Anda di halaman 1dari 10

Summary

MATA KULIAH MANAJEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


Dosen: Dr. Titik Haryati, M.Si.

Waktu Kuliah
Hari, tanggal : Jumat, 1 Juli 2022
Waktu : 12.30 s.d. 14.30

Judul Materi Kuliah


KEPEMIMPINAN DAN MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

oleh
Nama Mahasiswa : Anita Yuli Astuti
NPM : 21510086

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PASCASARJANA


UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
Semester Genap 2021/2022
Kepemimpinan dalam Model Manajemen Pendidikan Nasional

1. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan sumber daya ini disebut dengan manajemen.
Sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan (leadership) ( Siagian, 2008:85).
2. Cooley menjelaskan dalam Moedjiono, Imam (2002: 2) bahwa pemimpin
selalu merupakan “inti dari tendensi, dan di lain pihak seluruh gerakan sosial bila
diuji secara teliti akan terdiri dari berbagai tendensi yang mempunyai inti
tersebut.”
3. Mumford menjelaskan dalam Moedjiono, Imam (2002: 2)
“kepemimpinan adalah sebuah ke unggulan seseorang atau beberapa individu
dalamkelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial.”
4. Perkembangan teori kepemimpinan dimulai dari Great Man Theories sampai dengan
kepemimpinan transformasional menurut Bolden et al. (2003):
a. Great Man Theories; Teori ini muncul berdasarkan pada pemikiran bahwa pemimpin
adalah orang-orang yang luar biasa dan lahir dengan kualitas kepemimpinan, ditakdirkan
untuk menjadi pemimpin.
b. Trait Theories; teori ini membahas tentang kata-kata sifat yang menggambarkan kualitas
seorang pemimpin dan kata-kata tersebut terus bertambah, semua bersifat sifat positif
seseorang.
c. Behaviourist Theories; teori ini membahas secara lebih fokus pada perilaku yang
dilakukan oleh seorang pemimpin daripada kualitasnya.
d. Situational Leadership; pendekatan teori kempimpinan situasional memandang
kepemimpinan sebagai sesuatu yang khas terhadap suatu situasi yang sedang dihadapi.
e. Contingency Theory; teori contingency memperbaiki pendekatan situasional, dan fokus
pada identifikasi ciri-ciri kepimpinan situasional 4 yang efektif yang diperkirakan paling
tepat atau efektif untuk menghadapi situasi tertentu.
f. Transactional Theory; Teori transaksional ini memfokuskan pada pentingnya hubungan
antara pemimpin dan anak buahnya, memusatan perhatian pada keuntungan yang
mutual buat kedua belah pihak dan berasal dari semacam kontrak diantara mereka,
dimana pemimpin akan memberikan penghargaan atau pengakuan atas komitmen atau
loyalitas para pengikutnya.
g. Transformational Theory; Transormational toeri konsep utamanya adalah tentang
perubahan dan peran pemimpin yang menetapkan dan mengarahkan visi dan
memastikan bahwa kinerja organisasi berubah
5. Wahjosumidjo (2011:17) menyatakan “Kepemimpinan diterjemahkan ke dalam sifat-sifat,
perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama
antar peran, kedudukan dari satu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang
legitimasi pengaruh”.Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya.
6. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan
pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau dipacu oleh bawahan
tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
7. Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga
aliran teori berikut ini
a. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu
dilahirkan bakat bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan
pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah
dilahirkan dengan bakat kepemimpinan.
b. Teori Sosial
Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu
dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori
genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa
setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang
cukup.
c. Teori Ekologis.
Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan
berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan.
Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan
pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.
8. Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe
kepemimpinan, di antaranya adalah sebagai berikut (Siagian,1997);
a. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai
berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi
dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak mau
menerima kritik, saran dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya,
Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
b. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe
militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin
yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut: Dalam
menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam
menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, Senang
pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari upacara-upacara
untuk berbagai keadaan.
c. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang
yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective), jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya,
dan sering bersikap maha tahu.
d. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa
seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang
demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering
pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.
e. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang
demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe
kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan
bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang
termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan
organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha
mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat
kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang
sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk
menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan
kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
9. Strategi Kepemimpinan
a. Pengambilan Keputusan
Implikasi gaya keputusan dan model keputusan yang digunakan oleh pimpinan
adalah pada sejauh mana keputusan yang diambil tersebut efektif dan dapat
dilaksanakan. Pimpinan atau pengambil keputusan cenderung menggunakan
beberapa model pengambilan keputusan disesuaikan dengankasus dan situasi dalam
pengambilan keputusan tersebut. Dalam pengambilan keputusan dikenal beberapa
teknik yang dapat digunakan antara lain: Teknik Partisipatif, Teknik Keputusan
Kelompok, Teknik Delphi dan Teknik Kelompok Nominal
b. Menghadapi Perubahan
Salah satu faktor menentukan keberhasilan perubahan ialah seorang pemimpin.
Pemimpin organisasi harus dapat bertindak sebagai sponsor perubahan, sedangkan
lapisan bawahnya dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, sedangkan mereka
yang menjadi target perubahan perlu dilibatkan dalam proses perubahan.
c. Mengatasi Masalah
Tugas seorang pemimpin yaitu mampu memecahkan masalah dengan baik, mampu
mengembangkan konflik sehingga dapat mencapai titik kritis namun jangan sampai
tiba pada titik kepatahan atau “breaking point” , adalah betul-betul mengandung
resiko dan bahaya dan merupakan tugas yang sangat berat.
10. Adapun cara pemimpin untuk mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi,yaitu:
a. Konflik dari dalam diri individu (individual conflict).
b. Konflik yang terjadi dalam organisasi jika dibiarkan akan menimbulkan keadaan yang
tidak menyenangkan, konflik yang ada didalam diri individu dapat menyebabkan
seseorang merasa bimbang dan bingung sehingga dalam menyelesaikan pekerjaan
tidak bisa dilakukan dengan maksimal. Peran seorang pemimpin harus dapat
memberikan arahan terhadap bawahannya, yaitu : memberikan waktu kepada
bawahan untuk merenung dan memikirkan jalan keluarnya.
c. Konflik antar individu maupun antar kelompok
d. Banyak cara untuk memecahkan persoalan konflik antar pribadi maupun antar
kelompok, misalnya membuka diri, menerima umpan balik, menaruh kepercayaan
terhadap orang lain.
11. Ada beberapa strategi untuk mengurangi konflik di organisasi,yaitu :
a. Memecahkan masalah melalui sikap kooperatif
Bila dua kelompok atau dua individu memiliki tujuan yang berbeda karena masing-
masing menganut sistem nilai yang berbeda, maka penyelesaian masalahnya ialah:
1) Duduk bersama, berunding, dan bermusyawarah
2) Melihat masalah dengan kepala dingin dan mendiskusikannya
3) Melalui sikap kooperatif orang berusaha melepaskan perbedaan-perbedaan yang
tidak prinsipil, untuk lebih banyak menemukan titik-titik persamaan
4) Tidak selalu mau menang sendiri dan mengharuskan pihak lain
mengalah.Bersedialah mengalah dengan itikad baik untuk memecahkan
masalah.
b. Mempersatukan tujuan
Tujuan yang dipersatukan ini sama dengan tujuan yang harus dicapai oleh kelompok
yang tengah berselisih.
c. Menghindari konflik
Cara paling wajar dan mudah yaitu menghindari suatu konflik, yang bertujuan untuk
tidak melakukan, menentang, lalu mendesak semua kesebalan dan kekecewaan
kedalam ketidaksabaran sehingga menjadi kompleks-kompleksterdesak, yang sering
menjadi sumber pengganggu bagi ketenangan batin sendiri. Dengan jalan
pendesakan bertujuan menghindari kesusahan.
d. Memperhalus konflik
Memperhalus konflik itu berarti melicinkan jalan atau memperhalus penyelesaian
konflik dengan jalan:
1) Mengecilkan perbedaan-perbedaan sikap dan ide dari perorangan dan kelompok
yang tengah bertikai,
2) Memperbesar titik persamaan/ titik singgungdari tujuan atau kepentingan
bersama, yang harus dicapai dengan cara kooperatif.
e. Kompromi
Kompromi merupakan proses saling berjanjiantara kedua belah pihak yang bersedia
melepaskan sebagian dari tuntutannya. Dalam peristiwa kompromi boleh dikatakan
tidak ada pihak yang menang dan yang kalah secara mutlak. Kedua belah pihak
bersedia mengorbankan sedikit dari pendirian dan tuntutanya sehingga tersapai satu
keputusan bersama, sekalipun keputusan itu tidak bisa disebut sebagai hasil yang
optimal bagi kedua belah pihak.
f. Tindakan yang otoriter
Dalam struktur organisasi formal dengan adanya relasi atasan-bawahan, maka
otoritas dan kewibawaan pemimpin yang berkedudukan paling tinggi merupakan
suara pemutus bagi konflik antar-individu dan antar-kelompok..
g. Mengubah struktur individual dan struktur organisasi
Cara lain untuk mengurangi konflik yaitu dengan cara mengubah struktur organisasi.
Memindahkan dan mempertukarkan anggota-anggota kelompok dan pemimpinnya,
dengan semboyan “the right man in the right place”, membentuk badan koordinasi,
memperkenalkan sistem konsultasi dan sistem apel, memperluas partisipasi aktif
para anggota dan anak buah..
12. Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Konsekuensi logis dari UU NO. 22 dan NO. 25 tahun 1999, yang diberlakukan mulai 1 Januari
2001. UU tentang otonomi daerah meletakan kewenangan seluruh urusan pemerintahan di
bidang pendidikan dan kebudayaan yang selama ini berada pada pemerintah (pusat) kepada
pemerintah daerah (Kabupaten/Kota) secara luas, utuh dan bulatmulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Sedangkan pemerintah pusat tidak
berhak lagi ikut campur tangan secara langsung dalam detail penyelenggaraan pendidikan
di sekolah, tetapi berkonsentrasi pada penetapan kebijakan yang bersifat norma, standar,
kriteria dan prosedur seperti penetapan standar kompetensi minimum, pengaturan
kurikulum, nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional.
13. Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, (2001), manajemen berbasis sekolah adalah bentuk
alternatif sekolah sebagai hasil dari suatu Desentralisasi dalam bidang pendidikan yang pada
prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik
sehingga berpotensi untuk peningkatan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi serta
manajemen yang bertumpu di sekolah
14. MBS dapat diartikan sebagai “Pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang
dilakukan oleh sekolah secara mandiri dengan melibatkan semua kelompok kepentingan
yang terkait dengan sekolah (stakeholders) secara langsung dalam proses pengambilan
keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau mencapai tujuan mutu sekolah
dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional (Direktorat Dikmenum, 2000)
15. Penataan dimensi-dimensi manajemen pendidikan oleh Depdiknas (2001) dikatakan sebagai
berikut:
Dimensi-dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan
Pola Lama Pola Baru
Subordinasi Otonomi
Pengambilan Keputusan Terpusat Pengambilan keputusan Partisipatif
Pendekatan Birokratik Pend. Profesional
Ruang Gerak Kaku Ruang gerak luwes
Sentralistik Desentralistik
Diatur Motivasi Diri
Overegulasi Deregulasi
Mengontrol Mempengaruhi
Mengarahkan Memfasilitasi
Menghindari Resiko Mengelola resiko
Gunakan Uang semuanya Gunakan uang seefisien mungkin
Individual yang cerdas Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi Informasi terbagi
Pendelegasian Pemberdayaan
Organisasi Hierarkis Organisasi Datar
16. Dari perubahan dimensi manajemen pendidikan pola baru pemerintah mempunyai tujuan
untuk memandirikan sekolah dengan tanggung jawabnya sebagai stakeholder pendidikan.
a. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Implementasi manajemen berbasis sekolah memiliki tujuan atau memberdayakan
sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk
meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan mutu pendidikan dapat melalui
kemandirian dan inisiatis sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber
daya yang tersedia ,meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama,
meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolah,meningkatkan kompetensi yang sehat anatar
sekolah unuk pencapain mutu pendidikan yang diharapkan (Direktorat, Dikmenum,
2000)
b. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah Karakteristik
MBS yang diperlukan atau perlu dimiliki oleh sekolah yang ingin sukses dalam
menerapkan MBS adalah sebagai berikut;
1. Output yang diharapkan.
Output / kinerja sekolah / prestasi sekolah yang diukur dari kualitasnya,
efektivitasnya, produktivitasnya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan
moral kerjanya.
2. Proses pendidikan
Meliputi ;efektivitas PBM tinggi, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan
yang efektif tenaga kependidikan, sekolah memiliki budaya mutu, sekolah
memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis, sekolah memiliki
kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, sekolah memiliki
ketrbukaan / transparansi manajemen, sekolah memiliki kemauan untuk berubah,
sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, sekolah
responsif dan antisipasif terhadap kebutuhan, sekolah memiliki akuntabilitas,
sekolah memiliki sustainabilitas.
3. Input pendidikan
Meliputi : kebijakan mutu, sumber daya yang tersedia dan lengkap, memiliki
harapan prestasi yang tinggi, fokus pada pelanggan (khusunya peserta didik).
(Direktorat, Dikmenum, 2000)
17. Kerangka Kerja dalam MBS
Kerangka kerja MBS mengemukakan kerangka kerja dalam manajemen Berbasis Sekolah
antara lain sebagai berikut;
a. Sumber daya
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai
dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/Administrasi pngelolaan
keuangan harsu ditujukan untuk memperkuat sekolah dalam menentukan dan
mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses
peningkatan mutu.
b. Pertanggungjawaban (accountability)
Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun
pemerintah. Pertanggunjawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa
dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan, dan jika mungkin untuk menyajikan informasi
mengenai apa yang sudah dikerjakan (Umaedi;2000).
18. Pengelolaan sumber daya sekolah tersebut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan antara lain
meliputi :
a. Aspek dana.
Sekolah diberi dana utuh berdasarkan kebutuhan dan diberi wewenang mengelola serta
mencari tambahan kekurangannya.
b. Aspek kurikulum.
Pada kegiatannya tetap berpegang pada kurikulum nasional, tapi ada kewenangan untuk
memutuskan cara apa yang dipakai (misal;penambahan jam pelajaran, pengubahan
jadwal) dan pemberdayaan mulok sebagai kebutuhan sekolah.
c. Aspek ketenagaan.
Pada aspek ketenagaan ini tidak ada kewenangan untuk merekrut dan memecat tenaga,
tetapi dilibatkan dalam menetapkan tenaga dan menilai kinerja.
d. Pengembangan profesioalisme.
Untuk semua orang yang terlibat dalam pendidikan seperti jajaran Dinas, Kepala
Sekolah, Guru, Pengurus Komite, dan tokoh masyarakat.
e. Peran serta masyarakat.
Komite sekolah atau masyarakat ikut terlibat, bukan hanya dalam hal dana tapi juga
bidang teknis edukatif dan membantu mencari guru atau menjadi guru pengganti serta
membicarakan kinerja guru dengan siswa.
f. Keterlibatan pemerintah tetap diperlukan untuk menentukan kurikulum, penilaian dan
pemantauan kinerja sekolah secara keseluruhan.
19. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke desentralistik menuntut proses
pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik, dan demokrasi. Dalam
melaksanakan MBS menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki
kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis. Untuk mengakomodasikan
persyaratan ini kepala sekolah perlu mengadopsi kepemimpinan transformasional (Nurkolis,
2002:171).
20. Ciri-ciri kepemimpinan transformasional sejalan dengan gaya manajemen model MBS yaitu
sabagai berikut :
a. Adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan
oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama.
b. Para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi dan bukan kepentingan pribadi.
c. Adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.
21. Hal-hal yang harus dilakukan kepala sekolah dalam menerapkan kepemimpinan
transformasional dalam MBS adalah sebagai berikut:
a. Kepala sekolah harus mengembangkan visi sekolah secara jelas.
Seluruh stakeholder dan terutama anggota dewan sekolah harus dilibatkan dalam
perumusan visi. Visi sekolah harus sejalan dengan tujuan utama MBS, yaitu
meningkatkan hasil belajar siswa dan kinerja sekolah secara umum.
b. Kepala sekolah harus mengajak stakeholder untuk membangun komitmen dan
kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan.
c. Kepala sekolah harus lebih banyak berperan sebagai pemimpin daripada sebagai ”bos”
yang didasarkan atas kekuasaan.
22. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria
berikut ini :
a. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan
baik, lancar dan produktif.
b. Dapat melakukan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat
melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan tujuan
pendidikan.
d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan
guru dan pegawai lain di sekolah.
e. Bekerja dengan tim manajemen.
f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai