Anda di halaman 1dari 55

EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) PADA PASIEN

HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT


BHAYANGKARA MANADO

Karya Tulis Ilmiah

Untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan

Pendidikan Diploma III

Diajukan Oleh

SARTIKA LAMATENGGO
NIRM. 1603024

Kepada

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH MANADO


PROGRAM STUDI D3 FARMASI
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah

EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) PADA PASIEN


HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA MANADO

Diajukan oleh :

SARTIKA LAMATENGGO
NIRM. 1603024

Telah disetujui oleh :

Pembimbing I

Wahyuni Hapit.,S.Si.,M.Si.,Apt Tanggal,


NIDN. 09 131088 03

Pembimbing II

Febrianika A. Kusumaningtyas.,S.Farm.,M.Farm Tanggal,


NUPN. 9909926085

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah ini telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Jenjang

Pendidikan Tinggi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Manado

Program Studi D3 Farmasi, sebagai salah satu persyaratan penyelesaian

pendidikan Ujian Akhir Diploma III pada tanggal

Ketua Penguji

Ns. Hj. Zainar Kasim.,S.Kep.,M.Kes


NIDN. 0928125202

Anggota Penguji II :

Windi Astuti.,S.Farm.,M.Farm.,Apt
NIDN.

Wahyuni Hapit.,S.Si.,M.Si.,Apt
NIDN. 09 131088 03

Manado,

Ketua STIKES Muhammadiyah Manado Ketua Program Studi

Agust Arthur Laya., SKM., M.Kes Rahmat Ismail, S.Farm.,M.Farm.,Apt


NIDN. 00 050865 08 NIDN. 09 191088 02

iii
CURRICULUM VITAE

A. Identitas

Nama : Sartika Lamatenggo


NIRM : 1603024
Tempat, Tanggal Lahir : Manado, 01 Mei 1998
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Singkil 1 lingkungan VI
B. Riwayat Pendidikan

Tahun 2004-2010 : SD Negeri 34 Manado

Tahun 2010-2013 : SMP Negeri 3 Manado

Tahun2013-2016 : Man Model Manado

Tahun 2016-2019 : STIKES Muhammadiyah Manado

iv
Lamatenggo. Sartika. 2020. Evaluasi Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pada Pasien
Hipertensi Di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara
Manado. (Dibimbing Oleh Wahyuni Hapit Selaku Pembimbing I Dan Febrianika Ayu
Kusumaningtyas Selaku Pembimbing II).

ABSTRAK

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global dan memerlukan penanggulangan yang


baik karena angka prevalensinya yang cukup tinggi. Hipertensi adalah tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada pengukuran
berulang. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Pelayanan Informasi Obat (PIO)
pada pasien hipertensi di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara
Manado. Jenis penelitian yaitu secara deskriptif dengan metode observatif untuk
menggambarkan atau mengamati pelayanan informasi obat. Berdasarkan hasil
pengamatan di atas pelayanan informasi obat yang diberikan oleh responden belum
lengkap karena faktor yang mempengaruhi pasien sudah mengetahui pemberian informasi
obat, sementara jumlah apoteker yang menangani pasien dalam sehari 1 orang saja hal ini
belum berkesesuaian dengan permenkes no.72 Tahun 2016 yang mengatakan/ mengatur
bahwa seorang apoteker hanya bisa melayani kurang lebih 50 pasien.

Kata kunci : Hipertensi, Pelayanan Informasi Obat, Observatif

v
Lamatenggo, Sartika. 2020. Evaluation of Drug Information Services (PIO) for
Hypertensive patients in the outpatient Pharmacy Installation of Bhayangkara
Manado Hospital. (Supervised by Wahyuni Hapit As Supervisor I and Febrianika
Ayu Kusumaningtyas As Supervisor II).

ABSTRACT

Hypertension is a global health problem and requires a good countermeasure because the
prevalence rate is quite high. Hypertension is systolic blood pressure ≥140 mmHg and or
diastolic blood pressure ≥90 mmHg on repeated measurements. The purpose of his
research is to find out drug information service (PIO) in hypertensive patients in
outpatient pharmacy installations at Bhayangkara Manado hospital. The type of research
is descriptive with observative drug information service. Based on the observations above
the drug information service provided by respondents are not yet complete because of the
factors affecting patients who already know the provision of drug information, while the
number of pharmacists who deal with patients in one day only this does not correspond to
permenkes no.72 of 2016 which says that a pharmacist can only service about 50 patients.

Keywords: Hypertension, Compliance Level, MMAS

vi
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Sartika Lamatenggo
NIRM : 1603024
Semester : VII (Tujuh)
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Evaluasi Pelayanan
Informasi Obat (PIO) Pada Pasien Hipertensi di Instalasi Farmasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Bhayangkara Manado”

Merupakan :
1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri;
2. Semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan
dengan benar serta bukan merupakan hasil penjiplakan karya orang
lain;
3. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar pada program
Diploma ini ataupun pada program lainnya. Oleh karena itu
pertanggung jawaban Karya Tulis Ilmiahini sepenuhnya berada pada
diri saya.
Demikian peryataan ini saya buat, apabila kelak dikemudian hari terbukti ada
unsur penjiplakan saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Manado, Januari 2020


Yang Membuat Pernyataan

SARTIKA LAMATENGGO
NIRM. 1603024

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,
hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmia yang
berjudul “Evaluasi Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pada Pasien Hipertensi di
Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara Manado”.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini dapat di susun dan
diselesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yang In Syaa Allah Selalu di lindungi Allah SWT
ayah Yanto. Lamatenggo dan ibu Rahmiyati Moha, serta adik satu-satunya
Sherina Lamatenggo dan seluruh keluarga yang selalu memberikan cinta,
kasih sayang, doa, dukungan, semangat dan material selama ini kepada
penulis.
2. Bapak Agust A. Laya, SKM.,M.,Kes selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Manado.
3. Bapak Ns. Suwandi I. Luneto, S.Kep., M.Kes., CWCCA., HBOC selaku
Wakil Ketua I Bidang Akademik, STIKES Muhammadiyah Manado.
4. Ibu Ns. Hj. Zainar Kasim, S.Kep., M.Kes. selaku Wakil Ketua II Bidang
Administrasi dan Keuangan, STIKES Muhammadiyah Manado.
5. Bapak I Made Rantiasa, S.Kep., M.Kes. selaku wakil Ketua III Bidang
Administrasi dan SDM STIKES Muhammadiyah Manado.
6. Bapak Rizal Arsyad, S.Ag., MA. Selaku Wakil Ketua IV Bidang dan Al-
Islam Kemuhammadiyahan STIKES Muhammadiyah Manado.
7. Bapak Rahmat Ismail, S.Farm., M.Farm., Apt selaku ketua Program Studi
DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Manado.
8. Ibu Wahyuni Hapit S.Si.,M.Si.,Apt pembimbing I dan Ibu Febrianika Ayu
Kusumaningtyas S.Farm pembimbing II, atas dukungan dan arahan,
semangat dan masukkan kepada penulis selama penyusun karya tulis
ilmiah.

viii
9. Ibu Ns. Hj. Zainar Kasim S.Kep., M.Kes selaku penguji I dan Ibu Windi
Astuti S.Farm., M.Farm., Apt selaku penguji II yang telah memberikan
waktu, masukkan, kritik dan saran yang sifatnya membangun.
10. Seluruh dosen-dosen program studi DIII Farmasi STIKES
Muhammadiyah Manado yang telah membagikan ilmu serta pengalaman
selama perkuliahan.
11. Sahabat-sahabat terbaik Barol Squad (Indah Nuna, Firliyanti Atilu, Shafira
Rizka Badarab, Putri Lestary, Dheantari Tagori, Santri Ningsih
Warsyuwijono, Qoviva Isabella Bina, Nadella Sudarsono, Iqriyah Ladiku)
atas kesetiaan kalian dari awal hingga akhir perkuliahan ini. Selain ilmu,
pengalaman, susah dan senang, kalianlah hal terbaik yang pernah saya
miliki.
12. Saudara-Saudara saya (Sukma, Onco Rati, Nayu, Mey, Jeje) karena sudah
memberikan support kepada saya.
13. Seluruh teman-teman angkatan 2016 PASUKAN ANDROMEDA untuk
kebersamaan selama perkuliahan dan kegiatan-kegiatan lainya.
14. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu untuk setiap
dukungan dan bantuan.
Semoga Allah SWT akan selalu meridohi dan membalas semua bantuan
yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa selama
penyesuan karya tulis ilmiah terdapat banyak kekurangan dan kekhilafan yang
penulis lakukan, untuk itu penulis memohon maaf kepada semua pihak yang
terkait.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga karya tulis ilmiah dapat berguan bagi
seluruh pihak, terutama dalam bidang kefarmasian.

Manado, Januari 2020

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................................... iv
CURICULUM VITAE...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI...................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................... vi
ABSTRAK.......................................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah............................................................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian......................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit.................................................................................................................. 5
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit........................................................................................ 5
2.1.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit............................................................................. 5
2.1.3 Pelayanan Kefarmasian......................................................................................... 6
2.2 Hipertensi...................................................................................................................... 8
2.2.1 Pengertian Hipertensi............................................................................................ 8
2.2.2 Etiologi Hipertensi................................................................................................ 9
2.2.3 Patofisiologi Hipertensi........................................................................................ 10
2.2.4 Komplikasi Hipertensi.......................................................................................... 13
2.2.5 Faktor Penyebab Hipertensi.................................................................................. 13
2.3 Pelayanan Informasi Obat............................................................................................. 16
2.4 Kerangka Konsep.......................................................................................................... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian.................................................................................... 21
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................................ 21
3.3 Variabel Penelitian........................................................................................................ 21
3.4 Definisi Operasional..................................................................................................... 21
3.5 Populasi dan Sampel..................................................................................................... 22
3.6 Instrumen Penelitian..................................................................................................... 23
3.7 Teknik Pengumpulan Data............................................................................................ 24
3.8 Analisis data.................................................................................................................. 24

x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.............................................................................................................................. 25
4.2 Pembahasan.................................................................................................................. 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................................................................... 27
5.2 Saran............................................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 28
LAMPIRAN....................................................................................................................... 30

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi............................................................................................ 9

Tabel 2. Hasil Persentase Komponen Informasi Obat......................................................... 26

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian Kepada RS Bhayangkara Manado..............


34

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian ....................................................... 35

Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Bhayangkara Manado .................. 36

Lampiran 4. Surat Selesai Penelitian dari STIKES............................................................... 37

Lampiran 5. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah............................................................. 38

Lampiran 6. Lembar Checklist Pelayanan Informasi Obat.................................................... 39

Lampiran 7. Dokumentasi...................................................................................................... 40

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Berdasarkan data

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 dilaporkan bahwa prevalensi

hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun

sebesar 25,8 % dan Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan

hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1% (Kemenkes RI, 2013; Kemenkes

RI, 2018). Laporan dinas kesehatan daerah provinsi Sulawesi Utara tahun

2017 prevalensi hipertensi dilaporkan sebanyak 38,36% dari total jumlah

penduduk 2.436.921 jiwa (Dinkes Sulut, 2017).

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Farmasi

Rumah Sakit adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan

kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien.

Sebagai upaya untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit

yang berorientasi pada keselamatan pasien maka dikeluarkan Peraturan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia No.58 Tahun 2014 (Kemenkes RI, 2014).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.72 Tahun

2016, Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah suatu pelayanan

langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Salah

1
satu bentuk pelayanan kefarmasian adalah pemberian informasi obat pada

pasien. Pemberian informasi merupakan salah satu tahap pada proses

pelayanan resep (Adityawati dkk, 2016).

Pemberian informasi obat memiliki peranan penting dalam rangka

memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan bermutu bagi

pasien. Kualitas hidup dan pelayanan bermutu dapat menurun akibat adanya

ketidakpatuhan terhadap program pengobatan.

Penyebab ketidakpatuhan tersebut salah satunya disebabkan kurangnya

informasi tentang obat. Selain itu, cara pengobatan yang kompleks dan

kesulitan mengikuti cara pengobatan yang diresepkan merupakan masalah

yang mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Selain masalah

kepatuhan, pasien juga dapat mengalami efek yang tidak diinginkan dari

penggunaan obat. Dengan diberikannya informasi obat kepada pasien maka

masalah terkait obat seperti penggunaan obat tanpa indikasi, indikasi yang

tidak terobati, dosis obat terlalu tinggi, dosis subterapi (dosis obat yang lebih

rendah), serta interaksi obat dapat dihindari (Adityawati dkk, 2016).

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan di rumah sakit Bhayangkara

peneliti melihat pelayanan informasi obat yang diberikan petugas farmasi

yang menurut mereka pasien sudah mengetahuinya dan petugas farmasi tidak

semuanya menjelaskan tentang informasi obat pada pasien misalnya pada

waktu penyerahan obat kepada pasien hanya dijelaskan nama obat, efek

samping, dan cara penggunaan obat hipertensi saja dan sebagian pasien juga

hanya langsung mengambil obat dan pergi tanpa menanyakan informasi

2
tentang obat. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang Evaluasi

Pelayanan Informasi Obat pada pasien Hipertensi di Instalasi Farmasi Rawat

Jalan Rumah Sakit Bhayangkara.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Pelayanan Informasi Obat (PIO) pada pasien Hipertensi di

Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pada Pasien Hipertensi di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit

Bhayangkara.

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada mengevaluasi Pelayanan Informasi Obat

pada pasien Hipertensi Rawat Jalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Bhayangkara Manado.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Memberikan manfaat bagi para peneliti lain dalam melakukan

penelitian yang sejenis ini dalam rangka meningkatkan Pelayanan

Informasi Obat.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi mahasiswa, mengembangkan wawasan dan pengetahuan

Mahasiswa terhadap Pelayanan Informasi Obat.

2. Bagi masyarakat, mendapatkan informasi obat yang baik dan benar.

3
3. Bagi institusi pendidikan, sebagai sumber informasi untuk penelitian

selanjutnya tentang Pelayanan Informasi Obat.

4. Sebagai informasi yang menunjukkan pentingnya peranan apoteker atau

farmasi untuk melakukan praktik kefarmasian.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,

yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau unit atau

bagian di suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang

apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi

persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten

secara profesional, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan

yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian

yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri

(Siregar dan Amalia, 2004).

Menurut Kemenkes No.72 Tahun 2016 fungsi Instalasi Farmasi rumah

sakit adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta

memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat

kesehatan.

5
6

a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan,

dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,

administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi

kegiatan pelayanan.

b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

Pelayanan ini adalah pendekatan profesional yang bertanggung

jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai

indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan

pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker serta

bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.

2.1.3 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang

berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau

bagi semua masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik

(Kemenkes No.72 tahun 2016).

Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya

manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian yang


7

dimaksud harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan

yang bermutu, aman dan terjangkau.

Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit menurut Kemenkes

No.72 Tahun 2016 meliputi standar :

a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah

Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai

dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat,

dan keamanannya.

b. Pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang

diberikan oleh apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan

outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadi efek samping karena

obat, untuk keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas

hidup pasien terjamin.

Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

1. Pengkajian dan pelayanan Resep;

2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;

3. Rekonsiliasi Obat;

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);


8

5. Konseling;

6. Visite;

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

10. Dispensing sediaan steril; dan

11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

(Kemenkes RI No.72, 2016).

2.2 Hipertensi

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana

seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal dalam

jangka waktu lama. Angka tekanan darah menunjukkan di atas 140/80

mmHg. Angka 140 menunjukkan angka sistolik, artinya tekanan darah

pada saat jantung memompa darah kedala pembuluh nadi (saat jantung

mengkerut) sedangkan angak 80 menunjukan angka diastolik, artinya

tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darahkembali

(pembuluh nadi mengempis kosong), dan meningkatnya tekanan darah

bisa disebabkan adanya gangguan fungsi jantung sebagai alat memompa

darah atau arteri, yaitu pembuluh darah yang mengalirkan darah dari

jantung ke seluruh jaringan tubuh (Pramana, 2016).

Jika jantung memompa dengan sangat kuat sehingga mengakibatkan

derasnya arus darah yang mengalir kesetiap jaringan dan ujung-ujungnya


9

tekanan darah menjadi kuat atau arteri sebagai pembuluh kehilangan

kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tak dapat mengembang ketika

jantung memompa darah melalui arteri, darah dipaksa melalui pembuluh

yang sempit mengakibatkan naiknya tekanan, terutama pada usia lanjut

penebalan atau pengerutan arteri sering terjadi (Pramana, 2016).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VIII (Joint National


Committee on Detection Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure (Yogiantoro, 2009)

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

1. Optimal <120 <80

2. Normal < 130 <85

3. Normal Tinggi 130-139 85-89

4. Hipertensi D1 140-159 90-99

5. Hipertensi D2 160-179 100-109

6. Hipertensi D3 ≥180 ≥110

2.2.2 Etiologi Hipertensi

Penyebab hipertensi digolongkan menjadi 2 (dua), jenis yaitu

hipertensi primer atau esensial dan hipertensi sekunder (Sunardi, 2009) :

a. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak (belum)

diketahui penyebabnya. Dari sejumlah penderita hipertensi secara

umum, 90% adalah termasuk golongan ini. Diduga pemicu terjadinya

hipertensi primer adalah karena faktor bertambahnya usia, stress

psikologis yang berkepanjangan, keturunan (hereditas), gangguan

pada fungsi jantung dan pembuluh darah sehingga dapat memacu


10

peningkatan tekanan darah. Umumnya penderita tidak merasakan apa-

apa.

b. Hipertensi Sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi sekunder dari

penyakit obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal (gagal ginjal) akibat penyakit

ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah sekunder yang paling

sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat

menyebabkan hipertensi atau memperberat dengan menaikan tekanan

darah. Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering

berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung

koroner, diabetes dan kelainan sistem sarat pusat.

2.2.3 Patofisiologi Hipertensi

Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan

darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha

untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalamjangka panjang

reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang

bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan

oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai

organ terutama ginjal (Gofir A, 2009).

1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang

ditandai dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri.

Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi


11

pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak,

kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi

lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut

plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima (lapisan

terdalam dari pembuluh darah) akan memperkecil lumen (otot)

pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah,

pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu

(Gofir A, 2009).

Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi

sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksidanitrit dan peptida

endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus

hipertensi primer (Tugasworo, 2010).

2) Sistem renin-angiotensin

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin

I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah

melalui dua aksi utama.

a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan

rasa haus. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin

yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk


12

mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada

akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Guyton, 2007).

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan

volume cairan ekstraseluler yang padagilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah (Guyton, 2007).

3) Sistem saraf simpatis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di

otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis,

yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari

kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis (yang terletak di

sumsum tulang belakang) di toraks dan abdomen. Rangsangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang

akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh

darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin


13

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah

(Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.4 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri

dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi hipertensi termasuk

rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh

darah besar. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit

serebrovaskuler yaitu stroke, penyakit arteri koroner yaitu infark miokard

angina, penyakit gagal ginjal. Bila penderita hipertensi memiliki faktor

resiko kardiovaskuler yang lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan

mordibitas akibat gangguan kardiovaskulernya tersebut (Pramana, 2016).

2.2.5 Faktor Penyebab Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan karena interaksi

berbagai faktor risiko. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan

tingkat keparahan dari faktor risiko yang dapat dikontrol seperti stres,

obesitas, nutrisi dan gaya hidup, serta faktor yang tidak dapat dikontrol

seperti genetik, usia, dan jenis kelamin (Amu, 2015).

1. Stress

Stress diyakini memiliki hubungan dengan hipertensi. Disamping

itu juga stress dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan

hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta

lebih kuat, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Gejala yang

akan muncul berupa hipertensi atau penyakit mag. Stress dapat


14

meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stress

sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali (Amu, 2015).

2. Obesitas

Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar 20%

atau lebih dari berat badan ideal. Penderita obesitas akan lebih mudah

mengalami hipertensi. Hal ini karena penderita obesitas terjadi

ketidaknormalan mekanisme kontrol terhadap tekanan pembuluh

darah. Ketidaknormalan itu umumnya berupa tingginya kadar hormon

insulin yang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis dan

penyimpanan sodium sehingga menyebabkan peningkatan hipertensi

(Amu, 2015).

3. Konsumsi Lemak

Konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat

badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh

juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan

kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemah jenuh, terutama

lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan

konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak

sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman

dapat menurunkan tekanan darah (Artyaningrum, 2015).

4. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang

dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat


15

merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan

tekanan darah tinggi. Merokok juga dapat menyebabkan

meningkatnya denyut nadi jantung dan kebutuhan oksigen untuk

disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah

tinggi semakin meningkatkan resiko kerusakan pada pembuluh darah

(Astiari, 2016).

5. Aktifitas Fisik

Perkembangan hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah

satunya adalah aktifitas fisik. Orang yang dengan aktifitas fisik kurang

tapi dengan nafsu makan yang kurang terkontrol sehingga terjadi

konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan nafsu makan

bertambah yang akhirnya berat badannya naik dan dapat

menyebabkan obesitas. Jika berat badan seseorang bertambah, maka

volume darah akan bertambah pula, sehingga beban jantung untuk

memompa darah juga bertambah. Semakin besar bebannya, semakin

berat kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh sehingga

tekanan perifer dan curah jantung dapat meningkat kemudian

menimbulkan hipertensi (Artyaningrum, 2015).

6. Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu juga akan

menyebabkan keluarga itu memiliki risiko untuk menderita penyakit

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium

intraseluler dan rendahnya risiko antara potassium terhadap sodium.


16

Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua

kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Astiari, 2016).

7. Usia

Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia

hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas

menaikkan insidens arteri koroner dan kematian prematur

(Tambayong, 2000).

8. Jenis Kelamin

Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi

dibandingkan dengan perempuan. Pria sering mengalami tanda-tanda

hipertensi pada usia akhir tiga puluhan. Pria diduga memiliki gaya

hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah

dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi setelah memasuki

menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Wanita

memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Wanita yang

belum mengalami menopause dilindungi oleh hormone esterogen

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL) (Artyaningrum, 2015).

2.3 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan

terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien
17

yang bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga

kesehatan lain di lingkungan Rumah Sakit, pasien dan masyarakat,

menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan

denganobat (contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan

mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang

memadai), menunjang penggunaan obat yang rasional (Novitasari, 2016).

Informasi obat yang baik sangat diperlukan pada terapi jangka panjang

pada penyakit kronis seperti penyakit hipertensi, informasi obat ini biasanya

dilakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien. Pada terapi jangka

panjang perlu juga disampaikan untuk kontrol ke dokter sebelum obatnya

habis karena terapi harus dilakukan terus menerus secara rutin untuk jangka

waktu lama agar terapinya berhasil baik. Konseling bertujuan memeperbaiki

kualitas hidup pasien terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan

salah sediaan farmasi atau alat kesehatan lain (Yani, 2015).

Hal yang dilakukan untuk memberikan dan menyebarkan informasi

kepada konsumen yaitu secara pro aktif dan pasif, menjawab pertanyaan dari

pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka,

membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain,

melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta

masyarakat, melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga

kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan

Medis Habis Pakai, dan mengkoordinasikan penelitian terkait obat dan

kegiatan Pelayanan Kefarmasian (Yani, 2015).


18

Pada umumnya, ada dua jenis metode utama pelayanan informasi obat,

yaitu komunikasi lisan dan tertulis. Apoteker, perlu memutuskan kapan suatu

jenis dari metode itu digunakan untuk menjawab lebih tepat dari pada yang

lain. Dalam banyak situasi klinik, jawaban oral biasanya diikuti dengan

jawaban tertulis (Fitriani dkk, 2017).

a. Informasi tertulis

Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang

diberikan kepada penanya dan menjadi suatu rekaman formal untuk

penanya dan responden. Keuntungan dari format tertulis adalah

memungkinkan penanya untuk membaca ulang informasi jawaban tersebut

dan secara pelan-pelan mengintepretasikan jawaban tersebut. Komunikasi

tertulis juga memungkinkan apoteker untuk menerangkan sebanyak

mungkin informasi dalam keadaan yang diinginkan tanpa didesak

penanya. Jawaban tertulis dapat mengakomodasi tabel, grafik, dan peta

untuk memperlihatkan data secara visual (Fitriani dkk, 2017).

b. Informasi lisan

Setelah ditetapkan bahwa informasi lisan adalah tepat, apoteker perlu

memutuskan jenis metode jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis

metode menjawab secara lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan

komunikasi telepon. Komunikasi tatap muka lebih disukai, jika apoteker

mempunyai waktu dan kesempatan untuk mendiskusikan temuan

informasi obat dengan penanya (Fitriani dkk, 2017).


19

Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas (2006), terdapat tiga

metode yang dapat digunakan untuk melakukan pelayanan informasi obat,

yaitu:

1. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on

call.

2. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja,

sedang diluar jam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang

sedang tugas jaga.

3. Tidak ada petugas khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh

semua apoteker instalasi farmasi dijam kerja dan tidak ada pelayanan

informasi obat diluar jam kerja.

Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas (2006), semua sumber

informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat

dan tipe pelayanan. Pustaka digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Pustaka primer adalah artikel asli yang dipublikasikan penulis atau

peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian

yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer, antara

lain laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif, serta

laporan deskriptif.

b. Pustaka sekunder yaitu berupa system indeks yang umumnya berisi

kumpulan abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber

informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian

informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber


20

informasi ini dibuat dalam berbagai database, contoh: medline yang

berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, International

Pharmacceutical Abstrak yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.

c. Pustaka tersier yaitu berupa buku teks atau database, kajian artikel,

kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa

bukti referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan pedoman

praktis. Pustaka tersier umumnya berupa bukti referensi yang berisi

materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami.


21

2.4 Kerangka Konsep

Rumah Sakit
Bhayangkara
Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Bhayangkara

Rawat Jalan Rawat Inap

Pelayanan Informasi Obat (PIO)


di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Bhayangkara Manado

Evaluasi Pelayanan
Informasi Obat

Gambar 2.1. Kerangka konsep Evaluasi Pelayanan Informasi Obat (PIO) pada
pasien Hipertensi Rawat Jalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara
Manado
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu non eksperimental dengan

pendekatan secara deskriptif dengan metode observatif untuk menggambarkan

atau mengamati pelayanan informasi obat oleh tenaga kesehatan kepada

pasien, dengan hanya mengamati tanpa melakukan kontak langsung dengan

pasien.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Manado.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel Penelitian adalah menggunakan monovariabel yaitu, Pelayanan

Informasi Obat (PIO) pada Pasien Hipertensi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Bhayangkara Manado.

3.4 Definisi Operasional

1. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg pada pengukuran berulang.

2. Pasien hipertensi dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi di Instalasi

Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara Manado.

22
23

3. Pelayanan Informasi Obat adalah pelayanan yang dilakukan oleh apoteker

untuk memberikan informasi yang akurat, jelas dan terkini kepada pasien

yang datang di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara

tentang penggunaan obat hipertensi.

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi penelitian ini yaitu pasien yang menderita hipertensi tanpa

komplikasi penyakit lain di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit

Bhayangkara Manado berjumlah 138 pasien.

3.5.2 Sampel

Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan teknik Purposive

Sampling yaitu teknik penentuan sampel yang didasarkan atas kriteria

tertentu, antara lain :

1. Kriteria inklusi

Pasien Hipetensi yang berada di Instalasi Farmasi Rawat Jalan

Rumah Sakit Bhayangkara

a. Pasien hipertensi dengan umur >18 tahun.

b. Menandatangani informed consent

2. Kriteria eksklusi

a. Pasien hipertensi dengan umur <18 tahun.

b. Pasien menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini

Penentuan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus Slovin dengan

tingkat kesalahan 10% (Sevilla,C.G. 1993) :


24

Keterangan:

n = Besar Sampel

N = Besar Populasi

e = Tingkat Kesalahan (10%)

= = 58 pasien
25

Jadi, sampel yg didapat adalah 58 pasien.

3.6 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang di gunakan yaitu berupa lembar

checklist berdasarkan Permenkes No. 72 tahun 2016, yang dilampirkan pada

halaman.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tiga tahap yaitu wawancara, lembar

checklist dan dokumentasi.

3.8 Analisis Data

Data didapat dari hasil tabel observasi yang kemudian diolah dengan cara

mengedit hasil wawancara dengan ejaan yang disempurnakan dan mentabulasi

lembar checklist, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara tematik

dengan membaca gambar atau grafik lalu dilakukan penguraian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini sudah dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara yang

terletak di jalan Samratulangi No.326 Karombasan Kota Manado.

4.1.2 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini yaitu apoteker di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Bhayangkara. Responden berusia 36 tahun, berjenis

kelamin perempuan dan memiliki tingkat pendidikan terakhir yaitu

Profesi Apoteker.

4.1.3 Alur Pelayanan Informasi Obat

Pasien membawa resep yang telah diberikan oleh dokter kepada

apoteker, kemudian apoteker men-skrining resep tersebut, lalu diberikan

kepada tenaga teknis farmasi untuk menyiapkan obatnya. Setelah itu

tenaga teknis farmasi memberikan obat yang telah disiapkan sesuai resep,

kemudian apoteker memberikan dan menjelaskan informasi tentang obat

kepada pasien.

Berikut hasil penelitan yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Bhayangkara tahun 2019. (Tabel 4.1)

25
27

Tabel 4.1 Hasil Persentase Komponen Informasi Obat di Instalasi Farmasi


Rumah Sakit Bhayangkara

No Keterangan Persentase (%)


1 Identifikasi 0%
2 Ketersediaan 0%
3 Informasi Umum 70,68 %
4 Formulasi 0%
5 Dosis 70,68 %
6 Efek Samping 70,68 %
7 Interaksi Obat 70,68 %
8 Kompatibilitas 0%
9 Obat Pilihan/ efikasi 0%
10 Farmakokinetik 0%
11 Toksisitas 0%
12 Aturan Penggunaan 70,68 %
13 Cara Penyiapan 0%
14 Penyimpanan 70,68 %
15 Alergi 0%

Kesenjangan yang terjadi dalam realisasi dihitung dengan rumus

sebagai berikut.

R – T = Kesenjangan

Keterangan : R = Realisasi
T = Target
Kesenjangan = Realisasi – Target
= (70.68%) – (100%)
= -29,32%
4.2 Pembahasan

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling umum. Secara

konvensional, hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada pengukuran berulang. Risiko paling


28

rendah terjadinya penyakit kardiovaskular adalah jika tekanan darah sistolik

di bawah 120 mmHg dan diastolik di bawah 80 mmHg (Gallagher,1999).

Penelitian ini sudah dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara yang terletak

di jalan Samratulangi No.326 Karombasan Kota Manado. Responden dalam

penelitian ini yaitu apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara

yang melayani 58 pasien, jumlah tersebut didapat dari perhitungan

banyaknya pasien dalam 1 bulan di dapat 58 pasien.

Pelayanan Informasi Obat di rumah sakit Bhayangkara dilakukan pada

saat pemberian obat dengan menjelaskan informasi tentang obat yang akan

diberikan. Responden juga memberikan informasi lebih rinci pada pasien

yang tidak mengerti.

Dalam pelayanan informasi obat yang diberikan kepada 58 pasien,

responden menjelaskan informasi umum hanya pada 41 pasien. Hal ini

dikarenakan 17 pasien lainnya yang menurut responden pasien telah

mengetahui informasi umum tersebut. Pemberian obat dengan menjelaskan

informasi umum agar supaya pasien mengetahui apa saja yang diberikan dan

tidak tertukar pada saat akan meminumnya. Dengan demikian, realisasi

pelayanan informasi obat yang telah terlaksana sebesar 70.68 % dari target

yang diinginkan yaitu sebesar 100%. Hasil pengamatan dalam penelitian ini

kemudian dianalisis kesenjangan dan mendapatkan hasil kesenjangan sebesar

(29.32 %). Pelayanan informasi obat yang disampaikan kepada pasien belum

semua komponen informasi obat sesuai dengan yang direncanakan.


29

Pada pemberian informasi tentang dosis, efek samping, interaksi obat,

aturan penggunaan, dan penyimpanan responden hanya menjelaskan kepada

41 pasien dan 17 pasien lainnya adalah yang menurut responden pasien

telah mengetahui. Pemberian informasi tentang dosis, efek samping,

interaksi obat, aturan penggunaan, dan penyimpanan kepada pasien.

Dalam pelayanan informasi obat membuat pasien mengetahui dosis obat,

efek yang akan ditimbulkan jika tidak mengonsumsi obat, dan cara

penyimpanan obat guna untuk menghindari kerusakan pada kemasan

obat, sediaan, maupun stabilitas obat yang akan diberikan. Dalam

pemberian informasi ini responden memastikan kembali apakah pasien

telah mengerti yang telah dijelaskan.

Pada pemberian informasi tentang identifikasi, ketersediaan, formulasi,

kompatibilitas, obat pilihan, farmakokinetik, toksisitas, cara penyiapan, dan

alergi responden tidak menjelaskan kepada pasien. Pemberian informasi

ini kepada pasien sebenarnya harus dilakukan untuk menghindari hal-hal

tidak diinginkan oleh pasien atau kerusakan pada kemasan obat, sediaan,

maupun stabilitas obat tersebut.


30

Hasil wawancara dengan responden tentang pelayanan informasi obat

di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara :

“Dalam pelayanan informasi obat di rumah sakit ini hanya saat penyerahan
obat saja, jika ada informasi lebih yang ingin ditanyakan pasien juga
dijelaskan. Disini juga tersedia leaflet yang hanya diberikan pada pasien
tertentu. Dalam penyampaian informasi obat yang diberikan hanya
ditekankan pada nama obat, dosis, indikasi dan cara pakainya saja. Di
instalasi farmasi ini obat yang diberikan hanya obat oral. Untuk pasien
hipertensi kebanyakan pasien sudah tau cara menggunakan obat seperti apa
jadi tidak dijelaskan lagi informasi obatnya kecuali pasien yang baru
memeriksakan dirinya di poli tersebut dijelaskan informasi obat.’
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, peneliti memperoleh hasil

bahwa Pelayanan Informasi Obat yang diberikan oleh respoden belum

lengkap diberikan karena beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu pasien

lain sudah mengetahui pemberian informasi obat dan jumlah apoteker

yang menangani pasien dalam sehari 1 orang saja hal tersebut tidak

berkesesuaian dengan permenkes No.72 tahun 2016 yang mengatakan/

mengatur bahwa seorang apoteker hanya bisa melayani kurang lebih 50

pasien.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelayanan informasi

obat yang dicapai rumah sakit Bhayangkara itu sendiri baru sampai di

penjelasan obat seperti informasi umum, dosis, efek samping, interaksi obat,

aturan penggunaan, dan cara penyimpanan.

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan sosialisasi tentang rincian pemberian informasi pada

pasien Hipertensi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 72 tahun 2016.

b. Menambah sumber daya manusia dalam hal ini apoteker di Rumah Sakit

Bhayangkara.

c. Apoteker melakukan evaluasi sumber informasi dan dokumentasi di

Rumah Sakit Bhayangkara.

31
32

DAFTAR PUSTAKA
Adityawati R, Latidah E, Hapsari W.S. 2016. Evaluasi Pelayanan Informasi Obat
Pada Pasien Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi Puskesmas Grabag I. Jurnal
Farmasi Sains dan Praktis.@
Amu A.D, 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Hipertensi di Wilayah
Perkotaan dan Pendesaan Indonesia. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Jakarta.

Artyaningrum Budi, 2015, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Hipertensi Tidak Terkendali Pada penderita Yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin di Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2014. Laporan
Penelitian. Semarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri
Semarang.
Astiari N.P.T, 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada
Laki-Laki Dewasa di Puskesmas Payangan, Kecamatan Payangan
Kabupaten Gianyar. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, 2017, Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara, Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara,
Manado
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
kesehatan. 2006. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana
Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Gallagher, P.J.. 1999. Sistem Kardiovaskular. Dalam Underwood, J.C.E. Patologi
Umum dan Sistemik. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 335-
340

Gofir A. 2009. Definisi Stroke Anatomi Vaskularisasi Otak dan Patofisiologi


Stroke dalam Manajemen Stroke. Pustaka Cendikia Press. 19-43.
Yogyakarta
Guyton, AC. Hall, JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Kemenkes RI. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta.
33

Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


58Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta
Kemenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta
Novitasari A.L. 2016.Evaluasi Pelayanan Informasi Obat pada Pasien di
Instalasi Farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
Skripsi.Yogyakarta. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Pramana, Y.D.L, 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Demak II. Skripsi. Semarang :
Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Muhammadiyah Semarang.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI Nomor 44 Tentang Rumah Sakit.
Republik Indonesia.2009. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Jakarta : Sekretariat Negara.
Siregar, C.J.P dan Amalia, L., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan
Penerapannya. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 20, 37-42.
Siregar, C.J.P. 2006. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. EGC. Jakarta.
Sunardi, 2009.D.M. The Role of Communication or Mass Media in Prevention,
Therapy and Rehabilitation of Drug Dependence.Internasional Seminar
Faktor Psikik Pada Penyakit Hipertensi.Penelitian Pendahuluan Eli
Nusakambangan 78.

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta


Tugasworo D. 2010. Patogenesis Aterosklerosis. Semarang : BP UNDIP : 3-14
Tambayong J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta.

Yani, S. 2015. Pengaruh Media Informasi Obat Terhadap Keterlibatan Pasien


Anak Epilepsi dalam Kepatuhan Minum Obat di RSUD Banyumas.
Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Yogiantoro, M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 : 610-4


34

LAMPIRAN
35

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari STIKES


Muhammadiyah Manado Kepada direktur Rumah Sakit Bhayangkara
Manado
36

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian


37

Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Bhayangkara


Manado
38

Lampiran 4. Surat Selesai Penelitian dari STIKES


39

Lampiran 5. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah


40

Lampiran 6. Lembar Checklist Pelayanan Informasi Obat


41

Lampiran 7. Dokumentasi
32

Anda mungkin juga menyukai