Anda di halaman 1dari 6

Diagnosis Demam Tifoid

Pendahuluan

Patogenesis

Pendekatan diagnosis tifoid


Tes diagnostik diperlukan untuk diagnosis infeksi Salmonella, mendeteksi feses dari karier yang
sembuh dan kronis dari Salmonella tifoid, dan untuk memperkirakan beban penyakit kesehatan
masyarakat. Berbagai tes dan sampel biologis yang berbeda mungkin diperlukan untuk kondisi
pasien. Deteksi infeksi Salmonella serovar Typhi dan Salmonella serovar Paratyphi A perlu
dilakukan karena keduanya tidak dapat dibedakan secara klinis. Kultur mikroba tetap menjadi
gold standard diagnosis sedangkan deteksi antibodi dan antigen serta pemeriksaan DNA masih
memiliki keterbatasan yang akan dijelaskan lebih lanjut.6

a. Kultur mikrobiologi
Diagnosis definitif demam enterik bergantung pada isolasi Salmonella enterica dari sampel
klinis steril, umumnya darah dan sumsum tulang namun selain itu kultur juga dapat
dilakukan pada feses, urine, empedu, dan aspirasi duodenum. Kultur mengkonfirmasi
diagnosis dan menyediakan isolat untuk uji kerentanan antimikroba, epidemiologi, dan
karakteristik molekuler. S. typhi secara optimum diisolasi melalui darah pada minggu
pertama kehidupan, feses pada minggu kedua dan urine pada minggu ketiga dan ke empat.
Pada pasien dengan demam enterik yang tidak diobati, kultur darah ditemukan positif pada
80% pasien. Di daerah endemis di mana antimikroba sering dikonsumsi sebelum evaluasi,
hasil dari kultur darah dapat menurun hingga dengan 40%. Periode optimal untuk
mendeteksi organisme yang bersirkulasi dalam aliran darah dianggap pada minggu pertama
atau kedua penyakit, meskipun kultur masih dapat tetap positif pada minggu ketiga tanpa
adanya paparan antimikroba. Studi bakteriologis kuantitatif telah menunjukkan penurunan
hasil kultur seiring dengan durasi penyakit yang meningkat. Sensitifitas dari kultur dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu terapi antibiotic, pengambilan sampel yang tidak
adekuat, tipe dari media kultur, lamanya inkubasi, dan variasi bakterimia pada pasien. Lama
kultur untuk identifikasi dan isolasi kuman Salmonella umumnya 4-7 hari. Volume darah

1
yang diambil untuk kultur darah juga berkaitan dengan jumlah bakteri dalam darah dengan
hasil studi menunjukkan bahwa dijumpai sensitifitas dengan rentang 51% pada spesimen
darah 2 ml hingga 65% pada spesimen darah 10 ml.6,7,8
Salmonella typhi merupakan pathogen intraselular pada sistem retikuloendotelial
termasuk sumsum tulang dan hasil kultur sumsum tulang masih tetap baik meskipun pada
fase akhir penyakit maupun dengan pemberian antibiotik. Meskipun sifat invasif dari
aspirasi sumsum tulang menyebabkan hal ini tidak menjadi lini pertama diagnosis demam
tifoid, namun hasil kultur biasanya dianggap sebagai metode standar rujukan, dengan
sensitivitas 80% sedangkan kultur urine dan kultur feses memiliki sensitivitas yang rendah
dibawah 50%. Sebuah studi di Tanzania menunjukkan bahwa kultur feses memiliki
sensitivitas 31,3% dan spesifisitas 91,5% dalam diagnosis demam tifoid.6,7,9

b. Tes deteksi antigen


Pemeriksaan ini merupakan suatu uji diagnosis sederhana yang dapat dilakukan pada negara
tanpa pemeriksaan penunjang yang mendukung. Antigen Salmonella typhi dapat diamati
pada urine melalui proses ko-aglutinasi dan ELISA meskipun dengan spesifisitas yang
bervariasi dari 25-90%. Pemeriksaan urine pada minggu pertama demam dapat terdeteksi
antigen Vi dengan tes ELISA melalui ikatan antibodi monoklonal.4

c. Tes deteksi antibodi


Tes aglutinasi Widal merupakan suatu uji yang diciptakan dan direkomendasikan untuk
diagnosis tifoid melalui proses menemukan antiserum agglutinin terhadap badan somatic
(O), flagella (H) dari salmonella typhi. Antigen “O” merupakan antigen domatis yang
dijumpai pada S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B, spesies Salmonella lainnya dan
famili Enterobacteriaceae. Antibodi terhadap antigen O umumya mulai muncul pada hari ke
6-8 dan menghilang pada awal hari ke 31. Antigen H merupakan antigen flagella dari S.
typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang muncul pada hari ke 10-12 dan bertahan hingga
waktu yang lama. Diagnosis dilakukan berdasarkan peningkatan kadar serum antibodi,
namun peningkatan 4 kali lipat dalam waktu 2 minggu jarang ditemukan bahkan pada kasus
dengan kultur darah yang positif.4,7
Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil yang apabila sampel darah diambil pada waktu
yang tidak tepat dalam perjalanan penyakit sehingga hasil negatif belum dapat
mengekslusikan demam tifoid. Positif palsu juga dapat ditemukan pada riwayat imunisasi
tifoid atau kondisi infeksi dari pasien. Studi di Nepal menunjukkan bahwa tes widal tidak

2
cukup sensitif untuk daerah endemis dengan hasil sensitifitas dan spesifisitas untuk titer O
72% dan 58% dan titer H 80% dan 51% dengan kadar titer > 1:200. Hasil studi lain di
Tanzania juga menunjukkan tes widal memiliki sensitifitas 81,5% dan spesifisitas 18,3%,
selain itu terdapat ketidakcocokan antara hasil tes widal dan kultur darah pada studi
tersebut.9,10,11

d. Uji presipitasi darah/ Uji Hemaglutinasi


Manfaat uji hemaglutinasi telah banyak dinilai pada berbagai negara. Pada sebuah studi di
India, produk antibodi lipid polysaccharides (LPS) dari uji presipitasi darah menunjukkan
sensitifitas 60% spesifisitas 98,2%. Uji ini tampak berguna dalam deteksi dini dari
Salmonella typhi pada kultur. Studi lain dengan Reverse Passive Haemagglutination Test
(RPHA) yang bertujuan untuk deteksi antigen menunjukkan sensitifitas 70% spesifisitas
92% untuk diagnosis demam tifoid akut. Pada daerah endemis,uji hemaglutinasi tampak
setara dengan uji aglutinasi widal.4,7

e. Uji cepat/ Rapid test


Pemeriksaan uji serologi cepat antibodi S. Typhi saat ini merupakan diagnostik bantu yang
paling banyak dilaporkan dan dikembangkan, mengingat sebagian besar penderita demam
tifoid adalah penduduk negara berkembang dengan sarana laboratorium yang terbatas.
Tubex merupakan suatu uji cepat in vitro dengan metode inhibition magnetic binding
immunoasay (IMBI) yang dapat mendeteksi IgM yang spesifik terhadap antigen O9
Salmonella enterica Serovar Typhi yang terdapat dalam serum penderita. Antiboti dapat
dideteksi lebih cepat yairu pada hari kelima . Interpretasi dari hasil pemeriksaan ini bersifat
semi-kuantitatif yaitu dengan membandingkan warna yang timbul pada hasil reaksi
pemeriksaan dengan wama standar yang memiliki skor yang terdapat pada kit Tubex.7,12,13
Pemeriksaan serologis Typhidot merupakan suatu pemeriksaan serologi yang didasarkan
pada deteksi antibodi spesifik IgM maupun IgG terhadap Salmonella enterica Serovar
Typhi. Pemeriksaan menggunakan suatu membran nitroselulosa yang diisi 50-kDa spesifik
protein dan antigen kontrol. Deteksi antibodi IgM menunjukkan tahap awal infeksi pada
demam tifoid akut sedangkan adanya peningkatan IgG menandakan infeksi yang lebih
lanjut. Pada Typhidot-M yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan
inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan

3
pengikatan antigen terhadap IgM spesifik. Hasil positif pada pemeriksaan Typhidot
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan gold standard,
perbandingan kepekaan Typhidot-M dan metode kultur adalah >93%. Typhidot-M sangat
bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid. Studi di Bangladesh
menunjukan tidak ada perbedaan bermakna untuk sensitifitas antara Tubex dan Typhidot
yaitu 60,2% dan 59,6% dengan spesifisitas 89,9% dan 80%.13,14,15

f. Tes deteksi DNA


Banyak penelitian mengenai penggunaan polymerase chain reaction (PCR) dalam
mengamati sekuens DNA tertentu dari pasien. Pemeriksaan PCR telah digunakan dalam
diagnosis dalam beberapa jam dan lebih spesifik dan sensitif disbanding dengan kultur
darah. Hasil ini menunjukkan bahwa PCR memiliki potensi alat cepat dalam menentukan
diagnosis demam tifoid dan lebih superior dari metode konvensional. Studi menunjukkan
bahwa sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan PCR ialah 70% dan 65% tanpa ada
perbedaan signifikan antara kultur darah dan metode PCR. Pemeriksaan nested polymerase
chain reaction (PCR) menggunakan primer H1-d dapat digunakan untuk mengamplifikasi
gen spesifik S. typhi dari darah pasien dan merupakan pemeriksaan diagnostik cepat yang
menjanjikan. Pemeriksaan nested PCR terhadap gen flagelin (fliC) dari S. typhi dapat
dideteksi dari spesimen urin 21/22 (95.5%), dikuti dari spesimen darah 20/22 (90%), dan
tinja 15/22 (68,1%).7,16,17

Ringkasan
Demam tifoid merupakan bagian dari demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi.
Gejala klinis demam tifoid sangat luas sehingga diperlukan pemilihan pemeriksaan penunjang
yang tepat. Pemeriksaan Widal yang selama ini banyak digunakan dalam diagnosis demam
tifoid, telah terbukti mempunyai sensitifitas dan spesifisitas rendah, sehingga tidak lagi
direkomendasikan. Pemeriksaan kultur merupakan baku emas diagnosis tifoid, akan tetapi
memerlukan tenaga ahli, waktu dan biaya cukup besar sehingga berbagai pemeriksaan serologis
demam tifoid terus berkembang sebagai alternatif diagnosis.
.
Daftar Pustaka
1. Butler, T. Treatment of typhoid fever in the 21st century: promises and shortcomings.
Clinical Microbiology and Infection 2011; 17(7): 959-63

4
2. Wasihun AG, Wlekidan LN, Gebremariam SA, Welderufael AL, Muthupandian S, Haile
TD, et al. Diagnosis and treatment of typhoid fever and associated prevailing drug
resistance in northern Ethiopia. International Journal of Infectious Diseases 2015; 35:
96-102
3. Andrews JR, Khanam F, Rahman N, Hossain M, Bogoch II, Vaidya K, et al. Plasma IgA
responses against two Salmonella Typhi antigens identify patients with typhoid fever.
Clin Infect Dis 2019; 68(6): 949-55
4. Ashfaq S, Akhter N, Tahir IM, Khurshid M, Akrem M. A review on diagnostic
approaches for enteric fever. J Med Biol Sci 2018; 2(1)
5. Bruch JL. Typhoid Fever. 2018. Diunduh dari:
https://emedicine.medscape.com/article/231135-overview [20 Juni 2018]
6. Crump JA, Sjölund KM, Gordon MA, Parry CM. Epidemiology, clinical presentation,
laboratory diagnosis, antimicrobial resistance, and antimicrobial management of
invasive Salmonella infections. Clin Microbiol Rev 2015; 28(4)
7. Sultana S, Maruf MAA, Sultana R, Jahan S. Laboratory diagnosis of enteric fever: a
review update. Bangladesh Journal of Infectious Diseases 2017; 3(2): 43
8. Antillon M, Saad NJ, Baker S, Pollard AJ, Pitzer VE. The relationship between blood
sample volume and diagnostic sensitivity of blood culture for typhoid and paratyphoid
fever: a systematic review and meta-analysis. The Journal of Infectious Diseases 2018;
218(4): 255–67
9. Mawazo A, Bwirel GM, Matee MIN. Performance of Widal test and stool culture in the
diagnosis of typhoid fever among suspected patients in Dar es Salaam, Tanzania. BMC
Res Notes 2019; 12(316).
10. Ajibola O, Mshelia MB, Gulumbe BH, Eze AA. Typhoid fever diagnosis in endemic
countries: a clog in the wheel of progress?. Medicina 2018; 54(23)
11. Adhikari A, Rauniyar R, Raut PP, Manandhar KD, Gupta BP. Evaluation of sensitivity
and specificity of ELISA against widal test for typhoid diagnosis in endemic population
of Kathmandu. BMC Infectious Diseases 2015; 15(523)
12. Ilham, Nugraha J, Purwanta M. Deteksi IgM anti Salmonella enterica serovar Typhi
dengan pemeriksaan tubex TF dan typhidot-M. Jurnal Biosains Pascasarjana 2017; 19(2)
13. Marleni M, Iriani Y, Tjuandra W, Theodoru. Ketepatan uji tubex TF® dalam
mendiagnosis demam tifoid anak pada demam hari ke-4. Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan FK Unsri 2014; 1(1): 7-11.

5
14. Thriemer K, Ley B, Menten, Jacobs J, Ende J. A systematic review and meta-analysis of
the performance of two point of care typhoid fever tests, tubex TF and typhidot, in
endemic countries. Plos one. 2013;8:1-8.
15. Islam K, Sayeed M.A, Hossen E, Khanam F, Charles RC, Andrews J, et al. Comparison
of the performance of the TPtest, tubex, typhidot and widal immunodiagnostic assays
and blood cultures in detecting patients with typhoid fever in bangladesh, including
using a bayesian latent class modeling approach. PLoS Negl Trop Dis 2016; 10(4)
16. Darton TC, Zhou L, Blohmke CJ, Jones C, Waddington CS, Baker S, et al. Blood
culture-PCR to optimise typhoid fever diagnosis after controlled human infection
identifies frequent asymptomatic cases and evidence of primary bacteraemia. Journal of
Infection 2017; 74: 358-66
17. Kumar G, Pratap CB, Mishra OP, Kumar K, Nath G. Use of urine with nested PCR
targeting the flagellin gene (fliC) for diagnosis of typhoid fever. J Clin Microbiol 2012;
50:1964-7.

Anda mungkin juga menyukai