Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA A.

Tinjauan Umum Gaya Kepemimpinan


1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Dahulu banyak orang berpendirian bahwa kepemimpinan itu tidak dapat diperlajari. Sebab
kepemimpinan adalah suatu bakat yang diperoleh orang sebagai kemampuan istimewa yang dibawa
sejak lahir. Namun seiring perkembangan zaman, kepemimpinan itupun secara ilmiah berkembang,
bersamaan dengan pertumbuhan scientific management (manajemen ilmiah), yang dipelopori oleh
ilmuwan Frederick W. Taylor pada awal abad ke- 20 dan dikemudian hari berkembang menjadi satu
ilmu kepemimpinan (Kartono, 2004).
Menurut Rowitz (2009) kepemimpinan adalah kreativitas dalam tindakan atau kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru (creativity in action). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia kepemimpinan adalah cara memimpin atau perihal memimpin. Menurut Arifin (2012)
kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan
tugas dari para anggota kelompok, maka ditemukan 3 implikasi, yaitu kepemimpinan :
a. Harus melibatkan orang lain (bawahan/pengikut)
b. Mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama (antara
pemimpin dan anggota),
11

1) Kekuasaan imbalan (reward power)


2) Kekuasaan paksaan (coersive power)
3) Kekuasaan sah (legitimate powe)
4) Kekuasaan referensi (referent power)
5) Kekuasaan ahli (expert power)
c. Kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi perilaku
pengikut melalui sejumlah cara.
Sedangkan gaya kepemimpinan menurut Palutturi (2013) diartikan sebagai cara atau pendekatan
dalam menyiapkan arah, memotivasi orang dalam mencapai tujuan. Gaya kepemimpinan berkaitan
dengan model perilaku yang digunakan oleh seorang pemimpin ketika bekerja dengan orang lain.
Gaya kepemimpinan merujuk pada cara dimana seorang pemimpin berinteraksi dengan
bawahannya.
2. Prinsip Dasar Kepemimpinan
Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip menurut Stephen R. Covey dalam
Arifin (2012), yaitu :
a. Seorang yang belajar seumur hidup
b. Berorientasi pada pelayanan
c. Membawa energi yang positif
Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk
kebiasaan buruk, seperti kemauan dan keinginan sepihak, kebanggaan dan penolakan, dan ambisi
pribadi. Untuk
12

mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus- menerus. Latihan dan
pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan.
3. Teori Kepemimpinan
a. Teori Bakat (Trait Theory)
Teori bakat menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pemimpin dibawa sejak lahir bukan
didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari
orang lain (Marquis and Huston, 1998). Teori ini disebut juga sebagai Great Man Theory. Banyak
penelitian terhadap riwayat kehidupan untuk menguji teori ini. Teori bakat mengabaikan dampak
atau pengaruh dari siapa yang mengasuh, situasi, dan lingkungan lainnya. Tetapi menurut teori
kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan bukan hanya dari pembawaan sejak
lahir. Teori ini mengidentifikasi karakteristik umum tentang intelegensi, personalitas, dan
kemampuan (perilaku).
Tabel 1 Ciri Pemimpin Menurut Teori Bakat Intelegensi Kepribadian Perilaku
13
a. Pengetahuan b. Keputusan c. Kelancaran
berbicara
a. Adaptasi
b. Kreatif
c. Kooperatif
d. Siap/siaga
e. Rasa percaya diri
f. Integritas
g. Keseimbangan emosi dan mengontrol
a. Kemampuan bekerja sama
b. Kemampuan interpersonal
c. Kemampuan
diplomasi
d. Partisipasi sosial
e. Prestise

14
Intelegensi Kepribadian Perilaku
h. Independen i. Tenang
b. Teori Perilaku
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang
manajer menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat sebagai suatu rentang dari perilaku otoriter
ke demokratis atau dari fokus suatu produksi ke fokus pegawai. Teori perilaku ini dinamakan sebagai
gaya kepemimpinan seorang manajer dalam suatu organisasi.
Gaya diartikan sebagai suatu cara penampilan karakteristik atau tersendiri. Gaya didefinisikan
sebagai hak istimewa dari si ahli dengan hasil akhir yang dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan.
Menurut Gillies dalam Nursalam (2015) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat
diidentifikasikan berdasarkan perilaku pemimpin itu sendiri. Perilaku sesorang dipengaruhi oleh
adanya pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang
akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan seseorang
cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda. Menurut para ahli, terdapat beberapa gaya
kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi antara lain sebagai berikut :
1) Gaya Kepemimpinan Menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt

Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik ekstrem yaitu
kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut
dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan, dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang
bahwa kepentingan organisasi harus didahulukan jika dibanding dengan kepentingan individu, maka
pemimpin akan lebih otoriter, akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan
menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.
Berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi. Pemimpin yang efektif karena
pengaruh motivasi mereka yang
16

positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Menurut teori ini ada empat
gaya kepemimpinan, yaitu :
a) Kepemimpinan Instruktif (Directive Leadership)
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu tugas.
Memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, meminta para bawahan untuk
mengikuti peraturan dan prosedur, mengatur waktu, dan mengkoordinasikan pekerjaan mereka.
Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin selalu berorientasi pada hasil yang dicapai oleh
bawahannya.
b) Kepemimpinan yang Mendukung (Supportive Leadership) Pemimpin berusaha mendekatkan diri
kepada bawahan dan bersikap ramah terhadap bawahan. Memperlihatkan perhatian terhadap
kesejahteraan bawahan dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka serta
mengayomi para bawahannya.
c) Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership) Pemimpin berkonsultasi dengan para
bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan,
namun pengambilan keputusan masih tetap berada pada pimpinan. Pemimpin dan bawahan
bernegosiasi tentang perbedaan / kesulitan yang dihadapi. Pemimpin dan bawahan bersama-sama
melakukan kontrol prestasi kerja serta
17

bersama-sama mengevaluasi keberhasilan/kegagalan


organisasi.
d) Kepemimpinan yang Berorientasi Keberhasilan (Achievement-
Oriented Leadership)
Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, mencari perbaikan dalam kinerja,
menekankan kepada keunggulan dalam kinerja, dan mengharapkan bawahan berusaha untuk
mencapai tujuan tersebut dengan seoptimal mungkin dan mengharapkan bawahan untuk terus
berprestasi serta mengembangkan diri.
4) Gaya Kepemimpinan Menurut Hersey dan Blanchard
Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard ciri-ciri pada tiap gaya kepemimpinan tersebut,
yaitu :
a) Instruksi :
(1) Tinggi tugas dan rendah hubungan
(2) Komunikasi searah
(3) Pengambilan keputusan berada pada pimpinan dan peran
bawahan sangat minimal
(4) Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang
spesifik serta mengawasi dengan ketat.
b) Konsultasi:
(1) Tinggi tugas dan tinggi hubungan (2) Komunikasi dua arah
18

(3) Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, bawahan
diberi kesempatan untuk memberi masukan dan menampung keluhan
c) Partisipasi :
(1) Tinggi hubungan tapi rendah tugas
(2) Pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalam
pengambilan keputusan
d) Delegasi:
(1) Rendah hubungan dan rendah tugas
(2) Komunikasi dua arah, terjadi diskusi dan pendelegasian antara
pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan
pemecahan masalah.
5) Gaya Kepemimpinan Menurut Lippits dan K. White
Menurut White and Lippits (1960) terdapat tiga gaya kepemimpinan, yaitu :
a) Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara lain :
(1) Wewenang mutlak berada pada pimpinan
(2) Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
(3) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
(4) Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
19

(5) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan
secara ketat
(6) Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
(7) Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat
(8) Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
(9) Lebih banyak kritik daripada pujian
(10) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa
syarat
(11) Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
(12) Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
(13) Kasar dalam bersikap
(14) Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh
pimpinan. b) Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai kegiatan yang akan dilakukan
ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara
lain :
(1) Wewenang pimpinan tidak mutlak
(2) Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada
bawahan
20

(3) Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan


(4) Komunikasi berlangsung timbal balik
(5) Pengawasan dilakukan secara wajar
(6) Prakarsa dapat datang dari bawahan
(7) Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan
(8) Tugas-tugas yang kepada bawahan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
(9) Pujian dan kritik seimbang
(10) Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan
dalam batas masing-masing
(11) Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar
(12) Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan
bertindak
(13) Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati, dan
saling menghargai
(14) Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung
bersama-sama.
c) Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara lebih banyak menyerahkan
21

pelaksanaan berbagai kegiatan kepada bawahan. Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain :
(1) Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada
bawahan
(2) Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
(3) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
(4) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh
bawahan
(5) Hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
(6) Prakarsa selalu dari bawahan
(7) Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
(8) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
(9) Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
(10) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh
perorangan.
6) Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kekuasaan dan Wewenang
Menurut Gillies dalam Nursalam (2015) gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan
dibedakan menjadi empat, yaitu: a) Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan. Menggunakan kekuasaan
posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai
dalam pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada
22

kepentingan tugas. Motivasi dilakukan dengan imbalan dan


hukuman.
b) Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan
kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf, memotivasi kelompok untuk
menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi
diberikan seluas-luasnya dan terbuka.
c) Partisipatif
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil
analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya. Pemimpin
meminta saran dan kritik staf serta mempertimbangkan respons staf terhadap usulannya. Keputusan
akhir yang diambil bergantung pada kelompok.
d) Bebastindak
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi,
dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan
hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal.
C. Tinjauan Umum Kinerja Perawat 1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan pencapaian / prestasi seseorang berkenaan dengan seluruh tugas yang
dibebankan kepadanya (Triwibowo, 2013). Standar kerja mencerminkan keluaran normal dari
seorang karyawan yang berprestasi rata-rata, dan bekerja pada kecepatan / kondisi normal.
Menurut Mangkunegara (2002) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing,
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum
dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawisentono, 1999).
Menurut Sedarmayanti dalam Triwibowo (2013), proses peningkatan kinerja memberi kesempatan
terbaik untuk membangun
28

pengalaman yang terus berkembang. Jadi, untuk membuat peningkatan yang berarti dalam kinerja
harus terus berusaha mencapai tingkat terbaik. Peningkatan tersebut memerlukan berbagai
kebijakan dan program yang dirancang untuk meningkatkan 3R (result, resources, dan ratio)
organisasi. Kinerja mengisyaratkan adanya hubungan antara barang dan jasa yang dihasilkan dan
sumber-sumber masukan yang digunakan. Pengelolaan kinerja karyawan memiliki implikasi yang
luas daripada hanya sekedar meningkatkan kinerja individu dan menyediakan landasan bagi
penentuan tingkat gaji / upah berdasarkan kinerja karyawan. Pengelolaan kinerja juga berkenaan
dengan tiga masalah kunci dalam kehidupan berorganisasi yaitu manajemen sumber daya manusia,
pengembangan yang berkesinambungan, dan kerjasama tim.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Gibson (1997), ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja sesorang yaitu faktor individu,
faktor organisasi, dan faktor psikologis.
a. Faktor individu, meliputi kemampuan, latar belakang, dan demografi b. Faktor organisasi, meliputi
sumber daya, imbalan, struktur, desain
pekerjaan serta gaya kepemimpinan
c. Faktor psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, motivasi.
Sedangkan menurut Simamora (1995), kinerja juga dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
29

a. Faktor Individual, terdiri dari : Kemampuan dan keahlian, latar belakang, demografi
b. Faktor Psikologis, terdiri dari : Persepsi, attitude, personality, pembelajaran, motivasi
c. Faktor Organisasi, terdiri dari : Sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, job design
Pendapat lain tentang faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan oleh Armstrong
and Baron (1998), yaitu :
a. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan
komitmen individu
b. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan
oleh manajer dan team leader.
c. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.
d. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.
Sedangkan menurut A. Dale Timple (1992) dalam Mangkunegara (2002) faktor kinerja terdiri dari
dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja baik disebabkan
mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja keras.
30

b. Faktor Eksternal yang terkait dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan rekan kerja,
bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
3. Dimensi Mengukur Kinerja
Bernardin dalam Triwibowo (2013) menjelaskan bahwa ada enam kriteria dasar atau dimensi untuk
mengukur kinerja, yaitu :
a. Quality terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna / ideal dalam memenuhi maksud
atau tujuan
b. Quantity terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan
c. Timeliness terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas atau
menghasilkan produk
d. Cost-effectiveness terkait dengan tingkat penggunaan sumber- sumber organisasi (orang, uang,
material, teknologi) dalam mendapatkan atau memperoleh hasil atau pengurangan pemborosan
dalam penggunaan sumber-sumber organisasi
e. Need fo supervision terkait dengan kemampuan individu dapat menyelesaikan pekerjaan atau
fungi-fungsi pekerjaan tanpa asistensi pimpinan atau intervensi pengawasan pimpinan
f. Interpersonal impact terkait dengan kemampuan individu dalam meningkatkan perasaan harga
diri, keinginan baik, dan kerjasama diantara sesama pekerja dan bawahan.
31

Sedangkan menurut Triwibowo (2013) dalam melakukan penilaian kinerja terdapat empat dimensi
kinerja yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu :
a. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, dan kecermatan
b. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan
c. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu tingkat ketidakhadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif / jam kerja hilang
d. Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja
Dari empat dimensi kinerja tersebut, dua hal terkait dengan aspek keluaran atau hasil pekerjaan
yaitu kualitas hasil dan kuantitas keluaran. Sedangkan dua hal terkait aspek perilaku individu, yaitu
penggunaan waktu dalam kerja (tingkat kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerjasama.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik
di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Kepmenkes, No 1239 Tahun 2001 ). Perawat adalah tenaga profesional yang mempunyai
kemampuan baik intelektual, teknikal, interpersonal dan moral, bertanggung jawab serta berwenang
melaksanakan asuhan keperawatan (Triwibowo, 2013). Kinerja perawat adalah bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Merawat bagi orang sakit
sudah ada sejak zaman purba yang didasari oleh insting dan pengalaman. Dalam sistem
32

asuhan keperawatan, kinerja dapat diartikan melalui kepatuhan perawat profesional dalam
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar.
Kinerja perawat mencerminkan kemampuan perawat untuk mengimplementasikan proses
keperawatan. Kinerja perawat diukur dari pelayanan yang diberikan kepada pasien sehingga dengan
kinerja yang baik pasien akan merasa puas (Netti et al., 2014). Kinerja perawat diukur dari pelayanan
yang diberikan kepada pasien sehingga pasien merasa puas atau tidak (Kurniadi, 2013). Didalam
organisasi rumah sakit, kepala ruangan adalah pimpinan yang langsung membawahi perawat
pelaksana dan pelaksanaan tugas perawat di ruang rawat inap merupakan suatu unsur proses dalam
manajemen rumah sakit. Kepala ruangan berperan sebagai seorang manajer sekaligus sebagai
seorang pemimpin. Kepala ruangan keperawatan mempunyai tanggung jawab menggerakkan
perawat pelaksana. Oleh karena itu, kepala ruangan juga memiliki tugas untuk melakukan evaluasi
terhadap kinerja perawat (Putra, 2014).

Anda mungkin juga menyukai