Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Obstetri yang telah memberikan tugas ini kepada kami
sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Poso,
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.
Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi
angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan
terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga
setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC
terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun
1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance
memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan
262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat
Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC
paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal
akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi
lengkap tentang penyakit TBC.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
a. Jelaskan bagaimana cara mendiagnosis penyakit TBC
b. Jelaskan bagaimana cara pengobatan penyakit TBC
c. Jelaskan cara mencegah penyakit TBC
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui cara mendiagnosis penyakit TBC
2. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit TBC
3. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit TBC
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk penderita yang sudah kebal dengan kombinasi obat tersebut, akan menjalani
pengobatan dengan kombinasi obat yang lebih banyak dan lebih lama. Lama pengobatan
dapat mencapai 18-24 bulan. Selama pengobatan, penderita TBC harus rutin menjalani
pemeriksaan dahak untuk memantau keberhasilannya.
1. Jenis Obat
a. Isoniasid
b. Rifampicin
c. Pirasinamid
d. Streptomicin
2. Prinsip Obat
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat selama 6-8 bulan,supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis
tahap lanjutan ditelan dalam dosis tunggal,sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat
yangdigunakan tidak adekuat, kuman TB akan berkembangmenjadi kuman kebal. Pengobatan TB
diberikan dalan 2 Tahap yaitu:
a. Tahap intensif Pada tahap intensif penderita mendapat obat (minum obat) setiap hari selama 2-
3 bulan.
b. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat (minum obat) tiga kali seminggu
selama 4 – 5 bulan.
Terapi tuberkulosis (TB) pada kehamilan berbeda dengan terapi tuberkulosis pada populasi lain
karena tidak hanya bertujuan untuk menyembuhkan infeksi, tetapi juga mencegah penularan ke
janin yang dapat terjadi secara hematogen via vena umbilikalis. Transmisi ke janin juga dapat
terjadi melalui aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Terapi tuberkulosis pada kehamilan juga
berperan untuk mencegah komplikasi atau kematian ibu. Di sisi lain, terdapat potensi teratogenik
pada obat antituberkulosis (OAT). Untuk itu, perlu dipertimbangkan pemilihan regimen obat
antituberkulosis dengan risiko yang minimal terhadap janin.
Keamanan Terapi Tuberkulosis pada Ibu Hamil
Obat antituberkulosis (OAT) sebagian besar terbukti dapat menembus plasenta. Akan tetapi
obat pyrazinamide, ethionamide, paraaminosalicylic acid (PAS), cycloserine, gatifloxacin belum
diketahui dapat menembus plasenta atau tidak. Kategori Obat Antituberkulosis pada Kehamilan
oleh FDAPemberian terapi untuk penyakit TBC pada kehamilan harus dilakukan secara berhati-
hati dengan menimbang manfaat dan risiko. Hal ini karena obat antituberkulosis oleh FDA
dikategorikan ke dalam kategori C atau D.
Kategori OAT lini pertama adalah kategori C, kecuali streptomycin yang tergolong kategori D.
OAT lini kedua, umumnya digunakan untuk penyakit-penyakit, juga sebagian besar termasuk
dalam kategori C, kecuali kanamycin dan amikacin yang tergolong kategori D.
Dosis
Obat Dosis Maksimum/Hari
Rifampisin
(R) 10 mg/kgBB/hari 600 mg
Pirazinamid
(Z) 25 mg/kgBB/hari 2000 mg
Jika diberikan OAT dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) maka dosis obat terangkum dalam
tabel berikut.
4KDT 2KDT
Berat Badan (kg)
Evaluasi Bakteriologi
Pemantauan keberhasilan terapi salah satunya melalui pemeriksaan sputum basil tahan
asam (BTA) pada bulan kedua, kelima dan keenam. Jika pemeriksaan sputum BTA negatif maka
pengobatan terus dilanjutkan. Jika hasil pemeriksaan BTA positif pada bulan kedua maka
ditambahkan sisipan. Pada akhir fase sisipan jika BTA tetap positif maka lanjutkan pengobatan
tahap lanjutan sambil merujuk ke fasilitas pengobatan TB MDR. Jika pada pemeriksaan sputum
bulan kelima atau keenam hasil BTA positif maka rujuk pasien ke fasilitas pengobatan TB MDR
dan mulai pengobatan OAT kategori 2.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena adanya
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini
sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga penyakit yang harus
benar-benar segera ditangani dengan cepat.
Pengobatan tuberkulosis paru pada ibu hamil lebih banyak memberikan manfaat dibandingkan
dengan risiko yang mungkin muncul. Terapi tuberkulosis pada ibu hamil harus tetap diberikan sebagaimana
terapi pasien dewasa lainnya kecuali streptomycin, kanamycin dan amikacin. Kehamilan harus tetap
dipertahankan karena infeksi tuberkulosis bukan indikasi untuk mengugurkan kandungan.
B. Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah meningkatkan daya
tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan, untuk
mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan
oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan) Bandung
Doengoes, M. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Subuh M, Priohutomo S, Widaningrum C, Dinihari N, Siagian V, Uyainah A, et al. Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014
Mathad JS, Gupta A. Tuberculosis in pregnant and postpartum women: Epidemiology,
Management, and Research Gaps. CID. 2012