Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CA CERVIKS

1.1 Review Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


1.1.1 Sistem reproduksi wanita
Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam rongga
panggul. Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi
Internal : fungsi ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi,
pertumbuhan fetus, kelahiran.
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-hormon
gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus – hipothalamus – hipofisis–
adrenal–ovarium. Selain itu terdapat organ/sistem ekstragonad/ ekstragenital yang
juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi : payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan
sebagainya.
1.1.1.1 Genitalia Eksterna
1.1.1.1.1 Vulva

Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,
vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada
dinding vagina
1.1.1.1.2 Mons pubis/mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
1.1.1.1.3 Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan
skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas
atas labia mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora
menyatu (pada commisura posterior).
1.1.1.1.4 Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai
folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan
ujung serabut saraf.
1.1.1.1.5 Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior
vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior
vagina.
1.1.1.1.6 Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene
kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
1.1.1.1.7 Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa
robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau
fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan
bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous.
1.1.1.1.8 Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi
cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian
kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam
4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan
dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang
elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus
haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid,
untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).

1.1.1.1.9 Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-
otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma
urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor
urethra).
1.1.1.2 Genitalia Interna

1.1.1.2.1 Uterus (rahim)


Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum
(serosa).Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi,
retensi dan nutrisi konseptus.Pada saat persalinan dengan adanya
kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi
dikeluarkan.Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks
uteri. Dinding rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a. Lapisan serosa (lapisan peritoneum), di luar
b. Lapisan otot (lapisan miometrium)di tengah
c. Lapisan mukosa (endometrium) di dalam.
Fungsi utama uterus :
1. Setiap bulan berfungsi dalam pengeluaran darah haid dengan
adanya perubahan dan pelepasan dari endometrium
2. Tempat janin tumbuh dan berkembang
3. Tempat melekatnya plasenta
4. Pada kehamilan, persalinan dan nifas mengadakan kontraksi untuk
lancarnya persalinan dan kembalinya uterus pada saat involusi.
1.1.1.2.2 Serviks uteri (mulut rahim)
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan /
menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri
dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen
dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina
yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri
externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar
mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam, arah cavum).
Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/
multigravida) berbentuk garis melintang.Posisi serviks mengarah ke
kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica.Kelenjar mukosa serviks
menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein
kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan
air.Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi
siklus haid.
1.1.1.2.3 Corpus uteri (batang/badan rahim)
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat
pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke
dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta
dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri,
menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-
hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan
fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus
bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita.
1.1.1.2.4Ligamenta penyangga uterus
a. Ligamentum Latum
Terletak di kanan kiri uterus meluas sampai dinding rongga
panggul dan dasar panggul, seolah-olah menggantung pada
tuba.Ruangan antar kedua lembar dari lipatan ini terisi oleh
jaringan yang longgar disebut parametrium dimana berjalan
arteria, vena uterina pembuluh limpa dan ureter.
b. Ligamentum Rotundum (Ligamentum Teres Uteri)
Terdapat pada bagian atas lateral dari uterus, kaudal dari insersi
tuba, kedua ligamen ini melelui kanalis inguinalis kebagian
kranial labium mayus. Terdiri dari jaringan otot polos dan
jaringan ikat ligamen.Ligamen ini menahan uterus dalam
antefleksi.Pada saat hamil mengalami hypertrophi dan dapat
diraba dengan pemeriksaan luar.
c. Ligamentum Infundibulo Pelvikum ( Ligamen suspensorium)
Ada 2 buah kiri kanan dari infundibulum dan ovarium, ligamen
ini menggantungkan uterus pada dinding panggul.Antara sudut
tuba dan ovarium terdapat ligamentum ovarii propium.
d. Ligamentum Kardinale ( lateral pelvic ligament/Mackenrodt’s
ligament)
Terdapat di kiri kanan dari serviks setinggi ostium internum ke
dinding panggul.Ligamen ini membantu mempertahankan
uterus tetap pada posisi tengah (menghalangi pergerakan ke
kanan ke kiri) dan mencegah prolap.
e. Ligamentum Sakro Uterinum
Terdapat di kiri kanan dari serviks sebelah belakang ke sakrum
mengelilingi rektum.
1.1.1.2.5 Vaskularisasi uterus
a. Arteri uterina
Berasal dari arteria hypogastrica yang melalui ligamentum
latum menuju ke sisi uterus kira-kira setinggi OUI dan
memberi darah pada uterus dan bagian atas vagina dan
mengadakan anastomose dengan arteria ovarica.
b. Arteri ovarica
Berasal dari aorta masuk ke ligamen latum melalui ligamen
infundibulo pelvicum dan memberi darah pada ovarium, tuba
dan fundus uteri.Darah dari uterus dialirkan melalui vena
uterina dan vena ovarica yang sejalan dengan arterinya hanya
vena ovarica kiri tidak masuk langsung ke dalam vena cava
inferior, tetapi melalui vena renalis sinistra.

1.1.1.2.6 Salping / Tuba Falopii


Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri.Sepasang
tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan
transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.
Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal
dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars
interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum
dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding
yang berbeda-beda pada setiap bagiannya.

1) Pars isthmica (proksimal/isthmus)


Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter
uterotuba pengendali transfer gamet.
2) Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula /
infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga
terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini.
3) Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale
pada ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium.Fimbriae
berfungsi “menangkap” ovum yang keluar saat ovulasi dari
permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba.
4) Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada
usus).
1.1.1.2.7 Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan.Dilapisi mesovarium, sebagai
jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf.Terdiri dari
korteks dan medula.Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan
pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal
primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi
(pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid
(estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum
pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba
Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum
yang dilepaskan pada saat ovulasi.
Fungsi ovarium adalah :
1. Mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron
2. Mengeluarkan telur setiap bulan
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium.Vaskularisasi
dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.
1.1.1.2.8 Vagina
Adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dan rahim,
terletak diantara kandung kencing dan rectum. Dinding depan
vagina panjangnya 7-9 cm dan dinding belakang 9-11 cm. dinding
vagina berlipat-lipat yang berjalan sirkuler dan disebut rugae,
sedangkan ditengahnya ada bagian yang lebih keras disebut
kolumna rugarum. Dinding vagina terdiri dari 3 lapisan yaitu :
lapisan mukosa yang merupakan kulit, lapisan otot dan lapisan
jaringan ikat. Berbatasan dengan serviks membentuk ruangan
lengkung, antara lain forniks lateral kanan kiri, forniks anterior dan
posterior.
Bagian dari serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio.Suplai
darah vagina diperoleh dari arteria uterina, arteria vesikalis inferior, arteria
hemoroidalis mediana san arteria pudendus interna. Fungsi penting vagina
adalah :
- Saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain dari rahim
- Alat untuk bersenggama
- Jalan lahir pada waktu bersalin

1.1.2 Fisiologi sistem reproduksi wanita


Hormon Reproduksi pada wanita:
1.1.2.1 Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel
folikel sekitar sel ovum
1.1.2.2 Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
1.1.2.3 Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses
pematangan sel ovum).
1.1.2.4 Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan
LH
1.1 Konsep Kanker Serviks
1.2.1 Definisi/deskripsi
Kanker serviks adalah karsinoma pada leher rahim dan menempati urutan pertama
di dunia.(Sjamjuhidayat, 2005).Kanker serviks adalah keganasan nomor tiga
paling sering dari alat kandungan dan menempati urutan ke delapan dari
keganasan pada perempuan di Amerika (Yatim, 2005).Kanker serviks adalah
penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya
pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di
sekitarnya (FKUI, 2011)

1.2.2 Etiologi
Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahui pasti. Ada beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang menonjol yaitu :
1.2.2.1 Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut - sebut mempengaruhi terjadinya kanker
serviks. Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia <
20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih
berisiko untuk menderita kanker serviks. Faktor risiko lain yang
penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila
(WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen)
kepada isterinya. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad
20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks
dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi. Keterlibatan peranan
pria terlihat dari adanya korelasi antara kejadian kanker serviks dengan
kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian
tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan
seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko
Tinggi” sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi
penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan
seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya
saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-kausal
antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker
serviks.

1.2.2.2 Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi
oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif
pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat
sesuai dengan lamanya pemakaian.
1.2.2.3 Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap
sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan
polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada
wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih
tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan
tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga
dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
1.2.2.4 Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA terhadap pengaruh
buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan
kimia. Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan
dan berkhasiat mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol,
wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian
ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta
karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.
Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan
yang kuat. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai,
jagung, biji-bijian dan kacang - kacangan). Vitamin C banyak terdapat
dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
1.2.2.5 Paritas (Jumlah Kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan
jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim.
Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada
seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human
Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker
leher rahim.
1.2.2.6 Usia >35 tahun
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.
1.2.2.7 Usia terlalu muda
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim
10 - 12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20
tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita
benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari
sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-
sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.
Umumnya sel - sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20
tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada
usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal
ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada
usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih
rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan
dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih
rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel
kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan
adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati,
sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya
bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
1.2.2.8 Hygiene yang buruk
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah
genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks
atau leher rahim Anda. Cara penularan lain adalah di closet pada WC
umum yang sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker
ini mungkin menggunakan closet, virus HPV yang terdapat pada
penderita berpindah ke closet.(Sarwono.2006)

1.2.3 Tanda dan gejala (manifestasi klinik)


Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada tahap lanjut,
tanda dan gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:
1.2.3.1 Perdarahan spontan
1.2.3.2 Hematuria
1.2.3.3 Nyeri pada pinggang bagian bawah
1.2.3.4 Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
1.2.3.5 Amenorhea
1.2.3.6 Lemah
1.2.3.7 Hipermenorhea (Mardjikoen, 1999)

1.2.4 Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks
yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau
kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas
seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum,
sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis
serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri
eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia dari
SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan
epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa
disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah.
Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat
proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan
SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan
epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam
nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah
sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut
dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat
dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma
invasif.Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-
kanker. (Sjamsuhidajat,1997).
1.2.5 Patway (diagram)

1.2.6 Komplikasi
1.2.6.1 Fistula uretra
1.2.6.2 Disfungsi kandung kemih
1.2.6.3 Anemia trombositopenis
1.2.6.4 Mual,muntah, anoreksia
1.2.6.5 Infeksi pelvis
1.2.6.6 Sistitis dan kulit kering
1.2.6.7 Fistula rektovaginal. (Mardjikoen, 1999)

1.2.7 Prognosis
1.2.8 Penganan Medis
1.2.8.1 Pengobatan
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure)
atau konisasi.Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa
memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1
tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak
memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat
kuratif maupun paliatif.Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan.Sedangkan tindakan paliatif adalah
tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi
adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat
uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).Umur
pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun.Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung,
ginjal dan hepar (Tapan, 2005).
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.Kanker serviks
stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.Metoda
radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan
kuratif atau paliatif.Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta
sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar
getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin
kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus
halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan
pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga
panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara
selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati
kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada
radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel
kanker dan menghentikan pertumbuhannya.Ada dua jenis radioterapi
yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari atau minggu selama 5-6 minggu.Keduannya
adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam
sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks.Kapsul ini
dibiarkan selama 1 - 3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah
sakit.Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1 - 2
minggu.Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan
vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti
berfungsi (Gale & Charette, 2000).
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler.Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya.Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiagnosis.Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk
mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak
mungkin sembuh.Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir,
kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup
yang lebih baik.Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk
penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum
memberikan keuntungan yang memuaskan.Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem
ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain
(Prayetni, 1997).
1.2.8.2 Pencegahan
1. Screening
Screening untuk memeriksa perubahan-perubahan leher rahim sebelum
adanya gejala-gejala adalah sangat penting.Screening dapat membantu
dokter mencari sel-sel abnormal sebelum kanker berkembang.Mencari
dan merawat sel-sel abnormal dapat mencegah kebanyakan kanker
serviks. Screening juga dapat membantu mendeteksi kanker secara dini,
sehingga perawatan akan menjadi lebih efektif. Beberapa hal lain yang
dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker serviks
antara lain :
2. Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan skrining
dapat memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit
ini.Vaksin HPV dapat berguna dan cost-effective untuk mengurangi
kejadian kanker serviks dan kondisi pra- kanker, khususnya pada kasus
yang ringan.Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis dapat melindungi
tubuh dalam melawan kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan
18).Salah satu vaksin dapat membantu menangkal timbulnya kutil di
daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan
18.
3. Penggunaan kondom
Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan
penyakit infeksi menular seperti gonorrhe, clamidia, dan HIV/AIDS.
4. Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan
dengan penurunan risiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus
seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan
risiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang.
5. Tidak merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap
sebagai rokok atau sigaret atau dikunyah.Asap rokok menghasilkan
polycyclicaromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita
perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi
dibandingkan di dalam serum.Efek langsung bahan-bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
ko-karsinogen infeksi virus.
6. Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan anti-oksidan dan
berkhasiat mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel,
jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata
defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten atau
retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin
E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang
kuat.Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk
radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan
kimia.Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung,
biji-bijian dan kacang kacangan).Vitamin C banyak terdapat dalam
sayur-sayuran dan buah-buahan (Tapan, 2005).

1.2 Rencana asuhan klien dengan Kanker Serviks


1.3.1 Pengkajian
1.3.1.1 Identitas
1.3.1.2 Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan apakah
mengeluarkan cairan putih dari vagina ( keputihan ).
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau steroid lainnya
dapat menimbulkan berkembangnya masalah fungsional genital pada
keturunannya.
1.3.1.3 Pemeriksaan fisik: Head To toe
1. Rambut
2. Conjungtiva
3. Wajah.
4. Abdomen
Distensi abdomen
5. Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan kental
6. Serviks
Ada nodul

1.3.1.4 Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium
HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit meningkat
2. Patologi Anatomi
Untuk memeriksa keganasan
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau CT-Scan abdomen
ataupun pelvis.

1.3.1 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara
aktif (akibat pendarahan).
1.3.1.1 Definisi
Penurunan cairan intravaskuler, interstial, atau intrased. Diagnosisi ini merujuk
pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar
natrium.
1.3.1.2 Batasan karakteristik
1. Subjektif
Haus
2. Objektif
a. Perubahan status mental
b. Penurunan turbor kulit dan lidah
c. Penurunan pengeluaran urin
d. Penurunan pengisian vena
e. Kulit dan membran mukosa kering
f. Hematokrit meningkat
g. Suhu tubuh meningkat
h. Peningkatan frekuensi nadi
i. Konsentrasi urin meningkat
j. Penurunan berat badan yang tiba-tiba
k. Kelemahan
1.3.1.3 Faktor yang berhubungan
1. Kehilangan volume cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme pengaturan

Diagnosa 2: Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis(metastase sel kanker)


1.3.1.1 Definisi
Berisiko terhadap invasi organisme patogen.
1.3.1.2 Batasan karakteristik

1.3.1.3 Faktor yang berhubungan


1. Penyakit kronis
2. Penekanan sistem imun
3. Ktidakadekuatan imunitas dapatan
4. Pertahan primer tidak adekuat
5. Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen
6. Pengetahuan yang kurang
7. Prosedur invasif
8. Malnutrisi
9. Agens
10. Pecah ketuban
11. Kerusakan jaringan
12. trauma

1.4 Perencanaan
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara
aktif (akibat pendarahan)
1.4.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: setelah dilakukan perawatan
selama 2x/24 jam,diharapkan tekanan darah normal,120/80 mmhg.
1.4.2 Intervensi keperawatan dan rasional:
1.4.2.1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur volume darah yang keluar melalui
perdarahan
1.4.2.2 Catat kehilangan darah ibu
1.4.2.3 Hindari trauma dan pemberian tekanan berlebihan pada daerah yang
mengalami pendarahan
1.4.2.4 Pantau status sirkulasi dan volume darah
1.4.2.5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan pengisian kapiler
1.4.2.6 Catat respon fisiologis individual pasien terhadap pendarahan, misalnya
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat / penurunan kesadaran
1.4.2.7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa, dan perhatikan keluhan
haus pada pasien
1.4.2.8 Kolaborasi :
1.4.2.9 Berikan cairan IV sesuai indikasi
1.4.2.10 Kolaborasi :
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan trombosit sesuai indikasi
Diagnosa 2: Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)
1.4.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: menghilangkan atau menurunkan penyebaran agen infeksius yang
mengancam Kriteria hasil: faktor resiko akan hilang
1.4.4 Intervensi keperawatan dan rasional:
1.4.4.1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua sistem tubuh
(misalnya : pernafasan, pencernaan, genitourinaria)
1.4.4.2 Pantau perubahan suhu pasien
1.4.4.3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti takikardi dan penurunan
keaktifan gerakan janin
1.4.4.4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi prosedur invasif
1.4.4.5 Utamakan personal hygiene
1.4.4.6 Kolaborasi :
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial atau peningkatan
WBC
1.4.4.7 Kolaborasi :
Dapatkan kultur sesuai indikasi
1.4.4.8 Kolaborasi :
Berikan antibiotik sesuai indikasi
III. Daftar Pustaka

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2.
Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Banjarmasin, Juli 2017

Preseptor akademik Preseptor klinik

(..................................................) (..............................................)

Anda mungkin juga menyukai