Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS MDR

I. PENGERTIAN

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobakterium Tuberculosis. TB Paru merupakan penyakt infeksi yang menyerang paru-paru
yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis, namun tidak menutup kemungkinan
penyakit ini bisa menyerang organ tubuh lain seperti otak, ginjal, tulang, dll (TB Ekstra Paru).
MDR / Resistensi Ganda adalah: M. tucerkulosis yang resisten minimal terhadap Rifampisin
dan INH secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya.

Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB :

1. Mono-resistance : kebal terhadap salah satu OAT


2. Poly-resistance : kebal terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan
rifampisin.
3. Multidrug-resistance (MDR) : kebal terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan
rifampicin secara bersamaan.
4. Extensive drug-resistance (XDR) : TB- MDR ditambah kekebalan terhadap salah salah
satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini
kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin) 5. Total drug resisten ( Total DR ) :
Kekebalan terhadap semua OAT ( lini pertama dan kedua ) yang sudah dipakai saat ini.

II.ETIOLOGI

Kuman Mycobacterium TB yang resisten terhadap sekurang-kurangnya Isoniasid dan


Rifampisin secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resisten
HR,HRE,HRES.

Kriteria Suspek TB MDR Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB
dengan salah satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini:

1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (Kasus kronik)

2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi

3. Pasien TB yang pernah diobati pengobatan TB Non DOTS

4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian sisipan.


6. Pasien TB kambuh

7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default

8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR

9. Pasien koinfeksi TB dan HIV

III. MEKANISME TB MDR

Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan oleh


Mycobacterium Tuberculosis resisten secara in vitro terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R)
dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu kasus baru
dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur M. Tb
resisten pada pasien baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat
antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb
yang telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah
diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan
terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang masih sensitif obat
tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi sekunder
(acquired). Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat
obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri
menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb wild type tidak
terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT.
Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan
obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif
terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah
terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms resisten obat. Populasi galur M.
Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi Tb yang tidak
adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi
jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang
digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi
juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi Tb HIV
menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan penularan
MDR Tb.
IV. MEKANISME KLINIS

Gejala Respiratorik :

1. Batuk kering yang berangsur-angsur menjadi produktif lebih dari 3 minggu, kadangkadang
bercampur dengan dahak

2. Sesak napas dan nyeri dada Gejala Sistemik :

 Demam terutama dimalam hari


 Berkeringat dingin malam hari tanpa aktivitas atau sebab yang jelas
 Penurunan napsu makan
 Penurunan berat badan

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologi : Gambaran thorax menunjukkan adanya lesi berupa infiltrat,


fibroinfiltrat/ fibrosis, konsolidasi/ kalsivikasi, tuberkuloma, dan kavitas.
2. Bronchografi : Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
3. Laboratorium :
• Darah : leukositosis/ leukopenia, LED meningkat
• Sputum : BTA S/P/S, kultur sputum gram sensitivity, sputum media LJ, DST,
GeneXpert
• Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm).

Saat ini uji kepekaan M.tuberculosis secara tepat ( rapid test ) sudah direkomendasikan
oleh WHO untuk digunakan sebagai penampisan. Metode yang tersedia adalah: a. Line probe
assey ( LPA )

• Pemeriksaan molekuler yang di dasarkan pada PCA

• Dikenal dengan Hain test/ Genotiype MDRTB plus

• Hasil pemeriksaan dapat di peroleh dalam waktu kurang lebih 24 jam

• Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosiss yang


resisten terhadap rifampisi ( R ) ternyata juga resisten terhadap isoniasis ( H ) sehingga
tergolong MDR b. Gene Xpert Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih
1-2 jam
VII. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada strategi DOTS.

1. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat mengakses
pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.
2. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang mengandung OAT
lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji
kepekaan M. tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh TAK.

Bila diagnosis TB MDR telah ditegakkan, sebelum pengobatan dimulai, akan dilakukan
persiapan awal, termasuk pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk
mengetahui data awal berbagai fungsi organ (ginjal, hati, jantung) dan elekrolit. Jenis
pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah sama dengan jenis pemeriksaan untuk
pemantauan efek samping obat. Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah: 1. Pemeriksaan
fisik: a. Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan adanya riwayat dan kecenderungan
alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti sakit kuning (hepatitis), diabetes
mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai gejala kelainan saraf
tepi (neuropati perifer). dll.. b. Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi
penglihatan, pendengaran, tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan
pemeriksaan sebelumnya saat pasien berstatus sebagai suspek TB MDR. 2. Pemeriksaan
kejiwaan. Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR dimulai, hal ini
berguna untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan sebelum, selama dan
setelah pengobatan pasien selesai. 3. Pemeriksaan penunjang : a. Pemeriksaan dahak
mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis. b. Pemeriksaan darah tepi lengkap,
termasuk kadar hemoglobin (Hb), jumlah lekosit. c. Pemeriksaan kimia darah: Faal ginjal:
ureum, kreatinin Faal hati: SGOT, SGPT. Serum kalium Asam Urat Gula Darah d.
Pemeriksaan hormon bila diperlukan: Tiroid stimulating hormon (TSH) e. Tes kehamilan. f.
Foto dada/ toraks. g. Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri) h. Pemeriksaan EKG

i. Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)

Pengkajian (Doegoes, 1999) 1. Aktivitas /Istirahat - Kelemahan umum dan kelelahan. - Napas
pendek dgn. Pengerahan tenaga. - Sulit tidur gn. Demam/kerungat malam. - Mimpi buruk. -
Takikardia, takipnea/dispnea. - Kelemahan otot, nyeri dan kaku. 2. Integritas Ego : - Perasaan
tak berdaya/putus asa. - Faktor stress : baru/lama. - Perasaan butuh pertolongan - Denial. -
Cemas, iritable. 3. Makanan/Cairan : - Kehilangan napsu makan. - Ketidaksanggupan
mencerna. - Kehilangan BB. - Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan
tipis. 4. Nyaman/nyeri : - Nyeri dada saat batuk. - Memegang area yang sakit. - Perilaku
distraksi. 5. Pernapasan : - Batuk (produktif/non produktif) - Napas pendek. - Riwayat
tuberkulosis - Peningkatan jumlah pernapasan. - Gerakan pernapasan asimetri. - Perkusi :
Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan). - Suara napas : Ronkhi

- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink. 6. Kemanan/Keselamatan : - Adanya kondisi


imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip. - Demam pada kondisi akut. 7. Interaksi Sosial : -
Perasaan terisolasi/ditolak.

Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler. 3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. 5.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi
kurang / tidak akurat.

Intervensi Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah. Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif. Kriteria hasil : Mencari posisi yang
nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara. Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan : 1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. R/ Pengetahuan yang diharapkan akan
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. 2. Ajarkan klien
tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.

3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru
lebih luas. 4. Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek.
napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. 5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan
batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. R/ Meningkatkan volume
udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. 6. Auskultasi paru sebelum dan
sesudah klien batuk. R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/
Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis. 8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. 9.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian
expectoran. Pemberian antibiotika. Konsul photo toraks. R/ Expextorant untuk memudahkan
mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolarkapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif. Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang
efektif. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. Adaptive mengatasi faktor-
faktor penyebab. Rencana tindakan : 1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat tidur. Balik ke

sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. R/ Meningkatkan inspirasi
maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. 2. Observasi
fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tandatanda vital. R/
Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi
dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. 3. Jelaskan
pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. R/ Pengetahuan apa
yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik. 4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru-paru. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik. 5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri
dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. R/ Membantu klien mengalami efek
fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. 6. Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum. Konsul photo toraks. R/Mengevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria
hasil : Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori Menu makanan yang
disajikan habis Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual. R/ Dengan membantu klien memahami
kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan. R/ Keletihan berlanjut menurunkan
keinginan untuk makan. 3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus
tambahan). R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan
menurunkan kapasitas. 4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam
sebelum dan sesudah makan. R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan
dan masukan. 5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien
merasa paling suka untuk memakannya. R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien
mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat. 6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan
makanan tinggi elemen berikut a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang). b. Asam folat
(sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging). c. Thiamine (kacang-kacang, buncis,
oranges). d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar). R/ Masukan
vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan
vitamin karena kerusakan jarinagn hepar. 7. Konsul dengan dokter/ahli gizi bila klien tidak
mengkonsumsi nutrien yang cukup. R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein,
nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.

DAFTAR PUSTAKA

Marilyn, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta. Carpenito, Lynda
Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC: Jakarta. Mansjoer dkk.
1999. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI: Jakarta. Price, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologis:
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, alih bahasa Peter Anugrah. EGC: Jakarta. Alsagaff,
Hood dan Mukti, Abdul. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. UNAIR press: Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai