CA CERVIKS
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,
vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada
dinding vagina
1.1.1.1.2 Mons pubis/mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
1.1.1.1.3 Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan
skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas
atas labia mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora
menyatu (pada commisura posterior).
1.1.1.1.4 Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai
folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan
ujung serabut saraf.
1.1.1.1.5 Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior
vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior
vagina.
1.1.1.1.6 Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene
kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
1.1.1.1.7 Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa
robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau
fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan
bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous.
1.1.1.1.8 Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi
cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian
kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam
4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan
dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang
elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus
haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid,
untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).
1.1.1.1.9 Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-
otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma
urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor
urethra).
1.1.1.2 Genitalia Interna
1.2.2 Etiologi
Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahui pasti. Ada beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang menonjol yaitu :
1.2.2.1 Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut - sebut mempengaruhi terjadinya kanker
serviks. Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia <
20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih
berisiko untuk menderita kanker serviks. Faktor risiko lain yang
penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila
(WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen)
kepada isterinya. Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad
20, menyingkap kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks
dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi. Keterlibatan peranan
pria terlihat dari adanya korelasi antara kejadian kanker serviks dengan
kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian
tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan
seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko
Tinggi” sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi
penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan
seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya
saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-kausal
antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker
serviks.
1.2.2.2 Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi
oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif
pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat
sesuai dengan lamanya pemakaian.
1.2.2.3 Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap
sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan
polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada
wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih
tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan
tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga
dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
1.2.2.4 Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA terhadap pengaruh
buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan
kimia. Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan
dan berkhasiat mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol,
wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian
ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta
karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.
Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan
yang kuat. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai,
jagung, biji-bijian dan kacang - kacangan). Vitamin C banyak terdapat
dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
1.2.2.5 Paritas (Jumlah Kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan
jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim.
Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada
seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human
Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker
leher rahim.
1.2.2.6 Usia >35 tahun
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.
1.2.2.7 Usia terlalu muda
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim
10 - 12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20
tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita
benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari
sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-
sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.
Umumnya sel - sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20
tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada
usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal
ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada
usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih
rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan
dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih
rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel
kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan
adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati,
sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya
bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
1.2.2.8 Hygiene yang buruk
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah
genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks
atau leher rahim Anda. Cara penularan lain adalah di closet pada WC
umum yang sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker
ini mungkin menggunakan closet, virus HPV yang terdapat pada
penderita berpindah ke closet.(Sarwono.2006)
1.2.4 Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks
yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau
kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas
seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum,
sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis
serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri
eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia dari
SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan
epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa
disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah.
Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat
proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan
SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan
epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam
nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah
sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut
dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat
dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma
invasif.Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-
kanker. (Sjamsuhidajat,1997).
1.2.5 Patway (diagram)
1.2.6 Komplikasi
1.2.6.1 Fistula uretra
1.2.6.2 Disfungsi kandung kemih
1.2.6.3 Anemia trombositopenis
1.2.6.4 Mual,muntah, anoreksia
1.2.6.5 Infeksi pelvis
1.2.6.6 Sistitis dan kulit kering
1.2.6.7 Fistula rektovaginal. (Mardjikoen, 1999)
1.2.7 Prognosis
1.2.8 Penganan Medis
1.2.8.1 Pengobatan
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure)
atau konisasi.Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa
memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1
tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak
memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat
kuratif maupun paliatif.Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan.Sedangkan tindakan paliatif adalah
tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi
adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat
uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).Umur
pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun.Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung,
ginjal dan hepar (Tapan, 2005).
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.Kanker serviks
stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.Metoda
radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan
kuratif atau paliatif.Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta
sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar
getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin
kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus
halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan
pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga
panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara
selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati
kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada
radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel
kanker dan menghentikan pertumbuhannya.Ada dua jenis radioterapi
yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari atau minggu selama 5-6 minggu.Keduannya
adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam
sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks.Kapsul ini
dibiarkan selama 1 - 3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah
sakit.Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1 - 2
minggu.Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan
vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti
berfungsi (Gale & Charette, 2000).
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler.Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya.Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiagnosis.Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan
pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk
mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak
mungkin sembuh.Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir,
kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup
yang lebih baik.Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk
penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum
memberikan keuntungan yang memuaskan.Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem
ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain
(Prayetni, 1997).
1.2.8.2 Pencegahan
1. Screening
Screening untuk memeriksa perubahan-perubahan leher rahim sebelum
adanya gejala-gejala adalah sangat penting.Screening dapat membantu
dokter mencari sel-sel abnormal sebelum kanker berkembang.Mencari
dan merawat sel-sel abnormal dapat mencegah kebanyakan kanker
serviks. Screening juga dapat membantu mendeteksi kanker secara dini,
sehingga perawatan akan menjadi lebih efektif. Beberapa hal lain yang
dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker serviks
antara lain :
2. Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan skrining
dapat memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit
ini.Vaksin HPV dapat berguna dan cost-effective untuk mengurangi
kejadian kanker serviks dan kondisi pra- kanker, khususnya pada kasus
yang ringan.Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis dapat melindungi
tubuh dalam melawan kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan
18).Salah satu vaksin dapat membantu menangkal timbulnya kutil di
daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan
18.
3. Penggunaan kondom
Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan
penyakit infeksi menular seperti gonorrhe, clamidia, dan HIV/AIDS.
4. Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan
dengan penurunan risiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus
seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan
risiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang.
5. Tidak merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap
sebagai rokok atau sigaret atau dikunyah.Asap rokok menghasilkan
polycyclicaromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita
perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi
dibandingkan di dalam serum.Efek langsung bahan-bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
ko-karsinogen infeksi virus.
6. Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan anti-oksidan dan
berkhasiat mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel,
jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata
defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten atau
retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin
E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang
kuat.Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk
radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan
kimia.Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung,
biji-bijian dan kacang kacangan).Vitamin C banyak terdapat dalam
sayur-sayuran dan buah-buahan (Tapan, 2005).
1.4 Perencanaan
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara
aktif (akibat pendarahan)
1.4.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: setelah dilakukan perawatan
selama 2x/24 jam,diharapkan tekanan darah normal,120/80 mmhg.
1.4.2 Intervensi keperawatan dan rasional:
1.4.2.1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur volume darah yang keluar melalui
perdarahan
1.4.2.2 Catat kehilangan darah ibu
1.4.2.3 Hindari trauma dan pemberian tekanan berlebihan pada daerah yang
mengalami pendarahan
1.4.2.4 Pantau status sirkulasi dan volume darah
1.4.2.5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan pengisian kapiler
1.4.2.6 Catat respon fisiologis individual pasien terhadap pendarahan, misalnya
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat / penurunan kesadaran
1.4.2.7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa, dan perhatikan keluhan
haus pada pasien
1.4.2.8 Kolaborasi :
1.4.2.9 Berikan cairan IV sesuai indikasi
1.4.2.10 Kolaborasi :
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan trombosit sesuai indikasi
Diagnosa 2: Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)
1.4.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: menghilangkan atau menurunkan penyebaran agen infeksius yang
mengancam Kriteria hasil: faktor resiko akan hilang
1.4.4 Intervensi keperawatan dan rasional:
1.4.4.1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua sistem tubuh
(misalnya : pernafasan, pencernaan, genitourinaria)
1.4.4.2 Pantau perubahan suhu pasien
1.4.4.3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti takikardi dan penurunan
keaktifan gerakan janin
1.4.4.4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi prosedur invasif
1.4.4.5 Utamakan personal hygiene
1.4.4.6 Kolaborasi :
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial atau peningkatan
WBC
1.4.4.7 Kolaborasi :
Dapatkan kultur sesuai indikasi
1.4.4.8 Kolaborasi :
Berikan antibiotik sesuai indikasi
III. Daftar Pustaka
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2.
Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Banjarmasin, Juli 2017
(..................................................) (..............................................)