TB PARU
A. Definisi/Deskripsi Penyakit
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis
yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al.,
2005).
B. Pathway
Etiologi:
Penyebab dari penyakit
tuebrculosis paru adalah
terinfeksinya paru oleh
micobacterium
tuberculosis yang
merupakan kuman
berbentuk batang
dengan ukuran sampai 4
mycron dan bersifat
anaerob
Manifestasi :
1. Demam
2. Batuk
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise
Komplikasi :
Menurut Suriadi (2006)
kompliki dari TB Paru
antara lain :
1. Meningitisas
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
NOC : Mempertahankan jalan nafas pasien, Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
NIC :
1. Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum,
adanya emoptisis
3. Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir
penyakit
2. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
3. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
atau penyakit aktif
4. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV
5. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan
kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan
6. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium tuberculosis,
7. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis
8. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi
9. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru
10. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doengoes, 2000).
a. Pemeriksaan fisik :
Pada tahap dini sulit diketahui.-Ronchi basah, kasar dan nyaring
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan padaauskultasi
memberi suara umforik
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis
Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
b. Pemeriksaan Radiologi :
Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas
Pada kavitas bayangan berupa cincin
Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi.
c. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB
d. Laboratorium :
Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
Sputum : pada kultur ditemukan BTA
e. Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
D. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
3. Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
4. Jenis, sifat dan dosis OAT
E. DAFTAR PUSTAKA
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/12/laporan-pendahuluan-tbc-
tuberkulosis.html#.Wi7K8tKnHIU