Pada kesempatan kali ini, penyuluhan yang diberikan bertema “Tuberkulosis Paru”,
sebagai bagian dari penyuluhan dalam gedung. Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempinyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.
Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari. TB
dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun diluar paru.
Faktor risiko untuk Tuberkulosis Paru adalah berasal dari negara berkembang (dalam hal
ini, Indonesia termasuk sebagai Negara berkembang), anak-anak dibawah umur 5 tahun atau
orang tua, pecandu alcohol atau narkotik, ternfeksi HIV, penderita diabetes mellitus, penghuni
rumah beramai-ramai, imunosupresi, serta kemiskinan dan malnutrisi. Oleh karena itu,
Tuberkulosis masih merupakan suatu masalah utama pada bidang kesehatan, di wilayah kerja
Puskesmas Panunggangan.
Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit
mulai secara perlahan-lahan. Sedangkan pada anak, dapat ditemukan tanpa gejala atau keluhan.
Gejala yang umumnya ditemukan adalah berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik
dengan penanganan gizi, demam lama/berulang tanpa sebab jelas, dapat disertai keringat malam,
pembesaran kelenjar limfe superfisial multiple dan tidak nyeri, batuk lebih dari 30 hari.
Sementara untuk gejala yang lebih khas dapat berupa sputum yang mukoid, batuk berdarah, serta
dapat ditemukannya ronki basah di apeks paru.
Pada pasien yang dicurigai Tuberkulosis, selain melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang tajam, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan ini meliputi tes
dahak Sewaktu, Pagi, dan Sewaktu (SPS), tes mantoux, dan rontgen dada. Jika memang betul
setelah tes ini, menunjukkan bahwa tuberculosis (+), maka pengobatan harus sesegera mungkin
dimulai. Pengobatan TB sudah masuk dalam program pemerintah, dan dibebaskan dari biaya.
Namun, satu kesulitan yang masih sering dihadapi di lapangan adalah mengenai tingkat
compliance dari penderita TB untuk meminum obat TB itu sendiri.
Pengobatan TB yang tidak tuntas dapat menyebabkan bakteri yang akan bermutasi dan
menjadi resisten terhadap beberapa obat. Hal ini tentu akan merugikan pasien, karena obat yang
harus diminum setiap harinya jadi bertambah banyak, durasi yang juga lebih lama, bahkan pada
beberapa kasus, pasien membutuhkan suntikkan antibiotik setiap harinya.
Pencegahan TB sudah seharusnya lebih ditekankan lagi oleh masyarakat. Karena pada
hakikatnya, mencegah tentulah lebih baik daripada mengobati. Pencegahan dapat dilakukan
dengan meningkatkan higienitas diri sendiri serta lingkungan, ventilasi rumah yang lebih baik
lagi sehingga dapat dimasuki dengan sinar cahaya mathari. Dan pada anak-anak, penting bahwa
vaksinasi BCG harus diberikan.
Pertanyaan