Anda di halaman 1dari 11

REFARAT Kepada Yth,

Divisi Alergi Immunologi

Penatalaksanaan Juvenile idiopathic arthritis

Penyaji : Hajrin Pajri Asra


Pembimbing : dr. Rita Evalina Sp. A (K)
Supervisor : dr. Lily Irsa Sp. A (K)
dr. Rita Evalina Sp. A (K
Hari/Tanggal : 15 Februari 2019

Pendahuluan
Juvenile idiopathic arthritis (JIA) merupakan penyakit peradangan sendi kronik
yang paling banyak ditemukan pada anak-anak. Juvenille idiopathic arthritis oleh
International League of Association for Rheumatology (ILAR) didefinisikan sebagai
arthritis yang tidak diketahui penyebabnya, pada anak usia kurang dari 16 tahun yang
berlangsung menetap selama minimal 6 minggu. Penyakit ini didiagnosis setelah
menyingkirkan penyebab-penyebab yang lain. Arthritis ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaaan fisik dengan ditemukan tanda peradangan yaitu tumor (bengkak) pada
persendian atau menemukan dua dari gejala kelainan sendi yaitu dolor (nyeri pada gerakan
sendi), kalor (peningkatan suhu di daerah sendi) dan functio lesa (gerakan sendi
terbatas).1,2,3,4
Jing-Long Huang menyebutkan bahwa 1 dari 1000 anak-anak di dunia menderita
JIA. Insidensi dan prevalensi yang dilaporkan sangat bervariasi, karena JIA merupakan
diagnosis klinis dari kumpulan gejala yang heterogen dan belum ada diagnosis tes secara
spesifik. Data yang ada kadang berada di bawah insidensi dan prevalensi yang
sesungguhnya karena underdiagnosis dan banyak penelitian yang pernah dilakukan
berdasarkan penemuan klinis. Pada penelitian yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta, selama kurun waktu Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2006 didapatkan
35,9% pasien JIA dari 198 pasien dengan keluhan utama Arthritis.5,6
Penatalaksanaan jangka panjang JIA meliputi penggunaan obat-obatan secara
optimal, tata laksana non farmakologi, pencegahan komplikasi, mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan, alur rujukan dan perawatan, edukasi manajemen mandiri
pasien dan penggunaan alat penunjang psikososial pasien. JIA merupakan penyakit kronis
yang bisa mengalami remisi dan flare, sehingga dibutuhkan pemantauan, pencatatan dan
pendampingan yang baik untuk memastikan anak mendapatkan penatalaksanaan yang
sesuai untuk kondisi JIA dan kondisi lain yang menyertai. Kerjasama antara orangtua,
kader, puskesmas dan rumah sakit daerah diperlukan agar anak mendapatkan tata laksana

1
jangka panjang yang baik dan berkesinambungan. Orangtua diharapkan dapat memahami
secara penuh bahwa anak dengan penyakit JIA memerlukan terapi yang intensif,
berkesinambungan dan pelayanan kesehatan yang optimal. 2,4
Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk menjelaskan Penatalaksanaan Juvenile
idiopathic arthritis
Penatalaksanaan Juvenile idiopathic arthritis
Dasar pengobatan JIA adalah suportif, bukan kuratif, tujuan pengobatan adalah mengontrol
nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan (range of motion), mengatasi
komplikasi sistemik, memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan yang normal. Oleh
karena itu penatalaksanaan JIA merupakan kombinasi antara anti peradangan,
imunomodulatory dengan terapi okupasional dan fisioterapi, pembedahan, nutrisi,
psikososial dan educational partnership antara pasien dan orangtua. 4,5,6

Gambar 1. struktur ideal layanan reumatologi dari masa kanak-kanak, hingga remaja
dan seterusnya.7
Medikasi JIA bisa menggunakan nonsteroidal antiinflamatory drugs (NSAIDs), disease
modyfying antirheumatoic drugs (DMARDs) atau obat-obatan imunosupresive dan

2
kortikosteroid sistemik, kortikostreoid intra artikuler dan agent modyfying biologic. 4,5,8

Gambar 2. Tata cara pendekatan dan perawatan secara umum pada penderita JIA7
Tatalaksana JIA pada anak dapat dibagi menjadi4,5:
a. Non-Farmakologis
b. Farmakologis
c. Bedah

Non-Farmakoogis
Terapi Non-Farmakologis terdiri dari4,5:
1) Edukasi Pasien.
Edukasi pasien meliputi penjelasan mengenai penyakit RA terhadap pasien, bagaimana
perjalanan penyakitnya, dan kondisi pasien saat ini. Pasien juga diberitahu tentang resiko
dan keuntungan pemberian obat.
2) Diet dan terapi komplementer.
Pengaruh diet tidak berpengaruh terhadap perjalanan penyakit, namun disarankan untuk diet
banyak makan sayuran, buah, ikan serta mengurangi konsumsi lemak atau daging merah.
3) Latihan atau program rehabilitasi.
Pada saat terdiagnosis RA direkomendasikan untuk melakukan latihan fisik aerobik.
Latihan fisik disesuaikan secara individual berdasarkan kondisi penyakit dan komorbiditas
yang ada. Terapi fisik dengan menggunakan laser kekuatan rendah dan TENS
(transcutaneos electrical nerve stimulation), efektif mengurangi nyeri dalam jangka pendek.
Terapi psikologis yang diberikan seperti relaksasi, mengatasi stres, dan memperbaiki

3
pandangan hidup yang positif, dapat membantu pasien RA menyesuaikan hidup dengan
kondisi mereka.8,9
Farmakologis
Tujuan dari pengobatan RA yaitu untuk :
1) Menghilangkan gejala inflamasi baik lokal maupun sistemik.
2) Mencegah terjadinya destruksi jaringan.
3) Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam
keadaan baik.
4) Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar dapat menjadi
normal kembali.
Terapi RA harus dilakukan sedini mungkin supaya menurunkan angka perburukan penyakit.
Beberapa ahli menganjurkan untuk menggunakan pendekatan step down bridge dengan
menggunakan kombinasi beberapa jenis DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic
Drugs) yang dimulai sejak dini kemudian dihentikan secara bertahap pada saat aktivitas RA
sudah dapat terkontrol.4,5,8,9

1. Nonsteroidal Antiinflamatory Drugs (NSAIDs)


NSAIDs digunakan untuk mengatasi nyeri sendi, kekakuan dan demam yang berhubungan
dengan artrhtitis sistemik. NSAIDs yang disetujui oleh Food and Drugs Administration
(FDA) pada JIA adalah tolmetin, naproxen, ibuprofen, diklofenak, ketoprofen, indometasin,
piroksikam, fenoprofen, sulindac dan meloxicam.7
Naproksen efektif dalam tatalaksana inflamasi sendi dengan dosis 15-20 mg/kgbb/hari yang
diberika 2 kali perhari bersama makanan. Dapat timbul efek samping berupa
ketidaknyamanan epigastrik dan pseudoporfria kutaneus, yang di tandai dengan erupsi
bulosa pada wajah, tangan dan meninggalkan jaringan parut. Ibuprofen merupakan
antiinflamasi derajat sedang dan mempunyai toleransi yang baik pada dosis 15/20
mg/kgbb/hari, dibagi dalam 3-4 dosis dan diberikan bersama makan. Tolmetin yang juga
diberikan bersama makanan, diberikan dalam dosis 25-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Diclofenak juga dapat diberikan pada anak yang tidak mendapat anti inflamasi lain,
karena dapat memebri efek sampung pada lambung, dosisnya 2-3mg/kgBB/hari, dibagi
dalam 3 dosis.5,8,9,10

4
Gambar 4. Patofisiologi obat NSAID10

NSAID Non-selektif mempunyai efek sebagai anti inflamasi melalui pengahambatan enzim
COX-1 dan COX-2. enzim ini berperan dalam mengkatalisis reaksi pembentukan
prostaglandin ( PGE2) dan tromboxan dari asam arakidonat. PGE ini lah merukan mediator
utama pada inflamasi akut. Efek analgetik merupaka proses penghambatan Enzim COX-2,
sedang proses gangguan gaster dikarenakan efek penghambatan enzim COX-1.10

2. Kortikosteroid.
Kortikosteroid diberikan bila terdapat gejala penyakit sistemik, uveitis kronik, atau untuk
suntika intraartikuler. Pengguna kortikosteroid tidak dianjurkan, namun dosis rendah
prednisolon (0.1-0.2 mg/kgBB) dapat digunakan sebagai “jembatan” dalam terapi anak
yang sakit sedang atau berat yang sebelumnya menggunaka obat antiinflamasi kerja lambat.
Pediatrik rheumatologis membatasi penggunaan kortikosteroid karena beberapa efek
samping yang merugikan pada tulang dan pertumbuhan. Kortikosteroid diberikan pada
kondisi severe fever, serositis, dan macrophage activation syndrome atau sebagai terapi
penghubung supaya pengobatan lebih efektif. Kortikosteroid waktu kerja panjang seperti
Triamsinolon adalah salah satu obat pilihan dengan dosis 20-40 mg, yang diinjeksi
intraartikuler mempunyai efikasi yang lebih baik bila dibandingkan intravena maupun per
oral. 4,5,8
Penelitian yang dilakukan oleh Beth S Gothlieb et at menunjukkan bahwa 70% pasien
dengan oligoartritis tidak mengalami reaktivasi penyakit pada sendi yang dinjeksi
intraartikuler selama 1 tahun dan 40% setelah lebih dari 2 tahun. Efek samping injeksi
intraartikuler ini adalah subkutaneus atrofi, yang bisa dicegah dengan injeksi saline
sejumlah kecil ke dalam sendi dan dikuti dengan penekanan pada tempat injeksi. Long

5
acting triamsinolon lebih efektif dan lebih tahan lama dibanding injeksi kortikosteroid yang
lain.
Kombinasi terapi AINS dengan steroid pulse therapy juga dapat digunakan dalam artritis
onset sistemik. Metilprednison intravena dengan dosis 15-30 mg/kgBB/pulse. Protokol yang
dapat diberikan terdiri dari single pulse dengan jarak 1 bulan dengan pulse berikutnya, atau
3 pulse diberikan dalam 3 hari. Selama pemberian ini harus dilakukan pemantau
kardiovaskuler, dan keseimbangancairan dan elektrolit.4,5

3. Immunosupressan
Immunosupressan hanya diberikan pada protokol eksperemental atau keadaan berat yang
mengancam kehidupan, walaupun dibeberapa pusat reumatologi sudah memakainya dalam
protokol baku. Obat yang bisa digunakan adalah azatioprin, siklofospamide, klorambusil,
dan metotrexat. Metotraxat mempunyai onset cepat,efektif, toksisitas yang masih dapat
diterima, sehingga merupakan obat lini kedua dalam artritis kronik.4,5,11
Metotrexat merupakan terapi utama pada pasien dengan poliartritis .Dosis inisial
5mg/m2/minggu dapat dinaikan menjadi 10 mg/m2/minggu bila respon tidak adekuat setelah
8 minggu, pemeberian dosis maksimum ( 30mg/m 2) dengan lama pengobatan yang
dianggap adekuat adalah selama 8 minggu. Pada peningkatan 10-15% methotrexat 15
mg/m2 setiap minggu bisa efektif untuk pasien yang tidak responsif dengan 10g/m2 .
Efikasi yang paling baik diperoleh pada pasien dengan extended oligoarthtitis.4,5,11
Methotrexat diberikan saat perut kosong karena biovailabilitasnya turun karena makanan.
Pada dosis 10mg/m2 per minggu tidak ada perbedaan bermakna 12 antaraperoral maupun
parenteral, meskipun parenteral lebih mudah ditoleransi. Methotrexat subkutan diberikan
dosis lebih dari 12 mg/m2 . Methotrexat harus diminum dengan asam folat 1 mg/minggu
diberikan 1 hari setelah dosis metotreksat. Asam folat dapat mengurangi terjadinya mual,
ulserasi mukosa oral, dan mungkin ketidaknormalan fungsi hepar tanpa mengurangi
efektifitas methotrexat. Pada pasien poliartritis JIA dengan rheumatoid faktor negatif,
hampir sebagian besar NSAIDs tidak efektif .4,5,11
Penggunaan NSAID lebih ke mengendalikan gejalanya. Methotrexat diberikan lebih awal
dengan dosis awal 10 mg/m2 per minggu, jika kurang efektif boleh diberikan lebih dari 15
mg/m2 per minggu dan diberikan secara parenteral. Alternatif yang lain adalah digunakan
sulfasalazine dan leflunomide. Bila belum efektif boleh diberikan anti TNF meskipun
belum ada bukti apakah penggunaan metotreksat dikombinasi dengan anti TNF lebih efektif
apabila hanya anti-TNF tunggal saja.4,5,11

6
Gambar 5. Rekomendasi untuk pengobatan arthritis idiopatik remaja sistemik
dengan arthritis aktif tetapi tanpa fitur sistemik aktif..11

American College of Rheumatology (ACR) merekomendasikan untuk peningkatan radang


sendi remaja idiopatik sistemik dengan fitur sistemik aktif. Gambaran prognostik yang
buruk termasuk penyakit sistem aktif selama lebih dari 6 bulan (demam, peningkatan laju
sedimentasi eritrosit, protein C-reaktif, atau kebutuhan glukokortikoid sistemik). MD
Global = penilaian dokter global untuk keseluruhan aktivitas penyakit (kisaran 0-10);
NSAID = obat antiinflamasi nonsteroid.11

4. Biologic Response Modifiers


Terapi ini menggunakan etanercept sebagai agen biologik yang berfungsi sebagai
penghambat Tumor Necrosis FActor (TNF), sehingga akan menghambat pengeluaran
sitokin yang berperan dalam proses inflamasi.Etanercept akan terikat pada komponen Fc
imunoglobulin dan efektif dalam mengontrol poliatritis yang tidak memberikan respon
terapi konvesional maupun immunosupresan. Sebelum terapi cek terlebih dahulu darah
lengkap, LED, CRP, Urinalisis). dosis pada usia 4-17 tahun 0.4mg/ kgBB subkutan kali
dalam seminggu, minimal dalam waktu terpisah 72-96 jam (mkasimum 25mg/dosis). dan
dapat di berikan dengan metotreksat.4,5,8,9,11

7
Gambar 6. Rekomendasi untuk pengobatan arthritis idiopatik remaja sistemik dengan
arthritis aktif tetapi tanpa fitur sistemik aktif..11
American College of Rheumatology (ACR) merekomendasikan untuk pengobatan arthritis
idiopatik remaja sistemik dengan arthritis aktif tetapi tanpa fitur sistemik aktif. Faktor
prognostik yang buruk termasuk artritis pinggul dan / atau kerusakan radiografi sendi. MD
Global = penilaian global dokter untuk keseluruhan aktivitas penyakit (kisaran 0-10);
NSAID = obat antiinflamasi nonsteroid; TNF = faktor nekrosis tumor. * Beralih dari
anakinra ke inhibitor TNF-alpha mungkin sesuai untuk beberapa pasien dengan aktivitas
penyakit sedang atau tinggi.4,5,11
Untuk penggunaan immunoglobulin intravena (IVIG) dalam mengatasi onset poliartritis
dan sistemik belum menunjukkan hasil klinis yang konsisten.4

8
Tabel. 1. Sediaan terapi pada JIA.5

Pembedahan
Terapi bedah dilakukan hanya pada sebagian kecil JRA yakni pada kasus dimana terdapat
deformitas sendi, ketidakmampuan bergerak atau nyeri yang parah. Pembedahan adalah
pilihan pengobatan yang harus dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan dengan obat
maupun terapi fisik serta tidak dapat berjalan dan mengerjakan pekerjaan sehari-hari. 1,2,12
Beberapa prosedur pembedahan yang sering digunakan untuk memperbaiki deformitas
sendi, diantaranya dengan1,2,12:
• Membebaskan jaringan lunak pada kontraktur, dengan memotong otot yang berdempet
pada sendi yang bengkok. Setelah otot dan jaringan yang memendek lainnya dibebaskan,
sendi yang terlibat akan kembali ke posisi yang lebih normal.
• Penggantian sendi total dilakukan bila terpaksa, dimana sendi yang terlibat telah sangat
rusak yakni sangat sulit atau bahkan sudah tidak bisa untuk berjalan. Hal penting yang harus
dipertimbangkan adalah umur anak, jumlah sendi yang terlibat, dan dampaknya terhadap
mobilitas anak.

9
Prosedur bedah lainnya yang telah digunakan untuk penanganan JRA, namun hanya
direkomendasikan pada beberapa kasus, yakni:
• Osteotomi, membuang jaringan pada tulang untuk memberikan struktur yang normal pada
sendi. Osteotomi dapat direkomendasikan pada anak dengan kontraktur sendi yang parah.
• Epifisiodesis, dimana bagian dari tulang panjang tumbuh terjadi dibuang untuk mencegah
pertumbuhan lebih lanjut dari tulang.
• Sinovektomi atau tenosinovektomi, prosedur ini jarang dilakukan pada JRA. Sinovektomi
adalah operasi penggantian dari sinovium tendosinovektomi sedangkan adalah operasi pada
jaringan yang menyelimuti tendon untuk mengurangi inflamasi sendi.
• Artrodesis, jarang dilakukan pada anak. Prosedur ini dilakukan pada anak yang terjadi fusi
pada dua tulangnya, sehingga sendi tidak mampu bergerak lebih luas.

Hal yang harus diperhatikan sebelum pembedahan dilakukan adalah usia anak, dan apakah
tulang mereka masih tumbuh. Saat mempertimbangkan penggantian sendi total, sangat
penting untuk memikirkan kebutuhan penggantian total pada sendi lainnya dalam 10-20
tahun berikutnya. Waktunya tergantung pada umur anak, kemungkinan hidup dengan sendi
pengganti, dan kemungkinan kehilangan kekuatan otot dan tulang bila pembedahan ditunda
terlalu lama1,2,12.

Kesimpulan
Dasar pengobatan JIA adalah suportif, bukan kuratif, tujuan pengobatan adalah mengontrol
nyeri, menjaga kekuatan dan fungsi otot serta rentang gerakan (range of motion), mengatasi
komplikasi sistemik, memfasilitasi perkembangan dan pertumbuhan yang normal.

DAFTAR PUSTAKA
1. David DS. Clinical rheumatology, attending physician, pain management, The Children’s
Hospital of Philadelphia. University of Pennsylvania School Medicine; 2013.
2. The royal Australian college of general practitioner. Clinical guideline for the diagnosis and
management of juvenille idiopathic arthritis. Palmersten Cresent, South Melbourne, 2009.
3. Akib.AP, Munasir Z, Kurniati K. Artritis Rematoid juvenil in Buku Ajar Ikatan Dokter
Anak 2010: 339-343.
4. Pribadi A, Akib AAP, Taralan T. Profil Kasus Artritis Idiopatik Juvenil (AIJ) Berdasarkan
Klasifikasi International League Against Rheumatism (ILAR). Jakarta : Departemen Ilmu

10
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo.
Sari Pediatri.2008; 9(6) : 40-8.
5. Miller ML, Cassidy JT. Juvenile rheumatoid arthritis.Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB. Nelson’s textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: W.B. Saunders;
2004.p.799-805.
6. Brewer EJ. Current proposed revision of JRA criteria. Arthritis Rheum. 1977; 20:195
7. Foster H, Brogan PA. Juvenil Idiopathic Arthritis . In Pediatric Rheumatology 2 nd Ed.
Oxford Medical Publication.
8. Huang JL. New advanced in Juvenile idiopathic arthritis. Chang Gung Med J.2012;35:1-14.
9. Arriele D, Hay MD, Norman T, Illowite MD. System Juvenile Idiophatic Arthritis. CME
2012: 232-234.
10. Giankane G, Consolaro A, Lanni S, Davi S, Schiapaphetra B, Ravelli A. Juvenil
Iddiophatic arthritis: CroshMark 2016 1-21.
11. Beth SG, Gregory FK, Theresa LU, Norman TI. Discontinuation of methotrexate
treatment in juvenile rheumatoid arthritis. Pediatric 1997;100;994. 13.
12. Taciana AP, Jose EC, Claudia SM. Remission status follow-up in children with Juvenile
idiopathic arthritis. Journal de Pediatrica. 2007;83:142-8. 14.

11

Anda mungkin juga menyukai