SMF : PARU
RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO
TAHUN 2015
TUBERKULOSIS PARU
1. Pneumonia
6. Diagnosis Banding 2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
Laboratorium :
7. Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap : LED meningkat, dapat anemia, lekosit
normal atau sedikit meningkat, hitung jenis bergeser ke
kanan (peningkatan mononuklear).
Sputum :
Hapusan basil tahan asam (BTA) dengan pengecatan
ZN, atau fluoresens.
Kultur : untuk identifikasi basil dan uji resistensi obat
anti tuberkulosis.
Radiologis :
Gambaran radiologis dapat berupa :
- Ill define air space shadowing
- Kaviti dengan dinding tebal dikelilingi konsolidasi
- millet seed like appearance/granuler pada tuberkulosis
milier
Lokasi lesi pada umumnya sesuai dengan lokasi lesi
tuberkulosis pasca primer.
Namun demikian kadang penampakkan lesi pada foto
toraks tidak spesifik (seperti tumor), sehingga sering
dikatakan bahwa tuberkulosis merupakan the great
imitator.
Untuk kepentingan klinik maka lesi tuberkulosis berdasarkan
foto toraks dibagi menjadi 2 kategori:
Lesi minimal (minimal lesion):
Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru,
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak
di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan
prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus
vertebra torakalis V (sela iga II) dan tidak dijumpai
kaviti.
Lesi luas (far advanced lesion):
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Obat yang dipakai:
8. Terapi 1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: •
Rifampisin • INH • Pirazinamid • Streptomisin • Etambutol 2.
Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari : • Empat obat antituberkulosis dalam
satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan • Tiga obat
antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) • Kanamisin • Kuinolon •
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat • Derivat rifampisin dan INH
Memperbaiki keadaan umum seperti nutrisi, keseimbangan
9. Edukasi cairan
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
1. Pengertian Batuk darah adalah batuk yang disertai darah yang berasal dari
(Definisi) saluran napas bawah atau parenkim paru. Batuk darah masif bila
jumlah darah yang keluar > 600 ml dalam 24 jam.
A. Pemeriksaan darah
7. Pemeriksaan Pemeriksaan awal meliputi : hemogram, jumlah trombosit,
Penunjang protrombine time, partial thromboplastine, analisis gas darah,
BUN, serum kreatinin, elektrolit, pemeriksaan dahak BTA dan
sitologi.
B. Foto toraks
Sangat bermanfaat. Dibuat dengan proyeksi PA dan lateral.
Dari foto toraks dapat ditemukan lesi seperti : kaviti, massa,
fungus ball atau airfluid level.
b. Arteriografi bronkial
Dengan pemeriksaan arteriografi bronkial diduga dapat melokali
sir pembuluh darah berkelok-kelok atau dilatasi yang dicurigai
sebagai sumber perdarahan.
c. CT scan, Aortografi
Bila dicurigai aneurisma aorta pada batuk darah, pemeriksaan
aortografi dapat membantu diagnosis aorto-bronchial
communication. CT scan dada paling sering dikerjakan pada
penderita occult hemoptysis, sebab dapat CT scan dapat mendeteksi
Ca paru masih kecil, bronkiolitiasis atau bronkiektasis. Contoh,
pada evaluasi 40 penderita batuk darah dengan foto
toraks normal dan bronkoskopi tidak ditemukan kelainan ,
ternyata 50 % didapatkan kelainan parenkim, saluran napas atau
vaskuler.
Walaupun semua sarana diagnostik sudah dikerjakan untuk
evaluasi batuk darah, 5% - 15 % dari kasus - kasus batuk darah
tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
12. Tingkat C
Rekomendasi
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
Pada pemeriksaan fisik ada ronki basah basal, bila edema tambah
berat ditemukan ronki basah seluruh paru dan sianosis. Pada beberapa
3. Pemeriksaan Fisik
pasien dijumpai hipereaktiviti bronkus akibat akumulasi cairan
ekstraseluelr dengan manifestasi wheezing difus sehingga dikacaukan
dengan asma bronkial.
4. Kriteria Diagnosis Pada semua edema paru dijumpai sesak napas, batuk, takipneu dan
peningkatan work of breathing. Pada pemeriksaan fisik ada ronki
basah basal, bila edema tambah berat ditemukan ronki basah seluruh
paru dan sianosis. Pada beberapa pasien dijumpai hipereaktiviti
bronkus akibat akumulasi cairan ekstraseluelr dengan manifestasi
wheezing difus sehingga dikacaukan dengan asma bronkial.
Radiologi.
Pada awal perjalanan edema paru, pola radiologi dapat membantu
membedakan edema kardiogenik dan non kardiogenik.
Kardiogenik: kardiomegali, prominent perihilar haze, peribronchia l
cuffing, Kerley line,s , pulmonary vascular redistribution dan efusi
pleura.
Non kardiogenik: diffus non gravity-dependent opacities
tanpa gambaran tipikal kongesti kardiak. Pada CT scan , infitrat
cenderung di bagian dorsal paru. Kondisi heterogen ini minimal ini
disebabkan oleh atelektasis. Jika edema berlanjut sampai edema
alveoler, baik kardiak dan non kardiak mempunyai gambaran serupa
yaitu infiltrat yang menebal ( coalescence ).
Terapi suportif.
Karena terapi spesifik tidak selalu dapat diberikan sampai penyebab
diketahui maka pemberian terapi suportif sangat penting. Tujuan
umum adalah mempertahankan fungsi fisiologik dan seluler dasar
seperti pertukaran gas, perfusi organ dan metabolisme aerob.
- Pemberian oksigen
Oksigen diberikan dengan flow tinggi, sebaiknya dengan masker
dengan sasaran PaO2 minimal 60 mmHg sepanjang PaCO2 dalam
batas normal. Jika upaya ini tidak mampu mempertahankan PaO2 >
60 mmHg atau terjadi retensi CO2 maka diperlukan intubasi
endotrakeal tube dengan ventilator mekanik.
- Keseimbangan cairan dan nutrisi.
- Hematokrit
Hemoglobin adekuat harus dipertahankan yaitu hematokrit sekitar 30-
35 %. Bila hematokrit turun < 30 % dapat diberikan transfusi darah
PRC ( packed red cell ) untuk meningkatkan kapasiti pengangkut
oksigen
12. Tingkat C
Rekomendasi
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
PNEUMONIA KOMUNITI
Tuberkulosis
6. Diagnosis Banding
Pneumonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, aspirasi
bahan toksik, obat
Edema paru
Infark paru
Bronkiolitis obliterans
Foto toraks
7. Pemeriksaan gambaran infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram,
Penunjang penyebaran bronkogenik, dan interstisial
tidak khas untuk menentukan etiologi pneumoni
hanya petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya:
pneumoni lobaris: S. pneumoniae
infiltrat bilateral/bronkopneumoni: P. aeruginosa
konsolidasi lobus kanan atas dengan bulging fisura interlobaris: K
pneumoniae
Laboratorium
leukositosis (10.000-30.000/cmm)
hitung jenis : shift to the left
LED meningkat
12. Tingkat C
Rekomendasi
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
2. Anamnesis Batuk, dahak berbau busuk (foetor ex ore), panas badan, nyeri
pleuritik, badan tambah kurus, berkeringat malam.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Bronkoskopi
Bila pus sukar keluar, maka perlu dilakukan bronkoskopi untuk
membersihkan jalan napas dan menghisap pus.
b. Pembedahan
Bila antibiotika gagal. Abses menjadi kronik, kaviti tetap ada
dan produksi dahak tetap ada sedangkan gejala klinis masih ada
setelah terapi yang memadai selama 6 minggu atau ada sisa
jaringan parut luas sehingga dapat mengganggu faal paru. Hal
ini semuanya merupakan indikasi tindakan bedah.
Memperbaiki keadaan umum seperti nutrisi, keseimbangan
9. Edukasi cairan
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
Pada inspeksi : gerak napas tertinggal pada sisi efusi, sela iga
nampak melebar dan menonjol.
Pada perkusi : suara ketok terdengar redup sesuai dengan luas
3. Pemeriksaan Fisik efusi, dapat membentuk garis Ellysd’amoiciere, tanda-
tanda pendorongan mediastinum, sela iga melebar.
Pada palpasi : fremitus raba menurun.
Pada auskultasi : suara napas menurun atau menghilang. Suara
bronkial dan egofoni sering dijumpai tepat di atas efusi.
Anamnesis dijumpai keluhan sesak napas.
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik ada gerakan asimetris sisi sakit tertinggal,
sela iga melebar, keredupan sisi sakit, fremitus raba
menurun sisi sakit, suara napas menurun pada sisi sakit.
Foto toraks tampak gambaran cairan efusi pleura. Aspirasi
cairan pleura memastikan ada efusi pleura. Bila diperlukan
dapat dibantu USG toraks atau CT scan toraks.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Bronkoskopi
Bila pus sukar keluar, maka perlu dilakukan bronkoskopi
untuk membersihkan jalan napas dan menghisap pus.
b. Pembedahan
Bila antibiotika gagal. Abses menjadi kronik, kaviti tetap
ada dan produksi dahak tetap ada sedangkan gejala klinis
masih ada setelah terapi yang memadai selama 6 minggu
atau ada sisa jaringan parut luas sehingga dapat
mengganggu faal paru. Hal ini semuanya merupakan
indikasi tindakan bedah.
Memperbaiki keadaan umum seperti nutrisi, keseimbangan
9. Edukasi cairan
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
5. Diagnosis Pneumotoraks
Hemotoraks
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis : ada riwayat trauma dada, atau sehabis tindakan
pembedahan.
Pemeriksaan fisik : didapatkan tanda-tanda seperti pada efusi
pleura. Pada hemitoraks yang sakit pergerakan berkurang.
Perkusi pada hemitoraks yang sakit terdengar redup dan pada
auskultasi suara napas menurun atau menghilang sama sekali.
Gambaran radiologis : seperti pada efusi pleura.
Setelah dilakukan aspirasi percobaan, maka cairan tersebut
dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) atau hematokrit
cairan pleura, dikatakan hemotoraks bila kadar Hb atau
hematokrit cairan pleura separuh atau lebih dari kadar Hb atau
hematokrit darah perifer.
5. Diagnosis Pneumotoraks
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
Asma Bronkiale
Radiologis
normal atau hiperinflasi
untuk mencari penyulit : pneumotoraks, pneumomediastinum,
atelektasis, pneumonia
menyingkirkan penyakit lain
Faal paru
untuk dx dan monitor : FEV1 (Forced Expiratory Volume 1
second) dan PEF(R) (Peak Expiratory Flow (Rate)), variabiliti
PEF
oral :
methylprednisolon : 40-60 mg/hari
prednisolon : 40-60 mg/hari
prednison : 40-60 mg/hari
injeksi :
methylprednisolon : 1-2 mg/kgBB/6 jam
Bronkodilator:
Agonis beta 2 : inhalasi (MDI, DPI, nebulisasi), oral, parenteral
Salbutamol MDI, dry powder, nebulisasi, tablet (2-4 mg/6-8
jam)
Terbutaline tablet (3 x 2,5-5 mg), injeksi (4 x 0,25 mg sk), drip
infus
Fenoterol MDI
Formoterol DPI (+ budesonide DPI)
Salmeterol MDI (+ fluticasone MDI)
Methylxantin : oral, parenteral
Aminophyllin tablet, injeksi (bolus 5 mg/kgBB, drip infus 0,9
mg/kgBB/jam)
Teophyllin tablet, tablet lepas lambat
Antikolinergik : inhalasi (MDI, nebulisasi)
Iipratropium bromide MDI, nebulisasi
Lain-lain : leukotrien modifier (montelukast, zafirlukast,
zileuton), antihistamin generasi 2, obat anti alergi oral
lain, imunoterapi alergen spesifik.
Memperbaiki keadaan umum seperti nutrisi, keseimbangan
9. Edukasi cairan
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
1. Asma bronchial
6. Diagnosis Banding 2. Gagal jantung kongestif
3. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain seperti :
bronkiektasis.
4. Tuberkulosis
Pemeriksaan penunjang:
7. Pemeriksaan PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan
Penunjang keluhan batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat
terpapar faktor risiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif ada hambatan aliran udara (dengan
spirometri).
* Faal paru: spirometeri merupakan pemeriksaan gold standard
Parameter FEV1, FEV1/FVC
Hasil tes post bronkodilator FEV1 < 80% prediksi dan
FEV1/FVC < 70 % menunjukkan obstruksi
yang tidak reversibel penuh. Bila spirometri tidak tersedia
dapat menggunakan PEF ( peak expiratory flow )
1. Oksigen terkontrol
8. Terapi Cara: Nasal 1-2 L/menit
Venturi mask FIO2 24-28 % ( fraction inspiration oxygen )
Sasaran: PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90 %
2. Bronkodilator
Agonis beta 2 + antikolinergi diberikan 3-4 x/hari dengan
nebuliser atau MDI ( metered dose inhaler ) dengan spacer.
Jika tidak ada fasilitas agonis beta 2 dapat diberikan
subkutan.
3. Antibiotika
Indikasi: eksaserbasi karena infeksi bakteri
Pilih antibiotika yang masih sensitif terhadap S. pneumoniae,
H. influenzae, M. catarrhalis
Pilihan antibiotika: amoxicilin, cotrimoxasol, erytromycin,
doxycyclin
Alternatif: co amoxiclav, cephaclor, claritromycin,
azithromycin.
4. Mukolitik
Saat eksaserbasi mukolitik seperti N asetyl cystein tidak
menunjukkan manfaat.
5. Kortikosteroid
Indikasi:eksaserbasi berat
Dosis: exact dose belum diketahui. Prednisolon 30-40
mg/hari selama 10-14 hari optimal bila ditinjau dari sudut
efikasi dan keamanan. Kortikosteroid dapat diberikan IV atau
oral.
7. Nutrisi
Tatalaksana:
tinggi protein rendah karbohidrat.
protein > 1,5 mg/kgBB/hari
Tidak memperbaiki exercise performance atau faal paru tetapi dapat:
9. Edukasi + Memperbaiki skill, kemampuan untuk menanggulangi penyakit dan
status kesehatan
+ Efektif untuk mencapai tujuan khusus seperti berhenti merokok.
Ad Vitam: dubia ad bonam/ malam
10. Prognosis Ad sanationam: dubia ad bonam/ malam
Ad fungsionam: dubia ad bonam/ malam
11. Tingkat
IV
Evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
1. Tuberkulosis paru
6. Diagnosis Banding 2. Asma bronkial
3. Tumor paru
4. Bronkiektasis
Radiologi.
7. Pemeriksaan Bronkitis kronik tidak pernah didiagnosis dengan foto toraks,
Penunjang tetapi ada tanda-tanda radiologi yang dapat mengarahkan ke
diagnosis. Pulmonary marking( bronchovascular pattern )
prominen merupakan petunjuk bronkitis kronik.
Faal paru.
Bisa normal atau ada obstruksi saluran napas.
Elektrokardiografi.
Untuk mengetahui hipertrofi ventrikel kanan
11. Tingkat
IV
Evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
1. Simtomatis
8. Terapi Antitusif : DMP, codein, doveri
Antipiretika : paracetamol
Tidak perlu antibiotika
2. Terapi terhadap penyulit : bronkodilator, antibiotika
tingkatkan daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan makan
9. Edukasi teratur
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Dr. Sri Rejeki Andayani, Sp. P
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru
5. Diagnosis Emfisema
12. Tingkat C
Rekomendasi
Mojokerto,
Ketua Komite Medik Ketua SMF Paru