Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS TB PARU DI RUANG INTERNAL LAKI
RSU AL-FATTAH AMBON

DI SUSUN OLEH :
Nama : ANDI RASNI
Nim : 1490123008

PROGRAM PROFESI NERS


PRODI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
STIKES MALUKU HUSADA
T.A 2022/2023
1. Tinjauan kasus
A. Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB ( Mycobacterium Tuberculosis) yang termasuk dalam family
Mycobacteriaceace dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Micobacteria
Tuberculosis masih keluarga besar genus Mycobacterium. Berdasarkan beberapa
kompleks tersebut, Mycobacteria tuberculosis merupakan jenis yang terpenting
dan
paling sering dijumpai (Kemenkes, 2019).
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis
yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling
banyak
adalah paru-paru (Nurrarif & Kusuma, 2018).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular pernapasan yang menyerang
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui
udara (droplet nuclei) terutama pada saat batuk atau bersin (Marni, 2019).
B. Etiologi
Penyebab tuberkolusis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada 2 macam Mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe human isa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TB ini bila menghirup
bercak ini (Nurrarif & Kusuma, 2020).
Apabila seseorang telah terinfeksi TB Paru namun belum sakit maka tidak
dapat menyebarkan infeksi ke orang lain. Masa inkubasinya yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai terjadinya sakit, diperkirakan selama 4 sampai
6 minggu (Depkes.2018). Kuman ditularkan oleh penderita TB Paru BTA positif
melalui batuk, bersin atau saat berbicara lewat percikan droplet yang keluar.
Risiko
penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of TB Infection
(ARTI)
yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB Par selama satu tahun
(Suarni.2020)

C. Pathwey

Mycrobacterium
Tuberkuosis

alveolus

Inhalasi mikroba dengan Pelepasan tuberkel


Respon radang
jalan melaui udara dari dinding kavitas

Terjadi reaksi trakeabronkeal


Penumpukan
inflamasi
secret

Membrane paru meradang


demam anoreksia
dan berlubang

Sekresi, edema dan


Bersihan jalan nafas
prochospasme Deficit nutrisi
tidak efektif

Dispenca, batuk

Pola nafas
tidak efektif
D. Manifestasi Klinik
1. Demam
2. Batuk atau batuk berdarah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Malaise
6. Keringat malam
7. Suara khas pada perkusi dada
8. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
9. Pada anak :
a. Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
atau gagal tumbuh.
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2018) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
1. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis
pada stadium aktif.
2. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk
BTA.
3. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian
paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan
pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrosa.
4. Biasannya dalam kasus TB Paru akan dilakukan pemeriksaan Mass chest Xray,
yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu misalnya : Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan,
penghuni rumah tahanan, siswa-siswi pesantren.

F. Penatalaksanaan
Menurut Ardiansyah (2019) Penatalaksanaan dari TB dibagi menjadi 2
bagian, yaitu pencegahan dan pengobatan penderita :
1. Pencegahan Tuberkulosis paru.
a. Pencegahan tuberkulosis paru dilakukan dengan pemeriksaan terhadap
individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA
positif.
b. Mass chest X-ray. Yaitu Pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok
tertentu misalnya: Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai
pengobatan, penghuni rumah tahanan, siswa-siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG (bacille Calmette -Guerin); reaksi positif terjadi jika
setelah mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang
besar dalam waktu kurang dari tujuh hari.
d. Kemoprofilaksis yaitu dengan menggunakan INH 5mg/kgBB selama 6-
12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit
e. Komunikasi, informasi dan edukasi tentang penyakit tuberkulosis paru
kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun rumah sakit oleh
petugas pemerintah atau petugas lembaga swadaya masyarakat.
f. Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan
orang yang terinfeksi basil tuberkulosis serta mempertahankan asupan
nutrisi yang memadai. Pemberian imunisasi BCG juga diperlukan
untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan Pengobatan pada penderita tuberkulosis paru, selain untuk
mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, reistensi kuman
terhadap Obat Anti Tuberkulosis serta memutuskan rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-
3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat yang dipakai:
1) Jenis obat utama yang digunakan adalah:
- Rifampisin
- INH (Isoniazid)
- Pirazinamid
- Streptomisin
- Etambutol
2) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari :
- Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin
150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol
275 mg dan
- Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin
150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
3) Jenis obat tambahan lainnya
- Kanamisin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
- Derivat rifampisin dan INH (Isoniazid)
Dasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obatobat anti TB,
WHO guidelines membagi obat MDR-TB menjadi 5 group
berdasarkan potensi dan efikasinya, sebagai berikut (World Health
Organization, 2019) :
1. Grup pertama, pirazinamid dan ethambutol, karena paling efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik. Obat lini pertama yang terbukti sebaiknya
digunakan dan digunakan dalam dosis maksimal.
2. Grup kedua, obat injeksi bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), jika
alergi digunakan kapreomisin, viomisin. Semua pasien diberikan injeksi
sampai jumlah kuman dibuktikan rendah melalui hasil kultur negative
3. Grup ketiga, fluorokuinolon, obat bekterisidal tinggi, misal levofloksasin.
Semua pasien yang sensitif terhadap grup ini harus mendapat kuinolon
dalam regimennya.
4. Grup empat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS (paraaminocallicilic acid),
ethionamid, dan sikloserin. Golongan obat ini mempunyai toleransi tidak
sebaik obat-obat oral lini pertama dan kuinolon.
5. Grup kelima, obat yang belum jelas efikasinya, amoksisilin, asam
klavulanat, dan makrolid baru (klaritromisin). Secara in vitro menunjukkan
efikasinya, akan tetapi data melalui uji klinis pada pasien MDR TB masih
minimal. Ada tiga cara pendekatan pembuatan regimen didasarkan atas
riwayat obat TB yang pernah dikonsumsi penderita, data drug resistance
surveillance (DRS) di suatu area, dan hasil DST dari penderita itu sendiri.
Berdasarkan data di atas mana yang dipakai, maka dikenal pengobatan
dengan regimen standar, pengobatan dengan regimen standar yang diikuti
dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu penderita tersebut, dan
pengobatan secara empiris yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari
hasil DST individu penderita tersebut. Pengobatan dengan regimen standar
: pembuatan regimen didasarkan atas hasil DRS yang bersifat representative
pada populasi dimana regimen tersebut akan diterapkan. Semua pasien
MDR TB akan mendapat regimen sama. Pengobatan dengan regimen
standar yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu
penderita : awalnya semua pasien akan mendapat regimen yang sama
selanjutnya regimen disesuaikan berdasarkan hasil uji sensitivitas yang
telah tersedia dari pasien yang bersangkutan. Pengobatan secara empirik
yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu pasien :
tiap regimen bersifat individualis, dibuat berdasarkan riwayat pengobatan
TB sebelumnya, selanjutnya disesuaikan setelah hasil uji sensitivitas obat
dari pasien yang bersangkutan tersedia.
Menurut WHO guidelines 2020 membuat pentahapan tersebut sebagai
berikut (World Health Organization, 2019):
1. Tahap 1 : gunakan obat dari lini pertama yang manapun yang masih
menunjukkan efikasi.
2. Tahap 2 : tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi
berdasarkan hasil uji sensitivitas dan riwayat pengobatan.
3. Tahap 3 : tambahan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan
fluorokuinolon.
4. Tahap 4 : tambahkan obat-obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari
obat golongan 4 sampai sekurang-kurangnya sudah tersedia 4 obat yang
mungkin efektif.
5. Tahap 5 : pertimbangkan menambahkan sekurang-kurangnya 2 obat dari
golongan 5 (melalui proses konsultasi dengan pakar TB MDR) apabila
dirasakn belum ada 4 obat yang efektif dari golongan 1 sampai 4.
6. Selain itu, ada beberapa butir dalam pengobatan MDR TB yang dianjurkan
oleh WHO (2008) sebagai prinsip dasar, antara lain (World Health
Organization, 2008) :
a. Regimen harus didasarkan atas riwayat obat yang pernah diminum
penderita.
b. Dalam pemilihan obat pertimbangkan prevalensi resistensi obat lini
pertama dan obat lini kedua yang berada di area / negara tersebut.
c. Regimen minimal terdiri 4 obat yang jelas diketahui efektifitasnya.
d. Dosis obat diberikan berdasarkan berat badan.
e. Obat diberikan sekurnag-kurangnya 6 hari dalam seminggu, apabila
mungkin etambutol,pirazinamid, dan fluoro kuinolon diberikan setiap
hari oleh karena konsentrasi dalam serum yang tinggi memberikan
efikasi.
f. Lama pengobatan minimal 18 bulan setelah terjadi konversi.
g. Apabila terdapat DST, maka harus digunakan sebagai pedoman terapi.
DST tidak memprediksi efektivitas atau inefektivitas obat secara penuh.
h. Pirazinamid dapat digunakan dalam keseluruhan pengobatan apabila
dipertimbangkan efektif. Sebagian besar penderita MDR TB memiliki
keradangan kronik di parunya, dimana secara teoritis menghasilkan
suasana asam dan pirazinamid bekerja aktif.
i. Deteksi awal adalah faktor penting untuk mencapai keberhasilan
Pengobatan mendapat Obat anti tuberkulosis lini kedua minimal 4 jenis
OAT yang masih sensitif, dimana salah satunya adalah obat injeksi.
Pada tahap lanjutan semua OAT lini kedua yang dipakai pada tahap
17
awal.pasien MDR TB terdiri atas dua tahap, tahap awal dan tahap
lanjutan. Pengobatan MDR TB memerlukan waktu lebih lama daripada
pengobatan TB bukan MDR, yaitu sekitar 18-24 bulan.

II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan
1. Pengkajian
A. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya. Sering terjadi pada akhir masa
kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak
terjadi pada anak perempuan. Pada masa puber dan remaja dimana masa
pertumbuhan yang cepat,kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit
yang tidak adekuat
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
a. Keluhan respiratoris, meliputi:
- Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya
berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
b. Keluhan sistematis, meliputi:
- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek
- Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan dan malaise.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan
perawat dalam melengkapi pengkajian.
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
beristirahat?
b. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang
enak dalam melakukan pernapasan?
c. Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
d. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
e. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak,
perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara
terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang
dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan
gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
4. . Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif.
Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam
tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan
terakhir.
Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan
proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang
sering disebabkan karena meminum OAT.
5. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
6. Pemeriksaan Head ti toe
1. Keadaan umum dan tanda vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh.
Selain itu, perlu di nilai secara umum tentang kesadaran klien yang
terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau
koma.
TTV :
Suhu : Terjadi peningkatan suhu tubuh
Nadi : Denyut nadi meningkat seirama dengan frekuensi napas dan
suhu tubuh RR : frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas
TD : tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti
hipertensi.
2. B1 / Breath / Pernafasan
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan
pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
a) Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari
TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada
sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat
20
bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya
mengalami penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang
sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi,
biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun
demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas
pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak
napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu
napas.
Batuk dan sputum.
Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru,
biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya
peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen.
Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai
adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami
peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu
mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang
evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
b) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB pparu dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah
bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal
sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam
gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk
merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus
c) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan
TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura
akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang
sehat.
d) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien
berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan
didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
3. B2 / Blood / Sirkulasi
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan
kelemahan fisik.
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
4. B3 / Brain / Persarafan
Kesadaran biasanya compos mentis dengan GCS (4-5-6), ditemukan
adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata,
biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB paru dengan
gangguan fungsi hati
22
5. B4 / Bladder / Perkemihan
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar
terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena
meminum OAT terutama rifampisin.
6. B5 / Bowel / Pencernaan
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
7. B6 / Bone / Muskuloskeletal
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.
8. Data Penunjang / Hasil pemeriksaan diagnostic Darah Lengkap/ Kimia
klinik / Blood gas analisa / Radiologis
a. pH (Measured) 7.410 i. pO2 / FiO2 3.95
b. pCO2 (Measured) 25.1 j. pO2 (A-a) (T) 7.92
c. pO2 (Measured) 127.3 k. pO2 (a/A) (T) 0.62
d. HCO3act 15.6 l. Temp 36.5
e. BE (ecf) -9.2 m. ctHb 12.7
f. ctCO2 16.4 n. FiO2 33.0
g. O2SAT 98.7 o. Kalium 4.61
h. O2CT 17.8 p. Chloride 92.2
9.Penatalaksanaan medis dan keperrawatan
Terapi Medis
Hasil Laboratorium
Terapi obat Dosis
Omeprazole 40 mg IV
Levotakxcim 1x750 mg
Zink 2+2 mg
N. ace 3X1

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan Dengan keenggaan untuk makan
3. Gangguan Pola Tidur Berhubungan dengan hambatan lingkungan sekitar
misalnya lingkungan/tindakan.

C. Intervensi
n Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
o hasil
1 Bersihan Jalan Setelah dilakukan 1) Observasi dan 1) Untuk
Nafas asuhan dokumentasikan menentukan terapi
berhubungan keperawatan apakah ada suara yang sesuai dengan
dengan secret di selama 2x24 jam nafas tambahan keadaan pasien.
dalam jalan nafas diharapkan pasien ronchi di lapang 2) Untuk
mampu : paru sebelah kanan mematenkan jalan
2) Posisikan pasien nafas
1) mempertahankan semifowler 3) Untuk
jalan nafas 3) Lakukan fisiotrapi mematenkan jalan
) Pasien mampu dada jika nafas
mengaplikasikan diperlukan 4) Untuk
batuk efektif . 4) Lakukan membersihkan
2) Tidak terdapat pengeluaran sekret jalan
sumbatan pada dengan nafas
jalan nafas. batuk efektif 5) Untuk
5) Kolaborasi mempercepat
dengan dokter dalam pemulihan pasien
pemberian dan
bronkodilator secret dapat keluar
(ventolin)

Manajemen Jalan
2 Pola nafas tidak Pola nafas Nafas 1. pasien tidak
efektif Setelah dilakukan Observasi terlihat sesak
berhubungan tindakan 3x24 jam 1. Monitor pola 2. Bunyi nafas
dengan hambatan diharapkan masalah nafas (frekuensi) normal
upaya nafas pola nafas tidak 2. Monitor bunyi 3. pasien di posisi
efektif b.d penurunan nafas tambahan semi fowler
energy dapat diatasi Terapeutik
dengan 3. Posisikan semi
Kriteria Hasil : fowler atau
1. Ventilasi semenit fowler
meningkat 4. Berikan minum
2. Tekanan ekspirasi hangat
meningkat 5. Berikan oksigen,
3. Tekanan inspirasi jika perlu
meningkat Edukasi :-
Kolaborasi
6. Kolaborasi
pemebrian
bronkodilator,
ekspetoran,
mukolitik, jika
perlu

3 Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi 1. Memilih makan


berhubungan Setelah dilakukan
1. Monitor asupan yang sesuai dengan
Dengan tindakan keperawatan makanan kebutuhan diet
keenggaan untuk 2X24 jam diharapkan 2. ajarkan diet yang pasien
makan nutrisi pasien
di programkan 2. agar nafsu
membaik, dengan
3. kolaborasi dengan makan bertambah
kriteria hasil : ahli gizi untuk 3. menjelaskan diet
menentukan jumlah yang di lakukan
1. Nutrisi yang kalori dan jenis berkolaborasi agar
dibutuhkan terpenuhi nutrisi yang status gizi pasien
2. Nafsu makan dibutuhkan tubuh, terpenuhi
bertambah jika perlu
3. Nafsu makan
membaik

Anda mungkin juga menyukai