan oksigen
dirumah

Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119) Manajemen Nutrisi (I.03119)


Setelah dilakukan intervensi
berhubungan Observasi Observasi
keperawatan selama 3 x 24 jam,
dengan  Identifikasi makanan yang disukai  Memudahkan untuk
maka status nutrisi membaik,
Ketidakmampuan  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis pemberian nutrisi
dengan kriteria hasil:
mencerna makanan nutrien  Mengetahui jumlah makanan
D.0019  Monitor asupan makanan yg masuk
1. Porsi makan yang
 Monitor berat badan  Mengetahui berat badan klien
dihabiskan meningkat
Terapeutik Teraupetik
2. Berat badan membaik  Sajikan makanan secara menarik dan suhu  Menambah selera makan
yang sesuai klien
3. Indeks massa tubuh  Berikan makanan tinggi serat untuk  Mencegah terjadinya
(IMT) membaik mencegah konstipasi konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi  Untuk mencukupi kebutuhan
protein kalori klien
Edukasi Edukasi
 Ajarkan posisi duduk, jika mampu Mencegah resiko tersedak
 Ajarkan diet yang diprogramkan Untuk mencukupi kebutuhan nutrisi
sesuai program
4. Implementasi

Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan

keperawatan perawat berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan

membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat

menigkatkan kualitas hidup pasien. Jenis tindakan yang telah disusun pada

tahap perencanaan. Pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri,

saling ketergantungan atau kolaborasi dan tindakan rujukan/

ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang

sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah

rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai dengan

kondisi saat ini (Desmawati, 2019).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk menilai hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan

yang telah dilakukan (Bararah & Jauhar, 2018)


DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U F. 2018. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Anggraeni, dini siti. 2021. Stop Tuberkulosis. Bogor: Penerbit Cita Insan Madani.Aula, L
Elisabet. 2020. Stop Merokok. Jogjakarta: Garailmu.
Crofton John, Norman Horne dan Fred Miller. 2022. Tuberkulosis Klinis. Jakarta:Widya
Medika.
Depkes RI. 2017. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta:Dirjen
P2M&PL
Depkes RI. 2018. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, edisi 2,Jakarta:
Dirjen P2M&PL
Mukhsin, k. Yodi M, Ririn AA. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhiketeraturan
minum obat pada penderita TBC paru yang mengalami konversi di kota
Jambi.(Skripsi). Yogyakarta: KMPK.UGM
Murtantiningsih, Bambang W. 2020. Faktor-faktor yang berhubungan dengankesembuhan
penderita TBC paru (Studi kasus di puskesmas Purwodadi 1 Kabupaten
Grobogan).(Skripsi). Semarang: UNNES.
Nazahar, R. 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kepatuhanberobat
penderita TBC Paru di Poli Paru RS. Persahabatan Jakarta
(Tesis). Depok: Program Pascasarjana FKM-UI.
Nizar, Muhamad. 2020. Pemberantasan dan Penanggulangan Tuberkulosis.Yogyakarta:
penerbit Gosyen Publising

Anda mungkin juga menyukai